BAB 2 LANDASAN TEORI Software Engineering (Rekayasa Piranti Lunak) Menurut Fritz Bauer (Pressman, 2001, p19), rekayasa piranti lunak adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini pasar modal merupakan suatu alternatif investasi yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam melakukan perdagangan saham, diperlukan analisis untuk memprediksi

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

Bab 3 LANDASAN TEORI. modal, yaitu Analisa fundamental dan Analisa Teknikal. Analisa Fundamental adalah studi tentang ekonomi, industri, dan kondisi

TEKNIK ANALISA FOREX - 3

Definisi dan asumsi dasar analisa teknikal Tipe grafik dan penggunaannya Konsep indikator dan oscillator

Buletin Compiled by

BAB I PENDAHULUAN. merupakan resiko yang harus ditanggung setiap investor terutama investor jangka

Ikhtisar Analisis Pasar. oleh Admiral Markets Trading Camp

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan yang dikemukakan oleh para pakar ekonomi yang berbeda antara satu. ekonomi dalam memandang manajemen keuangan.

Fundamental Vs Technikal Psikologi Trading Scalper,Swinger,Investor. Chart Asumsi dalam Technical Analysis Support & Resistance Penentuan Trend

Analisis teknikal adalah studi tentang perilaku pasar yang digambarkan melalui grafik, untuk memprediksi kecenderungan (trends) harga dimasa yang

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Teknikal Pergerakan Harga Saham BHIT

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Saldo Awal Minimal (Minimum Opening Balance) untuk melakukan perdagangan valas dibutuhkan langkah langkah awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LANDASAN TEORI. pendapat investor (P. 3).

BAB II LANDASAN TEORI. Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Saham Pengertian Saham Fungsi Saham

ANALISA TEKNIKAL. Beberapa 'peralatan populer' yang digunakan dalam analisa teknikal adalah : 1. Chart. - Line - Candlesticks.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Saham Pengertian Saham Jenis-Jenis Saham

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Saham Pengertian Saham Jenis-Jenis Saham

Session 2: M2: Method - Analisa Teknikal

BAB III METODE PENELITIAN. keuangan yang diperlukan, data ini diperlukan untuk penganalisisan secara

Bab 4 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan secara studi literatur, dan dengan mengikuti seminarseminar

BAB II LANDASAN TEORI

II. ANALISA TENIKAL Pengertian Analisa teknikal Prinsip Analisa teknikal

BAB IV PEMBAHAS AN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai penerapan indikator Bollinger Bands dan RSI

support (batas bawah), hal ini penting dilakukan sebagai informasi mengenai pergerakan

1) Petakan Trend dan Ikuti

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. Danareksa Research Institute Press

ANALISIS MOMENTUM PADA SAHAM-SAHAM PERBANKAN DI BURSA EFEK INDONESIA PASCA KRISIS. David Sukardi Kodrat

ANALISIS TEKNIKAL PERDAGANGAN VALUTA ASING DOLAR AMERIKA TERHADAP YEN JEPANG DENGAN MENGGUNAKAN MOVING AVERAGE CONVERGENCE DIVERGENCE SKRIPSI

Bab IV PEMBAHASAN. membuat rencana perdagangan (trading plan), tujuannya sebagai dasar acuan penulis

ANALISIS PERDAGANGAN SAHAM PT MNC INVESTAMA, TBK (BHIT) DENGAN MENGGUNAKAN METODE STOCHASTIC OSCILLATOR,

Data yang digunakan dalam penelitian ilmiah ini adalah data pergerakan harga

Analisa Investasi. Analisa Fundamental. Analisa Fundamental. Objek Analisa. Laporan Keuangan 3/19/2015. Analisa Teknikal. Analisa Fundamental

BAB 1 PENDAHULUAN. dari berbagai Negara. Mata uang memegang peranan yang sangat penting dalam

MENDENGARKAN SUARA PASAR.

Moving Average. Perhatikan gambar Simple Moving Average dengan periode 10 berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dapat menghasilkan hasil yang memuaskan menjadi penyebab utama penduduk

BAB II LANDASAN TEORI

Strategi EMA-50 Williams. oleh Admiral Markets Trading Camp

ANALISIS TEKNIKAL MODERN DENGAN INDIKATOR

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Valas (Valuta Asing) atau yang lebih dikenal dengan Forex (Foreign

PENDAHULUAN Latar Belakang

Teori Portofolio ANALISIS TEKNIKAL. 1

ANALISIS TEKNIKAL MODERN MENGGUNAKAN METODE MACD, RSI, SO, DAN BUY AND HOLD UNTUK MENGETAHUI RETURN SAHAM OPTIMAL PADA SEKTOR PERBANKAN LQ 45

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

Analisa Teknikal PRINSIP DASAR ANALISIS TEKNIKAL. Ada tiga prinsip yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan analisis teknikal, yaitu :

FOREX TRADING GUIDE TEHNIKAL ANALYS

Strategi Quad EMA. oleh Admiral Markets Trading Camp

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Stochastic Trader. Stochastic Oscillator

BAB I PENDAHULUAN. merambah dalam dunia perekonomian di Indonesia telah mengubah mind set

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SIGNAL JUAL BELI SAHAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE WILLIAMS %R DAN GEOMETRIC MOVING AVERAGE

Relative strength index (RSI) dan Moving average (MA) salah satu penyusun sistem dalam trading

Bab II LANDASAN TEORI

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam melakukan investasi pada saham, seorang investor atau trader

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku pasar modal telah menyadari bahwa sebelum melakukan investasi

Technical Analisys Dan Bitcoin Traders

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pasar Modal

Pengembangan Aplikasi Prediksi Tren Harga Saham dengan Metode Relative Strength Index

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. seperti melalui wawancara maupun menyebar kuesioner.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TIPS. Membaca Pola Grafik. Pola Pembalikan Arah

Oscillator.

How to Become a Swing Trader?

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Saham

Universitas Bina Nusantara

INDOTRADERPEDIA BULETIN TRADER INDONESIA - Volume 4, Issue 2 : Maret April 2016

mengambil keputusan kapan beli atau kapan jual saham.

MY-4X TRADING SYSTEM. Identifikasi trend, support dan resistance. Kenali peluang beli atau menjual dengan analisa teknikal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. instrument pasar uang adalah jangka pendek, mudah diperjual belikan serta likuid.

BAB I PENDAHULUAN. Emas merupakan suatu barang yang sangat berharga karena mempunyai

Rizky Watuseke

ANALISIS TEKNIKAL UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PT. ASIA PACIFIC FIBERS, TBK PADA BURSA EFEK INDONESIA

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

Manajemen Investasi SUTIA BUDI. STIE AHMAD DAHLAN JAKARTA

: Retno Yuliyanti NPM : Pembimbing : Dr. Ambo Sakka Hadmar, SE., MSi

PENULISAN ILMIAH TEKNIKAL MODERN DALAM INVESTASI DI PASAR MODAL (STUDI. INTERNATIONAL, Tbk)

Fast Track Reksadana IkhwanPridyastomo.com. Fast Track. Trading Reksadana

Bollinger Bands. Gambar 1. Bollinger Bands, MA 20 & STD 2

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan diuraikan penerapan indikator Bollinger Bands, RSI dan


REKAYASA PERANGKAT LUNAK

SIMULASI PERDAGANGAN SAHAM PT TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM, Tbk. DENGAN MACD DAN WILLIAMS % RANGE

KUMPULAN TRADING STRATEGY

ANALISIS PERDAGANGAN SAHAM PTBA DENGAN INDIKATOR MOVING AVERAGE, BOLLINGER BAND, DAN RSI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Indikator Rise Fall dan Cara Setting oleh : Liokta Briansyah SOFTWARE BINARY EXECUTOR

BAB III ANALISIS PENYELESAIAN MASALAH

Indikator tren.

I. Trend. The Secret Technical Analysis Direct You To Be A Professional Trader

Transkripsi:

6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Software Engineering (Rekayasa Piranti Lunak) Menurut Fritz Bauer (Pressman, 2001, p19), rekayasa piranti lunak adalah penetapan dan pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dengan tujuan mendapatkan piranti lunak yang ekonomis, terpercaya, dan bekerja efisien pada mesin yang sebenarnya (komputer). Menurut Pressman (2001, p19), rekayasa piranti lunak terbagi menjadi 3 lapisan yang mampu mengontrol kualitas dari piranti lunak, yaitu : a. Proses (Process) Proses merupakan lapisan paling dasar dalam rekayasa piranti lunak. Proses dari rekayasa piranti lunak adalah perekat yang menyatukan lapisan-lapisan teknologi dan memungkinkan pengembangan yang rasional dan periodik dari piranti lunak komputer. b. Metode (Methods) Metode dari rekayasa piranti lunak menyediakan secara teknikal bagaimana membangun sebuah piranti lunak. Metode meliputi sekumpulan tugas yang luas, termasuk di dalamnya, analisis kebutuhan, perancangan, konstruksi program, pengujian, dan pemeliharaan. Metode dari rekayasa piranti lunak bergantung pada sekumpulan prinsip dasar yang memerintah masing-masing area teknologi dan memasukkan pemodelan aktivitas, serta teknik deskriptif lainnya. c. Alat Bantu (Tools)

7 Alat bantu dari rekayasa piranti lunak menyediakan dukungan otomatis atau semi otomatis untuk proses dan metode. Ketika alat bantu diintegrasi, informasi akan diciptakan oleh sebuah alat bantu yang dapat digunakan oleh lainnya, sebuah sistem untuk mendukung pengembangan piranti lunak, yang juga disebut computer-aided software engineering (CASE). CASE menggabungkan piranti lunak, perangkat keras, dan database piranti lunak untuk menciptakan lingkungan rekayasa piranti lunak yang sejalan dengan CAD / CAE (computer-aided design / engineering) untuk perangkat keras. Menurut Pressman (2001, p28), dalam perancangan piranti lunak, dikenal linear sequential model atau yang lebih dikenal dengan sebutan classic life cycle atau waterfall model. Model ini menyarankan pendekatan yang sistematik dan berurutan dalam pengembangan piranti lunak yang melalui analisis, desain, pengkodean, pengujian, dan pemeliharaan. Model ini meliputi serangkaian aktivitas, yaitu : a. Rekayasa dan pemodelan sistem Karena piranti lunak merupakan sebuah bagian dari sistem yang besar, maka yang perlu dilakukan pertama kali adalah menetapkan kebutuhan untuk seluruh elemen sistem dan mengalokasikan sebagian dari kebutuhan tersebut ke piranti lunak. b. Analisis kebutuhan piranti lunak Untuk dapat mengerti inti dari program yang dibangun, diperlukan pengertian akan informasi yang diperlukan oleh piranti lunak. c. Perancangan Perancangan piranti lunak sebenarnya merupakan sebuah proses yang terdiri dari banyak kegiatan, yang menitikberatkan pada 4 atribut dari program, yaitu : struktur data, arsitektur piranti lunak, representasi tampilan, dan detil prosedur.

8 d. Pengkodean Dalam pengkodean, perancangan yang telah dilakukan diterjemahkan ke bentuk yang dimengerti komputer. e. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan untuk mengantisipasi terhadap terjadinya kesalahan karena perubahan sistem atau peningkatan kebutuhan pengguna akan fungsi baru. System Engineering Analysis Design Coding Testing Maintenance Gambar 2.1. Waterfall Model (Pressman, 1992, p25) 2.2. Diagram Alir (Flowchart) Diagram alir (flowchart) adalah representasi grafis dari serangkaian aktivitas operasi, pergerakan, inspeksi, delay, keputusan dan penyimpanan dari sebuah proses. Diagram alir menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasikan jenis proses atau proses yang sedang berjalan. Bentuk yang sudah distandarisasi menyediakan metode

9 yang umum dipakai oleh banyak orang untuk memvisualisasikan masalah dengan cara yang sama dan lebih mudah (Hansen, 2005). Berikut adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan diagram alir: Tabel 2.1. Tabel Simbol Flowchart (http://home.att.net/~dexter.a.hansen/flowchart/flowchart.htm) Notasi Arti Notasi Proses / pengolahan Predefined proses Operasi input / output Decision, berupa pertanyaan atau penentuan suatu keputusan Terminal, untuk menandai awal dan akhir program Preparation, untuk inisialisasi suatu nilai Panah, sebagai penghubung antar komponen dan penunjuk arah Manual input, input dari pengguna On-page connector, sebagai penghubung dalam satu halaman Off-page connector, sebagai penghubung antar halaman yang berbeda

10 2.3. State Transition Diagram (STD) State Transition Diagram merupakan sebuah modelling tool yang digunakan untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu. STD merupakan suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan pada waktu tertentu (Kowal, 1992, p329). Berikut adalah notasi yang digunakan untuk menggambarkan STD : Notasi Tabel 2.2. Tabel Notasi STD (Kowal, 1998, p329) State Arti Notasi Arrow Condition Action Condition dan Action Arti lambang dari notasi STD adalah sebagai berikut : 1. State State merepresentasikan reaksi yang ditampilkan ketika suatu tindakan dilakukan. Ada 2 jenis state, yaitu : state awal dan state akhir. State akhir dapat berupa beberapa state, sedangkan state awal tidak lebih dari 1. 2. Arrow, disimbolkan dengan :

11 Arrow sering disebut juga dengan transisi state yang diberi label dengan ekspresi aturan. Label tersebut menunjukan kejadian yang menyebabkan transisi terjadi. 3. Condition dan action Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem, sedangkan action adalah aksi yang dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi akan menghasilkan keluaran/tampilan. 2.4. Pasar Modal dan Saham Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Di pasar modal, diperjualbelikan instrumen keuangan seperti saham, obligasi, waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi (put atau call) (Darmaji, Tjiptono, dan Fakhruddin, Hendy M., 2001, p5). Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik yaitu kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas (Darmaji, Tjiptono, dan Fakhruddin, Hendy M., 2001, p7).

12 2.5. Analisis Saham Analisis Saham adalah kegiatan untuk memprediksi pergerakan harga saham dimana peluang akan memperoleh keuntungan atau menderita kerugiaan dapat dikalkulasi. Secara garis besar terdapat dua jenis analisis yang dapat digunakan dalam pasar modal, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal (Syamsir, 2004, p3). 2.5.1. Analisis Teknikal Analisis teknikal merupakan analisis terhadap pola pergerakan harga di masa lampau dengan tujuan untuk meramalkan pergerakan harga di masa yang akan datang. Analisis teknikal ini sering disebut dengan chartist karena para analisnya melakukan studi dengan menggunakan grafik (chart), dimana mereka berharap dapat menemukan suatu pola pergerakan harga sehingga mereka dapat mengeksploitasinya untuk mendapatkan keuntungan (Anonim1, 2005). Menurut Martin J.Pring, seni dari analisis teknikal adalah mencoba untuk mengidentifikasi perubahan trend dan memaintain investasi sampai ada tanda- tanda pembalikan trend (J.Pring, Martin, 1997, p5). Tiga buah prinsip yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan analisis teknikal, yaitu (Anonim1, 2005): 1. Market Price Discounts Everything Yaitu segala kejadian-kejadian yang dapat mengakibatkan gejolak pada bursa saham secara keseluruhan atau harga saham suatu perusahaan seperti faktor ekonomi, politik fundamental dan termasuk juga kejadian-kejadian yang tidak

13 dapat diprediksikan sebelumnya seperti adanya peperangan, gempa bumi dan lain sebagainya akan tercermin pada harga pasar. 2. Price Moves in Trend Yaitu harga suatu saham akan tetap bergerak dalam suatu trend. Harga mulai bergerak ke satu arah, turun atau naik. Trend ini akan berkelanjutan sampai pergerakan harga melambat dan memberikan peringatan sebelum berbalik dan bergerak kea rah yang berlawanan. 3. History Repeats It Self Karena analisis teknikal juga menggambarkan faktor psikologis para pelaku pasar, maka pergerakan historis dapat dijadikan acuan untuk memprediksi pergerakan harga di masa yang akan datang. Pola historis ini dapat terlihat dari waktu ke waktu di grafik. Pola-pola ini mempunyai makna yang dapat diinterprestasikan untuk memprediksikan pergerakan harga. 2.5.2. Analisis Fundamental Analisis fundamental pada dasarnya dapat dikatakan sebuah analisis yang dilakukan untuk melakukan penilaian atas sebuah saham dengan menggunakan analisis yang meliputi (Syamsir, 2004, p5): 1. Analisis perekonomian internasional 2. Analisis perekonomian nasional 3. Analisis industri 4. Analisis perusahaan

14 2.6. Terminologi Penting dalam AnalisisTeknikal Terdapat beberapa istilah penting yang sering digunakan dalam analisis teknikal, antara lain (Syamsir, 2004, p4): 2.6.1. Supply dan Demand Sama halnya dengan pasar lainnya, sebenarnya yang terjadi di pasar modal tidak lebih dari proses tawar-menawar antara pembeli dan penjual, sedangkan barang yang diperjualbelikan adalah surat-surat berharga berupa saham, obligasi, dan lain sebagainya. Karena banyaknya pembeli dan penjual serta tingginya variasi ekspektasi antara investor satu dengan yang lainnya maka mekanisme pasar modal diatur dengan menggunakan model antrian. Model antrian disusun berdasar logika penjual dan pembeli. Penjual sebagai pemilik barang jelas akan berupaya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, sedangkan pembeli tentunya ingin mendapatkan barang dengan harga semurah-murahnya. Banyaknya jumlah pembeli dan penjual disertai ekpektasi yang sangat variatif menghasilkan banyak sekali penawaran baik atas harga jual maupun harga beli yang terbentuk atas satu saham dalam waktu yang bersamaan. Untuk mengatur terjadinya transaksi atas penawaran-penawaran tersebut, maka dibuatlah suatu model antrian dengan cara mempertemukan harga penawaran yang terbaik baik untuk membeli maupun menjual. Di pasar modal, penawaran untuk membeli suatu saham atau surat berharga lainnya disebut bid, sedangkan harga penawaran untuk membeli saham yang terbaik

15 disebut best bid. Sedangkan penawaran untuk menjual disebut ask, dan harga penawaran untuk melakukan penjualan disebut best ask. Harga beli terbaik atau harga penawaran beli terbaik adalah harga penawaran tertinggi, sedangkan harga penawaran jual terbaik adalah harga penawaran jual yang paling rendah. Transaksi hanya terjadi jika terdapat kesesuaian antara harga beli dan harga jual yang kemudian akan membentuk harga pasar terakhir (last price) dan kemudian kuantitas transaksi tersebut akan membentuk last volume. Terdapat banyak faktor yang menentukan apakah kurva supply akan bergeser ke kanan, kiri, atau tetap sementara kurva demand tidak berubah; atau sebaliknya, kurva demand bergeser ke kiri, kanan, atau tetap sementara kurva supply tetap; atau kurva demand dan supply akan bergerak bersamaan dengan arah yang sama atau berbeda. 2.6.2. Garis Trend Trend atau kecenderungan pergerakan dalam satu arah merupakan salah satu terminologi penting dalam melakukan analisis teknikal, karena pada dasarnya analisis teknikal itu sendiri dikembangkan atas sebuah asumsi dasar, yaitu harga bergerak dalam sebuah kecenderungan (trend) itu sendiri. Karena itu indikator-indikator yang terdapat analisis teknikal hanya merupakan alat untuk terlebih dahulu mendapatkan indikasi apakah trend harga itu akan muncul, berakhir, berlanjut, atau berubah. Secara sederhana, garis trend (trendline) adalah sebuah garis yang menghubungkan sedikitnya dua titik harga atau lebih dan kemudian diperpanjang hingga beberapa periode ke depan. Secara garis besar, garis trend dapat dikategorikan menjadi tiga jenis trend, yaitu: 1. Trend Meningkat (uptrend)

16 Trend meningkat (uptrend) adalah garis yang memiliki kemiringan (slope) positif. Dalam analisis teknikal saham, secara sederhana uptrend line dibentuk dengan menghubungkan minimal dua titik harga terendah (low price). Dalam analis teknikal, uptrend line akan memiliki sifat seperti garis support. Trend yang meningkat ini, jika ditinjau dari keseimbangan supply dan demand, sebenarnya hanyalah indikasi mengenai pertumbuhan excess demand yang terjadi selama beberapa waktu (dalam kata lain minat beli lebih besar dibandingkan dengan minat jual). Dalam analisis teknikal, pertumbuhan demand dapat dilihat dalam peningkatan volume transaksi. Sebuah uptrend line akan tetap sahih selama harga yang terbentuk di pasar tetap berada di atas atau setara dengan uptrend line itu sendiri. Karena itu, jika harga yang terbentuk di pasar mulai menembus uptrend line, maka trend itu akan segera berakhir. Gambar 2.2. Uptrend Line (http://stockcharts.com/education/chartanalysis/trendlines.html)

17 2. Trend Menurun (downtrend) Trend menurun atau downtrend line, sebenarnya merupakan kebalikan dari uptrend line. Jika uptrend line adalah garis trend yang dibentuk dengan cara menhubungkan minimal dua titik harga terendah dan memiliki slope positif, maka downtrend line merupakan garis yang dibentuk dengan menghubungkan minimal dua titik harga tertinggi dan memiliki slope negatif. Jika ditinjau dari sisi keseimbangan supply-demand, maka keberadaan downtrend line sebenarnya mencerminkan adanya excess supply. Dalam analisis, garis downtrend akan memiliki perilaku yang sama dengan garis resistance. Garis downtrend akan tetap sahih selama harga yang terbentuk tetap berada di bawah garis tersebut, dan jika harga yang terbentuk berada di atas downtrend line, maka dapat disimpulkan bahwa downtrend telah berakhir. Gambar 2.3. Downtrend Line (http://stockcharts.com/education/chartanalysis/trendlines.html)

18 3. Trend mendatar (horizontal trend) Horizontal trend line adalah sebuah garis yang menggambarkan trend (kecenderungan harga saham) yang bergerak secara mendatar (horizontal). Dalam teknikal analisis, horizontal trend line berlaku seperti garis support dan resistance sekaligus karena horizontal trend adalah garis support dan resistance itu sendiri. 2.6.3. Overbought dan Oversold Secara harfiah, overbought dapat diartikan sebagai suatu kondisi jenuh beli, sedangkan oversold dapat dikatakan sebagai kondisi jenuh jual. Kondisi jenuh beli muncul setelah terjadinya aksi beli selama beberapa waktu, sementara aksi jenuh jual terjadi setelah terjadinya aksi jual selama beberapa waktu. Titik overbought adalah titik di mana harga telah mencapai level tertinggi yang dapat diterima oleh pembeli, karena itu untuk melakukan transaksi berikutnya mau tidak mau penjual harus menurunkan harga jualnya. Kondisi oversold terjadi jika harga telah menyentuh level harga terendah yang dapat diterima oleh penjual, oleh karena itu untuk setiap unit tambahan yang diinginkan oleh pembeli, maka pembeli harus membayar lebih mahal. Pergerakan harga sebuah saham yang mengakibatkan sebuah indikator teknikal masuk ke dalam wilayah oversold bukanlah berarti harga saham tersebut akan segera mengalami kenaikan pada transaksi berikutnya. Indikator teknikal sebuah saham dalam wilayah oversold sebenarnya hanyalah merupakan indikasi bahwa harga saham yang bersangkutan akan segera mengalami kenaikan di masa yang akan datang. Kenaikan harga saham ini akan dikonfirmasi apabila pergerakan harganya pada periode-periode

19 berikutnya dapat menyebabkan indikator teknikalnya keluar dari wilayah oversold. Demikian juga halnya dengan pergerakan harga saham yang menyebabkan indikator teknikalnya memasuki wilayah overbought. 2.6.4. Support dan Resistance Menurut Alexander Elder dalam bukunya Trading for a living, support dan resistance terbentuk tidak lebih dan tidak kurang karena manusia memiliki ingatan (memories). Ingatan itulah yang kemudian memerintahkan kepada kita untuk melakukan penjualan, pembelian, do nothing ataupun hold pada setiap tingkat harga. Support dan Resistance secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah titik batas atas (resistance) dan batas bawah (support) dari pergerakan harga. Secara lebih rinci, titik support (seringkali disebut dengan istilah support level) adalah sebuah level harga (titik/tingkat/range) di mana pertimbangan beli muncul untuk mencegah harga menurun lebih lanjut. Sebaliknya, titik resistance merupakan batas atas/range/titik di mana pada titik/level/range tersebut akan muncul pertimbangan jual untuk mencegah lonjakan harga lebih lanjut yang secara otomatis akan mengakibatkan timbulnya excess supply. Kemunculan excess supply ini tentu saja akan mengakibatkan turunnya harga saham. Titik support dan resistance cenderung berubah peran begitu terlewati. Tingkat support akan berubah perannya menjadi tingkat resistance begitu harga merosot dibawahnya. Seperti seseorang yang jatuh dari lantai ( tingkat support ), melihat bahwa bekas lantai itu kini adalah langit-langit (tingkat resistance) di atasnya. Tingkat support dan resistance muncul karena pembeli dan penjual signifikan yang memasuki pasar cenderung mengulang partisipasinya ketika harga kembali ke tingkat semula.

20 2.6.5. Divergence Divergence adalah perbedaan trend atau pergerakan harga dan indikator analisis teknikal. Dalam analisis teknikal, divergence dibagi menjadi dua jenis, yaitu divergence positif dan divergence negatif. Divergence positif adalah suatu kondisi dimana harga berada dalam trend penurunan sementara indikator teknikal analisis telah berada dalam trend penguatan. Output dari kondisi ini adalah bahwa harga akan segera mengikuti pergerakan dari indikator teknikal analisis hingga kondisi ini menginformasikan kepada analis bahwa harga akan segera menguat. Divergence negatif adalah suatu kondisi dimana harga berada dalam trend kenaikan sementara indikator teknikal analisis telah berada dalam trend menurun. Output dari kondisi ini adalah bahwa harga akan segera mengikuti pergerakan dari indikator teknikal analisis hingga kondisi ini menginformasikan kepada analis bahwa harga akan segera menurun. 2.6.6. False Signal Dalam analisis teknikal, harga saham tidak selalu bergerak sesuai dengan indikasi yang diberikan oleh indikator teknikal yang digunakan. Dalam analisis teknikal, kondisi seperti ini disebut dengan false signal. Ada beberapa penyebab terciptanya false signal, antara lain: Periode yang digunakan tidak cocok. Tiap saham memiliki karakter yang unik dan berbeda satu sama lainnya. Dengan demikian, penggunaan periode analisis pada tiap-tiap saham akan berbeda satu sama lainnya. Untuk mendapatkan periode yang paling cocok untuk diterapkan

21 dalam sebuah metode analisis sebuah saham, harus dilakukan back testing terlebih dahulu terhadap data time series-nya. Terkadang pergerakan harga saham bisa saja bergerak sangat liar dan tidak dapat diprediksi, hal ini dapat disebabkan oleh euphoria pasar yang bisa dipicu oleh berbagai hal. Saham-saham yang tidak likuid (tidak aktif diperdagangkan) seringkali tidak dapat diprediksi dengan tepat. Tidak dapat menutup kemungkinan, sebuah metode analisis memang tidak cocok untuk diterapkan pada suatu saham. 2.7. Indikator Analisis Teknikal Indikator analisis teknikal adalah perhitungan matematis yang dapat diterapkan pada harga dan volume yang dapat dipakai untuk mengantisipasi perubahan harga di masa yang akan datang. Dalam analisis teknikal, terdapat banyak indikator yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut dapat dikategorikan kedalam dua kategori yaitu indikator pengikut trend dan oscillator. Beberapa indikator pegikut trend yang popular adalah Moving Average (harga rata-rata berjalan), MACD (moving average convergence divergence) dan OBV (on balance volume), sedangkan Indikator oscillator yang populer adalah RSI (relative strength index), stochastic, momentum dan ROC (rate of change). Indikator pengikut trend biasanya lebih dapat diandalkan tetapi bereaksi lebih lambat daripada oscillator. Sebaliknya, oscillator bereaksi cepat dengan perubahan harga yang maju mundur antara tingkat overbought dan oversold. Untuk itu, indikator oscillator cenderung berfungsi baik dalam rentang perdagangan, sedangkan indikator pengikut

22 trend akan berfungsi baik dalam pasar yang dibentuk oleh kecenderungan (Anonim3, 1999). Indikator-indikator yang terdapat analisis teknikal hanya merupakan alat untuk terlebih dahulu mendapatkan indikasi apakah trend harga itu akan muncul, berakhir, berlanjut, atau berubah (Syamsir, 2004, p10). 2.7.1. Moving Average (MA) Metode rata-rata bergerak (moving average) adalah suatu metode sederhana namun sangat penting dalam analisis teknikal. Disamping dapat diaplikasikan terhadap pergerakan harga dan volume, metode ini juga dapat digunakan untuk menstabilkan metode analisis dengan tujuan untuk menghilangkan false signal, seperti menstabilkan garis RSI, Williams % R, dan lainnya. Banyak variasi aplikasi metode rata-rata bererak yang dapat digunakan dalam analisis teknikal saham, antara lain Simple Moving average, Weighted Moving average, Exponential Moving average. Namum metode analisis apapun cara mengintepretasikan output yang dihasilkan dapat dikatakan sama, namun yang berbeda adalah masalah timing, di mana sebuah metode bisa saja menghasilkan rekomendasi yang lebih cepat dan lainnya lebih lambat. Metode moving average yang akan digunakan dalam perancangan ini adalah metode simple moving average (SMA), exponential moving average (XMA), dan weighted moving average (WMA).

23 2.7.1.1. Simple Moving Average (SMA) 2.7.1.1.1. Metode dan Formulasi Simple moving average adalah metode yang paling sederhana dan banyak digunakan dalam analisis teknikal saham. Rata-rata bergerak sederhana ini dibentuk oleh nilai rata-rata dari n periode terakhir. + 1 1 i n SMA = Xj (2.1) n j= i dimana : n = periode yang dipilih Xj = data ke j Contoh perhitungan simple moving average: Jika diketahui data :12, 13, 14, 15, 16 dan 17. Kemudian pada data tersebut diterapkan metode simple moving average 4 periode, maka simple moving average 4 periode dari data tersebut akan menjadi: Tabel 2.3. Tabel Contoh Perhitungan SMA (Periode = 4 hari) (Syamsir, 2004, p107) Data MA 4 Periode 12-13 - 14-15 =(12+13+14+15)/4=13.5 16 =(13+14+15+16)/4=14.5 17 =(14+15+16+17)/4=15.5 2.7.1.1.2. Aplikasi SMA pada Data yang Memiliki Trend Dalam aplikasi metode rata-rata bergerak dalam forecasting, disebutkan bahwa metode ini tidak boleh digunakan untuk data yang memiliki trend baik naik maupun menurun karena nilai rata-rata bergerak akan selalu lebih besar dari nilai aktual (jika

24 terdapat trend menguat) dan sebaliknya akan selalu menjadi lebih kecil (pada data yang memiliki trend menurun). Namun dalam analisis teknikal kelemahan metode SMA ini justru dimanfaatkan untuk melihat arah trend pergerakan harga saham, apakah akan menguat atau menurun. Jika SMA lebih kecil dari data, maka data tersebut dapat dikatakan tengah mengalami trend naik, sebaliknya jika SMA lebih kecil dari data, maka dapat dikatakan bahwa data tersebut tengah turun. 2.7.1.1.3. Aplikasi SMA dengan Panjang Periode Analisis yang Berbeda Dalam aplikasi, jika sebuah kumpulan data memiliki trend meningkat, maka SMA dengan periode yang pendek akan selalu memberikan hasil lebih besar dibandingkan SMA dengan periode yang lebih panjang. Demikian juga sebaliknya, yaitu jika sekumpulan data memiliki trend menurun, maka SMA dengan periode yang lebih pendek akan selalu menghasilkan hasil lebih kecil dibandingkan SMA dengan periode yang lebih panjang. Berdasarkan kajian tersebut, maka dalam melakukan analisis dan prediksi harga saham, SMA akan memberikan signal kenaikan (bullish) atau penurunan (bearish) ataupun bahkan pembalikan trend dari saham yang sedang kita analisis. 2.7.1.1.4. Ketentuan Umum dalam Analisis Simple Moving Average Beberapa ketentuan dalam analisis simple moving average adalah sebagai berikut:

25 Tabel 2.4. Tabel Aturan Umum Aplikasi SMA dalam Analisis Saham (Syamsir, 2004, p117) No Posisi SMA Signal Arti 1 SMA > Data Aktual Bearish Trend Menurun 2 SMA < Data Aktual Bullish Trend Menguat 3 SMA Pendek > SMA Panjang Bullish Trend Menguat 4 SMA Pendek < SMA Panjang Bearish Trend Menurun 5 Titik Potong Perubahan Arah Perubahan Trend 5.1 SMA t-1 < Data t-1 SMA t > Data t Perubahan Arah Perubahan Trend dari naik ke turun 5.2 SMA t-1 > Data t-1 SMA t < Data t Perubahan Arah Perubahan Trend dari turun ke naik 5.3 SMA Pendek t-1 > SMA Panjang t-1 SMA Pendek t < SMA Panjang t Perubahan Arah Perubahan Trend dari naik ke turun 5.4 SMA Pendek t-1 < SMA Panjang t-1 SMA Pendek t > SMA Panjang t Perubahan Arah Perubahan Trend dari turun ke naik Dalam melakukan analisis dengan menggunakan metode SMA, pemilihan periode harus dilakukan dengan beberapa tes terlebih dahulu agar kombinasi SMA dengan periode optimal sehingga meminimalisasi terjadinya false signal. Periode optimal tidak akan selalu tetap, namun akan berubah dari waktu ke waktu. Jika indikator SMA sudah memberikan banyak false signal, maka ini merupakan indikasi untuk segera mengubah periode analisis yang kita gunakan. 2.7.1.2. Exponential Moving Average (XMA) 2.7.1.2.1. Metode dan Formulasi Exponential Moving Average (XMA) adalah bentuk lain dari penyempurnaan SMA yang diciptakan uuntuk mengeliminir kelemahan SMA yaitu keterlambatan. Pemberian bobot terbaru dalam metode XMA tergantung pada panjang periode yang ditetapkan.

26 Formulasi Exponential Moving Average: = ( K ( C P )) P (2.2) X + dimana: X = XMA sekarang C = Harga sekarang P = Periode XMA sebelumnya K = Konstanta penghalus (*XMA pada awa periode perhitungan akan sama dengan SMA) Konstanta penghalus K (Smoothing Constant) dihitung dengan formulasi : K 2 = n + 1 (2.3) dimana: K = Konstanta penghalus n = Jumlah periode dari XMA Contoh perhitungan dari XMA adalah sebagai berikut: (metode yang digunakan adalah XMA 10). Tabel 2.5. Tabel Contoh perhitungan XMA (Periode=10 hari) (Syamsir, 2004, p131) Date Close Previous XMA 11/12/1998 21500 11/13/98 23000 11/16/98 23000 11/18/98 23000 11/19/98 23000 11/20/98 23000 11/23/98 23500 11/24/98 23500 11/25/98 23500 XMA 11/26/98 23500 23050.00 23131.82 0.18 11/27/98 25000 23131.82 23471.49 0.18 11/30/98 25500 23471.49 23840.31 0.18 Smoothing Constant

27 12/01/98 30000 23840.31 24960.25 0.18 12/02/98 31000 24960.25 26058.39 0.18 12/03/98 31000 26058.39 26956.86 0.18 12/04/98 31000 26956.86 27691.98 0.18 12/07/98 31000 27691.98 28293.44 0.18 12/08/98 31000 28293.44 28785.54 0.18 12/09/98 31000 28785.54 29188.17 0.18 12/10/98 31000 29188.17 29517.59 0.18 12/11/98 31000 29517.59 29787.12 0.18 12/14/98 31000 29787.12 30007.64 0.18 12/15/98 31000 30007.64 30188.07 0.18 12/16/98 31000 30188.07 30335.70 0.18 12/17/98 31000 30335.70 30456.48 0.18 12/18/98 31000 30456.48 30555.30 0.18 12/21/98 31000 30555.30 30636.16 0.18 K = 2/(10+1)=0.18 * = Previous XMA pada periode pertama (11/26/98) akan sama dengan Simple Moving Average (SMA)-nya, jadi XMA 9 (previous XMA yang digunakan pada perhitungan XMA 10 ) akan sama dengan SMA 10. Selanjutnya XMA untuk periode berikutnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus XMA yang telah dijelaskan di atas: XMA 10 = (0.18 x (23500-23050))+ 23050 = 23131.82 XMA 11 = (0.18 x (2500-23131.82))+ 23131.82 = 23471.49 XMA 12 = (0.18 x (2500-23471.49))+ 23471.49 = 23840.31 Demikian seterusnya.

28 2.7.1.2.2. Aturan Umum Exponential Moving Average Aturan membaca Expnonetial Moving Average(XMA) sama persis dengan Simple Moving Average(SMA), yaitu: Tabel 2.6. Tabel Aturan Umum Aplikasi XMA dalam Analisis Saham (Syamsir, 2004, p133) No Posisi SMA Signal Arti 1 XMA > Data Aktual Bearish Trend Menurun 2 XMA < Data Aktual Bullish Trend Menguat 3 XMA Pendek > XMA Panjang Bullish Trend Menguat 4 XMA Pendek < XMA Panjang Bearish Trend Menurun 5 Titik Potong Perubahan Arah Perubahan Trend 5.1 XMAt-1 < Datat-1 XMAt > Datat Perubahan Arah Perubahan Trend dari naik ke turun 5.2 XMAt-1 > Datat-1 XMAt < Datat Perubahan Arah Perubahan Trend dari turun ke naik 5.3 XMA Pendekt-1 > XMA Panjangt-1 XMA Pendekt < XMA Panjangt Perubahan Arah Perubahan Trend dari naik ke turun 5.4 XMA Pendekt-1 < XMA Panjangt-1 XMA Pendekt > XMA Panjangt Perubahan Arah Perubahan Trend dari turun ke naik 2.7.1.3. Weighted Moving Average (WMA) 2.7.1.3.1. Metode dan Formulasi Metode SMA mempunyai kelemahan yaitu menghasilkan signal yang terlambat. Keterlamabatan SMA dalam memberikan konfirmasi trend disebabkan karena metode ini memberikan bobot yang sama bagi semua data, padahal dalam kenyataannya data yang paling mencerminkan nilai data berikutnya adalah data terakhir. Dalam Weighted Moving Average data yang terakhir (terbaru) diberi bobot yang lebih besar dibanding dengan data sebelumnya (lebih lama).

29 Bobot yang diberikan pada data terakhir tergantung pada panjang periode yang ditetapkan. Semakin panjang periode pengamatan, maka semakin besar juga pembobotan yang diberikan pada data yang terakhir. Secara matematis, WMA disusun berdasarkan formulasi di bawah ini: WMA = ((( nxn) + (( n 1 )( Xn 1) ) + (( n 2)( Xn 2) ) +... + (( n k )( Xn k )))/ ( n + ( n 1) + ( n 2) +...( n k ))) (2.4) ( Sn) dimana : n = periode yang dipilih k = n-(n-1) Xn = data ke n Contoh perhitungan dari WMA adalah sebagai berikut: (metode yang digunakan adalah WMA 5 periode): Tabel 2.7. Contoh perhitungan WMA (Periode=5 hari) (Syamsir, 2004, p125) Periode Harga A B C D E Weight * Weight * Weight * Weight * Weight * Saham Harga Harga Harga Harga Harga Saham Saham Saham Saham Saham (A) (B) (C) (D) (E) WMA 5* 1 125 1 125 2 150 2 1 300 150 3 175 3 2 1 525 350 175 4 125 4 3 2 1 500 375 250 125 5 100 5 4 3 2 1 500 400 300 200 100 130.00 6 100 5 4 3 2 500 400 300 200 118.33 7 100 5 4 3 500 400 300 108.33 8 125 5 4 625 500 110.00 9 150 5 750 123.33 Total 15 15 15 15 15 1950 1775 1625 1650 1850 Keterangan: A, B, C, D, E = Bobot Weight * Harga Saham (A), (B), (C), (D), (E) = Bobot x actual price

30 WMA 5* = WMA 5 periode (Total Weight x Harga Saham / Total Bobot) 1 = 1950/15 = 130 2 = 1775/15 = 118.33 3 = 1625/15 = 108.33 4 = 1650/15 = 110 5 = 1850/15 = 123.33 2.7.1.3.2. Aturan Umum Weighted Moving Average Beberapa aturan umum dalam WMA dalam analisis saham adalah sebagai berikut: Tabel 2.8. Aturan Umum Aplikasi WMA dalam Analisis Saham (Syamsir, 2004, p126) No Posisi SMA Signal Arti 1 WMA > Data Aktual Bearish Trend Menurun 2 WMA < Data Aktual Bullish Trend Menguat 3 WMA Pendek > WMA Panjang Bullish Trend Menguat 4 WMA Pendek < WMA Panjang Bearish Trend Menurun 5 Titik Potong Perubahan Arah Perubahan Trend 5.1 WMAt-1 < Datat-1 WMAt > Datat Perubahan Arah Perubahan Trend dari naik ke turun 5.2 WMAt-1 > Datat-1 WMAt < Datat Perubahan Arah Perubahan Trend dari turun ke naik 5.3 WMA Pendekt-1 > WMA Panjangt-1 WMA Pendekt < WMA Panjangt Perubahan Arah Perubahan Trend dari naik ke turun 5.4 WMA Pendekt-1 < WMA Panjangt-1 WMA Pendekt > WMA Panjangt Perubahan Arah Perubahan Trend dari turun ke naik 2.7.1.4. Perbedaan SMA, XMA dan WMA SMA, XMA dan WMA memiliki sensitivitas dan kepekaan yang berbeda. XMA lebih peka dalam memberikan sinyal menguat atau menurun kepada analis dibanding WMA dan SMA, kemudian disusul oleh WMA, dan yang terakhir oleh SMA.

31 Pergerakan saham sangat fluktuatif dan tidak terduga, sehingga pemakaian ketiga metode di atas akan sangat ditentukan oleh karakter dari analis atau investor. Jika analis tergolong risk lover, yang sangat ingin mengambil keputusan atau melakukan tindakan, maka metode yang paling cocok adalah XMA karena metode ini sangat cepat dan sensitif dalam membaca perubahan. Demikian juga jika analis tergolong moderat dalam mengambil risk method maka metode yang cocok bagi mereka adalah WMA, sedangkan bagi mereka yang tergolong risk avoider, maka metode yang paling cocok adalah SMA. 2.7.2. Moving Average Convergence Divergence (MACD) 2.7.2.1. Metode dan Formulasi Metode Moving average convergence divergence (MACD) dikembangkan pertama kalinya oleh Gerald Apple. MACD dikenal sebagai salah satu alat analisis yang paling sederhana dan cukup andal untuk digunakan dalam mengambil keputusan. Pada dasarnya formulasi MACD terbentuk dari MA. Satu hal yang membedakan MACD dari MA adalah jika MA langsung kita analisis sebagai indikator kenaikan atau penurunan harga, maka dalam analisis MACD, output MA tidak dapat langsung dianalisis, namun terlebih dahulu diolah sebelum dijadikan sebuah indikator momentum yang akan mengindikasikan perubahan trend harga. Dalam MACD, metode MA yang dipilih adalah yang paling sensitive atas perubahan harga yaitu metode Exponential Moving Average (XMA). Pengubahan output dari metode XMA menjadi sebuah momentum perubahan trend harga dilakukan dengan mengurangkan output XMA periode pendek dengan XMA periode panjang. Dalam hal periode pendek dan periode panjang maka yang digunakan adalah:

32 - XMA periode pendek dalam MACD = XMA 12 Periode - XMA periode panjang dalam MACD = XMA 26 Periode Tetapi yang perlu diketahui, kita dapat saja mengubah panjang periode pendek dan panjang ini sesuai dengan analisis yang kita anggap lebih mencerminkan perubahan trend harga saham yang tengah kita analisis. Formulasi dari garis MACD dapat dituliskan sebagai berikut: MACD = XMA 12 XMA 26 (2.5) dimana: XMA 12= XMA 12 periode XMA 26 = XMA 26 periode Jika harga berada dalam trend menguat, maka XMA periode pendek akan selalu lebih besar daripada XMA periode yang lebih panjang. Dengan demikian, jika garis MACD mengarah ke atas (menguat, nilai MACD dengan demikian akan positif) berarti XMA periode 12 lebih besar daripada XMA periode 26, sehingga dengan mudah dapat disimpulkan bahwa harga tengah berada dalam kondisi bullish (trend menguat), demikian juga sebaliknya jika MACD bernilai negatif. MACD juga dapat menginformasikan peralihan momentum yang dinilai kuat ataupun lemah, mengindifikasikan kondisi overbought atau oversold yang dapat mengimformasikan kepada analis atau investor untuk bersiap-siap mengambil strategi dalam menghadapi reversal. Selain itu MACD juga dapat menginformasikan beberapa informasi lain karena MACD terdiri dari tiga bagian penting, yaitu: Garis MACD: MACD = XMA 12 XMA 26 dimana: XMA 12 = XMA 12 periode XMA 26= XMA 26 periode

33 Garis Pemicu (Trigger line): Trigger line = XMA 9 dari MACD Center Line (garis pemisah horizontal antara MACD positif dan negatif) Ketiga garis tersebut memberikan informasi yang unik dalam masing-masing kondisi. Contoh perhitungan dari MACD adalah sebagai berikut: Tabel 2.9. Contoh perhitungan MACD dan Trigger line dengan periode pendek 12 dan periode panjang 26 (Syamsir, 2004, p151) Periode Harga Prev XMA 12 1 100 2 125 3 260 4 236 5 100 6 75 7 100 8 125 9 150 10 175 11 200 12 175 151.75 155.33 13 175 155.33 158.35 14 150 158.35 157.07 15 150 157.07 155.98 16 125 155.98 151.21 17 100 151.21 143.34 18 75 143.34 132.82 19 100 132.82 127.77 20 125 127.77 127.35 21 150 127.35 130.83 22 125 130.83 129.93 23 100 129.93 125.33 24 75 125.33 117.59 XMA 12 Prev XMA 26 XMA 26 MACD Prev XMA Trigger line Periode 9 dari MACD MACD

34 25 100 117.59 114.88 26 125 114.88 116.44 134.46 133.76-17.32 1 27 150 116.44 121.60 136.38 137.39-15.79 2 28 175 121.60 129.82 138.31 141.03-11.21 3 29 200 129.82 140.61 136.00 140.74-0.13 4 30 175 140.61 145.90 133.65 136.72 9.19 5 31 175 145.90 150.38 136.54 139.39 10.99 6 32 150 150.38 150.32 139.42 140.21 10.12 7 33 150 150.32 150.27 141.35 141.99 8.29 8 34 150 150.27 150.23 142.31 142.88 7.35 0.16 1.60217293 9 35 125 150.23 146.35 141.35 140.14 6.21 2.78 3.46644282 10 36 100 146.35 139.22 138.46 135.61 3.61 4.94 4.6691485 11 37 75 139.22 129.34 133.65 129.31 0.03 6.18 4.95289993 12 38 100 129.34 124.82 130.77 128.49-3.67 5.79 3.89950129 13 39 125 124.82 124.85 128.85 128.56-3.71 4.36 2.74426596 14 40 100 124.85 121.03 126.92 124.93-3.90 2.70 1.38226552 15 41 125 121.03 121.64 125.96 125.89-4.25 1.11 0.03518262 16 42 150 121.64 126.00 126.92 128.63-2.63-0.11-0.6108296 17 43 175 126.00 133.54 129.81 133.16 0.39-0.88-0.6271025 18 44 200 133.54 143.77 134.62 139.46 4.31-1.09-0.0123867 19 45 175 143.77 148.57 137.50 140.28 8.29-0.57 1.20150181 20 46 175 148.57 152.64 139.42 142.06 10.58 0.60 2.59626918 21 47 100 152.64 144.54 137.50 134.72 9.82 2.10 3.64228596 22 48 125 144.54 141.53 137.50 136.57 4.96 3.06 3.44122519 23 49 100 141.53 135.14 137.50 134.72 0.42 3.54 2.91777179 24 2.7.2.2. Ketentuan Umum MACD 1. Divergence Positif dan Negatif Pengertian dari divergence positif dan negatif adalah: - Divergence positif adalah suatu kondisi dimana harga berada dalam trend penurunan sementara indikator teknikal analisis telah berada dalam trend naik. Output dari kondisi ini adalah, harga akan segera mengikuti pergerakan dari

35 indikator TA, kondisi ini menginformasikan kepada analis bahwa harga akan segera menguat. - Divergence negatif adalah suatu kondisi, di mana harga berada dalam trend kenaikan sementara indikator teknikal analisis telah berada dalam trend menurun. Output dari kondisi ini adalah harga akan segera mengikuti pergerakan dari indikator TA, kondisi ini menginformasikan kepada analis bahwa harga akan segera menurun. 2. Bullish dan Bearish Moving Average Cross over Kondisi bullish dan bearish moving average cross over adalah keadaan yang mencerminkan terjadinya perpotongan antara garis MACD dengan garis trigger line. Sesuai dengan sifat analisis MA, jika MACD > trigger line maka terdapat konfirmasi trend peningkatan harga, dan jika MACD < trigger line maka terdapat konfirmasi trend penurunan harga. Selain kondisi tersebut, perpotongan MACD dan trigger line menginformasikan adanya peralihan trend harga dari bearish ke bullish (jika MACD memotong trigger line dari bawah) dan peralihan trend harga dari bullish ke bearish (jika MACD memotong trigger line dari atas). 3. Bullish Centerline dan Bearish Centerline Centerline adalah sebuah garis pemisah antara daerah MACD yang bernilai positif dengan MACD yang bernilai negatif. Centerline ini juga dapat berfungsi sebagai indikator peralihan momentum dari trend bearish ke trend bullish atau sebaliknya. Indikator peralihan trend pada MACD centerline terdiri dari dua bagian besar, yaitu:

36 Bearish centerline crossover (indikator peralihan momentum dari bullish ke bearish). Bullish centerline crossover (indikator peralihan momentum dari bearish ke bullish). Bearish centerline crossover ditandai dengan garis MACD yang menembus centerline dari atas, sedangkan bullish centerline crossover ditandai dengan garis MACD yang menembus centerline dari bawah. 4. Overbought dan Oversold MACD dapat juga menginformaskan kondisi jenuh beli (overbought) dan jenuh jual (oversold). Kondisi oversold yang mengindikasikan kenaikan harga pada analisis MACD terjadi jika: MACD < Trigger line Jarak MACD dan trigger line berada pada titik terjauh menurut historical movement. Kondisi overbought yang mengindikasikan kenaikan harga pada analisis MACD terjadi jika: MACD > Trigger line Jarak MACD dan trigger line berada pada titik terjauh menurut historical movement. Dalam melakukan analisis biasanya jarak antara MACD dan trigger line digambarkan dalam sebuah histogram yang disebut dengan MACD Histogram. Ketentuan dalam analisis MACD dapat diringkaskan dalam bentuk tabel di bawah ini:

37 Tabel 2.10. Ketentuan Umum dalam Analisis MACD (Syamsir, 2004, p162) 1 Jika terdapat Divergence Positif Bullish 2 Jika terdapat Divergence Negatif Bearish 3 MACD > Trigger line (bullish cross over) Bullish 4 MACD < Trigger line (bullish cross over) Bearish 5 Titik Potong = Peralihan Trend 6 MACD > 0 Bullish Centerline 7 MACD < 0 Bearish Centerline 8 MACD histogram positif/negatif range maximum Oversold/Overbought 9 Bullish Cross over Bullish jangka pendek 10 Bearish Cross over Bearish jangka pendek 11 Bullish Centerline Bullish jangka panjang (perubahan momentum dari bearish menjadi bullish) 12 Bullish Centerline Bearish jangka panjang (perubahan momentum dari bullish menjadi bearish) 2.7.3. Relative Strength Index (RSI) 2.7.3.1. Metoda dan Formulasi Relative Strength Index (RSI) pertama kali dibuat oleh Welles Wilder dan diperkenalkan kepada khalayak melalui bukunya yang berjudul New concepts in Technical Trading Systems. Indikator RSI ini menghitung perbandingan antara daya tarik kenaikan dan penurunan harga, yang diterjemahkan ke dalam indikator yang memiliki selang penilaian antara 0-100. Karena nilainya yang tetap (antara 0-100), maka RSI dikelompokkan ke dalam salah satu alat analisis oscillator indikator (RSI hanya bisa bergerak/oscillate di antara nilai tersebut). Pembentukan indicator RSI didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu: Trend didasarkan atas posisi harga close dimana jika

38 o Harga close periode ke t > Harga close t periode ke t-1 (Up Trend). o Harga close periode ke t < Harga close t periode ke t-1 (Down Trend). o Harga close periode ke t = Harga close t periode ke t-1 (No Trend). Kekuatan sebuah trend dilihat dari jumlah gain atau losses yang dibentuk antara Close periode ke t dengan Close periode ke t-1 dalam periode pengamatan. o Gain: Harga Close periode ke t Harga Close periode ke t-1 > 0. o Losses: Harga Close periode ke t Harga Close periode ke t-1 < 0. Perimbangan antara kekuatan trend naik dan trend turun digambarkan dalam Relative Strength (RS) yang merupakan perbandingan antara total gain dan total looses dalam periode pengamatan. o Trend naik akan memiliki RS > 1 o Trend turun akan memiliki RS < 1 o Trend horizontal akan memiliki RS = 1 Mengenai periode perhitungan yang digunakan, Wilder dalam bukunya mengenjurkan untuk menggunakan periode penghitungan sebanyak 14 periode. Periode lain yang biasa digunakan bervariasi antara 9-25. Formulasi dari RSI adalah sebagai berikut: RSI Periode Pertama: RSI 100 = 100 (2.6) 1+ RS ( Dengan formulasi yang seperti ini, jelas nilai dari RSI akan berkisar antara 0-100) RS (relative strength): ( TotalGain / n) RS = (2.7) ( Totallosses / n)

39 RSI: RSI 100 = 100 (2.8) 1+ RS s RS s (Relative Strength Smooth), RS untuk periode selanjutnya (periode pengamatan=14): RS [( PAG) x( n 1) + CG)]/ n = s [( PAL) x( n 1) + CL)] / (2.9) n dimana: Total gain : Total kenaikan harga dalam periode Total Losses Harga : Total penurunan harga dalam periode : Harga yang digunakan dalam analisis RSI adalah harga close N Total Gain/n Total Losses/n PAG PAL CG CL : Panjang periode pengamatan : Rata-rata gain/average Gain/AG : Rata-rata losses/average losses/al : Rata-rata gain periode sebelumnya : Rata-rata losses periode sebelumnya : Current Gain : Current Losses Contoh perhitungan RSI dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.11. Contoh perhitungan RSI dengan periode 14 (Syamsir, 2004, p188) Date Close Difference Gain Losses Sum Sum Average Average Relative Relative Gain Losses Up Down Strength Strength & Index Relative

40 Strength Smooth 11/27/98 2150 11/30/98 2075-75 0 75 12/1/98 2000-75 0 75 12/2/98 2000 0 0 0 12/3/98 2125 125 125 0 12/4/98 2050-75 0 75 12/7/98 2100 50 50 0 12/8/98 2100 0 0 0 12/9/98 2125 25 25 0 12/10/98 2250 125 125 0 12/11/98 2325 75 75 0 12/14/98 2375 50 50 0 12/15/98 2375 0 0 0 12/16/98 2400 25 25 0 12/17/98 2325-75 0 75 475 300 33.93 21.43 1.58 61.2903 12/18/98 2350 25 25 0 500 225 35.71 16.07 1.67 62.5899 12/21/98 2400 50 50 0 550 150 39.29 10.71 2.46 71.1111 12/22/98 2450 50 50 0 600 150 42.86 10.71 4.03 80.1020 12/23/98 2375-75 0 75 475 225 33.93 16.07 2.60 72.2222 12/24/98 2375 0 0 0 475 150 33.93 10.71 2.11 67.8571 12/28/98 2400 25 25 0 450 150 32.14 10.71 3.35 76.9912 12/29/98 2375-25 0 25 450 175 32.14 12.50 2.54 71.7791 12/30/98 2425 50 50 0 475 175 33.93 12.50 2.88 74.2210 1/4/99 2400-25 0 25 350 200 25.00 14.29 2.35 70.1705 1/5/99 2700 300 300 0 575 200 41.07 14.29 3.37 77.0925 1/6/99 2825 125 125 0 650 200 46.43 14.29 3.55 78.0127 Selanjutnya, berdasarkan perhitungan RSI di atas, dapat disusun grafik RSI untuk keperluan analisis. 2.7.3.2. Interpretasi Analisis RSI dalam Analisis Saham yaitu: Pada dasarnya, ada beberapa informasi penting yang dihasilkan oleh analisis RSI,

41 1. Konfirmasi kejadian overbought/oversold Jika garis RSI memotong garis overbought dari atas, maka harga akan segera menurun, dan jika garis RSI memotong garis oversold dari bawah, maka harga akan segera mengalami kenaikan. 2. Konfirmasi kejadian positif atau negatif divergence Jika harga saham masih berada dalam trend menguat sementara RSI berada dalam kondisi menurun maka saham dikatakan berada dalam kondisi negatif divergence. Dalam kondisi seperti ini, hampir dapat dipastikan bahwa harga saham akan akan segera mengikuti pergerakan garis RSI (akan segera menurun). Demikian juga sebaliknya, jika harga saham masih berada dalam trend menurun sementara RSI berada dalam kondisi menguat maka saham dikatakan berada dalam kondisi positif divergence. Dalam kondisi seperti ini, hampir dapat dipastikan bahwa harga saham akan akan segera mengikuti pergerakan garis RSI (akan segera menguat) 3. Konfirmasi dominasi gerakan, yaitu apakah gerakan didominasi oleh kenaikan atau penurunan Jika RSI lebih besar dari 50 (berada di atas centerline), maka dapat dikatakan bahwa saham tersebut tengah berada dalam momentum kenaikan. Demikian juga sebaliknya, jika RSI lebih kecil dari 50 (berada di bawah centerline), maka dapat dikatakan bahwa saham tersebut tengah berada dalam momentum penurunan. 2.7.4. Williams %R 2.7.4.1. Metoda dan Formulasi Williams %R adalah metode analisis teknikal yang dikembangkan oleh Larry Williams yang dimaksudkan sebagai alat pendeteksi kondisi overbought dan oversold

42 pada suatu saham. Dalam analisis Williams %R, pergerakan indikator berada dalam selang yang telah ditentukan, mirip dengan indicator RSI atau Stochastic, dengan skala yang dibalik, yaitu antara -100 sampai 0. Karena skala yang ditetapkan dalam analisis Williams %R adalah 0 hingga -100, mudah ditebak bahwa wilayah overbought ada di level -30 hingga 0 akan dikategorikan sebagai wilayah overbought, sedangkan wilayah -70 hingga -100 dikategorikan sebagai wilayah oversold. Namun pergerakan harga saham tidak akan selalu mematuhi batasanbatasan tersebut sebagai titik overbought atau titik oversold. Williams %R menunjukkan hubungan antara harga closing secara relatif dengan titik tertinggi dan terendah dalam periode yang ditetapkan. Williams %R dihitung dengan formulasi di bawah ini: Highesthighover periods close periods % R = 100 (2.10) Highesthighover periods Lowestlowover periods Dengan melihat formulasi di atas, maka jelas bahwa nilai Williams %R akan sangat berpengaruh pada posisi harga closing terhadap selama harga dalam range pengamatan. Semakin dekat titik closing dengan harga tertinggi dalam periode pengamatan, maka nilai Williams %R akan mendekati titik 0, dan semakin dekat posisi harga close dengan harga terendah selama periode pengamatan, maka nilai Williams %R akan mendekati - 100 (nilai minimum). Contoh perhitungan Williams %R dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.12. Contoh perhitungan Williams %R dengan periode 14 (Syamsir, 2004, p392) Date Open High Low Close Volume Highest Lowest Williams %R 1/30/01 2375 2400 2350 2375 4349000 1/31/01 2375 2525 2375 2525 44007000 2/1/01 2525 2625 2525 2600 72181504

43 2/2/01 2600 2925 2600 2850 109464496 2/5/01 3000 3125 2975 3000 104275504 2/6/01 2925 2950 2850 2875 32022000 2/7/01 2850 2850 2750 2850 40932500 2/8/01 2825 2900 2825 2875 23970000 2/9/01 2850 2850 2725 2750 31347500 2/12/01 2700 2775 2675 2775 19962000 2/13/01 2775 2775 2700 2725 12185500 2/14/01 2700 2725 2675 2725 6705500 2/15/01 2825 3125 2825 3100 121829504 2/16/01 3125 3125 2925 2925 64735500 3125 2350-25.81 2/19/01 2925 3025 2900 3000 30155500 3125 2375-16.67 2/20/01 3000 3050 2975 3025 15931500 3125 2525-16.67 2/21/01 3000 3150 3000 3125 48334000 3150 2600-4.55 2/22/01 3150 3150 3075 3100 19422500 3150 2675-10.53 2/23/01 3050 3100 3050 3075 7557500 3150 2675-15.79 2/26/01 3075 3075 2950 3000 18254500 3150 2675-31.58 2/27/01 3000 3000 2925 2975 12724000 3150 2675-36.84 2/28/01 2950 2950 2900 2925 13853000 3150 2675-47.37 3/1/01 2875 2925 2850 2925 16726500 3150 2675-47.37 3/2/01 2900 2950 2875 2925 14669000 3150 2675-47.37 3/6/01 2900 2950 2900 2950 7683500 3150 2675-42.11 3/7/01 2950 3000 2950 2975 14022000 3150 2825-53.85 3/8/01 2975 2975 2900 2925 3717500 3150 2850-75.00 3/9/01 2925 2925 2775 2775 17593000 3150 2775-100.00 3/12/01 2700 2700 2625 2675 31578000 3150 2625-90.48 3/13/01 2600 2600 2525 2575 23852000 3150 2525-92.00 3/14/01 2600 2650 2550 2575 23254500 3150 2525-92.00 2.7.4.2. Sifat dan Aturan Umum dalam analisis Williams %R 1. Overbought dan Oversold Secara umum, Jika garis Williams %R memotong garis overbought dari atas, maka harga akan segera menurun, dan jika garis Williams %R memotong garis oversold dari bawah, maka harga akan segera mengalami kenaikan. 2. Centerline

44 Seperti indikator RSI, Williams %R juga memiliki nilai yang terbatas pada range tertentu. Jika RSI memiliki nilai antara 0-100, maka Williams %R memiliki nilai antara 0 hingga -100. Karena itu, aturan centerline juga dapat diterapkan pada analisis Williams %R. Karena Williams %R memiliki nilai antara 0 hingga -100, maka centerline dalam Williams %R dapat ditetapkan pada posisi -50. Jika Williams %R menembus centerline dari bawah, dapat dikatakan bahwa saham tersebut sedang berada dalam kondisi bullish centerline, dan sebaliknya jika Williams %R menembus centerline dari atas ke bawah, dapat dikatakan bahwa saham tersebut sedang berada dalam kondisi bearish centerline. 2.8. Candlestick Candlestick merupakan salah satu chart yang paling sering digunakan dalam analisis harga saham maupun nilai kurs mata uang. Candlestick disebut juga dengan Japanese Candles karena pertama kali Candlestick itu digunakan untuk mengalanisa harga dari beras di jepang. Candlestick menggambarkan harga pembukaan, harga penutupan, harga tertinggi dan harga terendah seperti di bawah ini (Anonim4, 1999): Gambar 2.4. Candlestick (http://www.barchart.com)

45 Grafik dibawah ini adalah contoh dari grafik Candlestick, warna hijau menggambarkan kenaikan harga, sedangkan warna merah mengambarkan penurunan harga saham. Gambar 2.5. Grafik Candlestick (http://www.barchart.com)