BAB III METODE PENELITIAN
|
|
- Yenny Jayadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan kuantitatif. Fenomena yang ada merupakan fenomena alam berupa kumpulan bintang-bintang dalam gugus terbuka. Variabel terukur berupa data magnitudo semu bintang yang kemudian diolah menjadi diagram Hertzsprung-Russel. Metode penelitian dilakukan dengan melakukan studi literatur dan pengolahan data, studi literatur dimaksudkan untuk mempelajari seluruh aspek yang berkaitan dengan materi mengenai perbintangan, sedangkan pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan parameter fisis dari data mentah yang dijadikan bahan penelitian. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan metode aperture photometry. Aperture photometry adalah metode yang digunakan untuk mengukur besar fluks atau intensitas cahaya. Prinsip kerja metode aperture photometry adalah menempatkan tiga buah lingkaran dengan diameter beragam, dimana ketiga lingkaran tersebut ditempatkan sedemikian rupa sehingga mengurung sumber cahaya. Penggunaan tiga buah lingkaran memiliki fungsi tersendiri, dimana lingkaran terdalam digunakan untuk mengukur besar intensitas dari sumber, lingkaran tengah sebagai area pembatas agar meyakinkan bahwa intensitas terukur merupakan intensitas sumber cahaya tanpa dikotori oleh pengaruh lain, dan lingkaran terluar digunakan untuk mengukur intensitas langit. Sistem fotometri yang digunakan adalah sistem fotometri UBV dengan menggunakan dua buah pita, yakni pita B dan V. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama 5 bulan terhitung dari bulan Agustus
2 29 3. Pengolahan Data 3.1. Data Observasi Citra obyek gugus bintang terbuka M67 diambil oleh Dr. Hakim Luthfi Malasan (dari Obs. Bosscha ITB) menggunakan teleskop berdiameter 65 cm dengan panjang fokus 780 cm seperti terlihat pada Gambar (3.1). Gambar 3.1 Teleskop yang Digunakan Untuk Pengambilan Citra Gugus Bintang terbuka M67 (Sumber: Tempat pengambilan data berlokasi di Gunma Astronomical Observatory (GAO), Jepang yang berada pada LU dan BT dengan ketinggian 885 meter dari permukaan laut. Waktu paparan (exposure time) untuk citra dengan pita V selama 60 detik, sedangkan untuk citra dengan pita B selama 120 detik. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 27 Januari Area gugus bintang terbuka M67 terpotret di langit memiliki ukuran 5,8 menit busur, sedangkan pada citra obyek memiliki ukuran 256 x 256 piksel.
3 30 Citra obyek harus dikalibrasi terlebih dahulu melalui pengaturan kecerahan dan kontras agar tiap bintang dapat terdeteksi, kemudian invert warna yang dimaksudkan untuk memudahkan penempatan tiga buah lingkaran untuk mengukur intensitas cahaya. Pada prosesnya pengaturan besar lingkaran dilakukan secara otomatis oleh perangkat lunak. Gambar 3.2 Citra Obyek Gugus Bintang Terbuka M67 Sebagai Obyek Penelitian Gambar (3.2) menunjukkan area langit yang terpotret dan merupakan bagian dari gugus bintang terbuka M67 yang berpusat pada α = ,62, δ = ,54 dan bukan merupakan keseluruhan gugus, dapat dibandingkan area obyek penelitian merupakan area yang ditandai dalam citra gugus bintang terbuka M67 lain yang berukuran 40 menit busur seperti tampak pada Gambar (3.3).
4 31 Gambar 3.3 Citra Gugus Bintang Terbuka M67 Berukuran 40 Menit Busur (Sumber: Terdapat 10 bintang standar dalam area penelitian yang digunakan sebagai pembanding dan koreksi ekstingsi atmosfer. Kesepuluh bintang tersebut disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.1 Data Bintang Standar dari Bruce Gary, Hereford Arizona Observatory (Sumber: brucegary.net/m67) R.A.[deg] Dec.[deg] B V 8 51' " 11 46' 42.51" ' " 11 47' 02.66" ' " 11 43' 53.07" ' " 11 45' 52.13" ' " 11 47' 18.23" ' " 11 47' 35.63" ' " 11 48' 04.94" ' " 11 48' 17.76"
5 ' " 11 48' 51.65" ' " 11 48' 42.56" Instrumen Pengolahan Data Instrumen pengolahan data yang digunakan berupa perangkat lunak bernama ImageJ. Penggunaan perangkat lunak ImageJ pada penelitian ini sebatas pada pengukuran intensitas sumber. ImageJ merupakan perangkat lunak open source atau perangkat lunak yang dapat diunduh dan dipakai secara gratis, pengoprasiannya memerlukan Java. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh National Institute of Health, Amerika Serikat. ImageJ didesain sebagai alat pemrosesan dan pengolahan citra ilmiah. Penggunaannya sangat fleksibel dengan ribuan plugin dan macros yang dapat di install guna pekerjaan beragam. Gambar 3.4 Tampilan Standar ImageJ dengan Plugin Astronomi Untuk Pekerjaan Fotometri Penggunaan perangkat lunak ImageJ untuk pekerjaan fotometri membutuhkan plugin bernama Astronomy yang berisi pengaturan pekerjaan fotometri, multi aperture photometry dan opsi lainnya. Dengan menggunakan tools multi aperture photometry, pengukuran intensitas bintang anggota gugus dapat diperoleh secara cepat. Data keluaran setelah pengukuran
6 33 intensitas diantara lain intensitas sumber, intensitas langit (background), koordinat dalam piksel, right acsension dan deklinasi Magnitudo Magnitudo Instrumen Menggunakan bantuan perangkat lunak ImageJ, multiple aperture photometry dapat dilakukan sehingga intensitas tiap bintang anggota gugus dapat terukur. Kemudian dengan menggunakan persamaan (2.2) magnitudo instrumen dari tiap bintang anggota gugus bintang terbuka M67 dapat ditentukan. Koreksi ekstingsi atmosfer perlu dilakukan pada nilai magnitudo instrumen dikarenakan pengaruhnya yang membuat berkurangnya intensitas radiasi sumber akibat partikel dalam atmosfer bumi. Dampak ekstingsi ini berupa penyerapan dan penyebaran cahaya. Koefisien ekstingsi atmosfer yang terukur merupakan hasil perbandingan nilai antara magnutudo instrumen dengan magnitudo standar. Dengan rajah magnitudo standar versus magnitudo instrumen, besar nilai koefisien untuk masing-masing pita dapat diperoleh. Nilai magnitudo standar haruslah lebih kecil dibandingkan dengan magnitudo instrumen dikarenakan dalam sistem magnitudo obyek yang lebih cerah memiliki nilai lebih kecil, pada kasus ini setelah koefisien ekstingsi dihilangkan maka obyek akan terlihat lebih cerah Magnitudo Baku Bintang standar katalog diperlukan agar pengamat yang berbeda dapat saling membandingkan hasil satu sama lain. Perbandingan hasil pengamatan diperlukan atas dasar bahwa tiap observasi akan memiliki respon yang berbeda, bintang yang sama tidak akan memiliki nilai kecerlangan yang sama dengan pengaturan instrumen yang berbeda. Perbedaan hasil dapat diakibatkan dari perbedaan ukuran dan kondisi teleskop, alat optik, panjang gelombang dan kualitas filter yang
7 34 digunakan. Untuk menghilangkan faktor tersebut, sistem bintang standar katalog dapat digunakan untuk mengkalibrasi data hasil observasi terhadap kecerlangan bintang standar. Koefisien transformasi adalah: M = m 0 + t(colour) + z (4.1) Dimana t merupakan koefisien transformasi dan z adalah zero point. Persamaan 4.1 dapat ditransformasikan menjadi persamaan untuk mendapatkan nilai magnitudo baku untuk tiap bintang. Sehingga persamaan transformasinya adalah: V = Vobs + C 1 (B V) + C 2 (4.2) (B V) = C 3 (B V)obs + C 4 (4.3) Dimana V dan (B-V) merupakan magnitudo baku yang akan dicari, Vobs dan (B-V)obs telah diketahui sebelumnya dari magnitudo instrumen terkoreksi koefisien ekstingsi atmosfer. Lalu C 1, C 2, C 3 dan C 4 merupakan nilai yang perlu dicari. Karena warna dan magnitudo bintang standar katalog telah diketahui, maka dengan rajah grafik V std V obs versus (B V) std dan rajah grafik (B V) std versus (B V) obs nilai nilai C 1, C 2, C 3 dan C 4 dapat diketahui. Kemudian dengan menggunakan persamaan (4.2) dan (4.3) maka nilai magnitudo baku untuk tiap bintang dapat diketahui. Dengan diketahuinya seluruh nilai magnitudo baku untuk tiap bintang, maka diagram HR yang dibangun berdasarkan magnitudo baku dapat dibangun Penentuan Usia, Pemerahan dan Jarak Gugus Bintang Terbuka M67 Usia, pemerahan dan jarak gugus bintang dapat diperkirakan dengan mencocokkan data hasil observasi dengan model isochrone. Dalam evolusi bintang, isochrone merupakan kurva pada diagram HR yang menggambarkan populasi bintang berusia sama. Isochrone dapat digunakan untuk mengetahui usia gugus bintang dikarenakan anggota gugus memiliki usia yang hampir sama.
8 35 Initial mass function (IMF) merupakan fungsi empirik yang mendeskripsikan distribusi massa awal populasi bintang. IMF memberikan probabilitas fungsi distribusi massa ketika bintang memasuki periode deret utama (memulai proses reaksi fusi). Jika IMF dari gugus bintang diketahui, isochrone dapat dibangun menggunakan bintang-bintang pada populasi awal. Kurva isochrone dapat di rajah bersamaan dengan HR diagram yang dibangun berdasarkan data observasi untuk dilihat berapa besar kecocokkan antara keduanya. Apabila kurva isochrone dan HR diagram magnitudo observasi tercocokkan dengan baik, maka asumsi usia isochrone dapat diprediksi mirip dengan usia gugus. Perbandingan beberapa usia isochrone dengan HR diagram perlu dilakukan dengan masksud mendapatkan hasil yang lebih presisi. Besar pergeseran isochrone sumbu X menggambarkan nilai ekses warna E(B-V) atau pemerahan dan besar pergeseran sumbu Y merupakan besar nilai modulus jarak m-m. Koefisien ekstingsi materi antarbintang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.10). Nilai-nilai tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung jarak gugus menggunakan persamaan (2.9).
9 36 4. Prosedur Penelitian Keseluruhan prosedur pengolahan data diberikan dalam Gambar 3.5 berikut: Studi Literatur Mengunduh Program Pengolah Data ImageJ Mendapatkan Chart Pembanding Bintang Standar dalam Gugus Bintang Terbuka M67 Pengolahan Data Dengan Menggunakan Metode Apperture Photometry Pengukuran Besar Ekstingsi Atmosfer Koreksi Magnitudo Instrumen Dengan Koefisien Ekstingsi Atmosfer Transformasi Magnitudo ke Sistem Magnitudo Baku RajahGrafik Magnitudo V vs Indeks Warna B-V (H-R Diagram) Penentuan Usia Gugus Bintang Berdasarkan Pembelokan Deret Utama Pada Diagram H-R (Fitting Isochrone) Penentuan Besar Nilai Pemerahan dan Absorpsi Materi Antar Bintang Penentuan Jarak Ke Gugus Bintang M67 Menggunakan Modulus Jarak
10 37 Gambar 3.5 Diagram Alur Penelitian
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Fajar Ramadhan 1, Rhorom Priyatikanto 2, Judhistira Aria Utama 1 1 Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber:
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sejak masa lampau bintang-bintang telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia. Banyak kebudayaan masa lampau yang menjadikan bintang-bintang sebagai patokan dalam kegiatan
Lebih terperinciFOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 1, April 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Fajar Ramadhan 1, Rhorom Priyatikanto 2, Judhistira Aria Utama 3 1,3Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gugus bintang (stellar cluster) adalah suatu kelompok bintang yang berada di bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama yang menjadi
Lebih terperinciFOTOMETRI PLEIADES MENGGUNAKAN KAMERA DSLR
FOTOMETRI PLEIADES MENGGUNAKAN KAMERA DSLR Iman Firmansyah 1,*), Rhorom Priyatikanto 2, Judhistira Aria Utama 1 1 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1 Praproses Citra Praproses dan reduksi citra dilakukan dengan bantuan perangkat lunak IRAF. Praproses citra dimulai dengan pengecekan awal pada kualitas data secara
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah
27 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah metode observasi dengan cara melakukan pengambilan data bintang ganda visual yang
Lebih terperinciFOTOMETRI OBJEK LANGIT
FOTOMETRI OBJEK LANGIT Kecerahan Cahaya Bintang: * Semu (apparent) * Mutlak (absolute) * Bolometrik Warna Bintang Kompetensi Dasar: Memahami konsep dasar astrofisika Judhistira Aria Utama, M.Si. Lab. Bumi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ekspos fakto (expost facto research) yaitu jenis penelitian yang meneliti hubungan sebab-akibat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Fotometri dalam astronomi pertama kali diperkenalkan berdasarkan sensitivitas mata. Dengan mengandalkan kepekaan mata maka manusia mengukur dan membandingkan kecerlangan cahaya
Lebih terperinciBab V MetodeFunctional Statistics Algorithm (FSA) dalam Sintesis Populasi
31 Bab V MetodeFunctional Statistics Algorithm (FSA) dalam Sintesis Populasi V.1 Mengenal Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) adalah sebuah metode
Lebih terperinciIde Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar
PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu
Lebih terperinciSIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah
PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu
Lebih terperinciKEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS
Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Tes Seleksi Olimpiade Astronomi
Lebih terperinciBAB IV UJI AKURASI AWAL WAKTU SHALAT SHUBUH DENGAN SKY QUALITY METER. 4.1 Hisab Awal Waktu Shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter : Analisis
63 BAB IV UJI AKURASI AWAL WAKTU SHALAT SHUBUH DENGAN SKY QUALITY METER 4.1 Hisab Awal Waktu Shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter : Analisis dan Interpretasi Data Pengamatan kecerlangan langit menggunakan
Lebih terperinciPENGUKURAN MAGNITUDO SEMU PLANET VENUS FASE QUARTER MENGGUNAKAN SOFTWARE
PENGUKURAN MAGNITUDO SEMU PLANET VENUS FASE QUARTER MENGGUNAKAN SOFTWARE IRIS VERSI 5.59 DI LABORATORIUM ASTRONOMI UNIVERSITAS NEGERI MALANG PADA BULAN APRIL 2014 Cicik Canggih Dwi Tyonila 1, Sutrisno
Lebih terperinciGaleri Spektrum Bintang Be Sebagai Media Pembelajaran di Tingkat Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi
Galeri Spektrum Bintang Be Sebagai Media Pembelajaran di Tingkat Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi Robiatul Muztaba1,a), Aprilia1,b), Geavani Eva Ramadhania1,c), Evaria Puspitaningrum1,d), Mochamad
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: bintang variabe jenis δ Scuti beramplitudo tinggi, RS Gru, fotometri, spektroskopi.
ABSTRAK Bintang variabel jenis δ Scuti adalah bintang variabel berdenyut dengan kelas spektrum A0 F5 III V dengan amplitudo 0,003-0,9 magnitudo dan periode 0,01 0,2 hari. Umumnya δ Scuti memiliki amplitudo
Lebih terperinciHUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA
Bab III HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Pengamatan menunjukkan bahwa beberapa Gamma-Ray Burst terjadi bersamaan dengan supernova keruntuhan-pusat khususnya supernova tipe Ib/c. Mengingat energi
Lebih terperinciBab II Dasar Teori Evolusi Bintang
5 Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang II.1 Mengenal Diagram Hertzprung-Russel (HR) Ejnar Hertzprung pada tahun 1911 mem-plot sebuah diagram yang menghubungkan antara magnitudo relatif bintang-bintang dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata telanjang adalah sebagian di antara mereka bukan bintang tunggal. Jika dilihat dengan jeli
Lebih terperinciKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE ANALISIS DATA Waktu: 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH
Lebih terperinciKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Analisis Data Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS
Lebih terperinciKATA KUNCI : MAGNITUDO, BINTANG CIRIUS, IRIS. I. PENDAHULUAN. ANNISA PERMATASARI 1, SUTRISNO 2, BURHAN INDRIAWAN 3 1
KATA KUNCI : AGNITUDO, BINTANG CIRIUS, IRIS. I. PENDAHULUAN. ANNISA PERATASARI 1, SUTRISNO, BURHAN INDRIAWAN 3 1 PENENTUAN AGNITUDO UTLAK BINTANG CIRIUS DENGAN ENGGUNAKAN TELESKOP CELESTRON 000 DI LABORATORIU
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id
Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id MODEL BINTANG GANDA GERHANA ES LIBRAE DARI PENGAMATAN FOTOMETRI CCD (ES LIBRAE ECLIPSING BINARY MODEL FROM CCD PHOTOMETRIC OBSERVATION)
Lebih terperinciKEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2012 Waktu 180 menit Nama Provinsi Tanggal Lahir.........
Lebih terperinciBAB III PENGAMATAN FOTOMETRI CCD
BAB III PENGAMATAN FOTOMETRI CCD Salah satu proyek yang bertujuan untuk mencari obyek-obyek langit sinyal yang lemah adalah proyek survey The Sloan Digital Sky Survey (SDSS). Proyek ini adalah sebuah proyek
Lebih terperinciKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 014 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL
Lebih terperinciDATA DIGITAL BENDA LANGIT
DATA DIGITAL BENDA LANGIT Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB KOMPETENSI DASAR XII.3.8 Memahami efek fotolistrik dan sinar X dalam kehidupan sehari-hari XII.3.9 Memahami transmisi dan penyimpanan data dalam
Lebih terperinciKEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional 2010 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori (Pilihan Berganda) Tanggal
Lebih terperinciUJI IN-SITU KAMERA CCD ST-237 ADVANCE DAN KINERJA ASTRONOMI SISTEM FOTOMETRI BVR JOHNSON
UJI IN-SITU KAMERA CCD ST-237 ADVANCE DAN KINERJA ASTRONOMI SISTEM FOTOMETRI BVR JOHNSON Oleh: Lina Aviyanti dan Judhistira Aria Utama Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
Lebih terperinciKONSEP BEST TIME DALAM OBSERVASI HILAL MENURUT MODEL VISIBILITAS KASTNER
KONSEP BEST TIME DALAM OBSERVASI HILAL MENURUT MODEL VISIBILITAS KASTNER Judhistira Aria Utama Laboratorium Bumi dan Antariksa, Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciJAWABAN DAN PEMBAHASAN
JAWABAN DAN PEMBAHASAN 1. Dalam perjalanan menuju Bulan seorang astronot mengamati diameter Bulan yang besarnya 3.500 kilometer dalam cakupan sudut 6 0. Berapakah jarak Bulan saat itu? A. 23.392 km B.
Lebih terperinciBintang Ganda DND-2006
Bintang Ganda Bintang ganda (double stars) adalah dua buah bintang yang terikat satu sama lain oleh gaya tarik gravitasi antar kedua bintang tersebut. Apabila sistem bintang ini lebih dari dua, maka disebut
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi observasi monitoring, yaitu dengan melakukan pengamatan dalam interval waktu tertentu dengan mengukur
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Observatorium Bosscha merupakan salah satu peninggalan pemerintahan kolonial Belanda, yang dibangun pada tahun 1923-1928. Pada tahun 1959, Observatorium Bosscha telah
Lebih terperinciDraft Marking Scheme. (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 2013)
Draft arking Scheme (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 013) A. C No A B C D E 1 X X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 10 X 11 X 1 X 13 X 14 X 15 X 16 X 17 X 18 19 X 0 X 1 X X 3 X 4 X 5 X Berdasarkan dokumen Petunjuk
Lebih terperinciSOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 TINGKAT PROVINSI
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 TINGKAT PROVINSI BIDANG ASTRONOMI Waktu : 210 Menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL
Lebih terperinciSOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 Bidang Astronomi Waktu : 150 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Lebih terperinciθ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7
Soal & Kunci Jawaban 1. [HLM] Diketahui diameter pupil mata adalah 5 mm. Dengan menggunakan kriteria Rayleigh, (a) hitunglah limit resolusi sudut mata manusia pada panjang gelombang 550 nm, (b) hitunglah
Lebih terperinciDEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional
Lebih terperinciCahaya sebagai bentuk informasi dari langit Teleskop sebagai kolektor cahaya
CAHAYA & TELESKOP Cahaya sebagai bentuk informasi dari langit Teleskop sebagai kolektor cahaya Kompetensi Dasar: Memahami konsep cahaya sebagai bentuk informasi dari langit dan mengembangkan kemampuan
Lebih terperinciPROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014
PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 NAMA PROVINSI TANGGAL LAHIR ASAL SEKOLAH KABUPATEN/ KOTA TANDA TANGAN 1. Dilihat dari Bumi, bintang-bintang tampak
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
19 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Dalam mengidentifikasi semburan radio Matahari (solar
Lebih terperinciBab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000
Bab IV Spektroskopi Pengamatan spektroskopi variabel delta Scuti biasanya dimaksudkan untuk mendeteksi komponen non-radial dari pulsasi. Hal ini membutuhkan resolusi kisi yang tinggi demi dapat mendeteksi
Lebih terperinciLuminositas Matahari menyatakan jumlah energi total yang dipancarkan Matahari per satuan waktu.
OLIMPIADE ASTRONOMI Tingkat Provinsi - 2014 Copyright (c) 2014 Ridlo W. Wibowo (ridlo.w.wibowo@gmail.com) Sulistiyowati (sulis.astro08@gmail.com) Solusi ini dibuat tanpa jaminan kesesuaian dengan solusi
Lebih terperinciBab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya
Bab 2 Metode Pendeteksian Planet Luar-surya Mendeteksi sebuah planet di bintang lain sangat sulit. Cahaya bintang terlalu terang sehingga kalaupun terdapat planet di bintang tersebut, kontras cahaya antara
Lebih terperinciSistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang
Fotometri Bintang Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang dalam 6 kelompok, Bintang paling terang tergolong
Lebih terperinciKEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori Tanggal : 14 September 2011 Soal
Lebih terperinciSUMBER Z DAN SUMBER ATOLL
Bab IV SUMBER Z DAN SUMBER ATOLL Pengamatan obyek-obyek LMXB yang terus menerus dilakukan mengantarkan kita pada klasifikasi baru berdasarkan analisis diagram dua warna sinar-x, diantaranya sumber Z dan
Lebih terperinciCALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 Bidang Astronomi Waktu : 150 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT
Lebih terperinciOleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB
Oleh : Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB Kompetensi Dasar XI.3.10 Menganalisis gejala dan ciri-ciri gelombang secara umum XII.3.1 Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahaya dalam teknologi
Lebih terperinciPopulasi Bintang. Ferry M. Simatupang
Ferry's Astronomy Page Populasi Bintang Ferry M. Simatupang Populasi bintang adalah kelompok bintang-bintang dalam skala galaktik, yang memiliki kesamaan usia, lokasi, kinematik, dan komposisi kimia (terutama
Lebih terperinciRiwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros
Riwayat Bintang Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros International Astronomical Union - Comm. 46 Escola Secundária de Loulé, Portugal Universidad Tecnológica Nacional, Argentina
Lebih terperinciFOTOMETRI BINT N ANG
FOTOMETRI BINTANG Fotometri Bintang Keadaan fisis bintang dapat ditelaah baik dari spektrumnya maupun dari kuat cahayanya. Pengukuran kuat cahaya bintang ini disebut juga fotometri bintang. Terang Bintang
Lebih terperinciPENGENALAN ASTROFISIKA
PENGENALAN ASTROFISIKA Hukum Pancaran Untuk memahami sifat pancaran suatu benda kita hipotesakan suatu pemancar sempurna yang disebut benda hitam (black body) Pada keadaan kesetimbangan termal, temperatur
Lebih terperinciFOTOMETRI STANDAR SISTEM MAGNITUDO BARU LUPTITUDO RETNO PUJIJAYANTI NIM :
FOTOMETRI STANDAR SISTEM MAGNITUDO BARU LUPTITUDO TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat kelulusan Strata-1 Departemen Astronomi Institut Teknologi Bandung Oleh RETNO PUJIJAYANTI NIM : 10302002 Program Studi
Lebih terperinci2015 PENGARUH FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI TERHADAP KECERAHAN LANGIT MALAM TERKAIT VISIBILITAS OBJEK LANGIT
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matahari merupakan benda langit yang dinamis, hasil pengamatan Matahari sejak ratusan tahun yang lalu telah diketahui memperlihatkan beberapa aktivitas Matahari.
Lebih terperinciRonde Teori. Soal. Page 1 of 8
Page 1 of 8 Soal (T1) Benar atau Salah Tentukan apakah pernyataan berikut Benar atau Salah. Pada Lembar Jawab, beri tanda pada pilihan yang tepat (TRUE / FALSE). Tidak perlu uraian jawaban untuk pertanyaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerhana adalah peristiwa tertutupnya sinar Matahari oleh Bumi/Bulan sehingga mengakibatkan kegelapan selama beberapa saat di Bumi. Diantara dua jenis gerhana yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penelitian mengenai kecerahan langit adalah suatu studi yang penting dalam menjaga tata kehidupan manusia, dan memelihara ekosistem yang hidup di malam
Lebih terperinciPEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda
PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda 1. Tinggi bintang dari bidang ekuator disebut a. altitude b. latitude c. longitude d. deklinasi e. azimut 2. Titik pertama Aries, didefinisikan
Lebih terperinciRonde Analisis Data. P (φ) = P 0 + P t cos φ dengan P t = 2πP 0r cp B
Halaman 1 dari 6 (D1) Binary Pulsar Dalam pencarian sistematis selama beberapa dekade, astronom telah menemukan sejumlah besar milisecond pulsar (periode rotasi < 10 ms). Sebagian besar pulsar ini ditemukan
Lebih terperinciTATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )
TATA KOORDINAT BENDA LANGIT Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah (4201412051) 2. Winda Yulia Sari (4201412094) 3. Yoga Pratama (42014120) 1 bintang-bintang nampak beredar dilangit karena bumi berotasi. Jika
Lebih terperinciSELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIRJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN
Lebih terperinciindahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit
Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Pilihan Berganda, 20 Soal 1. Jika jarak rata-rata planet Mars adalah 1,52 SA dari Matahari, maka periode orbit planet Mars mengelilingi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus mempergunakan data semburan radio Matahari tipe II yang
Lebih terperinciKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Teori Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS TAHUN 2014
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 o LU hingga 11 o LS dan 95 o hingga 141 o BT sehingga Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis. Selain itu, Indonesia juga terletak
Lebih terperinciBab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA)
37 Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) VI.1 Probabilitas Integral (Integral Kumulatif) Ketika menganalisis distribusi probabilitas,
Lebih terperinciDEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2006 Bidang : ASTRONOMI Materi : TEORI: Essay Tanggal : 6 September
Lebih terperinciSYARAT BATAS DALAM PEMROGRAMAN
Bab IV SYARAT BATAS DALAM PEMROGRAMAN Sintesis populasi pada tesis ini dilakukan dengan menggunakan parameterparameter yang telah didefinisikan sebelumnya. Pemodelan evolusi bintang dan sintesis populasi
Lebih terperinciBab 3. Teleskop Bamberg
Bab 3 Teleskop Bamberg 3. 1 Teleskop Refraktor Teleskop optik berfungsi mengumpulkan dan memfokuskan cahaya dari bagian spektrum cahaya tampak elektromagnetik agar dapat langsung melihat gambar yang diperbesar.
Lebih terperinciMODUL PRAKTIKUM Perkuliahan Astrofisika (FI567)
MODUL PRAKTIKUM Perkuliahan Astrofisika (FI567) Disusun oleh: Judhistira Aria Utama, M.Si. Laboratorium Bumi dan Antariksa Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciindahbersamakimia.blogspot.com
Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2007 Materi Uji : Astronomi Waktu : 150 menit Tidak diperkenankan menggunakan alat hitung (kalkultor). Di bagian akhir soal diberikan daftar konstanta yang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskripsi analitik dari data gempa yang diperoleh. Pada awalnya data gempa yang akan digunakan berasal dari katalog
Lebih terperinciMAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO
MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB 14 420 040 TEKNIK ELEKTRO ILUMINASI (PENCAHAYAAN) Iluminasi disebut juga model refleksi atau model pencahayaan. Illuminasi menjelaskan tentang interaksi
Lebih terperinciMedan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB
Medan Magnet Benda Angkasa Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar XII.3.4 Menganalisis induksi magnet dan gaya magnetik pada berbagai produk teknologi XII.4.4 Melaksanakan pengamatan induksi
Lebih terperinciSOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI
SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN
Lebih terperinciPenulis : Hizbullah Abdul Aziz Jabbar. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.
Penulis : Hizbullah Abdul Aziz Jabbar Copyright 2013 pelatihan-osn.com Cetakan I : Oktober 2012 Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.com Kompleks Sawangan Permai Blok A5 No.12 A Sawangan, Depok, Jawa Barat
Lebih terperinciRelasi Empirik Diameter Asteroid Dengan Fenomena Tsunami Dan Gempa
Relasi Empirik Diameter Asteroid Dengan Fenomena Tsunami Dan Gempa TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Institut Teknologi Bandung oleh: Dhany Dewantara
Lebih terperinciRANCANG BANGUN ROBOT PENGIKUT GARIS (LINE FOLLOWER) MENGGUNAKAN SENSOR INFRA MERAH (PHOTODIODE)
RANCANG BANGUN ROBOT PENGIKUT GARIS (LINE FOLLOWER) MENGGUNAKAN SENSOR INFRA MERAH (PHOTODIODE) REYNOLD F. ROBOT ABSTRAK Robot Pengikut Garis merupakan suatu bentuk robot bergerak otonom yang mempunyai
Lebih terperinciJurusan Teknik Fisika FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2)
IDENTIFIKASI SPEKTRUM INTRINSIK BINTANG TUNGGAL DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI SEBARAN GARIS DSS-7 (Deep Space Spectrograph) DI OBSERVATORIUM BOSSCHA ITB Andreas Liudi Mulyo 1), Dr. Hakim L. Malasan 2), Dr.
Lebih terperinciJl. Ganesha No. 10 Bandung Farady B. Ardhi, Hakim L. Malasan 1, Sekartedjo 2. Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya 60111
Perancangan perangkat penyalur cahaya dari teleskop ke spektrograf kompak (BCS) menggunakan serat optik : Kasus refraktor ganda Zeiss 60 cm dan reflektor cassegrain GOTO 45 cm Farady B. Ardhi, Hakim L.
Lebih terperinciSpektrofotometri uv & vis
LOGO Spektrofotometri uv & vis Fauzan Zein M., M.Si., Apt. Spektrum cahaya tampak Spektrum cahaya tampak INSTRUMEN Diagram instrumen Spektrofotometer uv-vis 1. Prisma MONOKROMATOR 2. Kisi MONOKROMATOR
Lebih terperinciGambar 1.1 Grafik Produksi Minyak Bumi Indonesia Tahun dan Prediksi Untuk Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi energi skala besar berakibat menurunnya ketersediaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan gas alam. Bahan bakar fosil merupakan energi non-konveksional
Lebih terperinciCOMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA
Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi utama perubahan kondisi lingkungan antariksa. Matahari terus-menerus meradiasikan kalor, radiasi elektromagnetik pada seluruh panjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur geologi Dasar Laut
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian ex-postfacto yang merupakan penelitian dimana variabel-variabel bebas telah terjadi ketika peneliti
Lebih terperinciSatuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB
Satuan Besaran dalam Astronomi Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar X.3.1 Memahami hakikat fisika dan prinsipprinsip pengukuran (ketepatan, ketelitian dan aturan angka penting) X.4.1 Menyajikan
Lebih terperinciGambar 17. Tampilan Web Field Server
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari mungkin tidak pernah ada kehidupan di muka Bumi ini. Matahari adalah sebuah bintang yang merupakan
Lebih terperinciKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE TEORI Waktu: 210 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerangan buatan di malam hari sudah menjadi kebutuhan manusia modern yang sangat penting dan hal ini sudah berkembang sejak akhir abad ke- 19. Sudah tak terhitung
Lebih terperinciGosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian.
BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Daerah Penelitian Daerah penelitian adalah Pulau Semak Daun (Gambar 2.1) yang terletak di utara Jakarta dalam gugusan Kepulauan Seribu. Pulau Semak Daun adalah pulau yang memiliki
Lebih terperinciBAB 1V ANALISIS PENGARUH ATMOSFER TERHADAP VISIBILITAS HILAL DAN KLIMATOLOGI OBSERVATORIUM BOSSCHA DAN AS-SALAM
BAB 1V ANALISIS PENGARUH ATMOSFER TERHADAP VISIBILITAS HILAL DAN KLIMATOLOGI OBSERVATORIUM BOSSCHA DAN AS-SALAM A. Atmosfer yang Mempengaruhi Terhadap Visibilitas Hilal Sebelum sampai ke permukaan bumi,
Lebih terperinciPERANCANGAN PENGUKUR MAGNITUDO DAN ARAH GEMPA MENGGUNAKAN SENSOR ACCELEROMETER ADXL330 MELALUI TELEMETRI
Jurnal Sistem Komputer Unikom Komputika Volume 1, No.2-2012 PERANCANGAN PENGUKUR MAGNITUDO DAN ARAH GEMPA MENGGUNAKAN SENSOR ACCELEROMETER ADXL330 MELALUI TELEMETRI Hidayat 1, Usep Mohamad Ishaq 2, Andi
Lebih terperinci