BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

IV. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Muhammad Firdaus, Ph.D

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

IV. METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

IV. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

1999 sampai bulan September Data ini diperoleh dari yahoo!finance.

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan kemajuan kearah yang dicapai. Seperti yang terdapat pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

IV. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

III. METODE PENELITIAN

t I I I I I t I I t I I Benarkah Bantuan Luar Negeri Berdampak Negatif terhadap Pertumbuhan? Oleh : Bambang Prijambodo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

PENELUSURAN EMPIRIS KETERKAITAN PASAR KEUANGAN DAN KOMPONEN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA,

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB III METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Model Dinamis: Autoregressive Dan Distribusi Lag (Studi Kasus : Pengaruh Kurs Dollar Amerika Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB))

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

BAB II MATERI PENUNJANG. 2.1 Keuangan Opsi

KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES. Abstrak

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder runtun waktu (time series) bulanan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERIODE , FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SERTA KOMPARASINYA

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan, Manfaat dan Sasaran 1.3. Ruang Lingkup Kegiatan 1.4. Sistematika Penulisan

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

Bab IV Pengembangan Model

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI

Pengaruh variabel makroekonomi..., 24 Serbio Harerio, Universitas FE UI, 2009Indonesia

TINGKAT KEBUGARAN JASMANI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 DONOROJO TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 SKRIPSI. Oleh:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan

Analisis Model dan Contoh Numerik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK. Oleh: Yoyo Zakaria Ansori

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo)

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskripif 1. Perumbuhan Ekonomi Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau indikaor yang pening unuk menilai kinerja perekonomian suau negara, eruama unuk melakukan analisis enang hasil pembangunan ekonomi yang elah dilaksanakan. Perumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana akivias perekonomian akan menghasilkan ambahan pendapaan masyaraka pada suau periode erenu. Akivias perekonomian pada dasarnya adalah suau proses penggunaan fakor-fakor produksi unuk menghasilkan oupu, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suau aliran balas jasa erhadap fakor produksi yang dimiliki oleh masyaraka. Perumbuhan ekonomi meningka diharapkan pendapaan masyaraka sebagai pemilik fakor produksi juga akan uru meningka. (Susani, dkk; 2000). Perumbuhan ekonomi aau yang lebih dikenal sebagai economic growh, dapa diukur dari kenaikan besarnya pendapaan nasional aau produksi nasional pada periode erenu. Nilai dari pendapaan nasional aau naional income sebuah negara merupakan gambaran dari akivias ekonomi negara ersebu pada periode erenu. 65

66 Tabel 4.1 Perkembangan PDB dan Laju Perumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1984 2013 TAHUN PDB Harga Berlaku PDB Harga Konsan Laju Perumbuhan Ekonomi (milyar Rp) (milyar Rp) (%) (1) (2) (3) (4) 1984 89.885,10 683.384,70 6,70 1985 96.997,90 701.254,80 2,60 1986 102.683,00 742.461,60 5,80 1987 124.816,90 779.032,20 5,10 1988 142.104,80 824.064,10 5,80 1989 167.184,70 885.519,40 8,90 1990 195.597,20 949.641,10 9,30 1991 227.450,20 1.018.062,60 8,70 1992 259.884,50 1.081.248,00 7,30 1993 329.775,80 1.151.490,20 7,30 1994 382.220,00 1.238.312,30 7,40 1995 454.514,10 1.340.101,60 8,20 1996 532.568,00 1.444.873,30 8,00 1997 627.685,50 1.512.780,90 4,60 1998 955.753,50 1.314.202,00-13,10 1999 1.109.731,60 1.324.599,00 0,90 2000 1.389.769,90 1.389.770,20 4,80 2001 1.684.280,50 1.442.984,60 3,70 2002 1.821.833,40 1.506.124,40 4,40 2003 2.013.674,60 1.579.558,90 4,90 2004 2.295.826,20 1.654.825,70 4,90 2005 2.774.281,10 1.750.815,20 5,70 2006 3.339.216,80 1.847.292,90 5,50 2007 3.950.893,20 1.963.974,30 6,30 2008 4.948.688,40 2.082.456,00 6,10 2009 5.606.203,40 2.177.742,00 4,70 2010 6.446.851,90 2.310.700,00 6,20 2011 7.419.187,10 2.464.566,10 6,50 2012 8.229.439,40 2.618.938,40 6,20 2013 9.083.972,20 2.770.345,10 5,80 Sumber : Beria Resmi Saisik, BPS, Berbagai Tahun Ekonomi dapa dikaakan mengalami perumbuhan apabila produksi barang dan jasa di negara ersebu meningka dari

67 ahun ke ahun. Perumbuhan Ekonomi secara rinci dari ahun ke ahun disajikan melalui Produc Domesic Bruo (PDB) secara berkala. Perumbuhan yang posiif menunjukkan adanya peningkaan perekonomian dibandingkan dengan ahun yang lalu, sebaliknya apabila negaif, berari erjadi penurunan perekonomian dibanding dengan ahun yang lalu. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa selama periode 1984 2013 PDB Indonesia mengalami peningkaan raa-raa 5,3 persen per ahun. Peningkaan PDB yang paling inggi erjadi pada ahun 1990 (9,3 persen) dan erendah pada ahun 1998 (-13,10 persen). Kondisi ini disebabkan karena penurunan sumbangan sekor indusri, perdagangan, hoel dan resoran sebagai efek krisis yang masih erjadi di Indonesia. Laju perumbuhan ekonomi Indonesia pada perengahan ahun 80-an mengalami penurunan sebagai akiba dari dampak negaif merosonya harga minyak menah inernasional dan resesi ekonomi dunia pada ahun 1982. Beberapa negara lain di Asia seperi Malaysia, Filipina, Taiwan dan Thailand juga mengalami hal yang sama. Perekonomian nasional pada saa iu sanga erganung pada pemasukan dolas AS dari hasil ekspor komodiikomodii primer khususnya minyak dan hasil peranian. Tingka keerganungan yang inggi ini membua perekonomian nasional idak bisa menghindar dari pengaruh negaif keidaksabilan harga

68 dari komodii-komodii ersebu di pasar inernasional. Fakor lain yang berpengaruh selain harga adalah ekspor Indonesia baik komodias primer maupun barang-barang indusri yang juga sanga erganung pada perumbuhan ekonomi dunia, eruama di negara-negara indusri maju seperi Jepang, Amerika Serika (AS) dan Eropa Bara, yang merupakan pasar pening bagi ekspor Indonesia. Resesi ekonomi dunia eruama disebabkan oleh rendahnya laju perumbuhan PDB di negara-negara indusri maju yang mendominasi perdagangan dunia, sehingga mengakibakan lemahnya perminaan dunia erhadap barang-barang ekspor dari Indonesia yang selanjunya dapa menyebabkan defisi saldo perdagangan. Tanpa ada kompensasi yang cukup dari sumbersumber yang lain, seperi invesasi dan pinjaman luar-negeri defisi saldo neraca perdagangan membua Indonesia kekurangan cadangan devisa (khususnya dollar AS). Selama perengahan perama dekade 1990-an, raa-raa perumbuhan ekonomi Indonesia per ahun sekiar 7,3% hingga 8,2%. Hal ini membua Indonesia ermasuk negara ASEAN dengan perumbuhan ekonomi yang inggi sehingga Indonesia dianggap sebagai negara di Asia Timur yang berkinerja inggi, namun krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepa berubah menjadi krisis ekonomi dan

69 poliik. Respon perama Indonesia erhadap masalah ini adalah menaikkan ingka suku bunga domesik unuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai ukar rupiah, dan memperkea kebijakan fiskalnya. S pemerinah ernyaa ak mampu berahan lama, hingga akhirnya pada ahun 1998 bersamaan dengan meledaknya gejolak poliik yang kua yang menunu Presiden Soeharo urun, krisis moneer juga semakin menjadi-jadi, sampai akhirnya berdampak pada inflasi yang meningka drasis dan ak kalah mencengangkan lagi dengan perubahan perumbuhan ekonomi yang adinya menipis pada ahun 1997 yakni 4.6 % menjadi minus 13.10 %. Tabel 4.1 memperlihakan bahwa pada ahun-ahun berikunya Indonesia mulai bangki, hal ini diunjukkan dengan cukup sabilnya laju perumbuhan ekonomi Indonesia. 2. Penerimaan Pajak Pencapaian dan pencipaan masyaraka yang sejahera membuuhkan biaya yang cukup besar. Negara mencari biayanya dengan cara menarik pajak. Penarikan aau pemunguan pajak adalah suau fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara. Tanpa pemunguan pajak sudah bisa dipasikan bahwa keuangan negara akan lumpuh, lebih-lebih lagi bagi negara yang sedang membangun seperi Indonesia. Perpajakan mempunyai dua peranan pening dalam suau perekonomian, yaiu: sebagai

70 sumber penerimaan bagi pemerinah dan sebagai salah sau ala kebijakan pemerinah, anara lain unuk redisribusi pendapaan dan pengendalian ekonomi makro, sehingga dalam penenuan ingka pajak (ax rae) minimal harus memperimbangkan kedua aspek ersebu. Sumber penerimaan pemerinah melipui beberapa jenis, yaiu: Sau; Kekayaan negara (sae asse); dengan caaan asse ersebu dijual aau disewakan kemudian hasil penjualan aau sewanya dimasukkan ke kas negara (privaisasi). Dua; Huang; baik ke luar negeri maupun ke dalam negeri (obligasi). Tiga; Hibah (gran), hibah yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri. Empa; Penceakan uang (money creaion), berkaian dengan inflaion ax, nilai riil dari pemunguan pajak. Lima; Penerimaan pajak dan punguan-punguan resmi yang lain (Soerisno, 1984) Gambar 4.3 di bawah ini menunjukkan bahwa selama kurun waku 30 ahun sejak 1984 sampai dengan 2013 penerimaan pajak Indonesia selalu mengalami peningkaan, kecuali pada ahun 1999 erjadi penurunan penerimaan akiba krisis ekonomi yang erjadi pada ahun sebelumnya.

71 Gambar 4.1 Perkembangan Jumlah Penerimaan Pajak di Indonesia Tahun 1984-2013 (dalam milyar rupiah) Sumber : Beria Resmi Saisik, BPS, Berbagai Tahun 3. Inflasi Inflasi adalah suau perisiwa naiknya harga-harga secara umum dan erus menerus selama dua belas bulan aau sau ahun. Kenaikan harga yang erjadi karena menjelang perayaan hari raya aau hari besar idak disebu sebagai inflasi, karena kenaikan harga-harga ersebu idak mempunyai pengaruh lanjuan aau hanya bersifa semenara dan erjadi sekali saja. Lawan dari inflasi adalah deflasi, deflasi adalah perisiwa penurunan ingka harga secara umum. Perisiwa deflasi jarang sekali erjadi pada suau negara. Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sanga diakui oleh semua negara di dunia, ermasuk Indonesia. Apabila inflasi diekan dapa mengakibakan meningkanya ingka pengangguran,

72 sedangkan ingka pengangguran adalah salah sau simbol dari rendahnya produksi nasional yang dapa mempengaruhi perumbuhan ekonomi. Gambar 4.2 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tahun 1984-2013 (dalam persen) Sumber : Beria Resmi Saisik, BPS, Berbagai Tahun Gambar 4.2 dan abel 4.2 memperlihakan bahwa laju inflasi Indonesia pada ahun 1984 sampai 1996 dapa dikendalikan pada level sau digi, sayangnya akiba krisis moneer pada perengahan 1997 membua laju inflasi meleji hingga mencapai 77,63 % pada ahun 1998. Pasca krisis moneer, perekonomian Indonesia mulai mengalami perbaikan, sehingga laju inflasi kembali dapa dikendalikan oleh pemerinah walaupun beberapa kali sempa naik kembali. Pada ahun 2005 inflasi bahkan mencapai angka 17,11 %. Penyebab erjadinya hal ersebu dianaranya karena kenaikan harga BBM sampai 2 kali yaiu pada

73 Bulan Mare dan Bulan Okober 2005. Pada ahun 2008 juga erjadi hal serupa, Pemerinah menaikkan harga BBM pada Bulan Mei 2008 dan inflasi naik sampai angka 11,06 %. Selain iu pada ahun 2008 adalah saa dimana erjadinya krisis ekonomi global yang dimulai di Amerika dan akhirnya menular ke negara-negara lainnya. Pada ahun 2013, erjadi kenaikan harga BBM pada Bulan Juni, sehingga menjadi salah sau penyebab erjadinya inflasi yang cukup inggi di ahun ersebu, eruama pada Bulan Juli 2013. Tabel 4.2 Perkembangan Inflasi Indonesia Tahun 1984 2013 (persen) TAHUN INFLASI TAHUN INFLASI TAHUN INFLASI 1984 8,76 1994 9,24 2004 6,40 1985 4,31 1995 8,64 2005 17,11 1986 8,83 1996 6,47 2006 6,60 1987 8,90 1997 11,05 2007 6,59 1988 5,47 1998 77,63 2008 11,06 1989 5,97 1999 2,01 2009 2,78 1990 9,53 2000 9,35 2010 6,96 1991 9,52 2001 12,55 2011 3,79 1992 4,94 2002 10,03 2012 4,30 1993 9,77 2003 5,06 2013 8,38 Sumber : Beria Resmi Saisik, BPS, Berbagai Tahun Pada periode sebelum krisis, sampai dengan 1997, inflasi walaupun masih berahan sekiar 11,5% per ahun, eapi elah menghasilkan perumbuhan ekonomi yang cukup inggi (raa-raa 6,62% seahun). Seelah krisis 1998, walaupun inflasi berhasil diurunkan menjadi raa-raa 8,15% seahun, api ernyaa perumbuhan ekonomi hanya sekiar 4,66% seahun. Perbedaan ini

74 diduga akiba perbedaan kebijakan ekonomi yang dierapkan oleh pemerinah pada dua masa ersebu, eruama yang erkai dengan usaha menaikkan perumbuhan ekonomi yang inggi dan pada saa bersamaan menjaga inflasi pada ingka yang rendah. Tidak mengherankan jika karaker hubungan anara inflasi dan perumbuhan ekonomi idak pernah berheni diperdebakan ( Sadikin, Ferry Imanudin, 2010). Fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi sau dari erlebih bagi masyaraka, karenanya pemerinah meneapkan arge aau sasaran inflasi yang merupakan ingka inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan pemerinah. Peneapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh pemerinah. Noa Kesepahaman anara pemerinah dan Bank Indonesia meneapkan sasaran inflasi unuk iga ahun ke depan melalui Perauran Meneri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 enang Sasaran Inflasi ahun 2013, 2014, dan 2015 anggal 30 April 2012 sasaran inflasi yang dieapkan oleh Pemerinah unuk periode 2013 2015, masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi ±1%. Fakor yang menenukan ingka inflasi seidaknya ada empa. Perama, uang yang beredar baik iu uang unai maupun

75 giro. Kedua, perbandingan anara sekor moneer dan fisik barang yang ersedia. Keiga, ingka suku bunga bank. Suku bunga di Indonesia ermasuk lebih inggi dibandingkan negara di kawasan Asia. Keempa, fakor fisik prasarana. Melonjaknya inflasi karena dipicu oleh kebijakan pemerinah menarik subsidi sehingga harga lisrik dan BBM meningka. Kenaikan BBM ersebu cukup memberakan masyaraka menengah ke bawah karena dapa menimbulkan muliplier effec, yaiu mendorong kenaikan harga jenis barang lainnya yang dalam proses produksi maupun disribusinya menggunakan BBM. 4. Pengangguran Masalah uama dan mendasar dalam keenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan ingka pengangguran yang inggi. Pengangguran disebabkan karena perambahan enaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan perumbuhan lapangan kerja yang dapa disediakan seiap ahunnya. Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang erus menerus membebani perekonomian. Sebelum krisis ekonomi ahun 1997, ingka pengangguran di Indonesia pada umumnya di bawah 5 persen. Pada ahun 1997, Tingka Pengangguran Terbuka Indonesia sebesar 4,69 persen. Tingka pengangguran sebesar 4,69 persen masih merupakan pengangguran dalam skala yang wajar. Di

76 negara maju, ingka pengangguran biasanya berkisar anara 2 3 persen, hal ini disebu ingka pengangguran alamiah, yaiu suau ingka pengangguran yang alamiah dan ak mungkin dihilangkan, arinya jika ingka pengangguran paling inggi 2-3 persen iu berari bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan enaga kerja penuh (full employmen) (Sukirno, 2013). TAHUN 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Tabel 4.3 Perkembangan Jumlah Pengangguran Indonesia, Tahun 1984 2013 Jumlah Pengangguran (Jua orang) 1,33 1,59 1,82 1,82 2,04 2,04 1,91 1,99 2,14 2,2 3,64 3,85 4,28 4,18 5,05 Tingka Pengangguran Terbuka /TPT (%) TAHUN 2,00 1999 2,10 2000 2,70 2001 2,62 2002 2,85 2003 2,81 2004 2,55 2005 2,62 2006 2,74 2007 2,78 2008 4,36 2009 7,20 2010 4,87 2011 4,69 2012 5,46 2013 Jumlah Pengangguran (Jua orang) 6,03 5,81 8,01 9,13 9,94 10,25 10,85 11,1 10,55 9,43 9,26 8,59 8,12 7,61 7,17 Sumber : Beria Resmi Saisik, BPS, Berbagai Tahun Tingka Pengangguran Terbuka /TPT (%) 6,36 6,08 8,10 9,06 9,67 9,86 10,26 10,45 9,75 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92

77 Pergerakan ingka pengangguran cenderung naik dari ahun 1980, namun semenjak ahun 2006 hingga sekarang ingka pengangguran mengalami perlambaan. Pada ahun 2006 Tingka Pengangguran Terbuka sebesar 10,45 persen dan pada ahun 2013 menjadi 5,92 persen. Gambar 4.3 Perkembangan Jumlah Pengangguran di Indonesia Tahun 1984-2013 (dalam jua orang) Sumber : Beria Resmi Saisik, BPS, Berbagai Tahun Daa di aas merupakan daa jumlah pengangguran di Indonesia selama kurun waku 30 ahun. Perubahan-perubahan erjadi walaupun idak erlalu flukuaif dalam kurun waku ersebu, dianaranya akiba kondisi ekonomi yang kurang sabil karena adanya masalah-masalah erenu seperi gejolak ekonomi yang erjadi pada ahun 1998 hingga krisis global yang erjadi pada ahun 2008, namun secara ersira, jika diliha dari abel ersebu

78 idak erdapa perubahan yang cukup signifikan akiba permasalahan-permasalahan erenu. Masalah pengangguran jika dibiarkan berlaru-laru pasi akan menimbulkan berbagai persoalan, dianaranya krisis sosial. Krisis sosial diandai dengan meningkanya angka kriminalias, ingginya angka kenakalan remaja, melonjaknya jumlah anak jalanan maupun preman, dan meningkanya kekerasan sosial yang bermunculan di masyaraka. Salah sau fakor yang mengakibakan ingginya angka pengangguran di Indonesia adalah erlalu banyak enaga kerja yang diarahkan ke sekor formal, sehingga keika mereka kehilangan pekerjaan di sekor formal, mereka idak bisa mencipakan lapangan pekerjaan sendiri di sekor informal. 5. Pendidikan Pendidikan merupakan fakor yang krusial dalam membangun perumbuhan ekonomi yang berkualias. Saa ini, peradaban global memasuki era informasi, dimana nilai ambah dalam suau masyaraka dienukan oleh kreaifias dan inovasi, aau yang disebu dengan knowledge economy. Pekerjaan yang semakin memiliki peran pening saa ini adalah pekerjaan yang diperankan oleh orang berpendidikan. Hal ini menunu kerja eksra dari negara unuk membangun kemampuan inelekual masyarakanya melalui pendidikan, erlebih dalam koneks membangun keunggulan bangsa, pendidikan harus diliha sebagai

79 barang publik yang difasiliasi negara bukan dikapialisasi swasa. Negara yang memperoleh demographic dividend juga akan menjadi percuma jika idak didukung dengan pendidikan yang berkualias. Gambar 4.4 Perkembangan Penduduk usia 15 ahun keaas yang lulus SMA dan Perguruan Tinggi di Indonesia Tahun 1984 2013 (dalam persen) Sumber : Beria Resmi Saisik, BPS, Berbagai Tahun Masalah pendidikan masih menjadi masalah yang penyelesaiannya idak berjalan signifikan di Indonesia saa ini. Pada ahun 2010 raa-raa lama waku sekolah (years of schooling) Indonesia masih 7,9 ahun, sama dengan Kamboja dan masih dibawah Malaysia yang 10,1 ahun dan Jepang 11,6 ahun. Perlu upaya keras unuk meningkakan lama sekolah ke minimal 9 ahun dan masih diambah dengan anangan unuk menghadirkan pendidikan yang berkualias. Conohnya dalam hal menghadirkan kurikulum yang link&mach dengan indusri dan perekonomian,

80 kualias dan kesejaheraan guru, sera sarana dan prasarana yang meraa. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa dari variabel jumlah lulusan SMA keaas semakin ahun semakin meningka persenasenya. Ini menunjukkan kemauan aau kesadaran masyaraka unuk memperbaiki ingka pendidikannya semakin baik, apalagi pada saa ini pemerinah menerapkan program Wajib Belajar selama 9 ahun. Anggaran unuk pendidikan di Indonesia pun erus diingkakan. Pendanaan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sedang dierapkan saa ini cukup membanu, akan eapi perlu dicermai pula mengenai disribusi sera sasaran dari pendanaan ersebu. Di wilayah-wilayah erenu seorang siswa (dari kalangan mana saja baik kaya maupun miskin) dapa erbebas dari uang SPP dari SD Negeri hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain hal ersebu masih belum dapa erlaksana. B. Analisis Uji Hipoesis 1. Uji Error Correcion Model (ECM) Error Correcion Model (ECM) merupakan model ekonomerika dinamis yang digunakan pada daa runun waku (ime series). Esimasi pengaruh empa variabel independen dalam model eoriis di aas dilakukan dengan menggunakan Model

81 Koreksi Kesalahan aau Error Correcion Model (ECM), yang diformulasikan sebagai model ekonomerik sbb: log( PDB ) dimana : 0 1 5 9 INF ECT 1 INF 6 2 log( UEMP ) log( UEMP 1 ) 7 3 log( TAX ) log( TAX 1 ) 8 4 EDUC EDUC 1 PDB = Produk Domesik Bruo INF = Inflasi UEMP = Jumlah Pengangguran TAX = Penerimaan Pajak Pemerinah EDUC = Tingka Pendidikan 0 = Konsana 1 4 = Pengaruh jangka panjang variabel independen u = Error Term Log = Operaor logarima naural (basis e) ECT = INF -1 + log(uemp) -1 +log(tax -1 ) + INF -1 log(pdb) -1 0 = 5 0 1 = 1 ; 2 = 2 ; 3 = 3 ; 4 = 4 5 = - 5(1-1) ; 6 = - 5(1-2) ; 7 = - 4(1-3) ; 8 = - 5(1-4) 9 = 5 (parameer penyesuaian) = Error Term Esimasi model koreksi kesalahan dengan memakai meode esimasi OLS, memperlihakan hasil seperi ampak pada Tabel 4.4. Koefisien ECT erliha memiliki nilai posiif dan besarnya berkisar anara 0-1. Nilai koefisien ini, secara saisik signifikan. Oleh karena iu, masih dapa dierima kesimpulan bahwa model koreksi kesalahan merupakan model yang epa aau

82 sesuai dengan eori dan dapa dipergunakan unuk mengesimasi berbagai fakor yang diuji dalam model. Jangka Pendek : Tabel 4.4. Hasil Esimasi Model Koreksi Kesalahan log( PDB ) 1.3915 0.0029 INF 0.0360 log( UEMP ) 0.2242 log( TAX ) 0.0019 EDUC.2821INF 0.2276 log( UEMP ) 0 1 1 TAX EDUC 0.1609log( 1) 0. 2604 1 Jangka Panjang : 0.2907ECT log( PDB ) 4.7868 0.0296 INF 0.2169 log( UEMP ) 0.4464 log( TAX ) 0. 1042EDUC R 2 = 0.8187; DW-Sa= 1.9223; F-Sa = 9.5332 Uji Diagnosis (1) Ookorelasi (2) Linierias x 2 (3) = 0.7641; Prob. = 0,8580 F(2,17) = 0.5436; Prob. = 0.5905 (3) Normalias Keerangaaisik. x 2 (2) = 0.6436; Prob. = 0,7248 (4) Heeroskedasisias x 2 (9) = 8.0293; Prob. = 0,5312

83 2. Uji Asumsi CLRM Uji asumsi CLRM ini dilakukan karena dalam model regresi perlu memperhaikan adanya penyimpanganpenyimpangan aas asumsi klasik, karena pada hakekanya jika asumsi klasik idak dipenuhi maka variabel- variabel yang menjelaskan akan menjadi idak efisien. a. Uji Normalias Uji Normalias berujuan unuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu aau residual memiliki disribusi normal aau idak (Ghozali, 2005). Model regresi yang baik adalah memiliki disribusi daa normal aau mendekai normal. 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Gambar 4.5 Hasil Uji Normalias Residual Jarque-Bera -0.04-0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 Series: Residuals Sample 1985 2013 Observaions 29 Mean 1.68e-15 Median 0.005014 Maximum 0.074413 Minimum -0.046054 Sd. Dev. 0.028575 Skewness 0.364915 Kurosis 2.996095 Jarque-Bera 0.643640 Probabiliy 0.724829 Pengujian unuk mengeahui apakah disribusi daa normal aau idak dilakukan dengan uji Jarque Bera aau J-B es, jika nilai J B hiung > J-B abel, aau bisa diliha dari nilai probabiliy Obs*R-Squared lebih besar dari araf nyaa 5 persen berari

84 daa berdisribusi normal. Hasil Uji J-B dapa diliha pada Gambar 4.5. Tabel diaas menunjukan bahwa JB-hiung sebesar 0,643. Nilai JB-hiung kemudian dibandingkan dengan 29-4 = 25, 37,652. Karena nilai JB-hiung (0,643 37,652) arinya semua daa berdisribusi secara normal dan idak erjadi penyimpangan, sehingga daa yang dikumpulkan dapa diproses dengan meodemeode selanjunya. c. Uji Auokorelasi Uji auokorelasi berujuan unuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi anara kesalahan pengganggu pada periode dengan kesalahan pengganggu pada periode -1 (sebelumnya). Jika erjadi korelasi, maka dinamakan ada problem auokorelasi. Auokorelasi muncul karena observasi yang beruruan sepanjang waku berkaian sau sama lainnya. Masalah ini imbul karena residual (kesalahan penganggu) idak bebas dari sau observasi ke observasi lainnya (Ghozali, 2011:110). Dalam peneliian ini digunakan uji Breusch- Godfrey unuk mengeahui ada idaknya auokorelasi. Tabel 4.5 Hasil Uji Breusch-Godfrey (BG) F-saisic 0.144331 Prob. F 0.9318 Obs*R-squared 0.764121 Prob.Chi-Square 0.8580

85 Dari hasil perhiungan uji auokorelasi abel diaas didapa nilai Obs*R-squared aa 0,7641 dan 37,652 hiung (0,7641 37,652), sehingga dapa disimpulkan pada model esimasi idak diemukan auokorelasi. Dapa juga diliha dari probabilias Chi Square yang nilainya 0,8580 lebih besar dari 0.05 sehingga dapa diarik kesimpulan bahwa idak erjadi auokorelasi. d. Uji Heeroskedasisias Heeroskedasisias muncul apabila kesalahan aau residual dari model yang diamai idak memiliki varians yang konsan dari sau observasi ke observasi lainnya. Arinya, seiap observasi mempunyai reliabilias yang berbeda akiba perubahan dalam kondisi yang melaarbelakangi idak erangkum dalam spesifikasi model (Ghozali, 2005). Dalam peneliian ini, unuk mendeekasi fenomena heeroskedasisias digunakan Uji Whie. Hasil Uji Whie dapa diliha pada abel 4.6 beriku: Tabel 4.6 Hasil Uji Heeroskedasisias (Uji Whie) F-saisic 0.808310 Prob. F 0.6146 Obs*R-squared 8.029327 Prob.Chi-Square 0.5312 Berdasarkan hasil perhiungan melaui uji heeroskedasisias meode Whie menghasilkan nilai Obs*Rsquared 8,029 abel, maka hipoesis yang menyaakan bahwa erjadi

86 e. Uji 8,029, sedangkan 29-4 = 15 sebesar 37,652, maka dapa disimp 8,029 abel (37,652) sehingga dapa disimpulkan bahwa model regresi persamaan ersebu idak erdapa gejala heeroskedasisias. Kesimpulan juga dapa diliha dari nilai probabiliy Obs* R-squared : 0,5312>0,05, hal ini menunjukkan model ini idak ada masalah heeroskedasisias. Uji ini dilakukan unuk menguji ada idaknya kesalahan spesifikasi dalam regresi. Uji linearias dalam suau model dapa dideeksi dengan menggunakn uji Ramsey Rese Tes. Tabel 4.7 Hasil Uji Spesifikasi Model F-saisic 0.543535 Probabiliy 0.5905 Obs*R-squared 8.029327 Probabiliy 0.4071 Dapa diliha dari probabiliy F-hiung lebih besar dari 5905 > 0,05). Hal ini menandakan bahwa model yang digunakan berbenuk linear. Seluruh uji diagnosis, yang melipui uji normalias residual, uji ookorelasi,uji heeroskedasisias (homoskedasisias), dan uji linierias aau keepaan spesifikasi model, memperlihakan idak erdapanya penyimpangan asumsi klasik. Hal ini dapa diliha dari seluruh probabilias saisik uji diagnosis, yang memiliki nilai lebih besar dari 0,05.

87 C. Pembahasan Probabilii koefisien regresi ECT sebesar 0,016 menunjukkan hasil yang signifikan dan bernilai posiif memperlihakan bahwa hubungan eoriis jangka panjang anara inflasi, pengangguran, penerimaan pajak dan pendidikan dengan pendapaan nasional adalah eksis dalam perekonomian Indonesia. Perubahan pada empa variabel ersebu pada suau waku erenu akan memiliki pengaruh erhadap pendapaan nasional. 1. Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak dalam jangka pendek maupun jangka panjang memberikan pengaruh posiif erhadap PDB Indonesia. Hal ini berari bahwa semakin meningka penerimaan pajak, maka perumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin meningka juga. Dalam jangka pendek, apabila erjadi kenaikan pendapaan pajak sebesar 1 persen, maka pendapaan nasional akan naik sebesar 0,2242 persen, sedangkan dalam jangka panjang, apabila erjadi kenaikan pendapaan pajak sebesar 1 persen, maka pendapaan nasional akan naik sebesar 0,4464 persen. Hasil peneliian ini sesuai dengan hipoesis pada peneliian ini. Beberapa peneliian sebelumya juga menunjukkan hasil yang sama. Ardani dkk.(2009), juga menyimpulkan bahwa penerimaan pajak dan belanja pembangunan memberikan pengaruh posiif dan

88 signifikan. Demikian juga Alkadri (2006) dalam peneliiannya juga menyimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh posiif erhadap perumbuhan ekonomi adalah banuan luar negeri, PMA, PMDN, penerimaan pajak, pengeluaran pemerinah dan perumbuhan angkaan kerja. Berari dalam pengelompokan yang disampaikan pada laar belakang peneliian diaas, Indonesia masuk dalam kelompok perama yaiu masuk dalam kelompok negara yang ingka penerimaan pajaknya memberi pengaruh posiif erhadap perumbuhan ekonomi. 2. Inflasi Koefisien inflasi dalam jangka pendek dan jangka panjang erliha memiliki pengaruh yang posiif dan signifikan erhadap pendapaan nasional bruo perekonomian Indonesia, walaupun dengan pengaruh yang sanga kecil. Nilai elasisias inflasi dalam jangka pendek sebesar 0,0029, berari apabila erjadi inflasi sebesar sau persen maka PDB akan mengalami kenaikan sebesar 0,0029 persen. Dalam jangka panjang apabila erjadi inflasi sebesar sau persen maka PDB akan bergerak kurang lebih 0,0296 persen. Diliha dari nilai koefisien regresi yang lebih kecil dari sau, berari inflasi bersifa inelasis erhadap perumbuhan ekonomi. Hasil ersebu idak sesuai dengan hipoesis pada peneliian ini, api pada prinsipnya idak semua inflasi berdampak negaif pada

89 perekonomian, eruama jika erjadi inflasi ringan yaiu inflasi di bawah sepuluh persen. Inflasi ringan jusru dapa mendorong erjadinya perumbuhan ekonomi. Hal ini karena inflasi mampu memberi semanga pada pengusaha, unuk lebih meningkakan produksinya. Pengusaha bersemanga memperluas produksinya, karena dengan kenaikan harga yang erjadi para pengusaha mendapa lebih banyak keunungan. Selain iu, peningkaan produksi memberi dampak posiif lain, yaiu ersedianya lapangan kerja baru. Inflasi akan berdampak negaif jika nilainya melebihi sepuluh persen. Inflasi memiliki dampak posiif dan juga dampak negaif. 1. Dampak posiif: a. Peredaran / perpuaran barang lebih cepa. b. Produksi barang-barang berambah, karena keunungan pengusaha berambah. c. Kesempaan kerja berambah, karena erjadi ambahan invesasi. d. Pendapaan nominal berambah, eapi riil berkurang, karena kenaikan pendapaan kecil. 2. Dampak Negaif: a. Harga barang-barang dan jasa naik. b. Nilai dan kepercayaan erhadap uang akan urun aau berkurang.

90 c. Menimbulkan indakan spekulasi. d. Banyak proyek pembangunan mace aau erlanar. e. Kesadaran menabung masyaraka berkurang. Sudi keerkaian inflasi dan perumbuhan ekonomi banyak menghasilkan emuan bahwa anar keduanya bisa berhubungan negaif aau bisa juga idak ada korelasi yang signifikan. Karena iu kepuusan masih dianggap idak pasi, sehingga peneliian erhadap hal ersebu masih banyak dilakukan. Perumbuhan ekonomi global yang idak sabil uru mendorong ekanan inflasi unuk jangka waku pendek. Tingka kenaikan harga yang idak erkawal akan memperburuk ingka inflasi dan idak musahil mampu melumpuhkan ekonomi negara iu. Diliha dari sudu makro ekonomi, ingka inflasi yang inggi akan mengurangi daya saing sebuah negara. Tingka inflasi yang rendah aau sederhana idak memberi pengaruh buruk kepada perumbuhan ekonomi, namun inflasi yang erlalu rendah dan erlalu inggi dapa melemahkan perumbuhan ekonomi. Buki saisik di Negara-negara berkembang Afrika dan Amerika Lain mengindikasikan bahwa perumbuhan PDB berdampak negaif erhadap inflasi (Ericsson dkk, 2001). Buki lain di Fiji, perumbuhan ekonomi bisa mengurangi laju

91 inflasi walau dalam derajad yang idak erlalu signifikan (Gokal&Hanif, 2004). Pakar ekonomi bersepaka mengaakan bahwa ingka inflasi yang inggi berawal dari ingka perumbuhan penawaran uang yang inggi. Namun, menuru Mubarik (2005), inflasi pada ahap kurang dari 9% dapa membanu meningkakan perumbuhan ekonomi. Menuru Barro (1996), idak ada hubungan yang signifikan anara perumbuhan ekonomi dengan ingka inflasi seandainya ahap inflasi yang dicapai adalah kurang dari 20%. Peneliian Fischer(1993), pada ahun 1985 mendapakan hasil bahwa hubungan perumbuhan ekonomi dengan inflasi adalah negaif pada jangka waku panjang dan hubungan posiif pada jangka waku pendek. Kesimpulannya, idak ada buki yang pasi erhadap hubungan anara inflasi dengan perumbuhan ekonomi pada jangka waku pendek maupun dalam jangka waku panjang (Anoni, 2010) 3. Pengangguran Pengangguran dalam jangka pendek ernyaa juga memiliki pengaruh negaif eapi idak signifikan erhadap pendapaan nasional, sedangkan dalam jangka panjang jusru memberikan pengaruh posiif dan signifikan erhadap pendapaan nasional bruo. Dalam jangka panjang, koefisien regresi pengangguran sebesar 0,2169 persen, arinya apabila

92 pengangguran naik 1 persen maka PDB akan naik sebesar 0,2169 persen. Penyebab dari hal ini adalah karena perumbuhan ekonomi di Indonesia berorienasi pada pada modal bukan pada karya. Dari disribusi persenase PDB menuru lapangan usaha, erliha bahwa sekor indusri yang dominan dalam menyumbang pendapaan, eapi sekor ersebu hanya menyerap enaga kerja idak lebih dari 13 persen. Hal ini sejalan dengan peneliian yang dilakukan oleh Syahwier (2005) dan peneliian yang dilakukan Wardhana (2006). Keduanya mempunyai hasil yang sama enang pengaruh GDP dan ingka pengangguran dimana kenaikan GDP idak mempengaruhi penyerapan enaga kerja. Hal ini dikarenakan konribusi yang paling besar dalam perumbuhan ekonomi adalah sekor indusri manufakur dimana sekor ersebu merupakan perumbuhan yang erjadi pada beberapa indusri pada modal bukan pada karya. Berdasarkan beberapa peneliian erdahulu, hubungan anara pengangguran dan perumbuhan ekonomi memang menunjukkan hasil yang berbeda, hubungan Perumbuhan Ekonomi dan jumlah pengangguran ada yang bersifa posiif dan negaif. Perumbuhan ekonomi melalui GDP yang bersifa posiif dikarenakan perumbuhan ekonomi idak dibarengi oleh peningkaan kapasias produksi,

93 sehingga pengangguran eap meningka seiring dengan perumbuhan ekonomi. Perumbuhan ekonomi yang meningka ini berorienasi pada pada modal, di mana kegiaan produksi unuk memacu oupu dan menghasilkan pendapaan yang meningka lebih diuamakan keimbang perumbuhan ekonomi yang berorienasi pada pada karya. Perumbuhan ekonomi yang berorienasi pada pada modal hanya akan menguamakan pendapaan nasional yang besar anpa memberikan kesempaan kerja yang lebih besar kepada pekerja, sehingga perumbuhan ekonomi yang pada modal ini idak berpengaruh pada penyerapan enaga kerja, hal ersebu mengindikasikan perumbuhan ekonomi yang meningka akan diikui dengan jumlah pengangguran yang berambah (Ghofari, 2010). 4. Pendidikan Tingka pendidikan dalam jangka pendek idak memberikan pengaruh signifikan erhadap perumbuhan ekonomi, eapi dalam jangka panjang kenaikan ingka pendidikan akan memberikan pengaruh yang posiif dan signifikan erhadap pendapaan nasional Indonesia, dimana apabila ingka pendidikan naik 1 persen maka PDB akan naik sekiar 0,1042 persen. Hasil ini juga sesuai dengan peneliian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasasi (2006) dalam

94 peneliiannya memberikan hasil bahwa variabel penduduk ama SMA posiif dan signifikan dalam memberi pengaruh erhadap penerimaan PDRB suau wilayah. Demikian juga peneliian oleh Pancawai,2000 dengan judul Pengaruh rasio capial enaga kerja, ingka pendidikan, sok capial dan perumbuhan penduduk erhadap GDP Indonesia capial berpengaruh posiif erhadap perumbuhan oupu. Demikian juga peneliian oleh Suryano (2009) menyimpulkan bahwa enaga kerja, pengeluaran pemerinah dan ingka pendidikan memberikan pengaruh posiif dan signifikan erhadap perumbuhan ekonomi.