SYARAT BATAS DALAM PEMROGRAMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SYARAT BATAS DALAM PEMROGRAMAN"

Transkripsi

1 Bab IV SYARAT BATAS DALAM PEMROGRAMAN Sintesis populasi pada tesis ini dilakukan dengan menggunakan parameterparameter yang telah didefinisikan sebelumnya. Pemodelan evolusi bintang dan sintesis populasi tidaklah mudah karena melibatkan banyak sekali parameter yang bahkan mungkin banyak yang belum dapat diketahui dengan pasti nilainya. Oleh sebab itu pengerjaan tesis kali ini hanya memberikan syarat batas pada beberapa parameter penting. Walaupun masih banyak penyederhanaan dan asumsi yang dipakai tetapi diharapkan dapat memberikan hasil yang representatif untuk sintesis populasi sistem post-ce. Parameter-parameter yang ditentukan nilai syarat batasnya adalah massa bintang primer, massa bintang sekunder, periode dan angin bintang. Massa bintang primer dan sekunder serta periode adalah tiga input utama dalam program evolusi Eggleton sedangkan angin bintang dan metalisitas adalah parameter yang sangat mempengaruhi evolusi suatu bintang. IV.1 Massa Bintang Primer Seluruh sistem progenitor CV yang akan dievolusikan dianggap memiliki komposisi sama karena berasal dari materi pembentuk yang sama. Besar massa bintang primer dipilih berdasarkan Initial Mass Function (IMF) dari Miller & Scalo (1979) dan telah diaproksimasi oleh Eggleton et al. (1989). m 1 = dengan m 1 adalah massa bintang primer dan X merupakan nilai acak antara 0 dan X (1 X) (1 X) 0.25 (IV.1) Besar massa bintang primer yang diperoleh dari IMF pada persamaan IV.1 menunjukkan hasil dimana bintang baru yang dibentuk di 13

2 awan cenderung memiliki massa kecil. Walaupun demikian masih ada bintangbintang bermassa besar yang terbentuk. Agar massa bintang yang dipilih oleh IMF tidak terlalu besar atau terlalu kecil diambil batasan kedua yaitu hanya bintang-bintang dengan massa antara 1.00M < m 1 < 9.0M yang akan dievolusikan. Batas bawah massa diambil untuk menjamin bahwa bintangbintang tersebut telah berevolusi pada batas usia yang telah ditentukan, yaitu tahun. Batasan sebelumnya yang digunakan pada proposal pengajuan tesis dan juga oleh Ginanjar (2006) adalah 0.95M < m 1 < 9.0M. Selama proses pengerjaan tesis diketahui bahwa bintang-bintang dengan massa < 1.00M ternyata belum berevolusi menuju cabang raksasa merah hingga batas usia yang ditentukan. Gambar IV.1: IMF dari Miller & Scalo (1979), ditunjukkan dengan titik, yang telah diaproksimasi oleh Eggleton et al. (1989) menggunakan persamaan IV.1. Hasil aproksimasi ditunjukkan oleh garis kurva. (Eggleton et al. 1989) 14

3 Gambar IV.2: Grafik radius terhadap usia untuk bintang 1.00M. Radius bintang belum berubah hingga usia 12 milyar tahun. Bintang belum meninggalkan deret utama menuju cabang raksasa hingga batas usia tersebut. IV.2 Massa Bintang Sekunder Massa bintang sekunder ditentukan dengan menggunakan rasio massa (q) dimana q adalah perbandingan massa bintang sekunder terhadap bintang primer. Rasio massa yang digunakan memiliki distribusi tersendiri yang diambil dari fungsi probabilitas distribusi q oleh Howell, Nelson & Rappaport (2001) f(q) = 5 4 q0.25 (IV.2) dengan q pada persamaan IV.2 merupakan nilai acak antara 0 dan 1. Nilai rasio massa diperoleh dari hasil integrasi persamaan IV.2 antara 0 hingga q. 15

4 Pada pengerjaan tesis ini nilai rasio massa yang digunakan dibatasi hanya pada rasio massa q < 0.4. Batasan nilai ini dipilih agar terjadi transfer massa yang tidak stabil untuk menjamin terjadinya tahap CE. Jika nilai q terlalu besar, q > 0.5, transfer massa dari primer ke sekunder terjadi dengan stabil dan tidak akan terjadi CE. Massa sekunder sebagai input dalam program STAR dihitung dari q = m 2 m 1 (IV.3) Selain syarat batas nilai q, diberikan juga batasan massa untuk bintang sekunder agar dapat dievolusikan. Batasan massa minimum untuk bintang sekunder adalah 0.08M. IV.3 Periode Periode adalah salah satu input utama dalam program STAR dan nilainya diambil dari distribusi seragam log (P) dengan nilai P antara 1 hari hingga 10 6 tahun. Dengan demikian akan diperoleh rentang log (P) antara 0 hingga untuk rentang P yang diberikan. Pemilihan input periode dilakukan dengan menggunakan persamaan sederhana P = 10 k.rand (IV.4) Pada persamaan di atas k bernilai dan rand = random number antara 0 dan 1. Dengan demikian nilai periode akan memiliki nilai 1 jika rand = 0 dan akan bernilai untuk rand = 1. IV.4 Roche Lobe Selain ketiga syarat utama m 1, m 2 dan P, diberikan juga syarat tambahan untuk sistem yang akan dievolusikan, yaitu bintang primer belum memenuhi 16

5 roche lobe-nya atau dengan kata lain R 1 < R L,1. Radius bintang primer dihitung dari hubungan radius terhadap massa bintang untuk bintang deret utama (Harmanec 1988). Dari data tersebut Ginanjar (2006) melakukan regresi linier untuk menghitung radius bintang primer berdasarkan massanya. Ginanjar (2006) melakukan dua buah regresi dengan batas massa 2.91M. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan adanya perbedaan kemiringan jika data di-plot secara linier. Kedua persamaan regresi yang telah dihitung oleh Ginanjar adalah sebagai berikut: M untuk M < 2.91M R = M untuk M 2.91M Sedangkan besar roche lobe bintang primer, R L,1, dihitung dari persamaan R L,1 = 0.49q 2/3 0.6q 2/3 + ln(1 + q 1/3 ) a i (IV.5) yang diberikan oleh Eggleton (1983) dimana q adalah rasio massa dan a i adalah separasi awal sistem sebelum terjadi CE. Tentunya agar besar R L,1 dapat dihitung diperlukan nilai a i yang diperoleh dari hukum Kepler III a 3 P 2 = m 1 + m 2 (IV.6) Karena input m 1, m 2 dan P telah diperoleh dari simulasi random number maka separasi awal dan roche lobe bintang primer dapat dihitung. IV.5 Angin Bintang Angin bintang adalah sebuah parameter yang mutlak digunakan agar model evolusi yang dilakukan realistis, karena sekecil apa pun suatu bintang pastilah memiliki besar angin bintang tertentu. Parameter inilah yang akan ditelaah 17

6 pengaruhnya terhadap sintesis populasi sistem CV pada tahap post-ce. Pada tesis ini evolusi dan sintesis populasi dilakukan dengan menggunakan model angin Reimers (Reimers 1975). Angin bintang model Reimers dihitung dengan persamaan Ṁ = η R L gr (M yr 1 ) (IV.7) Selama melakukan running program terjadi perubahan model angin yang digunakan dari model de Jager, Nieuwenhuijzen, dan van der Hucht (1988) menjadi model Reimers. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada bab 5 mengenai angin bintang. Sintesis populasi untuk tesis ini dilakukan dengan beberapa nilai parameter angin bintang, yaitu tanpa angin bintang (0.0) dan dengan angin sebesar 0.3 dan 0.5. Jejak angin bintang berubah bergantung pada besar angin bintang yang digunakan. Alasan pengambilan nilai-nilai yang digunakan juga dijelaskan pada bab 5. IV.6 Zero Age Horizontal Branch Zero Age Horizontal Branch (ZAHB) adalah posisi bintang-bintang horizontal branch pada diagram HR ketika baru saja terbentuk. Secara fisis, bintang HB adalah bintang yang sedang berada pada tahap pembakaran helium di pusat setelah melewati fase raksasa merah. Evolusi menuju HB adalah tahapan evolusi yang sulit dianalisis karena bintang harus melalui core helium flash yang sangat hebat dan sangat cepat. Sejak pemodelan evolusi bintang dapat dilakukan hanya beberapa yang dapat mengikuti evolusi bintang melalui tahap tersebut. He-flash adalah peristiwa fenomenal dimana terjadi perubahan luminositas dan struktur bagian dalam bintang dalam waktu yang sangat cepat. Oleh sebab itu program harus dapat mengambil time-step yang sangat ekstrim mencapai orde detik agar dapat mengikuti fase ini. Di lain pihak, terjadi perubahan drastis pada bagian inti sementara bagian selubung tidak berubah sama sekali, menyebabkan kalkulasi numerik menjadi tidak stabil dan tidak 18

7 konvergen. Pada beberapa kasus perhitungan numerik He-flash hanya bisa dilakukan untuk bintang-bintang dengan massa cukup besar dimana kondisi degenerasi inti bintang tidak terlalu tinggi. Hal ini menyebabkan jejak evolusi bintang menjadi tidak lengkap dengan ketiadaan jejak menuju HB. Karena alasan tersebut sebagian besar model HB dihitung dengan memulai proses baru pada tahap HB, dimana struktur awal model HB diambil dari ujung cabang raksasa, dengan menganggap tidak terjadi perubahan struktur materi yang signifikan. Saat ini perkembangan teknologi memberikan kesempatan lebih besar untuk dapat mengikuti proses He-flash menuju HB secara numerik, salah satunya adalah pekerjaan yang dilakukan oleh Serenelli & Weiss (2005). Untuk mengikuti evolusi bintang sejak He-flash Serenelli & Weiss (2005) menggunakan Garching evolution code. Model yang dievolusikan adalah bintang dengan massa 0.8M < M < 0.9M dengan metalisitas Z = dan untuk meliputi titik belok gugus bola berusia 8 12 Gyr. Gambar IV.3: Jejak evolusi bintang bermassa 0.85M hingga awal AGB (Serenelli & Weiss 2005) dengan Z = sejak ZAMS 19

8 Dalam pengerjaan tesis ini evolusi menuju HB tidak akan dilakukan karena program evolusi dari Eggleton tidak dapat mengikuti evolusi sejak He-flash dengan time-step yang sangat kecil. Ini adalah limitasi pada program STAR karena program menjadi tidak stabil dan tidak konvergen jika evolusi terjadi dalam waktu sangat cepat, misalnya saat He-flash atau C-flash. Agar evolusi bintang-bintang bermassa kecil tetap dapat diikuti hingga tuntas maka tahap setelah He-flash dilompati dan dilanjutkan sejak ZAHB. Untuk itu perlu dibuat model ZAHB dengan struktur menyerupai struktur pada raksasa merah. Model ZAHB dapat dibuat oleh program STAR dengan menggunakan input khusus. Proses pembuatan model ZAHB dilakukan dengan mengacu pada pekerjaan O. R. Pols (Pols et al. 1998). Proses pembuatan ZAHB dijelaskan pada bab sintesis populasi dengan program STAR. IV.7 Sistem Post-CE Sistem post-ce adalah sistem bintang progenitor yang telah dievolusikan dan mengalami tahap CE dan berhasil melewati tahap CE. Sistem yang berhasil melewati CE akan memiliki massa inti helium dari bintang primer dengan bintang sekunder yang belum mulai berevolusi serta separasi yang lebih dekat dibandingkan separasi awal. Pada program STAR sistem dianggap mengalami tahap CE jika radius bintang primer sama dengan radius roche lobe disertai perubahan periode orbital secara drastis. Selanjutnya harus diperiksa apakah sistem selamat dari tahap CE dengan memeriksa roche lobe dari bintang sekunder. Sistem dikategorikan sebagai sistem post-ce jika telah memenuhi syarat R L,1 = R 1 dan dp/dt < serta R L,2 > R 2. Roche lobe sekunder dihitung dengan persamaan seperti pada IV.5 dengan mengganti separasi awal a i menjadi separasi akhir a f. R L,2 = 0.49q 2/3 0.6q 2/3 + ln(1 + q 1/3 ) a f (IV.8) 20

9 Besar a f diperoleh dari metode lain untuk menghitung perubahan separasi akhir (A f ) terhadap separasi awal (A f ) dengan bergantung perubahan momentum sudut sebelum dan setelah terjadi CE (Webbink 2007). A f A i = ( M1 M 2 ) 2 ( M1c + M 2 M 1 + M 2 ) [ 1 γ ( )] 2 M1 M 1c (IV.9) M 1 + M 2 Nilai γ dinyatakan dengan J i J f J i = γ M 1 M 1c M 1 + M 2 (IV.10) J i menyatakan momentum sudut sistem sebelum selubung terlepas sedangkan J f adalah momentum sudut sistem setelah selubung lepas. Secara berurutan M 1, M 2, M 1 c adalah massa primer, massa sekunder dan massa inti bintang primer. 21

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH Bab V ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH Angin bintang adalah sebuah parameter yang mutlak digunakan agar model evolusi yang dibuat lebih realistis, karena sekecil apa pun suatu bintang pastilah memiliki

Lebih terperinci

SINTESIS POPULASI DENGAN PROGRAM STAR

SINTESIS POPULASI DENGAN PROGRAM STAR Bab VI SINTESIS POPULASI DENGAN PROGRAM STAR Sintesis populasi biasanya dilakukan dengan membuat sekelompok model bintang dengan berbagai massa dan parameter yang diinginkan dan kemudian diikuti evolusinya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. de Jager, C., Nieuwenhuijzen, H., dan van der Hucht, K. A., 1988, Mass Loss Rates in The Hertzsprung-Russel Diagram, A&AS, 72, 259

DAFTAR PUSTAKA. de Jager, C., Nieuwenhuijzen, H., dan van der Hucht, K. A., 1988, Mass Loss Rates in The Hertzsprung-Russel Diagram, A&AS, 72, 259 DAFTAR PUSTAKA de Jager, C., Nieuwenhuijzen, H., dan van der Hucht, K. A., 1988, Mass Loss Rates in The Hertzsprung-Russel Diagram, A&AS, 72, 259 de Kool, M., 1992, Statistics of Cataclysmic Variable Formation,

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISIS. Karakteristik Hasil Evolusi

HASIL DAN ANALISIS. Karakteristik Hasil Evolusi Bab VII HASIL DAN ANALISIS Sintesis populasi dengan simulasi Monte Carlo memberikan sekitar 220.000 percobaan untuk 1300 sistem bintang ganda progenitor. Sistem bintang progenitor sebelumnya telah diseleksi

Lebih terperinci

SINTESIS POPULASI CATACLYSMIC VARIABLE PADA TAHAP POST COMMON ENVELOPE MENGGUNAKAN ANGIN BINTANG DAN EVOLUSI HORIZONTAL BRANCH

SINTESIS POPULASI CATACLYSMIC VARIABLE PADA TAHAP POST COMMON ENVELOPE MENGGUNAKAN ANGIN BINTANG DAN EVOLUSI HORIZONTAL BRANCH SINTESIS POPULASI CATACLYSMIC VARIABLE PADA TAHAP POST COMMON ENVELOPE MENGGUNAKAN ANGIN BINTANG DAN EVOLUSI HORIZONTAL BRANCH TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

CATACLYSMIC VARIABLE

CATACLYSMIC VARIABLE Bab III CATACLYSMIC VARIABLE Bintang variable kataklismik atau cataclysmic variable (CV) adalah suatu sistem bintang ganda yang terdiri dari komponen primer bintang katai putih dan pasangannya adalah sebuah

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang 5 Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang II.1 Mengenal Diagram Hertzprung-Russel (HR) Ejnar Hertzprung pada tahun 1911 mem-plot sebuah diagram yang menghubungkan antara magnitudo relatif bintang-bintang dalam

Lebih terperinci

Bab V MetodeFunctional Statistics Algorithm (FSA) dalam Sintesis Populasi

Bab V MetodeFunctional Statistics Algorithm (FSA) dalam Sintesis Populasi 31 Bab V MetodeFunctional Statistics Algorithm (FSA) dalam Sintesis Populasi V.1 Mengenal Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) adalah sebuah metode

Lebih terperinci

Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA)

Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) 37 Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) VI.1 Probabilitas Integral (Integral Kumulatif) Ketika menganalisis distribusi probabilitas,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Analisis Data Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

Bab 4. Pembentukan Planet Raksasa. 4.1 Inti Planet Raksasa

Bab 4. Pembentukan Planet Raksasa. 4.1 Inti Planet Raksasa Bab 4 Pembentukan Planet Raksasa Bab ini memberikan tinjauan ringkas mengenai pembentukan inti planet raksasa. Sebagaimana telah disinggung, teori pembentukan sistem keplanetan yang banyak diterima dewasa

Lebih terperinci

7. EVOLUSI BINTANG 7.1 EVOLUSI BINTANG PRA DERET UTAMA

7. EVOLUSI BINTANG 7.1 EVOLUSI BINTANG PRA DERET UTAMA 7. EVOLUSI BINTANG 146 P a g e Seperti mahluk hidup lainnya, bintang juga mengalami proses lahir berkembang dan mati. Umur bintang bergantung pada massanya. Makin besar massa bintang makin singkat umurnya,

Lebih terperinci

Low Mass X-ray Binary

Low Mass X-ray Binary Bab II Low Mass X-ray Binary Sco X-1 merupakan obyek yang pertama kali ditemukan sebagai sumber sinar- X di luar Matahari (Giacconi et al., 1962). Berbagai pengamatan dilakukan untuk mencari sumber sinar-x

Lebih terperinci

1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana. 2. Jika HB QPO diabaikan, Power Spectral Densityantara HB dan Island

1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana. 2. Jika HB QPO diabaikan, Power Spectral Densityantara HB dan Island Bab V PEMBAHASAN Menurut HK89, hubungan sumber Z dan sumber Atoll dapat diasumsikan sebagai berikut: 1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana State, memiliki kemiripan. 2.

Lebih terperinci

Bab III INTERAKSI GALAKSI

Bab III INTERAKSI GALAKSI Bab III INTERAKSI GALAKSI III.1 Proses Dinamik Selama Interaksi Interaksi merupakan sebuah proses saling mempengaruhi yang terjadi antara dua atau lebih obyek. Obyek-obyek yang saling berinteraksi dapat

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI DAN ANALISA DATA

BAB 4 EVALUASI DAN ANALISA DATA BAB 4 EVALUASI DAN ANALISA DATA Pada bab ini akan dibahas tentang evaluasi dan analisa data yang terdapat pada penelitian yang dilakukan. 4.1 Evaluasi inverse dan forward kinematik Pada bagian ini dilakukan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Tes Seleksi Olimpiade Astronomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan kuantitatif. Fenomena yang ada merupakan fenomena alam berupa kumpulan bintang-bintang dalam gugus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paket program HEC-HMS bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air pada suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paket program HEC-HMS bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air pada suatu BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Konsep Dasar dan Metode Penggunaan model Soil Moisture Accounting (SMA) yang terdapat dalam paket program HEC-HMS bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air pada suatu

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI STRUKTUR KIMIA DAN EVOLUSI BINTANG BERMASSA MENENGAH 2.5M ʘ

REKONSTRUKSI STRUKTUR KIMIA DAN EVOLUSI BINTANG BERMASSA MENENGAH 2.5M ʘ REKONSTRUKSI STRUKTUR KIMIA DAN EVOLUSI BINTANG BERMASSA MENENGAH 2.5M ʘ TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Disusun Oleh: INDAH KHAIRUN

Lebih terperinci

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari

Lebih terperinci

EVOLUSI BINTANG. Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang

EVOLUSI BINTANG. Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang EVOLUSI BINTANG EVOLUSI BINTANG Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang lahir, berkembang dan akhirnya padam Terbentuknya bintang Bintang-bintang lahir di nebula,

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Pilihan Berganda, 20 Soal 1. Jika jarak rata-rata planet Mars adalah 1,52 SA dari Matahari, maka periode orbit planet Mars mengelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial biasa (ordinary differential equations (ODEs)) merupakan salah satu alat matematis untuk memodelkan dinamika sistem dalam berbagai bidang ilmu

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data

Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data 24 Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data IV.1 Mengenal Metode Monte Carlo Distribusi probabilitas digunakan dalam menganalisis sampel data. Sebagaimana kita ketahui,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR Proses pencabangan suatu individu terinfeksi berbentuk seperti diagram pohon dan diasumsikan bahwa semua individu terinfeksi adalah saling independent

Lebih terperinci

Raksasa Merah di Rasi Carinae

Raksasa Merah di Rasi Carinae 2017 Raksasa Merah di Rasi Carinae Suryadi Siregar Astronomy Research Group Center for Advances Sciences Bld Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 Indonesia Email: Suryadi@as.itb.ac.idnomy

Lebih terperinci

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang Ferry's Astronomy Page Populasi Bintang Ferry M. Simatupang Populasi bintang adalah kelompok bintang-bintang dalam skala galaktik, yang memiliki kesamaan usia, lokasi, kinematik, dan komposisi kimia (terutama

Lebih terperinci

Bintang Ganda DND-2006

Bintang Ganda DND-2006 Bintang Ganda Bintang ganda (double stars) adalah dua buah bintang yang terikat satu sama lain oleh gaya tarik gravitasi antar kedua bintang tersebut. Apabila sistem bintang ini lebih dari dua, maka disebut

Lebih terperinci

Studi Komputasi Gerak Bouncing Ball pada Vibrasi Permukaan Pantul

Studi Komputasi Gerak Bouncing Ball pada Vibrasi Permukaan Pantul Studi Komputasi Gerak Bouncing Ball pada Vibrasi Permukaan Pantul Haerul Jusmar Ibrahim 1,a), Arka Yanitama 1,b), Henny Dwi Bhakti 1,c) dan Sparisoma Viridi 2,d) 1 Program Studi Magister Sains Komputasi,

Lebih terperinci

MODEL PENAMPANG BUJUR BINTANG BEROTASI DENGAN VARIASI KECEPATAN SUDUT

MODEL PENAMPANG BUJUR BINTANG BEROTASI DENGAN VARIASI KECEPATAN SUDUT MODEL PENAMPANG BUJUR BINTANG BEROTASI DENGAN VARIASI KECEPATAN SUDUT Iwan Setiawan 1 ABSTRAK: Konfigurasi kesetimbangan mekanis pada bintang-bintang berotasi ditelaah melalui model Roche. Pada kajian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dalam 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dalam menentukan momen, kumulan, dan fungsi karakteristik dari distribusi log-logistik (α,β). 2.1 Distribusi Log-Logistik

Lebih terperinci

STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI

STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI Bab IV STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI IV.1 Star Formation Rate (SFR) di Galaksi Star formation adalah suatu peristiwa pembentukan bintang yang terjadi di suatu daerah. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam mendisain sebuah sistem kontrol untuk sebuah plant yang parameterparameternya tidak berubah, metode pendekatan standar dengan sebuah pengontrol yang parameter-parameternya

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI STABILISASI INVERTED PENDULUM DENGAN MENGGUNAKAN PENGONTROL FUZZY

BAB IV SIMULASI STABILISASI INVERTED PENDULUM DENGAN MENGGUNAKAN PENGONTROL FUZZY BAB IV SIMULASI STABILISASI INVERTED PENDULUM DENGAN MENGGUNAKAN PENGONTROL FUZZY Pada bab ini, pertama-tama akan dijelaskan mengenai pemodelan stabilisasi sistem inverted pendulum menggunakan perangkat

Lebih terperinci

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05 Xpedia Fisika DP SNMPTN 05 Doc. Name: XPFIS9910 Version: 2012-06 halaman 1 Sebuah bola bermassa m terikat pada ujung sebuah tali diputar searah jarum jam dalam sebuah lingkaran mendatar dengan jari-jari

Lebih terperinci

BAB III REGRESI SPASIAL DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION (GWPR)

BAB III REGRESI SPASIAL DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION (GWPR) BAB III REGRESI SPASIAL DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION (GWPR) 3.1 Regresi Poisson Regresi Poisson merupakan suatu bentuk analisis regresi yang digunakan untuk memodelkan data

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2004 Materi Uji : ASTRONOMI Waktu :

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.. Respon Impuls Akustik Ruangan. Respon impuls akustik suatu ruangan didefinisikan sebagai sinyal suara yang diterima oleh suatu titik (titik penerima, B) dalam ruangan akibat suatu

Lebih terperinci

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros Riwayat Bintang Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros International Astronomical Union - Comm. 46 Escola Secundária de Loulé, Portugal Universidad Tecnológica Nacional, Argentina

Lebih terperinci

Perhitungan Waktu Pemutus Kritis Menggunakan Metode Simpson pada Sebuah Generator yang Terhubung pada Bus Infinite

Perhitungan Waktu Pemutus Kritis Menggunakan Metode Simpson pada Sebuah Generator yang Terhubung pada Bus Infinite JURNAL TEKNIK ELEKTRO Vol., No., (03) -6 Perhitungan Waktu Pemutus Kritis Menggunakan Metode Simpson pada Sebuah Generator yang Terhubung pada Bus Infinite Argitya Risgiananda ), Dimas Anton Asfani ),

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 014 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama

BAB I PENDAHULUAN. bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gugus bintang (stellar cluster) adalah suatu kelompok bintang yang berada di bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata

BAB I PENDAHULUAN. Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata telanjang adalah sebagian di antara mereka bukan bintang tunggal. Jika dilihat dengan jeli

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Sumber Data

METODE PENELITIAN Sumber Data 13 METODE PENELITIAN Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil simulasi melalui pembangkitan dari komputer. Untuk membangkitkan data, digunakan desain model persamaan struktural

Lebih terperinci

KONSOLIDASI. Konsolidasi.??? 11/3/2016

KONSOLIDASI. Konsolidasi.??? 11/3/2016 KONSOLIDASI Mekanika Tanah II Konsolidasi.??? Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan-lahan pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengaliran sebagian air

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang

BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang BAB II TEORI DASAR 2.1 Besaran-besaran Fisis Batuan Sifat fisis struktur makro dari batuan dipengaruhi oleh bentuk struktur mikro batuan tersebut [Palciauskas et al., 1994]. Dua buah besaran fisis yang

Lebih terperinci

Bab 4 HASIL SIMULASI. 4.1 Pengontrol Suboptimal H

Bab 4 HASIL SIMULASI. 4.1 Pengontrol Suboptimal H Bab 4 HASIL SIMULASI Persamaan ruang keadaan untuk manipulator fleksibel telah diturunkan pada Bab 3. Selanjutnya adalah melihat perilaku dari keluaran setelah ditambahkannya pengontrol pada sistem. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 DESKRIPSI UMUM Dalam bagian bab 4 (empat) ini akan dilakukan analisis dan pembahasan terhadap permasalahan yang telah dibahas pada bab 3 (tiga) di atas. Analisis akan

Lebih terperinci

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Bab III HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Pengamatan menunjukkan bahwa beberapa Gamma-Ray Burst terjadi bersamaan dengan supernova keruntuhan-pusat khususnya supernova tipe Ib/c. Mengingat energi

Lebih terperinci

Bab 6. Migrasi Tipe I dan Tipe II. 6.1 Migrasi Tipe I

Bab 6. Migrasi Tipe I dan Tipe II. 6.1 Migrasi Tipe I Bab 6 Migrasi Tipe I dan Tipe II Orbit planet dapat bermigrasi menuju (atau dalam beberapa kasus menjauhi) bintang induknya sebagai akibat dari perpindahan momentum sudut antara cakram protoplanet dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 58 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Data Pengambilan data dilakukan dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebagai berikut: Pengujian : Sembilan kecepatan motor (1000 RPM, 1200 RPM, 1400 RPM,

Lebih terperinci

BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus

BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian serta analisis hasil pengujian yang dilakukan. Validasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam aplikasi sistem perpipaan seperti pada proses kimia, proses produksi dan distribusi minyak dan gas sering dijumpai junction (percabangan). Ketika aliran dua fase

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI Pada bab ini dibahas tentang beberapa metode metode analisis uji sumur injeksi, diantaranya adalah Hazebroek-Rainbow-Matthews 2 yang menggunakan prosedur

Lebih terperinci

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

BANK SOAL METODE KOMPUTASI BANK SOAL METODE KOMPUTASI 006 iv DAFTAR ISI Halaman Bio Data Singkat Penulis.. Kata Pengantar Daftar Isi i iii iv Pengantar... Kesalahan Bilangan Pendekatan... 6 Akar-akar Persamaan Tidak Linier.....

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai langkah untuk memenuhi kebutuhan energi menjadi topik penting seiring dengan semakin berkurangnya sumber energi fosil yang ada. Sistem energi yang ada sekarang

Lebih terperinci

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi Riani Lubis Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia 1 Pendahuluan (1) Sifat probabilitistik pada sistem nyata mempunyai pola distribusi probabilistik

Lebih terperinci

Usia massa air sering diperkirakan melalui metode perhitungan radio-usia dihitung dari mulai di distribusikannya radioaktif pelacak.

Usia massa air sering diperkirakan melalui metode perhitungan radio-usia dihitung dari mulai di distribusikannya radioaktif pelacak. Usia massa air sering diperkirakan melalui metode perhitungan radio-usia dihitung dari mulai di distribusikannya radioaktif pelacak. Deleersnijder et al. Dalam [J. Maret Syst. 28 (2001) 229.] telah menunjukan

Lebih terperinci

Bab VI Hasil dan Analisis

Bab VI Hasil dan Analisis Bab VI Hasil dan Analisis Dalam bab ini akan disampaikan data-data hasil eksperimen yang telah dilakukan di dalam laboratorium termodinamika PRI ITB, dan juga hasil pengolahan data-data tersebut yang diberikan

Lebih terperinci

DISAIN KOMPENSATOR UNTUK PLANT MOTOR DC ORDE SATU

DISAIN KOMPENSATOR UNTUK PLANT MOTOR DC ORDE SATU DISAIN KOMPENSATOR UNTUK PLANT MOTOR DC ORDE SATU TUGAS PAPER ANALISA DISAIN SISTEM PENGATURAN Oleh: FAHMIZAL(2209 05 00) Teknik Sistem Pengaturan, Teknik Elektro ITS Surabaya Identifikasi plant Identifikasi

Lebih terperinci

KULIAH ANALISIS STATISTIK DATA SIMULASI Tipe-tipe simulasi berdasarkan analisis output:

KULIAH ANALISIS STATISTIK DATA SIMULASI Tipe-tipe simulasi berdasarkan analisis output: KULIAH ANALISIS STATISTIK DATA SIMULASI Tipe-tipe simulasi berdasarkan analisis output: 1. Terminating simulation 2. Nonterminating simulation: a. Steady-state parameters b. Steady-state cycle parameters

Lebih terperinci

BAB V Hasil Komputasi, Simulasi, dan Analisis

BAB V Hasil Komputasi, Simulasi, dan Analisis BAB V Hasil Komputasi, Simulasi, dan Analisis 5.1 Parameter dan Variabel Optimasi Salah satu variabel yang paling menentukan dalam perhitungan biaya operasi pompa yang telah dijelaskan pada subbab 3.2

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembebanan akibat gelombang laut pada struktur-struktur lepas pantai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembebanan akibat gelombang laut pada struktur-struktur lepas pantai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembebanan akibat gelombang laut pada struktur-struktur lepas pantai dipengaruhi oleh faktor-faktor internal struktur dan kondisi eksternal yang mengikutinya.

Lebih terperinci

Bab IV Simulasi dan Pembahasan

Bab IV Simulasi dan Pembahasan Bab IV Simulasi dan Pembahasan IV.1 Gambaran Umum Simulasi Untuk menganalisis program pemodelan network flow analysis yang telah dirancang maka perlu dilakukan simulasi program tersebut. Dalam penelitian

Lebih terperinci

PERMODELAN MATEMATIS LINTASAN BOLA YANG BERGERAK DENGAN TOP SPIN PADA OLAH RAGA SEPAK BOLA

PERMODELAN MATEMATIS LINTASAN BOLA YANG BERGERAK DENGAN TOP SPIN PADA OLAH RAGA SEPAK BOLA 1 PERMODELAN MATEMATIS LINTASAN BOLA YANG BERGERAK DENGAN TOP SPIN PADA OLAH RAGA SEPAK BOLA Ridho Muhammad Akbar Jurusan Fisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia (15 Juli 2013) Tujuan dari

Lebih terperinci

Bab IV Tes Evolusi Orbit Asteroid

Bab IV Tes Evolusi Orbit Asteroid Bab IV Tes Evolusi Orbit Asteroid Sebelum tahun 1990 konsep perhitungan evolusi atau integrasi orbit yang banyak dipakai adalah menggunakan konsep time-step seperti Runge-Kutta (Dormand et al. 1987), Bulirsch

Lebih terperinci

Pemodelan Gerak Belok Steady State dan Transient pada Kendaraan Empat Roda

Pemodelan Gerak Belok Steady State dan Transient pada Kendaraan Empat Roda E97 Pemodelan Gerak Belok Steady State dan Transient pada Kendaraan Empat Roda Yansen Prayitno dan Unggul Wasiwitono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB V HASIL DAN ANALISIS BAB V HASIL DAN ANALISIS Dalam bab ini akan dibahas berbagai macam hasil dan analisis dari simulasi yang telah dilakukan. Simulasi dibagi dalam beberapa bagian yaitu : A. Studi numerik : 1. Simulasi dengan

Lebih terperinci

Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY. Bab 8 1

Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY. Bab 8 1 Spesifikasi Sistem Respon Moh. Khairudin, PhD. Lab. Kendali T. Elektro UNY Bab 8 1 Pendahuluan Dari pelajaran terdahulu, rumus umum fungsi transfer order ke dua adalah : dimana bentuk responnya ditentukan

Lebih terperinci

TENTANG UTS. Penentuan Cadangan, hal. 1

TENTANG UTS. Penentuan Cadangan, hal. 1 TENTANG UTS Soal 1: Jawaban umumnya tidak fokus atau straight ke pertanyaan/ masalah yang diajukan. Key words dalam pertanyaan di atas tekanan saturasi, sedangkan dalam banyak jawaban di bawah tekanan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pergerakan Harga Saham Pergerakan harga harian indeks LQ45 dan lima saham perbankan yang termasuk dalam kelompok LQ45 selama periode penelitian ditampilkan dalam bentuk

Lebih terperinci

METODE FLOATING OBJECT UNTUK PENGUKURAN ARUS MENYUSUR PANTAI

METODE FLOATING OBJECT UNTUK PENGUKURAN ARUS MENYUSUR PANTAI Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 10, Nomor 2, Juli - Desember 2012 METODE FLOATING OBJECT UNTUK PENGUKURAN ARUS MENYUSUR PANTAI Hasdinar Umar Jurusan Teknik Perkapalan - Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Permodelan 4.1.1 Hasil Fungsi Distribusi Pasangan Total Simulasi Gambar 4.1 merupakan salah satu contoh hasil fungsi distribusi pasangan total simulasi 1 jenis atom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu anugerah dari sekian banyak anugerah yang diberikan Allah kepada makhluknya. namun bukan berarti kesehatan akan dimiliki oleh makhluk

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM POROS-ROTOR

BAB III PEMODELAN SISTEM POROS-ROTOR BAB III PEMODELAN SISTEM POROS-ROTOR 3.1 Pendahuluan Pemodelan sistem poros-rotor telah dikembangkan oleh beberapa peneliti. Adam [2] telah menggunakan formulasi Jeffcot rotor dalam pemodelan sistem poros-rotor,

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI Waktu Jumlah Soal : 150 menit : 30 Soal 1. Bintang A memiliki tingkat kecemerlangan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan Bintang B. Bintang

Lebih terperinci

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI 7 BAB ΙΙ LANDASAN TEORI Berubahnya nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, bisa saja berubahnya nilai suatu variabel disebabkan oleh adanya perubahan nilai pada variabel lain yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Peranan Persediaan Merujuk pada penjelasan Herjanto (1999), persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PELUANG KONTINYU DISTRIBUSI PROBABILITAS

DISTRIBUSI PELUANG KONTINYU DISTRIBUSI PROBABILITAS DISTRIBUSI PROBABILITAS Berbeda dengan variabel random diskrit, sebuah variabel random kontinyu adalah variabel yang dapat mencakup nilai pecahan maupun mencakup range/ rentang nilai tertentu. Karena terdapat

Lebih terperinci

FI-2283 PEMROGRAMAN DAN SIMULASI FISIKA

FI-2283 PEMROGRAMAN DAN SIMULASI FISIKA FI-2283 PEMROGRAMAN DAN SIMULASI FISIKA MODUL RBL Peraturan RBL 1. RBL dilakukan dalam kelompok. Setiap kelompok boleh memiliki anggota max. 2 orang yang berada pada shift praktikum yang sama. 2. Setiap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen (Sekaran,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen (Sekaran, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian adalah metode atau teknik yang digunakan untuk memperoleh data dengan tujuan tertentu (Sekaran, 2011). Jenis penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III PENJELASAN SIMULATOR. Bab ini akan menjelaskan tentang cara pemakaian simulator robot pencari kebocoran gas yang dibuat oleh Wulung.

BAB III PENJELASAN SIMULATOR. Bab ini akan menjelaskan tentang cara pemakaian simulator robot pencari kebocoran gas yang dibuat oleh Wulung. 18 BAB III PENJELASAN SIMULATOR Bab ini akan menjelaskan tentang cara pemakaian simulator robot pencari kebocoran gas yang dibuat oleh Wulung. 3.1 Antar Muka Gambar 0.1 GUI Simulator Error! Reference source

Lebih terperinci

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Q3-1 Large Hadron Collider (10 poin) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Pada soal ini, kita akan mendiskusikan mengenai fisika dari

Lebih terperinci

Bab 5. Migrasi Planet

Bab 5. Migrasi Planet Bab 5 Migrasi Planet Planet-planet raksasa diduga memiliki inti padat yang dibentuk oleh material yang tidak dapat terkondensasi jika terletak sangat dekat dengan bintang utamanya. Karenanya sangatlah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Sebelum melakukan analisis dengan penerapan simulasi Monte Carlo dan VaR,

BAB IV PEMBAHASAN. Sebelum melakukan analisis dengan penerapan simulasi Monte Carlo dan VaR, BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisa Harga Saham BBCA Sebelum melakukan analisis dengan penerapan simulasi Monte Carlo dan VaR, penulis akan menganalisa pergerakan harga saham BBCA. Data yang diperlukan dalam

Lebih terperinci

Root Locus A. Landasan Teori Karakteristik tanggapan transient sistem loop tertutup dapat ditentukan dari lokasi pole-pole (loop tertutupnya).

Root Locus A. Landasan Teori Karakteristik tanggapan transient sistem loop tertutup dapat ditentukan dari lokasi pole-pole (loop tertutupnya). Nama NIM/Jur/Angk : Ardian Umam : 35542/Teknik Elektro UGM/2009 Root Locus A. Landasan Teori Karakteristik tanggapan transient sistem loop tertutup dapat ditentukan dari lokasi pole-pole (loop tertutupnya).

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Kelautan - FTK

Jurusan Teknik Kelautan - FTK Oleh : Gita Angraeni (4310100048) Pembimbing : Suntoyo, ST., M.Eng., Ph.D Dr. Eng. Muhammad Zikra, ST., M.Sc 6 Juli 2014 Jurusan Teknik Kelautan - FTK Latar Belakang Pembuangan lumpur Perubahan kualitas

Lebih terperinci

TUGAS KOMPUTASI SISTEM FISIS 2015/2016. Pendahuluan. Identitas Tugas. Disusun oleh : Latar Belakang. Tujuan

TUGAS KOMPUTASI SISTEM FISIS 2015/2016. Pendahuluan. Identitas Tugas. Disusun oleh : Latar Belakang. Tujuan TUGAS KOMPUTASI SISTEM FISIS 2015/2016 Identitas Tugas Program Mencari Titik Nol/Titik Potong Dari Suatu Sistem 27 Oktober 2015 Disusun oleh : Zulfikar Lazuardi Maulana (10212034) Ridho Muhammad Akbar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uji Sensitifitas Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel 4.1 dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sifatnya peramalan terbagi atas dua yaitu peramalan kualitatif dan peramalan kuantitatif. Metode kuantitatif terbagi atas dua yaitu analisis deret berkala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH DRAINASI PERKOTAAN NOVRIANTI, MT. MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH DRAINASI GABUNGAN DRAINASI

Lebih terperinci

BAB VI PENGUJIAN SISTEM. Beberapa skenario pengujian akan dilakukan untuk memperlihatkan

BAB VI PENGUJIAN SISTEM. Beberapa skenario pengujian akan dilakukan untuk memperlihatkan BAB VI PENGUJIAN SISTEM 6.1 Tahap Persiapan Pengujian Beberapa skenario pengujian akan dilakukan untuk memperlihatkan performansi sistem kontrol yang dirancang. Namun perlu dipersiapkan terlebih dahulu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Percobaan 1 Karakteristik Aliran di Atas Ambang Tajam Berbentuk Segi Empat Tujuan Alat yang Dipergunakan...

DAFTAR ISI. Percobaan 1 Karakteristik Aliran di Atas Ambang Tajam Berbentuk Segi Empat Tujuan Alat yang Dipergunakan... DAFTAR ISI Percobaan 1 Karakteristik Aliran di Atas Ambang Tajam Berbentuk Segi Empat... 1 1.1. Tujuan... 1 1.2. Alat yang Dipergunakan... 1 1.3. Dasar Teori... 2 1.4. Prosedur Percobaan... 3 1.5. Prosedur

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi dan teorema yang berkaitan dengan

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi dan teorema yang berkaitan dengan II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi dan teorema yang berkaitan dengan penelitian. Dalam menyelesaikan momen, kumulan dan fungsi karakteristik dari distribusi generalized lambda

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 376 PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD KUSBUDIONO 1, KOSALA DWIDJA PURNOMO 2,

Lebih terperinci