BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture for development) sebagai salah satu strategi pembangunan yang dipandang efektif untuk memecahkan masalah kemiskinan di negara-negara berkembang (WDR, 2008). Pembangunan pertanian khususnya subsektor pertanian tanaman pangan merupakan prioritas pembangunan nasional dan menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan serta masih menjadi prioritas yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Pembangunan pertanian dihadapkan pada permasalahan pokok yang terkait dengan pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan produksinya. Pertumbuhan permintaan pangan yang cepat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri pangan, daya beli masyarakat, serta perubahan selera menyebabkan kebutuhan pangan nasional meningkat dengan cepat. Di sisi lain, Saptana (2012) mengemukakan bahwa kapasitas produksi pangan nasional terkendala oleh kompetisi dalam penggunaan lahan, perubahan iklim yang ekstrim, fenomena degradasi sumber daya pertanian, dan terbatasnya dukungan infrastruktur pertanian.

2 2 Subsektor tanaman pangan memiliki beberapa jenis antara lain tanaman padi, jagung, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Salah satu jenis tanaman pangan yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia sebagai bahan baku untuk konsumsi sehari-hari maupun konsumsi industri adalah kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Kedelai merupakan salah satu mata dagangan yang pasokannya di Indonesia saat ini cenderung semakin tidak dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri sendiri. Tercatat produksi kedelai Indonesia kurang lebih hanya mencapai ton per tahun. Disisi lain kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,3 juta ton per tahun. Tidak heran jika impor mau tidak mau harus dilakukan oleh pemerintah untuk menutupi kekurangan tersebut yang hampir mencapai 1,5 juta ton per tahun. Persentase kedelai impor lebih dari 70% dari kebutuhan kedelai nasional, ini sebenarnya merupakan suatu kondisi yang kritis, karena untuk memenuhi kebutuhan domestik harus menggantungkan sepenuhnya kepada pasokan dari negara lain (Sugiana, 2013). Bahkan hasil peramalan dalam penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2015) menunjukkan bahwa permintaan impor kedelai di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan trend naik, dan setiap tahunnya akan terus meningkat sebesar ton dan mencapai lebih dari 2 juta ton di tahun 2018 dan seterusnya. Menurut Suyamto dan Widiarta (2011), peningkatan produksi kedelai dihadapkan pada berbagai kendala dan permasalahan diantaranya masih rendahnya tingkat produktivitas dan keuntungan usaha tani kedelai dibanding komoditas lain seperti padi dan jagung, sehingga petani kurang berminat

3 3 menanam kedelai dan berpindah ke usaha tani tanaman lain yang lebih menguntungkan, sebagai akibatnya luas areal panen kedelai semakin menurun tajam dan produksi kedelai nasional semakin menurun. Selain itu permasalahanpermasalahan yang lain adalah belum berkembangnya industri perbenihan kedelai, persaingan penggunaan lahan dengan komoditas lain, tata niaga kedelai belum kondusif, serta impor kedelai lebih mudah dan lebih murah sehingga petani yang rata-rata petani kecil kurang dapat bersaing. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pembangunan pertanian tanaman pangan yang telah dilaksanakan sampai saat ini, persoalan mendasar yang diperkirakan masih dihadapi sektor pertanian di masa yang akan datang, khususnya jangka waktu , mencakup aspek seperti: kerusakan lingkungan dan perubahan iklim, infrastruktur, sarana prasarana, lahan dan air, kepemilikan lahan, sistem pembenihan nasional, akses petani terhadap permodalan kelembagaan petani dan penyuluh, keterpaduan antar sektor, dan kinerja pelayanan birokrasi pertanian (Renstra Kementan Tahun ). Potensi subsektor tanaman pangan, khususnya komoditas kedelai harus diikuti dengan peningkatan produktivitas agar perkembangan output komoditas kedelai dapat terus ditingkatkan dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang optimal dan didukung efisiensi produksi, seperti peningkatan teknologi dan input pada usaha tani komoditas kedelai. Saat ini pengukuran produktivitas kedelai yang dilakukan oleh lembaga terkait adalah dengan menggunakan sistem ubinan. Namun, sistem ini menimbulkan bias yang cukup tinggi karena pemetaan lahan panen kedelai belum jelas, selain itu produktivitas dalam hal ini hanya

4 4 mempertimbangkan jumlah produksi dan luas lahan panen saja. Berikut adalah data produksi komoditas kedelai nasional tahun Tabel 1.1 Data Produksi Komoditas Kedelai Nasional Tahun Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) , , , , , , , , , , ,560 Sumber : BPS (2015) Produktivitas dalam tabel di atas dihitung dari perbandingan antara produksi dan luas panen. Dalam tabel terlihat kecenderungan produktivitas yang terus mengalami kenaikan, kondisi tersebut lebih disebabkan karena penurunan luas panen yang lebih besar dibandingkan dengan produksinya. Program pemerintah yang ingin menaikkan produktivitas kedelai tiap tahunnya namun kondisi luas panen yang terus menurun, perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas kedelai selain luas panen, seperti yang diketahui bahwa luas lahan panen tidak bertambah dan justru cenderung semakin berkurang tiap tahunnya. Sebenarnya produktivitas tersebut masih bisa ditingkatkan bila ada komitmen dan dukungan penuh dari pemerintah, mulai dari penyuluhan, subsidi pupuk, pemberian benih unggul, mekanisasi teknologi pertanian, dan dukungan infrastruktur pertanian lainnya (Investor Daily, 2012). Program pemerintah yang

5 5 dilakukan selama ini yang berupa usaha peningkatan produktivitas antara lain: sebsidi benih, pupuk, bunga kredit program, dan perbaikan irigasi (Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN - SETJEN DPR-RI, 2014). Krisis harga kedelai dan anjloknya produktivitas kedelai lokal di tahun 2012 menunjukkan betapa rentannya ketahanan pangan Indonesia, khususnya yang terkait dengan pemenuhan pangan pedesaan. Kedelai lokal yang tidak mampu memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri menyebabkam tingginya volume kedelai impor. Padahal untuk melakukan impor dibutuhkan anggaran belanja yang tidak sedikit. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut mengingat potensi untuk meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri yang dapat dilakukan (Rante, 2013). Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah penghasil kedelai terbesar di Indonesia. Produksi kedelai di wilayah Grobogan dapat mencukupi kebutuhan kedelai di wilayahnya. Namun, hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Grobogan terus melakukan usaha peningkatan produksi kedelai di wilayah ini mengingat di Kabupaten Grobogan memiliki varietas kedelai lokal yaitu varietas Grobogan yang memiliki potensi produksi hingga 3,40 ton/ha. Pada periode , usaha tani kedelai di Kabupaten Grobogan telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan penggunaan lahan itu sendiri. Provinsi Jawa Tengah termasuk salah satu wilayah dengan produksi kedelai terbesar di Indonesia dengan sentra produksinya di Kabupaten Grobogan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.2 dan Tabel 1.3. Menurut data BPS

6 6 Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2014 Kabupaten Grobogan memiliki luas panen ha dengan jumlah produksi ,26 ton dan produktivitas 2,285 ton/ha (lihat Lampiran 1.1). Tabel 1.2. Provinsi dengan Jumlah Produksi Kedelai Terbesar Provinsi Produksi Kedelai (ton) * Rata-rata Jawa Timur ,80 Jawa Tengah ,20 NTB ,33 Jawa Barat ,33 Aceh ,83 Sumber: BPS (2015) Tabel 1.3. Luas Panen, Jumlah Produksi, dan Rata-rata Produksi Kedelai menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah No Kabupaten/Kota Kedelai Luas Panen (ha) Produksi (ton) Rata-rata Produksi (ton/ha) 1. Kab. Grobogan ,26 2, Kab. Blora ,46 2, Kab. Wonogiri ,07 1, Kab. Kebumen ,98 1, Kab. Purworejo ,39 1,854 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah (2015) Jumlah produksi dan ketersediaan kadelai di Kabupaten Grobogan sudah mampu memenuhi kebutuhan di dalam daerah Grobogan, sehingga penjualan kedelai Grobogan saat ini sudah sampai ke wilayah Jawa Tengah lain di luar Kabupaten Grobogan. Berikut merupakan grafik produksi, ketersediaan, dan kebutuhan kedelai di Kabupaten Grobogan dalam lima tahun terakhir.

7 Ton Th. Produksi (Ton) Kebutuhan (ton) Ketersediaan (Ton) Plus/Minus (Ton) Gambar 1.1. Grafik Produksi, Ketersediaan, dan Kebutuhan Kedelai di Kabupaten Grobogan Tingginya produksi kedelai menjadikan harapan dalam usaha tani komoditas ini untuk dikembangkan dan ditingkatkan produktivitasnya. Akan tetapi untuk melakukan pengembangan dan meningkatkan produktivitas tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu besaran produktivitas faktor total serta hubungan berbagai faktor mikro, baik aspek produksi seperti luas areal produktif, produksi kedelai, penanganan pascapanen, maupun aspek produksi lain yang berkaitan dengan permintaan dan harga kedelai serta aspek perdagangan kedelai. Faktor produksi yang efisien akan menciptakan produksi yang optimal. Selain peningkatan faktor produksi secara kuantitatif, dibutuhkan faktor lain untuk mencapainya yaitu produktivitas. Tingkat produktivitas dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur besarnya dampak keterbatasan teknologi terhadap kinerja sektor melalui Total Factor Productivity (TFP) (Mayashinta dan Muhammad, 2013). Saat ini pengukuran produktivitas dengan pendekatan Total Factor Productivity (TFP) belum banyak dilakukan dan baru dilakukan oleh individual atau kelompok studi tertentu yang tertarik dengan permasalahn TFP. Padahal TFP dinilai sebagai sebuah ukuran produktivitas menyeluruh yang telah

8 8 mendapat pengakuan dan diterima tidak hanya dalam pembuktian teoritis, melainkan juga dalam praktik pengambilan kebijakan dan analisis ekonomi. Bahkan, di berbagai negara tingkat pertumbuhan TFP tertentu telah dijadikan sebagai sebuah target dalam penyusunan rencana pembangunan nasional mereka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat produktivitas kedelai tidak hanya dilihat dari faktor luas lahan saja namun dilihat dari pengaruh faktor-faktor produksi yang lain, sehingga nantinya dapat dijadikan sebuah masukan langkah perbaikan dan strategi untuk meningkatkan produktivitas kedelai di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah pada khususnya, dan produktivitas kedelai nasional pada umumnya karena untuk dapat meningkatkan daya saing komoditas kedelai lokal ini perlu adanya peningkatan efisiensi dan produktivitas. Hal ini menjadi dasar dilakukannya penelitian dengan judul Analisis Produktivitas Usaha Tani Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah Rumusan Masalah Dari ulasan latar belakang di atas diperoleh pokok permasalahan sebagai berikut. 1. Diperlukannya sebuah informasi alokasi penggunaan faktor-faktor input yang mempengaruhi produksi kedelai di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. 2. Diperlukannya analisa tingkat efisiensi usaha tani kedelai tingkat petani di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. 3. Diperlukannya analisa kondisi pertumbuhan produktivitas faktor total yang mencerminkan progress produktivitas kedelai lokal di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

9 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1. Komoditas yang diteliti dalam pengukuran efisiensi dan produktivitas fokus pada kedelai kuning yang dihasilkan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. 2. Stratifikasi wilayah dilakukan berdasarkan tipe lahan irigasi dan non irigasi serta ketinggian wilayah secara makro, keragaman dalam irigasi dan non irigasi serta ketinggian wilayah di masing-masing blok tidak dipertimbangkan. 3. Analisa efisiensi teknis dan produktivitas faktor total direpresentasikan menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). 4. Dalam perhitungan efisiensi, parameter yang diperhitungkan ialah parameter kuantitas, dan tidak membahas mengenai parameter kualitas. 5. Data yang diolah adalah data primer yang diperoleh saat penelitian yang dilakukan pada Bulan Desember 2015 sampai dengan Mei 2016, yang mencakup data produksi kedelai masa tanam 2014 dan Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis alokasi penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi kedelai di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. 2. Menganalisis tingkat efisiensi relatif usaha tani kedelai di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah dengan metode Data Envelopment Analysis.

10 10 3. Menganalisis kondisi produktivitas dan perubahan Total Factor Productivity (TFPC) yang mencerminkan progress produksi kedelai di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui alokasi penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi kedelai di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah sehingga dapat menjadi dasar untuk meningkatkan produktivitas. 2. Mengetahui dan dapat menggambarkan tingkat efisiensi relatif, kondisi produktivitas, dan perubahan produktivitas faktor total yang mencerminkan progress produksi kedelai oleh usaha tani kedelai di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. 3. Memperluas kajian penelitian topik produktivitas, termasuk dalam pendekatan metode sampling dan metode penelitian yang dilakukan. 4. Dapat memperkaya penyusunan strategi-strategi peningkatan nilai produksi dan produktivitas kedelai lokal untuk mencapai swasembada kedelai dan menyusun area percontohan budidaya dan produksi kedelai lokal di Indonesia. 5. Bagi masyarakat luas, dapat memperkaya wawasan tentang produktivitas komoditas kedelai lokal, khususnya untuk komoditas kedelai kuning yang dihasilkan di Kabupaten Grobogan.