III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Tinjauan Teoritis Curahan Tenaga Kerja Secara sederhana, tenaga kerja diartikan sebagai upaya manusia untuk melakukan usaha. Usaha tersebut dalam hubungannya dengan perikanan adalah usaha melaut dan nonmelaut. Dalam usaha tersebut terdapat perbedaan penggunaan tenaga kerja, antara lain: 1. penggunaan tenaga kerja dalam perikanan bersifat tidak tetap dan tidak berkelanjutan, sedangkan dalam perindustrian bersifat lebih tetap. 2. penggunaan tenaga kerja melaut sebagian besar adalah pria dan untuk industri perikanan adalah wanita. 3. kegiatan dalam perikanan pada dasarnya harus disesuaikan dengan alam, sedangkan dalam perindustrian dapat berlangsung sepanjang tahun. Sumber tenaga kerja dalam perikanan dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Sumber tenaga kerja dari dalam keluarga yaitu: suami, istri, anak-anak, orang tua dan orang lain yang hidup serumah dan mendapatkan fasilitas dari rumahtangga nelayan tersebut, sedangkan tenaga kerja dari luar diperoleh dari luar rumahtangga nelayan. Analisis tentang curahan tenaga kerja merupakan analisis tentang penawaran tenaga kerja, yang pada prinsipnya membahas tentang keputusankeputusan anggota rumahtangga dalam pilihan jam kerjanya. Anggota rumahtangga (individu-individu) dalam mengalokasikan jam kerja akan bertindak rasional yaitu memaksimumkan utilitasnya.

2 19 Maksimasi utilitas rumahtangga dilakukan dengan mengkombinasikan waktu santai dan barang konsumsi untuk memaksimumkan kepuasan. Setiap angkatan kerja anggota rumahtangga dihadapkan pada pilihan bekerja atau tidak. Apabila memilih bekerja berarti akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Sebaliknya jika tidak bekerja, maka waktu santai akan mempunyai nilai guna lebih tinggi dari pada pendapatan (Mangkuprawira, 1984). Adanya kedua pilihan tersebut akan menghasilkan berbagai kombinasi untuk mencapai kepuasan yang maksimum, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Barang Konsumsi B 2 B 1 U 2 B 0 U 0 U 1 O W 0 W 1 W 3 Waktu Santai Sumber: Mangkuprawira (1984) Gambar 1. Fungsi Kepuasan Seorang Anggota Rumahtangga Anggota rumahtangga akan mengkonsumsi B 0 dan W 0 untuk mendapatkan tingkat kepuasan U 0. Jika makin banyak B dan W yang dikonsumsi maka makin tinggi kepuasan U yang dicapai (U 2 > U 1 > U 0 ). Dalam mengkonsumsi barang dan waktu santai, anggota rumahtangga (individu) akan menghadapi dua kendala yaitu waktu yang jumlahnya terbatas (24 jam per hari)

3 20 dan anggota rumahtangga yang menawarkan tenaga kerja dalam suatu pasar bersaing sempurna sehingga tidak akan mempengaruhi tingkat upah yang berlaku, kedua kendala tersebut adalah kendala anggaran. Untuk memperoleh kombinasi maksimum dengan mempertimbangkan kendala yang ada, maka kombinasi optimum terletak pada garis anggaran yang menyinggung kurva indiferent. Apabila terjadi kenaikan tingkat upah berarti terdapat tambahan pendapatan. Dengan status ekonomi yang lebih tinggi seseorang cenderung meningkatkan konsumsi dan waktu santainya yang berarti pengurangan jam kerja (efek pendapatan). Dilain pihak kenaikan tingkat upah berarti harga waktu santai menjadi lebih mahal dan mendorong anggota rumahtangga mensubtitusikan waktu santainya dengan lebih banyak bekerja untuk menambah konsumsi barang (efek subtitusi). Efek total dari perubahan tingkat upah adalah selisih dari efek pendapatan dan subtitusi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Upah, Barang konsumsi C 2 C E 3 E 2 U 2 C 1 F E 1 U 1 B A 0 Sumber: Simanjuntak (1985) D 3 D 1 D 2 B H Waktu Santai Gambar 2. Fungsi Kepuasan, Efek Pendapatan, Efek Subtitusi dan Efek Total

4 21 Misalkan suatu rumahtangga mempunyai pendapatan OA=HB di luar hasil pekerjaan (non earned income, misalnya sewa, warisan). Apabila seluruh waktu yang tersedia OH digunakan untuk waktu luang maka pendapatan rumahtangga tersebut hanya OA=HB. OD menunjukkan jumlah waktu yang digunakan rumahtangga untuk waktu luang dan HD 1 merupakan waktu yang digunakan untuk bekerja (waktu luang diukur dari titik O ke titik H dan waktu bekerja diukur dari H ke O). Dengan bekerja sebanyak HD 1 jam maka rumahtangga memperoleh pendapatan senilai barang konsumsi AF. Jumlah barang konsumsi rumahtangga adalah jumlah barang senilai hasil kerja ditambah jumlah barang senilai pendapatan di luar hasil kerja yakni: OF = OA + AF. Nilai barang konsumsi yang dapat dibelu dari hasil kerja satu jam dinamakan tingkat upah yang dicerminkan dengan kecenderungan (slope) dari budget line. Semakin tinggi tingkat upah maka akan semakin besar slope dari budget line. Rasio tingkat upah awal (barang konsumsi per waktu luang) ditunjukkan oleh slope garis anggaran BC1 dengan kondisi keseimbangan pada titik E dengan utilitas U 1. Apabila upah meningkat, maka budget line berubah dari BC 1 menjadi BC 2. Perubahan tingkat upah tersebut akan menghasilkan pertambahan pendapatan sebagaimana dilukiskan dengan garis B C yang sejajar dengan BC 1. Pertambahan pendapatan akan menambah waktu luang (OD 1 ke OD 2 ) sehingga tingkat utilitas meningkat menjadi U 2 (U 1 ke U 2 ) pada titik keseimbangan E 2. Hal ini merupakan efek pendapatan (income effect). Apabila upah meningkat maka untuk mendapatkan pertambahan barang konsumsi harus mengorbankan waktu luang (waktu untuk bekerja ditambah dari HD 2 ke HD 3 ) supaya berbeda pada tingkat utilitas yang sama yaitu tingkat utilitas U 2 pada titik keseimbangan E 3.

5 22 Uraian di atas menyimpulkan bahwa adanya penyediaan waktu bekerja sehubungan dengan perubahan tingkat upah merupakan teori penawaran tenaga kerja. Dalam analisis penawaran tenaga kerja, rumahtangga memainkan peranan yang sama dengan perusahaan pada teori permintaan tenaga kerja. Artinya, keputusan anggota rumahtangga untuk masuk dalam angkatan kerja bukanlah semata-mata ditetapkan oleh pribadi seseorang akan tetapi secara bersama-sama oleh anggota rumahtangga. Dengan demikian, penawaran tenaga kerja rumahtangga merupakan hasil proses simultan untuk mencapai kepuasan maksimum bagi rumahtangga dengan sumberdaya yang terbatas. Mangkuprawira (1984) menyimpulkan bahwa meskipun wanita (istri) memiliki peluang yang sama dengan laki-laki (suami), namun suami sebagai kepala rumahtangga masih lebih besar tingkat partisipasinya dalam mengalokasikan waktu kerja. Hal ini bisa dikatakan suami memberikan kontribusi pendapatan yang lebih besar terhadap total pendapatan rumahtangga Pendapatan dan Konsumsi Menurut Sadoulet dan Janvry (1995) analisis model ekonomi rumahtangga perlu memperhatikan dua hal, yaitu: (1) apakah barang dan jasa yang dikonsumsi rumahtangga sesuai dengan harga pasar, dan (2) perilaku produksi dan konsumsi apakah separable. Jika sistem persamaan produksi dan konsumsi pada model ekonomi rumahtangga separable, maka pendugaan sistem persamaan konsumsi dan produksi dapat dilakukan secara bebas dan terpisah mengacu pendekatan pendugaan sistem persamaan konsumsi dan produksi yang baku, seperti penggunaan fungsi keuntungan yang umum digunakan. Pendekatan ekonomi rumahtangga adalah berguna sekiranya sisi konsumsi dikaitkan dengan sisi

6 23 produksi melalui pengaruh pendapatan. Hanya saja patut diperhatikan, menurut Sadoulet dan Janvry (1995), bahwa manfaat dari pendekatan ekonomi rumahtangga, bahkan akan menghasilkan kesimpulan yang berlawanan dengan kesimpulan yang dapat diperoleh dengan pendekatan teori konsumsi murni, jika perilaku ekonomi rumahtangga tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut : 1. Dampak keuntungan karena perubahan harga adalah sangat besar. 2. Sumbangan keuntungan seluruh pendapatan rumahtangga sangat besar. Apabila sistem persamaan produksi, curahan kerja dan konsumsi nonseparable dan disusun dalam model ekonometrika, dimana terdapat keterkaitan antara peubah, sehingga perilaku ekonomi rumahtangga dalam produksi, curahan kerja dan konsumsi adalah saling terkait secara simultan, maka pendugaan model ekonomi rumahtangga yang demikian adalah lebih kompleks. Pendapatan yang diperoleh dari korbanan waktu anggota rumahtangga dalam angkatan kerja akan berbeda-beda. Perubahan pendapatan rumahtangga akan menghasilkan garis anggaran baru yang akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi rumahtangga tersebut. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan kurva ICC (Income Consumption Curve), atau dinamakan juga kurva Engel, untuk mengingatkan pada Ernst Engel sebagai seorang pertama yang meneliti hubungan perubahan pendapatan dengan jumlah yang diminta (Kelana, 1994). Pada Gambar 3 peningkatan pendapatan ditandai dengan perubahan I 1 ke I 2 (dimana I 2 lebih tinggi dari I 1 ), maka diperoleh garis anggaran baru dari B 1 ke B 2 (keduanya paralel) dengan equilibrium A dan B. Lebih jauh lagi Engel menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara permintaan terhadap barang perikanan atau barang yang bersifat mudah rusak (perishable goods) dan permintaan barang industri sehubungan dengan perubahan pendapatan.

7 24 Q y B 3 ICC B 2 C B 1 B I 3 A I 2 I 1 0 Q X Sumber: Kelana (1994) Gambar 3. Kurva Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi Perubahan kenaikan pendapatan tidak menyebabkan permintaan terhadap barang perikanan meningkat secara progresif. Misalnya pendapatan meningkat dua kali, maka permintaan terhadap ikan tidak akan meningkat sebanyak dua kali juga, sehingga dapat dikatakan elastisitas pendapatan terhadap permintaan ikan rendah. Sebaliknya, peningkatan pendapatan akan menyebabkan permintaan terhadap barang industri lebih progresif, dapat dimaklumi jika pendapatan konsumen naik maka permintaan terhadap barang elektronik dan kebutuhan akan barang mewah juga akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatannya. Miller dan Meiners (1997) mengemukakan beberapa sebab terjadinya ketimpangan pendapatan riil. 1. Perbedaan usia Sampai batas tertentu pendapatan meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan masa kerja seseorang, lewat dari batas tersebut pertambahan usia akan diiringi dengan penurunan pendapatan.

8 25 2. Keberanian mengambil resiko. Seseorang yang bekerja di lingkungan kerja dengan pekerjaan yang berbahaya, ceteris paribus biasanya memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. 3. Ketidakpastian dan variasi pendapatan Bidang-bidang kerja yang hasilnya serba tidak pasti, misalnya bidang pemasaran mengandung resiko yang besar. Seseorang yang menekuni bidang ini akan menuntut dan menerima pendapatan yang lebih tinggi. 4. Bobot pendidikan dan latihan Pendidikan dan pelatihan sangat erat hubungannya dengan keterampilan seseorang sehingga dia mampu menghasilkan produk fisik marginal yang lebih tinggi. 5. Kekayaan warisan Seseorang yang memang berasal dari rumahtangga kaya mempunyai kesempatan yang lebih baik dibandingkan dengamereka yang tidak mempunyai kekayaan warisan, sekalipun kemampuan dan pendidikan mereka setara. 6. Ketidaksempurnaan pasar Monopoli, monopsoni, kebijakan sepihak serikat buruh, penetapan tingkat upah minimum oleh pemerintah, ketentuan syarat-syarat lisensi, sertifikasi dan sebagainya turut mengakibatkan perbedaan-perbedaan pendapatan di kalangan kelas-kelas pekerja. 7. Diskriminasi Berbagai penelitian yang mencoba mengoreksi perbedaan produktivitas kelaskelas marginal yang dikelompok atas dasar ras atau jenis kelamin umumnya mendapati adanya faktor residual yang tidak bisa dijelaskan yang

9 26 diakibatkan oleh deskriminasi tersebut. Dengan kata lain, meskipun semua faktor kuantitas dan kualitas pendidikan dan berbagai bentuk latihan kerja, usia, masa kerja dan sebagainya, antara tenaga kerja perempuan dan laki-laki sama, tetapi tingkat pendapatan mereka dari bidang pekerjaan yang sama tetap saja berbeda Tinjauan Studi Empirik Model ekonomi rumahtangga petani (agricultural household model) telah dicoba diaplikasikan dengan beberapa modifikasi untuk menjelaskan perilaku ekonomi rumahtangga nelayan oleh beberap peneliti seperti Aryani (1994) dan Reniati (1998). Kedua peneliti menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga nelayan dalam kegiatan berproduski, curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran secara simultan. Kedua peneliti tersebut menggunakan model yang digunakan untuk ekonomi rumahtangga yang diturunkan dari teori ekonomi rumahtangga atas dasar model yang disusun oleh Bagi dan Singh, dengan memasukkan peubah relevan dengan kondisi ekonomi rumahtangga nelayan di pedesaan pantai. Dalam penelitian tersebut, baik Aryani (1994) maupun Reniati (1998) mendisagregasi rumahtangga nelayan menjadi nelayan juragan dan nelayan buruh secara terpisah, sementara besarnya penerimaan sebagai pendapatan nelayan buruh dari kegiatan melaut adalah terkait erat dengan penerimaan juragan dari kegiatan kerja melaut, karena besarnya pendapatan juragan dan pendega (nelayan buruh) didasarkan pada sistem bagi hasil yang berlaku (Direktorat Jenderal Perikanan, 1993; Pranadji, 1995). Dalam penelitian ini nelayan yang menjadi responden adalah nelayan tradisional yang tidak terikat dengan juragan, sedangkan pendapatan melaut tidak ditentukan oleh upah ataupun bagi hasil,

10 27 pendapatan nelayan tradisional ditentukan oleh produksi atau jumlah yang didapat saat melakukan penangkapan di laut. Para istri dan angkatan kerja perempuan lainnya dalam rumahtangga nelayan sebagaimana ditunjukkan oleh kedua peneliti adalah bekerja untuk kegiatan produksi pengolahan dan perdagangan ikan, di samping bekerja pada kegiatan ekonomi yang tidak terkait dengan pemanfaatan nilai tambah komoditi perikanan, seperti pertanian tanaman pangan, industri batik, dan lainnya. Kegiatan ekonomi rumahtangga nelayan dalam meningkatkan pendapatan rumahtangganya pada umumnya menangani kegiatan pengolahan dan perdagangan ikan, di samping kegiatan produktif nonperikanan, seperti tukang, pertanian dan lainnya (Direktorat Jenderal Perikanan, 1993; Antunes, 1998, dan Pranadji, 1995). Bahkan menurut Antunes (1998) sebagian para perempuan anggota keluarga nelayan benar-benar menjadi pengusaha perikanan yang berhasil. Di Muncar, Jawa Timur sebagian istri nelayan adalah bertindak sebagai pembantu utama dalam usaha produksi ikan olahan pindang atau ikan kering (Tim Peneliti Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, 1999). Kegiatan agroindustri kecil yang umum diusahakan adalah pemindangan dan pengeringan ikan, karena kegiatan tersebut dengan mudah dapat dikelola oleh para perempuan nelayan, karena proses pengolahan sederhana dan mudah dikelola dengan tingkat pendidikan perempuan nelayan yang ada saat ini (Erizal, 1995). Menurut Saragih (1998), agroindustri adalah merupakan motor peggerak dalam sistem agribisnis pertanian dalam arti luas, termasuk perikanan. Oleh karena itu, para petani atau nelayan perlu dipacu agar mengembangkan usahanya dengan pendekatan agribisnis.

11 28 Susilowati (1998) memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi rumahtangga, dengan kesimpulan: (1) berhubungan positif dalam peran perempuan untuk pengambilan keputusan rumahtangga nelayan, dan (2) berhubungan negatif dalam faktor pendidikan (tidak nyata), pekerjaan suaminya, posisi (status sosial) suami dalam masyarakat nelayan dan jumlah anggota keluarga yang jadi tanggung jawabnya. Makin tinggi pendapatan dan status sosial suami serta jumlah anggota keluaraga yang menjadi tanggung jawabnya, maka makin rendah partisipasi perempuan nelayan dalam kegiatan ekonomi. Seperti halnya Erizal (1995), di Kabupaten Brebes sebagian besar istri dan anak perempuan bekerja pada kegiatan pascapanen yaitu membersihkan ikan (beteti) serta menjemur, sedangkan suami dalam melakukan kegiatan seperti halnya Aryani (1994) dan Reniati (1998) melakukan kegiatan seperti tukang, buruh, tukang ojek dan lain-lain Reniati (1998) memasukkan peubah tingkat perkembangan perekonomian desa, yaitu dipilih desa miskin dan tidak miskin. Dengan melakukan disagregasi wilayan desa dengan tingkat ekonomi yang berbeda tersebut, Reniati (1998) menganalisis perilaku rumahtangga nelayan (juragan dan pendega) untuk kondisi ekonomi yang berbeda di desa miskin dan tidak miskin. Dalam penelitian ini pemilihan kabupaten atau desa didasarkan dengan jumlah nelayan terbanyak, hal ini dilakukan untuk dapat memotret dengan jelas perilaku rumahtangga nelayan dengan segala variasi ataupun cara untuk mendapatkan pendapatan dan mengatur pengeluaran rumahtangganya.

12 29 Sementara itu, Muhammad (2002) memasukan kebijakan pemerintah dalam pembangunan perikanan di pedesaan pantai dengan pengembangan teknologi dan prasarana pelabuhan perikanan atau tempat pendaratan ikan (Direktorat Jenderal Perikanan, 1993). Dengan demikian, pengembangan prasarana pelabuhan di samping membentuk pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan pantai, juga berorientasi pada pengembangan kelautan untuk memacu pengembangan teknologi perikanan dan memberikan kemudahan kapal ikan mendaratkan hasil tangkapan dari laut, sehingga wilayah desa tersebut tumbuh menjadi kaya. Adanya pelabuhan atau tempat pendaratan ikan telah memacu petumbuhan ekonomi perikanan di pedesaan pantai Utara Jawa, karena pelabuhan atau tempat pendaratan ikan tersebut dapat berfungsi semacam pusat pertumbuhan (growth center atau growth pole) ekonomi. Pendekatan pusat-pusat pertumbuhan memegang peranan penting dalam perspekif pembangunan wilayah desa pada era otonomi daerah (Azis, 1994), karena desa dimana pelabuhan perikanan berada akan tumbuh menjadi desa kaya dan menjadi salah satu lokasi yang menyediakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi perikanan yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Di samping itu, pelabuhan perikanan di pantai Utara Jawa biasa dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), dimana para nelayan menjual hasil tangkapannya. Di tempat ini, nelayan dapat memperoleh layanan dan barangbarang yang diperlukan untuk operasi penangkapan ikan dan kegiatan ekonomi wilayah akan tumbuh berkembang. Dengan demikian, diagregasi klasifikasi desa memerlukan pengembangan yang dikaitkan dengan alternatif kebijakan

13 30 pemerintah dalam pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan tersebut. Dengan background didominasi oleh nelayan tradisional di Kabupaten Brebes pelabuhan tempat bersadarnya kapal masih sangat sederhana, sedangkan proses jual beli yang terjadi antara nelayan dengan pedagang tidak dilakukan di TPI, mereka sudah mempunyai pengumpul sendiri untuk hasil-hasil tangkapanya. Nelayan tradisional juga tidak mengenal pajak sebagai retribusi bagi pemerintah daerah. Berbeda dengan model yang dibuat oleh Aryani (1994), Reniati (1998) yang mengelompokkan perilaku konsumsi rumahtangga nelayan menjadi konsumsi pangan dan nonpangan. Muhammad (2002) mencoba mengelompokkan konsumsi dengan kebutuhan dasar (basic needs), yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan sebagai indikator kesejahteraan sosial (Ginting, 1996). Sebenarnya dalam pengelompokkan perilaku konsumsi rumahtangga nelayan, baik menggunakan pangan dan nonpangan serta kebutuhan dasar semuanya dapat merangkum dengan jelas tentang pola pengeluaran rumahtangga, dalam penelitian ini digunakan pendekatan pengeluaran dengan pengelompokkan konsumsi pangan dan nonpangan Dalam penelitian Aryani (1994) dan Reniati (1998), kedua peneliti tersebut belum memasukkan perilaku rumahtangga menabung dan berinvestasi. Oleh karena itu agar memiliki implikasi kebijakan dalam peningkatan kesejahteraan nelayan, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan untuk melakukan saving. Model ekonomi rumahtangga nelayan tradisional, seperti halnya pada model ekonomi rumahtangga petani, terdapat 4 (empat) komponen

14 31 variabel yang menjadi unsur utama yang membentuk keterkaitan perilaku ekonomi rumahtangga nelayan, yaitu: kegiatan produksi, curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga Kerangka Pemikiran Teoritis Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Pendekatan ekonomi rumahtangga telah dimulai sejak tahun 1920 oleh Chayanov di Rusia, kemudian Becker (1965) menyusunnya dalam bentuk "new home economics". Dalam ekonomi rumahtangga, alokasi waktu dan konsumsi barang dapat dibeli di pasar, atau dapat juga dihasilkan oleh rumahtangga. Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan perilaku rumahtangga sebagai konsumen adalah bahwa pada saat yang sama anggota rumahtangga juga dapat berperan sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan (Evenson, 1976). Menurut Evenson (1976), formula yang disusun oleh Becker (1965) secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tingkat, yaitu: (1) tingkat pertama, menjelaskan perilaku rumahtangga menghadapi fungsi produksi rumahtangga, dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumahtangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi rumahtangga, dan (2) tingkat kedua, menjelaskan proses keputusan pilihan konsumsi, anggota rumahtangga berperilaku sebagaimana perilaku individu konsumen, dimana aksioma perilaku konsumen konvensional dapat diaplikasikan. Rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Pendapatan seluruhnya dibelanjakan untuk konsumsi (persyaratan adding up). Barnum dan Squire (1978) menyatakan bahwa

15 32 model ekonomi rumahtangga adalah menjembatani ekonomi perusahaan pertanian yang seluruhnya mempekerjakan tenaga yang diupah dan menjual hasilnya ke pasar, dengan pertanian subsisten yang menggunakan hanya tenaga kerja keluarga dan tidak menghasilkan "marketed surplus ". Model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965), kemudian Barnum dan Square (1978) membuat model ekonomi rumahtangga yang lebih lengkap dan menyimpulkan bahwa dalam pembuatan kebijakan sangat penting untuk mengintegrasikan perilaku rumahtangga dalam keputusan produksi dan konsumsi. Mengingat pengaruh perubahan peubah eksogen, dimana sisi produksi mempengaruhi sisi konsumsi rumahtangga, maka diperlukan teori yang terintegrasi khususnya jika elastisitas pengeluaran cukup besar atau jika pengaruh produksi dominan. Singh et al. (1986) menyusun Agricultural Household Models sebagai model dasar ekonomi rumahtangga. Dalam model tersebut, kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (X a ), konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ) dan konsumsi waktu santai (X l ), sehingga diperoleh persamaan : U = U (Xa, X m, X 1 )... ( 3.5) Rumahtangga nelayan diasumsikan sebagai konsumen yang akan memaksimumkan kepuasannya dengan kendala produksi, waktu dan pendapatan, sebagaimana ditunjukkan pada persamaan berikut : Produksi Q = Q(L,A)...(3.6)

16 33 Alokasi waktu T = X l + F...(3.7) Pendapatan P m. X m = P a. (Q - X a ) - w. (L - F)......(3.8) dimana: X m X X P P a l m a (Q - X a = konsumsi barang yang dibeli di pasar = barang yang dihasilkan rumahtangga = konsumsi waktu santai = harga barang dan jasa yang dibeli di pasar = harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga ) = surplus produksi untuk dipasarkan Q = produksi rumahtangga A = jumlah faktor produksi tetap (lahan) dalam rumahtangga w = upah di pasar tenaga kerja L = total tenaga kerja F = penggunaan tenaga kerja rumahtangga w. (L-F) = pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga Jika (L-F) positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang diupah. Jika negatif, terdapat penawaran tenaga kerja keluarga untuk di luar pertanian. Semua kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan melakukan substitusi kendala produksi dan waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan dihasilkan persamaan sebagai berikut : P m. X m + P a. X a + w. X l = w. T + π......(3.9) dimana: π = P a. Q(L,A) - w. L (π = keuntungan)......(3.10) Persamaan di atas menunjukkan bahwa pada sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar (Xm) dan barang

17 34 yang diproduksi rumahtangga (X a ), serta waktu (X l ) yang dikonsumsi rumahtangga. Sedangkan pada sisi kanan persamaan tersebut adalah merupakan pengembangan dari konsep pendapatan penuh, dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara eksplisit. Di samping itu, Singh et al. (1986) juga melakukan pengembangan dengan memasukkan pengukuran tingkat keuntungan usaha, yaitu π = P a.q(l,a) - w.l, dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar. Rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasan memilih tingkat konsumsi dari barang yang dibeli di pasar (Xm) dan barang yang diproduksi rumahtangga (Xa), waktu yang dikonsumsi rumahtangga (X l ) dan tenaga kerja (L) yang digunakan dalam kegiatan produksi. Kondisi turunan pertama (first order condition) untuk mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja adalah : P a. Q /. L = w (3.11) Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marginal dari tenaga kerja dengan upah pasar. Selanjutnya penggunaan tenaga kerja (L) sebagai fungsi dari Pa, w, dan A, seperti ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut: L = L ( w, P a, A) (3.12) Dari persamaan di bawah ini dapat dilihat bahwa persamaan terdiri dari konsumsi komoditi pasar (Pm.X m ), komoditi pertanian yang dihasilkan rumahtangga (P a X a ) dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga (w.x t ), adanya Y. Pm X m + P a X a + w. X t = Y...(3.13) dimana, Y adalah pendapatan potensial (penuh). Maksimisasi kepuasan untuk

18 35 memenuhi persamaan (3.13) dengan kendala yang ada diperoleh turunan pertama (first order condition) mengikuti prosedur perilaku konsumsi individu dalam memaksimumkan kepuasannya untuk sejumlah (n) komoditi sebagai berikut: U = U (x 1, x 2... x n )......(3.14) Kendala anggaran : m i= 1 Pi Xi = Y (3.15) Maksimisasi tujuan dari persamaan (3.14), dengan memperhatikan kendala, menghasilkan kondisi prasyarat sebagai berikut : Φ / x i = U / x i λ. p i =0...(3.16) Φ / λ = -( pix i Y) = 0...(3.17) dimana: Φ = U λ ( p i x i Y ), λ = Langrangian multiplier Kondisi keseimbangan dari fungsi kepuasan diatas dapat dinyatakan sebagai berikut : U / x i = MUi = λ. p i...i = 1,...n...(3.18) dimana: U / x i p λ i = kepuasan marginal (MUi) dari barang dan jasa ke i = harga barang dan jasa ke i = kepuasan marginal dari pendapatan Mengacu prosedur pada persamaan (3.14) - (3.18), untuk konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ), barang yang diproduksi rumahtangga (X a ) dan waktu yang disediakan oleh rumahtangga (X t ) masing-masing diperoleh turunan

19 36 pertama pada persamaan (3.19) - (3.21) adalah merupakan kondisi yang umum kita kenal dalam teori permintaan konsumen (Singh, Squire dan Strauss, 1986). p a U / X m = λ. p m...(3.19) U / Xa = λ....(3.20) U / X l = λ. w...(3.21) Dengan dasar persamaan (3.19) - (3.21), dapat dinyatakan bahwa konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ) dan konsumsi waktu santai (X i ) adalah dipengaruhi oleh harga, upah dan pendapatan, yang selanjutnya masing-masing dapat ditulis sebagaimana pada persamaan (3.22) - (3.24). Xa = X a (p m, p a, w, Y*)...(3.22) Xm = X m (p m, p a, w, Y*)...(3.23) Xl = X l (p m, p a, w, Y*)...(3.24) Dalam persamaan di atas permintaan barang, jasa dan waktu santai tergantung pada harga, upah dan pendapatan rumhtangga. Jika diasumsikan harga hasil pertanian yang diproduksi rumahtangga meningkat, maka dampaknya terhadap keuntungan dapat kita perhatikan pada persamaan (3.25) berikut: dxa/dp a = X a/ pa + X a/ Y *. Y * / pa (3.25) Bagian pertama sebelah kanan persamaan (3.25) merupakan hasil yang

20 37 umum kita kenal dalam teori permintaan konsumen, yaitu untuk barang normal memiliki slope negatif, yaitu jika harga meningkat permintaan barang dan jasa tersebut akan menurun. Sedangkan bagian kedua sebelah kanan persamaan (3.25) mencerminkan efek keuntungan. Perubahan dalam harga barang yang diproduksi rumahtangga meningkat, maka keuntungan akan meningkat demikian juga pendapatan penuh rumahtangga juga akan meningkat Alur Pemikiran Penelitian Nelayan tradisional merupakan nelayan yang masih menggunakan alat tangkap dan cara menangkap ikan dengan sangat sederhana. Menurut dinas perikanan Jawa Tengah, perbedaan nelayan tradisional dengan nelayan modern dapat dilihat juga dari jarak dalam melakukan penangkapan ikan, nelayan tradisional hanya 0-3 mil dari pantai sedangkan nelayan modern lebih dari 12 mil, sedangkan ukuran kapal 0-5 GT untuk nelayan tradisional dan lebih dari 30 GT untuk nelayan modern. Data dari Departemen Kelautan dan Perikanan (2009) menunjukkan bahwa dari tahun jumlah perahu nelayan tradisional dengan ukuran <5 GT selalu menduduki urutan pertama (Tabel 2). Hal tersebut dapat diartikan bahwa kegiatan penangkapan ikan di perairan Indonesia masih didominasi oleh nelayan tradisional. Tabel 2. Jumlah Perahu/Kapal Perikanan Laut Menurut Kategori dan Ukuran Kapal di Indonesia Tahun Ukuran Tahun Kapal < 5 GT GT

21 GT GT GT GT GT > 200 GT Sumber: Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Brebes (2008) jumlah armada penangkapan ikan tradisional di kabupaten Brebes adalah unit, terbanyak dibandingkan dengan armada kapal semi modern ataupun modern yang hanya dan 894 unit. Nelayan tradisional di kabupaten brebes mempunyai jumlah prosentase terbanyak yaitu 85.78%, dan sebagian besar didominasi oleh nelayan dengan alat tangkap payang. Nelayan Tradisional Nelayan Alat Tangkap Payang Karakteristik SDM Umur, Pendidikan, Pengalaman Keja, Jumlah Anggota Rumahtangga dan Jumlah Balita Alokasi WaktuKerja Melaut Nonmelaut Suami dan Anak laki-laki Suami,Istri,Anak lakilaki dan perempuan Penerimaan Melaut Biaya Melaut Bahan bakar minyak dan Biaya Perbekalan Pendapatan Melaut Pendapatan Nonmelaut

22 39 Gambar 4. Alur Pemikiran Ekonomi Rumahtangga Nelayan dengan Alat Tangkap Payang di Kabupaten Brebes Tahun 2008 Rumahtangga nelayan tradisional dengan alat tangkap payang mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan nelayan modern, hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang di tempuh, yang rata-rata sangat rendah. Dalam rumahtangga nelayan tradisional anak yang mempunyai umur yang relatif masih muda sudah diajarkan untuk melakukan pekerjaan melaut, sedangkan untuk suami umur yang sudah lanjutpun masih melakukan kegiatan melaut. Alokasi waktu kerja dalam rumahtangga nelayan tradisonal dibagi menjadi dua, yaitu melaut dan nonmelaut. Pada kegiatan melaut anggota rumahtangga yang melakukan hanya suami dan anak laki-laki. Biaya-biaya dalam kegiatan melaut adalah bahan bakar minyak dan perbekalan. Semua anggota rumahtangga nelayan berperan dalam kegiatan nonmelaut, suami dan anak laki-laki biasanya bekerja sebagai tukang, buruh ataupun tukang ojek, sedangkan istri dan anak perempuan bekerja pada kegiatan pascapanen dalam sub sektor perikanan, kegiatan tersebut erat kaitannya dengan kegiatan pengolahan ikan di desa pantai. Kegiatan pengolahan ikan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas ikan agar dapat dikonsumsi dalam waktu lebih lama. Selain itu, pengolahan juga bertujuan untuk menghasilkan produk baru yang

23 40 karakteristiknya jauh berbeda dari ikan segar. Anonim (2002) jenis pengolahan ikan ada yang sifatnya masih tradisional dan ada yang sudah lebih maju. Termasuk pengolahan tradisional, adalah pengeringan dengan sinar matahari, pengasinan, fermentasi dan pemindangan. Pada pengolahan yang sifatnya lebih maju telah memasukkan unsur teknologi yang lebih tinggi, misalnya pendinginan dan pembekuan. Terdapat dua sumber pendapatan dalam rumahtangga nelayan yaitu pendapatan melaut dan nonmelaut. Menurut Muhammad (2002) pendapatan nonmelaut mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam rumahtangga nelayan. Pengeluaran rumahtangga nelayan disesuaikan dengan pendapatan yang didapat setiap anggota rumahtangga, dalam penelitian ini pengeluaran rumahtangga dianalisis berdasarkan pengeluaran pangan dan nonpangan.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Model Peluang Kerja Suami dan Istri di luar Sektor Perikanan Secara teoritis, setiap anggota rumahtangga akan mencurahkan waktunya pada pekerjaan tertentu. Hal tersebut dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

CURAHAN KERJA, KONTRIBUSI ANGGOTA KELUARGA DALAM PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN POLA PENGELUARAN NELAYAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH

CURAHAN KERJA, KONTRIBUSI ANGGOTA KELUARGA DALAM PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN POLA PENGELUARAN NELAYAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH CURAHAN KERJA, KONTRIBUSI ANGGOTA KELUARGA DALAM PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN POLA PENGELUARAN NELAYAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH INDRA ROCHMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga Becker (1976), menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga yang dalam penelitiannya tersebut menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan III. KERANGKA TEORI 3.1. Kerangka Konseptual Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal dikarenakan sebagian besar pola usaha nelayan masih berskala kecil, bersifat tradisional

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara simultan pada umumnya menggunakan kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965) yang selanjutnya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Ekonomi Rumahtangga Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu konsep yang fleksibel. Konsep rumahtangga ini menyangkut bagian keluarga

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh : ASTRID EKANINGDYAH L2D000400 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen PERILAKU KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

PERILAKU PETANI PANGAN

PERILAKU PETANI PANGAN 6 PERILAKU PETANI PANGAN Maksimisasi Keuntungan dan Penurunan Penawaran Output Seorang petani yang bersifat komersial akan selalu berpikir bagaimana dapat mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub sektor perikanan dan pendapatan di luar sub sektor perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia masih didominasi oleh perikanan rakyat dengan menggunakan alat tangkap yang termasuk kategori sederhana, tidak memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, memiliki potensi beragam sumberdaya pesisir dan laut yang

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 3, Nomor 1, Juli 2012 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) PENGARUH FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KARET DI KABUPATEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teori 3.1.1. Pengembangan Sumberdaya Manusia Upaya mengembangkan sumberdaya manusia dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam melakukan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 05 Pusat Pengantar Ekonomi Mikro Teori Perilaku Konsumen Bahan Ajar dan E-learning TEORI PERILAKU KONSUMEN (Pendekatan Kardinal) 2 Pengertian dasar Perilaku konsumen dianalisa untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 2.1.1. Pengertian Tempat Pelelangan Ikan TPI kalau ditinjau dari menejemen operasi, maka TPI merupakan tempat penjual jasa pelayanan antara lain

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI MIKRO / MKKK 203 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Keahlian

Lebih terperinci

Modul 4. Teori Perilaku Konsumen

Modul 4. Teori Perilaku Konsumen Modul 4. Teori Perilaku Konsumen Deskripsi Modul Teori perilaku konsumen pada dasarnya mempelajari mengapa para konsumen berperilaku seperti yang tercantum dalam hukum permintaan. Oleh karena itu teori

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan yang didalamnya. pembangunan perikanan. Namun kenyataannya, sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan yang didalamnya. pembangunan perikanan. Namun kenyataannya, sebagian besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan yang didalamnya terkandung kekayaan hayati sumberdaya ikan, yang apabila potensi tersebut dikelola dengan baik,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL Pendapatan rumahtangga nelayan tradisional terdiri dari pendapatan di dalam sektor perikanan dan pendapatan di luar

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN

IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN Kardono-nuhfil1 IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN Teori perilaku konsumen pada dasarnya mempelajari mengapa para konsumen berperilaku seperti yang tercantum dalam hukum permintaan. Oleh karena itu teori perilaku

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi 243 VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan menggunakan model

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN. penelitian deskriptif. Menurut Cholid Narbuko (1997) jenis penelitian deskriptif

BAB 4. METODE PENELITIAN. penelitian deskriptif. Menurut Cholid Narbuko (1997) jenis penelitian deskriptif 153 BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1.Pendekatan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Menurut Cholid Narbuko (1997) jenis penelitian deskriptif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

TEORI PERILAKU KONSUMEN. Pertemuan 4 & 5 Izzani Ulfi

TEORI PERILAKU KONSUMEN. Pertemuan 4 & 5 Izzani Ulfi TEORI PERILAKU KONSUMEN Pertemuan 4 & 5 Izzani Ulfi Kandungan Analitis 1. Sebab-sebab konsumen membeli lebih banyak komoditi pada harga rendah dan mengurangi pembeliannya pada harga tinggi 2. Bagaimana

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri 56 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri menjadi tiga katagori utama, yaitu (1) karaktersistik teknologi produksi pertanian, (2) karakteristik

Lebih terperinci

Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility

Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility Modul ke: Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility Fakultas FAK. EKONOMI & BISNIS Cecep W Program Studi S-1 Manajemen www.mercubuana.ac.id TEORI UTILITAS ORDINAL Kurva Indiferens Garis Anggaran Keseimbangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km. Total

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik bekerja untuk diri sendiri ataupun anggota keluarga yang tidak menerima

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik bekerja untuk diri sendiri ataupun anggota keluarga yang tidak menerima II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Tenaga kerja Pengertian tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup bekerja, baik bekerja untuk diri sendiri ataupun anggota keluarga

Lebih terperinci

BAB 8. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari :

BAB 8. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari : 394 BAB 8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. KESIMPULAN 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari : Onj (onjem), PL (Petik laut), Ny (nyabis), AND (andun), PNG ( pangambak),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan Asumsi dalam Model Utilitas Kardinal Kepuasan konsumen pada suatu barang dapat diukur dengan satuan uang. Konsumen berusaha memaksimumkan kepuasan total. MUx

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: Review Bab 1-6 Fakultas 7FEB Febrina Mahliza, SE, M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Masalah Ekonomi dan Kebutuhan Membuat Pilihan Kelangkaan (scarcity)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini diambil acuan dari penelitian terdahulu oleh Ulviani (2010) yang berjudul : Analisis Pengaruh Nilai Output dan Tingkat Upah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

Lebih terperinci

Teori Perilaku Konsumen (lanjutan) Bab IV Model Kurva Indiferens

Teori Perilaku Konsumen (lanjutan) Bab IV Model Kurva Indiferens Teori Perilaku Konsumen (lanjutan) Bab IV Model Kurva Indiferens Asumsi-asumsi model kurva indiferens Model utilitas secara ordinal (kepuasan konsumen tidak dapat diukur dalam satuan apapun) Utilitas Konsumen

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 4. Teori Tingkah Laku Konsumen

Pertemuan Ke 4. Teori Tingkah Laku Konsumen Pertemuan Ke 4 Teori Tingkah Laku Konsumen Ada dua pendekatan 1. Pendekatan nilai guna (Utiliti) kardinal Yaitu kenikmatan konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif 2. Pendekatan nilai guna (Utiliti)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh

Lebih terperinci

TEORI PERMINTAAN KONSUMEN PENDEKATAN UTILITY

TEORI PERMINTAAN KONSUMEN PENDEKATAN UTILITY TEORI PERMINTAAN KONSUMEN PENDEKATAN UTILITY TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan pengertian utilitas, menerangkan pengaruh utilitas dan permintaan serta menganalisisnya. TIK:

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat nelayan merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Pada umumnya mereka adalah kelompok masyarakat tertinggal yang berada pada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan BAB 1 PENDAHULUAN Secara umum, analisis kebijakan menghasilkan pengetahuan mengenai dan dipahami sebagai proses untuk dalam proses kebijakan yang bertujuan untuk menyediakan para pengambil keputusan berupa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Definisi Swalayan Menurut Kotler dan Keller (2007), pasar swalayan adalah satu toko yang cukup besar yang menyediakan seluruh kebutuhan rumah tangga, barang-barang

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma Nama Mata Kuliah/Kode Koordinator Deskripsi Singkat : Pengantar

Lebih terperinci

MIKROEKONOMI RESUME TEORI KESEIMBANGAN KONSUMEN

MIKROEKONOMI RESUME TEORI KESEIMBANGAN KONSUMEN MIKROEKONOMI RESUME TEORI KESEIMBANGAN KONSUMEN Dibuat oleh: Wahyuli Ambarwati Wulandari 7211410094 Akuntansi S1, 2010 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG 2012 A. PENDEKATAN PERILAKU KONSUMEN Pendekatan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa Menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai

Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa Menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa Menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan memiliki sumber daya laut yang melimpah. Wilayah perairan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Ketahanan pangan rumahtangga pada hakekatnya merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang tercennin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

Lebih terperinci

BAB IV TEORI PERILAKU KONSUMEN

BAB IV TEORI PERILAKU KONSUMEN BAB IV TEORI PERILAKU KONSUMEN 4.1. Pendahuluan Konsumen adalah setiap pemakai atau pengguna barang atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri dan atau kepentingan orang lain. Namun secara sederhana

Lebih terperinci

BAB V TEORI (PERILAKU) KONSUMSEN

BAB V TEORI (PERILAKU) KONSUMSEN BAB V TEORI (PERILAKU) KONSUMSEN A. PENDEKATAN CARDINAL Pdkt. Marginal Utility (MU) 1. Anggapan yang dipakai dalam pendekatan ini adalah : Kepuasan konsumen dapat diukur, & diberi satuan ukur UTIL. Dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman jeruk (Citrus sp) adalah tanaman tahunan berasal dari Asia Tenggara, terutama Cina. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman

Lebih terperinci

Jumlah total komoditas yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut. jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut.

Jumlah total komoditas yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut. jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1Permintaan Jumlah total komoditas yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan (Archipelagic state) terbesar di dunia. Jumlah Pulaunya mencapai 17.506 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Kurang lebih 60%

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia Industri pengolahan susu baik berskala kecil maupun berskala besar memiliki peranan penting dan strategis bagi perkembangan agribisnis

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Permintaan Menurut pengertian sehari-hari permintaan diartikan sebagai jumlah barang yang dibutuhkan. Permintaan ini hanya didasarkan atas kebutuhan saja atau manusia

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

RINGKASAN. IGiNIATI. Faktor-Faklor yang Mempengaruhi &an Keterkaitan Keput"san Kerja.

RINGKASAN. IGiNIATI. Faktor-Faklor yang Mempengaruhi &an Keterkaitan Keputsan Kerja. RINGKASAN IGiNIATI. Faktor-Faklor yang Mempengaruhi &an Keterkaitan Keput"san Kerja. Produksi dan Pengeluaran Rumahtangga Nelayan: Sludr Ku.~us fieherupu ljesu Nelu~~uti Mrskrt7 dun Trduk MIS~II~ dl fih71puien

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan penting bagi pembangunan nasional. Peranan sub sektor perikanan dalam pembangunan nasional terutama adalah menghasilkan bahan pangan protein hewani,

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pertumbuhan Ekonomi a. Definisi Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai peningkatan produk nasional (GNP) karena ada peningkatan kuantitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Kelapa Sawit Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu sepanjang garis khatulistiwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Lebih terperinci