TEORI BILANGAN (3 SKS)

dokumen-dokumen yang mirip
Setelah mengikuti materi Bab ini mahasiswa diharapkan mampu: 2. Mendefinisikan factor persekutuan, kelipatan persekutuan, FPB, dan KPK.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi

LANDASAN TEORI. bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

II. TINJAUAN PUSTAKA. bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

BAB I INDUKSI MATEMATIKA

Pengantar Teori Bilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)

MODUL PERSIAPAN OLIMPIADE. Oleh: MUSTHOFA

Pemfaktoran prima (2)

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

DIKTAT KULIAH (2 sks) MX 127 Teori Bilangan

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40

BAB 2 LANDASAN TEORI

Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN

KATA PENGANTAR. Rantauprapat,11 April Penyusun

BAB V BILANGAN BULAT

R. Rosnawati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

Keterbagian Pada Bilangan Bulat

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

MENENTUKAN KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) DAN FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR (FPB) DENGAN METODE EBIK

Nama Mata Kuliah : Teori Bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 SKS

SOAL 1. Diketahui bangun persegi panjang berukuran 4 6 dengan beberapa ruas garis, seperti pada gambar.

TEORI BILANGAN. Bilangan Bulat Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0.

TEORI BILANGAN Setelah mempelajari modul ini diharapakan kamu bisa :

Teori Bilangan (Number Theory)

Teori Himpunan. Modul 1 PENDAHULUAN

Pengantar Teori Bilangan. Kuliah 10

Teori bilangan. Nama Mata Kuliah : Teori bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 sks. Deskripsi Mata Kuliah. Tujuan Perkuliahan.

PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*)

BAB VI BILANGAN REAL

BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP

FAKTORISASI SUKU ALJABAR

Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan

Diktat Kuliah. Oleh:

Disajikan pada Pelatihan TOT untuk guru-guru SMA di Kabupaten Bantul

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)

Contoh-contoh soal induksi matematika

OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan. n = F P B(a, b) + KP K(a, b) a b

BIDANG MATEMATIKA SMA

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

Pengantar Teori Bilangan. Kuliah 4

Himpunan dan Sistem Bilangan Real

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

Pembahasan Soal OSK SMA 2018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA OSK Matematika SMA. (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA)

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

BILANGAN DAN KETERBAGIAN BILANGAN BULAT

TEORI KETERBAGIAN.

Nama Mata Kuliah : Teori Bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 SKS

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika

II. LANDASAN TEORI. Secara umum, apabila α bilangan bulat dan b bilangan bulat positif, maka ada

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN

Solusi Olimpiade Sains Tingkat Kabupaten/Kota 2015 Bidang Matematika

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN

BILANGAN. Bilangan Satu Bilangan Prima Bilangan Komposit. Bilangan Asli

MA5032 ANALISIS REAL

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

2. Suku-suku sejenis Suku-suku sejenis adalah suku-suku yang mempunyai variabel dan bilangan pangkat dari variabel tersebut sama.

BILANGAN CACAH. b. Langkah 1: Jumlahkan angka satuan (4 + 1 = 5). tulis 5. Langkah 2: Jumlahkan angka puluhan (3 + 5 = 8), tulis 8.

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar

Pembagi Persekutuan Terbesar dan Teorema Bezout

SELEKSI OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2006 TINGKAT PROVINSI TAHUN Prestasi itu diraih bukan didapat!!!

KUMPULAN MATERI PEMBINAAN DAN PENGAYAAN MATEMATIKA

Pembahasan OSN Matematika SMA Tahun 2013 Seleksi Tingkat Provinsi. Tutur Widodo. Bagian Pertama : Soal Isian Singkat

TEKNIK PEMBUKTIAN. (Yus Mochamad Cholily)

PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL BILANGAN

SOLUSI SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL SMP SELEKSI TINGKAT PROPINSI TAHUN 2015 BIDANG MATEMATIKA

Solusi Olimpiade Sains Tingkat Kabupaten/Kota 2016 Bidang Matematika

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

MAKALAH KRIPTOGRAFI CHINESE REMAINDER

Matematika Diskrit. Reza Pulungan. March 31, Jurusan Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

PENGUJIAN BILANGAN CARMICHAEL. (Skripsi) Oleh SELMA CHYNTIA SULAIMAN

3 OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR

Sifat 1 Untuksebarang bilangan rasional a tak nol dan sebarang bilangan bulat m dan n, berlaku a m. a m = a m + n

Pembahasan OSN Matematika SMA Tahun 2013 Seleksi Tingkat Nasional Tutur Widodo

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL

Geometri Insidensi. Modul 1 PENDAHULUAN

1 SISTEM BILANGAN REAL

OLIMPIADE MATEMATIKA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS MATERI : TEORI BILANGAN

Sumber: Kamus Visual, 2004

PERANGKAT PEMBELAJARAN

KELIPATAN DAN FAKTOR BILANGAN

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 Barisan Bilangan

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID

didapat !!! BAGIAN Disusun oleh :

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 BARISAN BILANGAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAHAN AJAR: TEORI BILANGAN (3 SKS) O l e h Drs. La Misu, M.Pd. (Dipakai dalam Lingkungan Sendiri) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2014

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, karena berkat rahmat dan taufik-nya maka bahan ajar Teori Bilangan ini dapat disusun sesuai dengan kebutuhan. Teori Bilangan adalah matakuliah wajib pada Program S-1 Pendidikan Matematika yang merupakan matakuliah dasar bagi matakuliah nonkependidikan di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Halu Oleo. Bahan ajar ini terdiri terdiri dari enam bab yang dilengkapi dengan contoh soal dan soal-soal latihan. Dan bahan ajar ini hanya diberlakukan di lingkungan Prodi Pendidikan Matematika Universitas Halu Oleo. Penulis mengakui bahwa bahan ajar ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca baik mahasiswa maupun dosen Pendidikan Matematika demi kesempurnaannya. Akhir kata, semoga keberadaan bahan ajar ini dapat berguna bagi mahasiswa utamanya saat memprogramkan matakuliah Teori Bilangan. Amin. Kendari, Januari 2014 Penulis

DAFTAR ISI Halaman BAB I. KETERBAGIAN.. 1 A. Sifat-Sifat Keterbagian.. 1 B. Algoritma Pembagian Bilangan Bulat.. 4 BAB II. FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR (FPB) 9 BAB III. KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) 16 BAB IV. BILANGAN PRIMA 21 A. Sejarah dan Penentuan Bilangan Prima.. 21 B. Beberapa Sifat Bilangan Prima 27 C. Bentuk Kanonik dari Faktorisasi Bilangan Prima... 30 BAB V. KETUNGGALAN FAKTORISASI BILANGAN PRIMA 33 BAB VI. KONGRUENSI 39 DAFTAR PUSTAKA 52

BAB I KETERBAGIAN A. Sifat-Sifat Keterbagian Sifat-sifat keterbagian merupakan dasar pengembangan teori bilangan, sehingga sifat-sifat ini banyak digunakan dalam uraian-uraian selanjutnya. Sifat keterbagian ini juga merupakan titik pangkal dalam pembahasan kekongruenan. Jika suatu bilangan bulat dibagi oleh bilangan bulat lain yang bukan nol, maka hasil baginya adalah bilangan bulat atau bukan bilangan bulat. Definisi 1.1: a b dibaca a membagi b atau b habis dibagi a dengan a 0 jika dan hanya jika ada suatu bilangan bilangan bulat x sehingga b = ax 1. 3 15 sebab ada bilangan bulat 5, sehingga 15 = 3. 5 2. 4 28 sebab ada bilangan bulat 7, sehingga 28 = 4. 7 3. -2-16 sebab ada bilangan bulat 8, sehingga -16 = -2. 8 4. 3 17 sebab tidak ada bilangan bulat x, sehingga 17 = 3 x Berdasarkan definisi 1, pembagian di dalam Z (himpunan bilangan bulat) dapat dilakukan tanpa memperluas Z menjadi Q (himpunan bilangan rasional), yaitu dengan menggunakan sifat: Jika a,b Z dan a.b = 0, maka a = 0 atau b = 0. Sifat ini memungkinkan dilakukan penghapusan factor, misalnya: Jika a,b Z dan 8a =8b, maka 8a 8b = 0, 8(a - b) = 0.atau a = b. Jadi, persamaan 8a =8b menjadi a = b tidak diperoleh dari mengalikan ruas kiri 1 dan ruas kanan dengan bukan bilangan bulat 8 Selanjutnya, pernyataan a b sudah mempunyai makna a 0, meskipun a 0 tidak ditulis. 1

Beberapa sifat dasar adalah: 1. 1 a untuk setiap a Z karena ada a Z sehingga a = 1.a 2. a a untuk setiap a Z dan a 0, karena ada 1 Z sehingga a = a.1 3. a 0 untuk setiap a Z dan a 0, karena ada 0 Z sehingga 0 = a. 0 4. a b, a 0, maka kemungkinan hubungan antara a dan b adalah a < b, a = b, atau a > b. Teorema 1.1: Jika a,b Z dan a b, maka a bc untuk setiap c Z. Bukti: Diketahui a b, maka sesuai definisi 1, ada suatu x Z sehingga b = ax. Jika kedua ruas kiri dan kanan dikali dengan c maka bc = (ax)c atau bc = a(cx) untuk setiap c Z. Ini berarti ada y = cx Z sehingga bc = ay. Jadi, a bc. Teorema 1.2 Jika a,b,c Z, a b dan b c, maka a c Bukti: (Latihan untuk mahasiswa) Jika 4 8 dan 8 16 maka 4 16 Teorema 1.3, Jika a,b Z,, a b dan b a, maka a = b atau a = -b. Bukti: Diketahui a b dan b a, maka sesuai definisi 1, ada x,y Z sehingga b = ax dan a = by. Ini berarti a = (ax)y atau a = a(xy) sehingga diperoleh a a(xy) = 0 atau a(1 xy) = 0. Karena a 0 dan a(1 xy) = 0 maka 1 xy = 0, atau xy = 1. Karena x,y Z dan xy = 1 maka x = y = 1 atau x = y = -1. Jika x = y = 1 maka a = b, dan jika x = y = -1 maka a = -b. Jadi, a = b atau a = -b. 2

Teorema 1.4, Jika a,b Z,, a b dan a c, maka a (b+c) dan a (b-c) Bukti: Akan dibuktikan a (b+c). Diketahui a b dan a c, maka sesuai definisi 1, ada x,y Z sehingga b = ax dan c = ay. Jika kedua persamaan di atas dijumlahkan, diperoleh b+c = a(x+y). Karena x,y Z, maka sesuai sifat ketertutupan operasi penjumlahan (x+y) Z. Dengan demikian, ada (x+y) Z sehingga b+c = a(x+y). Jadi, a (b + c). Dengan cara yang sama dapat dibuktikan a (b - c). Teorema 1.5, Jika a,b,c Z, a b dan a c, maka a (bx + cy) untuk semua x,y Z. Bukti: (Latihan untuk mahasiswa). 4 8 dan 4 12, maka 4 (8.2 + 12.3) = 4 52 Teorema 1.6, Jika a,b,c Z, a>0, b>0, dan a b, maka a b. Bukti: Diketahui a b, maka menurut Definisi 1, ada x Z sehingga b = ax. Karena a>0, b>0 maka x > 0. Karena x Z dan x>0, maka kemungkinan nilai-nilai x adalah x = 1 atau x > 1. Jika x = 1 atau x > 1 dan b = ax, maka b = a atau b > a. Jadi, a b. Berikut, pengertian keterbagian dikaitkan dengan harga mutlak. Perlu diketahui deinisi dan sifat-sifat nilai mutlak sebagai berikut. 3

Definisi nilai mutlak: Sifat-Sifat: a, jika a 0 a = a, jika a 0 1. a - b = b - a 2. a. b = a. b 3. a + b a + b Teorema 1.7, Jika a b dan b 0, maka a b 1. a = 6, b = 12, 6 12, maka 6 12 2. a = -6, b = 12, -6 12, maka -6 12 3. a = 6, b = -12, 6 12, maka 6-12 4. a = -6, b = -12, 6 12, maka -6-12 Teorema 1.8, Jika ditentukan barisan bilangan ( 0, 1, 2, 3,, ( a -1) dengan a 0 maka beda dua bilangan sebarang dari barisan itu tidak terbagi oleh a, kecuali beda dua bilangan sebarang itu sama dengan nol. Bukti: (Latihan untuk mahasiswa). B. Algoritma Pembagian Bilangan Bulat Algoritma pembagian merupakan langkah sistematis untuk melaksanakan pembagian sehingga diperoleh hasil pembagian dan sisa pembagian yang memenuhi hubungan tertentu. Peragaan berikut tentang hubungan antara bilangan bulat a dan b, dengan a > 0 dan b dinyatakan dalam a. 4

b A b = qa + r 27 46-103 5 8 11 27 = 5x5+2 46 = 5x8 +6-103 = (-10)x11+7 Keadaan di atas menunjukkan bahwa jika a,b Z dan a>0, maka ada q,r Z sehingga b = qa + r dengan 0 r < a. Fakta ini menunjukkan penerapan dalil Algoritma Pembagian Dalil Algoritma Pembagian Jika a,b Z dan a>0 maka ada bilangan bulat q dan r yang masing-masing tunggal sehingga b = qa + r dengan 0 r <a. Dari dalil Algoritma Pembagian di atas, jika a b, maka b = qa + 0, berarti r = 0. Dan jika a b, maka r 0, yaitu 0 < r < a. Untuk memudahkan alur dari pembuktian dalil di atas, simaklah dengan cermat uraian berikut. Diketahui dua bilangan bulat 4 dan 7 dengan jika 4 7 maka dapat dibuat suatu barisan aritmetika (7 4n) dengan n Z yaitu: n : -1 0 1 2 3 4 5 n Barisan : 11, 7, 3, -1, -5, -9, -13,. (7-4n) Barisan bilangan di atas mempunyai suku-suku yang negatif dan non negatif. Misalkan S adalah himpunan bilangan suku-suku barisan yang non negatif, yaitu S = {3, 7, 11, } atau S = {7 4n n Z, (7-4n) 0} Karena S N dan N adalah himpunan terurut rapi (Well Ordee d Set), S mempunyai unsure terkecil, yaitu 3. 3 S, maka 3 dapat dinyatakan sebagai (7-4n) dengan n = 1, yaitu 3 = (7 4.1), sehingga: 7 = 1. 4 + 3 dengan 0 3 < 4 7 = q. 4 + r dengan q = 1, r = 3 dan 0 r < 4 Jadi, dari 4, 7 Z ada q,r Z sehingga 7 = q. 4 + r dengan 0 r < 4. 5

Bukti : (Dalil Algoritma Pembagian) 1. Menunjukkan eksistensi hubungan b = qa + r Karena a,b Z maka dapat dibentuk suatu barisan aritmetika (b na) dengan n Z, yaitu:, b 3a, b 2a, b a, b, b + a, b + 2a, b + 3a, Misalkan S adalah himpunan bilangan suku-suku barisan yang tidak negatif, yaitu S = {b - na n Z, (b na) 0} Maka menurut prinsip urutan rapi, S mempunyai unsure terkecil r. Karena r S, maka r dapat dinyatakan sebagai r = b qa dengan q Z, berarti b = qa + r. 2. Menunjuukan 0 r < a Anggaplah tidak benar bahwa 0 r < a, maka r a. (r tidak mungkin negatif karena r S). Karena r a maka r a 0 Karena r = b qa, maka r a = b (q+1)a r a 0 dan r a mempunyai bentuk (b na) maka (r a) S. Diketahui a > 0, maka r a < r, sehingga ( r a) merupakan unsur S yang lebih kecil dari r. Hal ini bertentangan dengan r sebagai unsure terkecil S. Jadi, 0 r < a. 3. Menunjukkan ketunggalan q dan r. Misalkan q dan r tidak tunggal, ada q 1, q 2, r 1, r 2 Z dengan q 1 q 2, dan r 1 r 2 yang memenuhi hubungan: b = q 1 a + r 1, 0 r 1 < a b = q 2 a + r 2, 0 r 2 < a Dengan demikian dapat ditentukan bahwa: q 1 a + r 1 = q 2 a + r 2 atau r 1 r 2 = a(q 2 q 1 ) sehingga a ( r 1 r 2 ) * Untuk r 1 r 2, missal r 1 > r 2 maka dari 0 r 1 < a dan 0 r 2 < a diperoleh ( r 1 r 2 ) < a dan ( r 1 r 2 ) > -a. Sehingga -a < ( r 1 r 2 ) < a. Bentuk ini dapat dipisahkan menjadi 0 < ( r 1 r 2 ) < a, dan -a < ( r 1 r 2 ) < 0. a. 0 < ( r 1 r 2 ) < a, berarti a > ( r 1 r 2 ) 6

a > 0, ( r 1 r 2 )> 0 dan a > ( r 1 r 2 ) maka a r 1 r 2 bertentangan dengan a ( r 1 r 2 ) *. b. -a < ( r 1 r 2 ) < 0, berarti 0 < ( r 2 r 1 ) < a a > 0, ( r 2 r 1 )> 0 dan a > ( r 2 r 1 ) maka a r 2 r 1 bertentangan dengan a ( r 1 r 2 ) *. Jadi, q 1 = q 2, dan r 1 = r 2 atau q da r tunggal. Definisi Jika a, b, q, r Z, b = qa + r dengan 0 r <a, maka b disebut bilangan yang dibagi (divident), a disebut bilangan pembagi (divisor), q disebut bilangan hasil bagi (quotient) dan r disebut bilangan sisa pembagian (remainder). Dalil algoritma pembagian menjamin existensi dari bilangan hasil bagi dan sisa pembagian dari pembagian dua bilangan bulat. Jika b sebarang bilangan bulat dan a = 2 maka menurut dalil algoritma pembagian: b = 2q + r dengan 0 r < 2. Karena 0 r < 2, maka r = 0 atau r = 1 Untuk r = 0, b = 2q + 0 = 2q. Dan b = 2q disebut bilangan bulat genap (even integer) Untuk r = 1, b = 2q + 1. Dan b = 2q + 1 disebut bilangan bulat ganjil (0dd integer). Dengan demikian, setiap bilangan bulat merupakan bilangan bulat genap dan bilangan bulat ganjil. Misal a = 45 b = 20 Dengan menggunakan algoritma pembagian Ada 2,5 Z sehingga 45 = 20.2 + 5 Dengan 0 < 5 < 20 7

LATIHAN 1. 1. Buktikan jika a,b Z, a b, b a, a>0, dan b>0 maka a = b. 2. Buktikan a b jika dan hanya jika ma mb untuk semua m Z dan m 0. 3. Buktikan, jika a, b, c Z, a b dan a b + c maka a c 4. Buktikan 2 n 3 n untuk sebarang n Z. 5. Buktikan 4 n 2 + 2 untuk sebarang n Z. 6. Buktikan teorema 1.2 7. Buktikan teorema 1.5 8. Buktikan teorema 1.7 dan 1.8 9. Jika b sebarang bilangan bulat dan a = 2. Perlihatkan bahwa menurut dalil algoritma pembagian: b = 2q + r dengan 0 r < 2. 10. Misalkan S adalah himpunan bilangan suku-suku barisan yang tidak negatif, yaitu S = {b - na n Z, (b na) 0}. Buktikan bahwa menurut prinsip urutan rapi, S mempunyai unsure terkecil r. 8

BAB II FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR (FPB) Jika A adalah himpunan semua factor a = 8, B adalah himpunan semua factor b = 12 dan C adalah himpunan factor persekutuan dari a dan b, maka: A = {-8, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 8} B = {-12, -6, -4, -3, -1, 1, 3, 4, 6, 12} C = A B = {-4, -2, -1, 1, 2, 4}. Semua factor persekutuan dari himpunan A dan himpunan B adalah semua anggota himpunan A B, dan habis dibagi oleh bilangan bulat a dan b. Definisi 2.1 Suatu bilangan bulat d adalah factor persekutuan a dan b dengan a,b Z, a dan b keduanya tidak nol jika dan hanya jika d a dan d b. Contoh di atas menunjukkan bahwa 4 faktor persekutuan dari 8 dan 12 karena 4 8 dan 4 12. Demikian pula, 2 faktor persekutuan dari 8 dan 12 karena 2 8 dan 2 12. Perhatikan contoh di atas, C adalah himpunan semua factor persekutuan dari a dan b, serta 4 merupakan bilangan bulat positif terbesar dari unsure C. Dengan demikian, 4 factor persekutuan terbesar dari 8 dan 12, yaitu 4 merupakan bilangan bulat positif terbesar yang membagi 8 dan 12. Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan bahwa 4 merupakan bilangan bulat positif terbesar yang membagi -8 dan -12 atau -8 dan 12 atau 8 dan -12. Jika factor persekutuan a dan b dilambangkan dengan (a,b), maka (8,12) = (-8, -12) = (-8, 12) = (8, -12) = 4. Definisi 2.2 Misalkan a,b Z, a dan b keduanya tidak nol, dan d adalah factor persekutuan terbesar dari a dan b jika dan hanya jika d factor persekutuan dari a dan b. Jika c factor persekutuan dari a dan b maka c d. 9

Berdasarkan definisi 2.1 dan 2.2, maka diperoleh pernyataan sebagai berikut. d = (a,b) jika dan hanya jika (i) d a dan d b (ii) jika c a dan c b maka c d. Carilah factor persekutuan dan factor persekutuan terbesar dari 16 dan 24. Jawab: A adalah himpunan semua factor 16, maka A = {-16, --8, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 8, 16} B adalah himpunan semua factor 24, maka B = {-24, -12, -8, -6, -4, -3, -2, -1, 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24} C = A B = {-8, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 8} Teorema 2.1. Jika (a,b) = d maka (a:d, b:d) = 1 Bukti: Misalkan (a:d, b:d) = c. Akan ditunjukkan bahwa c = 1 Akan diperlihatkan c 1 dan c 1. Karena c factor persekutuan terbesar dari bilangan bulat a dan b, maka c 1. Selanjutnya, akan ditunjukkan c 1. (a:d, b:d) = c berdasarkan definisi 2.1 maka c (a:d) dan c (b:d) jika c (a:d) maka q Z a:d = cq, menurut definisi pembagian a = (cq)d = (cd)q. jika c (b:d) maka r Z b:d = cr, menurut definisi pembagian b = (cr)d = (cd)r Dengan demikian, (cd) factor persekutuan a dan b. Karena d factor persekutuan terbesar dari a dan b maka cd d (berdasarkan teorema 2.2). karena d positif maka c 1. Dengan demikian, c 1 dan c 1. Jadi, c = 1. Teorema 2.2 Jika b = qa + r maka (b,a) = (a,r) 10

Untuk pembuktian, gunakan algoritma pembagian bilangan bulat. Misal a = 35 b = 60 Dengan menggunakan algoritma pembagian 60 = 35. 1 + 25 (35, 25) = 5 berarti (60, 35) = 5 Teorema 2.3 Jika d = (a,b), maka d adalah bilangan bulat positif terkecil yang mempunyai bentuk ax + by dengan x,y Z. Bukti: Nilai-nilai ax + by dengan x,y Z disusun dalam suatu barisan. Misalkan S adalah himpunan bilangan unsure-unsur barisan yang positif, yaitu: S = {ax+by > 0 dan x,y Z} Maka S N. Karena N merupakan himpunan terurut rapi dan S N, maka S mempunyai unsure terkecil, missal t. t S maka x,y Z sehingga t = ax + by. Jadi, t adalah bilangan bulat positif terkecil yang berbentuk ax + by. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa t = d = (a, b). Pertama, akan ditunjukkan t a dan t b. Andaikan t a. Maka a qt untuk semua q Z. Menurut algoritma pembagian a = qt +r dengan 0 < r < t sehingga: r = a qt = a q(ax + by) = a(1 qx) + b(-qy) Dengan demikian, r S karena r mempunyai bentuk umum unsure S. Karena r,t S dan r < t maka r adalah unsure terkecil dari S. Hal ini kontrakdiksi karena t unsure terkecil dari S. Jadi, haruslah t a. Dengan cara yang sama, dapat ditunjukkan untuk t b. Jadi, berlaku t a dan t b. Kedua, akan ditunjukkan bahwa t = d = (a, b) 11

d = (a, b) maka sesuai definisi 2.1, d a dan d b. Berdasarkan definisi 1.1, m,n Z sehingga a = md dan b = nd. Dari t = ax + by, menjadi t = (md)x + (nd)y atau t = d(mx + ny), berarti d t karena (mx + ny) Z. Karena d t, t > 0 dan d > 0 maka berdasarkan teorema 1.6 d t. Karena t factor persekutuan dari a dan b dan d = (a, b) maka t d. Karena d t dan t d maka t = d. Jadi, t = d = (a, b) merupakan bilangan bulat positif terkecil yang berbentuk ax + by dengan x,y Z. Teorema 2.4 Jika m Z dan m > 0, maka (ma, bm) = m(a, b). (40, 50) = 10 (40, 50) = (10. 4, 10. 5) = 10 (4, 5), dimana (4, 5) = 1 Teorema 2.5 Jika a,b Z dan d = (a, b), maka ( d a, d b ) = 1 Contoh Misal a = 30 dan b = 45 (a, b) = (30, 45) = 5 30 45 (, ) = (6, 7) = 1 5 5 Teorema 2.6 Jika a,b,c Z, a bc, dan (a, b) = 1 maka a c Bukti: 12

(a, b) = 1, maka sesuai teorema 2.3 ada bilangan bulat positif yang mempunyai bentuk ax + by, dengan x,y Z, yaitu ax + by = 1 ax + by = 1, maka c(ax) + c(by) = c atau a(cx) + b(cy) = c. a bc, maka menurut teorema 1.1 a (bc)y untuk setiap y Z a acx karena acx mempunyai factor a Karena a (bc)y dan a acx maka menurut teorema 1.5, a (acx + bcy) Karena a (acx + bcy) dan a(cx) + b(cy) = c, maka a c. Teorema 2.7 Misalkan x,y Z, d = (a, b) jika dan hanya jika d > 0, d b, dan f d untuk setiap factor persekutuan f dari a dan b. Faktor 20 = {-20, -10, -5, -4, -2, -1, 1, 2, 4, 5, 10, 20} Faktor 35 = {-35, -7, -5, -1, 1, 5, 7, 35} Faktor persekutuan 20 dan 35 adalah {-5, -1, 1, 5} Faktor persekutuan terbesar 20 dan 35 atau (20, 35) = 5 Jadi, -5 5 ; -1 5 ; 1 5 ; dan 5 5 Torema 2.8 (Dalil Algoritma Euclides) Jika r 0,r 1 Z, r 0 > r 1 dan r 0,r 1 > 0, maka r 0 = q 1 r 1 + r 2, 0 r 2 < r 1 r 1 = q 2 r 2 + r 3, 0 r 3 < r 2 r 2 = q 3 r 3 + r 4, 0 r 4 < r 3... r k-2 = q k-1 r k-1 + r k, 0 r k < r k-1 r k-1 = q k r k + r k+1, r k+1 = 0, dan (r 0, r 1 ) = r k. 13

Bukti: Diketahui r 0, r 1 Z, r 0 > r 1 dan r 0, r 1 > 0, maka menurut algoritma pembagian, ada bilangan-bilangan q 1, r 2 Z dan q 1, r 2 > 0 sehingga r 0 = q 1 r 1 + r 2 dengan 0 r 2 < r 1. Berikutnya, r 1, r 2 Z, r 1 > r 2 dan r 1, r 2 > 0, maka menurut algoritma pembagian, ada Bilangan-bilangan q 2, r 3 Z, dan q 2, r 3 > 0 sehingga r 1 = q 2 r 2 + r 3 dengan 0 r 3 < r 2. Dengan cara yang sama, dapat ditunjukkan: r 2 = q 3 r 3 + r 4, 0 r 4 < r 3... r k-2 = q k-1 r k-1 + r k, 0 r k < r k-1 r k-1 = q k r k + r k+1, r k+1 = 0, Selanjutnya, sesuai teorema 2.7 (r 0, r 1 ) = (q 1 r 1 + r 2, r 1 ) = ( r 2, r 1 ) = ( r 2, q 2 r 2 + r 3 ) = (r 2, r 3 ) =... (r k, r k+1 ) = (r k, 0). Jadi, (r 0, r 1 ) = r k. Dengan menggunakan teorema Algoritma Euclides, cari FPB dari 105 dan 60. 105 = 60. 1 + 45, 0 < 45 < 60 ; (105, 60) = (60. 1 + 45, 60) = (45, 60) 60 = 45. 1 + 15, 0 < 15 < 45 ; (45, 60) = (45, 45. 1 + 15) = (45, 15) 45 = 3. 15 + 0, 0 0 < 15 ; (45, 15) = 15(3, 1) = 15. 1 = 15 Torema 2.9 Jika (a, b) = d maka ada bilangan-bilangan x dan y sehingga ax + by = d. Misal a = 32 b = 60, tentukan x dan y sehingga 32x + 60 y = 4 Berdasarkan Algoritma Euclides, 14

60 = 32. 1 + 28 (1) 32 = 28. 1 + 4.(2) 28 = 7. 4 + 0 Jadi, (32, 60) = 4. Berdasarkan kebalikan dari algoritma Euclides: Dari langkah (2): 4 = (32 28. 1) Dari langkah (1): 4 = (32 (60 32. 1) = (32 60 + 32) = 2. 32 + (-1) 60 Jadi, x = 2 dan y = -1 15

LATIHAN 2. 1. Hitunglah (342, 2340) dan (24, 150, 426) 2. Dengan menggunakan algoritma Euclides, tentukan FPB dari: a. 120 dan 75 b. 1230 dan 150 c. 2500 dan 750 3. Buktikan teorema 2.2 4. Buktikan teorema 2.4 dan 2.5 5. Buktikan teorema 2.7 dan 2.9 6. Buktikan, jika (a, m) = 1 dan (b, m) = 1 maka (ab, m) = 1 7. Buktikan, (a, b) = (b, a) = (a, -b) = (-a, b) = (-a, -b) = (a, b + ax) = (a + by, b) untuk semua a, b, x, y Z. 8. Buktikan, jika (a, b) = 1 dan c a maka (c, b) = 1 9. Tentukan a dan b sehingga 314 a + 159 b = 1 10. Buktikan, jika c ab dan (c, a) = d maka c bd 11. Buktikan, jika (a, 4) = 2 dan (b, 4) = 2, maka (a + b, 4) = 4 16

BAB III KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) Misal A = {, -24, -12, 0, 12, 24, } B = {, -24, -16, -8, 0, 8, 16, 24, } A B = {, -24, 0, 24, } Jadi, kelipatan persekutuan dari himpunan A dan himpunan B adalah {, -24, 0, 24, } Definisi 3.1 (i). k disebut kelipatan persekutuan (common multiple) dari a dan b jika a k dan b k (ii) k disebut kelipatan persekutuan terkecil (least common multiple) dari a dan b jika k adalah bilangan bulat positif terkecil sehingga a k dan b k. Notasi: k = [a, b] dibaca k adalah kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari a dan b. Carilah [12, 16] Jawab: Karena [12, 16] positif maka akan dicari kelipatan positif dari 12 dan 16. A = himpunan kelipatan 12 yang positif = { 12, 24, 36, 48, 60, } B = himpunan kelipatan 16 yang positif = { 16, 32, 48, 64, } C = himpunan kelipatan persekutuan 12 dan 16 yang positif = A B = { 48, 96, 144, } Unsur C terkecil adalah 48. Jadi, [12, 16] = 48 Teorema 3.1 Jika b suatu kelipatan persekutuan dari a 1, a 2,, a n [ a 1, a 2,, a n ] b. maka 17

Dengan kata lain teorema ini menyatakan bahwa jika h adalah KPK dari a 1, a 2,, a n yaitu h = [a 1, a 2,, a n ] maka 0, h, 2h, 3h, masing-masing merupakan kelipatan persekutuan dari a 1, a 2,, a n. Bilangan b adalah salah satu dari kelipatan kelipatan h tersebut. Bukti: Misalkan [a 1, a 2,, a n ] = h, maka akan ditunjukkan h b. Andaikan h b, maka berdasarkan algoritma pembagian ada q,r Z sehingga b = h q + r dengan 0 < r < h. Karena b suatu kelipatan persekutuan dari a 1, a 2,, a n maka a i b untuk setiap i = 1, 2, 3,, n. h = [a 1, a 2,, a n ] maka a i h untuk setiap i = 1, 2, 3,, n. Dari b = h q + r dengan 0 < r < h, dan a i b serta a i h maka a i r yaitu r kelipatan persekutuan dari a 1, a 2,, a n. Hal ini bertentangan dengan r < h dan h kelipatan persekutuan terkecil. Jadi. Pengandaian salah, berarti h = [a 1, a 2,, a n ] b. Teorema 3.2 Ditentukan a, b, k Z, a 0, dan b 0. k = [a, b] jika dan hanya jika a k, b k, k > 0 dan untuk sebarang kelipatan persekutuan m dari a dan b berlaku k m. Bukti: 1). Diketahui k = [a, b], maka sesuai dengan definisi 4.1, a k, b k, k > 0. Misalkan m adalah sebarang kelipatan persekutuan dari a dan b, maka k m. Menurut algoritma pembagian, jika k m dan k > 0, maka ada bilangan q,r Z sehongga m = q k + r, atau r = m qk dengan 0 r < k. a k dan b k, maka sesuai teorema 1.1, a qk dan b qk untuk sebarang k Z m adalah kelipatan persekutuan dari a dan b, maka sesuai definisi 4.1, a m dan b m 18

a m, b m, a qk dan b qk maka menurut teorema 1.3, a m - qk dan b m - qk, berarti r = m - qk adalah kelipatan persekutuan dari a dan b. r dan k adalah kelipatan-kelipatan persekutuan dari a dan b, k adalah kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b, dan 0 r < k, maka nilai r yang memenuhi adalah r = 0. Berarti m qk = 0 atau m = qk. Jadi, k m. 2). Diketahui a k, b k > 0 dan untuk sebarang kelipatan persekutuan m dari a dan b berlaku k m. a k dan b k, maka sesuai dengan definisi 3.1, k adalah kelipatan persekutuan dari a dan b. k dan m adalah kelipatan-kelipatan persekutuan dari a dan b, k > 0 dan k m, maka k adalah bilangan bulat positif terkecil yang merupakan kelipatan persekutuan dari a dan b (a k dan b k), dan sesuai dengan definisi 3.1, k = [a, b]. A = himpunan semua kelipatan 4 = {, -12, -8, -4, 0, 4, 8, 12, } B = himpunan semua kelipatan 6 = {, -18, -12, -6, 0, 6, 12, 18, } C = himpunan semua kelipatan persekutuan A B = {, -24, -12, 0, 12, 24, } Unsur C yang terkecil dan positif adalah 12, berarti [4, 6] = 12. Perhatikan bahwa 12 0, 12-12, 12-24, 12 12, 12 24, Berarti, 12 membagi sebarang kelipatan persekutuan dari 4 dan 6. Teorema 3.3 m [a, b] = [m a, m b] untuk sebarang m N. Misal a = 6 dan b = 8 serta m = 5 [6, 8] = 24 19

5. [6, 8] = 5. 24 = 120. [5. 6, 5. 8] = [30, 40] = 120. Jadi, [30, 40] = [5. 6, 5. 8] = 5 [6, 8] = 5. 24 = 120 Teorema 3.4 Jika a,b N dan (a, b) = 1 maka (a, b) [a, b] = ab Bukti: 1). (a, b) = 1 maka ax + by = 1 untuk suatu x,y Z (teorema 2.3) ax + by = 1, maka [a, b] (ax + by) = [a, b] [a, b] ax + [a, b] by = [a, b] Sesuai definisi 3.1, a [a, b] dan b [a, b] Menurut soal no. 2 Latihan 1.1, a b [a, b] b dan a b a [a, b], sehingga menurut teorema 1.1, a b [a, b] by dan a b a [a, b] x, dan sesuai teorema 1.5, a b ([a, b] by + [a, b] ax) atau a b [a, b](ax + by) a b [a, b](ax + by) dan ax + by = 1 maka ab [a, b]. 2). [a, b] adalah kelipatan perseutuan terkecil dari a dan b, dan ab adalah kelipatan persekutuan dari a dan b, maka menurut teorema 3.2, [a, b] ab. Dari (1) dan (2) berdasarkan teorema 1.4, [a, b] = ab, berarti 1. [a, b] = ab, atau (a,b) [a, b] = ab. Teorema 3.5 Jika a,b N maka [a, b] = ab / (a, b) 1. Jika n bilangan bulat positif, dan (n, n+1) = 1 maka [n, n+1] = n (n + 1). 2. (6, -10) = 2 Kelipatan-kelipatan persekutuan dari 6 dan -10 adalah {, -60, -30, 0, 30, 60, } [6, -10] = 30. Jadi, [6, -10] 6 (-10) / (6, -10) 20

LATIHAN 3 1. Buktikan teorema 3.3 2. Buktikan, jika h = [a 1, a 2,, a n ] maka a i h untuk setiap i = 1, 2, 3,, n. 3. Buktikan teorema 3.5 4. Buktikan, (a, b) [a, b] 5. Buktikan, [a, b] = (a, b) bila dan hanya bila a = b 6. Buktikan, jika m kelipatan persekutuan dari a dan b maka (a, b) m 7. Jika m bilangan genap, maka [m 1, m + 1, m 2 + 1] =. 8. Jika m dan n bilangan-bilangan bulat positif dan (m, n) = k maka [m, n] = (m, n).k 9. Tunjukkan, [a, b] c jika dan hanya jika a c dan a b. 21

BAB IV BILANGAN PRIMA A. Sejarah dan Penentuan Bilangan Prima Menurut sejarah matematika, kajian pembahasan tentang bilangan prima telah dilakukan manusia selama ratusan tahun. Sekitar abad 6 SM, Pythagoras dan kelompoknya telah mempelajari sifat-sifat bilangan, antara lain Bilangan Sempurna (perfect numbers), Bilangan Bersekawan ( amicable numbers), Bilangan Segi Banyak (polygonal numbers), dan Bilangan Prima (prime numbers). Selajutnya, sekitar abad SM, Euclides mengembangkan konsep-konsep dasar teori bilangan. Salah satu karyanya yang terkenal dan masih digunakan sebagai satu-satunya bukti adalah pembuktian matematis formal bahwa banyaknya bilangan prima adalah tak terhingga. Karya Erastosthenes pada abad ke 3 SM yang disebut Saringan Erastosthenes ( The Sieve of Erastosthenes) merupakan karya yang terkenal untuk membuat daftar bilangan prima. Kajian dan pengembangan sifat-sifat bilangan prima telah menyebabkan perkembangan teori bilangan menjadi lebih pesat, semakin maju, dan lebih mendalam. Definisi 4.1 Bilangan prima adalah bilangan Asli lebih dari 1 yang tepat mempunyai dua factor. Bilangan Asli yang mempunyai lebih dari dua factor disebut bilangan Komposit. 1). Bilangan-bilangan 2, 3, dan 5 adalah bilangan-bilangan asli, sebab: a. 2 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang tepat mempunyai 2 faktor yaitu 1 dan 2 b. 3 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang tepat mempunyai 2 faktor yaitu 1 dan 3 c. 5 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang tepat mempunyai 2 faktor yaitu 1 dan 5 2). Bilangan-bilangan 4, 6, dan 12 adalah bilangan-bilangan komposit, sebab: a. 4 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang mempunyai lebih 2 faktor yaitu 1, 2, dan 4. 22

b. 6 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang mempunyai lebih 2 faktor yaitu 1, 2, 3, dan 6. c. 12 adalah bilangan asli lebih dari 1 yang mempunyai lebih 2 faktor yaitu 1, 2, 3, 4, 6, dan 12. Di dalam sejarah matematika, kajian tentang bilangan prima antara lain terkait dengan sejumlah usaha manusia untuk membuat rumus tentang bilangan prima, yaitu cara atau prosedur untuk memperoleh atau membuat daftar bilangan prima. Salah satu ahli matematika yang dapat membuat daftar bilangan prima adalah Erastosthernes seorang matematikawan Yunani Kuno pada sekitar tahun 300 SM. Beliau telah membuat proses yang terdiri atas langkah-langkah tertentu untuk membuat daftar bilangan prima yang dikenal dengan sebutan Saringan Erastosthernes. Berikut adalah peragaan saringan Erastosthernes untuk membuat daftar bilangan prima kurang dari atau sama dengan 100. a. membuat daftar bilangan dari 1 s.d. 100, misalkan ditulis berurutan dalam 10 baris dan 10 kolom b. mencoret bilangan 1 c. melingkari bilangan 2 dan mencoret semua kelipatan 2 d. melingkari bilangan 3 dan mencoret semua kelipatan 3 e. melingkari bilangan 5 dan mencoret semua kelipatan 5 f. melingkari bilangan 7 dan mencoret semua kelipatan 7 g. melingkari semua bilangan yang belum dilingkari dan belum dicoret h. melihat hasil melingkari dan mencoret 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 23

i. mendaftar semua bilangan prima kurang dari 100: 2, 3, 5, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43, 47, 53, 59, 61, 67, 71, 73, 79, 83, 89, dan 97. Proses di atas, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai beikut: Jika n = 100 dicari factor-faktornya, maka penyelidikan yang dapat digunakan adalah menyatakan n = pq, yaitu: 100 = 1. 100 100 = 2. 50 100 = 4. 25 100 = 5. 20 100 = 10. 10 Keadaan di atas menunjukkan bahwa semua factor 100 yang lebih dari 10 maupun kurang dari 10, adalah 1, 2, 4, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100. Selanjutnya, jika p semakin besar, maka q semakin kecil, dan nilai-nilai p dan q keduanya tidak boleh bersama-sama lebih dari 10. Sifat ini dogunakan untuk mengetahui bahwa semua bilangan komposit telah dicoret. Dari daftar bilangan 1, 2, 3,, 100, bilangan-bilangan 2, 3, 5, dan 7 adalah bilangan-bilangan prima, dan bilangan prima berikutnya adalah 11. Karena 11 2 = 121 di luar daftar bilangan, maka pencoretan dihentikan sampai dengan 7, dan semua bilangan tersisa (tidak tercoret) adalah bilangan prima. Sehubungan dengan proses di atas dapat dituangkan dengan teorema berikut. Teorema 4.1 Jika n N, maka n mempunyai factor prima terbesar p sehingga p n Bukti: Misalkan tidak benar bahwa n mempunyai factor prima p n, berarti n paling sedikit mempunyai dua factor, missal n = p. q, dengan p > n dan q > n. 24

Maka n = p q > n. n atau n = p q > n, yaitu n > n. Hal ini kontradiksi karena tidak mungkin n > n. Jadi, n mempunyai factor prima terbesar p n. Secara umum kerja dari saringan Erastosthernes adalah: 1. Mencari bilangan prima terbesar kurang atau sama dengan n. 2. Mencoret semua bilangan kelipatan bilangan-bilangan prima yang kurang atau sama dengan n (kecuali bilangan-bilangan prima itu sendiri). 3. Semua bilangan tersisa adalah bilangan-bilangan prima. 1). Di dalam menggunakan kerja saringan Erastosthernes: a. Jika n = 200, maka pencoretan dihentikan pada bilangan prima terbesar p 200, yaitu p = 13 b. Jika n = 500, maka pencoretan dihentikan pada bilangan prima terbesar p 500, yaitu p = 19 c. Jika n = 1000, maka pencoretan dihentikan pada bilangan prima terbesar p 1000, yaitu p = 31 2). Teorema 4.1 di atas dapat digunakan sebagai dasar pembuatan program komputer BASIC sederhana untuk mendaftar semua bilangan prima kurang dari atau sama dengan n N. Program dan contoh pelaksanaan program untuk n = 1000 adalah seperti berikut. Perlu dipahami bahwa bahwa saringan Erastosthernes tidak dapat secara memuaskan untuk menguji langsung suatu bilangan adalah bilangan prima atau bukan bilangan prima, sehingga banyak rumus lain yang mencoba menghasilkan setiap bilangan prima. Rumus lain untuk memperoleh bilangan prima yang dapat dimasikan dalam program BASIC antara lain: a). f(n) = n 2 n + 41 adalah bilangan prima untuk setiap n N. Jika f(n) didaftar untuk n = 1 s.d. n = 40, maka diperoleh daftar sebagai berikut. 25

n f(n) n f(n) n f(n) n f(n) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 41 43 47 53 61 71 83 97 113 131 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 151 173 197 223 251 281 313 347 383 421 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 461 503 547 593 641 691 743 797 853 911 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 971 1033 1097 1163 1231 1301 1373 1447 1523 1601 Untuk n = 41, ternyata f(n) = n 2 n + 41 = 1681 = 41. 41. Karena f(n) habis dibagi oleh 1, 41, dan 1681, maka f(n) = 1681 bukan bilangan prima, sehingga f(n) = n 2 n + 41 gagal untuk mencari rumus bilangan prima. b). Rumusan f(n) = n 2 79 n + 1601 juga gagal menjadi rumusan bilangan prima sebab: f(81) = 81 2 79. 81 + 1601 = 1763 = 41. 43. Yaitu 1763 habis dibagi oleh 1, 41, 43, dan 1763. Jadi, 1763 bukan bilangan prima. c). Fermat juga mempunyai rumus bilangan prima, yaitu 2 n f(n) = 2 + 1 Jika secara berturut-turut n diganti dengan 1, 2, 3, dan 4, maka diperoleh: 2 1 f(1) = 2 + 1 = 2 2 + 1 = 5 (bilangan prima) 2 2 f(2) = 2 + 1 = 2 4 + 1 = 17 (bilangan prima) 26

2 3 f(3) = 2 + 1 = 2 8 + 1 = 257 (bilangan prima) 2 4 f(4) = 2 + 1 = 2 16 + 1 = 65537 (bilangan prima) Tetapi, jika n diganti dengan 5, maka diperoleh: 2 5 f(5) = 2 + 1 = 2 32 + 1 = 4294967297 (bukan bilangan prima karena habis dibagi oleh 541) Jadi, rumus Fermat gagal untuk n = 5. Teorema 4.2 Jika n bilangan komposit, maka n memiliki factor k sehingga 1 < k n Bukti: Karena n bilangan komposit, maka ada bilangan-bilangan bulat k dan m sehingga n = k m dengan 1 < k < n dan 1 < m < n Jika k dan m kedua-duanya lebih besar dari n, maka n = k m > n. n = n Jadi, n > n. Hai ini tidak mungkin. Dengan demikian, satu diantara k atau m mesti lebih kecil atau sama dengan n. Misalkan k berada pada 1 < k n. Maka terbukti bahwa n memiliki factor k sehingga 1 < k n. Teorema 4.3 Jika n bilangan komposit, maka n memiliki factor prima p sehingga 1 <p n Bukti: Berdasarkan teorema 4.2, maka n memiliki factor k sehingga 1 < k n. Menurut Teorema 4.1, n memiliki factor prima p sehingga p n. 27

Kontraposisi dari teorema 4.2, yaitu: Jika n tidak memiliki factor k sehingga 1 < k n maka n suatu bilangan prima. Atau jika n bilangan bulat positif yang tidak memiliki factor k sehingga k 2 n, maka n bilangan prima. Sedangkan kontraposisi teorema 4.3, yaitu; Jika n tidak memiliki factor prima p n, maka n adalah bilangan prima. Atau Jika n bilangan bulat positif yang tidak memiliki factor prima p 2 n, maka n bilangan prima. Khusus untuk kontraposisi teorema 4.3, dapat digunakan untuk menyelidiki/ memerikasa suatu bilangan bulat positif, apakah termasuk bilangan prima atau bilangan komposit. Periksa apakah 907 bilangan prima atau bilangan komposit? Dengan menggunakan kontraposisi teorema 4.3, Pertama, akan dicari bilangan prima pertama sampai dengan bilangan prima p sehingga p 2 907. Bilangan-bilangan prima tersebut adalah: { 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, dan 29} karena bilangan prima (29) 2 < 907, sedangkan bilangan prima berikutnya (31) 2 > 907. Kedua, akan diselidiki apakah semua bilangan-bilangan prima di atas membagi habis bilangan 907. Ternyata semua bilangan-bilangan prima tersebut tidak ada yang membagi habis bilangan 907. Jadi, bilangan 907 adalah bilangan prima. B. Beberapa sifat Bilangan Prima. Telah kita ketahui bahwa jika (a, b) = 1, maka a dan b dikatakan saling prima (prima relatif atau saling basit). Selanjutnya, jika (a 1, a 2, a 3,, a n ) = 1, maka a 1, a 2, a 3,, a n saling prima dua-dua. Misalnya, (3, 4, 5, 7) = 1 maka 3, 4, 5, dan 7 saling prima dua-dua. Dan jika (a 1, a 2, a 3,, a n ) = 1 dan (a i, a j ) = 1 untuk suatu i 28

dan j, i j, i = 1,2,,n dan j = 1,2,,n. maka a 1, a 2, a 3,, a n saling prima sepasang demi sepasang. Misal, (2, 3, 4) = 1 maka (2, 3) = 1, dan (3, 4) = 1, tapi (2, 4) 1. Ini berarti 2, 3, dan 4 saling prima sepasang demi sepasang. Teorema 4.4 Jika sisa hasil bagi b oleh a prima terhadap a maka b prima terhadap a. Bukti: Misalkan a,b Z, dan a 0, maka menurut algoritma pembagian: ada q,r Z sehingga b = a q + r dengan 0 r < a. Berarti r adalah sisa hasil bagi b oleh a. Ambil sebarang bilangan bulat d sehingga d a dan d r. Karena r dan a saling prima maka (r, a) = 1. Karena d a, d r, dan (r, a) = 1 maka d 1. Hal ini akan diperoleh 2 kemungkinan, yaitu d = 1 atau d = -1. Karena d a, d r dan b = a q + r maka d b. Karena d a, d b dan d = 1 maka (a, b) = 1 Jadi, b prima terhadap a. Selidiki apakah 65 prima terhadap 32? Berdasarkan algoritma pembagian 67 = 32. 2 + 3 3 adalah sisa hasil bagi 67 oleh 32. Karena (3, 32) = 1 maka (67, 32) = 1 Teorema 4.5 Setiap bilangan bulat n, n > 1 dapat dibagi oleh suatu bilangan prima. Bukti: Bilangan bulat n > 1 ada 2 kemungkinan, yaitu n Prima atau n Komposit. 29

Jika n Prima maka n n. Bukti selesai. Jika n Komposit, maka n mempunyai factor lain selain 1 dan n, missal d 1, sehingga d 1 n. Ini berarti ada n 1 Z sehingga n = d 1 n 1 dengan 1 < n 1 < n. Jika n 1 Prima maka n 1 n. Bukti selesai. Jika n 1 Komposit, maka n 1 mempunyai factor lain selain 1 dan n 1, missal d 2, sehingga d 2 n 1. Ini berarti ada n 2 Z sehingga n 1 = d 2 n 2 dengan 1 < n 2 < n 1. Jika n 2 Prima maka n 2 n 1. Bukti selesai. Jika n 2 Komposit, maka n 2 mempunyai factor lain selain 1 dan n 2, missal d 3, sehingga d 3 n 2. Ini berarti ada n 3 Z sehingga n 2 = d 2 n 3 dengan 1 < n 3 < n 2. Demikian seterusnya, sehingga terdapat barisan n, n 1, n 2, n 3, n k dengan n > n 1 > n 2 > n 3 > > n k > 1. Penguraian atas factor-faktor komposit tersebut akan berakhir dengan factor prima, tentu factor prima tersebut akan lebih besar dari 1. Misalkan n k Prima, maka n k n, karena n k n k-1, n k-1 n k-2,, n 1 n. Teorema 4.6. Setiap bilangan bulat n > 1 dapat dinyatakan sebagai hasil kali bilanganbilangan prima (mungkin hanya memiliki satu factor). Bukti: Berdasarkan teorema 4.5, ada bilangan prima p 1 yang membagi n, yaitu p 1 n. Ini berarti, ada n 1 Z sehingga n = p 1 n 1 dengan 1 n 1 < n. Jika n 1 = 1 maka n = p 1 berarti n memiliki satu factor bilangan prima. Jika n 1 > 1, maka berdasarkan teorema 4.5, ada bilangan prima p 2 yang membagi n 1, sehingga n 1 = p 2 n 2, ada n 2 Z dengan 1 n 2 < n 1. Jika n 2 = 1 maka n 1 = p 2. Dengan demikian, n = p 1 p 2 yang berarti n dapat dinyatakan sebagai hasil kali factor-faktor prima yaitu p 1 dan p 2. Tetapi, jilka n 2 > 1, maka berdasarkan teorema 4.5, ada bilangan prima p 3 yang membagi n 2, sehingga n 2 = p 2 n 3, ada n 3 Z dengan 1 n 3 < n 2. 30

Jika n 3 = 1, maka n 2 = p 2 sehingga n = p 1 p 2 p 3, yaitu hasil kali factor-faktor prima p 1, p 2 dan p 3. Jika n 3 > 1, maka proses di atas dilanjutkan terus hingga memperoleh nilai n k = 1. Penguraian atas factor-faktor prima pasti berakhir, karena n > n 1 > n 2 > n 3 > n k 1 Misalkan n k = 1, maka n = p 1 p 2 p 3 p k adalah hasil kali factor-faktor prima. 1) 20 = 2. 2. 5 2) 85 = 5. 17 B. Bentuk Kanonik dari Faktorisasi Bilangan Prima Berdasarkan teorema 4.6, bahwa setiap bilangan bulat n > 1 dapat dinyatakan sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima. Karena factor=factor prima tersebut ada yang sama, misalkan factor prima p 1 sebanyak a 1, p 2 sebanyak a 2, p 3 sebanyak a 3, sampai dengan p k sebanyak a k a 1 a 2 a 3 a k n = p 1 p 2 p 3 p k. maka bilangan bulat n dapat ditulis sebagai: dengan p 1, p 2, p 3, p k sebagai factor-faktor prima dari n dan a 1, a 2, a 3, a k merupakan eksponen positif dari berturut-turut p 1, p 2, p 3, p k. Definisi 4.2 a 1 a 2 a 3 a k Bentuk n = p 1 p 2 p 3 p k. disebut bentuk kanonik n atau sering juga disebut representasi n sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima. Bentuk teorema 4.6, dan definisi 4.2, sangat membantu untuk dalam menentukan FPB dan KPK dua bilangan bulat positif a dan b, dengan ketentuan sebagai berikut: 31

Misal dua bilangan bulat positif c dan d, dengan bentuk kanonik: a 1 a 2 a 3 a k c = p 1 p 2 p 3 p k. dan b 1 b 2 b 3 b k d = p 1 p 2 p 3 p k. dengan a i 0, b j 0, dan i = j = 1, 2, 3,, k. Maka: FPB c dan d adalah Min{a 1, b 1 } Min{a 2, b 2 } Min {a k, b k } (c, d) = p 1 p 2 p k. dan KPK c dan d adalah Max{a 1, b 1 } Max{a 2, b 2 } Max {a k, b k } [c, d] = p 1 p 2 p k. Misalkan c = 216 dan d = 117 Penguraian atas factor-faktor prima dari bilangan-bilangan itu adalah 216 = 2 3. 3 3 = 2 3. 3 3. 13 0 117 = 3 2. 13 1 = 2 0. 3 2. 13 1 Jadi, Min{0, 3} Min{2, 3} Min {0, 1} (216, 117) = 2 3 13 = 2 0. 3 2. 13 0 = 1. 9. 1 = 9 Min{0, 3} Min{2, 3} Min {0, 1} [216, 117] = 2 3 13 = 2 3. 3 3. 13 1 = 2808. 32

LATIHAN 4 1. Dalam membuat daftar bilangan prima dari n N dengan cara Saringan Erastosthenes tentukan anggata-anggota bilangan prima untuk n = a. 300 b. 500 c. 700 2. Buktikan, untuk sebarang a,b,c Z dan bilangan prima p, jika p a 2 + b 2 dan p b 2 + c 2, maka p a + c dan p a - c 3. Buktikan bahwa d a, d r, dan (r, a) = 1 maka d 1 4. Buktikan, p adalah bilangan irasional untuk sebarang bilangan prima. 5. Dengan menggunakan pemfaktoran bilangan prima bentuk kanonik, tentukan FPB dan KPK dari: a. 66 dan 48, b. 315 dan 350 c. 6425 dan 7875 6. Carilah banyaknya factor positif dari sebarang n Z + 33

BAB V KETUNGGALAN FAKTORISASI BILANGAN PRIMA Berdasarkan teorema 4.6, bahwa setiap bilangan bulat n > 1 dapat dinyatakan sebagai hasil kali factor-faktor prima (mungkin hanya satu factor). Berikut ini akan dikaji bahwa hasil kali factor-faktor prima dari setiap bilangan bulat n > 1 adalah tunggal. Untuk keperluan kajian tersebut maka diperlukan teorema-teorema berikut. Teorema 5.1 Jika p bilangan prima dan p ab maka p a atau p b Bukti: (tak langsung) Misalkan bukan (p a atau p b) Berarti: p a dan p b Misalkan : p a P adalah bilangan prima, maka factor p adalah 1 dan p, berarti (a, p) = 1 atau (a, p) = p (a, p) = 1, maka ada x,y Z sehingga ax + py = 1 berarti ab x + bp y = b p ab dan p p maka p ab x dan p bp y Karena p ab x dan p bp y maka p ab x + bp y Karena p ab x + bp y dan ab x + bp y = b maka p b Dengan cara yang sama, misal p b maka dibuktikan bahwa p a. Teorema 5.2 Ditentukan a i Z +, 1 i n Jika p adalah sutau bilangan prima dan p a 1 a 2 a 3 a n Suatu 1 i n maka p a i untuk 34

Bukti: p a 1 a 2 a 3 a n atau p a 1 (a 2 a 3 a n ) maka menurut teorema 5.1, p a 1 atau p (a 2 a 3 a n ). Jika p a 1 maka p a i untuk i = 1 Jika p a 1 maka p a 2 a 3 a n atau p a 2 (a 3 a 4 a n ), sehingga p a 2 atau p (a 3 a 4 a n ). Jika p a 2 maka p a i untuk i = 2 Jika p a 2 maka p a 3 a 4 a n atau p a 3 (a 4 a 5 a n ), sehingga p a 3 atau p (a 4 a 5 a n ). Demikian seterusnya, sehingga diperoleh: p a n-1 a n berarti : p a n-1 atau p a n Jadi, p a i untuk suatu 1 i n Teorema 5.3 Jika p, q 1, q 2, q 3, q n semua bilangan prima dan p q 1 q 2 q 3, q n Maka p = q k untuk suatu k dengan 1 k n Bukti: ( Latihan untuk mahasiswa). Teorema 5.4 (Teorema Dasar Eritmetika) Jika n adalah sebarang bilangan bulat,dengan n > 1, maka n dapat di nyatakan secara tunggal sebagai hasil kali factor-faktor prima (bilangan prima dipandang sebagai hasil kali satu factor) Bukti: Ambil n Z dan n > 1, maka n adalah suatu bilangan prima atau bilangan komposit. Jika n suatu bilangan prima, maka sudah terbukti bahwa n mempunyai factor prima n. Jika n sutau bilangan komposit, maka tentu ada bilangan-bilangan bulat n 1, n 2, dengan ( 1 < n 1, n 2 < n ) sehingga n = n 1. n 2 35

Jika n 1 dan n 2 keduanya adalah bilangan prima, maka sudah terbukti n mempunyai factor prima. Dalam hal yang lain, ada bilangan-bilangan bulat n 1, n 2, n 3 dengan (1 < n 1, n 2, n 3 > n) sehingga n = n 1 n 2 n 3. Demikian seterusnya sehingga: (1 < n 1, n 2, n 3,, n k > n) sehingga n = n 1 n 2 n 3. n k dengan n 1, n 2, n 3,, n k adalah bilangan-bilangan prima. Untuk menunjukkan ketunggalan pemfaktoran bilangan prima, maka dimisalkan pemfaktorannya tidak tunggal, yaitu: n = p 1 p 2 p 3 p k dan n = q 1 q 2 q 3 q m, p i dan q j adalah bilangan-bilangan prima dengan 1 i k dan 1 j k. p 1 n berarti p 1 q 1 q 2 q 3 q m. Karena p 1 adalah suatu bilangan prima, p 1 q j untuk suatu j. Selanjutnya, karena q j juga bilangan prima, yaitu suatu bilangan yang hanya mempunyai factor 1 dan q j, maka jelas bahwa p 1 = q j. Karena n = p 1 p 2 p 3 p k dan n = q 1 q 2 q 3 q m maka p 1 p 2 p 3 p k = q 1 q 2 q 3 q m Misalkan tempat q i di q 1, maka p 1 = q 1, sehingga diperoleh: p 2 p 3 p k = q 2 q 3 q m Jika proses yang sama dilakukan, maka diperoleh : P 2 = q 2, p 3 = q 3, p 4 = q 4 Jika k < m, maka diperoleh: 1 = q k+1 q k+2 q m Hal ini tidak mungkin terjadi karena tidak ada bilangan-bilangan prima yang hasil kalinya sama dengan 1, sehingga terjadi kontradiksi. Jika k > m, maka 1 = p m+1, p m+2 p k Hal ini tidak mungkin terjadi, sehingga terjadi kontradiksi. Jadi, tidak mungkin k < m dan k > m sehingga pemfaktoran n adalah tunggal Pemfaktoran bilangan prima dapat dicari dengan 2 cara, yaitu diagram pohon dan pembagian berulang. 36

1) Diagram Pohon: Tunjukkan pemfaktoran prima dari 24 24 24 24 2 12 3 8 4 6 2 6 2 4 2 2 2 3 2 3 2 2 Jadi, walaupun ada 3 jenis model diagram pohon untuk menunjukkan pemfaktoran prima dari 24, tapi hasilnya tetap tunggal, yaitu 24 = 2. 2. 2. 3 (kendatipun urutanurutan primanya berubah namun bilangan primanya tetap yaitu 2, 2, 2, dan 3) 2). Pembagian Berulang Misalkan pemfaktoran prima dari 105 dilakukan sebagi berikut. 3 105 3 35 7 Jadi, 105 = 3. 3. 7 Teorema 5.5 Banyaknya bilangan prima adalah tak terhingga Bukti: Anggaplah bahwa banyaknya bilangan prima adalah terhingga, yaitu p 1, p 2, p 3, p k adalah daftar semua bilangan prima, dan tentukan B = p 1 p 2 p 3 p k. p k + 1. Jika B adalah bilangan prima, yaitu B = p i (1 i k), maka B B, yaitu: 37

P i p 1 p 2 p 3 p k. p k + 1. P i p i maka P i p 1 p 2 p 3 p k P i p 1 p 2 p 3 p k. p k + 1 dan P i p 1 p 2 p 3 p k maka p i 1 Hal ini terjadi kontradiksi, karena tidak ada bilangan prima yang membagi 1. Jika B adalah bilangan komposit, maka sesuai teorema 4. 5, ada bilangan prima p i (1 i k),sehingga p i B. p i B, maka p i p 1 p 2 p 3 p k. p k + 1 P i p i maka P i p 1 p 2 p 3 p k P i p 1 p 2 p 3 p k. p k + 1 dan P i p 1 p 2 p 3 p k maka p i 1 Hal ini terjadi kontradiksi, karena tidak ada bilangan komposit yang membagi 1. Jadi, banyaknya bilangan prima adalah tak terhingga. Perhatikan barisan bilangan prima : 3, 7, 11, 19, 23,, (4n 1). Banyaknya bilangan prima berbentuk (4n 1) pun tak terhingga pula. Silahkan diminta mahasiswa untuk membuktikannya. Perhatikan barisan bilangan berikut: 2, 3, 5, 7, 11, 13,, p n adalah bilangan prima ke n. Untuk dapat menentukan sebuah batas atas dari barisan (p n ) dinyatakan dalam teorema berikut. Teorema 5.6, Jika dalam barisan bilangan prima, p n menyatakan bilangan prima ke n, maka n-1 2 p n 2 Bukti : diserahkan kepada mahasiswa sebagai latihan (petunjuk: gunakan induksi matematika) 38

LATIHAN 5 1. Buktikan teorema 5.3 2. Buktikan bahwa untuk k 1, maka banyaknya bilangan prima berbentuk (4k 1) adalah tak terhingga. 3. Buktikan, jika p suatu bilangan prima dan p a k maka p a. 4. Jika n suatu bilangan ganjil, tunjukkan bahwa ada bilangan kuadrat yang jika ditambahklan pada n memberikan bilangan kuadrat pula. 5. Tentukan bilangan prima p sedemikian sehingga (17p + 1) suatu bilangan kuadrat. 6. Buktikan bahwa setiap bilangan prima yang mempunyai bentuk 3k + 1 juga dalambentuk 6 k + 1 7. Misalkan p 2 p 3 p k = q 2 q 3 q m dan P 2 = q 2, p 3 = q 3, p 4 = q 4 Buktikan bahwa: Jika k < m, maka diperoleh: 1 = q k+1 q k+2 q m Dan Jika k > m, maka 1 = p m+1, p m+2 p k 39

BAB VI KONGRUENSI Secara implicit pengertian kongruensi sudah tercantum dalam buku-buku teks di SD, yaitu diwujudkan dalam bentuk bilangan jam, antara lain bilangan jam duaan, bilangan jam tigaan dan bilangan jam empatan, bahkan bilangan jam duabelasan. Misalkan jam empatan, maka kita menggunakan lambing 1, 2, 3, dan 4 dan himpunan bilangan jam empatan dapat ditunjukkan dengan: J 4 = { 1, 2, 3, dan 4} Bilangan-bilangan bulat selain unsure J 4 dapat ditubjukkan senilai dengan unsure-unsur J 4 yaitu dapat diperagakan menggunakan jam tiruan yang angka-angkanya 1, 2, 3, dan 4 melalui hitungan jarum jam yang digerakan melingkar. Misalnya 10 ditunjukkan dengan 4 + 4 + 2, sehingga diperoleh 2. Jadi, 10 jam empatan ekivalen dengan 2 jam empatan. Bilangan serupa dengan bilangan jam adalah bilangan modulo. Bilangan jam empatan menggunakan angka-angka 1, 2, 3, dan 4, sedang bilangan modulo empat menggunakan angka-angka 0, 1, 2, dan 3, dan himpunan bilangan modulo 4 ditunjukkan dengan M 4 = { 0, 1, 2, 3}. Operasi bilangan modulo misalnya bilangan modulo 4, serupa dengan bilangan jam empatan, yaitu secara factual dapat ditunjukkan dengan jam empatan dengan mengganti angka 4 mnjadi angka 0. Berdasarkan pengoperasian melalui gerakan melingkar berulang ini dapat diperoleh keadaan serupa dengan pengurangan berulang. Misalnya bilangan 10 modulo 4 ditunjukkan dengan 10 4 4 = 10 2. 4 = 2, sehingga dapat dikatakan bahwa 2 merupakan sisa dari pengurangan 10 dengan kelipatan dari 4, berarti sesuai dengan sisa pembagian 10 oleh 4, yaitu 2. 40

Definisi 6.1 Misalkan a,b Z dan m Z + a disebut kongruen dengan b modulo m, ditulis a b (mod m), jika dan hanya jika m a b. Jika m a b maka a tidak kongruen dengan b modulo m, ditulis a b (mod m), 1. 10 2 (mod 4) sebab 4 10 2 2. 12-6 (mod 9) sebab 9 12 (-6) atau 9 18 3. -15 35 (mod 10) sebab 10-15 35 atau 10-50 4. 6 3 (mod 4) sebab 4 6 3 atau 4 3 5. 12-3 (mod 6) sebab 6 12 (-3) atau 6 15 Dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa keadaan yang serupa dengan masalah kongruensi. Misalnya, kerja arloji mengikuti aturan modulo 12 untuk jam, dan modulo 60 untuk menyatakan menit dan detik. Selanjutnya, kerja kalender mengikuti aturan modulo 7, untuk hari-hari dalam satu minggu mengikuti aturan modilo 5, dan aturan modulo 12 untuk bulan-bulan dalam satu tahun. Beberapa dalil yang merupakan sifatsifat dasar kongruensi adalah sebagai berikut. Teorema 6.1 1. a a (mod m) untuk semua a Z (Sifat refleksi) 2. a b (mod m) jika dan hanya jika b a (mod m) untuk semua a,b Z (Sufat Simteris) 3. Jika a b (mod m) dan b c (mod m) maka a c (mod m) ) untuk semua a,b,c Z (Sufat Transitif) 4. Jika a b (mod m) maka ax bx (mod m) untuk semua a,b,x Z 5. Jika a b (mod m), dan c d (mod m), maka a + c b + d (mod m) untuk semua a,b,c,d Z 41

6. Jika a b (mod m), dan c d (mod m), maka a c b d (mod m) untuk semua a,b,c,d Z 7. Jika a b (mod m) maka ax bx (mod mx) untuk semua a,b,x Z 8. Jika a b (mod m), dan n m, maka Jika a b (mod n) untuk semua a,b,n Z Bukti: 1. m 0, maka m a a, sehingga menurut definisi 6, a a (mod m). 2. a b (mod m), maka menurut definisi 6, m a b, dan menurut definisi 1, ada t Z sehingga a b = mt a b = mt, maka b a = m(-t) dengan -t Z, sehingga m b-a (definisi 1) dan berarti b a (mod m) ( definisi 6). 3. a b (mod m), dan b c (mod m), maka m a b dan m b c (definisi 6). m a b dan m b c maka m (a b) + (b-c) (teorema 1.5), atau m a c sehingga a c (mod m). 4. a b (mod m), maka m a b (definisi 6). Berarti m (a b) x, untuk sebarang x Z (teorema 1.1). Atau m (ax bx), sehingga a x b x (mod m). 5. a b (mod m), dan c d (mod m), maka m a b dan m c d (definisi 6). Berdasrkan teorema 1.5, m (a b) + (c -d) atau m (a+c) - (b+d). Dengan demikian, a + c b + d (mod m) (definisi 6). Bukti untuk point 6, 7, dan 8 diserahkan kepada mahasiswa sebagi latihan. Teorema 6.2 Misalkan a,x,y Z dan m, m 1, m 2 > 0 m 1. ax ay (mod m) jika dan hanya jika x y mod ( a, m) 42

2. ax ay (mod m) dan (a, m) = 1 jika dan hanya jika x y (mod m) 3. x y (mod m 1 ) dan x y (mod m 2 ) jika dan hanya jika x y (mod [ m 1, m 2 ]) Bukti: 1. ( ) ax ay (mod m), maka menurut definisi 6 dan definisi 1, ada k Z sehingga ax ay = m k atau a (x y) = m k Misalkan d = (a, m) maka menurut definisi 3, d a dan d m, dan menurut a m teorema, = 1 d d d a dan d m, maka menurut definisi 1.1, ada r, s Z sehingga a = d r, a m dan m = d s, serta ( r, s) =, = 1 d d a ( x y) = mk, a = d r, dan m = d s, maka d r (x y) = d s k atau r (x y) = s k. r (x y) = s k, maka menurut definisi 1, s r (x y) (s, r) = (r, s) = 1 dan s r (x y) maka berdasarkan teorema s x y, dan menurut definisi 6, x y (mod s) atau x y mod m d, atau x y m mod ( a, m) ( ) x y m mod ( a, m) maka menurut teorema 6.1.7, ax ay m mod ( a, m) ax ay (mod m) m mod ( a, m) am dan m ( a, m), maka menurut teorema 6.1.8, ax ay 2. Gunakan hasil butir 1, gantilah (a, m) dengan 1. 3. ( ) x y (mod m 1 ) dan x y (mod m 2 ) maka menurut definisi 6, m 1 (x y) dan m 2 (x y) sehingga menurut definisi 4, x y adalah kelipatan persekutuan dari 43