II. TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Veronika Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional Congres of Nutrition (ICN) yang diselenggarakan di Roma tahun 1992 mendefinisikan bahwa ketahanan pangan rumahtangga (household food security) adalah kemampuan rumahtangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Dalam sidang Committee on World Food Security 1995, didefinisi tersebut diperluas dengan menambah persyaratan harus diterima budaya setempat (acceptable within given culture). Hal tersebut dinyatakan Hasan (1995), bahwa ketahanan pangan sampai pada tingkat rumahtangga antara lain tercermin oleh tersedianya pangan yang cukup dan merata pada setiap waktu dan terjangkau oleh masyarakat baik fisik maupun ekonomi serta tercapainya konsumsi pangan yang beragam dan memenuhi syarat-syarat gizi yang diterima budaya setempat Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumahtangga Menurut Soetrisno (1995), dua komponen penting dalam ketahanan pangan adalah ketersediaan dan kemampuan akses terhadap pangan. Tingkat ketahanan pangan suatu negara/wilayah dapat bersumber dari kemampuan produksi, kemampuan ekonomi untuk menyediakan pangan, dan kondisi yang membedakan tingkat kesulitan dan hambatan untuk akses pangan. Sawit dan Ariani (1997), menyatakan bahwa penentu ketahanan pangan di tingkat rumahtangga adalah akses terhadap pangan, ketersediaan pangan, dan resiko yang terkait dengan akses dan
2 15 ketersediaan pangan. Ketahanan pangan rumahtangga dapat dicapai dengan peningkatan daya beli dan produksi pangan yang cukup. Resiko ketidaktahanan pangan tingkat rumahtangga timbul karena faktor rendahnya pendapatan atau rendahnya produksi dan ketersediaan pangan maupun faktor geografis. Sedangkan menurut Susanto (1996), kondisi ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi tidak hanya oleh ketersediaan pangan dan kemampuan daya beli tetapi oleh faktor sosial budaya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga dibedakan menjadi 3 macam: faktor produksi, daya beli, dan karakteristik rumahtangga tani. Kapasitas bahan pangan dapat bertambah dengan meningkatkan produksi pangan sendiri. Namun sebaliknya, jika kebutuhan pangan lebih banyak tergantung pada apa yang dibelinya, maka penghasilan (daya beli) harus dapat digunakan untuk membeli bahan makanan yang mencukupi baik kuantitas maupun kualitasnya. Daya beli merupakan indikator tingkat sosial ekonomi seseorang atau rumahtangga untuk membeli pangan dan non pangan. Pembelian merupakan fungsi dari faktor kemampuan dan kemauan membeli yang saling berkaitan. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi IV (LIPI, 1988) kurangnya ketersediaan pangan keluarga mempunyai hubungan positif dengan pendapatan keluarga, ukuran keluarga, dan potensi desa. Rendahnya pendapatan menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Sedangkan besarnya porsi makanan yang dimakan berkurang sejalan dengan meningkatnya biaya untuk mendapatkan makanan. Sementara Purwaka (1994), menyatakan walaupun pendapatan per kapita rata-rata meningkat, harga akan tetap menjadi kendala bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk dapat mengkonsumsi pangan sumber hayati laut. Menurut Sen (1982), pada masyarakat kurang mampu upaya mempertahankan hidup (coping mechanism) pada
3 16 kondisi rawan pangan dapat bersifat intelektual, biologi/fisik maupun material yang dapat digunakan sebagai alat tukar (exchange properties) sebagai upaya mendapatkan pangan (food entitlement) Teori Ekonomi Rumahtangga Pertanian Hingga saat ini penelitian perilaku rumahtangga petani dalam mengkonsumsi pangan ataupun dalam memproduksi telah banyak dilakukan, namun sebagian besar dari penelitian tersebut dilakukan secara partial yaitu melihat rumahtangga petani sebagai unit konsumen murni atau produsen murni. Hasil penelitian Rachman dan Suryana (1988), menganggap rumahtangga tani sebagai konsumen murni. Subsidi input, tingkat upah, luas tanah pertanian, dan kapital tidak pernah dikaitkan memiliki pengaruh langsung pada konsumsi rumahtangga pedesaan. Penelitian mengenai perilaku rumahtangga petani dilakukan oleh Barnum dan Squire (1978) dalam Ellis (1988) dengan menggunakan model ekonometrika mencoba mengkaitkan perilaku produksi usahatani, konsumsi, dan suplai tenaga kerja untuk menelaah pertanian semi komersial pada situasi pasar tenaga kerja yang bersaing. Tujuannya menganalisis dampak migrasi, intervensi harga, dan perubahan teknologi sektor pertanian. Kesimpulan penting penelitian ini, adanya saling keterkaitan yang erat antara keputusan produksi dan konsumsi dalam rumahtangga petani. Hardono (2002), menggunakan model ekonomi rumahtangga untuk menganalisis ketahanan pangan rumahtangga pertanian di pedesaan. Penelitiannya lebih difokuskan pada perilaku rumahtangga pertanian dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dan merespon berbagai perubahan faktor ekonomi. Data yang dipergunakan adalah data Patanas (Panel Petani Nasional) tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menentukan ketahanan pangan
4 17 rumahtangga adalah indikator-indikator: produksi usahatani, pendapatan, ketersediaan dan pengeluaran pangan. Hasil penelitian ini menunjukakan bahwa ketersediaan pangan akan meningkat seiring dengan kenaikan harga padi dan pendapatan yang semakin tinggi. Sedangkan kenaikan harga pupuk dan upah buruh tani akan menurunkan ketahanan pangan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas dan Efisiensi Usahatani Ishikawa (1975) dalam Ellis (1988), menyatakan bahwa rendahnya tingkat upah dan produktivitas sektor pertanian antara lain disebabkan terbatasnya penguasaan lahan dan terbatasnya kesempatan kerja diluar sektor pertanian. Dalam sejarah pertumbuhan ekonomi, perkembangan yang cepat berasal dari sektor non pertanian dan peningkatan penguasaan aset produktif pertanian per tenaga kerja. Kondisi ini akan meningkatkan efisiensi sistem produksi pertanian. Dengan demikian pendapatan dan kualitas hidup masyarakat pedesaan akan meningkat secara berimbang. Peningkatan pendapatan dan kualitas hidup tenaga kerja pertanian ditentukan oleh: (1) kesempatan kerja dan kesempatan berusaha diluar sektor pertanian, (2) kepadatan agraris, (3) pertambahan penduduk, (4) tingkat perkembangan teknologi, (5) produktivitas lahan, (6) distribusi penguasaan lahan, serta (7) intensitas pola tanam. Selama upah tenaga kerja pedesaan relatif rendah, maka petani berlahan sempit akan berusaha meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahataninya dibandingkan dengan petani berlahan luas, melalui proses transformasi struktural tenaga kerja pedesaan. Tingkat upah di pedesaan meningkat seiring dengan tercapainya tingkat full employment di pedesaan, maka penggunaan tenaga kerja, tabungan, modal dan intensif teknologi dapat meningkatkan efisiensi usahatani.
5 Konsep Produksi Ekonomi Rumahtangga Konsep produksi dalam ekonomi rumahtangga telah diperkenalkan secara formal pertama kali oleh Reid (1934) dalam Goldschmidt dan Clermont (2000), dengan istilah jasa ibu rumahtangga (housewives services). Reid menjelaskan bahwa produksi dalam rumahtangga merupakan aktivitas atau pekerjaan yang tidak dibayar (unpaid work) yang dilakukan untuk anggota rumahtangga. Aktivitas tersebut dapat digantikan dengan barang pasar atau jasa yang dibayar jika pendapatan yang diperoleh dapat menutupi biaya produksi atau penggunaan waktu yang dilakukan. Goldschmidt dan Clermont (2000), mengutip beberapa paragraf tentang aktivitas yang didefinisikan Reid, produksi ekonomi didefinisikan sebagai aktivitas yang menggunakan input tenaga kerja, modal, barang, dan jasa untuk menghasilkan output barang dan jasa. Aktivitas tersebut meliputi: mencuci, menyiapkan hidangan, perawatan anak, merawat orang sakit atau lanjut usia yang sepenuhnya dalam batasan produksi. Batasan produksi secara umum adalah semua barang yang dihasilkan oleh rumahtangga untuk konsumsi sendiri dengan mengabaikan semua jasa, kecuali jasa perumahan dimana pemilik sebagai pekerja untuk memenuhi keperluannya sendiri yang dihasilkan oleh anggota rumahtangga yang dibayar. Becker (1965), telah memperkenalkan The New Household Economics, dalam teori ini rumahtangga dianggap sebagai sektor produksi dengan bentuk aktivitas menyerupai serangkaian aktivitas di pabrik. Rumahtangga memproduksi komoditas dengan tujuan untuk memuaskan sebagian keinginan seperti rasa haus, lapar, perlindungan, kebutuhan emosi, relaksasi, dan lainnya. Ciri atau keinginan untuk memuaskan kualitas komoditas yang dihasilkan dan digunakan, dikenal dengan istilah teknologi produksi dan konsumsi rumahtangga. Apabila terjadi perubahan
6 19 pendapatan dan harga maka rumahtangga masih mempunyai pilihan terhadap pengeluaran. Dalam teori ini rumahtangga penting untuk mengatur perilaku cara mereka menghasilkan komoditas dan manfaatnya dalam proses produksi rumahtangga Analisis Gender Ekonomi Rumahtangga Petani Terdapat beberapa pengertian atau definisi mengenai gender, diantaranya menurut Women s Studies Encyclopedia menjelaskan bahwa gender merupakan suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara pria dan wanita yang berkembang dalam masyarakat. Sementara Donnel (1986) dan Eviota (1992) dalam Mugniesyah (2001), menyatakan gender adalah dikotomi sifat wanita dan pria yang tidak berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan pada hubungan atau relasi sosial budaya antara wanita dan pria yang dipengaruhi oleh struktur masyarakatnya yang lebih luas dan negara. Pengertian gender mengidentifikasi perbedaan pria dan wanita dari segi sosial budaya sementara seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan pria dan wanita dari segi anatomi biologi (Mugniesyah, 2001). Lebih lanjut dinyatakan adanya tiga peranan gender yang dilakukan wanita dan pria sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakat. Peranan-peranan tersebut meliputi: (1) peranan produktif, yaitu peranan yang dikerjakan wanita dan pria untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai atau sejenisnya, termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar dan produksi rumahtangga/sistem dengan nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial, (2) peranan reproduktif, yaitu peranan yang berhubungan dengan tanggungjawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domistik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja menyangkut kelangsungan hidup
7 20 keluarga, dan (3) peranan pengelolaan masyarakat dan politik, dibagi menjadi: (1) kegiatan sosial yang meliputi: semua aktivitas yang dilakukan pada komunitas sebagai peranan reproduktif, volunter dan tanpa upah, dan (2) kegiatan masyarakat politik, yaitu peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik Moser dan Caroline (1993) dalam Mugniesyah (2001). Untuk mengetahui bagaimana ketidakadilan gender, maka harus dipahami definisi dan perbedaan antara kesetaraan gender (gender equality) dengan keadilan gender (gender equity). Kesetaraan gender menyatakan bahwa pria dan wanita keduanya memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotip, prasangka dan peranan gender yang kaku. Adapun keadilan gender adalah keadilan perlakuan bagi pria dan wanita berdasarkan pada kebutuhan mereka, mencakup perlakukan setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan dan manfaat ILO (2000) dalam Mugniessyah (2001). Fakih (1996), menjelaskan lima wujud ketidakadilan gender, yaitu: marginalisasi, subordinasi, stereotip, tindak kekerasan dan beban kerja. Dinyatakan bahwa marginalisasi terjadi karena adanya diskriminasi terhadap pembagian kerja secara gender, sementara subordinasi terjadi karena adanya anggapan bahwa wanita mempunyai sifat emosional sehingga dianggap tidak bisa memimpin, karena itu ditempatkan pada posisi yang tidak penting. Pengertian stereotip adalah pelabelan negatif terhadap suatu kelompok atau jenis pekerjaan tertentu, sementara tindak kekerasan adalah tindakan kekerasan terhadap wanita baik secara fisik maupun mental psikologis seseorang, yang terkahir yaitu beban kerja terjadi karena adanya anggapan bahwa kaum wanita bersifat memelihara dan rajin, serat tidak akan menjadi
8 21 kepala rumahtangga akibatnya semua pekerjaan domistik menjadi tanggung jawab wanita. Pendapat Cott (1987) dalam Grijns (1999), dalam membahas wanita perlu mengidentifikasi empat dimensi utama, yaitu: (1) penyingkiran dari pekerjaan produktif, (2) pemusatan wanita kepada pinggiran-pinggiran pasar tenaga kerja, wanita dalam hal ini dilihat bekerja di sektor informal dengan status rendah, (3) pemisahan kegiatan tertentu atas dasar jenis kelamin di sektor-sektor produktif diukur dengan peningkatan atau penurunan rasio wanita pada setiap jabatan dan (4) pelebaran ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan wanita yang dinilai dari perbedaan upah dan tidaksamaan akses terhadap fasilitas-fasilitas atau sumberdaya. Mugniesyah (1995), mengacu pada Bergen Conference on Gender Training and Development Planning mengemukakan adanya beberapa pertanyaan penting dalam analisis gender yaitu: (1) siapa melakukan apa? pertanyaan ini diajukan untuk mempelajari pembagian kerja (kualitatif) dan curahan waktu (kuantitatif), serta beban kerja, (2) siapa mempunyai apa? pertanyaan ini untuk mempelajari sejauh mana akses pria dan wanita terhadap kekayaan, pemilikan benda-benda berharga, dan hak-hak dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan sumberdaya pribadi dan publik dalam masyarakat, (3) faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengaturan gender tersebut? pertanyaan ini ditujukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor budaya, hukum, kebijaksanaan ekonomi dan politik yang akan mempengaruhi konstruksi gender dan bagaimana hal-hal tersebut bisa berubah serta yang mana yang dapat dimanipulasi, dan (4) bagaimana sumberdaya pribadi dan publik didistribusikan dan siapa yang memperoleh apa dari pendistribusian? pertanyaan ini memusatkan perhatian untuk memperoleh informasi struktur-struktur kelembagaan yang
9 22 digunakan, tingkat efisiensi, keadilannya, serta bagaimana membuat kelembagaan tersebut responsif terhadap wanita dan pria. Analisis gender perlu dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu: keluarga atau rumahtangga, masyarakat, dan negara. Pada tingkat keluarga atau rumahtangga analisis gender dilakukan untuk mempelajari pembagian kerja dan curahan waktu antara wanita dan pria dalam beragam peranan baik reproduktif, produktif, pengelolaan masyarakat, akses, dan kontrol anggota keluarga antara pria dan wanita terhadap beragam sumberdaya seperti: aset produksi, pendidikan, harta, dan lainnya. Pada tingkat masyarakat analisis gender digunakan untuk mengetahui akses dan kontrol anggota rumahtangga terhadap beragam sumberdaya seperti: informasi, kredit, pendidikan, pelatihan, penyuluhan, teknologi, sumberdaya alam, peluang bekerja dan berusaha, serta program pembangunan lainnya. Adapun pada tingkat negara, dilakukan dengan mempelajari kebijaksanaan yang melatarbelakangi semua program atau intervensi pembangunan (Mugniesyah, 2001). Dalam konteks pembangunan untuk mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender, terdapat empat faktor utama yaitu: (1) akses, (2) kontrol, (3) partisipasi, dan (4) manfaat. Akses adalah apakah wanita dan pria memperoleh, melaksanakan, menikmati beragam sumberdaya yang sama dalam pembangunan, kontrol adalah apakah wanita dan pria mampu menentukan, bertanggungjawab, mengambil keputusan, dan memiliki penguasaan yang sama terhadap sumberdaya pembangunan, partisipasi adalah bagaimana wanita dan pria berpartisipasi dalam program-program pembangunan, dan manfaat adalah apakah wanita dan pria menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan (Mugniesyah, 2001).
I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut
I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya
Lebih terperinciGender menurut pendapat Wood (2001) yang dicuplik oleh Mugniesyah. (2005) merupakan suatu bentukan atau kontruksi sosial mengenai perbedaan
6 2. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Gender Gender menurut pendapat Wood (2001) yang dicuplik oleh Mugniesyah (2005) merupakan suatu bentukan atau kontruksi sosial mengenai perbedaan
Lebih terperinciprasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan primer manusia. Sebelum seseorang memenuhi kebutuhan yang lain, pangan menjadi kebutuhan mendasar yang tidak bisa ditunda. Pangan pun menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan
Lebih terperinciKEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.
KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Ketahanan pangan rumahtangga pada hakekatnya merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang tercennin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
Lebih terperinciGENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar
GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan
Lebih terperinciVIII. RINGKASAN DAN SINTESIS
VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan
Lebih terperinciPOLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Input Produksi dan Pasar Tenaga Kerja Salah satu aspek yang digunakan dalam mengukur kinerja ekonomi adalah seberapa efektif suatu perekonomian menggunakan
Lebih terperinciMendorong Petani Kecil untuk Move Up atau Move Out dari Sektor Pertanian
Mendorong Petani Kecil untuk Move Up atau Move Out dari Sektor Pertanian 1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendeklarasikan tahun 2014 sebagai International Years of Family Farming. Dalam rangka
Lebih terperinciPERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D
PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D 305 141 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang
Lebih terperinciVIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI
VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa
Lebih terperinciKERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
36 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sebagai upaya terencana untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan penduduk khususnya di negara-negara berkembang senantiasa mencurahkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting
Lebih terperinciVI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH
59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Emplek-emplek menir ketepu, wong lanang goleke kayu wong wadon sing adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki carilah kayu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional
Lebih terperinciV. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi
153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang
Lebih terperinciKiprah Perempuan Dalam Pertanian
Kiprah Perempuan Dalam Pertanian Disampaikan pada siaran Kiprah Desa di RRI Pro-1 Yogyakarta 21 April 2017 Titiek Widyastuti HP 081 328 25 2005 Prodi Agroteknologi Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN
34 BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Marginalisasi perempuan dalam dunia kerja merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, adanya industrialisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadilan dan kesetaraan gender telah menjadi isu global. Perubahan terjadi sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan dari pendekatan keamanan dan kestabilan (security)
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan
Lebih terperinciANALISIS HASIL PENELITIAN
69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan
Lebih terperinciLaki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)
LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN
Lebih terperinciCIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH
CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH Oleh: Achmad Djauhari dan Supena Friyatno*) Abstrak Kelompok rumah tangga adalah sasaran utama dalam program peningkatan dan perbaikan tingkat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,
Lebih terperinciKesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting
Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menguraikan tentang konsep dan
Lebih terperinciKesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST
Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan
Lebih terperinciKETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG
KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinciICASEPS WORKING PAPER No. 76
ICASEPS WORKING PAPER No. 76 Telaah Aspek Produksi, Pendapatan dan Kecukupan Pangan Rumahtangga Pertanian Gatoet Sroe Hardono Maret 2005 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani.
Lebih terperinciRINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.
RINGKASAN FEBRI SASTIVIANI PUTRI CANTIKA. RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA. Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan akan pangan, sehingga kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak asasi yang
Lebih terperinciPENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka
5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teorotis 3.1.1 Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008) mengungkapkan bahwa perlu tiga dimensi dalam
Lebih terperinciRELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA
RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat) Oleh FEBRI SATIVIANI PUTRI CANTIKA
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan sektor pertanian telah memberi kontribusi yang besar
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah pembangunan di Indonesia memperlihatkan bahwa pembangunan sektor pertanian telah memberi kontribusi yang besar terhadap perubahan dalam perekonomian Indonesia.
Lebih terperinciGENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN
G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya
Lebih terperinciBAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai
163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya 255 juta pada tahun 2015, dengan demikian Indonesia sebagai salah satu pengkonsumsi beras yang cukup banyak dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari
Lebih terperinciPENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY
PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY MANAJEMEN Manajemen adalah upaya untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki seoptimal mungkin untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses dalam
Lebih terperinciPELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si
PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian
BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia yang wajib terpenuhi, pemenuhan pangan begitu penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan sebuah negara agraris yang artinya sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara agraris yang artinya sebagian besar wilayahnya terdiri dari lahan pertanian dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS Oleh : Nunung Kusnadi Rita Nurmalina
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal
Lebih terperinciLAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT
LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila
Lebih terperincidan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan pertanian setiap tahunnya berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas, lahan pertanian berkurang karena alih fungsi lahan pertanian menjadi
Lebih terperinciMARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN
MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim, sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia, bahwa pada tahun 2010 sektor ini menyumbang
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara bertujuan untuk mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin.
Lebih terperinciBAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9
BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan
Lebih terperinciPeningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender
XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,
Lebih terperinci