I.3. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga pertanyaan penelitian :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

STUDI EVALUASI METODE PENGUKURAN STABILITAS CANDI BOROBUDUR DAN BUKIT

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

L A P O R A N K A J I A N

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia.

Prinsip Kuadrat Terkecil

By. Y. Morsa Said RAMBE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

PEMBUATAN PROGRAM APLIKASI PERHITUNGAN JARING TRIANGULATERASI UNTUK PENENTUAN KOORDINAT TITIK PANTAU BENDUNGAN MENGGUNAKAN MATLAB R2009A

Bab 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Hitung Perataan Kuadrat Terkecil (Least Squares Adjustment)

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

HITUNGAN PERATAAN POSISI 3D TITIK PREMARK SECARA SIMULTAN PADA SURVEI FOTO UDARA FORMAT KECIL

Pengolahan Ukuran Gayaberat Relatif dengan Metode Perataan Kuadrat Terkecil dengan Solusi Bertahap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 3 (3.1) Universitas Gadjah Mada

STUDI PENERAPAN MODEL KOREKSI BEDA TINGGI METODE TRIGONOMETRI PADA TITIK-TITIK JARING PEMANTAU VERTIKAL CANDI BOROBUDUR DENGAN TOTAL STATION

SOAL PM MATEMATIKA SMA NEGERI 29 JAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

(A) 3 (B) 5 (B) 1 (C) 8

BAB I PENDAHULUAN. Candi Prambanan merupakan Candi Hindu yang selesai dibangun. pada zaman Kerajaan Mataram Hindu di masa pemerintahan Raja Rakai

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off

K NSEP E P D A D SA S R

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis Komponen Utama (AKU, Principal Componen Analysis) bermula dari

Soal Latihan Matematika

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012

Proyeksi Peta. Tujuan

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Strain, Stress, dan Diagram Mohr

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015

ORIENTASI PADA PRA PLOTTING PETA BERSISTEM KOORDINAT LOKAL TERHADAP SISTEM KOORDINAT FIX (TETAP)

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua,

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel

BAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI

Analisis Perbedaan Perhitungan Arah Kiblat pada Bidang Spheroid dan Ellipsoid dengan Menggunakan Data Koordinat GPS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

SOAL PREDIKSI UJIAN NASIONAL MATEMATIKA IPA 2015

BAB II LANDASAN TEORI. : Ukuran sampel telah memenuhi syarat. : Ukuran sampel belum memenuhi syarat

TINJAUAN PUSTAKA. Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat. Bilangan-bilangan

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

BAB III METODE PENELITIAN. kutipan langsung dari berbagai sumber. Data data yang digunakan dalam penelitian ini

disesuaikan dengan soal yaitu 2 atau 3 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

Didin Astriani P, Oki Dwipurwani, Dian Cahyawati (Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya)

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

Company LOGO ANALISIS BIPLOT

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

1. Sebuah kawat yang panjangnya 10 meter akan dibuat bangun yang berbentuk 3 persegi panjang kongruen seperti pada gambar di bawah.

IV.1. Analisis Karakteristik Peta Blok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOAL UN DAN PENYELESAIANNYA 2008

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

TRY OUT MATEMATIKA PAKET 3B TAHUN 2010

Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPS tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya

BAB II LANDASAN TEORI. metode kuadrat terkecil (MKT), outlier, regresi robust, koefisien determinasi,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai beraneka ragam budaya. Hal ini nampak dari adanya berbagai macam suku, bahasa, rumah adat, dan tarian daerah yang berbeda-beda untuk setiap daerahnya. Selain itu, Indonesia mempunyai banyak peninggalan sejarah dari kerajaan-kerajaan yang sudah berdiri di masa lalu seperti ditemukannya prasasti-prasasti dan bangunan-bangunan bersejarah semisal candi. Bahkan dua candi yang dimiliki Indonesia sudah ditetapkan dalam UNESCO s World Heritage Sites sebagai situs warisan dunia. Dua candi yang ditetapkan UNESCO tersebut adalah Candi Borobudur yang pernah masuk menjadi tujuh keajaiban dunia dan Candi Prambanan. Candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Indonesia. Lokasi Candi Prambanan terletak di Desa Prambanan, sekitar 2 km dari pusat kota Yogyakarta. Secara geografis, candi ini terletak pada koordinat 7 45 8 LS dan 11 29 3 BT. Candi Prambanan terdiri dari tiga candi utama, yaitu Candi Wisnu, Candi Brahma, dan Candi Siwa. Candi Siwa merupakan candi terbesar di kompleks Candi Prambanan. Masyarakat lebih mengenal Candi Siwa dengan sebutan Candi Roro Jonggrang. Tinggi candi ini adalah 47 meter atau 5 meter lebih tinggi daripada Candi Borobudur. Sesar Opak merupakan sesar yang berada di sekitar Sungai Opak yang arahnya dari timur laut ke barat daya dimana blok timur relatif bergeser ke utara dan blok barat ke selatan dengan lebar dari zona sesar ini diperkirakan sekitar 2,5 km. Sesar ini menyebabkan terjadinya gempa bumi di D.I. Yogyakarta dan sekitarnya pada tahun 26. Akibat gempa tahun 26, kurang lebih 55 orang menjadi korban. Selain itu, gempa tersebut telah mengakibatkan beberapa bagian dari kompleks Candi Prambanan mengalami rusak parah. Candi yang mengalami kerusakan terparah adalah Candi Siwa yang hingga saat ini masih dalam tahap pemugaran. Candi Siwa inilah yang digunakan sebagai obyek penelitian ini. 1

2 Sesudah terjadi gempa tahun 26, Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta telah melakukan pengukuran stabilisasi candi dengan mengukur titik-titik pantau yang ada di area sekitar candi. Pengukuran yang digunakan menggunakan kerangka pengukuran berupa poligon tertutup, sehingga tingkat ketelitiannya hanya didasarkan pada nilai kesalahan linier poligon (Basuki, S., 26). Setelah dilakukan pengukuran, Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta menghitung nilai koordinatnya dengan menggunakan metode bowdith. Konsep metode ini adalah meratakan kesalahan hasil pengukuran jarak dan sudut secara merata ke setiap titik pantaunya. Walaupun sudah dilakukan pengukuran stabilisasi, Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta belum melakukan analisis pergeseran titik-titik pantau dan pengamatan deformasi secara kontinyu. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pergeseran yang terjadi pada tiap titik pantau. Data yang digunakan untuk proses analisis adalah pemantauan stabilisasi Candi Prambanan tahun 211 dan tahun 213. Adapun analisis yang dilakukan dengan menggunakan hitung perataan kuadrat terkecil dengan metode parameter. Penyelesaian hitung perataan kuadrat terkecil dilakukan dengan cara tertentu agar diperoleh solusi jumlah kuadrat residualnya minimum (Soeta at, 1996). I.2. Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini, yang menjadi permasalahan utama adalah : 1. Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta sudah melakukan pengukuran stabilisasi Candi Prambanan, tetapi belum dilakukan analisis untuk mengetahui pergeseran titik pantau secara terpadu. 2. Metode pengolahan data hasil pengukuran stabilisasi Candi Prambanan yang selama ini dilakukan tidak sesuai, karena jika pergeseran pada tubuh candi sangat kecil tidak bisa dideteksi. 3. Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta belum melakukan pemantauan stabilisasi candi secara perdik terhadap kemungkinan adanya pergeseran pada tubuh Candi Prambanan, sehingga perlu dilakukan analisis pergeseran titik pantau yang dapat dipakai sebagai masukan mengenai pentingnya pemantauan stabilisasi candi secara perdik.

3 I.3. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga pertanyaan penelitian : 1. Berapakah nilai koordinat titik pantau Candi Prambanan beserta ketelitiannya pada epoch September 211 dan Oktober 213? 2. Berapakah nilai pergeseran titik pantau dalam kurun waktu antara September 211 sampai Oktober 213? 3. Apakah jaring titik pantau dalam kurun waktu antara September 211 sampai Oktober 213 mengalami perubahan bentuk? I.4. Pembatasan Masalah Pembahasan pada penelitian ini dibatasi pada : 1. Obyek penelitian ini adalah bagian dasar Candi Siwa yang terdapat di kawasan kompleks Candi Prambanan. 2. Penghitungan besar pergeseran horisontal titik pantau Candi Siwa menggunakan data pengukuran dari dua epoch waktu, yaitu pengukuran September 211 dan Oktober 213. 3. Penelitian ini didasarkan pada data pengukuran stabilisasi Candi Siwa yang berupa sudut dan jarak antar titik pantau candi yang diukur dengan menggunakan alat ukur teodolit topcon DT 2 Series. 4. Analisis dilakukan dengan menggunakan satu titik ikat pada titik pantau yang diikat pada Titik Tinggi Geodesi (TTG) orde tiga dan orde satu. 5. Titik ikat tersebut diasumsikan tidak mengalami pergeseran. I.5. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan nilai koordinat titik pantau Candi Prambanan beserta ketelitiannya untuk epoch September 211 dan Oktober 213. 2. Mendapatkan nilai pergeseran titik pantau Candi Prambanan beserta nilai ketelitiannya dalam kurun waktu September 211 sampai Oktober 213. 3. Teridentifikasinya pergeseran titik-titik pantau Candi Prambanan.

4 I.6. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Untuk bidang keilmuwan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya pemanfaatan suatu metode untuk analisis deformasi suatu bangunan. 2. Untuk langkah konservasi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi adanya deformasi yang lebih dini, sehingga dapat dilakukan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadinya dampak negatif, sehingga kerugian yang mungkin timbul dapat diminimalisir atau bahkan dicegah. I.7. Tinjauan Pustaka Sudah terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan analisis deformasi dengan obyek berupa candi. Penelitian yang terkait dengan deformasi misalnya yang sudah dilakukan oleh Widyaningsih (26). Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih (26) menggunakan data pengukuran jaring triangulasi Candi Borobudur dengan tahun pengukuran diantaranya tahun 21, 22, dan 24. Pada penelitian tersebut, digunakan titik pantau sejumlah delapan buah yang tersebar mengelilingi halaman Candi Borobudur sesuai arah mata angin dan satu titik acuan yang terletak pada stupa. Metode yang digunakan adalah analisis dengan menggunakan hitung perataan terpisah untuk masing-masing epoch waktu. Pada penelitian tersebut titik pantau yang diamati tidak mempunyai titik yang dianggap tetap karena semua dianggap masuk ke dalam wilayah yang mengalami deformasi. Metode perataan yang digunakan adalah perataan jaring bebas. Widyaningsih (26) menggunakan metode hitung kuadrat terkecil terkendala minimum. Untuk mengatasi kekurangan ranknya, salah satu titik pantau Candi Borobudur dianggap sebagai titik tetap dengan memberikan nilai nol pada koordinat absis dan ordinat serta asimutnya pada titik I poligon tiga. Penelitian lain adalah Sumarno (212) yang melakukan analisis survei deformasi horisontal Candi Borobudur. Data penelitian yang digunakan adalah data pengukuran sudut dan jarak titik-titik pantau yang tersebar di sekitar Candi

5 Borobudur. Penelitian tersebut menggunakan tiga epoch waktu yaitu data pengamatan deformasi tahun 24, 26, dan 28. Pengamatan deformasi pada tahun 24 dan 26, alat ukur sudut yang digunakan adalah T2 WILD dan alat ukur jarak digunakan pita ukur baja. Sedangkan pada tahun 28, pengukuran sudut dan jarak dilakukan dengan menggunakan alat Total Statn. Metode yang digunakan adalah analisis dengan menggunakan hitung perataan terpisah untuk masing-masing epoch waktu. Hitungan menggunakan metode hitung kuadrat terkecil kendala minimum, dengan menetapkan satu titik sebagai titik tetap yang diketahui nilai koordinatnya yang tidak mengalami deformasi. Setelah dilakukan hitung perataan, dilakukan uji blunder untuk tiap epoch waktu, kemudian dilakukan uji data pengamatan untuk analisis pergeseran tiap titik pantaunya dengan menggunakan uji Pope Tau. Hasil penelitian yang dilakukan Sumarno (212) adalah titik-titik pantau tidak mengalami pergeseran. Suryolelono (27) melakukan penelitian di Candi Prambanan setelah terjadi gempa bumi pada tahun 26. Penelitian yang dilakukan oleh Suryolelono (27) bertujuan untuk mengetahui kondisi tanah pendukung bangunan di kompleks Candi Prambanan dan struktur fondasi bangunan Candi. Metode yang digunakan oleh Suryolelono (27) adalah melakukan uji geoteknik dan uji georadar pada kompleks Candi Prambanan. Uji geoteknik dilakukan dengan mengkombinasikan hasil pengeboran tanah sedalam 15 meter dengan uji geolistrik yang dilakukan di seluruh area Candi Prambanan. Sementara uji georadar dilakukan dengan memanfaatkan gelombang radar sebagai media untuk memprediksi kondisi di bawah permukaan tanah atau di belakang suatu bangunan. Hasil penelitian yang dilakukan Suryolelono (27) adalah tanah di lokasi Candi Siwa merupakan tanah timbunan dengan kepadatan sedang, pada kedalaman sampai dengan -14, m. Di bawah lapisan ini merupakan lapisan tanah asli dengan kepadatan yang lebih tinggi, serta kemampun dukung lebih besar. Muka air tanah dijumpai pada kedalaman 11,2 m. Sedangkan untuk struktur fondasinya merupakan susunan batu putih (tuff) berbentuk blok-blok batu dengan ukuran kurang lebih satu meter. Untuk Candi Siwa tebal lapisan batu sekitar delapan meter, jadi terdapat delapan lapis susunan dari batu putih tersebut. Di

6 bawah lapisan ini terdapat tanah pasir kasar yang dipadatkan setebal 6, m dan menumpang di atas permukaan tanah asli (muka tanah dasar cekungan). Penelitian ini dilaksanakan perhitungan nilai koordinat 2D untuk tiap epoch waktu, sesudah gempa tahun 26. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode hitung kuadrat terkecil kendala minimum. Setelah dilakukan hitung kuadrat dilakukan uji global dengan sebaran Fisher untuk mengetahui ada tidaknya kesalahan tak acak pada pengukuran. Jika uji ditolak maka dilakukan uji blunder untuk mengetahui apakah data pengukuran mengandung blunder. Kemudian analisis pergeseran yang digunakan meliputi uji kesebangunan jaring dan uji pergeseran titiktitik pantau Candi Prambanan. I.8. Landasan Teori I.8.1. Survei Deformasi Menurut Widjajanti (21) deformasi adalah berubahnya posisi suatu titik pada benda di permukaan bumi akibat adanya pergerakan lempeng bumi. Pergerakan titiknya dapat dipandang secara absolut dan secara relatif. Suatu titik dikatakan bergerak secara absolut apabila pergerakan titiknya didasarkan dari titik itu sendiri. Sedangkan suatu titik dikatakan bergerak secara relatif apabila pergerakan titiknya didasarkan dari titik lain. Parameter deformasi adalah fungsi dari pengukuran-pengukuran di lapangan dengan menggunakan dua kerangka dasar, antara lain dalam (Widjajanti, 21) : 1. Kerangka dasar absolut, yaitu suatu kerangka pengamatan deformasi yang posisi titik-titik ikatnya dianggap tidak mengalami perubahan karena titiktitik ikat yang digunakan sebagai titik referensi tidak berada dalam area pengamatan. Contoh bentuk kerangka jenis ini diilustrasikan pada Gambar I.1.

7 Gambar I.1. Kerangka dasar absolut (modifikasi Widjajanti (21)) 2. Kerangka dasar relatif, yaitu suatu kerangka pengamatan deformasi yang posisi titik-titik ikatnya ikut mengalami perubahan dikarenakan titik-titik tersebut terletak di dalam area pengamatan. Contoh bentuk kerangka jenis ini diilustrasikan pada Gambar I.2. Gambar I.2. Kerangka dasar relatif (modifikasi Widjajanti (21)) Pemantauan deformasi dari suatu obyek di permukaan bumi dilakukan secara kontinyu pada epoch waktu yang berbeda. Kemudian dilakukan proses hitung

8 perataan (adjustment) untuk hasil pemantauan masing-masing epoch waktu tersebut baik secara terpisah pada masing-masing epoch waktu atau langsung dari dua epoch waktu. Berdasarkan hasil dari hitung perataan akan diperoleh perbedaan nilai koordinat titik pantau sehingga dapat dicari parameter-parameter deformasinya (Widjajanti, 21). Analisis deformasi dilakukan secara bertahap dan sistematis, sesuai dengan model deformasi dan jenis kerangka dasar yang digunakan (Caspary, 1987). Pada kerangka dasar absolut, analisis deformasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan posisi titik pantau relatif terhadap titik ikatnya. Sedangkan pada kerangka dasar relatif, analisis deformasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pergeseran relatif antara dua blok dalam satu area yang terdeformasi (Widjajanti, 21). Menurut Chzranowski (1986) yang dikutip oleh Widjajanti (21) metode analisis deformasi digolongkan menjadi dua metode, yaitu analisis geometrik dan interpretasi fisik. Analisis geometrik dilakukan dengan menjabarkan hasil pengukuran geodetik menjadi parameter-parameter deformasi, kemudian berdasarkan hasil penjabaran tersebut, dapat dibentuk model matematis yang mewakili jenis deformasi suatu obyek di permukaan bumi. Analisis deformasi secara geometrik ada dua, yaitu (Widjajanti, 21): 1. Analisis pergeseran, yaitu analisis deformasi secara geometrik yang menunjukkan perubahan posisi suatu obyek di permukaan bumi menggunakan data perubahan posisi yang berasal dari hitung perataan data hasil pengukuran pada epoch waktu yang berbeda. 2. Analisis regangan, yaitu analisis geometri yang menunjukkan efek regangan yang berupa perubahan posisi, bentuk, dan dimensi (luas) suatu obyek di permukaan bumi menggunakan data perubahan posisi hasil hitung perataan pada epoch waktu yang berbeda.

9 I.8.2. Hitung Kuadrat Terkecil Metode Parameter Menurut Wolf (198) setiap pengukuran pasti akan mengandung kesalahan acak (random), oleh sebab itu dibutuhkan pengukuran lebih pada setiap pengamatan yang dikerjakan untuk meningkatkan ketelitian pengukuran. Pengukuran lebih akan memberikan efek pada hasil penghitungan, yaitu solusi yang diperoleh dari hasil penghitungan tidak akan unik pada nilai parameter yang akan ditentukan. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan suatu metode untuk menghitung nilai parameter yang akan ditentukan dengan meminimalisasi kesalahan acak. Hitung perataan adalah suatu metode yang digunakan untuk menghitung nilai koreksi yang akan diberikan pada hasil pengukuran, sehingga hasil pengukurannya memenuhi aspek geometriknya (Wolf, 198). Penyelesaian hitung kuadrat yang diinginkan adalah penyelesaian hitung kuadrat terkecil, maksudnya adalah nilai akhir yang dicari harus bersifat unik dan dengan cara tertentu, solusi yang diperoleh mempunyai jumlah kuadrat residunya (V T PV) minimum (Soeta at, 1996). Nilai parameter yang diperoleh bukan merupakan nilai yang sebenarnya (true value), tetapi hanya nilai estimasinya. Salah satu metode hitung perataan kuadrat terkecil (least square adjustment) adalah metode parameter. Pada metode ini, nilai parameter yang akan dihitung mempunyai hubungan linier dengan besar pengukuran. jika hubungannya non-linier maka harus melalui proses linierisasi (Hadiman, 1991). Pembentukan suatu model matematis dibutuhkan untuk menunjukkan hubungan linier antara besaran pengukuran dan parameter yang akan dicari. Setiap pengukuran ditulis dalam suatu model matematis/persamaan matematis. Salah satu ciri khas hitung perataan kuadrat terkecil adalah jumlah pengukuran yang dilakukan harus lebih banyak daripada jumlah parameter yang dicari (Wolf, 198). Ukuran lebih tersebut disebut degree of freedom atau derajat kebebasan. Rumus (I.1) digunakan untuk menghitung derajat kebebasan (r) yaitu : r = n u...(i.1) Dalam hal ini : n : jumlah pengukuran, u : jumlah parameter yang akan dicari.

1 Menurut Wolf (198) ukuran didefinisikan sebagai fungsi dari parameter. Oleh karena itu diperoleh suatu bentuk umum model matematisnya seperti persamaan (I.2) La = F(Xa)...(I.2) Dalam hal ini : La : besaran estimasi terbaik ukuran, Xa : besaran estimasi terbaik parameter. dengan La = L + V, maka persamaan (I.2) menjadi persamaan (I.3) : L + V = F(Xa)...(I.3) Penyelesaian dilakukan dengan membuat n persamaan pengukuran berdasarkan hubungan matematis antara besaran parameter dan besaran ukuran. Dengan demikian diperoleh hubungan fungsi seperti persamaan (I.4) : + =. +. + +. +. + =. +. + +. +. + =. +. + +. +....(I.4) dan diperoleh persamaan dalam fungsi residual (v) seperti persamaan (I.5) : =. +. + +. +. =. +. + +. +. =. +. + +. +....(I.5) Fungsi residual pada persamaan I.5 dapat ditulis dalam bentuk matriks (Hadiman, 1991) seperti persamaan (I.6) : V = A X + F...(I.6) Dalam hal ini, elemen matriks untuk tiap-tiap persamaan (I.6) yaitu : V : vektor residual yang elemen matriksnya terdiri dari besaran-besaran koreksi ukuran (v 1, v 2,..., v n ) dengan dimensi (n x 1), A : matriks desain yang elemen matriksnya terdiri dari koefisien-koefisien parameter (a 1.1, a 1.2,..., a n.u ) dengan dimensi (n x u), X : vektor parameter yang elemen matriksnya terdiri dari parameter yang akan dicari nilainya (x 1, x 2,..., x n ) dengan dimensi (u x 1),

11 F : vektor sisa yang elemen matriksnya terdiri atas selisih dari tiap konstanta persamaan linier (a 1., a 2.,..., a n. ) dengan besaran ukuran (l 1, l 2,..., l n ) yang bersesuaian dengan dimensi (n x 1). Matriks bobot pengukuran (P) akan dipakai dalam proses hitungan, maka jumlah kuadrat residualnya (V T PV) dapat dicari dengan persamaan (I.7) : V T PV = (AX + F) T P (AX + F) = (X T A T + F T ) P (AX + F) = X T A T PAX + X T A T PF + F T PAX + F T PF...(I.7) Karena matriks (V T PV) berdimensi (1x1), maka X T A T PF = F T PAX. Maka persamaan (I.7) akan menjadi persamaan (I.8) : V T PV = X T A T PAX + 2F T PAX + F T PF...(I.8) Agar nilai (V T PV) minimum maka turunan pertama (V T PV) terhadap vektor parameter (X) harus sama dengan nol dengan persamaan (I.9) : ( ) = 2X T A T PA + 2F T PA = X T X T PA + F T PA =...(I.9) Oleh karena P merupakan matriks diagonal maka P T =P, maka persamaan (I.9) bila ditranspose akan menjadi A T PAX + A T PF = Dengan demikian diperoleh persamaan untuk menghitung nilai parameter seperti pada persamaan (I.1). X = (A T PA) -1 A T PF =...(I.1) Persamaan (I.11) digunakan untuk mencari matriks varian kovarian ( ) : = ( )...(I.11) = varian aposterri...(i.12) Akar elemen-elemen diagonal matriks merupakan nilai ketelitian dari tiap-tiap parameter yang bersesuaian. I.8.3. Hitung Perataan dengan Kendala Minimum Rank matriks diartikan sebagai derajat tertinggi yang dimiliki matriks yang menyebabkan determinan matriksnya tidak nol. Suatu matriks bujur sangkar dengan

12 orde m dikatakan mempunyai kekurangan rank (rank deficiency) jika matriks tersebut memiliki jumlah rank yang lebih kecil daripada m. Hitung perataan yang jumlah unsur yang diketahui dengan kekurangan ranknya sama disebut hitung perataan terkendala minimum (minimum constraint adjustment). Dalam pengukuran geodesi, kekurangan rank dapat terjadi karena belum terdefinisikannya sistem koordinat yang digunakan (Soeta at, 1996). Hal ini akan menyebabkan terjadinya singularitas matriks, sehingga matriks tersebut tidak bisa diinverskan. Jika terjadi kekurangan rank maka yang mengalami matriks singular adalah matriks (A T PA) pada persamaan (I.1). Matriks tersebut tidak akan bisa diinvers, sehingga tidak akan memberikan penyelesaian untuk matriks (X). Cara yang dapat digunakan untuk mengatasi problem tersebut adalah dengan mendefinisikan unsur yang diketahui sesuai dengan jumlah kekurangan rank. Pada sistem koordinat dua dimensi (X, Y) mempunyai kekurangan rank sebanyak empat, sehingga diperlukan dua titik ikat agar hitung perataannya terselesaikan (Soeta at, 1996). I.8.4. Iterasi Iterasi adalah proses atau metode yang digunakan secara berulang-ulang (pengulangan) dalam menyelesaikan masalah matematik. Suatu iterasi dimulai setelah mendapatkan nilai matriks X (matriks parameter) dengan menggunakan nilai matriks pendekatan yang tertentu (X ). Nilai matriks parameter yang baru akan digunakan sebagai nilai pendekatan pada hitungan perataan berulang (Uotila, 1988). = ( ) = = ( ) = ( ) = +...(I.13) = +

13 = + Iterasi pertama menggunakan nilai ( ) pada hitungan kedua. sebagai nilai pendekatan yang baru = = = ( ) = +...(I.14) = + = + Iterasi kedua menggunakan nilai sebagai nilai pendekatan yang baru ( ) pada hitungan kedua. = = = ( ) = +...(I.15) = + = + Syarat penghentian iterasi diantaranya sebagai berikut (Uotila, 1988) : 1. mendekati atau sama dengan nol, dimana i akan semakin besar. 2. Selisih mendekati nol. 3. Nilai stabil. 4. Nilai pada = + sama dengan nilai pada = ( ).

14 I.8.5. Penentuan Bobot Bobot pengukuran adalah nilai perbandingan suatu ketelitian dari besaran ukuran terhadap besaran ukuran yang lain. Bobot pengukuran yang diberikan akan berbanding terbalik dengan nilai varian pengukuran dan dirumuskan seperti persamaan (I.16) (Mikhail dan Gracie, 1981) : =....(I.16) Dalam hal ini : : varian aprri, : varian pengukuran. Bila pada pengukuran tidak terdapat korelasi maka nilai matriks variannya adalah berupa matriks diagonal, sehingga menjadi persamaan (I.17). = (I.17) I.8.5.1. Varian pengukuran jarak. Nilai varian pengukuran jarak digunakan untuk menyusun matriks bobot (P). Nilai varian pengukuran jarak dihitung dengan persamaan (I.18) (Mikhail dan Gracie, 1981) : = +....(I.18) Dalam hal ini : : varian jarak pengukuran, : ketelitian yang tidak tergantung jarak pengukuran, : ketelitian relatif alat (ppm), D : jarak ukuran (km). I.8.5.2. Varian pengukuran sudut. Nilai varian pengukuran sudut dapat dihitung dengan persamaan (I.19) (Mikhail dan Gracie, 1981) : = + + +... (I.19) Dalam hal ini : = + + ( + 2 ) "

15 : varian sudut ukuran : kesalahan pada pemusatan alat ukur dan target, : kesalahan pemusatan target satu dan target dua : kesalahan pemusatan alat ukur D 1,D 2 : jarak ke target satu dan ke target dua : sudut ukuran : 26265 d : kesalahan akibat pembacaan pada skala piringan horisontal : /2 : 3 x d : pembacaan terkecil piringan horisontal M : kesalahan akibat pembidikan : / : 6 /M : perbesaran teropong : kesalahan akibat penempatan target : ( ") n : ketelitian target : jumlah pengamatan I.8.6. Evaluasi Hasil Hitung Perataan I.8.6.1. Uji global. Uji global adalah suatu cara yang dilakukan untuk menguji data pengukuran setiap epoch waktu untuk mengetahui ada tidaknya kesalahan tak acak yang terkandung pada data pengukuran tersebut. Uji ini dilakukan setelah melakukan hitung perataan. Prinsip uji global adalah pengujian nilai aposterri varian ( ) terhadap nilai varian aprri ( ) (Widjajanti, 21). Uji global dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Baarda, 1967): 1. Menyusun hipotesis :

16 H : = H a : > Keterangan : H (hipotesis nol) merupakan penarikan kesimpulan sementara yang masih perlu dilakukan uji untuk mengetahui kebenarannya. H a (hipotesis tandingan) merupakan hipotesis tandingan dari H. 2. Menentukan taraf uji ( ). 3. Menetapkan nilai batas,, berdasarkan tabel fungsi Fisher dengan argumen dan r (r = degree of freedom). 4. Menguji hipotesis nol (H ). Hipotesis nol ditolak jika memenuhi persamaan (I.2) : >,,...(I.2) Hipotesis nol yang ditolak mengindikasikan bahwa pengukuran yang dilakukan mengandung kesalahan tak acak sehingga terjadi perubahan nilai rata-rata dan pengukuran tersebut tidak mengikuti distribusi normal. I.8.6.2. Uji blunder. Untuk mencari data pengamatan yang masih dihinggapi kesalahan tak acak, maka dilakukan uji blunder dengan menggunakan data snooping terhadap setiap data pengukuran (Widjajanti, 21). Tahap pengujiannya adalah sebagai berikut (Baarda, 1967) : 1. Menentukan hipotesis yang digunakan, meliputi : H merupakan pengukuran ke-i yang tidak dihinggapi kesalahan blunder. Ha merupakan lawan dari hipotesis nol yang berarti pengukuran ke-i yang dihinggapi kesalahan blunder. 2. Menentukan derajat/taraj uji ( ). / 3. Menentukan nilai batas,, argumen dan r (degree of freedom). 4. Menguji hipotesis nol (H ) Hipotesis nol diterima apabila : /,, dari tabel fungsi distribusi Fisher dengan...(i.21)

17 = /...(I.22) Dalam hal ini : V i : koreksi pengukuran ke-i, : simpangan baku koreksi pengukuran ke-i, (akar dari elemen diagonal matriks ). Penerimaan H mengindikasikan bahwa pada ukuran ke-i tidak dipengaruhi kesalahan blunder, sehingga data ukuran tersebut tidak perlu dihilangkan atau diulang pengukurannya. Begitu juga sebaliknya, apabila H ditolak berarti mengindikasikan bahwa ukuran tersebut mengandung kesalahan blunder, sehingga ukuran tersebut tidak bisa dipakai untuk proses penghitungan (Widjajanti, 21). I.8.7. Elips Kesalahan Elips kesalahan adalah suatu cara untuk menampilkan nilai ketelitian dalam bentuk grafis. Nilai ketelitian yang dimaksud adalah nilai varian kovarian parameter. Secara umum penyajian secara grafis elips kesalahan meliputi sumbu semi-minor dan sumbu semi-mayor tidak berimpit pada sumbu X dan Y, tetapi membentuk sudut θ terhadap sumbu X, seperti Gambar I.3. Gambar I.3. Elips kesalahan (modifikasi Mikhail dan Gracie (1981))

18 Unsur-unsur elips kesalahan adalah orientasi sumbu panjang, dan sumbu pendek elips, yang dapat dicari dari persamaan (I.23), (I.24), dan (I.25) (Mikhail dan Gracie, 1981). tan 2 =...(I.23) =. + 2.. +....(I.24) =. 2.. +....(I.25) Dalam hal ini, : orientasi sumbu panjang elips terhadap sumbu X berlawanan arah jarum jam : kovarian absis ordinat : varian absis : varian ordinat : sumbu panjang elips : sumbu pendek elips I.8.8. Sistem Koordinat UTM Sistem koordinat UTM merupakan kependekan dari Universal Transverse Mercator, yaitu rangkaian proyeksi Transverse Mercator untuk global. Ciri-ciri sistem koordinat terproyeksi ini adalah (Prihandito 21): 1. Silinder, transversal, secant, conform. Silinder : semua titik di permukaan bumi diproyeksikan pada bidang silinder kemudian didatarkan. Transversal : bidang silinder menyinggung bumi. Secant : bidang silinder memotong bumi. Konform : mempertahankan bentuk permukaan bumi. 2. Memotong bola bumi di dua meridian standar, k=1. 3. Lebar tiap zone 6 derajat, sehingga bumi ini dibagi atas 6 zone. 4. Meridian tengah tiap zone k =,9996. 5. Elipsoid referensi adalah GRS 1967.

19 6. Absis semu (T/E) = 5. meter. 7. Ordinat semu (U/N) = 1.. meter. Gambar I.4. Pembagian zone UTM di Indonesia (sumber : www.google.co.id) Proyeksi ini menjadi dasar koordinat sistem global yang pada awalnya dikembangkan untuk keperluan militer, namun sekarang sudah dipakai lebih luas. Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 9 BT sampai meridian 144 BT dengan batas lintang 11 LS sampai 6 LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54. Pada penelitian ini, UTM yang digunakan adalah UTM zone 49 South dengan elipsoid referensi WGS 1984. I.8.9. Vektor Pergeseran Titik Pantau Setelah didapatkan nilai koordinat terestimasi hasil hitung perataan untuk kedua epoch pengukuran, dilakukan penghitungan nilai jarak dan arah pergeseran titik pantau. Jarak pergeseran dapat dihitung dengan persamaan (I.26). Sedangkan arah pergeseran dapat dihitung dengan persamaan (I.27) (Basuki, 26). = ( ( ) ( ) ) + ( ( ) ( ) )...(I.26) = ( ) ( ) ( ) ( )...(I.27) Dalam hal ini, x (i) : nilai absis epoch tahun 211 x (j) : nilai absis epoch tahun 213

2 y (i) : nilai absis epoch tahun 211 y (j) : nilai absis epoch tahun 213 I.8.1. Analisis Pergeseran Horisontal Menggunakan Global Congruency Test I.8.1.1. Uji kesebangunan jaring. Uji kesebangunan jaring berfungsi untuk memeriksa ada atau tidaknya perubahan yang terjadi pada suatu jaring yang digunakan untuk pengamatan deformasi. Pengujian dilakukan terhadap jaring pemantauan deformasi secara global. Tahap pengujiannya (Widjajanti, 21) : 1. Membentuk model hitungan (persamaan syarat) berdasarkan pasangan titik pantau atau parameter deformasi dari kedua epoch. U d V d + d = Dalam hal ini : U d : matriks koefisien koreksi pengamatan, d : vektor pergeseran titik pantau, V d : vektor koreksi pergeseran. 2. Menghitung nilai korelat pergeseran K. K = ( U d Q d U d T ) -1 d.(i.28) = ( ) Q (j) T = ( A PA) Q (k) T = ( A PA) Q (j) Q (k) -1(j) -1(k) ( ) : matriks kofaktor parameter pada epoch pertama, : matriks kofaktor parameter pada epoch kedua. 3. Menghitung nilai koreksi pergeseran titik obyek V d dan V. d V d = - Q d U d T K...(I.29) V = Q -1 d d V d....(i.3) 4. Menghitung varian nilai pergeseran. Varian aprri pergeseran : σ 2 d σˆ = 2( j ) + σˆ 2 2( k ).....(I.31)

21 Varian aposteori pergeseran : σˆ 2 d = V T d -1 Qd V r d...(i.32) 5. Menyusun hipotesis : 2 2 Ho : bentuk jaringan tidak mengalami perubahan ( σˆ = d σ ) od 2 od 2 Ha : bentuk jaringan mengalami perubahan ( σˆ > σ ) 6. Menetapkan taraf uji ( α ). 7. Menentukan nilai batas F dari tabel fungsi Fisher dengan argumen α 1-,, r dan r (jumlah persamaan syarat). od 8. Menguji hipotesis nol (Ho) Hipotesis nol ditolak jika : σˆ σ 2 d 2 d > F 1-α,, r.....(i.33) Penerimaan H mengindikasikan bahwa pergeseran tidak terjadi pada jaring pemantauan. Begitu pula sebaliknya, penolakan Ho menunjukkan adanya pergeseran pada jaring pemantauan. Jika penolakan ini terjadi maka perlu dilakukan uji pergeseran titik pantau untuk mengidentifikasi titik-titik pantau yang telah mengalami pergeseran. I.8.1.2. Uji pergeseran titik pantau. Uji pergeseran titik pantau bertujuan untuk mengetahui titik-titik pantau yang mengalami pergeseran. Tahap ini dilakukan jika hasil uji kesebangunan jaringan ditolak. Pada intinya, dalam mendeteksi pergeseran pada tiap titik pantau, uji ini mirip seperti proses data snooping yaitu dilakukan terhadap masing-masing titik pantau. Tahap pengujiannya adalah sebagai berikut. 1. Menentukan vektor pergeseran titik-titik pantau candi. dx = x i x j dy = y i y j 2. Menentukan signifikasi secara statistik dari vektor pergeseran titik pantau. = ( + )

22 Dalam hal ini, = pergeseran titik dari epoch ke-i sampai ke-j. 3. Menentukan hipotesis : Ho : = Ha : 4. Menghitung nilai uji T untuk setiap titik pantau. = ( )...(I.34) Dalam hal ini, =. +. 5. Menguji hipotesis nol (Ho). Hipotesis nol ditolak jika : T > (, )...(I.35) Bila Ho ditolak maka artinya titik ke-j mengalami pergeseran, sebaliknya jika Ho diterima maka titik ke-j tidak mengalami pergeseran. I.8.11. Uji Parameter Regangan Uji parameter regangan digunakan untuk mengevaluasi kesamaan (similarity) dan kesebangunan (congruency) jaring pemantauan deformasi untuk dua epoch pengukuran atau lebih. Tahapan yang dilakukan dalam uji ini ada dua, yaitu uji kesamaan dan uji kesebangunan dengan cara menghitung parameter-parameter regangannya. Hitungan parameter regangan menggunakan nilai koordinat terestimasi dari titik pantau hasil hitung perataan untuk tiap epoch pengukuran. Prosedur pengujiannya sebagai berikut (Denli dan Deniz, 23). 1. Menghitung vektor selisih koordinat titik pantau dengan membentuk persamaan (I.36). U i + v i = B i d, dimana =....(I.36) 2. Menghitung matriks d dengan persamaan (I.37).

23 d T 1 1 T 1 B C B B C U uu uu... (I.37) Dalam hal ini : B i 1 1 1 y x z x z y x y z y x z x z y x x x i o y z y y i i z z o o x, y, z : koordinat titik berat o o o C uu ( C ) 1 C2 adalah matriks varian kovarian untuk dua epoch. C T 1 1 d [ B C uu B] adalah matriks varian kovarian d. Adapun vektor d yang diestimasi adalah: d T [ u, v, w, xy, xz, yz, e, e, e,,, xx yy zz xy xz yz ] u, v, w : vektor pergeseran o yz o xz o,, : rotasi xx yy zz xy e, e, e : regangan normal,, : regangan geser xy xz yzy 3. Melakukan uji kesamaan (similarity test) berdasarkan hipotesis bahwa jaring titik pantau mengalami regangan yang homogen. Hipotesis awal untuk uji kesamaan adalah : H : e xx = e yy = e zz H : xy xz yz 4. Melakukan uji kesebangunan (congruency test) apabila uji kesamaan diterima. Hipotesis yang ditambahkan untuk uji ini adalah : H : e xx, e yy, e zz 5. Pada jaring titik pantau tiga dimensi, dapat dibentuk persamaan sebagai berikut : 1 e yy e xx

24 2 xy 3 e zz e yy 4 xz 5 exx e zz 6 yz T Dalam hal ini e e, e, e,,, ], keenam persamaan tersebut dapat [ xx yy zz xy xz yz ditulis dalam bentuk matriks seperti persamaan (I.38) : Fe C 1..(I.38) FC F e T...(I.39) Pure shear,, ) dan engineering shear,, ) dapat diuji dengan persamaan (I.4). T similarity T C ( 1 3 5 1 ( 2 4 6... (I.4) Jika nilai uji T similarity < (, ) maka hipotesis nol untuk uji kesamaan diterima, kemudian dilakukan uji kesebangunan dengan persamaan (I.41). T congruency e T C 1 e e (I.41) Jika nilai uji T congruency < (, ) maka hipotesis nol untuk uji kesebangunan diterima. Apabila hipotesis nol ditolak, berarti ada titik pada jaring pemantauan yang berkontribusi maksimum pada T congruency. Pada uji parameter regangan, uji kesebangunan dilakukan jika uji kesamaan diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa jaring titik pemantauan secara geometri identik, setelah itu dilakukan uji kesebangunan. Hal ini membuat uji kesebangunan menjadi lebih teliti untuk mendeteksi deformasi pada jaring pemantauan. I.8.12. Uji Signifikasi Parameter Uji signifikasi parameter dapat dilakukan dengan uji Tau. Adapun tahapantahapan pengujiannya adalah sebagai berikut : 1. Menyusun hipotesis : Ho : titik ke-i tidak mengalami pergeseran

25 Ha : titik ke-i mengalami pergeseran 2. Menentukan vektor pergeseran titik-titik pantau candi yang merupakan selisih absis dan ordinat dari koordinat titik pantau. = ( ) ( )...... (I.42) = ( ) ( )... (I.43) 3. Menghitung nilai uji untuk setiap koordinat titik pantau dari dua epoch pengukuran berdasarkan persamaan (I.44) dan persamaan (I.45). = ( ) ( ) ( ( ) ) ( ( ) ).....(I.44) = ( ) ( ) ( ( ) ) ( ( ) ).....(I.45) 4. Menentukan taraf uji ( ). 5. Menentukan nilai (, ) dari tabel fungsi distribusi t-student dengan argumen dan derajat kebebasan r. 6. Melakukan pengujian hipotesis nol. Hipotesis nol diterima jika : < (, )....(I.46) < (, )...(I.47) Penerimaan hipotesis nol menunjukkan bahwa titik ke-i tidak mengalami pergeseran secara signifikan. Sebaliknya jika Ho ditolak maka titik ke-i itu mengalami pergeseran. I.9. Hipotesis Nurwidyanto, dkk (211) menyebutkan bahwa Sesar Opak dapat terdeteksi dengan baik menggunakan metode gravity. Arah sesar dominan ke arah utara dengan relatif ke timur di bagian utara dan relatif ke barat di bagian selatan. Berdasarkan lokasi Candi Prambanan yang terletak di dekat Sesar Opak yang aktif maka hipotesis yang dapat dikemukakan yaitu titik-titik pantau Candi Prambanan dalam kurun waktu antara bulan September tahun 211 sampai bulan Oktober tahun 213 mengalami pergeseran secara horisontal.