BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan dan Pengendalian Produksi Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas dimana mengelola proses produksi tersebut. PPC merupakan tindakan manajemen yang sifatnya abstrak (tidak dapat dilihat secara nyata). (Baroto, 2002) Maksud dan tujuan perencanaan dan pengendalian produksi adalah untuk merencanakan dan mengendalikan aliran material ke dalam, di dalam dan keluar pabrik sehingga posisi keuntungan optimal yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai. Pengendalian produksi dimaksudkan untuk mendayagunakan sumber daya produksi yang terbatas secara efektif, terutama dalam usaha memenuhi permintaan konsumen dan menciptakan keuntungan bagi perusahaan. Kendala-kendala yang dihadapi mencakup ketersediaan sumber daya, waktu pengiriman produk, kebijakan manajemen, dan lain sebagainya. Oleh karena itu perencanaan dan pengendalian produksi mengevaluasi perkembangan permintaan konsumen, posisi modal, kapasitas produksi, tenaga kerja, dan lain sebagainya.

2 Fungsi dari Perencanaan dan Pengendalian Produksi dalam Aktivitas Produksi. Pada dasarnya fungsi dasar yang harus dipenuhi oleh aktivitas perencanaan dan pengendalian produksi adalah : a. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk sebagai fungsi dari waktu. b. Menetapkan jumlah dan saat pemesanan bahan baku serta komponen secara ekonomi dan terpadu. c. Menetapkan keseimbangan antara tingkat kebutuhan produksi, teknik pemenuhan pesanan, serta memonitor tingkat persediaan produk jadi setiap saat, membandingkannya dengan rencana persediaan produk jadi setiap saat, membandingkannya dengan rencana persediaan, dan melakukan revisi atas rencana produksi pada saat yang ditentukan. Membuat jadwal produksi, penugasan, pembebanan mesin dan tenaga kerja yang terperinci sesuai dengan ketersediaan kapasitas dan fluktuasi permintaan pada suatu periode. 2.2 Struktur Produk (Product Structure) dan Bill of Material (BOM) Struktur produk atau bill of materials (BOM) didefinisikan oleh (Gasperz, 2005) sebagai cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufacturing.

3 10 - Standart : dalam struktur standar sedikit end items standar yang dibuat dari komponen-komponen produk. Produk akhir ini disimpan dalam stok untuk pengiriman. - Modular : banyak end items yang dibuat dari subassemblies yang sama, kemudian disimpan untuk assembly guna memenuhi pesanan pelanggan. - Inverted : banyak end items yang dibuat sejumlah raw materials yang terbatas, berdasarkan pada pesanan pelanggan. Tabel 2.1 Tabel BOM No. Komponen Level Description Code Quantity BOM UOM Sumber : (modul praktikum PPC, 2009) Struktur produk terdiri dari langkah pengurutan pengerjaan komponen pembentuk produk akhir yang ditempatkan pada tingkat (level) teratas dan seterusnya, sehingga membentuk sebuah bagan sistem pengerjaan. Untuk produk akhir (produk jadi) ditandai dengan tingkat (level) 0 dan semakin kebawah maka nomor tingkat (level) akan bertambah. Terdapat 2 cara penomoran tingkat (level) struktur produk, yaitu (modul praktikum ppc, 2009) : 1. Single Level Jenis ini menggambarkan hubungan sebuah induk dengan level komponen komponen pembentuknya.

4 11 2. Multi Level Jenis ini menggambarkan struktur produk yang lengkap dari tingkat (level) 0 sampai tingkat (level) yang paling bawah. Kegunaan struktur produk secara garis besar adalah : 1. Mengetahui berapa jumlah item penyusunan suatu produk akhir. 2. Memberikan rincian mengenai komponen apa saja yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk. Kegunaan dari BOM adalah : 1. Untuk menghitung biaya produk dan harga jual sehingga dapat diketahui laba dari hasil penjualan produk. 2. Menentukan komponen komponen mana saja yang harus dibuat sendiri atau dibeli. 3. Menentukan komponen komponen dalam daftar pembelian dan order produksi yang harus dilepas. Terdapat beberapa macam jenis BOM adalah : 1. Eksplosion Merupakan BOM dengan urutan dimulai dari induk sampai komponen pada level paling bawah. BOM jenis ini menunjukkan komponen yang membentuk suatu induk dari level teratas sampai level terendah.

5 12 2. Implosion Merupakan BOM dimana urutan dimulai dari komponen sampai induk atau level paling atas. Secara singkat BOM jenis ini adalah kebalikan dari BOM eksplosion. Hierarki perencanaan prioritas dan kapasitas dalam sistem MRP II (Gasperz, 2005): Sumber : (Gasperz, 2005) Gambar 2.1 Hirarki Perencanaan Prioritas dan Kapasitas dalam sistem MRP II Keterangan : < - - > = Hubungan dua arah termasuk umpan balik RRP MPS CRP MRP PAC = Resource Requirement Planning = Master Production Scheduling = Capacity Requirement Planning = Material Requirement Planning = Production Activity Control

6 13 Pada dasarnya terdapat empat tingkat dalam perencanaan prioritas dan kapasitas yang terintegrasi, antara lain (Gasperz, 2005): Perencanaan Produksi dan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Penjadwalan Induk Produksi (JIP) dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) dan Perencanaan Kebetuhan Kapasitas (CRP) Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan Pengendalian Input/ Output serta Operation Sequencing 2.3 Penjadwalan Induk Produksi (JIP)/ Master Production Scheduling (MPS) Penjadwalan produksi induk (JIP) adalah suatu pernyataan mengenai produk akhir dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. MPS juga berarti jadwal induk produksi utama dalam pembuatan spesifikasi mengenai apa yang akan dibuat dan kapan akan dibuat (Gasperz, 2005). Penjadwalan produksi didasarnya pada empat fungsi utama (Gasperz, 2005), yaitu: 1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas.

7 14 2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk item-item MPS. 3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas. 4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk kepada pelanggan. Period Forecast Costumer Order Project Available Balance Available to Promise Master Scheduled Sumber: (Modul Praktikum PPC, 2009) Tabel 2.2 Contoh Tabel MPS Item No : Description : Lead Time : Safety Stock : On hand : Demand Time Fences : Lot Size : Planning Time Fences : Past Due Menurut Gasperz, kriteria dasar yang mengatur pemilihan item-item dalam MPS, adalah : 1. Item-item yang di jadwalkan seharusnya merupakan produk akhir, kecuali ada pertimbangan yang jelas mengguntungkan untuk menjadwalkan item-item yang lebih kecil dari pada produk akhir,seperti : modular or inverted planning bills, atau lebih kecil dari pada produk akhir seperti : super family, super modular, atau super planning bills lainnya. Penjadwalan produk-produk akhir dalam MPS menyebabkan itu semua seperti final assembly schedule (fast)

8 15 2. Jumlah item-item MPS seharusnya sedikit, karena manajemen tidak dapat keputusan yang efektif terhadap MPS apabila junlah item MPS terlalu banyak. 3. Seharusnya memungkinkan untuk meramalkan permintaan dari item-item MPS (kecuali item itu adalah made to order). Item-item yang di jadwalkan harus berkaitan erat dengan item-item yang di jual. 4. Setiap item yang di buat harus memiliki BOM, sehingga MPS dapat explode melalui BOM untuk menentukan kebutuhan komponen dan material. 5. Item-item yang dipilih harus dimasukan dalam perhitungan dalam kapasitas produksi yang dibutuhkan. 6. Item-item MPS harus memudahkan dalam penerjemahan pesananpesanan pelanggan ke dalam pembuatan produk yang akan dikirim. Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk membutuhkan lima input data utama, sebagai berikut (Gasperz, 2005) : 1. Data permintaan total, merupakan salah satu data bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan dan pesanan-pesanan. 2. Status inventori, berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang di alokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan, dan firm

9 16 planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak inventori yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan. 3. Rencana produksi, memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu. 4. Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan, shrinkage factor, safety stock, dan lead time dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item. 5. Informasi dari RCCP, berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. 2.4 Rough Cut Capacity Planning (RCCP) Rough-cut capacity planning merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS (Gasperz, 2005). RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam hierarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Pada dasarnya RCCP didefiniskan sebagai proses konversi dari Rencana produksi dan / atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang

10 17 berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis seperti: tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP adalah serupa dengan perencanaan kebutuhan sumber daya, kecuali bahwa RCCP didisagresikan ke dalam level item atau sku (stockkeeping unit); RCCP di disagresikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan; dan RCCP mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi. Pada dasarnya terdapat empat langkah untuk melaksanakan RCCP, yaitu (Gasperz, 2005): 1. Memperoleh informasi tentang produksi dan MPS. 2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead times). 3. Menentukan bill of resources. 4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP. 2.5 Material Requirement Planning (MRP) Sistem MRP adalah suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi kebutuhan bersih untuk semua item. Di samping itu, sistem MRP dirancang untuk membuat pesanan-pesanan produksi dan

11 18 pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir (Baroto, 2002). Tujuan sistem MRP (Baroto, 2002) adalah untuk menghasilkan informasi yang tepat dalam melakukan tindakan yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, dan penjadwalan ulang). Tindakan ini juga merupakan dasar untuk membuat keputusan baru mengenai pembelian atau produksi yang merupakan perbaikan atas keputusan yang telah dibuat sebelumnya. Menurut Baroto, 2002 tujuan yang menjadi ciri utama sistem MRP : 1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai (material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan dalam jadwal induk produksi. 2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item. Sistem MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item. 3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan. Memberi indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan. 4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.

12 19 Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang di jadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis. Menurut Baroto, 2002 Langkah-langlah Prosedur Sistem MRP, yaitu : - Netting Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih, yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih adalah : Kebutuhan kotor untuk setiap periode. Persediaan yang dimiliki pada awal perencanaan. Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan. - Lotting Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada beberapa alternatif metode untuk menetukan ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk meminimalkan total ongkos set up, dan ongkos simpan. Teknik-teknik tersebut adalah teknik lot for lot, economic order quantity, periodic order quantity, part period balancing, dan sebagainya

13 20 - Offseting Offseting bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time. Lead time adalah besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut selesai dan diterima siap untuk dipakai. - Explosion Proses Explosion adalah Proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item/ komponen yang lebih bawah. Perhitungan kebutuhan kotor didasarkan pada rencana pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas. Untuk perhitungan kebutuhan kotor, diperlukan struktur produk dan informasi mengenai berapa jumlah kebutuhan tiap item untuk item yang akan dihitung. Keterangan yang digunakan untuk perhitungan MRP : 1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit. 2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan dirakit. 3. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau memanufaktur suatu komponen. 4. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.

14 21 5. Description menyatakan deskripsi material secara umum. 6. On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya. 7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang. 8. Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang. 9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk end item (finished product), kuantitas gross requirement sama dengan Master Production Scheduled (MPS). Untuk komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order Release induknya. 10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada periode tertentu. 11. Projected Available Balance 1 (PAB 1) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. Project Available Balance 1 dapat dihitung dengan menambahkan material on hand periode sebelumnya dengan Scheduled Receipts pada periode itu dan menguranginya dengan gross requirement pada periode yang sama. Atau jika dimasukkan pada rumus adalah sebagai berikut : PAB1 = (PAB2) t-1 - (Gross Requirement) t + (Scheduled Receipts) t

15 Net Requirement menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk memenuhi Master Production Scheduled. Jumlah Net Requirement = 0 jika PAB1 Safety stock dan Jumlah Net Requirement = (-) PAB1 + Safety stock jika PAB1 < Safety stock. Net Requirement = -(PAB 1) t + Safety Stock 13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada saat yang sama dengan Net Requirements, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing) bergantung kepada order policy-nya. Selain itu juga harus mempertimbangkan Safety Stock juga. 14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu order sudah harus direlease atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh induk item-nya. Kapan suatu order harus di-release ditetapkan dengan lead time period sebelum dibutuhkan. 15. Projected Available Balance 2 (PAB 2) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada akhir periode. Project Available Balance 2 dapat dihitung dengan cara mengurangkan Planned Order Receipt pada Net Requirements.

16 23 PAB 2 = (PAB2) t-1 + (Scheduled Receipt) t (Gross Requirement) t + (Planned Order Receipt) t Atau dapat disingkat : PAB2 = (PAB1) t + (Planned Order Receipt) t 2.6 Capacity Requirement Planning (CRP) Capacity Requirement Planning menurut Hutahean, 2007 adalah suatu teknik untuk menentukan jumlah kapasitas yang dibutuhkan untuk memenuhi rencana produksi jangka pendek. Metode ini digunakan untuk memeriksa apakah kapasitas yang tersedia dapat memenuhi rencana penjadwalan yang telah diusulkan dalam MPS sekaligus MRP. Jika kemampuan kapasitas yang tersedia tidak memenuhi kapasitas yang dibutuhkan maka diperhatikan work center yang bersangkutan untuk menentukan jumlah penambahan kapasitas yang dibutuhkan dan pada periode ke berapa sehingga order yang diterima dapat dikirim sesuai dengan tanggal pengirimannya. Proses CRP memberikan jawaban terhadap pertanyaan : Apakah kapasitas tersedia dapat memenuhi kapasitas yang dibutuhkan sesuai dengan MPS? Jika kemampuan kapasitas yang tersedia tidak memenuhi, work center mana yang tidak memenuhi kapasitas tersebut, dan berapa penambahan kapasitasnya?

17 24 Menurut Hutahean, 2007 CRP didasarkan pada konsep input output control. Model ini menetapkan planned lead time dari setiap work center dengan mempertimbangkan delivery date dari suatu permintaan dan interaksi antara work center yang terlibat. Jika planned lead time tidak melebihi imposed lead time, maka delivery date dari suatu order dikatakan realistis. Jika terjadi sebaliknya, salah satu strategi yang dilakukan yaitu menyesuaikan kapasitas normal dengan menambah planned capacity atau menyesuaikan aliran kerja untuk mendapatkan planned lead time yang lebih realistis. Dalam analisa input output tersebut terdapat planned input, planned output, planned queue, planned delay, planned work in process (WIP) dan planned lead time. Planned input merupakan beban kerja yang menjadi masukan pada suatu work center yang didapat dari perkalian antara jumlah produksi MRP (pada planned order release) dengan manufacture lead time dari item tersebut, sedangkan planned output adalah kapasitas dari work center tersebut. Planned queue adalah jumlah antrian yang direncanakan pada suatu work center untuk periode tertentu, dimana nilainya merupakan jumlah penjumlahan antara planned queue periode sebelumnya dan planned input dikurangi dengan planned output. Planned delay dinyatakan sebagai planned queue dibagi planned output. Planned work in process adalah banyaknya beban kerja yang belum

18 25 diproses pada suatu work center dimana nilainya merupakan penjumlahan antara planned queue pada periode sebelumnya dangan planned input. Planned lead time dinyatakan sebagai planned work in process dibagi dengan planned output. 2.7 Strategi Penjadwalan. Perhitungan load dan pendistribusian ke work center selama periode waktu tertentu dilakukan dengan menggunakan startegi penjadwalan. CRP menggunakan dua pendekatan penjadwalan yaitu : Backward scheduling dan forward scheduling, namun yang paling sering dipergunakan adalah pendekatan backward scheduling (Hutahean, 2007). 1. Backward Scheduling. Untuk memproduksi suatu produk ahkir maka harus ditentukan waktu yang tepat untuk melakukan operasi pada setiap work center. Oleh karena itu, manufacture item harus diuraikan atas manufacture stage agar dapat ditentukan kebutuhan kapasitas untuk memproduksi item tersebut. Kebutuhan kapasitas manufacturing stage adalah set up time yang dibutuhkan ditambah dengan run time (jumlahnya disebut dengan production time). Setelah dihitung production time untuk masing-masing manufacturing stage, backward scheduling digunakan untuk menentukan kapan waktunya perlu di load. Dalam backward scheduling process, tanggal penyerahan di asumsikan

19 26 menjadi tanggal kapan pesanan harus selesai. Perkiraan tanggal dimulainya final manufacturing stage dapat diketahui dengan mengurangi production time yang diperkirakan dari manufacturing stage yang paling ahkir dari tanggal jatuh tempo. Dengan memeperhatikan urutan proses dari manufacturing stage, maka perkiraan tanggal dimulainya semua manufacturing stage dapat dihitung dengan cara yang sama. Cara ini dimulai dari requested date (scheduled date atau planned receipt date) kemudian bergerak mundur, menggunakan routing untuk menentukan titik waktu mulai paling lambat (latest start date) dari setiap operasi. Kemudian menggunakan latest start date sebagai scheduled date untuk operasi terdahulu dan mengulang backward scheduling sampai selesai menjadwalkan semua operasi untuk pesanan tertentu. Menggunakan backward scheduling dapat diketahui waktu paling lambat suatu pesanan harus dikeluarkan agar masih memenuhi scheduled due date. 2. Foreward Loading. Dalam sistem produksi, loading merupakan salah satu langkah yang sangat penting dari siklus perencanaan. Loading adalah pengalokasian beban kerja yang dibutuhkan pada fasilitas produksi untuk diselesaikan. Loading juga dianggap sebagai proses untuk menentukan waktu yang tepat kapan suatu beban kerja atau operasi manufacturing dapat di alokasikan kepada fasilitas manufacturing. Karena loading berhubungan dengan mencocokan waktu

20 27 antara beban kerja stasiun kerja, maka loading sangat membantu dalam menentukan jadwal produksi. Dari tentative production time table yang dihasilkan dari backward scheduling, tanggal dimulainya suatu operasi belum fleksibel karena belum memperhitungkan manufacturing resources seperti kapasitas dan bahan yang dibutuhkan untuk setiap operasi manufacturing. Prosedur foreward loading membantu tentative production time table dengan mencari waktu yang tepat kapan manufacturing stage tersebut layak untuk dikerjakan. Prosedur kerja foreward loading berlawanan dengan backward scheduling. Foreward loading dimulai pada manufacturing stage pertama dari level item yang paling bawah, prosedur ini memeriksa keseimbangan kapasitas dari stasiun kerja yang bersesuaian dalam periode minggu yang ditunjukkan dalam tentative production time table. Suatu beban kerja hanya dapat dibebankan terhadap stasiun kerja yang tepat jika kapasitas tersedia dan bahan untuk beban kerja telah diatur, atau sebaliknya akan tersedia pada saat dibutuhkan. Foreward loading berfungsi untuk memeriksa kelayakan dari loading operasi manufacturing ke dalam periode-periode yang telah ditentukan (Hutahean, 2007). MRP mengasumsikan bahwa apa yang di jadwalkan dapat diterapkan tanpa memperhatikan keterbatasan kapasitas. Terkadang asumsi ini valid, tapi kadang-kadang tidak dapat dipenuhi. Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP)

21 28 menguji asumsi ini dan mengidentifikasi area yang melebihi kapasitas dan yang berada dibawah kapasitas sehingga perencana dapat mengambil tindakan yang tepat. Sebelum membahas lebih lanjut, perlu diketahui beberapa definisi yang banyak digunakan dalam pembahasan yang berkaitan tentang CRP ini : 1. Work center. Merupakan suatu fasilitas produksi spesifik yang terdiri dari satu orang atau lebih orang dan atau mesin dengan kemampuan yang sama atau identik, yang dapat dipertimbangkan sebagai satu unit untuk tujuan perencanaan kapasitas dan penjadwalan terperinci. Dalam lingkungan job shop manufacturing, pusat-pusat kerja sering memisahkan departemendepartemen dan mungkin dipertimbangkan sebagai departemen sendiri. 2. Manufacturing Orders. Merupakan suatu dokumen atau identitas jadwal yang memberikan kewenangan untuk membuat part tertentu atau produk dalam jumlah tertentu. Manufacturing dapat berupa salah satu open orders, already in process, atau planned orders, sebagaimana di jadwalkan melalui proses MRP. 3. Routing. Merupakan sekumpulan informasi yang memperinci metode pembuatan item tertentu termasuk operasi yang dilakukan, berbagai pusat kerja yang terlibat, serta standar untuk waktu set up dan waktu pelaksanaan kerja (run time).

22 29 4. Beban/ Load Adalah banyaknya kerja yang di jadwalkan untuk dilakukan oleh fasilitas manufacturing dalam periode waktu yang ditetapkan. Load biasanya dinyatakan dalam ukuran jam kerja atau unit produksi. Sebagaimana yang biasa digunakan dalam CRP. Load menggambarkan waktu set up dan waktu pelaksanaan yang dibutuhkan dari suatu pusat kerja, tidak termasuk waktu menunggu, waktu anteri dan waktu bergerak. 5. Capacity. Merupakan tingkat dimana sistem manufaktur (tenaga kerja, mesin, departemen, pabrik dan pusat kerja) berproduksi. Dengan kata lain kapasitas merupakan output yang dapat dicapai dengan spesifikasi produk, product mix, tenaga kerja dan peralatan yang ada sekarang. Dalam CRP kapasitas berkaitan dengan tingkat output kerja dalam setiap pusat kerja. Tujuan utama dari CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu. Selain itu juga berusaha mengatur secara bersama pesanan kerja yang datang dan atau kapasitas dari pusat kerja untuk mencapai suatu aliran yang mantap atau seimbang. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam perhitungan CRP : Waktu set up adalah waktu yang dibutuhkan mesin agar siap beroperasi. Waktu pelaksanaan (run time) merupakan waktu yang digunakan untuk beroperasi.

23 30 Utilisasi adalah pecahan yang menggambarkan presentasi clock time yang tersedia dalam pusat kerja yang secara aktual digunakan untuk produksi berdasarkan pengalaman lalu. Utilisasi = jam aktual yang digunakan untuk produksi jam yang tersedia menurut jadwal. Efisiensi adalah faktor yang mengukur performansi aktual dari pusat kerja relatif terhadap standar yang ditetapkan. Efisiensi = jam standar yang diperoleh atau diproduksi jam aktual yang digunakan untuk produksi Operation time per unit adalah jumlah total waktu set up dan waktu pelaksanaan untuk menghasilkan suatu item. Tabel 2.3 Contoh Tabel Standard Setup Time dan Standard Run Time Work Center Part Lot Size Setup Time / Lot (Menit) Run Time / Unit (Menit) WC-1 A B WC-2 C Sumber : (Modul Praktikum PPC, 2009) Part Lot Size Work Center Tabel 2.4 Contoh Tabel Operation Time per Unit. Setup Time/Lot (Menit) (4) Setup Time/Unit (Menit) (5) = (4)/(2) Run Time/Unit (Menit) (6) Operation Time/Unit (Time) (7) = (5)+(6) Total Operation Time (Menit) (1) (2) (3) A 400 WC B 800 WC Part Lot Size Work Center Setup Time/Lot (Menit) (4) Setup Time/Unit (Menit) (5) = (4)/(2) Run Time/Unit (Menit) (6) Operation Time/Unit (Time) (7) = (5)+(6) (8) = (2)x(7) Total Operation Time (Menit) (8) = (2)x(7) (1) (2) (3) C 500 WC Sumber : (Modul Praktikum PPC, 2009)

24 31 Tabel 2.5 Contoh Tabel Laporan CRP tentang Kebutuhan Kapasitas Mesin. Deskripsi Periode 1 Periode 2 Periode 3 Periode 4 Total WC-1 (1) Waktu Yang Tersedia (menit) (2) Tingkat Utilisasi (Kondisi Aktual) (3) Tingkat Efisiensi (Kondisi Aktual) (4) Kapasitas Tersedia (Rated Capacity) = (1) x (2) x (3) (5) Kebutuhan Aktual (6) Kelebihan/Kekurangan Kapasitas = (4) (5) WC-2 (1) Waktu Yang Tersedia (menit) (2) Tingkat Utilisasi (Kondisi Aktual) (3) Tingkat Efisiensi (Kondisi Aktual) (4) Kapasitas Tersedia (Rated Capacity) = (1) x (2) x (3) (5) Kebutuhan Aktual (6) Kelebihan/Kekurangan Kapasitas = (4) (5) Sumber : (Modul Praktikum PPC, 2009) 2.8 Penjadwalan Produksi Perusahaan selalu melakukan penjadwalan produksi dalam pemenuhan kapasitas permintaan konsumen atau order dari konsumen untuk jangka pendek dalam rentang periode beberapa minggu, bulan. Menurut Baroto, 2002 penjadwalan yang tidak efektif akan menghasilkan tingkat penggunaan yang rendah dari kapasitas yang ada. Hal ini dapat menurunkan efektifitas dan daya saing perusahaan, serta dari tingkat pelayanan dan hal-hal lainnya secara tidak langsung.

25 Definisi Penjadwalan Produksi Penjadwalan (scheduling) didefinisikan oleh (Baker, 1974) sebagai proses pengalokasian sumber untuk memilih sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Definisi umum ini dapat di jabarkan dalam arti yang berbeda. Yang pertama adalah bahwa penjadwalan merupakan sebuah fungsi pengambilan keputusan, yaitu dalam menentukan jadwal yang paling tepat. Arti yang kedua adalah bahwa penjadwalan merupakan sebuah teori yang berisi kumpulan prinsip, model, teknik, dan konklusi logis dalam proses pengambilan keputusan. Vollman, 1980 penjadwalan produksi sebagai rencana pengaturan urutan kerja serta pengalokasian sumber baik berupa waktu maupun fasilitas untuk setiap operasi yang harus diselesaikan. Sedangkan menurut Morton, 1993 penjadwalan adalah pengambilan keputusan tentang penyesuaian aktivitas dan sumber daya dalam rangka menyelesaikan sekumpulan pekerjaan agar tepat pada waktunya dan mempunyai kualitas seperti yang diinginkan. Keputusan yang dibuat dalam penjadwalan meliputi pengurutan pekerjaan, waktu mulai dan selesai pekerjaan, urutan operasi untuk suatu pekerjaan. Masalah penjadwalan selalu berkaitan dengan pengurutan produksi, yang dengan demikian penjadwalan produksi digunakan untuk menentukan urutan-urutan pekerjaan dari order yang akan di proses oleh mesin serta merencanakan waktu mulai dan selesai pekerjaan tersebut.

26 Peran Penjadwalan dan Pengaruhnya Penjadwalan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang memainkan peranan sangat penting dalam dunia industri manufaktur maupun jasa (Bedworth, 1987). Penjadwalan dapat digunakan dalam pengadaan (procurement) dan produksi (production), dalam transportasi dan distribusi, serta dalam pemprosesan informasi dan komunikasi. Penjadwalan dalam perusahaan biasanya menggunakan teknik matematika atau metode heuristic yang biasanya digunakan untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas kepada tugas-tugas yang ada. Alokasi sumber daya yang tepat memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan dan mencapai tujuannya. Sumber daya tersebut dapat berupa mesin-mesin di lantai produksi, landasan di bandar udara, atau tahap-tahap dalam proyek konstruksi. Setiap tugas memiliki level prioritas yang berbeda, waktu memulai pekerjaan yang tercepat dan memungkinkan, serta batas waktu (due date). Sedangkan, tujuan yang ingin dicapai bermacam-macam seperti meminimumkan waktu penyelesaian semua pekerjaan atau meminimumkan jumlah tugas yang terlambat, mengurangi waktu menganggur dan lain sebagainya.

27 Fungsi Penjadwalan Perkembangan dunia usaha yang semakin maju dan tingkat persaingan yang semakin ketat, membangkitkan kesadaran para pengusaha untuk bekerja lebih keras dalam mengelola perusahaannya. Perusahaan dalam menghasilkan suatu produk tertentu tidak lepas dari kegiatan pengontrolan proses produksi itu sendiri. Proses produksi merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha untuk mengelola bahan baku menjadi barang jadi (Sritomo, 1995). Selain itu, proses produksi ini juga berhubungan erat dengan penjadwalan produksi yang akan digunakan dalam proses produksi. Fungsi penjadwalan di dalam sebuah produksi sangat penting, dimana fungsi tersebut harus dapat berinteraksi dengan fungsi-fungsi lainnya (Bedworth, 1987). Interaksi ini bergantung pada sistem yang ada dalam perusahaan, biasanya dapat melalui jaringan komputer maupun dapat diputuskan melalui rapat. Dalam hal ini, lantai produksi bukanlah satusatunya bagian dari organisasi yang turut menentukan proses penjadwalan. Proses penjadwalan dipengaruhi oleh perencanaan produksi yang menangani jangka waktu menengah dan jangka panjang keseluruhan perusahaan. Proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan komposisi produk yang akan dihasilkan oleh perusahaan dan alokasi sumber daya dalam jangka panjang berdasarkan inventory, peramalan permintaan dan kebutuahan akan sumber daya.

28 35 Keputusan-keputusan yang diambil pada level perencanaan yang lebih tinggi dapat memberikan dampak secara langsung pada proses penjadwalan tersebut Tujuan Penjadwalan Bedworth (1987) mengidentifikasi beberapa tujuan dari aktivitas penjadwalan adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan penggunaan sumber daya atau mengurangi waktu tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang, dan produktivitas dapat meningkat. 2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumber daya yang ada masih mengerjakan tugas yang lain. Teori Baker, 1974 mengatakan, jika aliran kerja suatu jadwal konstan, maka antrian akan mengurangi rata-rata waktu alir akan mengurangi rata-rata persediaan barang setengah jadi. 3. Mengurangi beberapa keterlambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalti cost (biaya keterlambatan). 4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapsitas pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat terhindarkan.

29 36 Dengan adanya penjadwalan berarti tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan yang pastinya akan lebih menguntungkan bagi perusahaan. Tujuan dari adanya penjadwalan adalah mengurangi waktu keterlambatan suatu pekerjaan dari batas waktu yang telah ditentukan agar dapat memenuhi batas waktu (due date) yang telah disetujui dengan pihak konsumen, mengurangi persediaan barang setengah jadi dengan cara mengurangi jumlah rata-rata tugas yang menunggu dalam antrian dalam suatu mesin. Dengan adanya penjadwalan maka perusahaan berusaha untuk dapat meningkatkan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut, sehingga dapat meningkatkan produktifitas mesin dan mengurangi waktu menganggur dari sumber daya seperti manusia, peralatan, dan fasilitas yang akan digunakan untuk kegiatan produksi. Dengan adanya penjadwalan yang baik, maka produktifitas mesin semakin meningkat dan dapat mengurangi waktu menganggur, sehingga secara tidak langsung perusahaan dapat mengurangi ongkos produksi dan mengurangi waktu keterlambatan dalam penyelesaian atau pengiriman pesanan. Jika perusahaan dalam memenuhi pesanan konsumen tepat waktu, maka hal ini dapat menjadi nilai tambah bagi perusahaan dalam hal pelayanan (service). Jika tujuan penjadwalan tersebut dapat dicapai, maka dapat juga memberikan keuntungan dan strategi bagi perusahaan dalam menjaga hubungan dengan pelanggan.

30 37 Menurut Baker, 1974 jika makespan suatu penjadwalan adalah konstan maka urutan kerja yang tepat akan menurunkan flow time dan rataan work in process Permasalahan Penjadwalan Produksi Masalah penjadwalan sering kali muncul jika terdapat sekumpulan tugas yang harus ditetapkan harus dikerjakan terlebih dahulu, bagaimana urutan kerja dan tugas-tugas yang berikutnya, serta pengalokasian tugas pada mesin sehingga diperoleh suatu proses yang terjadwal. Pada umumnya persoalan penjadwalan ini dipecahkan dengan sendirinya menurut kebiasaan tanpa memberikan perhatian yang lebih besar sehingga pemecahan persoalan dengan suatu teknik baru akan lebih mudah dan lebih menguntungkan. Berdasarkan teori antrian cara yang umum dilakukan adalah dengan cara yang didasarkan pada FCFS (First Come First Serve), sehingga tugas yang datang lebih dahulu akan dilayani lebih awal daripada tugas yang datang kemudian. Dengan dilakukannya pengurutan pekerjaan terlebih dahulu maka diharapkan dapat memenuhi tujuan dari diadakannya penjadwalan, yaitu mengurangi waktu keterlambatan dari batas waktu yang telah ditetapkan oleh konsumen. Dengan demikian, perusahaan dapat lebih meningkatkan kegunaan

31 38 dari sumber daya yang ada dalam perusahaan secara optimal, sehingga produktifitas mesin dapat meningkatkan dan mengurangi waktu menganggur Klasifikasi Penjadwalan Klasifikasi penjadwalan produksi dapat berbeda-beda dilihat dari kondisi yang mendasarinya. Beberapa model penjadwalan sering terjadi di dalam proses produksi berdasarkan beberapa keadaan antara lain (Baker, 1974) : 1. Berdasarkan mesin yang dapat dipergunakan dalam proses : a. Penjadwalan pada mesin tunggal (single machine shop) b. Penjadwalan pada mesin jamak atau parallel (m machine) Lingkungan model mesin tunggal sangatlah sederhana dan merupakan kasus khusus dari model lingkungan yang lain. Pemecahannya dapat diperoleh dari model mesin tunggal, tidak hanya memberikan wawasan terhadap lingkungan model mesin tunggal, akan tetapi dapat menjadi dasar bagi pemecahan masalah pada lingkungan model mesin yang lebih rumit (mesin jamak atau paralel). 2. Berdasarkan pola aliran proses a. Flow Shop Proses produksi dengan aliran flow shop berarti proses produksi dengan pola aliran identik dari satu mesin ke mesin lain. Walaupun pada flow

32 39 shop semua tugas akan mengalir pada jalur produksi yang sama, yang sangat biasa dikenal sebagai pure flow shop, tetapi dapat pula berbeda dalam dua hal. Pertama, jika tugas yang datang ke dalam flow shop tidak harus dikerjakan pada semua jenis mesin. Jenis flow seperti ini disebut general flow shop. Sumber : Baker, Elements of Sequencing and Scheduling, 1974 Gambar 2.2 Workflow in A Pure Flow Shop Sumber : Baker, Elements of Sequencing and Scheduling, 1974 Gambar 2.3 Workflow in A General Flow Shop

33 40 b. Job Shop Proses produksi dengan aliran job shop berarti proses produksi dengan pola aliran atau rute proses pada tiap mesin yang spesifik untuk setiap pekerjaan, dan mungkin berbeda untuk tiap job. Akibat aliran proses yang tidak searah ini, maka setiap job yang akan di proses pada satu mesin dapat merupakan job yang baru atau job dalam proses, dan job yang keluar dari suatu mesin dapat merupakan job tadi atau job dalam proses. Sumber : Baker, Elements of Sequencing and Scheduling, 1974 Gambar 2.4 Workflow in Job Shop 3. Berdasarkan pola aliran kedatangan job a. Penjadwalan Statis Pengurutan pekerjaan terbatas pada pesanan yang ada atau datang secara bersamaan dan siap untuk dikerjakan pada mesin yang tidak bekerja (menganggur). Dengan demikian, pekerjaan yang baru tidak akan mempengaruhi pengurutan pekerjaan yang telah dibuat.

34 41 b. Penjadwalan Dinamis Pengurutan pekerjaan, dimana proses kedatangan pekerjaan tersebut tidak menentu baik itu dari jumlah maupun kedatangannya. 4. Berdasarkan sifat informasi yang diterima a. Penjadwalan Deterministik Informasi yang diperoleh sudah diketahui dengan pasti, misalnya informasi tentang pekerjaan dan mesin seperti waktu kedatangan dan waktu prosesnya. b. Penjadwalan Stokastik Informasi yang diperoleh belum diketahui dengan pasti, oleh karena itu perlu memperkirakannya dengan menggunakan distribusi probabilitas 5. Berdasarkan produk positioning a. Make to Order Jumlah dan jenis yang dibuat berdasarkan permintaan dari konsumen, biasanya salah satu tujuanya adalah untuk mengurangi biaya simpan. b. Make to Stock Jumlah dan jenis produk terus-menerus dibuat untuk disimpan sebagai persediaan (inventory)

35 Penjadwalan Tenaga Kerja Tujuan dari adanya penjadwalan tenaga kerja adalah untuk menetapkan sejumlah tenaga kerja pada suatu pekerjaan, sesuai permintaan dan ongkos yang dikeluarkan serendah mungkin. Langkah-langkah yang dilakukan: 1. Mengidentifikasi pelayanan yang disediakan. 2. Melakukan studi waktu, digunakan untuk menentukan waktu rata-rata yang diperlukan bagi setiap pelayanan. 3. Meramalkan kebutuhan total tenaga kerja. 4. Menentukan jadwal tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan di atas. Karakteristik pokok masalah: a. Permintaan tenaga kerja cenderung berfluktuasi pada waktu yang relatif pendek. b. Pelayanan manusia tidak dapat disimpan untuk kemudian digunakan. c. Pemakai jasa sangat kritis terhadap mutu pelayanan Istilah-istilah dalam penjadwalan tenaga kerja adalah sebagi berikut : o Permintaan (Demand) adalah: jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam suatu periode untuk memberikan tingkat pelayanan tertentu yang telah ditetapkan.

36 43 o Shift (schedule) adalah: - Kumpulan hari dalam 1 minggu dimana seseorang diharapkan untuk bekerja. - Bagian dari hari yang menjelaskan kapan seseorang mulai bekerja, istirahat dan makan siang. o Jadwal (Schedule) adalah kumpulan shift yang memenuhi permintaan. Ada 2 pengertian: - Kumpulan hari kerja dan hari libur setiap pekerja dalam 1 minggu operasi. - Kumpulan periode waktu (jam) kapan pekerja mulai bekerja, istirahat dan makan siang dari seluruh pekerja dimana kebutuhan terhadap pekerja tersebut dapat terpenuhi. Metode penjadwalan dalam penjadwalan tenaga kerja adalah sebagai berikut: 1. Algoritma Tibrewala, Phillipe & Browne. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Tibrewala, philippe dan Browne pada tahun 1972, algoritma ini diawali dengan perkiraan setiap kebutuhan tenaga kerja setiap hari selama satu minggu. Algoritma ini digunakan untuk menjadwalkan hari kerja di hari libur tenaga kerja. Penggiliran tenaga kerja dengan syarat tenaga kerja libur 2 hari berturut-turut dalam satu minggu. Penggiliran ini dapat

37 44 diterapkan pada setiap individu. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : Mulai dari hari dengan kebutuhan tenaga kerja terbesar, kemudian terbesar kedua, dan seterusnya. Tempatkan kebutuhan hari yang memiliki kebutuhan sama dalam jadwal hingga diperoleh 2 hari berturutan yang unik, dan menunjukkan jadwal untuk 5 hari kerja 2 hari libur. Bila hal ini tidak dapat, lakukan langkah ke-2. Bila terdapat 2 pasangan hari libur yang berurutan, pilih hari yang memiliki kebutuhan terkecil pada hari yang berdekatan. Bila hal ini tidak dapat dilakukan, lakukan langkah ke-3. Pilih pasangan hari yang paling beralasan, misal pilih pasangan hari sabtu dan minggu sebagai libur. 2. Algoritma Monroe. Penjadwalan tenaga kerja dengan algoritma Monroe bertujuan mencari dua hari libur berurutan untuk setiap pekerja. Perbedaan algoritma Tibrewala, Phillipe & Browne dengan algoritma Monroe adalah algoritma Mondroe menjamin jumlah tekanan kerja minimum, meskipun harus membentuk shift dimana hari liburnya tidak berurutan selain itu dalam algoritma Tibrewala, Phillipe & Browne memilih hari libur berurutan yang pasangan liburnya mengutamakan libur pada hari sabtu,

38 45 minggu atau awal minggu sedangkan dalam algoritma Monroe memilih hari libur berurutan dengan libur 2 hari berturut-turut. Adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut : a. Untuk setiap hari dalam seminggu, hitung hari-hari libur Regular Day Off (RDO) dengan cara mengurangi jumlah tenaga kerja yang tersedia dengan kebutuhan pada hari tersebut. Jika yang di jadwalkan adalah 5 hari kerja, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam seminggu harus genap kelipatan 5. Jika tidak genap, maka tambahkan satu atau lebih hari sampai genap kelipatan 5. b. Buat pasangan hari-hari libur (RDO) dimulai pada dua hari pertama dalam seminggu sampai pasangan hari libur tersebut berulang. c. Pada percobaan pertama menjadwalkan pasangan hari libur, tugaskan kirakira setengah dari jumlah orang pada RDO kedua ke pasangan hari libur pertama. Untuk pasangan hari libur kedua kurangi jumlah tadi dari jumlah hari libur kedua. Teruskan prosedur ini sampai semua pasangan hari libur telah terisi. Jika jumlah orang pada pasangan hari libur pertama dan jumlah orang pada pasangan hari libur terakhir telah sama, maka stop; jika tidak maka lanjutkan ke langkah selanjutnya. d. Hitung rata-rata jumlah orang pada pasangan hari libur pertama dan terakhir. Gunakan hasilnya sebagai jumlah orang pada pasangan hari libur

39 46 pertama pada percobaan kedua. Gunakan prosedur pada langkah tiga untuk penugasan pada pasangan hari libur berikutnya. 2.9 Undang-undang Tentang Ketenaga Kerjaan No. 13 Tahun Pasal 76 (1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul sampai dengan pukul (2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul sampai dengan pukul (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul sampai dengan pukul wajib : a. memberikan makanan dan minuman bergizi dan b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. (4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul sampai dengan pukul (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

40 47 Pasal 77 (1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. (2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. (3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau peker-jaan tertentu. (4) Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 78 (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat : a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan dan b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. (2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

41 48 (3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. (4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 79 (1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. (2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-

42 49 menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. (3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. (4) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu. (5) Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktuwaktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus. Teknik pengukuran waktu terbagi atas dua bagian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Material Requirement Planning (MRP) Menurut Heryanto (1997, p193), persediaan adalah bahan baku atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirements Planning 2.1.1 Definisi MRP MRP adalah dasar komputer mengenai perencanaan produksi dan inventory control. MRP juga dikenal sebagai tahapan waktu perencanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Untuk memecahkan masalah yang diuraikan pada sub bab 1.2 diperlukan beberapa terori pendukung yang relevan. 2.1 Inventory Control Pengawasan persediaan digunakan untuk mengatur tersedianya

Lebih terperinci

3 BAB III LANDASAN TEORI

3 BAB III LANDASAN TEORI 3 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Bahan Baku Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan raw material merupakan bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis Manajemen Persediaan Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot Dinar Nur Affini, SE., MM. Program Studi Manajemen Perencanaan Kebutuhan Material Perencanaan Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured

Lebih terperinci

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING 5.1. Pengertian Material Requirements Planning (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders

Lebih terperinci

CAPACITY PLANNING. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT., Dr. / Euis Nina S. Y., ST, MT

CAPACITY PLANNING. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT., Dr. / Euis Nina S. Y., ST, MT CAPACITY PLANNING Modul ke: Definisi Kapasitas, Manajemen Kapasitas, Capacity Planning Factors, Bill of Capacity, dan Capacity Requirement Planning. Fakultas Pascasarjana Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT.,

Lebih terperinci

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING 5.1 Landasan Teori Perencanaan kebutuhan material (material requirements planning) merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan inventori untuk item-item

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 61 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Pemecahan 62 3.2 Penjelasan Flow Chart Metodologi Pemecahan Masalah Dari flow chart metodologi pemcahan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 69 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan tahap pendahuluan sebelum memasuki bagian pengolahan data. Data yang dibutuhkan untuk pengolahan terlebih dahulu didokumentasikan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan Pengertian mengenai Production Planning and Inventory control (PPIC) akan dikemukakan berdasarkan konsep sistem. Produksi

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) Definisi MRP adalah suatu teknik yang dipakai untuk merencanakan pembuatan/pembelian komponen/bahan baku yang diperlukan untuk melaksanakan MPS. MRP ini merupakan hal

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 69 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan Pipa PVC Pada bab ini ditampilkan data-data penjualan pipa PVC yang diambil pada saat pengamatan dilakukan. Data yang ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Material Requirement Planning (MRP) Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned orders,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 22 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Menurut Teguh Baroto (2002, p14), perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi tersebut. PPC merupakan tindakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirement Planning (MRP) Menurut Gaspersz (2005:177) Perencanaan kebutuhan material (material requirement planning = MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Nastiti (UMM:2001) judul: penerapan MRP pada perusahaan tenun Pelangi lawang. Pendekatan yang digunakan untuk pengolahan data yaitu membuat Jadwal

Lebih terperinci

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI 4.1 Landasan Teori Jadwal induk produksi (master production schedule, MPS) merupakan gambaran atas periode perencanaan dari suatu permintaan, termasuk peramalan, backlog, rencana

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) Peramalan merupakan upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan digunakan untuk melihat atau memperkirakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Sistem informasi adalah data yang dikumpulkan, dikelompokkan dan diolah sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah satu kesatuan informasi yang saling terkait dan

Lebih terperinci

USULAN SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI RAK-RAK STDI DI PT. INTI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MRP TUGAS SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI

USULAN SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI RAK-RAK STDI DI PT. INTI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MRP TUGAS SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI USULAN SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI RAK-RAK STDI DI PT. INTI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MRP TUGAS SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Abdul Hakim Halim, M.Sc Oleh:

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 24 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan mengunakan alat-alat yang telah disiapkan. Teknik

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) Definisi MRP adalah suatu teknik yang dipakai untuk

Lebih terperinci

RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE)

RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE) RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE) Pokok Bahasan: I. MPS II. Hubungan Production Plan dengan MPS III. Contoh MPS IV. Available to Promise (ATP) V. Perubahan MPS & Time Fences VI. Projected

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) PENDAHULUAN Dimulai dari 25 s.d 30 tahun yang lalu di mana diperkenalkan mekanisme untuk menghitung material yang dibutuhkan, kapan diperlukan dan berapa banyak. Konsep

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen Modul ke: Manajemen Persediaan Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB Fakultas FEB Christian Kuswibowo, M.Sc Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Bagian Isi MRP didasarkan pada permintaan dependen.

Lebih terperinci

Material Requirements Planning (MRP)

Material Requirements Planning (MRP) Material Requirements Planning (MRP) Pokok Bahasan: I. Tujuan MRP II. Input & Output MRP III. Contoh Logika MRP & Struktur Produk IV. Contoh MRP Kereta Dorong V. Sistem Informasi MR Kuliah ke-4: Rabu,

Lebih terperinci

BAB 2 Landasan Teori

BAB 2 Landasan Teori BAB 2 Landasan Teori 2.1. Manajemen Operasional Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2010:4), manajemen operasi adalah serangkaian aktifitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan digunakan untuk mendukung pengolahan data yang dilakukan ataupun sebagai input dari setiap metode-metode

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Dibawah ini merupakan diagram alir yang menggambarkan langkahlangkah dalam melakukan penelitian di PT. Dankos Laboratorioes

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian. untuk memperbaiki keterlambatan penerimaan produk ketangan konsumen.

BAB III. Metode Penelitian. untuk memperbaiki keterlambatan penerimaan produk ketangan konsumen. BAB III Metode Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pt. Anugraha Wening Caranadwaya, diperusahaan Manufacturing yang bergerak di bidang Garment (pakaian, celana, rompi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.2. Manajemen Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan untuk

Lebih terperinci

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) Oleh: Mega Inayati Rif ah, S.T., M.Sc. Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak No. 28, Komplek Balapan, Yogyakarta PART 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 28 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pengertian manajemen menurut T H Handoko (2005, hal 3) adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Manajemen Permintaan Pada dasarnya manajemen permintaan (demand management) didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Sistem Produksi Pada sub bab ini akan dibahas mengenai pengertian sistem produksi dari beberapa teori yang sudah ada, serta ruang lingkup sistem produksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Arti dan Peran Persediaan Persediaan sesungguhnya memiliki arti yang penting bagi perusahaan, baik yang berorintasi perdagangan, industri jasa maupun industri

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Penelitian 3.1.1 Studi Pendahuluan Dalam memulai penelitian ini, mula-mula dilakukan studi pendahuluan yang terdiri dari studi lapangan dan studi kepustakaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ke: Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ Fakultas FEB Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Proses dalam MRP Bill of material (BOM)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Peranan Penjadwalan dan Pengaruhnya Penjadwalan adalah proses pengambilan keputusan yang memainkan peranan penting dalam industri manufaktur maupun jasa.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 22 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi penjadwalan Secara umum, penjadwalan merupakan proses dalam perencanaan dan pengendalian produksi yang digunakan untuk merencanakan produksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Robbins dan Coulter (2012:36) manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan

Lebih terperinci

MODUL 7 PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI

MODUL 7 PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2013 MODUL 7 PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI TI 3002 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II Laboratorium Sistem Produksi Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Bandung TI 3002 Praktikum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam penyusunan tugas akhir ini dibutuhkan beberapa landasan teori sebagai acuan dalam penyusunannya. Landasan teori yang dibutuhkan antara lain teori tentang Sistem Informasi, teori

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 64 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PT. Surya Toto Indonesia bergerak di bidang ceramic sanitary wares and plumbing hardware., salah satu produknya yaitu kloset tipe

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Permintaan mengalami penurunan pada periode tertentu dan kenaikan pada periode setelahnya sehingga pola yang dimiliki selalu berubah-ubah (lumpy)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam operasi bisnis. Dalam pabrik (manufacturing), persediaan dapat terdiri dari: persediaan

Lebih terperinci

Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero

Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero Rizky Saraswati 1), dan I Wayan Suletra 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

MRP. Master Production. Bill of. Lead. Inventory. planning programs. Purchasing MODUL 11 JIT DAN MRP

MRP. Master Production. Bill of. Lead. Inventory. planning programs. Purchasing MODUL 11 JIT DAN MRP MODUL 11 MRP adalah suatu teknik yang menggunakan BOM (bill of materials), inventory dan master schedule untuk mengetahui kebutuhan suatu part pada suatu waktu. Struktur MRP MRP membutuhkan data dari Bill

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Menara Cemerlang, suatu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan karung plastik. Pada saat ini perusahaan sedang mengalami penjualan yang pesat dan mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Produksi Perusahaan selalu melakukan penjadwalan produksi dalam pemenuhan kapasitas permintaan konsumen atau order dari konsumen untuk jangka pendek dalam rentang periode

Lebih terperinci

Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku Dengan Validasi Capacity Requirement Planning (CRP) Pada Perusahaan Rokok Sigaret Keretek Mesin (SKM)

Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku Dengan Validasi Capacity Requirement Planning (CRP) Pada Perusahaan Rokok Sigaret Keretek Mesin (SKM) Petunjuk Sitasi: Eunike, A., Herdianto, B., & Setyanto, N. W. (2017). Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku Dengan Validasi Capacity Requirement Planning (CRP) Pada Perusahaan Rokok Sigaret Keretek Mesin (SKM).

Lebih terperinci

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N K E L O M P O K S O Y A : A H M A D M U K T I A L M A N S U R B A T A R A M A N U R U N G I K A N O V I I N D R I A T I I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N S A L I S U B A K T I T R I W U L A N D

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 26 BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Dalam pembuatan Tugas Akhir diperlukan tahapan yang terstruktur yaitu tahapan metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan penggambaran

Lebih terperinci

BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis

BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis . Mata Kuliah Semester PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis : IV Pertemuan Ke : 13 Pokok Bahasan Dosen : Perencanaan Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Definisi Dan Fungsi Persediaan Persediaan adalah sumberdaya menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktifitas produksi yang terjadi pada sebuah perusahaan tidak hanya terbatas pada hal yang berkaitan dengan menghasilkan produk saja, namun kegiatan tersebut erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Dasar Penjadwalan Produksi Secara umum, penjadwalan merupakan suatu proses dalam perencanaan dan pengendalian produksi yang merencanakan produksi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan BAB 3 METODOLOGI Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan beberapa metode yang masuk dalam kategori praktek terbaik untuk melakukan pengurangan jumlah persediaan barang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Persediaan 2.1.1.1 Definisi serta Tujuan Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Persediaan (inventory) didefinisikan sebagai sumber daya yang di simpan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN. Oleh : Arinda Yudhit Bandripta

TUGAS AKHIR ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN. Oleh : Arinda Yudhit Bandripta TUGAS AKHIR ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN Oleh : Arinda Yudhit Bandripta 3107.100.551 Dosen Pembimbing : Ir. Retno Indryani, Ms LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat)

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat) 102 BAB V ANALISA HASIL 5.1 Peramalan Metode peramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah proyeksi trend yang terdiri dari linier trend model, quadratic trend model, exponential growth curve trend

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Biegel (referensi 3), persediaan adalah bahan yang disimpan di dalam gudang yang kemudian akan digunakan untuk kelangsungan suatu proses produksi (bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah: 10 2.1. Persediaan 2.1.1. Pengertian Persediaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam perusahaan setiap manajer operasional dituntut untuk dapat mengelola dan mengadakan persediaan agar terciptanya efektifitas

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Langkah-langkah dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam membuat sistem untuk menghasilkan suatu perencanaan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 60 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah : 1. Data Kapasitas Produksi Adapun kapasitas produksi reguler perhari untuk satu lini produksi

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pendahuluan Sistem produksi merupakan suatu mata kuliah yang menggambarkan mengenai aktivitas-aktivitas dalam perencanaan produksi dan suatu ilmu khusus yang ada dalam jurusan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPACITY REQUIREMENT PLANNING DI PT. SPI SURABAYA

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPACITY REQUIREMENT PLANNING DI PT. SPI SURABAYA PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPACITY REQUIREMENT PLANNING DI PT. SPI SURABAYA Erlina P Teknik Industri FTI-UPNV Jawa Timur Abstraks Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Umum Penjadwalan Produksi Untuk mengatur suatu sistem produksi agar dapat berjalan dengan baik, diperlukan adanya pengambilan keputusan yang tepat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. melaksanakan kegiatan utama suatu perusahaan.

BAB II LANDASAN TEORI. melaksanakan kegiatan utama suatu perusahaan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Informasi Sistem informasi merupakan suatu sistem dalam suatu organisasi yang mempertemukan pengolah transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan

Lebih terperinci

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PENENTUAN TEKNIK PEMESANAN MATERIAL PADA PROYEK STEEL STRUCTURE MENGGUNAKAN WINQSB

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PENENTUAN TEKNIK PEMESANAN MATERIAL PADA PROYEK STEEL STRUCTURE MENGGUNAKAN WINQSB PENENTUAN TEKNIK PEMESANAN MATERIAL PADA PROYEK STEEL STRUCTURE MENGGUNAKAN WINQSB Juliana Program Studi Teknik Informatika, Universitas Indraprasta PGRI Email : kallya_des @yahoo.com Abstrak Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan akhir-akhir ini tidak lagi terbatas secara lokal,

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan akhir-akhir ini tidak lagi terbatas secara lokal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan antar perusahaan akhir-akhir ini tidak lagi terbatas secara lokal, tetapi mencakup kawasan regional dan global. Oleh karena itu, setiap perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Keberadaan persediaan dalam suatu unit usaha perlu diatur sedemikian rupa sehingga kelancaran pemenuhan kebutuhan pemakai dapat dijamin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Edward (1998) menjelaskan bahwa sebuah work center terdiri dari banyak jenis mesin, dan pada kenyataannya work center lebih sering diindikasikan sebagai mesin

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI MODUL PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL OLEH WAHYU PURWANTO

SISTEM PRODUKSI MODUL PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL OLEH WAHYU PURWANTO SISTEM PRODUKSI MODUL PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL OLEH WAHYU PURWANTO LABOTARIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PERENCANAAN MATERIAL YANG DIBUTUHKAN (MATERIAL REQUIREMENT PLANNING)

PERENCANAAN MATERIAL YANG DIBUTUHKAN (MATERIAL REQUIREMENT PLANNING) BAB PERENCANAAN MATERIAL YANG DIBUTUHKAN (MATERIAL REQUIREMENT PLANNING) TUJUAN: Setelah memahami materi ini Mahasiswa diharapkan dapat:. Memahami perencanaan terhadap dependent demand.. Mengetahui manfaat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Hasil pengumpulan data yang didapat dari departemen PPIC (Production Planning and Inventory Control) PT. Pulogadung Pawitra Laksana (PT. PPL) adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku. BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai referensi penelitian yang dilakukan. Referensi yang digunakan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT Klip Plastik Indonesia sejak dari Agustus-Desember 2015, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di PT Klip Plastik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.1. Persediaan Persediaan merupakan salah satu pos modal dalam perusahaan yang melibatkan investasi yang besar. Kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan atau tidak efisien,

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8

PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8 PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8 Sebelum penggunaan MRP, perencanaan pengendalian persediaan biasanya dilakukan melalui pendekatan reaktif sbb : a. Reorder

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005,p4), Pengendalian persediaan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia industri menyebabkan terjadinya persaingan yang cukup ketat antar perusahaan. Kualitas merupakan faktor dasar konsumen terhadap

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Sistem Produksi Secara umum, sistem produksi dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengubah masukan (input) sumber daya menjadi barang jadi atau barang setengah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Matrikstama Andalan Mitra, sebuah perusahaan perdagangan, yang beralamatkan di Jl. Daan Mogot KM.12 No.9 Jakarta

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Yang Dihasilkan PT. Harapan Widyatama Pertiwi adalah perusahaan yang memproduksi pipa berdasarkan pesanan (make to order), tetapi ada pula beberapa produk yang diproduksi

Lebih terperinci

PENJADWALAN PRODUKSI DI LINE B MENGGUNAKAN METODE CAMPBELL-DUDEK-SMITH (CDS)

PENJADWALAN PRODUKSI DI LINE B MENGGUNAKAN METODE CAMPBELL-DUDEK-SMITH (CDS) 11 Dinamika Teknik Juli PENJADWALAN PRODUKSI DI LINE B MENGGUNAKAN METODE CAMPBELL-DUDEK-SMITH (CDS) Antoni Yohanes Dosen Fakultas Teknik Universitas Stikubank Semarang DINAMIKA TEKNIK Vol. VII, No. 2

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang ada pada perusahaan ini. Pembahasan pada bagian ini dimulai dari landasan

BAB II LANDASAN TEORI. yang ada pada perusahaan ini. Pembahasan pada bagian ini dimulai dari landasan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dalam penyelesaian Tugas Akhir ini digunakan landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada pada perusahaan

Lebih terperinci

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi...

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi... ABSTRAK Perusahaan Biskuit X merupakan perusahaan swasta yang berdiri pada tahun 1995 dan memproduksi biskuit marie yang dipasarkan ke beberapa kota di Pulau Jawa. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG I Made Aryantha dan Nita Anggraeni Program Studi Teknik Industri, Universitas Komputer Indonesia,

Lebih terperinci

Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)

Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) Komponen-komponen: 1. Sistem penjadwalan produksi menghasilkan master jadwal produksi yang mencakup lead time terpanjang ditambah waktu produksi terpanjang. 2. Sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi software yang. dirancang untuk menjalankan tugas tertentu.

BAB II LANDASAN TEORI. menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi software yang. dirancang untuk menjalankan tugas tertentu. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Aplikasi Menurut Kadir (2008:3) program aplikasi adalah program siap pakai atau program yang direka untuk melaksanakan suatu fungsi bagi pengguna atau aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Produksi 2.1.1 Definisi Sistem Produksi Menurut para ahli ada beberapa definisi mengenai sistem produksi, antara lain : 1. Asruri (1993) mendefinisikan sistem produksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam penyelesaian tugas akhir ini digunakan landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada pada perusahaan. 2.1 Sistem Menurut

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.6, Mei 2013 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.6, Mei 2013 ( ) ISSN: MANAJEMEN PENGADAAN MATERIAL BANGUNAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MRP (MATERIAL REQUIREMENT PLANNING) STUDI KASUS: REVITALISASI GEDUNG KANTOR BPS PROPINSI SULAWESI UTARA Inggried Limbong H. Tarore, J. Tjakra,

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ke: MANAJEMEN PERSEDIAAN Merencanakan Kebutuhan Barang Persediaan dengan Economic Order Quantity Fakultas EKONOMI DAN BISNIS M. Soelton Ibrahem, S.Psi, MM Program Studi Manajemen PERSEDIAAN Pengertian

Lebih terperinci

Jurnal Distribution Requirement Planning (DRP)

Jurnal Distribution Requirement Planning (DRP) PERENCANAAN DAN PENJADWALAN AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL PERIKANAN DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING (DRP) (Studi Kasus Di UD. Retro Gemilang Internasional Sidoarjo) 2009 Adib Fahrozi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi setiap saat dibidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci