III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri"

Transkripsi

1 56 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri menjadi tiga katagori utama, yaitu (1) karaktersistik teknologi produksi pertanian, (2) karakteristik rumahtangga petani (farm household) sebagai satu unit ekonomi, dan (3) karakteristik produk-produk pertanian sebagai komoditas. Mempelajari perilaku ekonomi rumahtangga petani berarti suatu kajian yang memfokuskan pada karakteristik kedua. Karakteristik tersebut sangat penting dipelajari mengingat sebagian besar sektor pertanian di dunia berkembang, termasuk Indonesia, dikuasai oleh rumahtangga petani tersebut. Sebelum mempelajari rumahtangga petani, perlu melihat konsep rumahtangga sebagai unit ekonomi atau sebagai entitas ekonomi. Secara teoritik rumahtangga dapat dipandang sebagai satu unit ekonomi yang perilakunya dapat dipelajari. Rumahtangga dipandang sebagai unit ekonomi yang mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dipenuhi dengan memanfaatkan sejumlah sumberdaya yang tersedia. Analog dengan rumahtangga adalah perusahaan (firm) dalam teori ekonomi, merupakan organisasi ekonomi yang bertujuan memaksimumkan keuntungan dengan menggunakan sejumlah sumberdaya yang dikuasai perusahaan. Adanya tujuan yang ingin dicapai dan adanya sejumlah sumberdaya yang tersedia, perilaku rasional organisasi perusahaan dapat dipelajari. Sama halnya dengan unit rumahtangga, perilaku rasionalnya dapat dipelajari jika rumahtangga sebagai satu unit ekonomi mempunyai tujuan yang ingin dicapai dan ada sejumlah sumberdaya, yang tentunya terbatas, yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tersebut. Pada rumahtangga tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimumkan fungsi kegunaan atau fungsi utilitas dengan memanfaatkan sejumlah sumberdaya rumahtangga.

2 57 Rumahtangga, dengan demikian, harus diasumsikan merupakan unit ekonomi yang mempunyai fungsi utilitas tertentu. Jika demikian, maka perilaku rasional rumahtangga adalah perilaku di dalam menuju titik keseimbangan yaitu maksimum utilitas. Keunikan rumahtangga sebagai unit ekonomi adalah adanya hubungan simultan antara perilaku produksi dan perilaku konsumsi, yang tidak terjadi pada organisasi perusahaan. Perusahaan sebagai suatu unit ekonomi akan dipandang sebagai organisasi yang hanya melakukan kegiatan produksi barang atau jasa untuk mencari keuntungan maksimum. Konsumsi biasa diturunkan dari perilaku individu yang perilaku rasionalnya adalah memaksimumkan kepuasan dengan kendala sejumlah anggaran tertentu, yang kemudian secara agregat melahirkan fungsi permintaan. Adanya hubungan simultan antara produksi dan konsumsi dalam rumahtangga menyebabkan perilaku rumahtangga memerlukan landasan teori ekonomi yang unik Teori Alokasi Waktu Becker Salah satu teori ekonomi rumahtangga dikemukakan oleh Becker (1965) atau Becker (1976). Becker memulai teorinya dengan menyoroti waktu yang tersedia bagi rumahtangga. Waktu menurut Becker merupakan suatu sumberdaya yang bersifat langka bagi rumahtangga. Hampir 50 persen waktu yang tersedia dalam kehidupan rumahtangga digunakan untuk kegiatan rumahtangga dalam bentuk istirahat, memasak, rekreasi, dan lain-lain. Begitu besar bagian waktu rumahtangga yang digunakan untuk kegiatan tersebut, sehingga persoalan alokasi dan efisiensi waktu menjadi penting dalam mempelajari kesejahteraan rumahtangga. Rumahtanga diasumsikan akan mengkombinasikan waktu dengan sejumlah barang untuk menghasilkan suatu produk yang disebut barang Z yang secara langsung

3 58 akan menghasilkan utilitas tertentu. Konsep ini berbeda dengan teori konsumsi yang akan menghasilkan utilitas secara langsung dengan cara mengkonsumsi barang atau jasa tertentu. Manurut Becker, yang menghasilkan utilitas bukan barang atau jasa tersebut, tetapi suatu produk akhir yang disebut barang Z tersebut. Tentu saja secara praktis mengidentifikasi barang Z tidak semudah mengidentifikasi barang atau jasa yang biasa dihasilkan oleh kegiatan perusahaan. Misalnya rumahtangga mengkombinasikan sejumlah barang seperti sayuran dan bumbu dengan sejumlah waktu yang diperlukan untuk memasak dan menyajikan masakan akan menghasilkan barang Z untuk dinikmati rumahtangga. Contoh lain, menggunakan TV sebagai barang elektronik dikombinasikan dengan waktu menonton acara TV akan menghasilkan barang Z yang juga akan menimbulkan utilitas tertentu. Barang Z tersebut sifatnya abstrak, tetapi menimbulkan utilitas tertentu. Memproduksi barang Z i memerlukan tekonologi tertentu, sehingga Becker juga mengajukan bahwa rumahtangga mempunyai fungsi produksi tertentu yang dinyatakan dengan Zi = f i (X i, T i ). Di sini barang Z ditentukan oleh input dalam bentuk vektor barang X i, dan vektor waktu T i. Menggunakan kosep ini, kegiatan rumahtangga dipandang sebagai unit ekonomi yang melakukan dua kegiatan sekaligus, yaitu kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi. Fungsi utilitas yang akan dimaksimumkan rumahtangga adalah mengkombinasikan berbagai barang Z i yang dapat dinyatakan dengan U= U(Z i,..., Z m ). Karena Zi = f i (X i, T i ), maka U=(X i,, X m, T i,, T m ). Di dalam memaksimumkan fungsi utilitas tersebut, rumahtangga dihadapkan pada kendala anggaran g(z i,..., Z m )=Z, dimana g adalah fungsi pengeluaran rumahtangga dan Z adalah maksimum sumberdaya rumahtangga.

4 59 Secara lebih praktis, memaksimumkan fungsi tujuan U=(X i,, X m, T i,, T m ) dibatasi dengan kendala anggaran untuk pembelian barang dan kendala waktu yang tersedia di dalam rumahtangga. Nilai pembelian barang dapat dirumuskan dengan p i X i, dimana p i adalah harga barang ke-i. Nilai barang yang dibeli tersebut tentunya harus sama dengan nilai penerimaan rumahtangga yang diperoleh dari aktivitas kerja T w *W, dimana W adalah penerimaan per unit T atau upah, dan penerimaan yang bukan karena aktivitas kerja, V. Secara matematik dinyatakan p i X i = I =T w *W +V, dimana I adalah besaran nilai barang yang sama dengan nilai penerimaan uang rumahtangga. Kendala waktu dinyatakan dengan T i =T e =T-T w, dimana T e adalah jumlah waktu yang digunakan untuk kegiatan di dalam rumahtangga, T adalah total waktu yang tersedia di rumahtangga, dan T w adalah waktu kerja untuk memperoleh pendapatan. Fungsi produksi Zi = f i (X i, T i ), dapat dinyatakan juga sebagai T i t i Z i dan X i b i Z i, dimana t i adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit barang Z i, dan b i adalah barang yang diperlukan untuk untuk menghasilkan satu unit Z i. Memanfaatkan hubungan T pada kendala waktu, maka kedua kendala tersebut dapat disederhanakan menjadi p i X i + T i W = T*W +V S. Di sini S oleh Becker disebut sebagai full income. Untuk menyederhanakan, disini W dianggap konstan. Full income adalah penerimaan rumahtangga jika waktu yang tersedia diukur dengan tingkat upah ditambah dengan penerimaan yang diperoleh dari bukan aktivitas kerja. Full Income dapat dibelanjakan untuk barang Z, baik secara langsung melalui pengeluaran p i b i Z i atau secara tidak langsung melalui konsumsi waktu (tidak bekerja mencari pendapatan) Wt i Z i. Adanya konsep full income memungkinkan substitusi antara konsumsi barang dan penggunaan waktu, termasuk waktu untuk kegiatan rumahtangga. Di samping itu,

5 60 konsep full income juga memungkinkan substitusi antara pendapatan menurut konsep ekonomi dan pendapatan menurut konsep non-ekonomi. Unit rumahtangga dapat memilih untuk bekerja memperoleh pendapatan atau tidak bekerja dengan melakukan aktivitas rumahtangga atau bahkan memilih istirahat, dengan tujuan memaksimumkan utilitas. Jika rumahtangga memang akan memaksimumkan utilitas, maka dapat dirumuskan kondisi keseimbangan yang akan dicapai yaitu Ui= U/ Zi= ëð i, dimana ð= p i b i +W i t i dan ë diinterpretasika sebagai utilitas marginal pendapatan. Teori yang dikemukakan Becker dapat diperjelas dengan bantuan grafik seperti telihat pada Gambar1. Pada Gambar 1, sumbu vertikal menunjukkan jumlah barang Z yang dihasilkan oleh rumahtangga. Barang Z tersebut diasumsikan dihasilkan dengan mengalokasikan waktu yang tersedia di dalam rumahtangga. Waktu tersebut dinyatakan dalam sumbu horisontal. Total waktu yang tersedia misalnya sebesar T. Pada sumbu ini waktu rumahtangga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu waktu yang digunakan untuk kegiatan rumahtangga, waktu yang digunakan untuk bekerja memperoleh pendapatan, dan waktu untuk bersantai. Kurva PT adalah kurva produk total menghasilkan barang Z dengan memanfaatkan waktu kegiatan rumahtangga. Garis lurus S menggambarkan nilai tenaga kerja rumahtangga dinilai dengan tingkat upah riil w = W/p. Tingkat upah riil yang berlaku digambarkan dengan garis lurus putus-putus ww. Pada kondisi keseimbangan, yaitu dimana rumahtangga memaksimumkan utilitas, garis upah ww akan akan menyinggung kurva produk total PT dan kurva indiferen I 1. Pada kondisi ini, tenaga kerja rumahtangga akan dialokasikan untuk santai sebanyak T- T1, untuk kegiatan bekerja memperoleh pendapatan sebanyak T1-T2, dan untuk kegiatan rumahtangga sebanyak T2-O.

6 61 Z I 2 w1 Z I 1 G F w B C S PT E A I w H D 0 T3 T2 T4 T1 Gambar 1. Efek Perubahan Upah Pada Model Ekonomi Rumahtangga Becker Sumber: Ellis,1988 (dimodifikasi) T Pada Gambar 1 juga diperlihatkan jika seandainya terjadi perubahan pada tingkat upah. Perubahan tingkat upah dengan harga produk p konstan, maka akan terjadi kenaikan upah riil yang ditunjukkan dengan perubahan kurva ww menjadi lebih curam ke w1. Adanya perubahan upah ini direspons oleh rumahtangga dengan merealokasi waktu yang tersedia. Pada Gambar 1 diperlihatkan, perubahan terjadi dengan mengurangi kegiatan untuk rumahtangga, dari T2-O menjadi T3-O. Titik keseimbangan diperoleh pada titik persinggungan antara kurva produk total PT dengan garis upah yang baru. Pengurangan kegiatan rumahtangga menambah ketersediaan waktu untuk bekerja memperoleh pendapatan dan waktu santai. Keseimbangan diperoleh pada titik singgung

7 62 garis upah yang baru dengan kurva indiferen I 2. Titik keseimbangan ini tergantung pada bagaimana rumahtangga menilai waktu santai. Jika waktu santai merupakan barang normal, kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh kenaikan upah kerja akan menyebabkan waktu santai rumahtangga meningkat. Sebaliknya, jika waktu santai dinilai sebagai barang inferior, maka peningkatan pendapatan tersebut akan menyebabkan waktu santai berkurang. Pada Gambar 1, diasumsikan bahwa waktu santai merupakan barang normal, sehingga keseimbangan baru dicapai dengan menambah waktu santai, yang berarti mengurangi waktu yang digunakan untuk bekerja. Kondisi seperti ini akan menghasilkan kurva penawaran tenaga kerja bersudut negatif, atau backward bending supply Model Rumahtangga Petani Chayanov Jika Becker berangkat dari pemikiran rumahtangga secara murni, maka Chayanov sudah mengarahkan pemikirannya pada rumahtangga petani. Ellis (1988) memandang perilaku rumahtangga petani model Chayanov ini sebagai perilaku rumahtangga yang menghindar dari kerja keras yang disebut drudgery averse. Pada model ini, rumahtangga menganggap bekerja adalah sebagai suatu yang harus dihindari karena tidak menyenangkan. Pilihan rumahtangga adalah bekerja di usahatani untuk memperoleh pendapatan tetapi tidak menyenangkan atau bersantai (leisure) memperoleh kepuasan. Bisa juga pilihannya adalah bekerja di usahatani untuk memperoleh pendapatan untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi atau tidak bekerja dengan mendapatkan kesenangan waktu bersantai. Di dalam memilih harus ada kriteria tertentu yang menjadi patokan pengambilan keputusan. Seperti halnya pada teori alokasi waktu yang dijelaskan di atas, model

8 63 Chayanov juga mengasumsikan bahwa rumahtangga petani berusaha memaksimumkan utilitas. Perbedaan utama dengan teori Becker adalah adanya pertimbangan subjektif rumahtangga didalam menentukan alokasi waktu. Menurut Ellis (1988) faktor utama yang menentukan pilihan alokasi waktu adalah struktur demografi rumahtangga. Struktur demografik tersebut dinyatakan dalam bentuk rasio antara jumlah anggota rumahtangga yang menjadi beban konsumsi dengan jumlah anggota rumahtangga yang bekerja, dinyatakan dengan rasio c/w. Semakin banyak anggota rumahtangga yang menjadi beban konsumsi relatif terhadap yang bekerja, rasio tersebut semakin besar. Ellis (1988) juga mencatat asumsi yang mendasari model Chayanov adalah: (1) tidak ada pasar tenaga kerja, tidak ada upah yang dapat diperoleh anggota rumahtangga yang bekerja di luar rumahtangga, (2) produk yang dihasilkan usahatani dapat digunakan untuk konsumsi atau dijual ke pasar pada tingkat harga pasar yang berlaku, (3) seluruh rumahtangga petani dapat mengakses lahan secara fleksibel untuk digunakan dalam proses produksi usahatani, dan (4) terdapat pendapatan minimum per-orang yang diterima sebagai norma masyarakat, dan konsekuensinya adalah adanya tingkat konsumsi minimum di rumahtangga Perilaku rumahtangga dalam model Chayanov dapat digambarkan sebagai memaksimumkan fungsi utilitas dengan kendala fungsi produksi, pendapatan minimum, dan maksimum waktu kerja. Secara matematik dinyatakan maksimumkan U=f(Y,H), dimana Y adalah pendapatan rumahtangga, dan H adalah waktu santai. Kendala untuk memaksimumkan fungsi tersebut adalah Y=Py.f(L); Y Y min ; L L maks, dimana Y adalah pendapatan, Py adalah harga produk, f(l) adalah fungsi produksi dengan L tenaga kerja sebagai input. Secara mudah, persoalan tersebut dapat diselesaikan dan akan diperoleh

9 64 keseimbangan ( U/ H)/( U/ Y)= ( Y/ H)=NPM L. Jadi pada kondisi keseimbangan diperoleh bahwa substitusi marjinal waktu santai dengan pendapatan sama dengan nilai produk marjinal tenaga kerja rumahtangga. Kondisi ini tercapai jika memang kendala yang diajukan bersifat mengikat atau binding. Pada Gambar 2 disajikan kondisi keseimbangan rumahtangga menurut Chayanov dan juga diperlihatkan efek perubahan faktor demografik pada keseimbangan baru. Pada Gambar 2 terlihat sumbu vertikal menggambarkan nilai produk yang diperoleh dari kegiatan usahatani, sedangkan sumbu horizontal menunjukkan alokasi waktu kerja. Pada model ini jumlah waktu tersedia bagi rumahtangga sebesar L. Namun jumlah waktu yang dapat digunakan untuk bekerja terbatas sebesar L maks. Pada gambar tersebut juga terlihat juga fungsi produksi rumahtangga menghasilkan nilai produk total dengan menggunakan input tenaga kerja rumahtangga.

10 65 Y I 1 I 2 Y Y 1 Y 2 min A B NPT Y 2 min Y 1 min Y 1 min 0 L L 1 L maks Gambar 2. Model Keseimbangan Rumahtangga Menurut Chayanov Sumber : Ellis,1988 Sesuai dengan asumsi yang dikemukakan di atas, pada model Chayanov terdapat kendala pendapatan minimum, yang pada Gambar 2 dinyatakan dengan garis lurus horizontal pada Y 1min. Adanya kendala pendapatan minimum pada tingkat tersebut menyebabkan alokasi kerja berada pada keseimbangan di titik A, yaitu titik singgung L 2 antara kurva nilai produk total dengan kurva indiferen I 1. Pada kondisi keseimbangan ini, tenaga kerja yang dialokasikan untuk kegiatan usahatani sebesar O-L 1, sisanya L-L 1 dialokasikan untuk waktu santai. Selanjutnya diasumsikan terjadi perubahan struktur demografi pada rumahtangga, misalnya adanya tambahan beban konsumsi relatif terhadap jumlah yang bekerja. Perubahan struktur demografik ini meningkatkan pendapatan minimum dari Y 1min ke Y 2min. Pada rasio c/w, berarti perubahan hanya terjadi pada c. Perubahan tersebut tidak

11 66 mengubah fungsi produksi, namun menggeser kurva indiferen dari I 1 ke I 2. Kurva indiferen I 2 digambarkan lebih landai dibandingkan dengan I 1 untuk menggambarkan peningkatan marjinal utilitas pendapatan dan penurunan marjinal utilitas waktu santai. Peningkatan marjinal utilitas pendapatan karena adanya tekanan kebutuhan konsumsi. Keseimbangan baru tercapai pada titik B, yaitu pada titik singgung antara kurva produk total dengan kurva indiferen I 2. Tenaga kerja yang dialokasikan untuk kegiatan usahatani menjadi L 2 -O, lebih besar dibandingkan kondisi sebelumnya. Peningkatan jumlah waktu kerja yang dialoksikan untuk usahatani disebabkan adanya kebutuhan konsumsi yang meningkat. Mengingat kebutuhan ini hanya diperoleh dari kegiatan usahatani, maka setiap peningkatan kebutuhan konsumsi akan diikuti dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja. Di sisi lain, peningkatan penggunaan tenaga kerja untuk usahatani menurunkan alokasi waktu untuk santai. Dari model Chayanov ini terlihat ada hubungan antara karakteristik demografi dengan perilaku rumahtangga melalui perubahan relatif antara beban konsumsi dan yang bekerja. Implikasi dari model ini adalah bahwa setiap kebijakan yang mempengaruhi beban konsumsi keluarga dapat mempengaruhi keputusan rumahtangga. Keterbukaan terhadap pasar barang konsumsi yang meningkatkan kebutuhan konsumsi rumahtangga, dapat meningkatkan marjinal utilitas pendapatan, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan alokasi kerja ke usahatani. Tentu sebaliknya bisa terjadi, dimana rumahtangga berada di daerah yang kurang menyediakan kebutuhan konsumsi, akan menurunkan marjinal utilitas pendapatan. Rumahtangga akan lebih menghargai waktu santai dibandingkan dengan bekerja, karena marjinal utilitas waktu santai meningkat,

12 67 Ciri demografik yang mempengaruhi keputusan produksi, sering dijadikan indikator sejauh mana keterpisahan antara keputusan konsumsi dan keputusan produksi. Semakin kuat ciri demografi mempengaruhi keputusan produksi, menunjukkan semakin kuat hubungan antara produksi dan konsumsi Teori Ekonomi Rumahtangga Petani Nakajima Teori Nakajima (Nakajima,1986) tentang perilaku ekonomi rumahtangga petani lebih komprehensif dibanding teori Becker dan Chayanov seperti yang dikemukakan di atas. Dasar teori yang digunakan adalah teori Becker dan Chayanov, namun dikembangkan lebih lanjut, yaitu adanya pasar produk dan pasar tenaga kerja dan pasar input lainnya. Ciri adanya keseimbangan subjektif masih tampak pada teori ini mengingat perilaku rumahtangga tidak terlepas dari penggunaan tenaga kerja keluarga. Nakajima (1986) mengasumsikan bahwa rumahtangga berusaha memaksimumkan fungsi utilitas U = U(T, M) dengan mengkombinasikan penggunaan tenaga kerja T dan pendapatan uang M. Fungsi utilitas U akan dimaksimumkan dengan kendala fungsi produksi F = F(T,L), yaitu kegiatan produksi usahatani untuk menghasilkan satu jenis produk usahatani dengan memanfaatkan input tenaga kerja T sebagai input variabel dan lahan L sebagai input tetap. Dari kegiatan usahatani tersebut, rumahtangga memperoleh pendapatan uang M = Py.F(T,L), dimana Py adalah harga pasar untuk produk usahatani yang dihasilkan. Berdasarkan fungsi utilitas dan kendala yang ada, keseimbangan rumahtangga petani dapat dicari dan dihasilkan Py( F/ T ) = -U T /U M, dimana U T = U/ T, dan U M = U/ M. Jika di per hati kan Py( F/ T ) adalah nilai produktivit as marjinal tenaga kerja keluar, sedangkan -U T /U M merupakan substitusi marjinal tenaga kerja terhadap

13 68 pendapatan uang atau secara verbal merupakan nilai pendapatan yang dikorbankan setiap satu satuan tambahan tenaga kerja keluarga. Nakajima menyebut -U T /U M sebagai penilaian marjinal penggunaan tenaga kerja keluarga (marginal valuation of family labor). Penilaian tersebut bersifat subjektif, sehingga keseimbangan yang diperoleh juga merupakan keseimbangan subjektif. Hal tersebut sedikit berbeda dengan organisasi perusahaan, dimana perusahaan akan mencapai kondisi keuntungan maksimum jika nilai produktivitas marjinal penggunaan input tertentu akan sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan. Jika faktor produksi tersebut adalah tenaga kerja, maka pada tingkat upah W, akan terjadi keseimbangan pada Py( F/ T )=W. Secara grafis kondisi keseimbangan pada ekonomi rumahtangga petani Nakajima disajikan pada Gambar 3. Pada gambar tersebut terdapat dua gambar utama dimana gambar bagian bawah merupakan turunan dari gambar di atasnya. Setiap kemiringan kurva yang ada di atasnya digambarkan menjadi jarak pada gambar di bawahnya. Pada Gambar 3 sumbu horizontal menunjukkan alokasi tenaga kerja rumahtangga. Diasumsikan rumahtangga mempunyai tenaga kerja maksimum sebesar T. Pilihannya adalah berapa yang dialokasikan untuk kegiatan usahatani dan berapa yang dialokasikan untuk bersantai. Pada model dasar ini, diasumsikan tidak ada pasar tenaga kerja. Dengan demikian rumahtangga tidak dapat menyewa atau menjual tenaga kerja. M I H A NPT Y Mo Y 1 Mo 0 T 1 T 2 T VM T

14 69 Sumbu vertikal menggambarkan nilai uang pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari kegiatan usahatani Py.F(T,L). Secara implisit diasumsikan bahwa produk usahatani dapat dijual ke pasar dengan harga Py. Pada gambar juga diperlihatkan adanya garis minimum pendapatan untuk memenuhi kebutuhan subsisten keluarga atau disingkat menjadi kebutuhan minimum subsisten Mo-Mo. Garis Mo-Mo bersudut positif untuk menunjukkan bahwa kurva indiferen selalu bersudut positif, sejajar dengan garis Mo- Mo, atau penilaian marjinal tenaga kerja keluarga selalu positif. Selanjutnya, pada tingkat harga produk usahatani sebesar Py, terdapat kurva penerimaan produk total NPT. Turunan dari kurva ini adalah kurva nilai produktivitas marjinal (NPM T ) yang tertera pada gambar dibagian bawah. Kurva ini bersudut negatif, semakin menurun sejalan dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja keluarga. Di sisi lain terdapat kurva penilaian marjinal tenaga kerja keluarga (VM T ) bersudut positif. Pada kondisi rumahtangga memaksimumkan utilitas U, keseimbangan diperoleh pada titik A, yaitu pada titik singgung antara kurva nilai produk total NPT dengan kurva indiferen I.

15 70 Pada kondisi ini, terjadi keseimbangan subjektif NPM T =VM T seperti telah dijelaskan di atas. Pada kondisi keseimbangan, tenaga kerja keluarga dialokasikan untuk kegiatan usahatani sebesar OT 2. Sisanya T 2 T dialokasikan untuk waktu santai. Selanjutnya, pada model rumahtangga petani Nakajima dapat dipelajari pula pengaruh perubahan harga produk usahatani Py. Pengaruh perubahan yang terjadi dapat diilustrasikan dengan grafik seperti terlihat pada Gambar 4. Gambar 4 identik dengan Gambar 3. Jika pada kondisi Gambar 3 kemudian diasumsikan terjadi kenaikan harga produk Py, maka yang akan terganggu adalah kurva NPT, karena NPT = Py.F(T,L) = M seperti telah dijelaskan sebelumnya. Harga produk pada kurva NPT menentukan sudut kemiringan kurva dari titik pusat tanpa mengubah bentuk kurva itu sendiri, karena fungsi produksi secara fisik tidak berubah. Kurva NPT berubah menjadi NPT 1 seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Perubahan juga terjadi pada kurva turunannya, yaitu pada kurva nilai produktivitas marjinal tenaga kerja (NPM T ) dan kurva penilaian marjinal tenaga kerja keluarga (VM T ). Setelah terjadinya kenaikan harga Py, titik keseimbangan baru terjadi pada titik B, yaitu titik singgung antara kurva indiferen I 1 dengan kurva NPT 1. Tenaga kerja keluarga kemudian dialokasikan untuk usahatani sebesar OT 3, dan untuk waktu santai sebesar T 3 T. Pada kurva turunannya, titik keseimbangan terjadi pada titik potong antara NPM T1 dan VMT 1, yaitu suatu titik keseimbangan subjektif baru. M C H NPT 1 I 1 B NPT I A NPT Y Mo Mo

16 71 Sumber: Becker,1986 Seperti halnya pada teori permintaan, efek perubahan harga produk dapat dipilah menjadi efek substitusi dan efek pendapatan. Pada model rumahtangga petani Nakajima, pemilahan yang sama dapat juga dilakukan. Pada Gambar 4 diperlihatkan kurva nlai produk total NPT dalam bentuk garis putus -putus sejajar dengan kurva nilai produk total NPT lama. Kurva NPT menunjukkan pergeseran nilai produk total yang lama tanpa mengubah sudut kemiringan dari titik pusat dan menyentuh kurva indiferen baru I 1. Perubahan dari NPT ke NPT merupakan efek pendapatan. Sebenarnya, fenomena ini bisa terjadi juga karena adanya perubahan pendapatan rumahtangga di luar kegiatan kerja, seperti pendapatan yang berasal dari penguasaan aset E, pada NPT = Py.F(T,L)+E = M. Karena E adalah suatu konstanta, maka perubahan E akan menggeser

17 72 kurva NPT sejajar menjadi NPT. Karena itu, Nakajima menyebut efek pendapatan ini sebagai efek pendapatan aset (asset income effect). Alokasi tenaga kerja keluarga sebagai efek pendapatan diperlihatkan perubahan dari titik A ke titik C, atau dari sepanjang T 4 -T 2 pada sumbu horizontal. Efek pendapatan pada model Nakajima ini dapat dipastikan menurunkan penggunaan tenaga kerja keluarga di usahatani. Adanya peningkatan harga produk usahatani, pendapatan rumahtangga meningkat dan kesejahteraan rumahtangga meningkat. Peningkatan kesejahteraan rumahtangga tersebut menyebabkan rumahtangga mengurangi alokasi tenaga kerja di usahatani dan memperbanyak waktu santai. Efek substitusi bekerja sebaliknya dengan efek pendapatan. Pada model Nakajima ini, adanya peningkatan harga produk usahatani menyebabkan peningkatan nilai produk marjinal tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga mempunyai insentif lebih tinggi untuk bekerja di usahatani. Oleh karena itu, peningkatan harga produk akan mendorong rumahtangga mengalokasikan lebih banyak tenaga kerja di usahatani dengan mengurangi alokasi waktu untuk santai. Mengingat adanya arah yang berlawanan antara efek pendapatan dan efek substitusi, maka efek total adanya peningkatan harga produk pada alokasi tenaga kerja tidak dapat dipastikan. Jika efek pendapatan lebih besar dibanding dengan efek substitusi maka efek peningkatan harga produk akan menurunkan alokasi tenaga kerja di usahatani. Sebaliknya, jika efek substitusi lebih dominan dibandingkan dengan efek pendapatan, maka efek peningkatan harga tersebut akan meningkatkan alokasi tenaga kerja keluarga pada usahatani. Pada Gambar 4, diasumsikan efek substitusi lebih dominan dibandingkan dengan efek pendapatan, sehingga titik B berada di sebelah kanan titik A.

18 73 Model ekonomi rumahtangga petani Nakajima dapat diperluas dengan mengasumsikan adanya pasar tenaga kerja. Rumahtangga petani pada kondisi ini mempunyai kesempatan untuk menyewa tenaga kerja dari luar keluarga untuk kegiatan usahataninya, atau bisa juga bekerja di luar usahatani sendiri (menjual tenaga kerja) untuk memperoleh sejumlah pendapatan. Pada model ini perlu dipisahkan antara tenaga kerja keluarga yang bekerja di usahatani T f, dan total tenaga kerja yang tersedia T. Diasumsikan rumahtangga berusaha memaksimumkan utilitas U = U(T,M), dengan kendala fungsi produksi F = F(T f,l). Jika diasumsikan harga produk usahatani adalah Py dan upah tenaga kerja adalah W, maka rumahtangga akan memperoleh pendapatan berupa uang M = PyF(T f,l)+w(t-t f ). Jika ternyata T f < T, berarti seluruh kebutuhan tenaga kerja di dalam usahatani sendiri dipenuhi dari tenaga kerja dalam keluarga, sisa dari tenaga kerja yang tersedia digunakan untuk bekerja di luar usahatani sendiri. W(T-T f ) menjadi pendapatan yang diperoleh dari kegiatan di luar usahatani tersebut. Sebaliknya, jika T < T f, berarti sebagian kebutuhan tenaga kerja di usahatani sendiri dipenuhi dengan tenaga kerja dari luar keluarga atau tenaga kerja upahan. W(T-T f ) pada kondisi ini menjadi biaya usahatani. Namun di dalam biaya tersebut terhitung juga penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang dinilai dengan tingkat upah yang berlaku. Berdasarkan asumsi di atas, U maksimum dapat diperoleh dengan pada keseimbangan Py( F/ T f ) = W, yaitu nilai produtivitas marjinal tenaga kerja di usahatani sama dengan tingkat upah yang berlaku. Keseimbangan ini merupakan kriteria yang sering digunakan pada organisasi perusahaan untuk memaksimumkan keuntungan. Kondisi keseimbangan seperti ini menunjukkan juga bahwa rumahtangga petani yang

19 74 dibicarakan diasumsikan berperilaku sebagai organisasi perusahaan yang berusaha memaksimumkan keuntungan. Di sisi lain, keseimbangan juga tercapai pada kondisi ( U/ T )/( U/ M) = M/ T = W. Keseimbangan tersebut menunjukkan bahwa penilaian marjinal tenaga kerja keluarga sama dengan tingkat upah yang berlaku. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, keseimbangan tersebut merupakan keseimbangan subjektif rumahtangga. Dari dua keseimbangan tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga mempunyai dua keputusan penting, yaitu keputusan produksi yang berusaha memaksimumkan keuntungan dan keputusan konsumsi yang berusaha memaksimumkan utilitas. Pada Gambar 5 disajikan grafik model keseimbangan rumahtangga petani untuk kasus menyewa tenaga kerja luar keluarga. Kasus menyewa tenaga kerja luar keluarga terjadi jika jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk kegiatan usahatani lebih banyak dibandingkan dengan jumlah yang tenaga kerja yang tersedia di rumahtangga. Pada Gambar 5 bagian atas diperlihatkan garis upah W dengan sudut kemiringan tergantung tingkat upah yang berlaku. Semakin mahal tingkat upah, sudut kemiringan garis tersebut akan semakin curam karena setiap tambahan satu satuan tenaga kerja tertentu akan memerlukan tambahan biaya tenaga kerja yang lebih mahal. Garis upah tersebut menyentuh kurva nilai produk total usahatani NPT pada titik B. Titik ini merupakan titik keseimbangan rumahtangga untuk memaksimumkan keuntungan pada keputusan produksi, yaitu Py( F/ T f ) = W. Di sisi keputusan konsumsi, pada Gambar 5 diperlihatkan garis upah W menyentuh kurva indiferen pada titik A. Pada titik A terjadi keseimbangan subjektif rumahtangga, yaitu terpenuhinya kondisi ( U/ T )/( U/ M) = M/ T = W. Alokasi

20 75 tenaga kerja rumahtangga menurut keseimbangan ini terlihat pada sumbu horizontal, yaitu sebesar OT fk digunakan untuk kegiatan di usahatani sendiri, T fk T digunakan untuk waktu santai. M H A I B W NPT ð C D E W.T f 0 T fk T T f VM T W 0 T fk T T f NPM T Gambar 5. Keseimbangan Rumahtangga Petani Kasus Menyewa Tenaga Kerja Luar Keluarga Kegiatan Sumber: usahatani Becker,1986 sendiri memerlukan tenaga kerja sebanyak OT f, terdiri atas tenaga kerja keluarga sebesar OT fk dan tenaga kerja luar keluarga sebesar OT fk T f. Adanya keseimbangan subjektif pada rumahtangga menyebabkan jumlah tenaga kerja keluarga yang dialokasikan untuk kegiatan usahatani lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang secara potensial tersedia di dalam rumahtangga.

21 76 Pada kondisi keseimbangan di atas, rumahtangga memperoleh pendapatan uang M dari kegiatan usahatani dan dari penilaian tenaga kerja keluarga yang dialokasikan untuk kegiatan usahatani. Hasil dari kegiatan usahatani dinyatakan dalam bentuk keuntungan ð = Py.F(T f,l) W.T f. Pada Gambar 5 ditunjukkan dengan jarak BE, yang merupakan kondisi keuntungan maksimum seperti terjadi pada perusahaan. Selain pendapatan yang diperoleh dari keuntungan usahatani, rumahtangga juga memperoleh penerimaan dalam bentuk penilaian tenaga kerja keluarga pada tingkat upah yang berlaku. Jika M didefinisikan sebagai M = PyF(T f,l)+w(t-t f ), dan ð = Py.F(T f,l) W.T f, maka M = ð + WT. Pada kondisi T f > T, berarti terdapat sebagian dari T f merupakan tenaga kerja dalam keluarga, misalkan sebesar T fk, Maka yang sebenarnya besar biaya tenaga kerja yang dibayarkan untuk usahatani sendiri adalah sebesar W(T f - T fk ). Nilai penggunaan tenaga kerja dalam keluarga menjadi nilai penerimaan bagi rumahtangga. Karena itu, M menjadi M = ð + WT fk, dimana WT fk nilai tenaga kerja usahatani yang berasal dari dalam keluarga. Pada Gambar 5, M digambarkan dengan jarak AT fk. Kasus lain dari model rumahtangga Nakajima adalah apabila rumahtangga berkesempatan menjual tenaga kerja di luar usahatani sendiri. Kasus ini terjadi jika penggunaan tenaga kerja di dalam usahatani sendiri ternyata lebih kecil dari jumlah tenaga kerja potensial yang ada di rumahtangga. Pada kondisi ini, rumahtangga dapat bekerja di luar usahataninya sendiri untuk memperoleh upah kerja, dan keperluan tenaga kerja di usahatani sendiri diperoleh dari tenaga kerja dalam keluarga. Kasus ini dapat dilihat pada Gambar 6. M I H B W

22 77 Pada Gambar 6 diperlihatkan kurva nilai produk total NPT menyinggung garis upah W pada titik A. Pada titik tersebut tercapai keseimbangan Py( F/ T f ) = W, yaitu nilai produktivitas marjinal tenaga kerja keluarga sama dengan tingkat upah yang berlaku. Pada titik ini pula rumahtangga memperoleh keuntungan maksimum pada kegiatan produksi di usahatani sendiri. Pada kondisi ini jumlah tenaga kerja yang dialokasikan untuk kegiatan usahatani sebesar OT f, lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang tersedia di dalam rumahtangga sebesar OT. Oleh karena itu, rumahtangga mempunyai banyak tenaga kerja yang belum digunakan. Diasumsikan pada kasus ini,

23 78 rumahtangga mempunyai kesempatan untuk menjual tenaga kerjanya di pasar tenaga kerja dengan tingkat upah W. Keputusan ini menghasilkan keseimbangan dimana garis upah menyentuh kurva indiferen I pada titik B. Keseimbangan pada titik B merupakan keseimbangan subjektif rumahtangga, yaitu penilaian marjinal tenaga kerja keluarga sama dengan tingkat upah yang berlaku, atau ( U/ T )/( U/ M) = M/ T = W. Berdasarkan titik-titik keseimbangan tersebut, alokasi tenaga kerja untuk kegiatan usahatani sendiri sebesar OT f, untuk kegiatan di luar usahatani sendiri sebesar T f T j, dan sisanya T j T digunakan untuk waktu santai. Keseimbangan di atas juga menghasilkan pendapatan rumahtangga M yang merupakan penjumlahan pendapatan dari kegiatan usahatani dan dari luar usahatani. Pendapatan dari kegiatan usahatani diperoleh sebesar keuntungan usahatani, yaitu ð = Py( F/ T f )-WT f, merupakan keuntungan maksimum. Namun mengingat Tf adalah tenaga kerja dalam keluarga, maka WTf kembali menjadi penerimaan rumahtangga. Pendapatan dari luar usahatani sebesar jumlah tenaga kerja yang dijual dikalikan dengan tingkat upah yang berlaku, yaitu W(T j -T f ). Total pendapatan rumahtangga sekarang menjadi M = Py( F/ T f ) + W(T j -T f ). Pada Gambar 6 M digambarkan dengan jarak BT j. Adanya kesempatan rumahtangga menyewa tenaga kerja luar keluarga atau bekerja di luar usahatani sendiri, memungkinkan rumahtangga untuk merespons adanya perubahan upah di pasar tenaga kerja. Asumsi yang perlu diperhatikan adalah bahwa pasar tenaga kerja yang dihadapi rumahtangga adalah pasar tenaga kerja yang bersaing sempurna. Model ekonomi rumahtangga Nakajima akan sangat berbeda jika asumsi pasar tenaga kerja tersebut tidak bersaing sempurna Model Umum Ekonomi Rumahtangga

24 79 Model ekonomi rumahtangga petani yang dijelaskan di atas, yang umumnya menggunakan visual grafik, tentunya mempunyai keterbatasan. Salah satu keterbatasannya adalah bahwa rumahtangga hanya menggunakan satu faktor produksi variabel, yaitu tenaga ker j a dan menghasilkan satu jenis produk usahatani. Asumsi tersebut bisa dilonggarkan dengan membuka kemungkinan rumahtangga menggunakan lebih dari satu jenis input dan menghasilkan atau mengkonsumsi lebih dari satu jenis produk usahatani. Kondisi ini setidaknya lebih mendekati kenyataan bahwa pada rumahtangga petani, terutama us ahatani di daerah tropis yang berlahan sempit, umumnya s ulit ditemukan rumahtangga petani yang hanya mengus ahakan satu jenis komoditi. Apalagi dalam penggunaan input, tidak ada rumahtangga petani yang hanya menggunakan satu jenis input variabel. Membahas model seperti ini tidak praktis jika menggunakan penyajian grafik. Akan lebih praktis menggunakan penyajian matematik. Model yang dapat menangkap maksud tersebut dikemukakan oleh Strauss (1986). Dimisalkan rumahtangga mengkonsumsi produk usahatani X a, produk yang dibeli dari pasar M, waktu santai anggota keluarga pria R p, waktu santai keluarga wanita R w. Jenis-jenis komoditi yang dikonsumsi tersebut bisa diperluas lebih lanjut dengan menganggap bahwa X a, R p. R w, dan M sebagai kelompok komoditi, atau suatu vektor. Berdasarkan konsumsi tersebut, diasumsikan rumahtangga mempunyai fungsi utilitas sebagai berikut: U(X a, R p, R w, M) (1)

25 80 Fungsi utilitas di atas mempunyai ciri-ciri quasi-concave dengan turunan parsial positif. Seperti biasanya, diasumsikan bahwa rumahtangga berusaha untuk memaksimumkan fungsi utilitas dengan kendala anggaran (budget) yang tersedia. Anggaran rumahtangga didefinisikan sebagai jumlah pengeluaran rumahtangga untuk membeli barang-barang dari pasar M pada harga p m, atau total anggaran yang tersedia sebesar p m M. Besarnya p m M ini harus sama dengan seluruh pendapatan tunai rumahtangga dari berbagai sumber, yang dapat dinyatakan secara sederhana sebagai berikut: p m M = p a (Q a X a ) + p c Q c p v V w p (L p F p ) w w (L w F w ) + n p N p n w N w +E (2) dimana Q a dan Q c adalah dua jenis atau kelompok komoditi pertanian yang diproduksi dari usahatani sendiri, p a dam p c masing-masing adalah harga komoditi pertanian Q a dan Q c. Diasumsikan bahwa seluruh produk Q c dijual ke pasar (commercial crop). Selanjutnya, p v adalah harga input variabel V; L p dan L w adalah penggunaan tenaga kerja pria dan wanita pada usahatani sendiri yang berasal dari dalam dan luar keluarga; F p dan F w adalah tenaga kerja keluarga pria dan wanita yang berkerja di sektor pertanian; N p dan N w adalah tenaga kerja keluarga pria dan wanita yang bekerja di luar sektor pertanian; w p dan w w adalah tingkat upah tenaga kerja pria dan wanita di sektor pertanian; n p dan n w adalah upah tenaga kerja pria dan wanita di luar sektor pertanian; dan E adalah pendapatan keluarga yang diperoleh dari bukan penggunaan tenaga kerja, misalnya dari sewa, bunga dan sejenisnya. Pada persamaan 2, (L p F p ) dan (L w F w ) merupakan keseimbangan penggunaan tenaga kerja keluarga di sektor pertanian dengan penggunaan tenaga kerja di usahatani

26 81 sendiri. Jika (L p F p ) prositif, atau penggunaan tenaga kerja pria di usahatani sendiri (tenaga kerja keluarga dan luar keluarga) lebih besar dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja keluarga pria di sektor pertanian, berarti pada usahatani sendiri terdapat pengeluaran upah sewa tenaga kerja. Sebaliknya jika (L p F p ) negatif, atau penggunaan tenaga kerja keluarga pria di sektor pertanian lebih besar dari penggunaan tenaga kerja pria pada usahatani sendiri, berarti ada penerimaan upah kerja yang diterima keluarga dari sektor pertanian. Hal ini berlaku juga bagi tenaga kerja wanita. Kendala lain yang dihadapi oleh rumahtangga di dalam memaksimumkan fungsi utilitas adalah kendala ketersediaan tenaga kerja keluarga. Di dalam hal ini bisa dibedakan menjadi tenaga kerja pria dan wanita. Kendala tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: T p = F p + N p + R p dan T w =F w +N w +R w (3) dimana T p dant w, masing-masing adalah jumlah tenaga pria dan wanita potensial yang tersedia pada keluarga, R p dan R w masing-masing adalah tenaga kerja pria dan wanita potensial yang digunakan untuk santai. N p, N w, F p, dan F w telah didefinisikan di atas. Jika F p dan F w pada persamaan 2 disubstitusikan dengan kendala tenaga kerja pada persamaan 3. p m M + p a X a + w p R p + w w R w = Y = (p a Q a + p c Q c p v V w p L p w w L w ) + (n p -w p )N p +(n w w w )N w +w p T p +w w T w + E (4) Jika diperhatikan, sisi sebelah kiri persamaan 4 adalah penilaian dari komponenkomponen yang menyusun fungsi utilitas, yaitu terdiri atas nilai konsumsi barang yang dibeli dari pasar, nilai produk pertanian yang dihasilkan dari usahatani sendiri, dan nilai

27 82 waktu istirahat yang diukur dengan tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian. Di sisi sebelah kanan merupakan full income menurut konsep Becker (Becker, 1965). Pada bagian dalam kurung pertama merupakan nilai produksi dikurangi dengan biaya peubah usahatani atau keuntungan usahatani. Pada bagian di dalam kurung kedua dan ke tiga merupakan selisih nilai penggunaan tenaga kerja keluarga pria dan wanita pada sektor non pertanian jika diukur dengan tingkat upah sektor non-pertanian dan sektor pertanian. Karena sumberdaya waktu keluarga dinilai dengan tingkat upah sektor pertanian, maka jika tingkat upah sektor non pertanian lebih besar dari sektor pertanian, akan menambah besarnya full income, sebaliknya jika upah di sektor pertanian lebih besar dari sektor non pertanian akan mengurangi full income. Selanjutnya antara input dan output dihubungkan dengan suatu fungsi produksi, yang dalam bentuk implisit dinyatakan sebagai berikut: G(Q a,q c,l p,l w,v,k)=0 (5) dimana K adalah input tetap. Bentuk fungsi produksi ini bersifat umum yang memungkinkan untuk memisahkan fungsi produksi untuk output yang berbeda, atau untuk produk bersama (joint product). Dari fungsi tujuan dan kendala-kendala yang ada tersebut di atas, jika rumahtangga akan memaksimumkan utilitasnya, maka pilihan rumahtangga dapat dimodelkan dengan model rekursif, walaupun dimensi waktu keputusan tersebut bersifat simultan (Jorgenson and Lau, 1969; Nakajima, 1969). Rumahtangga berperilaku seperti memaksimumkan sisi penerimaan dari full income dengan kendala fungsi produksi, dan kemudian memaksimumkan utilitas dengan kendala full income. Baik nilai waktu yang tersedia maupun pendapatan rumahtangga eksogenus keduanya tidak menjadi peubah

28 83 pilihan rumahtangga. Oleh karena itu memaksimumkan full income adalah sama dengan memaksimumkan nilai output dikurangi dengan input peubah (yang berarti keuntungan). Fungsi Lagrange yang dapat memaksimumkan fungsi utilitas dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada adalah sebagai berikut: = U(X a, R p, R w, M) + λ{(p a Q a + p c Q c p v V w p L p w w L w ) + (n p - w p )N p + (n w w w )N w + w p T p + w w T w + E p m M p a X a w p R p w w R w }+ µg(q a, Q c, L p, L w, V, K) (6) Syarat pertama yang harus dipenuhi agar fungsi Lagrange tersebut maksimum adalah turunan pertama fungsi tersebut harus sama dengan nol. Turunan parsial fungsi tersebut adalah sebagai berikut: / X a =U a -λp a =0 (7.1) / R p = U p -λw p = 0 (7.2) / R w = U w -λw w = 0 (7.3) / M = U m -λp m = 0 (7.4) / λ = (p a Q a + p c Q c p v V w p L p w w L w ) + (n p - w p )N p + (n w w w )N w + w p T p + w w T w + E p m M p a X a w p R p w w R w = 0 (7.5) / Q a =λp a + µg a = 0 atau (1/λ)( / Q a ) = p a + (µ/λ)g a = 0 (7.6) / Q c =λp c + µg c = 0 atau (1/λ)( / Q c ) = p c + (µ/λ)g a = 0 (7.7) / V = λp v + µg v = 0 atau (1/λ)( / V) = p v + (µ/λ)g v = 0 (7.8) / L p = λw p + µg p = 0 atau (1/λ)( / L p ) = w p + (µ/λ)g p = 0 (7.9) / L w = λw w + µg w = 0 atau (1/λ)( / L w ) = w w + (µ/λ)g w = 0 (7.10) / µ = G(Q a, Q c, L p, L w, V, K) = 0 (7.11) Penyelesaian secara simultan terhadap persamaan 7.1 sampai dengan persamaan

29 akan diperoleh fungsi permintaan rumahtangga terhadap barang dan waktu santai. Fungsi permintaan rumahtangga terhadap barang dan waktu santai merupakan fungsi dari harga barang dan tingkat upah, yang dapat dinyatakan sebagai berikut: D i = D i (p a, p c, w p, w w, p v, Y); i = X a, X c, R p, R w, dan M (8) Dengan diketahui fungsi permintaan rumahtangga tersebut, dapat juga dirumuskan fungsi penawaran tenaga kerja rumahtangga untuk usahatani dan luar usahatani. Penawaran tenaga kerja dari rumahtangga pada dasarnya merupakan total tenaga kerja keluarga dikurangi dengan waktu santai. Dengan demikian, fungsi penawaran tenaga kerja keluarga merupakan fungsi dari faktor-faktor yang sama dengan fungsi permintaan waktu santai pada persamaan 8, dinyatakan sebagai berikut: S j =S j (p a, p c, w p, w w, p v, Y); j = p, w (9) Dari persamaan 7.6 sampai dengan persamaan 7.11 akan diperoleh fungsi penawaran produk usahatani dan permintaan input usahatani. Baik fungsi penawaran produk maupun fungsi permintaan input usahatani, merupakan fungsi dari harga produk dan harga input. Fungsi penawaran produk usahatani yang tidak dikonsumsi keluarga dapat dinyatakan sebagai berikut: Q c = Q c (p a, p c, w p, w w, p v ) (10) Fungsi penawaran produk yang sebagian dikonsumsi keluarga (Q a ) merupakan marketed surplus produk tersebut. Fungsi marketed surplus dinyatakan sebagai berikut: MS = MS(p a, p c, w p, w w, p v,y) (11) Fungsi permintaan input usahatani dapat dinyatakan sebagai berikut: U k = U k (p a, p c, w p, w w, p v,y); k = L p, L w, V (12) Selanjutnya, untuk mengetahui perilaku rumahtangga pertanian akibat adanya

30 85 perubahan-perubahan peubah eksogen, perlu dilakukan analisis komparatif statik. Diferensial total terhadap persamaan 7.1 sampai dengan persamaan 7.10 akan diperoleh suatu sistem persamaan yang dapat disajikan dalam bentuk matriks seperti terlihat pada persamaan 13. Matriks pada persamaan tersebut membentuk blok diagonal, dimana blok sebelah kiri atas merupakan hasil diferensial total persamaan sisi konsumsi, yaitu persamaan 7.1 sampai dengan persamaan 7.5, sedangkan pada blok kanan bawah merupakan hasil diferensial total sisi produksi, yaitu persamaan 7.6 sampai dengan persamaan 7.10 U aa U ap U aw U am p a dx a λdp a U pa U pp U pw U pm w p dr p λdw p U wa U wp U ww U wm w w U ma U mp U mw U mm p m p a w p w w p m µ/λg aa µ/λg ac µ/λg av µ/λg ap µ/λg aw G a µ/λg ca µ/λg cc µ/λg cv µ/λg cp µ/λg cw G c µ/λg va µ/λg vc µ/λg vv µ/λg vp µ/λg vw G v µ/λg pa µ/λg pc µ/λg pv µ/λg pp µ/λg pw G p µ/λg wa µ/λg wv µ/λg wp µ/λg wp µ/λg ww G w dr w dm dλ dq a dq c dv dl p = λdw w λdp m Ψ dp a dp c dp v dw p G a G c G v G p G w 0 dl w d(µ/ dw w 0 λ (13) dimana: Ψ = (T p N p L p R p )dw p (T w N w L w R w )dw w (Q a X a )dp a Q c dp c + Vdp v (n p - w p )dn p (n w w w )dn w N p dn p N w dn w w p dt p w w dt w de + Mdp m µ/λ(g k dk).

31 86 Pada persamaan 13 terlihat blok kiri atas dan blok kanan bawah masing-masing terlihat membentuk Bordered Hessian Matrix sebagai konsekuensi dari maksimisasi fungsi utilitas terkendala dengan anggaran, dan maksimisasi fungsi keuntungan dengan kendala fungsi produksi. Sesuai dengan asumsi bahwa harga-harga input dan harga output yang berlaku pada model ekonomi rumahtangga ini adalah peubah eksogen, maka sistem persamaan 13 sebenarnya bersifat rekursif. Pada tahap pertama rumahtangga memaksimumkan keuntungan sehingga diperoleh keputusan produksi (input dan output) optimal. Tahap kedua, setelah diperoleh keputusan produksi optimal, rumahtangga memaksimumkan fungsi utilitas sehingga diperoleh keputusan konsumsi optimal. Dengan demikian, pada model ekonomi rumahtangga ini keputusan konsumsi sebenarnya terpisah dengan keputusan produksi. Sistem persamaan 13 dapat diselesaikan dengan aturan Cramer (Cramer Rule) dimana penentuan determinan matriksnya menggunakan metode Ekspansi Laplace. Dari penyelesaian sistem persamaan di atas dapat dipelajari perilaku ekonomi rumahtangga di dalam merespon perubahan-perubahan peubah-peubah eksogen, misalnya yang berkaitan dengan adanya kebijakan harga input dan harga output Perilaku Konsumsi Rumahtangga Pertanian Dari sistem persamaan 13 dapat dipelajari perubahan konsumsi X a karena adanya perubahan harga X a dirumuskan sebagai berikut: dx a /dp a = X a / p a U +(Q a X a ) X a / Y (14) Persamaan 9 menyatakan jika misalnya terjadi peningkatan harga X a berakibat pada perubahan konsumsi X a melalui dua komponen, yaitu efek subtitusi, X a / p a U, dan efek pendapatan, (Q a X a ) X a / Y. Efek substitusi karena perubahan harga menurut

32 87 Teorema Slutsky akan selalu bertanda negatif (Koutsoyiannis, 1982), jika terjadi kenaikan harga X a, untuk mempertahankan utilitas yang sama, konsumsi rumahtangga akan beralih kepada komoditi pengganti dan mengurangi konsumsi X a. Efek pendapatan bisa bertanda positif atau bertanda negatif. Jika X a barang normal, maka kenaikan pendapatan akan menigkatkan konsumsi X a. Efek pendapatan pada persamaan 14 di atas dibobot dengan selisih antara yang diproduksi dengan yang dikonsumsi, atau bagian produksi yang dijual (marketed surplus). Jika ada bagian produk tersebut yang dijual (net seller), atau (Q a X a ) positif, maka efek pendapatan akan bertanda positif, sebaliknya jika sebagian besar produk tersebut dikonsumsi, atau atau (Q a X a ) negatif, maka efek pendapatan akan bertanda negatif. Hal tersebut berlaku jika X a adalah barang normal. Adanya efek pendapatan pada persamaan 14 di atas lebih jelas jika dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: dx a /dp a π = X a / p a U X a ( X a / Y) (15) dan: dx a /dp a = X a / p a U ( X a / Y)X a +( X a / Y)( π/ p a ) (16) Persamaan 15 menunjukkan bahwa efek total perubahan harga X a terhadap konsumsi X a dapat dinyatakan pada kondisi keuntungan tidak berubah. Pada kondisi seperti ini kontribusi efek pendapatan semakin jelas. Persamaan 15 sebenarnya merupakan persamaan Slutsky (Intriligator, 1971) yang biasa diturunkan pada teori permintaan rumahtangga konvensional (permintaan murni). Efek pendapatan pada persamaan 10 tergantung pada jenis komoditi seperti telah dijelaskan di atas. Jika keuntungan kembali dibiarkan berubah, maka persamaan 14 dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan 16. Di sini tampak bahwa efek total perubahan harga X a

33 88 terhadap konsumsi X a pada model ekonomi rumahtangga dapat dipisahkan menjadi efek substitusi, efek pendapatan, dan efek keuntungan. Ini menunjukkan bahwa persamaan Slutsky pada model ekonomi rumahtangga masih ditambah dengan efek keuntungan. Efek keuntungan timbul karena adanya kenaikan harga X a menyebabkan petani lebih banyak menjual Q a, yang berakibat pada peningkatan keuntungan usahatani. Menurut persamaan 4, keuntungan merupakan komponen full income. Dengan demikian, pada model ekonomi rumahtangga ini kenaikan harga X a bisa saja akan menyebabkan konsumsi X a meningkat, walaupun X a termasuk barang normal. Dari sistem persamaan 13 dapat juga dipelajari perilaku rumahtangga dalam mengkonsumi waktu santai. Perubahan konsumsi waktu santai pria, dirumuskan sebagai berikut: dr p /dw p = R p / w p U +(T p N p L p R p ) R p / Y (17) Persamaan 17 menyajikan efek total perubahan upah tenaga kerja pria disektor pertanian terhadap konsumsi waktu santai pria. Efek total tersebut dipecah menjadi efek substitusi dan efek pendapatan. Seperti biasanya, efek subtitusi akan bertanda negatif. Efek pendapatan tampak dibobot dengan (T p N p L p R p ), yaitu selisih penawaran tenaga kerja dengan permintaan tenaga kerja. Strouss (1986) menyebutnya sebagai marketed surplus of labor. Jika waktu santai merupakan barang normal, maka efek pendapatan yang dibobot dengan marketed surplus of labor akan bertanda positif. Jika besaran efek pendapatan ini melebihi efek substitusi, maka akan terjadi backward bending supply, perbaikan upah di sektor pertanian justru akan menyebabkan berkurangnya penawaran tenaga kerja keluarga. Perilaku permintaan keluarga terhadap komoditi yang dibeli di pasar yang diturunkan dari sistem persamaan 8 dirumuskan sebagai berikut:

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga Becker (1976), menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga yang dalam penelitiannya tersebut menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan III. KERANGKA TEORI 3.1. Kerangka Konseptual Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Ekonomi Rumahtangga Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu konsep yang fleksibel. Konsep rumahtangga ini menyangkut bagian keluarga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teori 3.1.1. Pengembangan Sumberdaya Manusia Upaya mengembangkan sumberdaya manusia dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam melakukan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

TEORI KONSUMSI (PERILAKU KONSUMEN)

TEORI KONSUMSI (PERILAKU KONSUMEN) TEORI KONSUMSI (PERILAKU KONSUMEN) Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi TEORI KONSUMSI: Pendekatan Kardinal: UTILITY Definisi Utility (Total

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Model Peluang Kerja Suami dan Istri di luar Sektor Perikanan Secara teoritis, setiap anggota rumahtangga akan mencurahkan waktunya pada pekerjaan tertentu. Hal tersebut dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

Catatan Kuliah 11 Memahami dan Menganalisa Optimasi dengan Kendala Persamaan

Catatan Kuliah 11 Memahami dan Menganalisa Optimasi dengan Kendala Persamaan Catatan Kuliah 11 Memahami dan Menganalisa Optimasi dengan Kendala ersamaan 1. Maksimum Kepuasan dan ermintaan Konsumen Misalkan seorang konsumen dihadapkan pada pilihan barang untuk dikonsumsi, aitu barang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi

Lebih terperinci

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi 243 VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan menggunakan model

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

Modul 4. Teori Perilaku Konsumen

Modul 4. Teori Perilaku Konsumen Modul 4. Teori Perilaku Konsumen Deskripsi Modul Teori perilaku konsumen pada dasarnya mempelajari mengapa para konsumen berperilaku seperti yang tercantum dalam hukum permintaan. Oleh karena itu teori

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal dikarenakan sebagian besar pola usaha nelayan masih berskala kecil, bersifat tradisional

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS 37 III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Fungsi Permintaan Gula Keadaan konsumsi dan permintaan suatu komoditas sangat menentukan banyaknya komoditas yang dapat digerakkan oleh sistem tata niaga dan memberikan arahan

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen PERILAKU KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

Lebih terperinci

Materi 8 Ekonomi Mikro

Materi 8 Ekonomi Mikro Materi 8 Ekonomi Mikro Pasar Persaingan Sempurna Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami metode dan model pasar persaingan sempurna dalam : Karakteristik Pasar Persaingan Sempurna,

Lebih terperinci

Perusahaan, Produksi, dan Biaya

Perusahaan, Produksi, dan Biaya Perusahaan, Produksi, dan Biaya Perusahaan adalah kesatuan teknis, yang bertujuan untuk menghasilkan benda-benda atau jasa. Perusahaan ingin mencapai laba setinggi mungkin. Pengertian sehari-hari, laba

Lebih terperinci

BAB 2 - TEORI PERILAKU KONSUMEN

BAB 2 - TEORI PERILAKU KONSUMEN BAB 2 - TEORI PERILAKU KONSUMEN 1. PENDEKATAN KARDINAL Pengertian dan Asumsi Umum Penilaian seseorang terhadap suatu barang akan mempengaruhi pola perilakunya dalam berkonsumsi. Tujuan utama dari konsumen

Lebih terperinci

Materi 4 Ekonomi Mikro

Materi 4 Ekonomi Mikro Materi 4 Ekonomi Mikro Teori Produksi Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami analisis ekonomi konsep biaya, biaya produksi jangka pendek dan panjang. Mahasiswa dapat memahami konsep

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara simultan pada umumnya menggunakan kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965) yang selanjutnya

Lebih terperinci

IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN

IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN Kardono-nuhfil1 IV. TEORI PERILAKU KONSUMEN Teori perilaku konsumen pada dasarnya mempelajari mengapa para konsumen berperilaku seperti yang tercantum dalam hukum permintaan. Oleh karena itu teori perilaku

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN ORDINAL

PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN ORDINAL PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN ORDINAL PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN KURVA INDIFEREN / ORDINAL Pendekatan ini mempunyai asumsi : Rationality ; konsumen diasumsikan rasional artinya ia memaksimalkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: Review Bab 1-6 Fakultas 7FEB Febrina Mahliza, SE, M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Masalah Ekonomi dan Kebutuhan Membuat Pilihan Kelangkaan (scarcity)

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

a t e r i 1 MATAKULIAH : Teori Ekonomi Mikro POKOK BAHASAN : TEORI PERILAKU KONSUMEN SUB BAHASAN : 1. Pendekatan Kurva Indeferens

a t e r i 1 MATAKULIAH : Teori Ekonomi Mikro POKOK BAHASAN : TEORI PERILAKU KONSUMEN SUB BAHASAN : 1. Pendekatan Kurva Indeferens a t e r i 1 MATAKULIAH : Teori Ekonomi Mikro POKOK BAHASAN : TEORI PERILAKU KONSUMEN SUB BAHASAN : 1. Pendekatan Kurva Indeferens PENULIS/TUTOR : Ake Wihadanto, SE., MT (ake@ut.ac.id) : Sumber Bacaan:

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 4. Teori Tingkah Laku Konsumen

Pertemuan Ke 4. Teori Tingkah Laku Konsumen Pertemuan Ke 4 Teori Tingkah Laku Konsumen Ada dua pendekatan 1. Pendekatan nilai guna (Utiliti) kardinal Yaitu kenikmatan konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif 2. Pendekatan nilai guna (Utiliti)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Produksi Setiap tindakan dalam proses produksi selalu diiringi dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu memaksimalkan keuntungan dengan mengalokasikan sumberdaya

Lebih terperinci

Template Standar Powerpoint

Template Standar Powerpoint Modul ke: Template Standar Powerpoint Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Fakultas FEB Ali Akbar Gayo, SE.,MM Program Studi

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

IV. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 59 IV. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Dalam bab ini akan diuraikan beberapa teori, konsep atau pendekatan yang akan digunakan dalam analisis kinerja pola PIR kelapa sawit di Sumatera Selatan, terutama yang

Lebih terperinci

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya Tutorial PowerPoint untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6 N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian 1 Model ini sangat sederhana

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

Lebih terperinci

Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI

Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI Teori Perilaku Konsumen Adalah analisis yang menerangkan : 1. Alasan para pembeli/konsumen untuk membeli lebih banyak barang atau jasa pada harga yang lebih

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 05 Pusat Pengantar Ekonomi Mikro Teori Perilaku Konsumen Bahan Ajar dan E-learning TEORI PERILAKU KONSUMEN (Pendekatan Kardinal) 2 Pengertian dasar Perilaku konsumen dianalisa untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemrograman Non linier Pemrograman non linier adalah suatu bentuk pemrograman yang berhubungan dengan suatu perencanaan aktivitas tertentu yang dapat diformulasikan dalam model

Lebih terperinci

BAB 3.Penerapan Diferensial Fungsi Sederhana dalam Ekonomi

BAB 3.Penerapan Diferensial Fungsi Sederhana dalam Ekonomi BAB 3.Penerapan Diferensial Fungsi Sederhana dalam Ekonomi A. Elastisitas Elastisitas merupakan persentase perubahan y terhadap persentase perubahan x. 1.1 Elastisitas Permintaan Elastisitas Permintaan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

PERILAKU PETANI PANGAN

PERILAKU PETANI PANGAN 6 PERILAKU PETANI PANGAN Maksimisasi Keuntungan dan Penurunan Penawaran Output Seorang petani yang bersifat komersial akan selalu berpikir bagaimana dapat mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu alur berpikir yang digunakan oleh penulis berdasarkan teori maupun konsep yang telah ada sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tenaga Kerja Menurut Sudarso (1991), tenaga kerja merupakan manusia yang dapat digunakan dalam proses produksi yang meliputi keadaan fisik jasmani, keahlian-keahlian,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa pengertian dari optimasi bersyarat dengan kendala persamaan menggunakan multiplier lagrange serta penerapannya yang akan digunakan sebagai landasan

Lebih terperinci

TEORI PERILAKU KONSUMEN

TEORI PERILAKU KONSUMEN TEORI PERILAKU KONSUMEN Teori Konsumsi adalah teori yang mempelajari bagaimana manusia / konsumen itu memuaskan kebutuhannya dengan pembelian / penggunaan barang dan jasa. Perilaku konsumen adalah bagaimana

Lebih terperinci

Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik

Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik A. Pengambilan Keputusan Usahatani Dalam pendekatan analisis pengambilan keputusan usahatani neoklasik, petani dipandang sebagai pengambil keputusan yang menentukan

Lebih terperinci

MIKROEKONOMI RESUME TEORI KESEIMBANGAN KONSUMEN

MIKROEKONOMI RESUME TEORI KESEIMBANGAN KONSUMEN MIKROEKONOMI RESUME TEORI KESEIMBANGAN KONSUMEN Dibuat oleh: Wahyuli Ambarwati Wulandari 7211410094 Akuntansi S1, 2010 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG 2012 A. PENDEKATAN PERILAKU KONSUMEN Pendekatan

Lebih terperinci

Teori Ekonomi Mikro. Teori Permintaan Konsumen: Analisis Kurva Kepuasan Sama. (Indifference Curve)

Teori Ekonomi Mikro. Teori Permintaan Konsumen: Analisis Kurva Kepuasan Sama. (Indifference Curve) Teori Ekonomi Mikro Teori Permintaan Konsumen: Analisis Kurva Kepuasan Sama (Indifference Curve) Arti Kurva Kepuasan Sama Kurva yang menunjukan berbagai kombinasi konsumsi dari komoditi x dan y yang menghasilkan

Lebih terperinci

PENAWARAN AGREGAT. Minggu 14

PENAWARAN AGREGAT. Minggu 14 PENAWARAN AGREGAT Minggu 14 Pendahuluan Penawaran agregrat menunjukkan kemampuan masyarakat suatu negara menawarkan produk/jasa secara agregat. Kurva penawaran agregat dibentuk dengan menghubungkan antara

Lebih terperinci

Pada Tabel 14 juga diperlihatkan besar total pengeluaran rumahtangga. Besaran

Pada Tabel 14 juga diperlihatkan besar total pengeluaran rumahtangga. Besaran 173 Rataratratratrata Rata- Rata- Rata- % % % % Pangan dibeli dari pasar 2562 29.95 3104 29.65 4092 26.19 3263 28.17 Pangan disediakan sendiri 1102 12.88 1380 13.19 2551 16.32 1682 14.52 Total pangan 3664

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP ILMU EKONOMI

RUANG LINGKUP ILMU EKONOMI RUANG LINGKUP ILMU EKONOMI Dalam teori EKONOMI MIKRO yang dibahas adalah proses alokasi sumberdaya secara efisien di tingkat individu, perusahaan dan industri. EFISIENSI DITINGKAT MIKRO belum tentu baik

Lebih terperinci

BAB 2 PROGRAM LINEAR

BAB 2 PROGRAM LINEAR BAB 2 PROGRAM LINEAR 2.1. Pengertian Program Linear Pemrograman Linier disingkat PL merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING VII ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING 7.1. Penentuan Model Linear Programming Produksi Tempe Dampak kenaikan harga kedelai pada pengrajin tempe skala kecil, menengah, dan besar dianalisis dengan menggunakan

Lebih terperinci

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output 1. Model Arus Lingkar Pendapatan (The Circular Flow of Income model) 2. Pengeluaran Agregate yang direncanakan (Agregate Expenditure, AE)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari baik disadari maupun tidak, sebenarnya orang selalu melakukan optimasi untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi optimasi yang dilakukan masyarakat

Lebih terperinci

Modul 5. Teori Perilaku Produsen

Modul 5. Teori Perilaku Produsen Modul 5. Teori Perilaku Produsen A. Deskripsi Modul Seorang produsen atau pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk mencapai tujuannya harus menentukan dua macam keputusan: berapa output yang harus

Lebih terperinci

TEORI KEPUASAN KONSUMEN FEB Manajemen S-1

TEORI KEPUASAN KONSUMEN FEB Manajemen S-1 TEORI KEPUASAN Modul ke: 06 Teori Fakultas FEB KONSUMEN kepuasan konsumen mencoba menjelaskan bagaimana konsumen dengan anggaran yang terbatas mencoba memaksimalkan kepuasannya. Ada dua pendekatan dalam

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI MIKRO / MKKK 203 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Keahlian

Lebih terperinci

V. TEORI PERILAKU PRODUSEN

V. TEORI PERILAKU PRODUSEN Kardono -nuhfil V. TEORI PERILAKU PRODUSEN 5.. Fungsi Produksi Seorang produsen atau pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk mencapai tujuannya harus menentukan dua macam keputusan: ) berapa output

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teori Produksi dan Biaya Produksi 1

BAB I PENDAHULUAN. Teori Produksi dan Biaya Produksi 1 BAB I PENDAHULUAN Teori tingkah laku konsumen memberikan latar belakang yang penting di dalam memahami sifat permintaan pembeli di pasaar. Dari analisis itu sekarang telah dapat difahami alasana yang mendorong

Lebih terperinci

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n 1. FUNGSI DUA PEUBAH ATAU LEBIH fungsi bernilai riil dari peubah riil, fungsi bernilai vektor dari peubah riil Fungsi bernilai riil dari dua peubah riil yakni, fungsi

Lebih terperinci

Berikut merupakan contoh dari production possibilities Frontier

Berikut merupakan contoh dari production possibilities Frontier Kurva kemungkinan produksi Dalam ekonomi, kurva kemungkinan produksi (Inggris: production possibility frontier (PPF), production possibility curve, production-possibility boundary atau product transformation

Lebih terperinci

Hubungan ekonomi dapat digambarkan dalam bentuk persamaan, tabel, atau grafik.

Hubungan ekonomi dapat digambarkan dalam bentuk persamaan, tabel, atau grafik. Hubungan ekonomi dapat digambarkan dalam bentuk persamaan, tabel, atau grafik. Bila hubungannya sederhana, tabel dan/atau grafik dapat mencukupi, namun bila hubungannya rumit, menggambarkan dalam bentuk

Lebih terperinci

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan Asumsi dalam Model Utilitas Kardinal Kepuasan konsumen pada suatu barang dapat diukur dengan satuan uang. Konsumen berusaha memaksimumkan kepuasan total. MUx

Lebih terperinci

TEORI PRODUKSI DAN ESTIMASI

TEORI PRODUKSI DAN ESTIMASI Organisasi Produksi dan Fungsi Produksi Organisasi Produksi TEORI PRODUKSI DAN ESTIMASI Produksi (production) adalah perubahan bentuk dari berbagai input atau sumber daya menjadi output beruoa barang dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai Pertemuan Minggu ke-10 1. Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai 1. Keterdiferensialan Pada fungsi satu peubah, keterdiferensialan f di x berarti keujudan derivatif f (x).

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Untuk mengetahui dampak kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku (input) dalam industri tempe, akan digunakan beberapa teori yang berkaitan dengan hal tersebut.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Definisi Swalayan Menurut Kotler dan Keller (2007), pasar swalayan adalah satu toko yang cukup besar yang menyediakan seluruh kebutuhan rumah tangga, barang-barang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

Keseimbangan Umum. Rus an Nasrudin. Mei Kuliah XII-2. Rus an Nasrudin (Kuliah XII-2) Keseimbangan Umum Mei / 20

Keseimbangan Umum. Rus an Nasrudin. Mei Kuliah XII-2. Rus an Nasrudin (Kuliah XII-2) Keseimbangan Umum Mei / 20 Keseimbangan Umum Rus an Nasrudin Kuliah XII-2 Mei 2013 Rus an Nasrudin (Kuliah XII-2) Keseimbangan Umum Mei 2013 1 / 20 Outline 1 Pendahuluan 2 Konsep Keseimbangan Umum 3 Permintaan dan Penawaran dalam

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Ketahanan pangan rumahtangga pada hakekatnya merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang tercennin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2. PROGRAM LINEAR

BAB 2. PROGRAM LINEAR BAB 2. PROGRAM LINEAR 2.1. Pengertian Program Linear Pemrograman Linier disingkat PL merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma Nama Mata Kuliah/Kode Koordinator Deskripsi Singkat : Pengantar

Lebih terperinci

teori distribusi neoklasik

teori distribusi neoklasik BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya Tutorial PowerPoint untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6 N. Gregory Mankiw Model ini sangat sederhana namun kuat, dibangun antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Alam Indonesia sangat kaya akan aneka tanaman yang cocok dibonsaikan. Bahan bonsai sebaiknya berupa

Lebih terperinci

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang Modul 1 Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang Arief Ramayandi, S.E., MecDev., Ph.D. Ari Tjahjawandita, S.E., M.Si. M PENDAHULUAN odul ini akan menjelaskan

Lebih terperinci

KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN A. Jenis Biaya yang Perlu Diketahui Oleh Decision Maker 1. Biaya Eksplisit (Explisiy Cost) Biaya yang dikeluarkan guna mendapatkan input yang dibutuhkan dalam proses

Lebih terperinci

Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility

Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility Modul ke: Teori Perilaku Konsumen Ordinal Utility Fakultas FAK. EKONOMI & BISNIS Cecep W Program Studi S-1 Manajemen www.mercubuana.ac.id TEORI UTILITAS ORDINAL Kurva Indiferens Garis Anggaran Keseimbangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kelangkaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi masalah utama ketika keinginan manusia yang tidak terbatas berhadapan dengan

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERILAKU PETANI GUREM UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN USAHATANI

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERILAKU PETANI GUREM UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN USAHATANI SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERILAKU PETANI GUREM UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN USAHATANI Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

Fungsi produksi adalah sebuah fungsi yang menunjukkan hubungan antara output (jumlah produksi barang/jasa) dan faktor-faktor produksi (input).

Fungsi produksi adalah sebuah fungsi yang menunjukkan hubungan antara output (jumlah produksi barang/jasa) dan faktor-faktor produksi (input). Penawaran agregrat menunjukkan kemampuan masyarakat suatu negara menawarkan produk/jasa secara agregat. Kurva penawaran agregat dibentuk dengan menghubungkan antara fungsi produksi, fungsi permintaan dan

Lebih terperinci

TEORI PERILAKU KONSUMEN. Pertemuan 4 & 5 Izzani Ulfi

TEORI PERILAKU KONSUMEN. Pertemuan 4 & 5 Izzani Ulfi TEORI PERILAKU KONSUMEN Pertemuan 4 & 5 Izzani Ulfi Kandungan Analitis 1. Sebab-sebab konsumen membeli lebih banyak komoditi pada harga rendah dan mengurangi pembeliannya pada harga tinggi 2. Bagaimana

Lebih terperinci