BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

3 BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

MRP. Master Production. Bill of. Lead. Inventory. planning programs. Purchasing MODUL 11 JIT DAN MRP

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

Ratih Wulandari, ST., MT

BAB 2 Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah:

MANAJEMEN PERSEDIAAN

TUGAS AKHIR ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN. Oleh : Arinda Yudhit Bandripta

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

BAB III. Metode Penelitian. untuk memperbaiki keterlambatan penerimaan produk ketangan konsumen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan akhir-akhir ini tidak lagi terbatas secara lokal,

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

Bab 1. Pendahuluan. Keadaan perekonomian di Indonesia telah mengalami banyak perubahan.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengantar Manajemen Produksi & Operasi

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI. melaksanakan kegiatan utama suatu perusahaan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku Dengan Validasi Capacity Requirement Planning (CRP) Pada Perusahaan Rokok Sigaret Keretek Mesin (SKM)

RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE)

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya perusahaan yang berdiri. Kelangsungan proses bisnis

BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Material Requirements Planning (MRP)

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

MODUL 7 PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI

CAPACITY PLANNING. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT., Dr. / Euis Nina S. Y., ST, MT

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

BAB II LANDASAN TEORI

Jurnal Distribution Requirement Planning (DRP)

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat)

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

Transkripsi:

15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaam 2.1.1 Teknik Industri Teknik industri adalah suatu rekayasa yang berkaitan dengan desain, pembaruan, dan instalasi dari sistem terintegrasi yang meliputi manusia, material, peralatan (mesin), energi dan informasi. Menurut Turner (2000), teknik industri juga membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang matematika, fisik, dan ilmu sosial yang digabungkan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode analisa teknik untuk memprediksi dan mengevaluasi hasil dalam merancang suatu sistem. 2.1.2 Definisi Dan Fungsi Persediaan Persediaan adalah sumberdaya menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada

16 sistem rumah tangga. Menurut A.H Nasution (2003), dalam sistem manufaktur, persediaan terdiri dari 3 bentuk sebagai berikut: Bahan Baku, yaitu yang merupakan input awal dari proses transformasi menjadi produk jadi Barang setengah jadi, yaitu yang merupakan bentuk peralihan antara bahan baku dengan produk setengah jadi Barang Jadi, yaitu yang merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan kepada konsumen. Gambar 2.1 Proses Transformasi Produksi 2.1.3 Masalah Persediaan Dalam Sistem Manufaktur Masalah persediaan dalam sistem manufaktur lebih rumit bila dibandingkan dengan masalah pada sistem non manufaktur. Pada sistem manufaktur, ada hubungan langsung antara tingkat persediaan, jadwal produksi dan permintaan konsumen. Oleh karena itu, perencanaan dan pengendalian persediaannya harus terintegrasi dengan peramalan permintaan, jadwal induk produksi, dan pengendalian produksi. Selain kondisi di atas, sistem manufaktur memiliki 3 bentuk persediaan, yaitu persediaan bahan baku,

17 barang setengah jadi dan barang jadi. Masalah utama persediaan produk adalah menentukan berapa jumlah produksi yang ekonomis yang akan menjawab persoalan berapa jumlah produk dan kapan produk itu diproduksi sehingga dapat meminimasi biaya simpan dan resiko kerusakan. terdapat beberapa item penting persediaan yang berkaitan dengan penentuan jumlah persediaan yang optimal dan biaya total yang optimal : 1. Permintaan (demand) Terdapat asumsi tentang pola dan karakteristik dari permintaan seringkali menjadi hal yang paling signifikan dalam penentuan kekomplekan dari pengendalian persediaan. a) Konstan dan Variable. Model persediaan yang sederhana mengasumsikan bahwa tingkat permintaan adalah konstan. Model EOQ dan perluasan dari model ini didasarkan pada asumsi ini. Selain itu juga terdapat permintaan yang berubahrubah pada konteks yang beragam. b) Pasti dan Acak. Sangat mungkin bahwa permintaan konstan tapi dalam keadaan acak. Persamaan dari acak ini yaitu tidak pasti atau stokastik. Dalam permintaan stokastik, diasumsikan bahwa tingkat rata-rata permintaan adalah konstan. Permintaan acak ini lebih realistik dan kompleks dibandingkan permintaan yang bersifat deterministik.

18 2. Lead Time dan Replinishment Rate Adalah tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan dan siapnya pengiriman produk itu sendiri. Waktu tunggu ini dapat konstan dan dapat bersifat probabilistik, Replinishment rate adalah sebagai dasar untuk membentuk suatu sistem persediaan. 3. Persediaan pengaman (Safety Stock) Adalah persediaan yang diadakan untuk mencegah terjadinya kekurangan persediaan ketika kondisi permintaan tidak diketahui. Faktorfaktor yang menentukan besarnya persediaan ini adalah produk rata-rata selama periode tertentu pesanan yang datang dan waktu tunggu yang bervariasi. 4. Reorder Level Reorder Level merupakan tingkat pemesanan kembali dimana digunakan sebagai acuan pemesanan dari suatu sistem persediaan. 2.1.4 Definisi serta Tujuan Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Persediaan ( inventory ) didefinisikan sebagai sumber daya yang di simpan untuk memenuhi permintaan saat ini maupun saat yang akan datang. Jadi perencanaan dan pengendalian persediaan merupakan suatu usaha pengaturan dan perencanaan segala sumber daya yang ada dan disimpan untuk digunakan guna memenuhi kebutuhan permintaan saat ini maupun yang akan datang.

19 Secara umum, tujuan suatu perusahaan melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh penghematan biaya yang berarti. Penghematan tersebut diperoleh dengan cara mengelola persediaan secara efektif dan efisien, artinya persediaan yang ada tidak berlebih atau pun kurang dalam memenuhi kebutuhan permintaan pasar. 2.1.5 Faktor-faktor Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Untuk mengetahui kebijakan tingkat persediaan barang yang optimal perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi. Menurut A.H Nasution (2003), faktor-faktor tersebut antara lain : Biaya persediaan barang ( Inventory Costs ) Biaya yang berkaitan dengan pemilikan barang dapat dibedakan sebagai berikut : a. Holding costs atau Carrying costs Biaya yang dikeluarkan karena memelihara barang atau opportunity costs karena melakukan investasi dalam barang dan bukan investasi lainnya. b. Ordering costs Biaya yang dikeluarkan untuk memesan barang dari supplier untuk mengganti barang yang telah dijual. c. Stock Out costs Biaya yang timbul karena kehabisan barang pada saat diperlukan. Sejauh mana permintaan barang oleh konsumen dapat diketahui. Jika permintaan barang dapat diketahui, maka perusahaan dapat menentukan

20 berapa kebutuhan barang dalam suatu periode. Kebutuhan barang dalam periode inilah yang harus dapat dipenuhi oleh perusahaan. Lama penyerahan barang antara saat dipesan dengan barang tiba, atau disebut sebagai lead time atau delivery time. Terdapat atau tidak kemungkinan untuk menunda pemenuhan pesanan dari konsumen atau disebut sebagai backlogging. 2.2 Perubahan Sistem Pengendalian Persediaan Menurut Richard J. Tersine (1994), perubahan sistem pengendalian persediaan perlu dilakukan oleh perusahaan jika dalam perkembangannya terjadi kendala-kendala dalam persediaan yang disebabkan oleh sistem persediaan yang ada diantaranya ketinggalan jaman, tidak efisien dan lainlain. Tanda-tanda dari kebutuhan sistem pengendalian persediaan yang baru bisa dilihat dari sistem yang tidak dapat mendukung sepenuhnya kegiatan yang harusnya dapat dilakukan dengan optimal. Seperti terjadinya stockout dan kadang terjadi surplus atau overstock pada persediaan. 2.2.1 Perubahan Strategi Menurut Richard J. Tersine (1994), mengimplementasikan sistem persediaan yang baru memerlukan pengembangan dari perubahan strategi. Sistem yang baru tidak dapat langsung diterapkan, tetapi harus melalui tahap pendekatan sehingga tidak terjadi benturan dalam sistem yang sedang berjalan.

21 Terdapat beberapa pendekatan dalam perubahan strategi seperti: Pendekatan cold turkey atau turnkey Pendekatan sistem pararel Pendekatan pilot Pendekatan modular Menurut Richard J. Tersine, sistem yang baru tidak akan sempurna seperti dan tidak akan memberikan hasil yang optimal. Hal yang paling penting adalah setiap sistem baru akan memberikan perkembangan hasil yang lebih baik dari metode yang dipakai sekarang. Sistem yang baru ini harus menghasilkan perencanaan dan penjadwalan yang layak. Sangat tidak realistik bila mengandalkan semua akan berjalan dengan benar. Harus ada kemampuan pembetulan yang bisa dilakukan pada sistem ketika terjadi kesalahan, keadaan darurat atau kejadian yang tidak biasa. 2.2.2 Desain Proses Strategik Dalam Sistem Manufaktur Menurut Vincent Gaspersz (2002), pada dasarnya terdapat 3 hal penting yang perlu dipertimbangkan oleh pihak manajemen industri ketika mendesain proses strategik dalam suatu sistem manufaktur, yaitu :

22 1. Strategi respons terhadap permintaan konsumen (tipe produksi) Terdiri dari : a. Design-to-Order (Engineer-to-Order) b. Make-to-Order c. Assemble-to-Order d. Make-to-Stock e. Make-to-Demand 2. Strategi desain proses manufakturing Terdiri dari : a. Project (No Product Flow) b. Job Shop (Jumbled Flow) c. Line Flow (Small Batch or Interrupted Line Flow, Large Batch or Repetitive Line Flow, and Continuous Line Flow) d. Flexible Manufacturing System (FMS) e. Agile Manufacturing System (AMS) 3. Strategi sistem perencanaan dan pengendalian manufakturing (sistem produksi) Terdiri dari : a. Project Management (PM) b. Manufacturing Resource Planning (MRP II)

23 c. Just-In-Time (JIT) d. Continuous Process Control e. Flexible Control System f. Agile Control System 2.2.3 Sistem Persediaan Hibrid Dalam sistem persediaan, terkadang sering dibingungkan oleh istilah pull system, push system, make to order (MTO), make to stok (MTS), make to forecast (MTS), material requirement planning (MRP), kanban dan masih banyak istilah-istilah lain. Secara umum, push system sering diidentikkan dengan MTS dan MRP sedangkan pull system diidentikan dengan MTO dan kanban. Banyak pertanyaan mengenai sistem persediaan apa yang terbaik untuk diterapkan oleh industri tersebut, apakah dapat digunakan kedua sistem persediaan sekaligus dalam satu perusahaan atau dapat digabungkan kedua metode yang berlawanan arusnya untuk memperoleh keuntungan dari kedua sistem. Menurut Hopp dan Spearman 2003, sistem produksi tarik (pull production system) adalah sistem yang dengan tegas membatasi jumlah pekerjaan yang diproses boleh berada dalam sistem. Dengan begitu, secara tidak langsung manyatakan bahwa sistem produksi dorong (push production system) adalah sistem yang tidak tegas membatasi jumlah pekerjaan yang diproses boleh berada dalam sistem.

24 Tabel 2.1 Contoh-contoh Push dan Pull Make-to-Forecast Make-to-Order Make-to-Stock Push MRP dengan Peramalan MRP dengan order tetap (Q,r) dengan menarik dari persediaan produk (FGI) Pull Kanban dengan kanban dengan kanban dengan menarik dari waktu takt & waktu takt & order FGI peramalan Sehingga didapatkan definisi bahwa sistem pull tidak selalu identik dengan make to order (MTO), dan sistem push tidak selalu identik dengan make to forecast (MTF) dan make to stock (MTS). Hopp dan Spearman juga mengemukakan bahwa seperti contoh diatas menunjukkan bahwa kombinasi dari semuanya dapat dimungkinkan. Mungkin saja MTO lebih unggul dalam banyak hal tetapi bukan berarti sistem yang lain tidak unggul. Tergantung dari kebijakan perusahaan dalam menentukan dan menerapkan sistem yang tepat yang pada akhirnya dapat meminimalkan biaya, proses produksi yang optimal, memuaskan konsumen dan tentu saja keuntungan yang maksimal. Pada industri makanan yang menjalankan sistem persediaan berdasarkan pesanan pelanggan (MTO) juga sangat dimungkinkan unruk

25 menerapkan persediaan di gudang atau stok (MTS) bagi pelanggan yang meminta barang pada saat yang tidak terduga dengan begitu perusahaan dapat meminimumkan persediaan barang jadi dan memaksimumkan kepuasan konsumen baik pesanan yang tetap maupun permintaan tidak tetap. Ada dua cara untuk penjadwalan dan perencanaan dalam ERP. Yaitu MRP dan Kanban. MRP adalah push sedangkan Kanban adalah pull sehingga secara teori keduanya tidak searah dan tidak dapat digabungkan. tetapi dapat digunakan bersama artinya dapat dilakukan penjadwalan menggunakan kanban dan MRP secara bersama-sama. Untuk MRP, penjadwalan dan perencanaan dilakukan dari atas kebawah, sehingga merupakan sistem push. Biasanya digunakan untuk tujuan make to stock (MTS) tetapi MRP juga dapat digunakan dalam make to order (MTO). Untuk kanban, penjadwalan dan perencanaan dilakukan dari bawah ke atas. Tujuannya untuk menjaga zero inventory, ini merupakan sistem pull sehingga kedua sistem ini berlawanan arah. Make to stock (MTS) berdasarkan peramalan sedangkan make to order berdasarkan pesanan sesungguhnya. Perbedaanan kanban dan MRP adalah titik mulai penjadwalan dan perencanaannya. Jadi kanban dan MRP dapat digunakan untuk peramalan atau dari pesanan. Dalam MRP, ketika menghadapi pesanan, maka akan diperhitungkan kebutuhan bahan baku

26 kemudian diteruskan ke tahap selanjutnya seperti proses produksi dll sehingga disebut sistem push. Dalam kanban, unit terbawah (downstream) akan meminta bahan baku ke bagian atas (upstream) untuk di suplai sesuai order sehingga disebut sistem pull. Seperti diterangkan diatas bahwa kombinasi sistem yang dapat diterapkan untuk memperoleh keuntungan dari kedua sistem, maka sistem hibrid yang akan dibahas dan coba diterapkan pada industri makanan yang mempunyai karakteristik diatas adalah sistem hybrid inventory control policy atau dapat disebut kebijakan pengendalian persediaan hibrid antara make-toorder push strategy dengan make-to-stock pull strategy. Pada sistem ini, perencanaan produksi menggunakan sistem push dengan MRP untuk pesanan tetap (deterministik) sedangkan pengaturan tingkat stok barang jadi menggunakan sistem pull dengan kanban untuk permintaan tidak tetap (probabilistik). Pesanan tetap dapat diartikan pesanan dengan jumlah tetap yang diterima oleh perusahaan dari pelanggan dengan tenggang waktu sehingga dapat dibuat perencanaan produksi sedangkan permintaan tidak tetap adalah permintaan yang datang setiap saat dan akan dipenuhi dengan barang jadi yang ada dari stok gudang. Sehingga dalam sistem ini lebih mengutamakan pelanggan tetap. Permintaan tidak tetap yang tidak dapat dipenuhi oleh stok gudang akan menjadi backorder sehingga akan dipenuhi

27 oleh sistem kanban yang akan memerintahkan produksi selanjutnya jadi fungsi kanban adalah untuk menjaga level stok. Menurut Hopp dan Spearman (2003), di dunia nyata tidak ada sistem push murni atau pull murni. Meskipun dalam teoritis atau matematis dapat dibedakan secara hitam dan putih antara sistem push dan pull. Pada kenyataannya berupa bayangan abu-abu Sistem hibrid adalah dua atau lebih sistem yang dikombinasikan untuk meningkatkan kemampuan sistem tersebut dengan menerapkan keunggulan yang terdapat pada masing-masing sistem. Dalam sistem persediaan hibrid, strategi-strategi baik dalam respon, perencanaan, proses dan pengendalian dikombinasikan sehingga menghasilkan sistem persediaan yang memberikan hasil yang lebuh baik kepada perusahaan. Sistem persediaan hibrid telah dikenal oleh dunia industri sebagai sistem persediaan yang telah banyak membantu memecahkan masalah-masalah persediaan yang dihadapi. Banyak industri yang memadukan sistem pull dengan push untuk memperoleh keuntungan dari keunggulan kedua sistem tersebut baik untuk strategi make to stock maupun untuk strategi make to order. Salah satu sistem persediaan hibrid yang dikenal adalah dengan kebijakan hibrid yang mengkombinasikan sistem push strategi make to order (MTO) dengan sistem pull strategi make to stock (MTS) yang dikenalkan oleh David Claudio. Didalam kebijakan ini, sistem pull diperuntukkan bagi

28 pelanggan biasa sedangkan pelanggan yang menginformasikan terlebih dahulu kebutuhan permintaannya akan diperlakukan dengan sistem push dan akan diberikan prioritas lebih tinggi dibanding dengan pelanggan yang tidak memberikan informasi kebutuhannya. Menurut Claudio (2007), sistem pull telah sukses dalam implementasinya di dunia industri. Diantara yang sukses adalah sistem kanban dan CONWIP, dalam sistem pull, semua permintaan konsumen diharapkan dapat dipenuhi dari stok, karena itu ketika permintaan konsumen tiba, kemungkinan untuk mendapatkan produk akan tinggi dan service level dapat di pertahankan. Perlu ditambahkan, pelanggan tidak memerlukan waktu untuk menunggu jika produk yang diinginkan tersedia. Atas dasar ini maka sistem ini perlu dioperasikan dengan strategi make to stock (MTS). Menurut Hopp dan Spearman (1996) sistem push memiliki sifat make to stock (MTS) sedangkan sistem pull memiliki sifat make to order (MTO). Maka dari itu penjadwalan yang mengendalikan sistem push adalah pesanan atau peramalan bukan oleh status sistem. Strategi make to order (MTO) dapat mengurangi biaya persediaan dan biaya service level karena konsumen harus menunggu ketika produk yang diinginkan diproduksi. Metode yang cukup terkenal dalam strategi make to order (MTO) adalah MRP dengan situasi jumlah pesanan pelanggan diketahui.

29 2.3 Master Production Schedule (MPS) Menurut Hamid Noori dan Russel Radford (2002), Jadwal Produksi Induk (MPS) adalah suatu daftar jadwal produksi yang berisi tentang jumlah suatu produk atau sekumpulan produk yang akan diproduksi, biasanya berbasis mingguan, bahkan harian, 2.3.1 Fungsi MPS Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitab dengan aktivitas melakukan 4 fungsi utama, yaitu : 1. Menyediakan atau memberi input utama kepada sistem perencana kebutuhan material atau kapasitas. 2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (Production and Purchase Orders) untuk item-item MPS. 3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas. Tabel 2.2 Format Master Production Schedule (MPS) Item No : Lead Time : O n Hand : Past Period D ue Forecast A ctual Order Project Available Balance A vailable to Promise M aster Scheduled K apasitas Produksi Terpasang (K PT) Tabel D escription : Safety Stock : Demand Time Fences Planning Time Fences 1 2 3 4 5 6 7 8 9

30 2.4 Bill Of Material (BOM) Menurut Hamid Noori dan Russel Radford (2002),bill of material atau struktur produk adalah daftar (list) dari bahan, material, atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur untuk membuat produk akhir. Atau dapat juga didefinisikan sebagai cara-cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufacturing. Struktur produk terbagi atas : Struktur standart Dimana lebih banyak subassemblies daripada produk akhir, dan lebih banyak komponen daripada subassemblies. Struktur modular Dimana lebih sedikit subassemblies daripada produk akhir. Struktur Inverted Dimana lebih sedikit subassemblies daripada produk akhir, dan lebih sedikit komponen dan bahan baku dibandingkan subassemblies. 2.5 Material Requirement Planning (MRP) Perencanaan kebutuhan material (MRP) adalah suatu sistem yang menggabungkan kontrol persediaan dan sebuah teknik pendawalan dari komponen-komponen suatu produk yang ingin dihasilkan dengan memperhatikan jumlah dari masing-masing komponen tersebut untuk setiap

31 satu unit produknya, persediaan dari masing-masing komponen yang ada di tangan atau gudang, dan rencana penerimaan dari komponen-komponen yang telah dipesan, dan melakukan penyesuaian jumlah kebutuhan tiap komponen tersebut untuk selanjutnya dilakukan pemesanan sesuai dengan waktu tunggu dari masing-masing komponen. 2.5.1 Tujuan MRP Tujuan MRP adalah untuk menghasilkan informasi yang tepat untuk melakukan tindakan yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, dan penjadwalan ulang). Ada 4 (empat) tujuan utama sistem MRP yaitu: 1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat 2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item 3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan 4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan 2.5.2 Input MRP MRP memerlukan beberapa informasi-informasi yang berfungsi sebagai input dan digunakan dalam perencanaan pesanan komponen dan material. Input MRP diantaranya adalah: Master Production Planning (MPS) 1. MPS atau jadwal produksi induk merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir dari suatu perusahaan industri manufaktur yang

32 merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. MPS mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana produksi. 2. Bill Of Material (BOM) dan Struktur Produk Struktur Produk adalah komponen pembentuk produk akhir ditempatkan pada level satu dan seterusnya membentuk sebuah hirarki. Kegunaan dari struktur produk adalah: 1. Mengetahui jumlah item penyusun produk akhir 2. Memberikan aturan untuk produk yang akan dibuat Bill Of Material yaitu daftar atau list dari bahan, material atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur atau membuat produk akhir atau jaringan yang menggambarkan hubungan induk-komponen. 3. Informasi dari file induk setiap komponen yang meliputi: Status persediaan, termasuk persediaan yang ada dan jadwal penerimaan komponen dari pesanan yang sudah dilakukan. Waktu tunggu (Lead time). Persediaan pengaman (Safety Stock). Informasi jumlah pesanan dan lain-lain.

33 2.5.3 Format MRP Format MRP: 1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit. 2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan dirakit. 3. Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau memanufaktur suatu komponen. 4. Safety stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai antisipasi kebutuhan dimasa yang akan datang. 5. Description menyatakan deskripsi material secara umum. 6. On hand menyatakan jumlah material yang ada sebagai sisa periode sebelumnya 7. Order policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang. 8. Lot size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang. 9. Gross requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk end item (finished product), kuantitas gross requirement sama dengan master production scheduled (MPS). Untuk komponen kuantitas gross requirement diturunkan dari planned order release induknya. 10. Scheduled receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada periode tertentu.

34 11. Project available balance (PAB 1) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. PAB 1 dapat dihitung dengan menambahkan material on hand periode sebelumnya dengan scheduled receipts pada periode itu dan menguranginya dengan gross requirement pada periode yang sama. Rumus : 12. Net requirement menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen yang harus disediakan untuk me menuhi induk komponennya atau untuk memenuhi master production scheduled. Net requirement = 0 (nol) jika PAB 1 lebih besar dari 0 (nol) dan sama dengan minus apabila PAB 1 kurang sama dengan nol. Rumus: 13. Planned order receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada suatu periode. POR muncul pada saat yang sama dengan Net Requirements akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing) bergantung pada order policy-nya, selain itu juga harus mempertimbangkan safety stock nya juga. 14. Planned order release menyatakan kapan suatu order sudah di-release atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan

35 oleh induk itemnya. Kapan suatu order harus di-release ditetapkan dengan lead time period sebelum dibutuhkan. 15. Projected available balance 2 (PAB 2) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada akhir periode. PAB 2 dapat dihitung dengan cara menggunakan planned order receipts pada net requirement. Rumus: Tabel 2.3 Format MRP 2.5.4 Teknik-teknik Penentuan Ukuran Lot Sistem MRP memiliki 4 (empat) langkah utama yang selanjutnya keempat langkah tersebut harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Prosedur ini dapat dilakukan secara manual apabila jumlah item yang terlibat dalam produksi relatif sedikit. Suatu

36 program diperlukan jika jumlah item sangat banyak. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Netting Adalah proses perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaaan persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam netting ini adalah kebutuhan kotor untuk setiap periode, rencana penerimaan dari sub kontraktor selama periode tersebut, dan tingkat ketersediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan. 2. Lotting Adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada banyak alternatif metode untuk menentukan ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk meminimalkan total biaya set-up dan biaya simpan. Teknik-teknik tersebut adalah teknik lot for lot, eqonomic order quantity, period order quantity, fixed period requirement, dan lain-lain. 3. Offsetting Proses ini dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam memenuhi tingkat kebutuhan bersih yang diperlukan dalam proses ini adalah lead time produk tersebut. Pemesanan harus dilakukan lebih

37 awal dari periode kebutuhan material tersebut. Periode kebutuhan material dikurangi dengan lead time menghasilkan periode pemesanan yang dilakukan. 4. Explosion Proses ini menghitung kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih rendah, berdasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun pada proses offsetting data yang diperlukan dalam proses ini adalah struktur produk dan bill of material (BOM) dari produk tersebut. Berdasarkan rencana pemesanan, akan dihitung kebutuhan kotor komponen-komponen penyusun produk akhir sesuai dengan dengan bill of material (BOM) dan struktur produknya. Dari proses explosion ini juga akan diketahui rencana pemesanan untuk komponenkomponen penyusun produk tersebut. 2.5.5 Output MRP Keluaran dari sistem MRP adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk melakukan pengendalian produksi: Rencana pemesanan yang disusun berdasarkan waktu tenggang dari setiap komponen atau item. Dengan adanya rencana pemesanan, maka jadwal kebutuhan bahan pada tingkat lebih rendah dapat diketahui. Jumlah lot bahan baku yang akan dipesan dapat diketahui berdasarkanpemilihan metode lot yang paling efisien.

38 2.6 Sistem Pemesanan 2.6.1 Sistem Pemesanan Interval Tetap Menurut Zulian Yamit (2005), sistem pemesanan interval atau biasa disebut sistem periodik adalah berdasarkan atas tinjauan periodik periodik terhadap posisip persediaan. Penentuan kapan melakukan pemesanan dan berapa banyak yang harus dipesan tidak terikat pada permintaan melainkan pada tinjauan secara periodik. Dalam sistem pemesanan interval tetap hanya memuat dua parameter, yaitu periode waktu tetap (W) dan tingkat persediaan maksimal (E). sistem ini dikenal juga dengan nama W-sistem dengan interval pemesanan konstan. Interval pemesanan dapat menggunakan hari atau minggu sesuai kococokan. 2.6.2 Sistem Pemesanan EOQ Dengan Quantity Discount. Salah satu model perhitungan untuk menghitung permintaan yan ekonomis adalah dengan model quantity discount. Menurut Zulian Yamit (2005), dalam kenyataannya asumsi harga konstan tidak selalu benar. Kuantitas diskon atau unit diskon maupun harga diskon merupakan praktek yang biasa dalam dunia bisnis saat ini dan digunakan sebagai insentif bagi perusahaan yang membeli dalam jumlah yang lebih besar.

39 Gambar 2.2 Gambar Perbandingan Biaya Pada EOQ Incremental Discount Gambar 2.3 Gambar Perbandingan Biaya Pada EOQ Unit Discount Secara umum terdapat dua tipe kuantitas diskon yang diberikan pemasok, yaitu: incremental diskon dan unit diskon. Rumus untuk unit diskon adalah: Untuk kuantiti ekonomis: Q* 2CR PF

40 Untuk total biaya: CR PFQ TC(Q) PR Q 2 Dimana: Q* = Jumlah pesanan ekononis C = Biaya pesan R = Kebutuhan dalam periode P = Harga barang satuan F = Biaya simpan dalam persen per tahun Langkah-langkah penyelesaian: Menghitung Q* untuk tiap harga diskon yang ditawarkan. Menentukan keabsahan kuantiti ekonomis dengan kuantiti yang ditawarkan. Menghitung total biaya untuk setiap kuantiti yang telah di absahkan. Pilih quantiti ekonomis yang telah diabsahkan dengan total biaya yang terendah.

41 2.7 Kapasitas Produksi 2.7.1 Definisi Kapasitas Produksi Menurut Vincent Gaspersz (2005, p203), kapasitas produksi merupakan suatu kemampuan dari suatu fasilitas produksi untuk mencapai jumlah kerja tertentu dalam periode waktu tertentu dan merupakan fungsi dari banyaknya sumber sumber daya yang tersedia dalam periode waktu tertentu serta merupakan fungsi dari banyaknya sumber sumber daya yang tersedia, seperti peralatan, mesin, personel, ruang, dan jadwal kerja. 2.7.2 Metode Pengukuran Kapasitas Produksi Menurut Vincent Gaspersz (2005, p208), terdapat tiga metode dalam pengukuran kapasitas produksi yang ada yaitu : a) Theoretical Capacity (Maximum Capacity atau Design Capacity) Merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufaktur yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti tiga shift per hari, tidak ada downtime mesin, dan lainnya. Jadi kapasitas ini diukur berdasarkan jam kerja yang tersedia untuk melakukan pekerjaan, tanpa suatu kesempatan untuk berhenti atau beristirahat. b) Demonstrated Capacity (Actual Capacity atau Effective Capacity) Merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan pengalaman, yang mengukur produksi secara actual dari pusat kerja di

42 waktu lalu, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban kerja normal. c) Rated Capacity (Calculated Capacity atau Nominal Capacity) Merupakan penyesuaian dari kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang telah ditentukan oleh demonstrative capacity. Kapasitas ini didapatkan dengan menggandakan waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisasi dan efisiensi. 2.8 Uji Kecukupan Data Menurut Ralph M. Barnes (1983 p273-274), dalam melakukan observasi dan pengumpulan data hendaknya melakukan evaluasi terhadap error dari data yang dikumpulkan. Untuk itu perlu untuk diketahui nilai N, yaitu jumlah observasi yang dibutuhkan untuk memprediksikan kebenaran data pada tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan yang sudah ditentukan. Berikut adalah rumus N dengan 95 persen tingkat kepercayaan dan 5 persen tingkat ketelitian : 2 2 40 N X X N ', Dimana : X 2 N = Jumlah observasi yang diperlukan untuk tingkat kepercayaan 95 % dan tingkat ketelitian 5 %. N = Jumlah observasi awal yang dilakukan.

43 40 = Konstanta tingkat ketelitian (5% = 40, 10% = 20). X = Data waktu yang dikumpulkan. Menurut Sutalaksana (1979, p135), tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Sedangkan tingkat kepercayaan menujukkan besarnya kepercayaan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian yang ada. 2.9 Apakah Kanban Itu? Kanban adalah suatu alat untuk mencapai produksi JIT. Kanban berupa suatu kartu yang biasanya ditaruh dalam amplop vinil berbentuk empat persegi panjang. Kanban yang sering digunakan adalah kanban pengambilan (withdrawal kanban) dan kanban perintah produksi (production kanban). Suatu kanban pengambilan menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya, sementara kanban perintah produksi menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus dihasilkan proses terdahulu. Kanban perintah produksi sering disebut kanban

44 dalam pengolahan atau secara sederhana kanban produksi. Jenis kanban yang lain adalah kanban pemberi tanda. Terdapat dua jenis kanban pemberi tanda, yakni : 1 Kanban segitiga. Kanban yang berbentuk segitiga ini terbuat dari lembaran logam dan cukup berat. Kanban segitiga biasanya ditempelkan pada suatu kotak dalam lot. Apabila suatu tumpukan kotak diambil oleh proses berikutnya sehingga kotak yang telah ditempeli kanban segitiga berada pada tumpukan teratas maka instruksi produksi harus digerakkan. Dengan kata lain, kanban segitiga menginformasikan titik pesan ulang.. 2 Kanban peminta bahan. Kanban ini berbentuk segiempat dan fungsinya hampir sama dengan kanban segitiga. Hanya saja kanban peminta bahan berfungsi sebagai titik pesan ulang untuk memerintahkan pengambilan bahan dan biasanya kanban peminta bahan ditempel pada kotak diatas kotak yang ditempeli kanban segitiga tergantung pada lamanya pengambilan bahan.

45 2.9.1 Bagaimana Cara Menggunakan Kanban. Gambar 2.4 Langkah-langkah Dalam Menggunakan Kanban Gambar 2.4 menunjukkan bagaimana kanban pengambilan dan kanban perintah produksi digunakan. Mulai dari proses berikutnya, berbagai langkah yang menggunakan kanban adalah : 1 Pembawa dari proses berikutnya pergi ke gudang proses terdahulu dengan kanban pengambilan yang disimpan dalam pos kanban pengambilan (yakni kotak atau berkas penerima) bersama palet kosong (peti kemas) yang ditaruh diatas forklift atau jip. Ia melakukannya secara teratur pada waktu yang telah ditentukan. 2 Bila pembawa dari proses berikutnya mengambil suku cadang di gudang A, pembawa itu melepaskan kanban perintah produksi yang dilampirkan pada unit fisik dalam palet (perhatikan tiap palet mempunyai satu lembar kanban) dan menaruh kanban ini dalam pos

46 penerima kanban. Ia juga meninggalkan palet kosong di tempat yang ditunjuk oleh orang yang ada pada proses terdahulu. 3 Untuk tiap kanban perintah produksi yang dilepaskannya di tempat itu ia menempelkan satu kanban pengambilan. Ketika menukarkan kedua jenis kanban itu, dengan hati-hati ia membandingkan kanban pengambilan dengan kanban perintah produksi untuk melihat konsistensinya. 4 Bila pekerjaan dimulai pada proses berikutnya, kanban pengambilan harus ditaruh dalam pos kanban pengambilan harus ditaruh dalam pos kanban pengambilan. 5 Pada proses terdahulu, kanban perintah produksi harus dikumpulkan dari pos penerima kanban pada waktu tertentu atau bila sejumlah unit telah diproduksikan dan harus ditempatkan dalam pos kanban perintah produksi dengan urutan yang sama dengan urutan penyobekan kanban di gudang A. 6 Menghasilkan suku cadang sesuai dengan urutan nomor kanban perintah produksi di dalam pos. 7 Ketika diolah, unit fisik dan kanban itu harus bergerak secara berpasangan. 8 Bila unit fisik diselesaikan dalam proses ini, unit ini dan kanban perintah produksi ditaruh dalam gudang A, sehingga pembawa dari proses berikutnya dapat mengambilnya kapan saja.

47 2.9.2 Menentukan Jumlah Kanban. Salah satu syarat untuk mengoperasikan sistem kanban dengan baik adalah dengan memiliki penyempurnaan kerja di sistem. Penyempurnaan kerja ini berasal dari penggunaan sejumlah kanban secara tepat pada setiap pusat kerja. Jumlah kanban yang dibutuhkan pada salah satu pusat kerja mungkin tidak sama dengan yang dibutuhkan di pusat kerja lain karena perbedaan cara kerja di setiap pusat kerja, unit yang diproduksi dan batas kapasitas kontainer (unit yang berbeda ditempatkan pada kontainer yang sama). Sebuah formula dapat digunakan untuk menentukan jumlah kanban produksi yang ideal yang dapat mendukung produksi ditunjukkan dengan rumus berikut : (d)(t)(1 e) Np c Dimana, Np adalah jumlah kanban produksi yang digunakan untuk mendukung rata-rata produksi tertentu. d adalah rata-rata jumlah produksi yang direncanakan untuk pusat kerja. t adalah rata-rata waktu satu unit (lot) untuk setup atau produksi dinyatakan sebagai persentase per hari. e adalah suatu nilai yang berkisar antara 0 1 yang dinyatakan dengan persentase inefisiensi yang ada pada sistem. (contoh : nilai 0 menunjukkan tidak ada inefisiensi). c adalah kapasitas kontainer (biasanya sama dengan 1 kecuali produksi ukuran lot).

48 Suatu formula untuk menentukan jumlah kanban pengambilan (conveyance kanban) dapat ditunjukkan dengan : (d)(t)(1 s) Nc c Dimana, Nc adalah jumlah kanban pengambilan yang digunakan untuk mendukung rata-rata produksi tertentu. d adalah rata-rata jumlah produksi yang direncanakan harian untuk pusat kerja. t adalah rata-rata waktu material handling yang dinyatakan dengan persentase per hari. s adalah level safety stock untuk inventory yang dinyatakan dengan persentase dari permintaan harian. c adalah kapasitas kontainer (biasanya sama dengan 1 kecuali produksi ukuran lot). 2.9.3 Kanban Game Untuk memudahkan pihak perusahaan dalam penentuan produksi dengan metode kanban, biasa digunakan program komputer seperti program Excel Worksheet dari Microsoft. Dengan bantuan perangkat lunak ini, maka dapat ditentukan persediaan harian metode kanban sehingga dapat mengetahui berapa batch produksi yang dibutuhkan untuk mengembalikan persediaan barang jadi Pada gambar dibawah ini, adalah Excel Spreadsheet yang dapat digunakan untuk mensimulasikan permainan kanban yang dapat diterapkan untuk produksi harian. Pada bagian awal, dimasukan kapasitas produksi

49 harian untuk prooduksi kanban lalu masukan kapasitas maksimum yaitu kapasitas maksimum yang diperbolehkan untuk masing-masing varian produk Mengevaluasi tiap-tiap varian dan menentukan varian yang akan diproduksi dalam satuan kontainer. Kelebihan produksi akan ditandai warna merah pada kolom OVR STK sehingga. Kelebihan produksi tidak diperbolehkan, ketika tanda kelebihan produksi timbul, maka harus mengubah jumlah produksi dari varian produk yang mengindikasikan kelebihan produksi. Nilai negatif pada balance menandakan stok tidak dapat memenuhi permintaan. Dalam hal ini, diperbolehkan back-order. Sehingga memberikan hasil yang kosisten dari sistem ini. Dalam permainan ini juga tersedia grafik yang menunjukan total stok untuk analisa. Gambar dan grafik untuk permainan kanban dapat terlihat dibawah ini:

50 Gambar 2.5 Permainan Kanban Total Stok 4 0 3 5 3 0 2 5 Qty 2 0 1 5 1 0 5 0 0 2 4 6 8 1 0 1 2 Day Gambar 2.6 Grafik Stok Kanban