BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional

dokumen-dokumen yang mirip
LIMIT KED. Perhatikan fungsi di bawah ini:

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner)

LIMIT DAN KEKONTINUAN

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

BAB IV PERTIDAKSAMAAN. 1. Pertidaksamaan Kuadrat 2. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

Fungsi dan Limit Fungsi 23. Contoh 5. lim. Buktikan, jika c 0, maka

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS

LIMIT DAN KEKONTINUAN

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran

Asimtot.wordpress.com FUNGSI TRANSENDEN

BAB VI BILANGAN REAL

BAB 2 PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR

1 SISTEM BILANGAN REAL

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

Fungsi dan Limit Fungsi 23. Contoh 5. lim. Buktikan, jika c > 0, maka

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB September 26, 2011

BAB III SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

Misal, dan diberikan sebarang, terdapat sehingga untuk setiap

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

MA3231 Analisis Real

INTERVAL, PERTIDAKSAMAAN, DAN NILAI MUTLAK

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL

Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk:

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BILANGAN BERPANGKAT DAN BENTUK AKAR

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. September 12, Dosen FMIPA - ITB

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA

MATEMATIKA EKONOMI 1 HIMPUNAN BILANGAN. Dosen : Fitri Yulianti, SP. MSi

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

Himpunan dari Bilangan-Bilangan

KALKULUS 1 UNTUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

MATRIKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SISTEM BILANGAN REAL

Sistem Bilangan Riil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

2 BARISAN BILANGAN REAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan,

-LIMIT- -KONTINUITAS- -BARISAN- Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNEJ

LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan diberikan istilah-istilah, definisi-definisi dan identitas-identitas

Sifat 1 Untuksebarang bilangan rasional a tak nol dan sebarang bilangan bulat m dan n, berlaku a m. a m = a m + n

PENGANTAR ANALISIS REAL

BARISAN BILANGAN REAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN

PERTIDAKSAMAAN RASIONAL. Tujuan Pembelajaran

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik

BAB III PELABELAN KOMBINASI

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan

03/08/2015. Sistem Bilangan Riil. Simbol-Simbol dalam Matematikaa

TEKNIK PEMBUKTIAN. (Yus Mochamad Cholily)

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

Dwi Lestari, M.Sc: Konvergensi Deret 1. KONVERGENSI DERET

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih

Sistem Bilangan Riil

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

2 BARISAN BILANGAN REAL

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan

1 Sistem Bilangan Real

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

BAB IV DERET FOURIER

Sistem Bilangan Ri l

BAB 3 LIMIT DAN KEKONTINUAN FUNGSI

LECTURE 7: THE CUANTOR SET

BAHAN AJAR MATEMATIKA WAJIB KELAS X MATERI POKOK: PERTIDAKSAMAAN RASIONAL DAN IRASIONAL

BAB I DERIVATIF (TURUNAN)

CHAPTER 5 INDUCTION AND RECURSION

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

MATEMATIKA BISNIS DERET. Muhammad Kahfi, MSM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen

CHAPTER 5 INDUCTION AND RECURSION

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

Bagian 1 Sistem Bilangan

4 DIFERENSIAL. 4.1 Pengertian derivatif

Pembahasan Soal-Soal Latihan 1.1

BAB I TEOREMA TEOREMA LIMIT BARISAN

Transkripsi:

BAB III PECAHAN KONTINU dan PIANO A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional Sekarang akan dibahas tentang pecahan kontinu tak hingga yang diawali dengan barisan tak hingga bilangan bulat mendefinisikan dua barisan bilangan bulat,, dan dilanjutkan dengan sebagai berikut:. Menggunakan barisan di atas, tiga teorema berikut akan membuat suatu pecahan kontinu tak hingga. Teorema 3.1 Untuk sebarang bilangan real positif, Bukti Gunakan induksi matematika. Pertama, jika, maka

16 Selanjutnya, jika, maka Diasumsikan untuk adalah benar dan dengan memanipulasi ruas kiri diperoleh: Persamaan di atas dapat diubah menjadi Akibatnya teorema ini benar untuk. berikutnya. Teorema 3.1 dapat digunakan untuk membuktikan dua teorema Teorema 3.2 Jika untuk semua bilangan bulat, maka. Bukti Gunakan teorema 3.1 dengan menggantikan dengan dan didapatkan

17 Teorema 3.2 di atas dapat digunakan untuk mencari nilai untuk suatu yang akan dianalisis pada bahasan berikutnya. Sebelum membahas materi tersebut, terlebih dahulu akan disajikan teorema-teorema berikut: Teorema 3.3 Persamaan berikut benar untuk : (1). (2) ri ri 1 = k k i 1 1. i i 1 (3). i 1 ai (4) ri ri 2 =. k k i i 2 Bukti Dengan menggunakan induksi matematik untuk pembuktian teorema ini, diawali untuk persamaan 1, jika : Untuk langkah selanjutnya, asumsikan. Dengan menggunakan definisi dari di atas:

18. Dengan demikian sudah dibuktikan bagian pertama dari teorema 3.3 dengan induksi matematik. Bagian kedua dari teorema 3.3, diperoleh dengan membagi persamaan pertama dengan. Didapat: Selanjutnya bahwa. Akhirnya sesuai yang dikerjakan pada pembuktian pertama, bagi persamaan pertama itu dengan. Dihasilkan:

19 Teorema 3.4 Nilai yang didefinisikan pada teorema 3.1 memenuhi rantai tak hingga dari ketidaksamaan. Catat, dengan yang genap membentuk suatu barisan yang naik, sedangkan yang ganjil membentuk suatu barisan yang turun, dan setiap lebih kecil dari setiap. Selanjutnya, ada, dan setiap. Bukti Diketahui bahwa untuk dan untuk (Sebarang suku tengah di pecahan kontinu haruslah bilangan bulat positif, jika itu nol, maka tidak memiliki suku-suku selanjutnya). Lebih lanjut, pakai persamaan untuk dan menurut teorema 3.3. Dengan menggunakan teorema 3.3 pada persamaan yang tadi diberikan,. Karena untuk bilangan asli, maka selalu positif, akibatnya atau. Bisa juga dengan mengganti, menjadi. Karena, maka selalu negatif, akibatnya.

20 Terakhir, gunakan teorema 3.3 (2) dengan mengganti. Didapatkanlah. Karena, maka selalu negatif, akibatnya. Dari hal di atas, disimpulkan (3) (4) Selanjutnya, akan dibuktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli. Menggunakan ketidaksamaan pada bentuk (3) dan (4), didapat ketidaksamaan Diketahui bahwa adalah nilai terkecil sementara adalah nilai terbesarnya. Oleh karena itu, suku yang ganjil membentuk suatu barisan monoton turun ke bawah oleh, sementara suku yang genap membentuk suatu barisan monoton naik ke atas oleh. Akibatnya, kedua bentuk barisan memiliki limit. Diketahui bahwa kedua limit adalah sama karena menurut teorema 3.3, cenderung nol untuk sampai tak hingga (karena, naik, ikut naik). Oleh karena itu limit untuk ada selama cenderung tak hingga. Akhirnya karena untuk semua suku-suku yang genap pasti lebih kecil dari semua suku-suku yang ganjil dan kedua barisan dari suku-sukunya memiliki

21 limit yang sama (katakan ), diketahui juga limit terdapat diantara setiap suku genap dan setiap suku ganjil yang dinyatakan: untuk semua. Teorema 3.1-3.4 menyatakan bahwa suatu barisan tak hingga dari bilangan bulat menentukan suatu pecahan kontinu tak hingga (untuk. Lebih lanjutnya, teorema-teorema ini menyarankan bahwa nilai dari adalah. Sekarang akan dijabarkan mengenai konsep pecahan kontinu tak hingga. Teorema 3.5 Nilai dari sebarang pecahan kontinu yang sederhana tak hingga adalah irrasional. Bukti Nyatakan pecahan kontinu tak hingga sebagai (notasi sebagai pecahan kontinu hingga dan sebagai pecahan kontinu tak hingga). Berdasarkan teorema 3.4 bahwa berada di antara dan untuk setiap. Jadi diketahui bahwa. Kalikan dengan : Dengan menggunakan teorema 3.3, dapat dituliskan kembali menjadi

22 Akan dibuktikan teorema 3.5 ini dengan menggunakan kontradiksi. Misalkan dianggap bahwa adalah kedua pecahan kontinu tak hingga dan merepresentasikan suatu bilangan rasional. Misal dengan bilangan bulat positif. Kalikan ketidaksamaan dengan dan didapatkan: Menurut definisi bahwa barisan meloncat-meloncat dan tepat naik. Jadi pilih sebuah yang cukup besar sedemikian sehingga. Jadi bilangan bulat haruslah berada di antara dan, di mana hal itu tidak mungkin karena harus bilangan bulat. Jadi pengandaian di atas salah, akibatnya teorema ini benar. Sudah dijelaskan bahwa pecahan kontinu tak hingga merepresentasikan bilangan irrasional. Dua teorema berikutnya akan membuktikan bahwa jika dua pecahan kontinu tak hingga itu berbeda, maka nilainya tidak akan sama. Teorema 3.6 Misalkan suatu pecahan kontinu sederhana maka. Selanjutnya jika menyatakan maka.

23 Bukti Dari teorema 3.4 diketahui bahwa ; gunakan ketidaksamaan ini untuk menghasilkan. Diketahui bahwa, jadi. Dapat dituliskan kembali sebagai. Diketahui pula adalah bilangan bulat bagian dari. Oleh karena itu. Selanjutnya dari teorema 3.4 bahwa nilai berada di limit mendekati tak hingga. Jadi didapat: Teorema 3.7 Dua pecahan kontinu tak hingga sederhana yang berbeda memiliki nilai yang berbeda. Bukti Misalkan dan keduanya memiliki nilai. Menurut teorema 3.6,. Selanjutnya

24 Oleh karena itu, haruslah sama dengan. Karenanya, didapat bahwa. sebelumnya Sekarang, asumsikan untuk. Dari persamaan Dari hal itu, diketahui bahwa. Akibatnya jika dua pecahan kontinu sederhana yang tak hingga memiliki nilai yang sama, maka kedua pecahan itu sama. Di mana hal itu merupakan kontrapositif dari teorema. Nivan dan Zuckerman menyusun suatu teorema dengan mengkombinasikan dari teorema-teorema di atas. Isi teorema tersebut adalah: Sebarang bilangan irrasional memiliki bentuk yang unik sebagai pecahan kontinu sederhana yang tak hingga pecahan kontinu yang dibagi oleh bilangan bulat. Sebaliknya sebarang yang bernilai positif untuk semua merepresentasikan suatu bilangan irrasional. Pecahan kontinu sederhana yang hingga memiliki nilai rasional yaitu, dan kita sebut suku ke- konvergen ke. Persamaan-persamaan yang menentukan menghubungkan dan ke. Untuk, membentuk suatu barisan yang monoton naik mendekati. Sedangkan untuk,

25 membentuk suatu barisan yang monoton turun mendekati. Kekonvergenan persamaan adalah suatu barisan yang naik dari sebarang bilangan bulat positif untuk. Untuk bahasan berikutnya, akan terus dipakai sebagai pecahan kontinu yang sederhana dan tak hingga. Selanjutnya tiga teorema berikutnya membolehkan untuk membuat pernyataan yang kuat mengenai suatu pendekatan pecahan kontinu tak hingga. Teorema 3.8 Untuk sebarang dan suatu sebagai pecahan kontinu yang tak hingga, sebarang dijamin oleh dari nilai fraksi. Secara numerik, Bukti Menurut teorema 3.3, untuk suatu bilangan irrasional, bisa ditentukan (5)

26 θ h + h h n n 1 n 2 n 1 (6) = θ k + k k n n 1 n 2 n 1 (7) n 2 ( h k h k ) 1( 1) k ( θ k + k ) k ( θ k + k ) n 1 n 2 n 2 n 1 = = n 1 n n 1 n 2 n 1 n n 1 n 2 (8) n 1 (1) = k ( θ k + k ) n 1 n 1 n 1 n 2 Lebih lanjut, Dari dua hal di atas, dinyatakan persamaan (8) sebagai (9) 1 h = θ k ( θ k + k ) k n 1 n+ 1 n n+ 1 n n Dengan menggunakan definisi dari dan, ganti dengan untuk mendapatkan ketidaksamaan yang pertama. Ketidaksamaan yang kedua pada teorema ini hanyalah bentuk yang pertama dikalikan dengan. Teorema 3.9 Suatu kekonvergenan mendekati, artinya

27 Dan ketidaksamaan yang lebih kuat untuk juga terpenuhi. Bukti Gunakan untuk menunjukkan ketidaksamaan pertama. Selanjutnya untuk membuktikan kesamaannya, perhatikan bahwa menurut algoritma pada penyusunan pecahan kontinu. Dengan menggunakan definisi dari dan, Persamaan di atas mendekati dengan bentuk yang telah dibuktikan di teorema sebelumnya. Kemudian Jika dikalikan dengan dan dengan menggunakan teorema 3.9, didapat Teorema 3.10

28 Jika suatu bilangan rasional dengan penyebut positif sedemikian sehingga untuk sebarang, maka. Selanjutnya jika untuk sebarang, maka. Bukti Pertama, buktikan bagian kedua dari teorema di atas terlebih dahulu dengan menggunakan kontradiksi. Dimulai dengan asumsi dan. Dengan definisi dari dan suku-suku sebagai koefisien dan dengan menggunakan teorema 3.3 bagian pertama, diketahui bahwa hasil dari koefisienkoefisien itu adalah. Jadi persamaan-persamaan itu memiliki solusi-solusi bilangan bulat. Anggap, maka, dan pastilah bilangan positif. Karena bilangan bulat positif,, dimana kontradiksi dengan asumsi sebelumnya bahwa. Jika, maka,. Jadi persamaan benar untuk suatu bilangan bulat positif: (10) (11) (12)

29 Asumsi yang lainnya bahwa kontradiksi dengan persamaan (9). Bahwa. Kalikan dengan, didapat. Dapat dilihat bahwa hal ini kontradiksi dengan asumsi. Selanjutnya buktikan bahwa dan memiliki tanda yang berlawanan. Jika, maka. Karena, dan positif, maka nilai pastilah positif. Selanjutnya jika, maka berakibat dan membuat nilai negatif. Akibatnya nilai negatif. Dari teorema 3.9, diketahui dan memiliki tanda yang berlawanan. Jadi dan memiliki tanda yang sama. Dari definisi dan, didapatlah. Dua suku di ruas kanan memiliki tanda yang sama, jadi tidak apa-apa untuk dibuat nilai mutlaknya. berlawanan. Dari hal itu, persamaan tersebut kontradiksi dengan asumsi bahwa. Jadi, diketahui bahwa dan memiliki tanda yang

30 Tahap akhirnya akan dibuktikan jika pernyataan kedua dari teorema itu benar, maka pernyataan yang pertama juga benar. Misalkan terdapat suatu bilangan rasional sedemikian sehingga (13) Dari teorema-teorema di atas, memberikan suatu gambaran bahwa adalah pendekatan yang paling baik untuk suatu bilangan irrasional di mana penyebutnya yang paling besar adalah. B. Skala Pythagoras dan Skala Helmholtz Pada masa hidupnya, seorang matematikawan dan juga seorang pecinta seni yaitu Pythagoras menyelidiki tentang suatu interval nada. Pythagoras membuat suatu aturan tentang frekuensi-frekuensi nada. Adapun aturan Pythagoras itu adalah: 1. Menggandakan suatu frekuensi menjadi satu octave lebih tinggi. Artinya, jika frekuensi nada C sebesar 1 Hz, maka frekuensi nada C adalah 2 Hz, dimana C lebih tinggi satu octave.

31 2. Mengalikan frekuensi dengan menjadikan perfect fifth. Artinya, jika frekuensi nada C sebesar 1 Hz, maka frekuensi nada Hz adalah perfect fifth dari C. Dalam hal ini, perfect fifth C adalah G. Aturan di atas, berlaku juga untuk kebalikannya (inversnya). Jika frekuensi nada C sebesar 2 Hz, maka frekuensi nada C adalah Hz, dimana nada C lebih rendah satu octave dengan nada C. Demikian juga untuk aturan 2 Pythagoras. Jika frekuensi nada G sebesar, maka frekuensi nada C adalah dimana nada G adalah perfect fifth dari nada C. Harus diketahui bahwa perfect fourth didapat dari kombinasi aturan 1 dengan kebalikan aturan 2. Misalkan frekuensi nada C 1 Hz, maka perfect fourth dari nada C adalah F dengan frekuensi Hz. Selain dua aturan di atas, Pythagoras juga membuat aturan baru untuk menentukan nada-nada dengan interval 1 nada yang disebut dengan whole step. Di mana frekuensi whole step adalah dari frekuensi dasar. Whole step mempunyai interval sebesar 1 nada. Dari aturan-aturan tersebut, Pythagoras mendapatkan perbandingan frekuensi: a. octave b. perfect fifth c. perfect fourth d. Whole step

32 Aturan Pythagoras tersebut menjadi dasar penemuan 12 nada yang biasa digunakan dalam piano. Di mana aturan tersebut digunakan untuk mengkonstruksi ke-12 nada pada piano. Kosntruksi dimulai dari nada C, misalkan frekuensi C adalah, dengan menggunakan aturan 2 dari Pythagoras didapat perfect fifth dari C yaitu G dengan frekuensi frekuensi. Selanjutnya dari G tersebut perfect fifth G yaitu D dengan. Untuk mendapatkan frekuensi D, gunakan invers dari aturan pertama. Jadi frekuensi D adalah. Untuk nada-nada berikutnya, disajikan dalam bentuk tabel frekuensi: Tabel 3.1 Frekuensi menurut Pythagoras Nada Frekuensi C 1 G D A E B F# C# G#

33 D# A# F C Untuk grafiknya sendiri adalah sebagai berikut: Grafik 3.2 Frekuensi menurut Pythagoras Dari tabel dan grafik di atas, diketahui frekuensi C adalah. Sehingga jika dicari frekuensi C dari C adalah. Di mana. Seharusnya nilainya itu adalah. Ketidaksesuaian ini lebih dikenal dengan Pythagorean comma. Namun ketidaksesuaian itu sungguh menghasilkan suatu nilai seni yang tinggi dan

34 menghasilkan nada-nada yang indah. Pada bahasan selanjutnya akan dijelaskan ukuran-ukuran interval nadanya. Pythagoras hanya menggunakan 4 perbandingan frekuensi (rasio). Perfect fourth hanyalah kombinasi dari aturan 1 dan invers aturan 2 Pythagoras. Bagaimana hasil yang diperoleh dengan ditambahkan beberapa rasio frekuensi lainnya? Helmholtz menambahkan beberapa aturan frekuensi nada dari aturan Pythagoras. Seperti untuk major third ( ) dan minor third ( ). Helmholtz menentukan sistem untuk 7 nada dasar yang disebut tangga nada diatonik yang mana skala ke-7 nada itu sering menjadi acuan untuk harmonisasi ataupun melodi nada-nada dalam beberapa aliran musik. Harmonisasi nada yang diperoleh terdengar lebih indah. Adapun skala Helmholtz itu adalah: C D E (*) F G A (*) B (*) C Di mana Helmoltz hanya menambahkan beberapa frekuensi dari Pythagoras (*). Untuk grafiknya sendiri adalah sebagai berikut:

35 Grafik 3.3 frekuensi menurut Helmoltz Tangga nada di atas menggunakan tanga nada diatonik mayor. Di mana intervalnya adalah. Ketujuh nada tersebut memiliki keunikan sendiri. Akan dilihat keteraturan dan kelemahan dari skala Helmoltz itu. Dengan mengikuti diatonik C mayor, Semua nada-nada mayor thirds yang mengikuti skala Helmoltz di atas memiliki rasio yang sama. Yaitu: C-E mempunyai rasio F-A mempunyai rasio G-B mempunyai rasio Untuk minor thirds, skala yang seharusnya adalah. Namun tidak semua nada minor thirds memiliki rasio. Yaitu:

36 E-G mempunyai rasio A-C mempunyai rasio D-F mempunyai rasio (*) B-D mempunyai rasio Untuk perfect fifth sendiri, skala yang seharusnya adalah. Namun tidak semua nada perfect fifth memiliki rasio. Yaitu: C-G mempunyai rasio D-A mempunyai rasio (*) E-B mempunyai rasio F-C mempunyai rasio G-D mempunyai rasio A-E mempunyai rasio Untuk perfect fourth juga, tidak semua rasionya. Yaitu: C-F mempunyai rasio D-G mempunyai rasio E-A mempunyai rasio G-C mempunyai rasio A-D mempunyai rasio (*)

37 Dari uraian di atas, untuk sistem Helmoltz ini dapat disimpulkan bahwa kunci-kunci mayor thirds yang ada lebih baik dibanding dengan yang lainnya. Karena semua rasionya sama. Berbeda dengan kunci-kunci lainnya yang memiliki ketidaksesuaian. Untuk rasio-rasio (*) terdapat ketidaksesuaian. Jika dicari faktor yang membedakannya: Rasio D-F adalah yang seharusnya. Maka Rasio D-A adalah yang seharusnya. Maka Rasio A-D adalah yang seharusnya. Maka Ketidaksesuaian di atas disebut dengan syntonic comma.