III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Model Peluang Kerja Suami dan Istri di luar Sektor Perikanan Secara teoritis, setiap anggota rumahtangga akan mencurahkan waktunya pada pekerjaan tertentu. Hal tersebut dilakukan apabila pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut cukup menarik baginya dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada daerah nelayan, kegiatan menangkap ikan di laut merupakan mata pencaharian utama sehingga menempati porsi utama dalam curahan waktu kerja rumahtangga nelayan. Usaha perikanan yang ditekuni oleh nelayan tradisional sebagian besar masih didominasi usaha berskala kecil dan berteknologi sederhana. Usaha perikanan juga sangat dipengaruhi oleh musim dan hasil-hasil produksinya pun terbatas hanya untuk konsumsi lokal. Selain itu, adanya anggapan bahwa laut adalah milik bersama dapat menyebabkan semua orang dapat menangkap ikan di laut. Setiap orang bebas memanfaatkan laut tanpa memperhatikan akibat-akibat yang mungkin timbul seperti kelestarian sumberdaya tersebut dapat rusak atau terganggu kemudian mengakibatkan tangkapan ikan nelayan semakin lama semakin menurun dan hal ini menyebabkan pendapatan nelayan semakin menurun. Apabila pendapatan yang diterima dari pekerjaan utama tidak mencukupi seluruh kebutuhan rumahtangga, maka rumahtangga yang rasional akan mencari pekerjaan yang lain di luar pekerjaan utamanya yang memiliki peluang yang lebih besar. Pekerjaan di sektor perikanan memiliki sifat yang fluktuatif karena adanya masa sibuk dan sepi sehingga para nelayan memiliki waktu yang bisa

2 33 dimanfaatkan untuk mendorongnya mencari pekerjaan lain di samping pekerjaan utamanya. Adanya usaha lain (secara terpadu) misalnya usaha di sektor non perikanan perlu diupayakan. Hal ini bertujuan untuk mengalihkan nelayan untuk menjauhi ketergantungan mereka dari sumberdaya laut sehingga keberlanjutan sumberdaya tersebut dapat terjaga dengan baik. Kehidupan nelayan tradisional yang miskin juga diliputi oleh kerentanan misalnya ditunjukkan oleh terbatasnya anggota rumahtangga yang secara langsung ikut dalam kegiatan produksi dan adanya ketergantungan nelayan yang sangat besar dalam menangkap ikan. Rumahtangga nelayan memiliki kebiasaan tidak mengikutsertakan perempuan dan anak-anak dalam penangkapan ikan. Demikian pula, dalam kegiatan pemasaran dan pengolahan, umumnya hasil penangkapan ikan dijual kepada pedagang tanpa melalui pengolahan. Becker (1981) menyatakan bahwa pembagian peran gender antara mengurus rumahtangga dan bekerja di sektor publik disebabkan oleh dua hal yakni karena prioritas investasi human capital dan oleh faktor intrinsik biologis masing-masing jenis kelamin. Biologis perempuan komit untuk melahirkan dan menyusui anak. Lebih dari itu, perempuan lebih ikhlas menyediakan waktu dan tenaganya untuk mengasuh anak karena menghendaki agar investasi biologisnya untuk produksi yang lebih bermanfaat. Untuk meningkatkan kadar keberdayaan rumahtangga nelayan maka perlu adanya pengembangan terhadap kegiatan usaha yang beraneka ragam. Pekerjaan lain selain pekerjaan utama dan anggota rumahtangga yang produktif seperti istri perlu digerakkan untuk mampu memberikan kontribusi pendapatan rumahtangga dalam rangka pemenuhan kebutuhan anggota rumahtangga. Peluang suami dan

3 34 istri bekerja di luar sektor perikanan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal rumahtangga nelayan tersebut. Model peluang kerja suami dan istri berdasarkan model yang ditunjukkan oleh Reniati (1998) yang memiliki variabel yang berasal dari faktor internal rumahtangga nelayan. Pemanfaatan tenaga kerja dalam rumahtangga untuk berbagai kegiatan produktif dipengaruhi oleh tingkat pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Tenaga kerja yang berumur produktif dan berpengalaman dapat diharapkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang akan dikembangkan baik di dalam aktivitas sektor perikanan dan aktivitas di luar sektor perikanan. Lama pendidikan akan mempengaruhi kemampuan dan motivasi untuk perbaikan taraf hidup. Sumbangan tenaga kerja istri dibatasi oleh tuntutan pemeliharaan anak balita yang membawa konsekuensi sebagian besar tenaga dan waktu istri untuk kegiatan reproduksi tersebut. Persamaan peluang kerja rumahtangga nelayan tradisional di luar sektor perikanan adalah: dimana: PKAR j = F (PS j, UAR j, EKSLP, LPAR j, JAB)......(3.1) PKAR j = Peluang kerja anggota rumahtangga PS j = Pendapatan suami UAR j = Umur anggota rumahtangga EKSLP = Pengalaman kerja suami di luar sektor perikanan LPAR j = Lama pendidikan anggota rumahtangga JAB = Jumlah anak balita j = 1, 2; 1= suami 2= istri 3.2. Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional Becker (1965) mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku

4 35 rumahtangga. Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga berasal dari barang dan jasa yang dapat diperoleh di pasar dan berbagai komoditi yang dihasilkan dari rumahtangga. Beberapa asumsi yang dipakai dalam model rumahtangga pertanian yaitu: (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen. Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, rumahtangga akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif mahal dan akan memproduksi lebih sedikit barang yang harganya relatif murah. Sebaliknya, sebagai konsumen, rumahtangga akan mengkonsumsi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit barang yang harganya relatif mahal. Sebagai produsen, rumahtangga nelayan tradisional masih menggunakan input tenaga kerja yang berasal dari anggota rumahtangga. Hal ini disebabkan karena sumberdaya utama yang dimiliki sebagian besar rumahtangga adalah waktu untuk bekerja. Setiap anggota rumahtangga (usia kerja) dianggap mau mencurahkan waktunya dalam rangka memaksimumkan kepuasannya. Untuk itu, anggota rumahtangga dihadapkan pada dua jenis pilihan apakah bekerja (mencari nafkah) atau tidak bekerja.

5 36 Apabila bekerja, berarti anggota rumahtangga tersebut memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Adanya kedua pilihan tersebut pada dasarnya akan menghasilkan berbagai kombinasi untuk mencapai kepuasan maksimum. Hal ini terlihat pada kurva indiferens U 1,U 2, dan U 3 dalam Gambar 1. Barang Konsumsi D E 1 G E 3 B E E 2 U 3 Sumber: Simanjuntak, 1985 O A C F Gambar 1. Kurva Indiferens U 1 U 2 Waktu Luang Pada Gambar 1 terlihat bahwa U 1 disebut kurva indiferens karena di semua titik pada kurva U 1 tingkat utility adalah sama. Tingkat utility U 2 lebih tinggi dari U 1 dan tingkat utility U 3 lebih tinggi dari U 2 dan U 1. Utility (dari titik E) dapat ditingkatkan dengan menambah barang konsumsi sebesar BD=EE 1 menjadi E 1 pada U 2 atau dengan menambah waktu luang sebesar AC=EE 2 (menjadi E 2 pada U 2 ). Tingkat utility U 2 dapat diperoleh dengan konsumsi barang sejumlah OD dan menikmati waktu luang sebesar OA (posisi di titik E 1 ) atau dengan mengkonsumsi barang sebanyak OB dan menikmati waktu luang sebesar OC (posisi E 2 ). Untuk berpindah dari posisi E 2 ke E 1 (dalam tingkat utility yang sama) rumahtangga

6 37 harus mengorbankan waktu luang AC untuk memperoleh pertambahan barang konsumsi BD. Tingkat utility dari U 2 (dalam posisi E 2 ) dapat diperbesar menjadi U 3 dengan kenaikan pendapatan yang memungkinkan rumahtangga dapat menambah barang konsumsi dan waktu luang bersama-sama. Perbandingan antara perubahan barang konsumsi dengan perubahan waktu luang (dalam tingkat utility yang sama) dinamakan Marginal Rate of Substitution (MRS). Apabila terjadi penambahan barang konsumsi maka diperlukan pengurangan waktu luang agar kurva indiferens tetap. Hal ini menyebabkan pola MRS yang semakin menurun yang dapat dilihat pada persamaan 2. Secara matematis: (3.2) Dimana MU x /MU y merupakan rasio marginal utility. Jika semakin banyak suatu barang maka tingkat kepuasan yang terakhir (marginal utility) akan semakin rendah, artinya dia bersedia menukar dengan jumlah yang lebih besar (sehingga kepuasan yang dikorbankan lebih besar) untuk mendapatkan barang lain. Nilai marjinal dari unit terakhir barang yang akan dikorbankan akan sama besarnya. Dalam mengkonsumsi dua jenis komoditas di atas (barang konsumsi dan waktu luang), anggota rumahtangga dibatasi dua kendala yaitu, pertama, waktu yang terbatas ketersediaannya pada periode tertentu, dan kedua, anggota rumahtangga sebagai tenaga kerja di pasar kerja yang sempurna tidak mampu mempengaruhi tingkat upah yang berlaku. Pada dasarnya, dua kendala tersebut merupakan kendala anggaran. Secara grafik, peranan kendala anggaran dalam penentuan tingkat kepuasan maksimum individu dapat dilihat pada Gambar 2.

7 38 Upah, Barang Konsumsi C 2 C` E 3 C 1 F A E 1 E 2 U 2 U 1 B` B Waktu O D Luang 1 H D 3 Sumber: Simanjuntak, 1985 Gambar 2. Kurva Perubahan Tingkat Upah dan Tingkat Kepuasan Individu D 2 Dari Gambar 2, misalkan suatu rumahtangga mempunyai pendapatan OA=HB di luar hasil pekerjaan (non earned income, misalnya sewa, warisan). Apabila seluruh waktu yang tersedia OH digunakan untuk waktu luang maka pendapatan rumahtangga tersebut hanya OA=HB. OD menunjukkan jumlah waktu yang digunakan rumahtangga untuk waktu luang dan HD 1 merupakan waktu yang digunakan untuk bekerja (waktu luang diukur dari titik O ke titik H dan waktu bekerja diukur dari H ke O). Dengan bekerja sebanyak HD 1 jam maka rumahtangga memperoleh upah senilai barang konsumsi AF. Jumlah barang konsumsi rumahtangga adalah jumlah barang senilai hasil kerja ditambah jumlah barang senilai pendapatan di luar hasil kerja yakni: OF=OA+AF. Nilai barang konsumsi yang dapat dibeli dari hasil kerja satu jam dinamakan tingkat upah yang dicerminkan dengan kecenderungan (slope) dari budget line. Semakin tinggi tingkat upah maka semakin besar slope dari budget line.

8 39 Rasio tingkat upah awal (barang konsumsi per waktu luang) ditunjukkan oleh slope garis anggaran BC 1 dengan kondisi keseimbangan pada titik E dengan tingkat utility U 1. Apabila upah meningkat, maka budget line berubah dari BC 1 menjadi BC 2. Perubahan tingkat upah tersebut akan menghasilkan pertambahan pendapatan sebagaimana dilukiskan dengan garis B'C' yang sejajar dengan BC 1. Pertambahan pendapatan akan menambah waktu luang (OD 1 ke OD 2 ) sehingga tingkat utility meningkat menjadi U 2 (U 1 ke U 2 ) pada titik keseimbangan E 2. Hal ini merupakan efek pendapatan (income effect). Apabila upah meningkat, maka untuk mendapatkan pertambahan barang konsumsi, harus mengorbankan waktu luang (waktu untuk bekerja ditambah dari HD 2 menjadi HD 3 ) supaya berada pada tingkat utility yang sama yaitu tingkat utility U 2 pada titik keseimbangan E 3. Uraian di atas menyimpulkan bahwa adanya penyediaan waktu bekerja sehubungan dengan perubahan tingkat upah merupakan teori penawaran tenaga kerja. Dalam analisis penawaran tenaga kerja, rumahtangga memainkan peranan yang sama dengan perusahaan pada teori permintaan tenaga kerja. Artinya, keputusan anggota rumahtangga untuk masuk dalam angkatan kerja bukanlah semata-mata ditetapkan oleh pribadi seseorang akan tetapi secara bersama-sama oleh anggota rumahtangga. Dengan demikian, penawaran tenaga kerja rumahtangga merupakan hasil proses simultan untuk mencapai kepuasan maksimum bagi rumahtangga dengan sumberdaya yang terbatas. Perikanan sebagai bagian sistem usahatani merupakan permasalahan yang kompleks. Produksi dan pendapatan nelayan dijadikan ukuran keberhasilan pengelolaan usahanya walaupun banyak faktor baik secara individu maupun secara bersama menjadi penentu produksi dan pendapatan tersebut. Di dalam

9 40 sistem usahatani, subsistem yang terpenting adalah subsistem produksi. Kegiatan produksi di negara-negara berkembang umumnya dilakukan oleh petani secara sub sisten. Hal ini mensyaratkan bentuk analisis khusus yaitu dengan agricultural household models sebagai model dasar ekonomi rumahtangga. Dalam model tersebut, kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (X a ), konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ) dan konsumsi waktu santai (X i ) sehingga diperoleh persamaan berikut: U = U (X a, X m, X i ) (3.3) Rumahtangga petani diasumsikan sebagai konsumen akan memaksimumkan kepuasannya dengan kendala produksi, waktu dan pendapatan sebagaimana ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut: A. Produksi: Q = Q (L, A)...(3.4) B. Curahan Waktu: T = X i + F (3.5) C. Pendapatan: P m X m = P a (Q - X a ) W (L F)..... (3.6) dimana: Xm = Konsumsi barang yang dibeli di pasar Xa = Barang yang dihasilkan rumahtangga Xi = Konsumsi waktu santai Pm = Harga barang dan jasa yang dibeli di pasar Pa = Harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (Q - Xa) = Surplus produksi untuk dipasarkan Q = Produksi yang dihasilkan oleh rumahtangga A = Jumlah faktor produksi tetap (lahan) dalam rumahtangga w = Upah di pasar tenaga kerja L = Total tenaga kerja

10 41 F W (L F) = Penggunaan tenaga kerja rumahtangga = Pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga Semua kendala yang dihadapi oleh rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan melakukan substitusi kendala produksi dan waktu ke dalam kendala pendapatan sehingga akan dihasilkan persamaan sebagai berikut: P m X m + P a X a + W X i = W T + π..... (3.7) Sedangkan π (keuntungan) dirumuskan sebagai berikut: π = P a Q(L,A) w L (3.8) Persamaan 3.7 menunjukkan bahwa pada sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar (X m ) dan barang yang diproduksi rumahtangga (X a ) serta waktu yang dikonsumsi rumahtangga. Sedangkan pada sisi kanan persamaan tersebut adalah merupakan pengembangan dari konsep pendapatan penuh dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara eksplisit. Singh et. al, (1986) juga melakukan pengembangan dengan memasukkan pengukuran tingkat keuntungan usaha yaitu: π = P a Q(L,A) w L. Dimana w T + π merupakan total pendapatan rumahtangga (Y), maka untuk selanjutnya akan diperoleh persamaan sebagai berikut: P m X m + P a X a + W X i = Y..(3.9) Maksimisasi kepuasan untuk memenuhi persamaan 3.9 dengan kendala yang ada diperoleh turunan pertama (first order condition) mengikuti prosedur perilaku konsumsi individu dalam memaksimumkan kepuasannya untuk sejumlah (n) komoditi sebagai berikut: U = U (X 1, X 2,, X n )......(3.10) Dengan kendala anggaran:

11 42...(3.11) Maksimisasi tujuan (persamaan 3.10) dengan memperhatikan kedala (persamaan 3.11) menghasilkan kondisi prasyarat sebagai berikut: (3.12)...(3.13) = U λ. (3.14) dimana: λ = Langrangian multiplier Kondisi keseimbangan dari fungsi kepuasan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut:.... (3.15) dimana: λ = Kepuasan marjinal dari barang dan jasa ke-i = Harga barang dan jasa ke-i = Kepuasan marjinal dari pendapatan Mengacu prosedur pada persamaan (3.10) sampai (3.15) untuk konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ), barang yang diproduksi rumahtangga (X a ), dan waktu yang disediakan rumahtangga (X i ) masing-masing diperoleh persamaan turunan pertama yang dikenal sebagai teori permintaan konsumen: = (3.16) = (3.17) = (3.18)

12 43 Berdasarkan persamaan (3.16) sampai (3.18) dapat dinyatakan bahwa konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (X a ), konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ) dan konsumsi waktu luang (X i ) dipengaruhi oleh harga, upah, dan pendapatan yang selanjutnya dapat ditulis sebagai berikt: X a X m X i = X a (P m, P a, w, Y * ) (3.19) = X m (P m, P a, w, Y * ) (3.20) = X i (P m, P a, w, Y * ) (3.21) Untuk kasus rumahtangga nelayan, pendapatan ditentukan oleh aktivitas produksi dalam rumahtangga baik dari dalam maupun dari luar sektor perikanan. Jika diasumsikan harga hasil pertanian yang diproduksi rumahtangga meningkat maka dampaknya terhadap keuntungan dapat diperhatikan persamaan 3.22 sebagai berikut: (3.22) Bagian pertama sebelah kanan pada persamaan 3.22 merupakan hasil yang umum dikenal sebagai teori permintaan konsumen yaitu untuk barang normal memiliki slope negatif yaitu jika harga meningkat maka permintaan barang dan jasa akan menurun. Sedangkan bagian kedua sebelah kanan persamaan 3.22 mencerminkan efek keuntungan. Perubahan dalam harga barang yang diproduksi rumahtangga meningkat maka keuntungan meningkat sehingga pendapatan rumahtangga juga akan meningkat. Pendapatan yang diperoleh dari korbanan waktu anggota rumahtangga akan menyebabkan terjadinya perubahan pendapatan rumahtangga yang akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi rumahtangga tersebut. Hubungan ini dapat

13 44 dijelaskan dengan Income Consumption Curve (ICC) atau Kurva Engel pada Gambar 3. Menurut Sadoulet dan Janvry (1995), pendekatan ekonomi rumahtangga akan berguna apabila produksi dikaitkan dengan konsumsi melalui pengaruh pendapatan. Apabila sistem persamaan produksi, curahan waktu kerja, dan konsumsi non separable disusun dalam model ekonometrika dimana terdapat keterkaitan antar variabel sehingga perilaku ekonomi rumahtangga dalam produksi, curahan kerja, dan konsumsi adalah saling terkait secara simultan. Harga Barang (P x ) P 3 B 3 ICC P 2 B 2 C P 1 B 1 B I 3 A I 1 I 2 O Sumber: Deaton and Muellbauer, 1980 Q 1 Q 2 Q 3 Jumlah Produksi (Q x ) Gambar 3. Kurva Hubungan Perubahan Pendapatan dengan Konsumsi Berdasarkan uraian di atas, model ekonomi rumahtangga yang ditunjukkan oleh Aryani (1994) dan Reniati (1998) yang dilengkapi dengan kondisi ekonomi rumahtangga nelayan terdapat keterkaitan antara variabel dalam persamaan produksi, curahan waktu kerja, pendapatan, dan konsumsi menggunakan model ekonomi dengan susunan persamaan simultan sebagai berikut:

14 Produksi Nelayan Produksi merupakan salah satu keputusan dari perilaku ekonomi nelayan tradisional untuk memperoleh tingkat pendapatan tertentu. Keputusan ini dilakukan untuk memaksimumkan kepuasan rumahtangga terhadap konsumsi barang pasar. Proses produksi merupakan penggunaan input yang ditujukan untuk menghasilkan output. Dalam bentuk matematis, fungsi produksi secara umum dapat diterjemahkan sebagai berikut: Output = F (input)...(3.23) Fungsi ini mengungkapkan bahwa banyaknya output yang dihasilkan tergantung pada proporsi penggunaan input yang digunakan. Subsistem produksi terdiri dari proses produksi dan rumahtangga dimana rumahtangga berperan sebagai pemasok input dan pengelola proses produksi. Produksi total dari rumahtangga nelayan tradisional terdiri dari berbagai jenis hasil tangkapan ikan. Untuk mempermudah pengukuran komoditi hasil produksi yang beragam, maka produksi dinilai dalam satuan Rupiah. Fungsi produksi total dari rumahtangga nelayan ditentukan berdasarkan penjabaran dari bentuk umum fungsi produksi agricultural household models. Produksi tergantung pada tingkat penggunaan input dan karakteristik proses produksi. Input yang digunakan adalah kapital yang dimiliki dan tenaga kerja. Kapital yang digunakan oleh responden adalah perahu dayung dan jenis jaring. Jaring yang digunakan oleh responden adalah jaring ikan dan jaring udang. Nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen mencurahkan waktunya untuk menangkap ikan di laut tanpa mempekerjakan orang lain. Dalam proses produksi, biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan input baik input variabel maupun input

15 46 tetap disebut biaya produksi. Biaya produksi ini terdiri dari biaya variabel, yang jumlahnya selalu berubah tergantung dari perubahan produksi yang dihasilkan dan biaya tetap yang jumlahnya tidak berubah meskipun produksinya berubah. TC = TVC + TFC......(3.24) Biaya yang digunakan dalam penangkapan ikan di laut adalah biaya konsumsi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi selama melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut dikelompokkan sebagai biaya variabel, biaya penyusutan perahu dayung dan biaya penyusutan jaring dikelompokkan sebagai biaya tetap. Persamaan biaya produksi sebagai berikut: TBP = SPBKN + BPPD + BPJ...(3.25) dimana: TBP = Total biaya produksi SPBKN = Sarana produksi/biaya konsumsi nelayan selama menangkap ikan BPPD = Biaya penyusutan perahu dayung BPJ = Biaya penyusutan jaring Dalam penelitian ini, karakteristik proses produksi dalam menangkap ikan yaitu bersifat berburu ikan dan jumlah ikan yang diperoleh tergantung pada musim penangkapan ikan yakni musim panen dan musim paceklik. Persamaan produksi nelayan dinyatakan sebagai berikut: PN = F (AP,TBP, CWKSDP, D 1, D 2 )... (3.26) dimana: PN AP TBP CWKSDP D 1 D 2 = Produksi nelayan = Aset perahu = Total biaya produksi = Curahan waktu kerja suami di dalam sektor perikanan = Dummy musim (D 1 = 1, musim paceklik dan D 1 = 0, musim panen) = Dummy jaring (D 2 = 1, jaring ikan dan D 2 = 0, jaring udang)

16 Curahan Waktu Kerja Rumahtangga Pola curahan waktu kerja rumahtangga merupakan pencerminan strategi rumahtangga untuk mempertahankan hidup dan kesejahteraannya dengan menyesuaikan diri terhadap kendala-kendala dan kesempatan kerja yang ada dengan sumberdaya yang dimilikinya. Hal ini menyebabkan tingkat curahan waktu kerja anggota rumahtangga dan tingkat pendapatan yang diperoleh setiap rumahtangga berbeda-beda. Tiap anggota keluarga dalam mencurahkan waktu kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti umur, lama pendidikan, ekologi, dan keadaan aset. Bagi rumahtangga miskin, curahan waktu kerja tidak dipengaruhi pendapatan karena orang miskin tidak memiliki pendidikan yang tinggi sehingga mereka tidak dapat menentukan banyaknya pendapatan yang akan mereka peroleh dari bekerja. Dalam mencurahkan waktu kerja, anggota rumahtangga menghadapi konflik dalam memilih jenis kegiatan dalam rumahtangga, apakah bekerja karena kebutuhan atau memelihara anak. Dalam kondisi tersebut, telah terjadi substitusi waktu di antara dua kegiatan yang tidak sempurna sehingga pembagian tugas diantara anggota rumahtangga dapat dilaksanakan. Anggota rumahtangga dapat memilih jenis kegiatan untuk mencurahkan waktu kerjanya apabila anggota rumahtangga tersebut memiliki keunggulan komparatif seperti produktivitas yang besar. Misalnya, jika salah satu anggota rumahtangga memiliki produktivitas yang besar untuk melakukan kegiatan di pasar kerja daripada kegiatan di pasar non kerja. Perbedaan jenis kelamin merupakan salah satu dasar dalam membagi jenis kegiatan di dalam rumahtangga. Hal ini dikarenakan kaum wanita tidak hanya

17 48 berperan dalam fungsi produksi tetapi juga reproduksi. Apabila wanita memiliki keunggulan komparatif yang lebih besar daripada laki-laki dalam pekerjaan rumahtangga maka rumahtangga akan memilih wanita untuk mencurahkan waktunya dalam mengurus rumahtangga dan laki-laki mencurahkan waktunya untuk bekerja. Namun apabila dalam rumahtangga terdapat anggota lain yang dapat mengambil alih pekerjaan rumahtangga, maka istri atau wanita dapat mencurahkan waktunya untuk bekerja. Nelayan sebagai kepala keluarga mencurahkan waktunya untuk bekerja di dalam kegiatan sektor perikanan. Kegiatan yang dilakukan nelayan di dalam sektor perikanan adalah hanya menangkap ikan di laut. Kegiatan ini tergantung pada musim sehingga terdapat fenomena pencaharian tambahan pendapatan. Anggota rumahtangga nelayan tradisional mencurahkan waktu kerjanya pada kegiatan di luar sektor perikanan. Curahan waktu kerja rumahtangga nelayan tradisional terdiri dari curahan waktu kerja di dalam sektor perikanan yang dilakukan oleh nelayan dan curahan waktu kerja di luar sektor perikanan yang dilakukan oleh nelayan dan istri pada saat musim paceklik. Persamaan curahan waktu kerja rumahtangga nelayan tradisional adalah: CWKAR j = F (UAR j, LPAR j, UP, JAB, D 1 ).... (3.27) dimana: CWKAR j UAR j LPAR j UP D 1 = Curahan waktu kerja anggota rumahtangga = Umur anggota rumahtangga = Lama pendidikan anggota rumahtangga = Umur perahu = Dummy musim (D 1 = 1, musim paceklik dan D 1 = 0, musim panen) = Jumlah anak balita JAB j = 1, 2; 1= suami 2= istri

18 Pendapatan Rumahtangga Setiap anggota rumahtangga cenderung bekerja untuk memberikan kontribusi pendapatan terhadap pendapatan rumahtangga, apabila pendapatan rumahtangga masih kurang. Situasi ini tergantung pada beberapa faktor yaitu ekologi, tersedianya lapangan kerja, tersedianya waktu dan kesempatan, sikap mental anggota rumahtangga, dan modal. Diversifikasi pendapatan mencakup peranan berbagai sektor ekonomi terhadap pendapatan rumahtangga. Pada wilayah pesisir, diversifikasi pendapatan rumahtangga nelayan tradisional mengarah pada sektor non perikanan. Sumber pendapatan diperoleh dari keuntungan yang diperoleh nelayan dari hasil menangkap ikan di laut (pendapatan yang bersumber dari dalam sektor perikanan), dan pendapatan di luar sektor perikanan. Pendapatan rumahtangga yang diperoleh dinyatakan sebagai berikut: PAR j = F (PN, HJIU, UAR j, LPAR j, CWKAR j, D 1 ).. (3.28) dimana: PAR j PN HJIU UAR j LPAR j CWKAR j D 1 = Pendapatan anggota rumahtangga = Produksi nelayan = Harga jual ikan/udang = Umur anggota rumahtangga = Lama pendidikan anggota rumahtangga = Curahan waktu kerja anggota rumahtangga = Dummy musim (D 1 = 1, musim paceklik dan D 1 = 0, musim panen) j = 1, 2; 1= suami 2= istri Pengeluaran atau Konsumsi Rumahtangga Pendapatan rumahtangga dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan atau pengeluaran. Hal ini disebabkan karena pendapatan berpengaruh terhadap daya beli. Data pengeluaran dapat menggambarkan pola konsumsi rumahtangga dalam

19 50 pengalokasian pendapatan. Pengeluaran yang dilakukan rumahtangga terdiri dari konsumsi pangan dan non pangan. Semakin baik tingkat kesejahteraan rumahtangga maka proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi non pangan lebih besar daripada konsumsi pangan. Pada rumahtangga nelayan tradisional yang memiliki tingkat pendapatan yang terbatas, proporsi pendapatan yang dibelanjakan sebaliknya, yaitu konsumsi pangan lebih besar daripada konsumsi non pangan. Selain itu, suatu rumahtangga dengan jumlah anggota yang makin besar dengan pendapatan tertentu maka proporsi pengeluaran untuk konsumsi akan semakin besar pula. Pada rumahtangga nelayan tradisional, seluruh pendapatan digunakan untuk konsumsi pangan dan konsumsi non pangan sehingga rumahtangga nelayan tradisional tidak memiliki tabungan. dimana: Konsumsi yang diperoleh dinyatakan sebagai berikut: KAR j = F (PTR, BAR, KPR, D 1 ) (3.29) KAR j = Konsumsi anggota rumahtangga PTR = Pendapatan total rumahtangga BAR = Banyaknya anggota rumahtangga KPR = Konsumsi pangan rumahtangga D 1 = Dummy musim (D 1 = 1, musim paceklik dan D 1 = 0, musim panen) j = 1, 2; 1= suami 2= istri 3.3. Model Peluang Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Tradisional Dalam memahami masalah kemiskinan di Indonesia, penting untuk diperhatikan adalah lokalitas yang ada di masing-masing daerah, yaitu kemiskinan pada tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas dan pemerintah setempat.

20 51 Dengan demikian kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah, dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan diharapkan dapat lebih obyektif dan tepat sasaran. Nelayan tradisional dicirikan oleh sikap mental yang tidak mudah menerima inovasi teknologi baru, pemilikan aset produktif yang sangat minimal, pendapatan relatif rendah, hanya memiliki perahu tanpa motor dengan alat tangkap yang sederhana atau hanya memiliki modal tenaga kerja. Nelayan tradisional merupakan lapisan bawah di desa nelayan. Usaha perikanan sampai saat ini masih banyak didominasi oleh usaha skala kecil yang sangat dipengaruhi oleh musim dan ditujukan untuk konsumsi lokal. Hal ini mengakibatkan terjadinya pendapatan yang berfluktuatif sehingga pada saat musim paceklik, nelayan berada dalam kondisi kemiskinan. Pendekatan pengeluaran rumahtangga menggambarkan pendapatan rumahtangga dan menggambarkan pola konsumsi rumahtangga dalam pengalokasian pendapatan. Banyaknya anggota rumahtangga mempengaruhi peluang kemiskinan. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya anggota rumahtangga maka jumlah tanggungan rumahtangga meningkat sehingga pengeluaran meningkat. Adanya tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi kemampuan nelayan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Penduduk miskin di Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu penduduk miskin akibat: (1) kemiskinan kronis atau kemiskinan struktural yang terjadi terus-menerus, dan (2) kemiskinan sementara yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi krisis. Hal ini dapat terjadi karena

21 52 adanya perubahan musim yang mempengaruhi produktivitas dan pendapatan (pada sektor pertanian dan perikanan). Peluang suatu rumahtangga berada dalam kemiskinan merupakan suatu kejadian acak yang diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi yang berasal dari karakteristik rumahtangga nelayan tersebut. Model peluang kemiskinan dibentuk berdasarkan model yang ditunjukkan oleh Lukytawati (2003) yang memiliki variabel ekonomi yang berasal dari karakteristik rumahtangga. Persamaan peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional dinyatakan sebagai berikut: dimana: PKRNT = F (ETR, BAR, LPS, D 1 ).... (3.30) PKRNT = Peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional ETR = Pengeluaran total rumahtangga BAR = Banyaknya anggota rumahtangga LPS = Lamanya pendidikan suami D 1 = Dummy musim (D 1 = 1, musim paceklik dan D 1 = 0, musim panen)

22 53

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Tinjauan Teoritis 3.1.1. Curahan Tenaga Kerja Secara sederhana, tenaga kerja diartikan sebagai upaya manusia untuk melakukan usaha. Usaha tersebut dalam hubungannya dengan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal dikarenakan sebagian besar pola usaha nelayan masih berskala kecil, bersifat tradisional

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga Becker (1976), menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga yang dalam penelitiannya tersebut menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL Pendapatan rumahtangga nelayan tradisional terdiri dari pendapatan di dalam sektor perikanan dan pendapatan di luar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teori 3.1.1. Pengembangan Sumberdaya Manusia Upaya mengembangkan sumberdaya manusia dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam melakukan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN ORDINAL

PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN ORDINAL PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN ORDINAL PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN KURVA INDIFEREN / ORDINAL Pendekatan ini mempunyai asumsi : Rationality ; konsumen diasumsikan rasional artinya ia memaksimalkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan III. KERANGKA TEORI 3.1. Kerangka Konseptual Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub sektor perikanan dan pendapatan di luar sub sektor perikanan

Lebih terperinci

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan Asumsi dalam Model Utilitas Kardinal Kepuasan konsumen pada suatu barang dapat diukur dengan satuan uang. Konsumen berusaha memaksimumkan kepuasan total. MUx

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Ekonomi Rumahtangga Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu konsep yang fleksibel. Konsep rumahtangga ini menyangkut bagian keluarga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

Teori Perilaku Konsumen (lanjutan) Bab IV Model Kurva Indiferens

Teori Perilaku Konsumen (lanjutan) Bab IV Model Kurva Indiferens Teori Perilaku Konsumen (lanjutan) Bab IV Model Kurva Indiferens Asumsi-asumsi model kurva indiferens Model utilitas secara ordinal (kepuasan konsumen tidak dapat diukur dalam satuan apapun) Utilitas Konsumen

Lebih terperinci

MIKROEKONOMI RESUME TEORI KESEIMBANGAN KONSUMEN

MIKROEKONOMI RESUME TEORI KESEIMBANGAN KONSUMEN MIKROEKONOMI RESUME TEORI KESEIMBANGAN KONSUMEN Dibuat oleh: Wahyuli Ambarwati Wulandari 7211410094 Akuntansi S1, 2010 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG 2012 A. PENDEKATAN PERILAKU KONSUMEN Pendekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Definisi Swalayan Menurut Kotler dan Keller (2007), pasar swalayan adalah satu toko yang cukup besar yang menyediakan seluruh kebutuhan rumah tangga, barang-barang

Lebih terperinci

TEORI PERILAKU KONSUMEN. Pertemuan 4 & 5 Izzani Ulfi

TEORI PERILAKU KONSUMEN. Pertemuan 4 & 5 Izzani Ulfi TEORI PERILAKU KONSUMEN Pertemuan 4 & 5 Izzani Ulfi Kandungan Analitis 1. Sebab-sebab konsumen membeli lebih banyak komoditi pada harga rendah dan mengurangi pembeliannya pada harga tinggi 2. Bagaimana

Lebih terperinci

TEORI KONSUMSI (PERILAKU KONSUMEN)

TEORI KONSUMSI (PERILAKU KONSUMEN) TEORI KONSUMSI (PERILAKU KONSUMEN) Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi TEORI KONSUMSI: Pendekatan Kardinal: UTILITY Definisi Utility (Total

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 4. Teori Tingkah Laku Konsumen

Pertemuan Ke 4. Teori Tingkah Laku Konsumen Pertemuan Ke 4 Teori Tingkah Laku Konsumen Ada dua pendekatan 1. Pendekatan nilai guna (Utiliti) kardinal Yaitu kenikmatan konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif 2. Pendekatan nilai guna (Utiliti)

Lebih terperinci

TEORI PERILAKU KONSUMEN

TEORI PERILAKU KONSUMEN TEORI PERILAKU KONSUMEN Teori Konsumsi adalah teori yang mempelajari bagaimana manusia / konsumen itu memuaskan kebutuhannya dengan pembelian / penggunaan barang dan jasa. Perilaku konsumen adalah bagaimana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 05 Pusat Pengantar Ekonomi Mikro Teori Perilaku Konsumen Bahan Ajar dan E-learning TEORI PERILAKU KONSUMEN (Pendekatan Kardinal) 2 Pengertian dasar Perilaku konsumen dianalisa untuk mengetahui

Lebih terperinci

Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI

Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI Teori Perilaku Konsumen Adalah analisis yang menerangkan : 1. Alasan para pembeli/konsumen untuk membeli lebih banyak barang atau jasa pada harga yang lebih

Lebih terperinci

Modul 4. Teori Perilaku Konsumen

Modul 4. Teori Perilaku Konsumen Modul 4. Teori Perilaku Konsumen Deskripsi Modul Teori perilaku konsumen pada dasarnya mempelajari mengapa para konsumen berperilaku seperti yang tercantum dalam hukum permintaan. Oleh karena itu teori

Lebih terperinci

IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN

IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN Kardono-nuhfil1 IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN Teori perilaku konsumen pada dasarnya mempelajari mengapa para konsumen berperilaku seperti yang tercantum dalam hukum permintaan. Oleh karena itu teori perilaku

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara simultan pada umumnya menggunakan kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965) yang selanjutnya

Lebih terperinci

Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa Menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai

Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa Menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa Menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 06Fakultas Ekonomi & Bisnis Menjelaskan Teori Tingkah Laku Konsumen, Konsep Cardinal Utility Approach, Kurva Indeference Abdul Gani, SE MM Program Studi Manajemen TEORI

Lebih terperinci

Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility

Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility Modul ke: Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility Fakultas FAK. EKONOMI & BISNIS Cecep W Program Studi S-1 Manajemen www.mercubuana.ac.id TEORI UTILITAS ORDINAL Kurva Indiferens Garis Anggaran Keseimbangan

Lebih terperinci

CURAHAN KERJA, KONTRIBUSI ANGGOTA KELUARGA DALAM PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN POLA PENGELUARAN NELAYAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH

CURAHAN KERJA, KONTRIBUSI ANGGOTA KELUARGA DALAM PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN POLA PENGELUARAN NELAYAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH CURAHAN KERJA, KONTRIBUSI ANGGOTA KELUARGA DALAM PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN POLA PENGELUARAN NELAYAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH INDRA ROCHMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi

Lebih terperinci

BAB V TEORI (PERILAKU) KONSUMSEN

BAB V TEORI (PERILAKU) KONSUMSEN BAB V TEORI (PERILAKU) KONSUMSEN A. PENDEKATAN CARDINAL Pdkt. Marginal Utility (MU) 1. Anggapan yang dipakai dalam pendekatan ini adalah : Kepuasan konsumen dapat diukur, & diberi satuan ukur UTIL. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah komoditas strategi karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Pangan tidak saja berarti strategis

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

Template Standar Powerpoint

Template Standar Powerpoint Modul ke: Template Standar Powerpoint Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Fakultas FEB Ali Akbar Gayo, SE.,MM Program Studi

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Ketahanan pangan rumahtangga pada hakekatnya merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang tercennin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

Lebih terperinci

PERILAKU PETANI PANGAN

PERILAKU PETANI PANGAN 6 PERILAKU PETANI PANGAN Maksimisasi Keuntungan dan Penurunan Penawaran Output Seorang petani yang bersifat komersial akan selalu berpikir bagaimana dapat mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat

Lebih terperinci

BAB IV TEORI PERILAKU KONSUMEN

BAB IV TEORI PERILAKU KONSUMEN BAB IV TEORI PERILAKU KONSUMEN 4.1. Pendahuluan Konsumen adalah setiap pemakai atau pengguna barang atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri dan atau kepentingan orang lain. Namun secara sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

UPAYA PENYULUH KABUPATEN BEKASI DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN MELALUI DIVERSIFIKASI PRODUK PERIKANAN

UPAYA PENYULUH KABUPATEN BEKASI DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN MELALUI DIVERSIFIKASI PRODUK PERIKANAN 2016/03/27 20:49 WIB - Kategori : Warta Penyuluhan UPAYA PENYULUH KABUPATEN BEKASI DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN MELALUI DIVERSIFIKASI PRODUK PERIKANAN BEKASI (27/3/2016) www.pusluh.kkp.go.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

Catatan Kuliah 11 Memahami dan Menganalisa Optimasi dengan Kendala Persamaan

Catatan Kuliah 11 Memahami dan Menganalisa Optimasi dengan Kendala Persamaan Catatan Kuliah 11 Memahami dan Menganalisa Optimasi dengan Kendala ersamaan 1. Maksimum Kepuasan dan ermintaan Konsumen Misalkan seorang konsumen dihadapkan pada pilihan barang untuk dikonsumsi, aitu barang

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS PARTISIPASI KERJA PENDUDUK LANJUT USIA DI INDONESIA

ANALISIS PARTISIPASI KERJA PENDUDUK LANJUT USIA DI INDONESIA ANALISIS PARTISIPASI KERJA PENDUDUK LANJUT USIA DI INDONESIA JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Fathin Safirah Sumarsono 125020107111015 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X TEORI PERILAKU PRODUSEN DAN KONSUMEN KTSP & K-13 A. POLA PERILAKU KONSUMEN a. Konsep Dasar Konsumsi

ekonomi Kelas X TEORI PERILAKU PRODUSEN DAN KONSUMEN KTSP & K-13 A. POLA PERILAKU KONSUMEN a. Konsep Dasar Konsumsi KTSP & K-13 Kelas X ekonomi TEORI PERILAKU PRODUSEN DAN KONSUMEN Semester 1 KelasX SMA/MA KTSP & K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan. 1. Memahami

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI MIKRO / MKKK 203 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Keahlian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai 163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

ANALISIS NILAI TAMBAH. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember ANALISIS NILAI TAMBAH Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember http://adamjulian.web.unej.ac.id PRICE-CONSUMPTION CURVE AND DEMAND AGRIBISNIS Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya (Soehardjo,

Lebih terperinci

HOUSEHOLD EQUILIBRIUM

HOUSEHOLD EQUILIBRIUM Minggu ke 2 HUSEHLD EQUILIBRIUM leh Dr.Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. 22 Februari 2013 1 Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu: Menjelaskan dan menggambarkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

Teori Konsumsi dan Utilitas. Copyright 2004 South-Western

Teori Konsumsi dan Utilitas. Copyright 2004 South-Western Teori Konsumsi dan Utilitas The Budget Constraint : Apa yang bisa didapatkan konsumen? Budget constraint menggambarkan batasan kombinasi konsumsi yang bisa dilakukan konsumen. Manusia mengonsumsi kurang

Lebih terperinci

Teori Ekonomi Mikro. Teori Permintaan Konsumen: Analisis Kurva Kepuasan Sama. (Indifference Curve)

Teori Ekonomi Mikro. Teori Permintaan Konsumen: Analisis Kurva Kepuasan Sama. (Indifference Curve) Teori Ekonomi Mikro Teori Permintaan Konsumen: Analisis Kurva Kepuasan Sama (Indifference Curve) Arti Kurva Kepuasan Sama Kurva yang menunjukan berbagai kombinasi konsumsi dari komoditi x dan y yang menghasilkan

Lebih terperinci

Modul 5. Teori Perilaku Produsen

Modul 5. Teori Perilaku Produsen Modul 5. Teori Perilaku Produsen A. Deskripsi Modul Seorang produsen atau pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk mencapai tujuannya harus menentukan dua macam keputusan: berapa output yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangS Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah Indonesia terdiri dari wilayah lautan dan sebagian besar masyarakat pesisir bermata pencaharian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga ).

KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga ). 45 KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga Menurut Gronau (1977), untuk menghasilkan barang dan jasa melakukan aktivitas produktif yang menghasilkan pendapatan (dibayar) dan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Untuk mengetahui dampak kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku (input) dalam industri tempe, akan digunakan beberapa teori yang berkaitan dengan hal tersebut.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh di kawasan sentra nelayan dan pelabuhan perikanan yang tersebar di wilayah pesisir Indonesia. Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu indikator dari pemberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma Nama Mata Kuliah/Kode Koordinator Deskripsi Singkat : Pengantar

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Sosial Demografi Demografi merupakan ilmu yang memepelajari struktur dan proses di suatu wilayah. Demografi menurut PhilipM.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO Add your company slogan Biaya Teori Produksi LOGO Asumsi Dalam pembahasan ekonomi, perusahaan selalu diasumsikan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungannya. Perusahaan yang didirikan tidak untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai Penelitian tentang Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai ini dilakukan oleh Hendry Sitorus (2003). Dalam penelitian ini dijelaskan

Lebih terperinci

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi 243 VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan menggunakan model

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 07FEB. Teori Prilaku Konsumen (Ordinal Approach) Fakultas. Desmizar, S.E., M.M. Program Studi Manajemen

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 07FEB. Teori Prilaku Konsumen (Ordinal Approach) Fakultas. Desmizar, S.E., M.M. Program Studi Manajemen Modul ke: Pengantar Ekonomi Mikro Teori Prilaku Konsumen (Ordinal Approach) Fakultas 7FEB Desmizar, S.E., M.M. Program Studi Manajemen Pendekatan Ordinal Anggapan ynag diperlukan adalah : konsumen dapat

Lebih terperinci

EKONOMI & MANAJEMEN 2 BAB 4 PERILAKU KONSUMEN

EKONOMI & MANAJEMEN 2 BAB 4 PERILAKU KONSUMEN EKONOMI & MANAJEMEN 2 BAB 4 PERILAKU KONSUMEN 1 PERILAKU KONSUMEN Perilaku konsumen mempelajari : (1)mengapa para konsumen akan membeli lebih banyak barang pada harga yang rendah dan mengurangi pembeliannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

BAB V PERUSAHAAN dan PRODUKSI

BAB V PERUSAHAAN dan PRODUKSI BAB V PERUSAHAAN dan PRODUKSI 5.1. Perilaku Produsen Jika konsumen didefinisikan sebagai orang atau pihak yang mengkonsumsi (pengguna) barang dan jasa maka produsen adalah orang atau pihak yang memproduksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Landasan Teori Ekonomi Tiga pemeran utama dalam dunia ekonomi, yaitu rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, ketiga kelompok tersebut

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci