III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III. KERANGKA PEMIKIRAN Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara simultan pada umumnya menggunakan kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965) yang selanjutnya dikembangkan oleh Barnum dan Squire (1978) dan Sing et al (1986) sehingga membentuk model dasar bagi analisis ekonomi rumahtangga. Kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga tersebut diadopsi antara lain oleh: Widyastuti (1994), Suminartika (1997), Reniati (1998), Madirini (1998), Persulessy (1999), Pakasi dan Sinaga (1999), Nugrahadi (2001), Herliana (2001) dan Negoro (2003). Dalam studi ini juga akan mengadopsi kerangka pemikiran tersebut dalam menganalisis ekonomi rumahtangga produk jadi rotan di Kota Pekanbaru. Becker (1965) merumuskan agricultural household model (model ekonomi rumahtangga pertanian) yang mengintegrasikan aktivitas produksi dan konsumsi sebagai satu kesatuan dan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih diutamakan. Model ekonomi rumahtangga ini menggunakan sejumlah asumsi, yaitu: Pertama, kepuasan rumahtangga dalam mengkonsumsi tidak hanya ditentukan oleh barang dan jasa yang diperoleh di pasar, tetapi juga ditentukan oleh berbagai komoditas yang dihasilkan dalam rumahtangga. Kedua, unsur kepuasan tidak hanya barang dan jasa, tetapi termasuk waktu. Ketiga, waktu dan barang atau jasa dapat digunakan sebagai faktor produksi dalam aktivitas produksi rumahtangga. Dan keempat, rumahtangga bertindak sebagai produsen sekaligus konsumen.

2 26 Sementara itu, Barnum dan Squire (1978) mengungkapkan bahwa model ekonomi rumahtangga dapat digunakan untuk menganalisis perilaku ekonomi perusahaan pertanian yang seluruhnya menggunakan tenaga kerja yang diupah dan menjual seluruh produk yang dihasilkan ke pasar. Berbeda dengan pertanian subsisten yang mengandalkan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak ada marketed surplus. Singh et al (1986) menyusun model ekonomi rumahtangga pertanian sebagai model dasar ekonomi rumahtangga. Dalam model tersebut dinyatakan bahwa utilitas rumahtangga ditentukan oleh konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh rumahtangga, konsumsi barang dan jasa yang dibeli di pasar, dan konsumsi leisure (waktu santai) Model Dasar Ekonomi Rumahtangga Sesuai dengan teori tingkah laku rumahtangga yang dikembangkan oleh Becker (1965), utilitas tidak tergantung pada jumlah barang dan jasa yang dibeli, melainkan oleh jumlah komoditas rumahtangga yang mereka hasilkan, meliputi: kualitas dan kuantitas anak, martabat, rekreasi, persahabatan, kasih sayang, status kesehatan dan status perkawinan. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut: U = f(z). (3.1) Z = g(x, t). (3.2) U Z X t = utilitas = komoditas rumahtangga = komoditas pasar = waktu santai (non-work activity).

3 27 Individu akan memaksimumkan U dengan cara memaksimumkan Z dengan kendala pendapatan dan kendala waktu tertentu, secara matematis dirumuskan sebagai: Max Z = x(x 1, x 2,.., x m ; t 1, t 2,,t k ; E)) (3.3) dengan kendala: m ix i = w jl j + k p v (3.4) I j + t j = T... (3.5) x i p i t j I j T v E = komoditas pasar ke-i = harga komoditas pasar ke-i = waktu leisure = waktu kerja = waktu total, = property income = peubah lingkungan. Substitusikan persamaan (3.5) ke dalam persamaan (3.4) menghasilkan : m k ix i + w jt j = w jt + v = k p S (3.6) S merupakan full income, sehingga persamaan S tersebut disebut kendala full income. Becker mengasumsikan, bahwa penurunan total output rumahtangga tak membuat seorangpun dalam anggota rumahtangga menjadi better off dan beberapa anggota rumahtangga menjadi worse off. Dengan kata lain, yang penting adalah total output rumahtangga, sehingga setiap anggota rumahtangga mau bekerjasama dalam mengelola waktu dan komoditas pasarnya agar Z rumahtangga maksimum.

4 28 Syarat perlu (necessary condition) untuk memaksimumkan Z rumahtangga adalah: MP MP ti tj ( Z/ t i) = ( Z/ t ) j w w i j, untuk semua 0 < t < T (3.7) Jika waktu rumahtangga dari anggota ke-k = T, maka MP µ MP w tk k = (3.8) tj j dimana µ k w k adalah shadow price dari waktu ke-k. MP xi p = i, untuk semua xi > 0 dan 0 < t j < T (3.9) MP tj w j Gronau (1977) menyempurnakan formula Becker dengan membedakan secara eksplisit antara waktu santai dengan waktu bekerja di rumahtangga. Ini didasarkan pada beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada reaksi yang berbeda antara waktu santai dan waktu bekerja di rumahtangga terhadap lingkungan sosial ekonomi. Sementara itu, Singh et.al. (1986) menyatakan bahwa utilitas rumahtangga merupakan fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga, konsumsi barang yang dibeli di pasar dan konsumsi waktu santai. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut: U=u (X a, X m, X l ). (3.10) X a = konsumsi barang yang dihasilkan rumahtangga X m = konsumsi barang yang dibeli di pasar X l = konsumsi waktu santai Pada model Becker dalam memaksimumkan kepuasaannya rumahtangga dihadapkan pada kendala pendapatan dan waktu, namun pada model yang dikembangkan oleh Singh et al. tidak hanya dihadapkan pada kedua kendala tersebut, tetapi juga memasukan kendala produksi dalam model. Kendala-kendala

5 29 tersebut berturut-turut mulai dari kendala pendapatan, alokasi waktu dan produksi, dirumuskan sebagai berikut : p m X m = p a (Q X a ) - w (L F).. (3.11) T = X l + F (3.12) Q = q (L, A)... (3.13) p m = harga barang yang dibeli di pasar p a = harga barang yang dihasilkan rumahtangga (Q-X a ) = surplus produksi yang akan dipasarkan w = upah L = total input tenaga kerja F = input tenaga kerja keluarga T = total waktu rumahtangga A = jumlah faktor produksi tetap (lahan) Dari persamaan (3.11), apabila unsur (L-F) positif berarti rumahtangga menyewa tenaga kerja luar keluarga, sebaliknya jika (L-F) negatif berarti rumahtangga menawarkan tenaga kerja ke luar rumahtangga. Ketiga kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan mensubstitusikan kendala waktu (persamaan (3.12)) dan produksi (persamaan (3.13)) ke dalam kendala pendapatan (persamaan (3.11)), sehingga dihasilkan persamaan 3.14 berikut ini: p m X m + p a X a + w X l = w T + π.. (3.14) π = P a Q (L,A) - w(l-f)... (3.15) π = keuntungan Sisi kiri persamaan (3.14) merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang (X m dan X a ) dan waktu (X l ) yang dikonsumsi dan sisi kanan menunjukkan pengembangan dari konsep full income yang dikembangkan oleh Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia (wt) dicatat secara eksplisit. Sing et al (1986) memperluas model Becker dengan memasukkan pengukuran

6 30 tingkat keuntungan usaha, yaitu π = p a Q wl (persamaan 3.15), dimana seluruh tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar. Dari persamaan (3.10) dan (3.14) dapat dinyatakan bahwa rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya dapat dengan memilih tingkat konsumsi dari barang yang dibeli di pasar (X m ), barang yang diproduksi oleh rumahtangga (X a ), waktu yang dikonsumsi rumahtangga (X 1 ) dan tenaga kerja (L) yang digunakan dalam aktivitas produksi. Dengan mempertimbangkan penggunaan input tenaga kerja, kondisi first order condition dapat diturunkan sebagai berikut: Pa Q/ L = w (3.16) Persamaan (3.16) menyatakan value marginal product of labor (nilai produk marginal tenaga kerja) sama dengan upah, yang secara implisit menyatakan fungsi permintaan input tenaga kerja. Karena derivasi yang dilakukan bersifat parsial, maka peubah endogen yang dihasilkan hanya L, pubah-peubah lainnya, yaitu X m, X a dan X l tidak terlihat karena dalam hal ini diasumsikan tidak mempengaruhi pilihan rumahtangga. Oleh karena itu penyelesaian simultan dari kondisi order pertama persamaan (3.16) menghasilkan permintaan faktor (tenaga kerja, L) non kondisional sebagai fungsi dari harga barang yang dihasilkan rumahtangga (pa), upah (w) dan faktor tetap (parameter teknologi fungsi produksi dan lahan, A). Solusi pemecahan secara simultan dapat dinyatakan sebagai: L* = L* (w, p a, A) (3.17) Persamaan (3.17) kemudian disubstitusikan ke dalam sisi sebelah kanan persamaan (3.14) menghasilkan full income ketika keuntungan usahatani dimaksimumkan melalui pilihan input tenaga kerja. Dengan demikian, persamaan persamaan (3.14) dapat ditulis menjadi:

7 31 P m X m + P a X a + wx l = Y*.. (3.18) Y* = full income saat keuntungan maksimum. Persamaan (3.18) sekarang menjadi kendala baru dalam model, hasil perhitungan first order condotion secara berturut-turut terhadap X m, X a dan X 1 sebagai berikut: U/ X m = λ p m (3.19) U/ X a = λ p a. (3.20) U/ X l = λ w. (3.21) p m X m + p a X a + w X l = Y*. (3.22) Mengacu pada tahapan dalam penyelesaian persamaan (3.16), yaitu dengan pemecahan secara simultan, penyelesaian persamaan (3.19) sampai dengan (3.22) menghasilkan fungsi permintaan sebagai berikut : X m = x m (p m, p a, w, Y*) (3.23) X a = x a (p a, p m, w, Y*). (3.24) X 1 = x 1 (w, p m, p a, Y*) (3.25) Dari persamaan (3.23), (3.24) dan (3.25) dapat dikatakan bahwa jumlah permintaan (konsumsi) barang, barang dan jasa merupakan fungsi dari harga harang itu, harga barang lain, upah, dan full income saat keuntungan maksimum. Dari persamaan (3.24), apabila diasumsikan harga barang yang dihasilkan rumahtangga (dalam hal ini produk jadi rotan) meningkat, maka akan memberikan dampak terhadap perolehan pendapatan rumahtangga tersebut, secara matematis dinyatakan sebagai berikut: dx a dp a X = a p a X + a Y * (3.26) Y * p a

8 32 Unsur pertama pada sisi sebelah kanan persamaan (3.26) dinyatakan sebagai efek perubahan harga, dimana untuk kasus barang normal memiliki slop negatif, artinya apabila harga meningkat maka permintaan terhadap barang dan jasa tersebut akan menurun. Sementara itu, unsur kedua pada sisi sebelah kanan menyatakan efek pendapatan, artinya apabila harga barang yang diproduksi rumahtangga meningkat, maka pendapatan yang diperoleh rumahtangga tersebut akan meningkat, begitu juga halnya dengan full income rumahtangga tersebut akan meningkat. Dalam melakukan analisis ekonomi rumahtangga, menurut Sadoulet dan Janvry (1995) perlu memperhatikan dua hal, yaitu: Pertama, perlu ditekankan bahwa harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumahtangga dianggap sesuai dengan harga pasar. Kedua, perlu dipastikan bahwa perilaku rumahtangga dalam aktivitas produksi dan konsumsi bersifat sparable (terpisah) atau non sparable (simultan). Apabila persamaan produksi, curahan tenaga kerja dan konsumsi yang dimasukkan dalam model bersifat sparable, maka estimasi sistem persamaan produksi dan konsumsi dapat dilakukan secara terpisah, misalnya menganalisis sistem persamaan produksi dengan melakukan pendugaan melalui fungsi keuntungan atau fungsi biaya, sedangkan sistem persamaan konsumsi dengan menggunakan pendekatan AIDS. Namun demikian, apabila sistem persamaan produksi dan konsumsi serta curahan tenaga kerja bersifat non sparable, maka teknik pendugaan yang lebih kompleks perlu dilakukan. Pendugaan antara lain dapat dilakukan dengan menggunaan teknik pendugaan two stage least squares (2SLS) atau three stage least squares (3SLS).

9 Model Keputusan Ekonomi Rumahtangga Industri Produk Jadi Rotan Salah satu studi model ekonomi rumahtangga industri produk jadi rotan dengan pendekatan simultan (teknik pendugaan 2SLS) adalah studi yang dilakukan oleh Nugrahadi (2001). Studi tentang keputusan ekonomi rumahtangga pengusaha dan pekerja industri produk jadi rotan di Kota Medan ini mengadopsi dan memodifikasi model yang dikembangkan oleh Singh et al (1986). Nugrahadi memodifikasikan model tersebut meliputi empat aspek: Pertama, permintaan tenaga kerja dibedakan atas tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Kedua, memasukkan curahan kerja keluarga di luar usaha dan pendapatan dari luar usaha industri produk jadi rotan. Ketiga, tidak dimasukkannya marketed surplus, karena usaha ini bersifat komersial. Dan keempat, memasukkan investasi usaha, investasi pendidikan dan tabungan rumahtangga, yaitu menyimpan uang di lembaga keuangan pada sisi pengeluaran rumahtangga. Disamping empat aspek keputusan ekonomi rumahtangga tersebut, Nugrahadi (2001) juga mengungkapkan aspek konsumsi, dimana konsumsi rumahtangga dikelompokkan menjadi konsumsi pangan dan non pangan. Dalam studi tersebut analisis dibedakan atas keputusan ekonomi rumahtangga pengusaha dan pekerja. Namun demikian, berkaitan dengan keputusan ekonomi rumahtangga tidak memasukkan aspek kredit usaha industri produk jadi rotan. Studi ini mengadopsi model yang dikembangkan oleh Nugrahadi (2001) dengan melakukan modifikasi, sehingga analisis dalam studi ini mencakup empat kategori pengambilan keputusan: Pertama, keputusan produksi rumahtangga pengusaha produksi industri produk jadi rotan. Kedua, keputusan rumahtangga pengusaha dan pekerja untuk mengalokasikan tenaga kerjanya dalam usaha

10 34 industri produk jadi rotan dan di luar usaha. Ketiga, keputusan konsumsi rumahtangga pengusaha dan pekerja, dimana konsumsi kedua kelompok rumahtangga tersebut dikelompokkan menjadi konsumsi pangan, non pangan dan rekreasi. Keempat, keputusan rumahtangga pengusaha industri produk jadi rotan untuk melakukan investasi usaha. Dari empat kategori pengambilan keputusan ekonomi rumahtangga tersebut dapat diuraikan empat blok aktivitas ekonomi rumahtangga sebagai suatu sistem persamaan simultan, yaitu blok produksi, curahan dan penggunaan tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran Produksi Produk Jadi Rotan Suatu rumahtangga yang rasional memutuskan untuk melakukan suatu usaha (dalam hal ini industri produk jadi rotan) dengan harapan menghasilkan suatu produk yang dapat menghasilkan tingkat pendapatan tertentu. Untuk menghasilkan produksi produk jadi rotan, rumahtangga pengusaha memutuskan jenis dan jumlah input yang digunakan, meliputi curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha, penggunaan tenaga kerja luar keluarga pengusaha dalam usaha, bahan baku rotan dan pajak usaha. Disamping itu, jumlah produksi yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh skala usaha dan pola usaha industri produk jadi rotan. Fungsi produksi pada industri produk jadi rotan dapat dinyatakan sebagai: Q = f (CKPD, TKLP, BB, TU, SU, PU). (3.27) Q = produksi produk jadi rotan CKPD = curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha TKLP = penggunaan tenaga kerja luar keluarga pengusaha dalam usaha BB = penggunaan bahan baku TU = pajak usaha SU = skala usaha PU = pola usaha

11 35 Berkaitan dengan pola usaha, Fariyanti (1995) dan Iskandar et al (1991) mengemukakan bahwa industri produk jadi rotan semakin berkembang dengan adanya pola subkontrak. Pola subkontrak menunjukkan adanya keterkaitan antara industri skala kecil dengan industri skala menengah/besar Curahan dan Penggunaan Tenaga Kerja Keputusan dalam mencurahkan tenaga kerja pada studi ini dibagi atas keputusan rumahtangga pengusaha industri produk jadi rotan dan keputusan rumahtangga pekerja. Keputusan rumahtangga pengusaha dan pekerja dalam mencurahkan tenaga kerja berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang: (1) jumlah tenaga kerja keluarga yang dicurahkan dalam usaha rumahtangga industri produk jadi rotan, (2) jumlah tenaga kerja keluarga yang dicurahkan pada usaha di luar industri produk jadi rotan. Curahan kerja keluarga rumahtangga pengusaha merupakan fungsi dari pendapatan total rumahtangga pengusaha, pengunaan bahan baku, angkatan kerja rumahtangga pengusaha, pengalaman kerja pengusaha dalam usaha, skala usaha dan pola usaha. Fungsi curahan kerja keluarga pengusaha industri produk jadi rotan dinyatakan sebagai berikut: CKPD = f (PTP, BB, AKP,PKP, SU, PU).. (3.28) CKPD = curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha PTP = pendapatan total rumahtangga pengusaha AKP = angkatan kerja rumahtangga pengusaha PKP = pengalaman kerja pengusaha dalam usaha Menurut Becker (1965) dalam melaksanakan aktivitas produksinya, rumahtangga lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Namun demikian, apabila terjadi kekurangan tenaga kerja maka rumahtangga

12 36 tersebut akan mempekerjakan tenaga kerja dari luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga merupakan fungsi dari pendapatan total rumahtangga pengusaha, curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha, pengunaan bahan baku, modal usaha dalam bentuk mesin dan alat usaha, skala usaha dan pola usaha. Fungsi penggunaan tenaga kerja luar keluarga pengusaha industri produk jadi rotan dinyatakan sebagai berikut: TKLP = f (PTP, CKPD, BB, MU, SU, PU). (3.29) MU = modal usaha Dalam rangka untuk memperoleh pendapatan rumahtangga yang mampu memenuhi kebutuhan hidup, anggota rumahtangga juga mengalokasikan waktu untuk bekerja di luar usaha yang dikelola rumahtangga. Keputusan mengalokasikan waktu kerja di luar usaha rumahtangga sangat terkait dengan pendapatan total rumahtangga, curahan kerja keluarga pengusaha dalam usaha, angkatan kerja pengusaha, umur pengusaha dan pendidikan pengusaha. Hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut: CKPL = f (PTP, CKPD, AKP, UP, EP).. (3.30) CKPL = curahan kerja keluarga pengusaha di luar usaha UP = umur pengusaha EP = pendidikan pengusaha Selanjutnya rumahtangga pekerja mencurahkan waktu bekerja baik di dalam dan luar usaha industri produk jadi rotan merupakan salah satu keputusan rumahtangga pekerja sebagai strategi memperoleh pendapatan. Keputusan ini dilakukan dalam rangka memaksimumkan kepuasan rumahtangga terhadap konsumsi barang pasar dan mengadakan investasi untuk pendidikan. Curahan

13 37 kerja keluarga pekerja di dalam dan luar usaha merupakan fungsi dan dinyatakan sebagai berikut: CKBD = f (PBD, AKB, PKB, UB, EB).. (3.31) CKBL = f (CKBD, PBL, AKB, UB, EB) (3.32) CKBD = curahan kerja keluarga pekerja di dalam usaha CKBL = curahan kerja keluarga pekerja di luar usaha AKB = angkatan kerja rumahtangga pekerja PKB = pengalaman kerja pekerja dalam usaha UB = umur pekerja EB = pendidikan pekerja Curahan kerja keluarga pekerja di dalam dan luar usaha industri produk jadi rotan selain dipengaruhi oleh tingkat upah masing (dalam hal ini diproksi melalui tingkat pendapatan), juga dipengaruhi oleh karakteristik rumahtangga pekerja. Mencurahkan waktu kerja di dalam usaha industri produk jadi rotan bagi rumahtangga pekerja adalah yang utama dan apabila memungkinkan barulah mereka mencurahkan waktu kerja di luar usaha Pendapatan Rumahtangga Pengambilan keputusan rumahtangga pengusaha dalam aktivitas produksi dan penggunaan tenaga kerja adalah upaya untuk memperoleh pendapatan yang mampu memenuhi kebutuhan rumahtangga pengusaha semaksimal mungkin. Pendapatan rumahtangga tersebut terdiri dari pendapatan dalam usaha dan pendapatan di luar usaha industri produk jadi rotan. Penjumlahan pendapatanpendapatan tersebut disebut dengan pendapatan total, selanjutnya pendapatan tersebut setelah dikurangi pajak (disposable income) digunakan untuk berbagai aktivitas ekonomi maupun aktivitas non ekonomi rumahtangga. Pendapatan dalam usaha industri produk jadi rotan adalah penerimaan bersih (keuntungan) yang

14 38 diperoleh, yaitu penerimaan kotor dari hasil usaha dikurangi biaya produksi. Sedangkan pendapatan dari luar usaha merupakan fungsi curahan tenaga kerja luar usaha, umur dan pendidikan pengusaha. Hubungan kedua jenis pendapatan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: PPD = (Pq*Q) TBU.. (3.33) PPL = f (CKPL, UP, EP). (3.34) PPD = pendapatan pengusaha dalam usaha PPL = pendapatan pengusaha luar usaha TBU = total biaya usaha industri produk jadi rotan Pq = harga produk jadi rotan Pendapatan total rumahtangga pengusaha merupakan penjumlahan pendapatan yang diterima rumahtangga pengusaha dari dalam dan luar usaha serta pendapatan non kerja. Sementara itu, disposable income (pendapatan yang siap dibelanjakan) merupakan pendapatan total dikurangi dengan pajak. Kedua hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut: PTP = PPD + PPL + PNKP (3.35) PPDP = PTP TI (3.36) PPDP = pendapatan pengusaha yang siap dibelanjakan PNKP = pendapatan non kerja pengusaha TI = pajak pendapatan rumahtangga pengusaha Seperti halnya pendapatan rumahtangga pengusaha, pendapatan rumahtangga pekerja terdiri dari pendapatan dalam usaha industri produk jadi rotan dan pendapatan di luar usaha. Pendapatan pekerja dalam usaha industri produk jadi rotan merupakan fungsi dari curahan kerja keluarga pekerja pada usaha industri produk jadi rotan, pengalaman kerja, umur, pendidikan dan upah. Sedangkan pendapatan rumahtangga pekerja dari luar usaha merupakan fungsi

15 39 curahan tenaga kerja luar usaha, umur dan pendidikan pekerja. Hubungan kedua jenis pendapatan tersebut dinyatakan sebagai berikut: PBD = f (CKBD, PKB,UB, EB, U) (3.37) PBL = f (CKBL, UB, EB) (3.38) PBD = pendapatan rumahtangga pekerja dalam usaha PBL = pendapatan rumahtangga pekerja di luar usaha U = upah Pendapatan total rumahtangga pekerja merupakan penjumlahan pendapatan yang diterima dalam dan luar usaha serta pendapatan non kerja. Sementara itu, disposable income (pendapatan yang siap dibelanjakan) merupakan pendapatan total dikurangi dengan pajak. Kedua hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut: PTB = PBD + PBL + PNKB (3.39) PBDP = PTB TI (3.40) PTB = pendapatan total pekerja PBDP = pendapatan pekerja yang siap dibelajakan PNKB = pendapatan non kerja pekerja Pengeluaran Rumahtangga Secara umum, pengeluaran rumahtangga pengusaha dapat dikelompokkan menjadi: pengeluaran pangan, non pangan, investasi pendidikan, investasi usaha dan menabung. Fungsi dari masing-masing pengeluaran dirumuskan sebagai berikut : KPP = f (PPDP, JANP, EIP) (3.41) KNPP = f (PPDP, KPP, IEP, IUP, TAB) (3.42) IEP = f (PPDP, KPP, JASP).. (3.43)

16 40 IUP = f (PPDP, KPP, IEP, TAB) (3.44) KRP = f (PPDP, KPP, IEP, ADP).. (3.45) TABP = f (PPDP, KTP, IEP, IUP, SBT) (3.46) KPP = konsumsi pangan rumahtangga pengusaha KNPP = konsumsi non pangan rumahtangga pengusaha KTP = konsumsi total rumahtangga pengusaha IEP = investasi pendidikan rumahtangga pengusaha IUP = investasi usaha rumahtangga pengusaha TABP = tabungan rumahtangga pengusaha JANP = jumlah anggota keluarga rumahtangga pengusaha EIP = pendidikan isteri pengusaha JASP = jumlah anak sekolah rumahtangga pengusaha SBT = suku bunga tabungan KRP = pengeluaran rekreasi rumahtangga pengusaha ADP = asal daerah pengusaha Dari persaman (3.41) dapat dinyatakan bahwa konsumsi pangan rumahtangga pengusaha merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, jumlah anggota rumahtangga dan pendidikan istri pengusaha. Sementara itu, dari persamaan (3.42) dapat dinyatakan bahwa konsumsi non pangan rumahtangga pengusaha disamping merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan dan investasi pendidikan, juga merupakan fungsi dari konsumsi pangan, investasi usaha dan tabungan rumahtangga pengusaha. Selanjutnya investasi pendidikan rumahtangga pengusaha (persamaan (3.43)) merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi pangan dan jumlah anak sekolah. Investasi usaha rumahtangga pengusaha (persamaan (3.44) merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi total, investasi pendidikan dan tabungan. Sementara itu, pengeluaran rekreasi rumahtangga pengusaha (persamaan 3.45) merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi pangan, investasi pendidikan dan asal daerah

17 41 rumahtangga pengusaha. Terakhir, tabungan rumahtangga pengusaha (persamaan 3.46) merupakan fungsi dari pendapatan yang siap dibelanjakan, konsumsi total, investasi pendidikan, investasi usaha dan suku bunga tabungan. Pendapatan rumahtangga pekerja, yang terdiri atas pendapatan dari dalam dan luar usaha ditambah dengan pendapatan non kerja, selanjutnya (setelah dikurangi pajak) akan dialokasikan untuk memperoleh kepuasan rumahtangga melalui fungsi pengeluaran. Pendapatan rumahtangga pekerja setelah dikurangi pajak digunakan untuk konsumsi pangan, non pangan, investasi pendidikan dan rekreasi (termasuk pulang kampung). Fungsi pengeluaran rumahtangga pekerja industri produk jadi rotan meliputi: konsumsi pangan, non pangan, investasi pendidikan dan rekreasi. KPB = f (PBDP, JANB, EIB).. (3.47) KNPB = f (PBDP, KPB, IEB) (3.48) IEB = f (PBDP, KPB, JASB) (3.49) KRB = f (PBDP, KPB, IEB, ADB) (3.50) KPB = konsumsi pangan rumahtangga pekerja KNPB = konsumsi non pangan rumahtangga pekerja KRB = pengeluaran rekreasi rumahtangga pekerja IEB = investasi pendidikan rumahtangga pekerja JANB = jumlah anggota keluarga rumahtangga pekerja EIB = pendidikan isteri pekerja JASB = jumlah anak sekolah rumahtangga pekerja ADB = asal daerah pekerja

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 3, Nomor 1, Juli 2012 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) PENGARUH FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KARET DI KABUPATEN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Studi dilaksanakan pada bulan Februari 004 sampai dengan Maret 004 di Kelurahan Meranti Pandak dan Kelurahan Sri Menanti, Kecamatan Rumbai, Kota

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

Volume 3, Nomor 2, Desember 2012 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Volume 3, Nomor 2, Desember 2012 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 3, Nomor 2, Desember 2012 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KAKAO DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 6, Nomor 2, Desember 2015 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ISSN 2087-409X ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PENGUSAHA AGROINDUSTRI GULA KELAPA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan III. KERANGKA TEORI 3.1. Kerangka Konseptual Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga Becker (1976), menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga yang dalam penelitiannya tersebut menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam melakukan aktivitas ekonomi, setiap rumahtangga tidak hanya melakukan aktivitas konsumsi dan produksi secara parsial, namun melakukan kedua aktivitas tersebut secara simultan.

Lebih terperinci

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumahtangga Petani Padi Sawah di Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumahtangga Petani Padi Sawah di Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar SOROT Volume 12, Nomor 2, Oktober 2017: 71-82 https://doi.org/10.31258/sorot.12.2.4698 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumahtangga Petani Padi Sawah di Kecamatan Kampar Utara

Lebih terperinci

Analisis Pengambilan Keputusan Ekonomi Rumah Tangga Petani Kelapa di Kecamatan Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir

Analisis Pengambilan Keputusan Ekonomi Rumah Tangga Petani Kelapa di Kecamatan Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir Jurnal SOROT Volume 12, Nomor 1, April 2017: 11-24 Analisis Pengambilan Keputusan Ekonomi Rumah Tangga Petani Kelapa di Kecamatan Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir Juli Adevia *1, Djaimi Bakce 2,

Lebih terperinci

Analisis Pengambilan Keputusan Ekonomi Rumahtangga Petani Kelapa di Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir

Analisis Pengambilan Keputusan Ekonomi Rumahtangga Petani Kelapa di Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Jurnal SOROT Volume 11, Nomor 1, April 2016: 15-28 Analisis Pengambilan Keputusan Ekonomi Rumahtangga Petani Kelapa di Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Nur Jelita *1, Syaiful Hadi 2, dan Djaimi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Model Peluang Kerja Suami dan Istri di luar Sektor Perikanan Secara teoritis, setiap anggota rumahtangga akan mencurahkan waktunya pada pekerjaan tertentu. Hal tersebut dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Ekonomi Rumahtangga Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu konsep yang fleksibel. Konsep rumahtangga ini menyangkut bagian keluarga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal dikarenakan sebagian besar pola usaha nelayan masih berskala kecil, bersifat tradisional

Lebih terperinci

FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KARET DI DESA KOTO DAMAI KABUPATEN KAMPAR

FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KARET DI DESA KOTO DAMAI KABUPATEN KAMPAR FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KARET DI DESA KOTO DAMAI KABUPATEN KAMPAR Shorea Khaswarina Program Studi Agribisnis, Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Riau

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teori 3.1.1. Pengembangan Sumberdaya Manusia Upaya mengembangkan sumberdaya manusia dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam melakukan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KELAPA DI KECAMATAN KERITANG KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KELAPA DI KECAMATAN KERITANG KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KELAPA DI KECAMATAN KERITANG KABUPATEN INDRAGIRI HILIR THE ANALYSIS ECONOMIC DECISION MAKING OF THE HOUSEHOLD COCONUT FARMERS IN KERITANG, INDRAGIRI

Lebih terperinci

PERILAKU PETANI PANGAN

PERILAKU PETANI PANGAN 6 PERILAKU PETANI PANGAN Maksimisasi Keuntungan dan Penurunan Penawaran Output Seorang petani yang bersifat komersial akan selalu berpikir bagaimana dapat mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Tinjauan Teoritis 3.1.1. Curahan Tenaga Kerja Secara sederhana, tenaga kerja diartikan sebagai upaya manusia untuk melakukan usaha. Usaha tersebut dalam hubungannya dengan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Ketahanan pangan rumahtangga pada hakekatnya merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang tercennin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PADI SAWAH DI KECAMATAN BATANG TUAKA KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PADI SAWAH DI KECAMATAN BATANG TUAKA KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PADI SAWAH DI KECAMATAN BATANG TUAKA KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Marissa Chintia, Syaiful Hadi, Djaimi Bakce Department Of Agribusiness

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 7, Nomor 1, Juli 2016 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KARET EKS UPP TCSDP DI DEBA BINA BARU KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH KABUPATEN

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA INDUSTRI KECIL KERUPUK DI KABUPATEN DEMAK: STUDI KASUS DESA NGALURAN DAN DESA KARANGASEM. Oleh: BUDI SULISTYO

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA INDUSTRI KECIL KERUPUK DI KABUPATEN DEMAK: STUDI KASUS DESA NGALURAN DAN DESA KARANGASEM. Oleh: BUDI SULISTYO ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA INDUSTRI KECIL KERUPUK DI KABUPATEN DEMAK: STUDI KASUS DESA NGALURAN DAN DESA KARANGASEM Oleh: BUDI SULISTYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri 56 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri menjadi tiga katagori utama, yaitu (1) karaktersistik teknologi produksi pertanian, (2) karakteristik

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

IV. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 59 IV. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Dalam bab ini akan diuraikan beberapa teori, konsep atau pendekatan yang akan digunakan dalam analisis kinerja pola PIR kelapa sawit di Sumatera Selatan, terutama yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk

KERANGKA PEMIKIRAN. diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk 43 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual yang dibangun pada penelitian ini didasari adanya anggapan bahwa rendahnya produktivitas yang dicapai petani tomat dan kentang diduga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Pertanian 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan rumahtangga pertanian sebagai rumah tangga yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Rumahtangga Petani Rumahtangga dapat dilihat sebagai kesatuan dari kumpulan orang-orang yang mana aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi dilakukan. Rumahtangga

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS / ELASTISITAS KURVA PERMINTAAN. Teori dan Elastisitas Permintaan

ANALISIS SENSITIVITAS / ELASTISITAS KURVA PERMINTAAN. Teori dan Elastisitas Permintaan ANALISIS SENSITIVITAS / ELASTISITAS KURVA PERMINTAAN Teori dan Elastisitas Permintaan ANALISIS PERMINTAAN DAN ELASTISITAS PASAR Permintaan yang secara relatif stabil memungkinkan operasi produksi yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

oleh EVA SUSANNA PURBA A

oleh EVA SUSANNA PURBA A ANALISIS POLA DAN FAK -FAKTOR YANG MEM CURAHAN I(ERJA, P PATAN DAN PENGEL RUMAH TANGGA KARYAWAN PERKEBUNAN (Studi Kasus di Kebun Dolok Ilir, PTP Nusantara IV-Wilayah I, Sumatera Utara) oleh EVA SUSANNA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Produksi Produksi merupakan sebuah proses menghasilkan suatu barang atau jasa. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Produksi Setiap tindakan dalam proses produksi selalu diiringi dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu memaksimalkan keuntungan dengan mengalokasikan sumberdaya

Lebih terperinci

KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN A. Jenis Biaya yang Perlu Diketahui Oleh Decision Maker 1. Biaya Eksplisit (Explisiy Cost) Biaya yang dikeluarkan guna mendapatkan input yang dibutuhkan dalam proses

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan Asumsi dalam Model Utilitas Kardinal Kepuasan konsumen pada suatu barang dapat diukur dengan satuan uang. Konsumen berusaha memaksimumkan kepuasan total. MUx

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI

Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI Teori Perilaku Konsumen Adalah analisis yang menerangkan : 1. Alasan para pembeli/konsumen untuk membeli lebih banyak barang atau jasa pada harga yang lebih

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang 62 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Teluk Bintuni di dua desa yang berada di sekitar wilayah pembangunan proyek LNG Tangguh yaitu di Desa Tanah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Agriekonomika Volume 5, Nomor 2, 2016

Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian  Agriekonomika Volume 5, Nomor 2, 2016 Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian http://journal.trunojoyo.ac.id/agriekonomika Agriekonomika Volume 5, Nomor 2, 2016 FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI PERILAKU EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI KARET

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana halnya di negara-negara Asia Tenggara, konsep pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana halnya di negara-negara Asia Tenggara, konsep pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengalaman Empiris Sebagaimana halnya di negara-negara Asia Tenggara, konsep pertanian terpadu yang melibatkan pola sistem integrasi tanaman-ternak, sebenarnya sudah diterapkan

Lebih terperinci

Teori Produksi dan Kegiatan Perusahaan. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB

Teori Produksi dan Kegiatan Perusahaan. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB Teori Produksi dan Kegiatan Perusahaan Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB Perusahaan ditinjau dari sisi Teori Ekonomi Tidak dibedakan atas kepemilikanya, jenis usahanya maupun skalanya. Terfokus pada bagaimana

Lebih terperinci

Teori Produksi dan Kegiatan Perusahaan. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB

Teori Produksi dan Kegiatan Perusahaan. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB Teori Produksi dan Kegiatan Perusahaan Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB Terminologi penting dalam teori produksi 1. Fungsi produksi 2. Biaya produksi minimum 3. Jangka waktu analisis 4. Perusahaan dan

Lebih terperinci

Qx TUx MUx

Qx TUx MUx PERILAKU KONSUMEN PENDEKATAN PERILAKU KONSUMEN Ada 3 Pendekatan untuk mempelajari Tingkah Laku Konsumen : 1. Pendekatan Cardinal ( Marginal Utility ) 2. Pendekatan Ordinal ( Indefference Curve ) 3. Pendekatan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 05Fakultas Ekonomi & Bisnis Menjelaskan Teori Tingkah Laku Konsumen, Karakteristik Prilaku Konsumen dan Konsep Implementasi Cardinal Utility Approach Abdul Gani, SE MM

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Landasan Teori Landasan teori mengenai penawaran dan permintaan barang dan jasa serta elastisitas harga dan mekanisme keseimbangan pasar secara umum berlaku sebagai landasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

Perusahaan, Produksi, dan Biaya

Perusahaan, Produksi, dan Biaya Perusahaan, Produksi, dan Biaya Perusahaan adalah kesatuan teknis, yang bertujuan untuk menghasilkan benda-benda atau jasa. Perusahaan ingin mencapai laba setinggi mungkin. Pengertian sehari-hari, laba

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 4. Teori Tingkah Laku Konsumen

Pertemuan Ke 4. Teori Tingkah Laku Konsumen Pertemuan Ke 4 Teori Tingkah Laku Konsumen Ada dua pendekatan 1. Pendekatan nilai guna (Utiliti) kardinal Yaitu kenikmatan konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif 2. Pendekatan nilai guna (Utiliti)

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 69 VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria

Lebih terperinci

BAB V TEORI (PERILAKU) KONSUMSEN

BAB V TEORI (PERILAKU) KONSUMSEN BAB V TEORI (PERILAKU) KONSUMSEN A. PENDEKATAN CARDINAL Pdkt. Marginal Utility (MU) 1. Anggapan yang dipakai dalam pendekatan ini adalah : Kepuasan konsumen dapat diukur, & diberi satuan ukur UTIL. Dalam

Lebih terperinci

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor 4. Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor Mengapa Anda Perlu Tahu Ketika seseorang bekerja pada perusahaan atau pemerintah maka dia akan mendapatkan gaji. Tentu, gaji yang didapatkan perlu dipotong

Lebih terperinci

DAMPAK HARGA INPUT DAN OUTPUT TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA PESERTA KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KELURAHAN TERJUN KOTA MEDAN SITI KOMALASARI

DAMPAK HARGA INPUT DAN OUTPUT TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA PESERTA KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KELURAHAN TERJUN KOTA MEDAN SITI KOMALASARI ii DAMPAK HARGA INPUT DAN OUTPUT TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAHTANGGA PESERTA KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KELURAHAN TERJUN KOTA MEDAN SITI KOMALASARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

PENGGUNAAN FUNGSI LINEAR DALAM EKONOMI

PENGGUNAAN FUNGSI LINEAR DALAM EKONOMI PENGGUNAAN FUNGSI LINEAR DALAM EKONOMI Agar fungsi permintaan dan fungsi penawaran dapat digambarkan grafiknya, maka faktor-faktor selain jumlah yang diminta dan harga barang dianggap tidak berubah selama

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

Penggunaan Turunan dalam Ekonomi Ir. Tito Adi Dewanto

Penggunaan Turunan dalam Ekonomi Ir. Tito Adi Dewanto Penggunaan Turunan dalam Ekonomi Ir. Tito Adi Dewanto Kegiatan Belajar 1 A. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen mengikuti Hukum permintaan : Bila harga barang naik, ceteris paribus (faktor lain tetap)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan masyarakat awam lebih banyak dilandasi oleh insting daripada teori

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan masyarakat awam lebih banyak dilandasi oleh insting daripada teori 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, sebenarnya orang selalu melakukan optimasi untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi optimasi yang dilakukan masyarakat

Lebih terperinci

UM UGM Kelompok Ujian : Tes Kemampuan Soshum. Pembahasan Soal. Ekonomi. Untuk Persiapan Ujian Tulis. UM UGM 2015 Oleh Team um.ujiantulis.

UM UGM Kelompok Ujian : Tes Kemampuan Soshum. Pembahasan Soal. Ekonomi. Untuk Persiapan Ujian Tulis. UM UGM 2015 Oleh Team um.ujiantulis. Pembahasan Soal UM UGM 2013 Kelompok Ujian : Tes Kemampuan Soshum Untuk Persiapan Ujian Tulis Mata Ujian : Ekonomi UM UGM 2015 Oleh Team um.ujiantulis.com @um.ujiantulis.com Pembahasan Soal Disusun oleh

Lebih terperinci

Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility

Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility Modul ke: Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility Fakultas FAK. EKONOMI & BISNIS Cecep W Program Studi S-1 Manajemen www.mercubuana.ac.id TEORI UTILITAS ORDINAL Kurva Indiferens Garis Anggaran Keseimbangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 05 Pusat Pengantar Ekonomi Mikro Teori Perilaku Konsumen Bahan Ajar dan E-learning TEORI PERILAKU KONSUMEN (Pendekatan Kardinal) 2 Pengertian dasar Perilaku konsumen dianalisa untuk mengetahui

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

Modul 4. Teori Perilaku Konsumen

Modul 4. Teori Perilaku Konsumen Modul 4. Teori Perilaku Konsumen Deskripsi Modul Teori perilaku konsumen pada dasarnya mempelajari mengapa para konsumen berperilaku seperti yang tercantum dalam hukum permintaan. Oleh karena itu teori

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu alur berpikir yang digunakan oleh penulis berdasarkan teori maupun konsep yang telah ada sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2)

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2) ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PEKERJA WANITA INDUSTRI KECIL KAIN TENUN IKAT DI KELURAHAN BANDAR KIDUL KOTA KEDIRI DALAM RANGKA MENGHADAPI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Kasirotur Rohmah 1), Hastuti 2), dan

Lebih terperinci

TEORI TINGKAH LAKU KONSUMEN

TEORI TINGKAH LAKU KONSUMEN TEORI NILAI GUNA Konsep Penyebab konsumen membeli lebih banyak pada harga yang rendah, dan sebaliknya Konsumen menentukan jumlah dan komposisi barang yang dibeli dari pendapatan yang diperoleh TEORI TINGKAH

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Pada bagian ini akan dirumuskan model pertumbuhan ekonomi yang mengoptimalkan utilitas dari konsumen dengan asumsi: 1. Terdapat tiga sektor dalam perekonomian:

Lebih terperinci

V. TEORI PERILAKU PRODUSEN

V. TEORI PERILAKU PRODUSEN Kardono -nuhfil V. TEORI PERILAKU PRODUSEN 5.. Fungsi Produksi Seorang produsen atau pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk mencapai tujuannya harus menentukan dua macam keputusan: ) berapa output

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Setiap petani dalam pengelolaan usahataninya mempunyai tujuan yang berbedabeda. Ada tujuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang disebut usahatani subsisten,

Lebih terperinci

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Untuk menjawab tujuan penelitian ini telah dilakukan analisis perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen PERILAKU KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

Lebih terperinci

Review Materi. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB

Review Materi. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB Review Materi Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB Teori Produksi Bentuk-bentuk organisasi perusahaan Perseorangan Persekutuan Perseroan Terbatas BUMN Koperasi Teori produksi neoklasik Fokus pada penentuan

Lebih terperinci

PERANAN PUAP DAN RASKIN DALAM PERILAKU EKONOMI DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI (Kasus di Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen) FANNY SEPTYA

PERANAN PUAP DAN RASKIN DALAM PERILAKU EKONOMI DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI (Kasus di Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen) FANNY SEPTYA PERANAN PUAP DAN RASKIN DALAM PERILAKU EKONOMI DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI (Kasus di Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen) FANNY SEPTYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 SURAT

Lebih terperinci

PERTANIAN. Tri Wahyu Nugroho, SP. MSi.

PERTANIAN. Tri Wahyu Nugroho, SP. MSi. TEORI PRODUKSI PERTANIAN Tri Wahyu Nugroho, SP. MSi. Teori Produksi : Untuk melihat hubungan antar input (faktor produksi) Dan, output (hasil poduksi) Teori produksi diharapkan : Menerangkan terjadinya

Lebih terperinci

IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN

IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN Kardono-nuhfil1 IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN Teori perilaku konsumen pada dasarnya mempelajari mengapa para konsumen berperilaku seperti yang tercantum dalam hukum permintaan. Oleh karena itu teori perilaku

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Untuk mengetahui dampak kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku (input) dalam industri tempe, akan digunakan beberapa teori yang berkaitan dengan hal tersebut.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS Oleh : Nunung Kusnadi Rita Nurmalina

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data rumah tangga, khususnya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB ILMU EKONOMI 1.2. PENGERTIAN EKONOMI MIKRO

PENDAHULUAN BAB ILMU EKONOMI 1.2. PENGERTIAN EKONOMI MIKRO Teori Ekonomi Mikro PENDAHULUAN BAB 1 1.1 ILMU EKONOMI Secara umum ilmu ekonomi atau ekonomika dapat diartikan sebagai suatu ilmu tentang usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan adanya alat-alat

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci