IV.1. PERANAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA IV.1.1.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

PENGGUNAAN METODE PERAMALAN DALAM ANALISIS NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR DENGAN GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSKEDASTICITY

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen

IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

UJI MULTIKOLINEARITAS DAN PERBAIKAN MULTIKOLINEARITAS

KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES. Abstrak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

IV. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

Pengaruh variabel makroekonomi..., 24 Serbio Harerio, Universitas FE UI, 2009Indonesia

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

Analisis Model dan Contoh Numerik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

III. METODE PENELITIAN

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder runtun waktu (time series) bulanan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1999 sampai bulan September Data ini diperoleh dari yahoo!finance.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

PENELUSURAN EMPIRIS KETERKAITAN PASAR KEUANGAN DAN KOMPONEN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA,

Muhammad Firdaus, Ph.D

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab

BAB 2 TINJAUAN TEORI

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

IV. METODE PENELITIAN

*Corresponding Author:

Bab IV Pengembangan Model

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

PEMODELAN VOLATILITAS DALAM ANALISIS DATA MAKROEKONOMI STUDI KASUS PADA INFLASI.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Abstrak Hampir seluruh aktivitas manusia di berbagai belahan bumi sangat bergantung terhadap ketersediaan air bersih.

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data

PERAMALAN DENGAN MODEL VARI PADA DATA IHK KELOMPOK PADI-PADIAN DAN BUMBU-BUMBUAN (STUDI KASUS KOTA SALATIGA, BULAN JANUARI 2014 JULI 2016)

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES

BAB II LA DASA TEORI

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan kemajuan kearah yang dicapai. Seperti yang terdapat pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal EKSPONENSIAL Volume 5, Nomor 2, Nopember 2014 ISSN

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI

IV METODE PENELITIAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

III KERANGKA PEMIKIRAN

(T.9) PENAKSIRAN MODEL GARCH DENGAN METODE BOUNDED M-ESTIMATES

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

TINGKAT KEBUGARAN JASMANI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 DONOROJO TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 SKRIPSI. Oleh:

PENGARUH GAJI, UPAH, DAN TUNJANGAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. XYZ

III. METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV PERHITUNGAN IV.1. PERANAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA IV.1.1. Sekor Perambangan Baubara Dalam Pembangunan Seperi yang sudah disebukan dalam pembahasan sebelumnya enang sekor perambangan baubara, dapa dikeahui bahwa baubara memegang peranan yang cukup pening dalam pembangunan nasional. Khususnya unuk masalah yang berkaian dengan pemenuhan kebuuhan energi nasional dan akivias ambang baubara. Secara makro, peranan sekor perambangan baubara di dalam srukur perekonomian erliha gambarannya dalam model abel inpu oupu. Dengan menggunakan model I-O dapa diliha sekor-sekor yang menggunakan oupu dari sekor perambangan baubara, maupun sekor-sekor yang memberikan inpu kepada sekor perambangan baubara. Termasuk juga perminaan akhir (final demand) erhadap sekor perambangan baubara. Dari model I-O 1995 dan model I-O 2000 dilakukan analisis deskripif unuk mendapakan parameer-parameer yang menunjukkan peranan sekor perambangan baubara. Sekaligus dapa juga diperlihakan bagaimana perkembangan-perkembangan yang dicapai pada kurun waku ersebu sehingga dapa menjadi dasar dalam merencanakan kebijakan pembangunan pada sekor perambangan baubara. Parameer-parameer yang dapa dihiung berdasarkan model I-O anara lain parameer keerkaian dan pengganda dapa diliha pada Tabel IV.1. IV - 1

Tabel IV.1. Hasil Perhiungan Parameer Keerkaian dan Pengganda Dari Model I-O Sekor Keerkaian Hulu Keerkaian Hilir Pengganda Pendapaan Pengganda Nilai Tambah Pengganda Surplus Pengganda Invesasi 1995 2000 1995 2000 1995 2000 1995 2000 1995 2000 1995 2000 Padi 0,766 0,739 0,819 0,828 12,41 15,33 5,91 5,92 3,72 4,02 35,41 31,52 Tanaman Bahan Makanan Lain 0,711 0,674 0,702 0,697 15,34 11,74 5,22 5,57 3,28 3,78 125,36 81,25 Tanaman Peranian 0,867 0,853 0,893 0,964 7,52 7,37 8,10 8,95 5,10 6,07 21,11 19,96 Peernakan 1,127 1,191 0,922 0,867 16,58 9,99 10,19 15,00 6,41 10,17 64,88 77,71 Kehuanan 0,808 0,792 0,729 0,651 12,55 12,04 6,83 7,07 4,30 4,79 9,01 9,87 Perikanan 0,807 0,826 0,662 0,638 13,10 12,60 6,46 7,16 4,06 4,86 14,60 14,63 Perambangan Baubara 0,817 0,768 0,694 0,745 6,00 5,16 12,73 13,14 8,01 8,91 7,74 11,72 Perambangan & Penggalian Lainnya 0,737 0,700 1,276 1,671 14,98 17,90 5,87 5,93 3,69 4,02 9,47 12,11 Indusri Makanan, Minuman, & Tembakau 1,207 1,209 1,017 1,198 22,79 20,78 21,99 26,20 13,83 17,77 14,16 18,19 Indusri Lainnya 1,391 1,333 3,143 2,451 17,08 16,85 22,46 23,93 14,13 16,23 9,61 12,52 Pengilangan Minyak Bumi 1,037 0,942 0,965 1,019 28,26 34,20 13,31 11,11 8,37 7,53 5,47 7,44 Lisrik, Gas, & Air Minum 1,132 1,192 0,797 0,741 17,25 25,39 21,69 26,40 13,65 17,90 1,76 3,72 Bangunan 1,346 1,317 0,776 0,774 10,32 11,58 33,63 31,57 21,16 21,41 8,41 16,65 Perdagangan 0,825 0,995 1,063 1,698 10,59 12,05 7,89 10,63 4,96 7,21 4,36 12,14 Resoran & Hoel 1,220 1,213 0,736 0,712 12,64 12,92 17,79 19,38 11,19 13,15 6,69 19,67 Pengangkuan & Komunikasi 1,006 1,207 1,287 1,144 11,96 16,93 12,35 22,88 7,77 15,52 1,21 3,89 Lembaga Keuangan, Bangunan & Jasa Perusahaan 0,909 0,869 1,425 1,362 9,89 14,27 8,90 7,77 5,60 5,27 2,01 11,74 Pemerinahan Umum & Perahanan 0,955 0,994 0,602 0,597 2,81 3,10 0,00 0,00 0,00 0,00 2,19 15,92 Jasa-jasa 1,124 1,071 0,839 0,653 5,37 4,74 25,29 34,25 15,91 23,23 0,98 12,12 Diolah dari daa Tabel Inpu-Oupu Biro Pusa Saisik, 1995 dan 2000 IV - 2

Dari hasil analisis deskripif dari model I-O ahun 1995 dan 2000 memberikan hasil sebagai beriku: Keerkaian ke depan (forward linkage) meningka dari 0,694 menjadi 0,745 Keerkaian ke depan/hilir yang meningka menunjukkan bahwa sekor perambangan baubara semakin memberikan konribusi oupu yang lebih baik dari periode sebelumnya. Aau dengan kaa lain, peranan sekor perambangan baubara kepada sekor-sekor hilirnya menjadi lebih besar. Namun walaupun mengalami kenaikan keerkaian kedepan yang lebih besar dibandingkan dengan periode sebelumnya, keerkaian sekor perambangan baubara ke hilir perlu diingkakan hingga lebih dari 1. Angka keerkaian yang kurang dari 1 mengindikasikan sekor perambangan belum dapa memberikan konribusi oupu yang opimal kepada sekor-sekor hilirnya. Peningkaan oupu sekor perambangan kepada sekor-sekor yang lain akan dapa meningkakan keerkaian ke depan dari sekor perambangan. Keerkaian ke belakang menurun dari 0,817 menjadi 0,786. Nilai keerkaian ke belakang sebesar ersebu di aas membukikan bahwa invesasi di seor perambangan baubara memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan sekor-sekor keerkaian hulunya. Jika diliha dari fungsinya sebagai pusa perumbuhan ekonom maka angka keerkaian hulu yang lebih kecil dari sau menunjukkan keberadaan sekor perambangan baubara belum dapa menumbuhkan keberadaan sekor-sekor yang lain. Nilai pengganda seperi pengganda nilai ambah, pengganda surplus, dan pengganda invesasi yang diimbulkan karena keberadaan sekor perambangan baubara mengalami peningkaan dari periode ahun 1995 ke periode ahun 2000. Walaupun demikian, nilai pengganda yang diimbulkan oleh sekor perambangan baubara relaif kecil dibandingkan dengan sekor-sekor yang lain dalam perekonomian. Semenara iu, injauan dari sisi ekspor dilakukan unuk mengeahui besarnya peranan ekspor baubara dalam perumbuhan ekonomi. Analisis deskripif peranan ekpor baubara dalam perekonomian yang diperoleh dari Model I-O ahun 1995 dan 2000 dapa diliha pada Tabel IV.2. Dari abel ersebu dikeahui bahwa proporsi ekspor baubara baik IV - 3

erahadap oal ekspor maupun erhadap GDP bernilai sanga kecil, walaupun prosenasenya mengalami kenaikan dari ahun 1995 ke ahun 2000. Tabel IV.2. Proporsi Ekspor Baubara Dalam Perekonomian Prosenase Ekspor Baubara Terhadap Toal Ekspor Prosenase Ekspor Baubara Terhadap GDP 1995 2000 1,48% 1,70% 0,34% 0,70% Meliha perkembangan sekor perambangan baubara dalam perkonomian, dapa dikeahui bahwa peranan sekor perambangan baubara saa ini belum opimal sehingga masih perlu diingkakan peranannya dalam mendukung pembangunan ekonomi. IV.1.2. Efisiensi Pemanfaaan Energi Peranan sekor perambangan baubara dapa diliha capaiannya dari pemanfaaan baubara sebagai sumber energi. Baubara dan sumber energi yang lain digunakan sebagai fakor produksi dalam pembangunan nasional, yang kemudian menghasilkan pendapaan nasional dan perumbuhan/penurunan ekonomi. Salah sau cara unuk mengeahui opimal idaknya pemanfaaan sumberdaya baubara nasional ersebu adalah dengan meliha efisiensinya bersama-sama dengan sumber energi yang lain unuk menghasilkan pendapaan nasional dan perumbuhan ekonomi. Indikaor yang dipakai adalah inensias energi. Semenara iu, olak ukur yang digunakan unuk menenukan opimal idaknya penggunaan fakor produksi ersebu adalah erhadap inensias energi yang dicapai oleh negara-negara maju di Asia Pasifik. Jika inensias energi Indonesia elah mendekai raa-raa inensias energi negara maju di Asia Pasifik, maka pemanfaaan energi sudah opimal. Begiu pula dengan sebaliknya. Gambaran mengenai efisiensi pemanfaaan energi Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia Pasifik dari ahun 1998 2004 dapa diliha pada Tabel IV.3. Dari daa ersebu dapa dikeahui bahwa inensias energi Indonesia masih jauh berada di aas inensias energi negara maju di Asia Pasifik seperi Jepang, Korea Selaan, Taiwan. Hal ersebu menandakan bahwa efisiensi pemanfaaan energi di Indonesia lebih buruk dibandingkan dengan efisiensi pemanfaaaan energi negara-negara maju di Asia Pasifik. Sehingga dapa IV - 4

diambil kesimpulan bahwa pemanfaaan fakor produksi energi yang salah saunya adalah baubara, belum dapa memberikan hasil yang opimal unuk memacu perumbuhan perekonomian di Indonesia. Tabel IV.3. Inensias Energi Negara-Negara di Asia Pasifik Negara Inensias Energi (TOE/Ribu US$) 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Ausralia 0,248 0,237 0,255 0,285 0,269 0,214 0,190 China 1,669 1,388 1,274 1,286 1,456 1,540 1,610 Hongkong, China 0,104 0,101 0,092 0,111 0,118 0,117 0,123 Indonesia 0,612 0,531 0,575 0,721 0,646 0,567 0,591 Jepang 0,134 0,119 0,111 0,124 0,126 0,114 0,106 Korea Selaan 0,477 0,403 0,373 0,421 0,399 0,381 0,359 Malaysia 0,803 0,752 0,825 0,864 0,884 0,919 0,919 Philipina 1,032 0,966 1,027 1,169 1,173 1,219 1,216 Singapore 0,428 0,384 0,377 0,465 0,440 0,403 0,419 Taiwan 0,287 0,275 0,264 0,297 0,306 0,307 0,290 Thailand 0,875 0,786 0,832 0,919 0,918 0,906 0,891 Diolah dari daa BP Saisical Review 2005 dan Daa IMF 2006 IV.2. Sisemaika Perhiungan Hasil perhiungan indikaor-indikaor unuk menilai peran baubara dalam pembangunan nasional pada Sub-bab 4.1 memperlihakan hasil bahwa peran baubara dalam pembangunan belum opimal. Dengan demikian langkah selanjunya akan dilakukan perhiungan unuk menenukan produksi baubara yang opimal sera peran baubara dalam pemenuhan kebuuhan energi nasional. Krieria yang digunakan unuk menenukan produksi baubara yang opimal berdasarkan prinsip konservasi adalah: 1. Produksi baubara yang dihasilkan dapa digunakan unuk memenuhi kebuuhan energi nasional. 2. Efisiensi penggunaan baubara dan sumber energi yang lain unuk menghasilkan pendapaan di negara Indonesia konvergen erhadap negaranegara maju di Asia Pasifik. Aau dengan kaa lain erjadi konvergensi inensias energi. 3. Perumbuhan penduduk Indonesia diasumsikan eap mengikui perumbuhan raa-raa pada ahun sebelumnya. Energy Mix nasional idak dijadikan krieria dalam menenukan ingka produksi baubara yang opimal. Karena salah sau keluaran yang diharapkan dari prediksi produksi baubara IV - 5

yang opimal adalah bagian/peran baubara dalam pemenuhan kebuuhan energi nasional (peran baubara dalam Energy Mix). Langkah-langkah perhiungan yang dilakukan unuk menenukan opimasi peroduksi baubara Indonesia dan peranan baubara dalam mendukung pembangunan ekonomi adalah sebagai beriku : 1. Mengelompokkan negara-negara di Asia Pasifik berdasarkan kondisi perekonomiannya unuk menenukan olok ukur dalam mengkonvergensikan perumbuhan ekonomi dan inensias energi Indonesia. 2. Menelii konvergensi perumbuhan ekonomi Indonesia erhadap Asia Pasifik, melalui perumbuhan GDP perkapia. Dimana poensi konvergensi inensias energi imbul apabila erjadi konvergensi dalam perumbuhan ekonomi. 3. Membenuk model persamaan ekonomerika unuk melakukan peramalan inensias energi yang konvergen. 4. Peramalan inensias energi Indonesia dan melakukan sensiivias unuk menenukan perumbuhan ekonomi yang dapa mengkonvergensikan inensias energi Indonesia erhadap Asia Pasifik. 5. Menggunakan oupu perumbuhan ekonomi Indonesia di aas, sebagai masukan dalam model I-O, unuk mendapakan proyeksi oupu baubara yang opimal. Oupu yang dihasilkan melipui oupu unuk keperluan dalam negeri dan pasar ekspor. 6. Dari hasil perhiungan peramalan inensias energi dan ingka GDP perkapia yang dapa menimbulkan konvergensi inensias energi dihiung kebuuhan energi Indonesia sampai ahun 2020. 7. Menghiung kebuuhan energi yang dipasok oleh baubara unuk menenukan peranan baubara dalam energy mix nasional. 8. Meramalkan produksi pasar baubara anpa baasan konservas yang diprediksi dari daa-daa hisoris produksi baubara Indonesia. 9. Informasi yang diperoleh dari hasil peramalan oupu baubara opimal, peramalan produksi baubara sesuai mekanisme pasar, dan peranan baubara dalam energy mix nasional dapa menjadi suau masukan dalam menenukan usulan auran pengusahaan sumberdaya baubara yang berdasarkan asas konservasi. IV - 6

Gambar IV.1. Diagram Alir Perhiungan Menenukan Peran Baubara Dalam Mendukung Pembangunan Ekonomi IV - 7

IV.3. Pengelompokan Negara-Negara di Asia Pasifik dan Penenuan Tolok Ukur Konvergensi Dalam menganalisis konvergensi ekonomi dan konvergensi inensias energi Indonesia, maka diperlukan suau olak ukur yang jelas. Tolak ukur yang digunakan harus realisis, sehingga konvergensi yang dilakukan idak erlalu berlebihan. Yang perama dilakukan adalah mengelompokkan negara-negara di Asia Pasifik berdasarkan kondisi ekonominya, sehingga dikeahui secara jelas dimana posisi perekonomian Indonesia di Asia Pasifik. Selanjunya, baru dilakukan prediksi inensias energi Indonesia berdasarkan olak ukur yang dieapkan. Pengelompokan negara-negara Asia Pasifik berdasarkan kondisi perekonomiannya dapa diliha melalaui daa-daa pada abel di bawah in Tabel IV.4. Perkembangan Perekonomian Negara-Negara Asia Pasifik Negara GDP (Billion USD) GDP per kapia (Thousand USD/kapia) Unemploymen Rae 2003 2004 2003 2004 2003 2004 Ausralia 534,761 625,580 26,863 31,057 6,1 5,5 China 781,895 860,887 0,605 0,662 n.a. n.a. Hongkong 178,587 193,912 26,090 28,038 7,9 6,9 Indonesia 183,930 185,472 0,861 0,857 n.a. n.a. Jepang 4,429,441 4,851,355 34,706 37,983 5.3 4,7 Korea Selaan 556,124 605,484 11,622 12,593 3,6 3,7 Malaysia 61,183 65,609 2,448 2,576 n.a. n.a. Philipina 20,019 20,560 0,247 0,249 n.a. n.a. Singapore 96,013 107,589 22,942 25,375 4,0 3,4 Taiwan 308,761 337,525 13,659 14,876 5,0 4,4 Thailand 83,518 91,454 1,305 1,405 n.a. n.a. Sumber : Daa Saisik IMF, 2006 Berdasarkan definisi dari Bank Dunia (World Bank) yang disadur dalam www.booksies.ne/download/mcaleese/suden_files/glossary.hml, disebukan bahwa negara yang digolongkan dalam negara berkembang (Developing Counry) merupakan negara yang mempunyai GDP per kapia kurang dari USD 9,200, semenara iu unuk negara dengan GDP per kapia lebih dari USD 9,200 digolongkan negara maju (Developed Counry). Sebenarnya krieria unuk menenukan/mengelompokkan negara maju dan berkembang masih memerlukan beberapa persyaraan, anara lain srukur ekonomi yang idak lagi berganung pada sekor eksrakif dan kondisi sosial budaya yang biasanya diperlihakan dalam Human Developmen Index (HDI). Namun berdasarkan keersediaan IV - 8

daa, krieria yang digunakan unuk menenukan negara maju aau berkembang hanya berdasarkan ingka pendapaan perkapia. Meliha daa dan krieria di aas, dapa diidenifikasi kaegori negara-negara yang berada di Asia Pasifik sebagai beriku, Negara Maju (Developed Counry), anara lain: o Ausralia o Hongkong o Jepang o Korea Selaan o Singapore o Taiwan Negara Berkembang (Developing Counry), anara lain: o China o Indonesia o Malaysia o Philiphina o Thailand Parameer lain yang digunakan unuk menenukan olok ukur konvergensi adalah inensias energi. Inensias energi yang merupakan penggunaan energi per uni GDP dapa menunjukkan efisiensi penggunaan energi suau negara dalam melakukan pembangunan. Oleh karena iu, keberhasilan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi juga harus diimbangi oleh efisiensi penggunaan energi. Pada Gambar IV.2 diperlihakan sebaran GDP per kapia (sumbu x) dan inensias energi (sumbu y) pada negara-negara di Asia Pasifik pada ahun 2004, yang menunjukkan suau kondisi dimana: Negara-negara maju yang berada di sebelah kanan garis verikal mempunyai efisiensi penggunaan energi yang inggi. Negara-negara berkembang yang berada di sebelah kiri garis verikal mempunyai efisiensi penggunaan energi yang rendah, dengan caaan sebagai beriku : o China merupakan negara yang saa ini sedang dalam ahap pembangunan sekor indusri-nya. Akibanya penggunaan energi besar dengan efisiensi yang rendah. IV - 9

o Malaysia dan Thailand juga merupakan negara yang sedang menuju ahap peralihan dari negara yang memanfaakan sumberdaya alam menjadi negara indusri. Diperkirakan kebuuhan energinya juga akan mengalami peningkaan. o Indonesia merupakan negara yang GDP-nya masih berganung pada sekor primer, sehingga efisiensi energi-nya masih rendah. GDP Per Kapia dan Inensias Energi 2004 1.8 Inensias Energi 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0 10 20 30 40 GDP Per Kapia Ausralia China Hongkong Indonesia Jepang Korea Selaan Malaysia Philiphina Singapore Taiwan Thailand Gambar IV.2. Ploing GDP per kapia dan Inensias Energi Negara di Asia Pasifik Meliha kondisi perekonomian dan efisiensi penggunaan energi di aas, dapa dibua sandar unuk menkonvergesikan inensias energi Indonesia yaiu inensias energi raaraa negara maju di Asia Pasifik. Iu disebabkan karena inensias energi di Indonesia elah lebih baik daripada negara-negara berkembang di Asia Pasifik. Sehingga perubahan inensias energi Indonesia yang konvergen kepada inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik dapa membawa ke arah perbaikan efisiensi penggunaan energi Indonesia yang diikui oleh perubahan srukur ekonomi dan kebijakan pembangunan. IV.4. Perhiungan Konvergensi Pendapaan IV.4.1. Memperkirakan Konvergensi Melalui Kecepaan Perumbuhan Konsep klasik dari kondisi konvergen mengasumsikan bahwa negara dengan ekonomi yang ergolong rendah (Indonesia digolongkan dalam negara dengan kondisi ekonomi yang rendah) cenderung unuk mengalami perumbuhan ekonomi yang lebih cepa daripada negara maju, idak hanya menuru perhiungan ingka pendapaan, namun juga pada beberapa variable seperi ingka eknolog ingka perumbuhan penduduk, ec (Sala-i- Marin, 1996 1) ). IV - 10

Perhiungan konvergensi ekonomi diarahkan pada konvergensi GDP per kapia. Dimana pada saa erjadi konvergens perumbuhan GDP perkapia Indonesia akan lebih besar daripada perumbuhan GDP perkapia raa-raa negara maju Asia Pasifik. Dalam melakukan esimasi erhadap peumbuhan ekonomi menggunakan persamaan bunga gabungan (compound ineres) sebagai beriku, ( r) y = y 1 + 1 (4.1) ( r) ln 1 (4.2) y = ln y + ln 1 + Jika, 1 = ln y 1 β dan β = ln( 1+ r) diperoleh : ln y β + β 2 1 2, dan mensubsiusikan pada persmaan 4.2, maka akan = (4.3) Dengan memasukkan gangguan, maka persamaan di aas akan menjadi seperi beriku, ln y β + β + υ (4.4) = 1 2 dimana, y : pendapaan per kapia : waku r : raa-raa perumbuhan dari y Model di aas merupakan model persamaan regresi linier dengan variable erika y dan variable bebas sera parameer β 1 dan β 2. Sehingga unuk menyelesaikannya dapa menggunakan meode Ordinary Leas Square (OLS). IV.4.2. Perhiungan Kecepaan Perumbuhan Sebagai masukan unuk menenukan ingka perumbuhan ekonom digunakan daa-daa pendapaan per kapia Indonesia dan pendapaan per kapia raa-raa negara maju di Asia Pasifik ahun 1998-2004. Daa yang digunakan mulai ahun 1998 dan sesudahnya, karena ahun ersebu perekonomian negara-negara di Asia Pasifik mulai mengalami perbaikan lagi seelah erjadinya krisis ekonomi. Daa ersebu dapa diliha pada Tabel IV.5. Sedangkan hasil esimasi persamaan perumbuhan ekonomi Indonesia dan raa-raa negara maju Asia Pasific dengan menggunakan meode Ordinary Leas Square (OLS) dengan banuan perangka lunak Eviews dapa diliha pada Tabel IV.6 dan IV.7. IV - 11

Tabel IV.5. Daa Masukan Menenukan Tingka Perumbuhan Ekonomi y ina, Tahun Time y r-developed, (ribu US$/kapia) (ribu US$/kapia) 1998 1 0,639 19,314 1999 2 0,810 21,070 2000 3 0,807 22,163 2001 4 0,676 20,332 2002 5 0,767 20,802 2003 6 0,861 22,647 2004 7 0,857 19,314 Tabel IV.6. Hasil Esimasi Menenukan Tingka Perumbuhan Ekonomi Indonesia Dependen Variable: @LOG(YI) Mehod: Leas Squares Dae: 11/22/06 Time: 17:45 Sample: 1998 2004 Included observaions: 7 Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. C -0,397875 0,082688-4,811779 0.0048 TIME 0,033991 0,018490 1,838413 0.1254 R-squared 0,403324 Mean dependen var -0,261909 Adjused R-squared 0,283989 S,D, dependen var 0,115623 S.E. of regression 0,097837 Akaike info crierion -1,576063 Sum squared resid 0,047861 Schwarz crierion -1,591517 Log likelihood 7,516219 F-saisic 3,379761 Durbin-Wason sa 2,160270 Prob(F-saisic) 0,125403 Tabel IV.7. Hasil Esimasi Menenukan Tingka Perumbuhan Ekonomi Raa-raa Negara Maju Asia Pasifik Dependen Variable: @LOG(YDEV) Mehod: Leas Squares Dae: 01/28/07 Time: 22:04 Sample: 1998 2004 Included observaions: 7 Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. C 2,948468 0,048206 61,16346 0.0000 TIME 0,030482 0,010779 2,827816 0.0368 R-squared 0,615282 Mean dependen var 3,070395 Adjused R-squared 0,538339 S,D, dependen var 0,083947 S.E. of regression 0,057039 Akaike info crierion -2,655223 Sum squared resid 0,016267 Schwarz crierion -2,670677 Log likelihood 11,29328 F-saisic 7,996543 Durbin-Wason sa 1,527257 Prob(F-saisic) 0,036769 IV - 12

Dari hasil esimasi di aas dapa dibenuk persamaan unuk menenukan raa-raa perumbuhan GDP perkapia Indonesia dan Asia Pasifik sebagai beriku : Indonesia : ln yi, = 0,398+ 0, 034 + υ (4.5) Asia Pasifik : ln ydev, = 2,950+ 0, 030 + υ (4.6) Esimasi dari persamaan 4.6 berdasarkan daa-daa GDP perkapia Indonesia dan raa-raa negara maju di Asia Pasifik menghasilkan nilai slope (β 2 ) unuk Indonesia bernilai 0,034 dan raa-raa Asia Pasifik bernilai 0,030. Dari nilai β 2 dapa dihiung perumbuhan ekonomi raa-raa Indonesia dan Asia Pasifik pada periode waku ersebu, yang menghasilkan nilai perumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 3,46% dan perumbuhan ekonomi raa-raa Asia Pasifik 3,05%. Perhiungan perumbuhan ekonomi raa-raa di Indonesia dan negara maju di Asia Pasifik menunjukkan bahwa perumbuhan ekonomi di Indonesia sediki lebih besar daripada perumbuhan ekonomi raa-raa negara-negara di Asia Pasifik. Dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa erdapa konvergensi pendapaan (GDP perkapia) anara Indonesia dengan pendapaan raa-raa negara maju di Asia Pasifik. Sehubungan dengan konvergensi inensias energi Indonesia erhadap inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik, maka GDP perkapia merupakan salah sau insrumen unuk konvergensi ersebu. Sasaran yang ingin dicapai adalah menggunakan perumbuhan ekonomi yang dicerminkan melalui perumbuhan GDP perkapia sebagai pendorong unuk meningkakan efisiensi penggunaan energi. Sehingga dengan peningkaan pendapaan perkapia dan efisiensi energi akan menjadikan inensias energi Indonesia berkurang mendekai raa-raa inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik. IV.5. Esimasi Konvergensi Pada Inensias Energi IV.5.1. Memperkirakan Persamaan Konvergensi Inensias Energi Esimasi perubahan dari konsumsi energi per kapia di Indonesia didasarkan pada perubahan inensias energi dan pendapaan perkapia, seperi dapa diliha pada persamaan beriku, IV - 13

E Y e = (4.7) Y P e = ε y (4.8) dimana, E : oal konsumsi energi final e : konsumsi energi final perkapia P : populasi penduduk Y : oal pendapaan nasional GDP (Gross Domesic Produc) y : GDP perkapia ε : Inensias energi raa-raa negara di Asia Pasifik : waku i : Indonesia a : Raa-raa Asia Pasifik Dari persamaan yang dibenuk di aas, diharapkan dapa menjawab peranyaan sebagai beriku: Perubahan dari konsumsi energi perkapia Indonesia relaif erhadap raa-raa konsumsi energi perkapia raa-raa negara maju di Asia Pasik. Inensias energi Indonesia unuk ahun berikunya. Perubahan dari inensias energi erhadap raa-raa insensias energi negara maju di Asia Pasifik dapa didefinisikan pada persamaan 4.9, η y ε * ε a, A a, y = (4.9) Dimana, ε * merupakan inensias energi yang dikehendaki oleh Indonesia. A merupakan konsana yang dienukan, dan η merupakan elasisias. Seperi yang elah disebukan dalam bahasan sebelumnya, bahwa GDP perkapia merupakan insrumen unuk melakukan konvergensi inensias energi Indonesia erhadap inensias energi raa-raa negara maju Asia Pasifik. Dengan meliha persamaan di aas, dapa dikeahui bahwa dengan mengurangi gap anara GDP perkapia raa-raa negara maju di Asia Pasifik maka akan dapa mengurangi gap inensias energi anara Indonesia dengan Asia Pasifik. Sebagai IV - 14

cooh, nilai A 0,5 dan elasisias (η) 1, peningkaan GDP perkapia Indonesia sebesar 1% erhadap GDP perkapia akan menyebabkan pengurangan gap inensias energi sebesar 0,5%. Sebagai ambahan, diperlukan penyesuaian unuk menenukan inensias energi akual berdasarkan nilai inensias energi yang dikehendak seperi pada persamaan 4.10, ε ε ε * 1 μ i, = ε 1 (4.10) Parameer μ merupakan fakor elasisias yang menyesuaikan anara inensias energi akual berdasarkan perubahan pada inensias energi yang dikehendaki. Sebagai conoh, A bernilai 0,5 dan μ bernilai 1 akan menyebabkan peningkaan gap anara inensias energi yang dikehendaki dengan nilai akual ahun sebelumnya akan menghasilkan pengurangan gap sebesar 0,5%. Berdasarkan persamaan 4.9 dan 4.10, maka dibenuk suau persamaan linear unuk dapa melakukan esimasi nilai-nilai parameer yang idak dikeahu seperi A, η, dan μ. Dengan membenuk persamaan 4.9 dan 4.10 menjadi persamaan logarima naural, maka persamaan ersebu menjadi seperi beriku, ( ln y a, ln y ) ε a ln ε * = ln A + η + ln, (4.11) ln ε (4.12) i = lnε 1 + μ lnε * μ ε 1, ln Dengan melakukan subsiusi persamaan 4.11 pada persamaan 4.12, maka menghasilkan, ( ln lnε ) = μln + μ( lnε lnε ) + μη( ln y y ) ε (4.13) 1 A a, 1 a, ln Jika B = μ ln A, C = μ, dan D = μ η. Sera memasukkan gangguan, maka persamaan 4.13 menjadi sebagai beriku, ε ε a, ya, ln B C D + + υ ε = + ln i ε ln i y (4.14), 1, 1 Dari persamaan di aas dapa diuraikan bahwa ln( ε ) inensias energi di Indonesia, dan ( ε ) a, 1 ε merupakan perumbuhan 1 ε merupakan perbandingan anara inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik dan inensias energi awal di Indonesia. ( y ) y a, merupakan perbandingan anara GPD perkapia raa-raa negara maju Asia IV - 15

Pasifik erhadap GDP perkapia Indonesia pada ahun ke- dan merepresenasikan gap pendapaan anara negara maju di Asia Pasifik dengan Indonesia. Apabila C > 0, maka erdapa korelasi posiif anara variabel ak bebas dengan rasio inensias energi Asia Pasifik dan Indonesia. C merupakan raa-raa dimana inensias energi dari Indonesia akan disesuaikan (naik aau urun) sehingga dapa konvergen dengan inensias energi negara maju di Asia Pasifik. Sebagai conoh, penurunan pada rasio ersebu yang berari ε a, < ε -1, memasikan erjadinya pengurangan inensias energi di Indonesia dengan perumbuhan raa-raa sebesar C%. Parameer lain di persamaan di aas adalah D. Apabila D > 0, erdapa hubungan langsung anara variabel ak bebas dan ( y ) y a, dinyaakan dan diperkua oleh keberadaan konvergensi pendapaan. Apabila erdapa konvergensi pendapaan, D > 0 menunjukkan bahwa penurunan gap dari GDP perkapia anara negara maju di Asia Pasifik dan Indonesia, mengurangi inensias energi Indonesia dengan perumbuhan sebesar D%. Dengan memisalkan Z = ln( ε ε ), X 1 = ln( ε ε ) X 2 = ( y ) y a, 1 a, 1, dan ln, maka persamaan 4.14 dapa diubah menjadi benuk umum Z = f (X 1, X 2 ) = B + CX 1 + DX 2 + υ. Dengan demikian persamaan di aas dapa dilakukan esimasi menggunakan meode OLS. IV.5.2. Perhiungan Parameer Persamaan Konvergensi Inensias Energi Sebagai daa masukan yang digunakan unuk mengesimasi persamaan dalam menenukan konvergensi inensias adalah daa GDP perkapia dan daa inensias energi ahun 1980 2004 baik unuk Indonesia maupun raa-raa negara maju di Asia Pasifik. Daa yang digunakan unuk esimasi dapa diliha pada Tabel IV.8. Semenara hasil esimasi persamaan 4.14 dengan menggunakan meode Ordinary Leas Square (OLS) dengan banuan perangka lunak Eviews dapa diliha pada Tabel IV.9. IV - 16

Tabel IV.8. Daa Masukan Dalam Menenukan Esimasi Parameer Konvergensi Energi Tahun y ε y a, ε a, (ribu US$/kapia) (oe/ribu US$) (ribu US$/kapia) (oe/ribu US$) 1980 5,970 0,030 12,637 0,267 1981 6,238 0,030 12,773 0,265 1982 5,960 0,031 11,702 0,268 1983 4,419 0,044 11,054 0,273 1984 4,099 0,055 11,373 0,273 1985 3,808 0,057 10,715 0,287 1986 3,414 0,066 11,991 0,285 1987 2,736 0,086 13,787 0,255 1988 2,764 0,085 15,904 0,241 1989 2,773 0,096 16,650 0,237 1990 2,845 0,104 17,073 0,242 1991 2,826 0,110 17,931 0,234 1992 2,843 0,116 18,694 0,235 1993 2,905 0,118 19,686 0,237 1994 2,969 0,119 21,473 0,227 1995 3,039 0,124 23,160 0,216 1996 3,092 0,131 22,985 0,211 1997 2,572 0,162 22,238 0,228 1998 0,639 0,612 19,314 0,280 1999 0,810 0,531 21,070 0,253 2000 0,807 0,575 22,163 0,246 2001 0,676 0,721 20,332 0,284 2002 0,767 0,646 20,802 0,276 2003 0,861 0,567 22,647 0,256 2004 0,857 0,591 24,987 0,248 Tabel IV.9. Hasil Esimasi Menenukan Parameer Konvergensi Inensias Energi Dependen Variable: @LOG(EI/EI(-1)) Mehod: Leas Squares Dae: 01/29/07 Time: 00:38 Sample(adjused): 1981 2004 Included observaions: 24 afer adjusing endpoins Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. C -2,470645 0,130652-18,91010 0.0000 @LOG(EDEV/EI(-1)) 0,873946 0,043856 19,92774 0.0000 @LOG(YDEV/YI) 0,970518 0,049098 19,76694 0.0000 R-squared 0,950542 Mean dependen var 0,124054 Adjused R-squared 0,945832 S.D. dependen var 0,282790 S.E. of regression 0,065817 Akaike info crierion -2,487422 Sum squared resid 0,090968 Schwarz crierion -2,340165 Log likelihood 32,84906 F-saisic 201,8023 Durbin-Wason sa 0,947205 Prob(F-saisic) 0,000000 IV - 17

Dari hasil esimasi di aas dapa dienukan parameer-parameer unuk menenukan konvergensi inensias energi sebagai beriku, ε = + ε + a, a, ln υ ε 2,470 0,874 ln + i ε 0,970 ln i y (4.15), 1, 1 Esimasi dari persamaan di aas berdasarkan daa yang ada menghasilkan nilai inersep B = -2,470, slope C = 0,874 sera D = 0,970. Dengan dikeahuinya nilai koefisien B, C, dan D maka parameer-parameer unuk menenukan konvergensi dapa dianalisis dan dilakukan perhiungan sebagai beriku, y Nilai C sebesar 0,874 menunjukkan adanya korelasi posiif anara perumbuhan inensias energi Indonesia dengan rasio inenias energi negara maju Asia Pasifik erhadap Indonesia, dimana penurunan rasio energi inensias ersebu akan menyebabkan pengurangan sebesar 12,6% {(1 0,874) x 100%}. Nilai D sebesar 0,970 menunjukkan adanya korelasi posiif anara perumbuhan inensias energi Indonesia dengan rasio GDP perkapia raa-raa negara maju di Asia Pasifik erhadap Indonesia, dimana penurunan rasio GDP perkapia ersebu menyebabkan pengurangan inensias energi sebesar 3% {(1 0,970) x 100%} Dengan nilai-nilai parameer B, C, dan D seperi di aas, maka : o C = μ = 0,874 o D = μ x η = 0,970 η = 0,970/0,874 = 1,111 o B = μ ln A A = e (-2,47/0,874) = 0.059 o Sehingga, A = 0,059, μ = 0,874, dan η = 1,111 Dengan memasukkan parameer-parameer yang dihiung berdasarkan hasil esimas maka persamaan 4.9 dan 4.10 menjadi seperi beriku, 1,111 y a, = 0, a, y (4.16) ε * 059 ε = ε * 0,874 ε ε 1 (4.17) ε 1 IV - 18

IV.6. Peramalan Inensias Energi Indonesia Peramalan inensias energi di Indonesia unuk ahun-ahun berikunya akan dilakukan dengan menggunakan insrumen GDP perkapia. Dimana dalam menurunkan inensias energi Indonesia adalah dengan mengurangi gap GDP perkapia Indonesia dengan raa-raa GDP perkapia negara maju di Asia Pasifik. Sehingga pada akhirnya dapa dikeahui besarnya perumbuhan ekonomi Indonesia yang perlu dicapai unuk mencapai konvergensi pada inensias energi. Dalam mencari konvergensi inensias energi menggunakan persamaan di aas, akan digunakan beberapa asums yaiu : Perumbuhan GDP perkapia raa-raa negara maju di Asia Pasifik diasumsikan eap, mengikui perumbuhan saa ini yaiu 3.05% perahun. Inensias energi negara maju di Asia Pasifik diperkirakan akan erus mengalami penurunan, karena negara-negara maju ersebu elah cukup baik dalam melakukan efisiensi dalam penggunaan energinya. Perumbuhan GDP perkapia Indonesia alernaif 1 adalah sesuai dengan perhiungan, yaiu 3,46% perahun. Perumbuhan GDP perkapia Indonesia alernaif 2 adalah sesuai dengan perumbuhan ekonomi 2 ahun erakhir (2004 dan 2005), yaiu 5% perahun. Perumbuhan GDP perkapia Indonesia alernaif 3 adalah sesuai dengan perumbuhan ekonomi 6,5% perahun. IV.6.1. Perhiungan Perumbuhan Inensias Energi Asia Pasifik Berdasarkan persamaan 4.16 dan 4.17, variabel yang diperlukan unuk melakukan peramalan inensias energi namun belum erdefinisi adalah perumbuhan inensias energi negara maju di Asia Pasifik unuk peramalan ahun ke-. Inensias energi negara maju Asia Pasifik diasumsikan mengalami peningkaan sesuai dengan ingka perumbuhan yang elah dicapai sampai dengan saa ini. Persamaan regresi linier yang digunakan unuk memperkirakan perumbuhan inensias energi negara maju di Asia Pasifik adalah persamaan log-linier compound ineres seperi pada persamaan 4.4. Daa-daa yang dipergunakan adalah daa inensias energi Asia Pasifik ahun 1998-2004, seperi yang erliha pada Tabel IV.10. IV - 19

Tabel IV.10. Daa Masukan Menenukan Perumbuhan Inensias Energi Pada Negara maju Asia Pasifik Tahun Time ε a, (oe/ribu US$) 1998 1 0,280 1999 2 0,253 2000 3 0,246 2001 4 0,284 2002 5 0,276 2003 6 0,256 2004 7 0,248 Sumber, BP Saisical Review 2005 dan Daa Saisik IMF 2006 Persamaan 4.4 ersebu akan diselesaikan dengan menggunkan meode OLS menggunakan daa pada Tabel IV.10 unuk mendapakan perumbuhan inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik. Hasil esimasi menggunakan banuan perangka lunak Eviews dapa diliha pada Tabel IV.11. Tabel IV.11. Hasil Esimasi Penenuan Perumbuhan Inensias Energi Negara Maju Asia Pasifik Dependen Variable: @LOG(EDEV) Mehod: Leas Squares Dae: 01/29/07 Time: 12:35 Sample: 1998 2004 Included observaions: 7 Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. C -1,304862 0,054631-23,88492 0.0000 TIME -0,007906 0,012216-0,647155 0.5461 R-squared 0,077288 Mean dependen var -1,336484 Adjused R-squared -0,107254 S.D. dependen var 0,061430 S.E. of regression 0,064641 Akaike info crierion -2,404994 Sum squared resid 0,020892 Schwarz crierion -2,420448 Log likelihood 10,41748 F-saisic 0,418810 Durbin-Wason sa 1,829755 Prob(F-saisic) 0,546065 Dari hasil esimasi di aas dapa dibenuk persamaan unuk menenukan raa-raa perumbuhan inesias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik sebagai beriku, ln ε, + (4.18) a = 1,305 0, 008 υ IV - 20

Pada persamaan 4.18 ersebu dikeahui nilai β 2 adalah -0,008. Nilai β 2 yang merupakan ln(1+r), menghasilkan nilai r, yang juga merupakan raa-raa perumbuhan inensias energi raa-raa negara Asia Pasifik sebesar -0,8% per ahun (mengalami penurunan). IV.6.2. Perhiungan Peramalan Inensias Energi Sampai Tahun 2030 Dengan menggunakan asumsi-asumsi di aas dan persamaan model fi hasil esimasi unuk memperkirakan inensias energi di Indonesia (persamaan 4.16 dan 4.17), maka dapa dihiung inensias energi Indonesia sampai ahun 2030 seperi yang erliha pada Tabel IV.12 dan Gambar IV.3. IV - 21

Tabel IV.12. Peramalan Inensias Energi Indonesia Sampai Tahun 2020 Tahun Negara Maju di Asia Pasific Indonesia** ) Indonesia** ) Indonesia** ) r a, y a, ε a, r y ε* ε r y ε* ε r y ε* ε 1998 3,05% 19,314 0,280 3,46% 0,639 0,612 3,46% 0,639 0,612 3,46% 0,639 0,612 1999 3,05% 21,070 0,253 3,46% 0,810 0,531 3,46% 0,810 0,531 3,46% 0,810 0,531 2000 3,05% 22,163 0,246 3,46% 0,807 0,575 3,46% 0,807 0,575 3,46% 0,807 0,575 2001 3,05% 20,332 0,284 3,46% 0,676 0,721 3,46% 0,676 0,721 3,46% 0,676 0,721 2002 3,05% 20,802 0,276 3,46% 0,767 0,646 3,46% 0,767 0,646 3,46% 0,767 0,646 2003 3,05% 22,647 0,256 3,46% 0,861 0,567 3,46% 0,861 0,567 3,46% 0,861 0,567 2004 3,05% 24,987 0,248 3,46% 0,857 0,591 3,46% 0,857 0,591 3,46% 0,857 0,591 2005* ) 3,05% 25,748 0,246 3,46% 0,887 0,613 0,610 5,00% 0,900 0,603 0,601 6,50% 0,913 0,594 0,593 2006* ) 3,05% 26,532 0,244 3,46% 0,917 0,605 0,606 5,00% 0,945 0,586 0,588 6,50% 0,972 0,568 0,571 2007* ) 3,05% 27,340 0,242 3,46% 0,949 0,598 0,599 5,00% 0,992 0,569 0,571 6,50% 1,035 0,543 0,546 2008* ) 3,05% 28,173 0,240 3,46% 0,982 0,591 0,592 5,00% 1,042 0,553 0,555 6,50% 1,103 0,519 0,523 2009* ) 3,05% 29,031 0,238 3,46% 1,016 0,583 0,584 5,00% 1,094 0,537 0,539 6,50% 1,174 0,497 0,500 2010* ) 3,05% 29,915 0,236 3,46% 1,051 0,576 0,577 5,00% 1,149 0,522 0,524 6,50% 1,251 0,475 0,478 2011* ) 3,05% 30,826 0,234 3,46% 1,087 0,569 0,570 5,00% 1,206 0,507 0,509 6,50% 1,332 0,454 0,457 2012* ) 3,05% 31,765 0,232 3,46% 1,125 0,562 0,563 5,00% 1,266 0,493 0,495 6,50% 1,419 0,434 0,437 2013* ) 3,05% 32,732 0,231 3,46% 1,164 0,555 0,556 5,00% 1,330 0,479 0,481 6,50% 1,511 0,415 0,418 2014* ) 3,05% 33,729 0,229 3,46% 1,204 0,548 0,549 5,00% 1,396 0,465 0,467 6,50% 1,609 0,397 0,400 2015* ) 3,05% 34,756 0,227 3,46% 1,246 0,541 0,542 5,00% 1,466 0,452 0,454 6,50% 1,714 0,380 0,382 2016* ) 3,05% 35,814 0,225 3,46% 1,289 0,535 0,536 5,00% 1,539 0,439 0,441 6,50% 1,825 0,363 0,366 2017* ) 3,05% 36,905 0,223 3,46% 1,333 0,528 0,529 5,00% 1,616 0,426 0,428 6,50% 1,944 0,347 0,350 2018* ) 3,05% 38,029 0,222 3,46% 1,380 0,521 0,522 5,00% 1,697 0,414 0,416 6,50% 2,070 0,332 0,334 2019* ) 3,05% 39,187 0,220 3,46% 1,427 0,515 0,516 5,00% 1,782 0,403 0,404 6,50% 2,204 0,318 0,320 2020* ) 3,05% 40,381 0,218 3,46% 1,477 0,509 0,510 5,00% 1,871 0,391 0,393 6,50% 2,348 0,304 0,306 2021* ) 3,05% 41,611 0,216 3,46% 1,528 0,502 0,503 5,00% 1,965 0,380 0,382 6,50% 2,500 0,291 0,293 2022* ) 3,05% 42,878 0,215 3,46% 1,580 0,496 0,497 5,00% 2,063 0,369 0,371 6,50% 2,663 0,278 0,280 2023* ) 3,05% 44,184 0,213 3,46% 1,635 0,490 0,491 5,00% 2,166 0,359 0,360 6,50% 2,836 0,266 0,268 2024* ) 3,05% 45,529 0,211 3,46% 1,692 0,484 0,485 5,00% 2,274 0,348 0,350 6,50% 3,020 0,254 0,256 2025* ) 3,05% 46,916 0,209 3,46% 1,750 0,478 0,479 5,00% 2,388 0,338 0,340 6,50% 3,217 0,243 0,245 2026* ) 3,05% 48,345 0,208 3,46% 1,811 0,472 0,473 5,00% 2,507 0,329 0,330 6,50% 3,426 0,233 0,234 2027* ) 3,05% 49,817 0,206 3,46% 1,873 0,466 0,467 5,00% 2,633 0,320 0,321 6,50% 3,648 0,222 0,224 2028* ) 3,05% 51,334 0,204 3,46% 1,938 0,461 0,461 5,00% 2,764 0,310 0,312 6,50% 3,886 0,213 0,214 2029* ) 3,05% 52,897 0,203 3,46% 2,005 0,455 0,456 5,00% 2,903 0,302 0,303 6,50% 4,138 0,203 0,205 2030* ) 3,05% 54,508 0,201 3,46% 2,074 0,449 0,450 5,00% 3,048 0,293 0,294 6,50% 4,407 0,195 0,196 Keerangan : * ) : Esimasi *** ) : Alernaif 2 dengan ingka perumbuhan ekonomi 5,00% ** ) : Alernaif 1 dengan ingka perumbuhan ekonomi 3,46% **** ) : Alernaif 2 dengan ingka perumbuhan ekonomi 6,50% IV - 22

Prediksi Inensias Energi Sampai Tahun 2030 0.8 0.7 Convergece 0.6 Inensias Energi (oe/ribu USD) 0.5 0.4 0.3 Akual Prediksi Negara Maju Ina Al 1 Ina Al 2 Ina Al 3 0.2 0.1 0.0 1998 2002 2006 2010 2014 2018 2022 2026 2030 Tahun Gambar IV.3. Peramalan Inensias Energi Indonesia dan Negara Maju di Asia Pasifik Sampai Tahun 2030 Hasil peramalan inensias energi di Indonesia dengan memasukkan unsur konvergensi pada GDP perkapia dan konvergensi inensias energi mengindikasikan hal-hal sebagai beriku: Pada ingka perumbuhan ekonomi saa in dimana perumbuhan GDP perkapia Indoensia mencapai 3,46% perahun dan perumbuhan GDP perkapia raa-raa negara maju di Asia Pasifik mencapai 3,05% perahun, maka konvergensi pendapaan ersebu akan menjadikan berkurangnya inensias energi Indonesia sehingga konvergen mendekai raa-raa inensias energi negara Asia Pasifik. Namun sampai dengan ahun 2030 perumbuhan ekonomi ersebu belum bisa memacu inensias energi Indonesia unuk menyamai inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik. Kondisi yang sama juga dijumpai keika ingka perumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,00% perahun. Dengan menaikkan insrumen konvergensi inensias energi yaiu perumbuhan ekonomi menjadi 6,5% perahun, maka konvergensi inensias energi Indonesia IV - 23

erhadap inensias energi negara maju di Asia Pasifik menjadi lebih cepa. Dimana inensias energi Indonesia akan sama dengan raa-raa inensias energi negara maju di Asia Pasifik seelah ahun 2029. IV.7. Perhiungan Perumbuhan GDP Indonesia IV.7.1. Penenuan Perumbuhan Penduduk Indonesia Salah sau kegunaan model I-O adalah unuk melakukan proyeksi oupu nasional. Yaiu dengan meliha peningkaaan oupu karena peningkaan pada perminaan akhir. Perminaan akhir pada model I-O, yang erdiri aas C, G, I, X dan M dapa didefinisikan sebagai GDP. Sehingga peningkaan perminaan akhir pada model I-O merupakan peningkaan perekonomian/perumbuhan ekonomi. Pada Sub-bab sebelumnya elah dilakukan perhiungan perumbuhan ekonomi Indonesia yang dapa menimbulkan konvergensi inensias energi Indonesia erhadap negara maju di Asia Pasifik. Perumbuhan ekonomi yang dienukan ersebu adalah perumbuhan GDP perkapia Indonesia. Semenara unuk menenukan proyeksi oupu nasional diperlukan proyeksi parameer GDP yang berari GDP perkapia dikalikan dengan jumlah seluruh penduduk Indonesia. Unuk iu, perlu dilakukan penyesuaian perumbuhan ekonomi Indonesia yang semula berdasarkan pada perumbuhan GDP perkapia menjadi berdasarkan GDP. Fakor unuk menyesuaikan ersebu adalah proyeksi perumbuhan dan jumlah penduduk Indonesia pada masa yang akan daang. Seperi yang disebukan dalam Sub-bab 4.2, dalam melakukan opimasi produksi baubara salah sau krierianya adalah mengasumsikan bahwa perumbuhan penduduk Indonesia sama dengan perumbuhan raa-raa pada ahun sebelumnya. Unuk melakukan perhiungan perumbuhan raa-raa penduduk Indonesia digunakan daa-daa populasi Indonesia ahun 1998 2004 seperi pada Tabel IV.13. Sedangkan unuk perhiungan digunakan persamaan compound ineres (persamaan 4.4) dan penyelesaian meode OLS dengan banuan perangka lunak Eviews. Hasil esimasi persamaan compound ineres unuk menenukan perumbuhan penduduk dapa diliha pada Tabel IV.14. IV - 24

Tabel IV.13. Daa Perhiungan Perumbuhan Populasi Indonesia Tahun Time Jumlah Penduduk (Jua Jiwa) 1998 1 204,393 1999 2 207,437 2000 3 205,132 2001 4 207,928 2002 5 210,736 2003 6 213,551 2004 7 216,382 Sumber: Daa IMF 2006 Tabel IV.14. Hasil Esimasi Penenuan Perumbuhan Penduduk Indonesia Dependen Variable: @LOG(P) Mehod: Leas Squares Dae: 04/16/07 Time: 09:45 Sample: 1998 2004 Included observaions: 7 Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. C 5,307313 0,006627 800,8686 0.0000 TIME 0,009145 0,001482 6,171199 0.0016 R-squared 0,883947 Mean dependen var 5,343892 Adjused R-squared 0,860736 S.D. dependen var 0,021012 S.E. of regression 0,007841 Akaike info crierion -6,623917 Sum squared resid 0,000307 Schwarz crierion -6,639371 Log likelihood 25,18371 F-saisic 38,08369 Durbin-Wason sa 1,676522 Prob(F-saisic) 0,001627 Dari hasil esimasi di aas dapa dibenuk persamaan unuk menenukan raa-raa perumbuhan inesias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik sebagai beriku, ln P = 5,307 + 0, 009 + υ (4.19) Pada persamaan 4.19 ersebu dikeahui nilai β 2 adalah 0,009. Nilai β 2 yang merupakan ln(1+r), menghasilkan nilai r, yang merupakan raa-raa perumbuhan penduduk Indonesia sebesar 0,92% per ahun. IV.7.2. Penenuan Perumbuhan GDP Indonesia Dalam menenukan perumbuhan GDP Indonesia memerlukan beberapa masukan anara lain; prediksi GDP perkapia dan prediksi jumlah penduduk pada ahun erenu. IV - 25

Perumbuhan GDP ersebu naninya akan menjadi masukan dalam model I-O unuk menenukan besarnya oupu sekoral. Berdasarkan perhiungan pada Tabel IV.15 dapa dikeahui bahwa perumbuhan GDP Indonesia pada saa perumbuhan GDP perkapia 6,50% perahun dan perumbuhan penduduk 0,92% perahun adalah 7,48% perahun. Perumbuhan GDP sebesar 7,48% perahun merupakan perumbuhan GDP yang dapa menimbulkan konvergensi inensias energi Indonesia erhadap negara maju di Asia Pasifik. Tahun Perumbuhan GDP perkapia Tabel IV.15. Penenuan Perumbuhan GDP Indonesia Perumbuhan Penduduk GDP perkapia (Ribu USD/kapia) Jumlah Penduduk (Jua Jiwa) GDP (Milyar USD) Perumbuhan Ekonomi 2005 6,50% 0,92% 0,913 218,370 199,343 7,48% 2006 6,50% 0,92% 0,972 220,376 214,250 7,48% 2007 6,50% 0,92% 1,035 222,401 230,273 7,48% 2008 6,50% 0,92% 1,103 224,444 247,493 7,48% 2009 6,50% 0,92% 1,174 226,506 266,002 7,48% 2010 6,50% 0,92% 1,251 228,587 285,895 7,48% 2011 6,50% 0,92% 1,332 230,687 307,275 7,48% 2012 6,50% 0,92% 1,419 232,806 330,254 7,48% 2013 6,50% 0,92% 1,511 234,945 354,952 7,48% 2014 6,50% 0,92% 1,609 237,103 381,497 7,48% 2015 6,50% 0,92% 1,714 239,281 410,027 7,48% 2016 6,50% 0,92% 1,825 241,480 440,690 7,48% 2017 6,50% 0,92% 1,944 243,698 473,647 7,48% 2018 6,50% 0,92% 2,070 245,937 509,068 7,48% 2019 6,50% 0,92% 2,204 248,196 547,139 7,48% 2020 6,50% 0,92% 2,348 250,477 588,056 7,48% IV.8. Perhiungan Proyeksi Produksi Baubara Opimal Perhiungan proyeksi oupu sekor perambangan baubara dilakukan dengan menggunakan banuan abel I-O Indonesia ahun 2000 dengan perumbuhan GDP sebesar 7,48% perahun selama ahun proyeksi. Perumbuhan GDP ersebu merupakan perubahan perminaan akhir (final demand) pada model I-O yang selanjunya akan dihiung oupu oal menggunakan mariks pengganda (Leonief Inverse Marix). Perhiungan proyeksi perminaan akhir dan oupu nasional khususnya pada sekor perambangan baubara sampai ahun 2020 seperi yang erliha pada Tabel IV.16. Hasil perhiungan proyeksi oupu sekor perambangan baubara ersebu masih dalam sauan nilai uang, sehingga perlu dilakukan konversi unuk mendapakan oupu baubara IV - 26

dalam benuk sauan massa (onase erproduksi). Unuk iu perlu dilakukan pembagian proyeksi oupu sekor perambangan baubara pada Tabel IV.16 dengan fakor harga. Harga yang digunakan unuk menenukan jumlah onase dari baubara adalah harga pada saa abel I-O ersebu dibenuk, yaiu ahun 2000. Harga pada ahun 2000 akan digunakan sebagai ala unuk memprediksi jumlah oupu baubara yang opimal pada ahun berikunya disebabkan sifa dari abel I-O yang saik. Akibanya, harga yang digunakan unuk prediksi merupakan harga pada ahun dasar. Dengan membagi oupu sekor perambangan baubara dengan harga ahun dapa dihiung prediksi oupu (produksi) baubara Indonesia unuk keperluan dalam negeri dan keperluan ekspor seperi yang erliha pada Tabel IV.17. Komponen yang digunakan unuk memprediksi oupu dalam negeri adalah menggunakan proyeksi oupu anara. Semenara unuk memprediksi oupu ekspor menggunakan proyeksi perminaan akhir. Komponen perminaan akhir sebenarnya melipui C, G, I, X, dan M. Namun pada sekor perambangan baubara perminaan akhir hanya erdiri dari komponen ekspor. Sehingga jumlah perminaan akhir baubara merupakan nilai ekspor dari baubara. Tabel IV.16. Proyeksi Oupu Opimal Sekor Perambangan Baubara Tahun Oupu Anara Perminaan Akhir Toal Oupu (Jua Rupiah) (Jua Rupiah) (Jua Rupiah) 2005 12.874.512 13.720.173 26.594.684 2006 13.837.525 14.746.442 28.583.967 2007 14.872.572 15.849.476 30.722.048 2008 15.985.040 17.035.017 33.020.057 2009 17.180.721 18.309.236 35.489.957 2010 18.465.839 19.678.767 38.144.606 2011 19.847.084 21.150.738 40.997.822 2012 21.331.646 22.732.814 44.064.459 2013 22.927.253 24.433.228 47.360.481 2014 24.642.212 26.260.833 50.903.045 2015 26.485.449 28.225.144 54.710.593 2016 28.466.561 30.336.385 58.802.945 2017 30.595.859 32.605.546 63.201.405 2018 32.884.430 35.044.441 67.928.870 2019 35.344.185 37.665.765 73.009.950 2020 37.987.930 40.483.164 78.471.094 IV - 27

Tabel IV.17. Prediksi Oupu Opimal Baubara Indonesia Tahun Pasar Domesik Pasar Ekspor Toal Produksi (Jua Ton) (Jua Ton) (Jua Ton) 2005 36,78 80,71 117,49 2006 39,54 86,74 126,28 2007 42,49 93,23 135,73 2008 45,67 100,21 145,88 2009 49,09 107,70 156,79 2010 52,76 115,76 168,52 2011 56,71 124,42 181,12 2012 60,95 133,72 194,67 2013 65,51 143,72 209,23 2014 70,41 154,48 224,88 2015 75,67 166,03 241,70 2016 81,33 178,45 259,78 2017 87,42 191,80 279,21 2018 93,96 206,14 300,10 2019 100,98 221,56 322,55 2020 108,54 238,14 346,67 Hasil prediksi oupu baubara sampai ahun 2020 menunjukkan bahwa jumlah baubara yang opimal unuk diproduksi sampai dengan ahun 2020 adalah sejumlah 346,67 jua on pada ingka perumbuhan ekonomi yang diinginkan sebesar 7,48% per ahun. Pembagian oupu ersebu adalah 108 jua on unuk oupu dalam neger semenara 346 jua on unuk oupu ekspor (pasar inernasional). Dengan ingka oupu (produksi) baubara sejumlah ersebu diharapkan akan dapa menimbulkan konvergensi pada inensias energi indonesia erhadap raa-raa inensias energi negara maju di Asia Pasifik. IV.9. Perhiungan Produksi Baubara Dengan Meode ARIMA Perhiungan produksi baubara yang dilakukan pada sub-bab sebelumnya akan dilakukan perbandingan dengan perhiungan produksi baubara yang dihiung dengan menggunakan meode ARIMA. Peramalan dengan meode ARIMA akan menelii rend produksi baubara pada ahun sebelumnya, unuk meramalkan produksi ahun berikunya. Pembenukan model ARIMA dari produksi baubara dilakukan dengan menelii lag variable dari fakor-fakor yang mempengaruhi produksi baubara Indonesia. Perhiungan produksi di sini idak memperhaikan keseimbangan perminaan dan penawaran aaupun harga pada iik keseimbangan perminaan dan penawaran baubara. Hal ersebu didasari oleh asumsi beriku: IV - 28

Perminaan baubara yang bersifa hampir idak elasis Perminaan erhadap baubara hampir bersifa idak elasis. Dimana berapapun harga yang berlaku di pasar, perminaan erhadap baubara relaif eap. Kondisi ersebu disebabkan karena peran dari produk baubara iu sendiri sebagai sumber energi yang sraegis, sehingga seiap produksi yang dilakukan oleh perusahaan perambangan baubara di Indonesia selalu dapa erserap oleh pasar. Penawaran baubara yang bersifa hampir idak elasis Diinjau dari sisi penawaran, produk baubara mempunyai elasisias penawaran rendah sehingga berapapun harga yang berlaku di pasar, baubara yang diproduksi idak akan berubah secara signifikan. Hal ini lebih disebabkan karena kemenerusan produksi suau ambang baubara. Dimana produksi baubara idak dapa berubah secara fleksibel karena penjadwalan produksi dan keberadaan ala produksi. Kedua fakor di aas yang mendasari peramalan produksi baubara Indonesia menggunakan menggunakan meode ARIMA. Peramalan menggunakan meode ARIMA akan dilakukan dengan erlebih dahulu membenuk model fi dari produksi baubara Indonesia dari lag variabel produksi baubara. Model fi yang erbenuk selanjunya akan digunakan unuk meramal produksi baubara Indonesia unuk ahun-ahun berikunya. IV.9.1. Daa Perhiungan Model ARIMA dari produksi baubara Indonesia dibenuk dari lag variable produksi baubara. Daa produksi baubara Indonesia bersumber dari BP Saisik Review 2005, dapa diliha pada Tabel IV.18. IV - 29

Tabel IV.18. Produksi Baubara Indonesia dan Harga Baubara Tahun Benchmark Harga Impor Seam Coal Jepang (USD/on) Produksi Baubara Indonesia (Jua Ton) 1987 41.28 3.0 1988 42.47 4.5 1989 48.86 8.7 1990 50.81 10.7 1991 50.30 13.8 1992 48.45 22.4 1993 45.71 27.6 1994 43.66 32.9 1995 47.58 41.8 1996 49.54 50.4 1997 45.53 54.8 1998 40.51 62.2 1999 35.74 73.7 2000 34.58 77.0 2001 37.96 92.6 2002 36.90 103.4 2003 34.74 112.8 2004 51.34 132.4 Sumber : Saisical Review 2005, BP IV.9.2. Idenifikasi Sasionary Pembuaan model dan peramalan menggunakan meode ARIMA mensyarakan daa yang sasioner. Peramalan menggunakan daa yang idak sasioner menjadikan regresi yang dilakukan menjadi palsu (sporious regression). Saionary dicapai apabila variabel pada ime series daa mempunyai raaan dan variance yang konsan unuk seiap periode waku sera mempunyai covariance dianara dua periode waku hanya berganung pada jarak aau gap dianara dua periode waku ersebu dan idak pada waku akual dimana covariance dihiung. Sasionary diidenifikasi dengan menggunakan beberapa meode, seperi uji korelogram dan uni roo es. Uji korelogram dan uni roo es yang dilakukan pada variabel produksi baubara Indonesia menunjukkan hasil seperi yang diunjukkan pada Tabel IV.19 dan IV.20. IV - 30

Tabel IV.19. Corelogram Produksi Baubara Tabel IV.20. Uni Roo Tes Produksi Baubara Null Hypohesis: PRODUKSI has a uni roo Exogenous: None Lag Lengh: 3 (Auomaic based on SIC, MAXLAG=8) -Saisic Prob.* Augmened Dickey-Fuller es saisic 0,333456 0,7718 Tes criical values: 1% level -2,685718 5% level -1,959071 10% level -1,607456 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmened Dickey-Fuller Tes Equaion Dependen Variable: D(PRODUKSI) Mehod: Leas Squares Dae: 01/22/07 Time: 12:08 Sample(adjused): 1985 2004 Included observaions: 20 afer adjusing endpoins Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. PRODUKSI(-1) 0,016658 0,049955 0,333456 0,7431 D(PRODUKSI(-1)) -0,114422 0,205395-0,557086 0,5852 D(PRODUKSI(-2)) 0,328269 0,224985 1,459073 0,1639 D(PRODUKSI(-3)) 0,949692 0,229599 4,136311 0,0008 R-squared 0,789529 Mean dependen var 6,545000 Adjused R-squared 0,750066 S.D. dependen var 5,178750 S.E. of regression 2,589032 Akaike info crierion 4,917302 Sum squared resid 107,2494 Schwarz crierion 5,116448 Log likelihood -45,17302 Durbin-Wason sa 2,064630 Seelah dilakukan pengujian dengan menggunakan korelogram dan Uni Roo Tes, dilanjukan dengan meliha signifikansi parameer-parameer yang dihasilkan oleh kedua uji ersebu unuk menenukan sasioner idaknya daa ime series ersebu. Uji yang dilakukan adalah sebagai beriku: IV - 31