Bab IV Simulasi dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Simulasi dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab IV Simulasi dan Pembahasan IV.1 Gambaran Umum Simulasi Untuk menganalisis program pemodelan network flow analysis yang telah dirancang maka perlu dilakukan simulasi program tersebut. Dalam penelitian ini, dibuat 2 macam skenario simulasi, yaitu jaringan pipa yang sederhana dengan 9 node dan 12 link (Model I) dan jaringan pipa yang relatif lebih kompleks dengan 33 node dan 40 link (Model II). Simulasi yang dilakukan terdiri dari simulasi Algoritma Genetika sebagai solver, simulasi metode Newton, dan simulasi kombinasi Algortima Genetika-metode Newton. Simulasi Algoritma Genetika sebagai solver dilakukan dengan pertimbangan bahwa ada kemungkinan metode ini dapat berdiri sendiri untuk menyelesaikan masalah pencarian akar dalam pemodelan sistem distribusi air. Pada simulasi metode Newton dilakukan simulasi tambahan untuk membuktikan bahwa nilai tebakan awal berperan penting dalam proses iterasi metode Newton. Simulasi tambahan yang dilakukan adalah dengan memvariasikan nilai tebakan awal. Dalam penelitian ini, variasi tebakan awal ditentukan berdasarkan pertimbangan kemudahan pemograman dan kemungkinan terjadinya kondisi divergen. Kemudahan pemograman yang dimaksud adalah berkaitan dengan kemudahan memasukkan data dalam program. Berdasarkan hal tersebut, variasi tebakan awal yang diambil adalah: 1. Bilangan acak antara 0 sampai 1 2. Bilangan acak dengan nilai sama, misalnya 0 3. Bilangan acak lain yang memungkinkan terjadinya kondisi divergen Dalam simulasi Algoritma Genetika-metode Newton, nilai tebakan awal diperoleh dari perhitungan Algoritma Genetika. Hasil keluaran dari Algoritma Genetika selanjutnya digunakan oleh metode Newton untuk memulai proses iterasinya. 65

2 Jadi, dalam simulasi ini metode Algoritma Genetika tidak lagi berperan sebagai solver melainkan sebagai preprocessor metode Newton. Setiap hasil simulasi akan divalidasi untuk menguji model matematis yang dibangun, yaitu dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dari simulasi dengan hasil perhitungan menggunakan software EPANET 2.0. Software tersebut merupakan suatu software open source, dikembangkan oleh United State Environmental Protection Agency (U.S.EPA), yang umum digunakan dalam bidang Teknik Lingkungan untuk menganalisis suatu jaringan pipa distribusi air. IV.2 Simulasi Model I Simulasi Model I merupakan simulasi jaringan pipa sederhana yang terdiri dari 9 node dan 12 link (pipa). Gambar IV.1 memperlihatkan sebuah sistem jaringan pipa distribusi air yang mengalirkan air dari node A kepada 8 node lainnya. Gambar IV.1 Skema Jaringan Pipa Model I (9 node dan 12 link) Sumber: Giles,

3 Masalah yang ingin diselesaikan dalam analisis jaringan adalah menentukan distribusi tekanan pada tiap node, kecuali node nomor 1 dan nilai debit harus diberikan pada node nomor 1 sehingga sistem berada dalam keadaan kesetimbangan. Data untuk tiap segmen pipa, seperti panjang, diameter, dan koefisien kekasaran pipa, tekanan di node nomor 1, serta debit yang harus dialirkan oleh 8 node lainnya, dapat dilihat pada Tabel IV.1. Tabel IV.1 Data Masukan Simulasi Model I Node ID Flow (m3/s) Node Elevasi (m) Tekanan (N/m 2 ) Link ID Dari Ke Link Panjang pipa (m) Diameter (m) B 0 59? 3 B C C ? 4 C D F 0 43? 5 D E E ? 6 E F D ? 8 B E G ? 9 G F H ? 10 E H I ? 11 H G A? D I I H A F A B Koef C IV.2.1 Simulasi Model I dengan Algoritma Genetika Sebagai Solver Dalam simulasi ini, permasalahan mencari akar untuk model matematis sistem distribusi air diubah menjadi suatu bentuk permasalahan optimasi (minimasi). Selain data jaringan pipa di atas, data masukan lain yang merupakan parameter Algoritma Genetika perlu diberikan seperti tertera pada Tabel IV.2. Tabel IV.2 Data Parameter Algoritma Genetika untuk Simulasi Model I Parameter Nilai Algoritma Genetika N Generation (Jumlah Generasi) 500 N Population (Jumlah Populasi) 10 Crossover Rate 0.9 Mutation Rate 0.01 N bit Coding (Panjang Kromosom) 16 Initial Population Pressure Range (N/m2) Demand Range (m3/s) ( 1) 1 67

4 Parameter Algoritma Genetika yang digunakan dalam simulasi Model I ini yaitu: a. N-Generation, yang menyatakan maksimum generasi yang terbentuk, yaitu sebanyak 500 generasi. b. N-Population, yang menyatakan banyaknya populasi dalam tiap generasi, yaitu sebanyak 10 populasi. c. Crossover Rate, menyatakan probabilitas persilangan yang terjadi dalam generasi, yaitu sebesar d. Mutation Rate, menyatakan probabilitas mutasi yang terjadi dalam generasi, yaitu sebesar e. N-bit Coding, menyatakan panjang kromosom yang menunjukkan ketelitian yang diperoleh. Nilai panjang kromosom yang diambil adalah sebesar 16 bit. Dalam metode Algoritma Genetika, proses perhitungan bekerja dalam sekumpulan titik. Oleh karena itu, dibutuhkan masukan data berupa rentang nilai dari peubah yang akan dicari, yaitu rentang nilai pressure (N/m 2 ) dan rentang nilai demand (m 3 /s). Berdasarkan data Model I, maka rentang nilai populasi awal yang diambil adalah untuk pressure range (N/m 2 ) dan -1 1 untuk demand range (m 3 /s). Hasil simulasi program Algoritma Genetika dengan menggunakan Model I dapat dilihat pada Gambar IV.2 Gambar IV.2 Simulasi Model I dengan Algoritma Genetika sebagai Solver 68

5 Dalam penyelesaian menggunakan Algorima Genetika ini akan diperoleh solusi yang beragam. Maksudnya, setiap dilakukan optimasi menggunakan Algoritma Genetika hasil dan nilai fitness yang diperoleh bisa berbeda-beda. Hasil yang beragam ini diperoleh karena Algoritma Genetika bekerja secara random dan berdasarkan probabilitas. Dari hasil simulasi dengan parameter Algoritma Genetika di atas diperoleh nilai fitness function sebesar Proses simulasi ini berhenti pada generasi ke 389, dari maksimum generasinya sebesar 500. Penghentian iterasi ini dikarenakan kriteria penghentian telah tercapainya 90% keseragaman string dari populasi yang dihasilkan. Untuk memperoleh individu dengan fitness yang lebih baik dapat dilakukan penambahan jumlah populasi dan jumlah generasi. Dari percobaan simulasi yang lain ternyata dihasilkan bahwa dengan menambah jumlah populasi dan generasi akan memperlambat proses iterasi, walaupun probabilitas dihasilkan individu yang lebih baik semakin besar. Pada penelitian ini, permasalahan menentukan akar persamaan dari sistem persamaan tak linier, merupakan model matematis sistem distribusi air yang dibangun, diubah menjadi bentuk masalah meminimumkan fungsi F(x): Fitness function : F ( x) = norm ( f ( x) ) f (x) dengan f ( x 2 ) f ( x 2 ) f ( x 2 = = + ) +... f ( x ) Sehingga didekat akar f (x) = 0 diharapkan nilai fitness akan dekat dengan nol. Berdasarkan hal tersebut, nilai fitness dari hasil simulasi di atas relatif masih kurang memuaskan jika metode Algoritma Genetika diharapkan menjadi solver dalam menyelesaikan model matematis sistem distribusi air. Nilai fitness yang semakin kecil mendekati angka 0 akan menghasilkan solusi yang semakin dekat dengan solusi eksaknya. n Hasil penentuan nilai distribusi tekanan dan debit pada setiap pipa pada simulasi Model I dengan menggunakan Algoritma Genetika selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai-nilai parameter hidrolika lainnya, seperti pressure head dan head total pada tiap node; dan kecepatan aliran serta headloss pada masing-masing pipa. Hasil perhitungan tersebut kemudian divalidasi dengan cara membandingkan hasil simulasi dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan menggunakan 69

6 software EPANET 2.0. Untuk memudahkan validasi, parameter yang dipakai dalam validasi program tersebut adalah nilai head total dan debit pada node yang tidak diketahui. Hasil analisis jaringan pipa Model I menggunakan Algoritma Genetika dan hasil analisis jaringan pipa Model I menggunakan EPANET 2.0 dapat dilihat pada Lampiran B. Sedangkan, validasi hasil simulasi metode Algoritma Genetika dengan benchmark EPANET 2.0 tertera pada Tabel IV.3. Tabel IV.3 Perbandingan Hasil Simulasi Model I Menggunakan EPANET 2.0 dan Algoritma Genetika Variabel Node EPANET 2.0 Head (m) Algoritma Genetika Head (m) % beda H B B H C C H D D H E E H F F H G G H H H H I I Variabel Node Demand (LPS) Demand (m 3 /s) Flow (m 3 /s) % beda Q A A Dari perbandingan hasil simulasi menggunakan EPANET 2.0 dan Algoritma Genetika ternyata untuk skema jaringan pipa sederhana, seperti pada Model I memberikan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini dikarenakan persentase perbedaan antara hasil Algoritma Genetika dengan benchmark-nya yaitu EPANET 2.0 relatif cukup besar. Dari hasil simulasi lain dengan meningkatkan jumlah generasi dan populasi masih diperoleh hasil yang kurang memuaskan, dimana nilai fitness-nya masih kurang dekat nol. IV.2.2 Simulasi Model I dengan Metode Newton Metode Newton merupakan metode numerik yang sangat baik untuk menyelesaikan atau mencari akar-akar suatu sistem persamaan tak linear. Metode ini memiliki tingkat kekonvergenan yang kuadratis. Namun, memiliki kelemahan dalam hal tebakan awal. Tebakan awal yang buruk ataupun jauh dari akar 70

7 persamaannya dapat menyebabkan tidak diperolehnya akar persamaan yang dicari (divergen). Untuk itu, pada penelitian ini dilakukan simulasi analisis jaringan menggunakan metode Newton dengan memvariasikan nilai tebakan awal. Variasi tebakan awal yang digunakan dalam simulasi ini adalah: 1. Bilangan acak antara 0 sampai 1 2. Bilangan acak dengan nilai sama, misalnya 0 3. Bilangan acak lain yang memungkinkan terjadinya kondisi divergen Bilangan acak yang digunakan dalam simulasi Model I menggunakan metode Newton terdapat pada Tabel IV.4. Tabel IV.4 Data Masukan Tebakan Awal Simulasi Model I Variabel Tebakan Awal 1 rand(9,1) Tebakan Awal 2 zeros(9,1) Tebakan Awal 3 P B P C P D P E P F P G P H P I Q A Data nilai tebakan awal yang dimasukkan dalam program harus dalam bentuk matriks. Hal ini dikarenakan model matematis yang dibangun juga berbentuk matriks. Dengan memasukkan syntax rand(9,1) pada kolom initial guess maka akan diperoleh suatu matriks 9 x 1 (matriks dengan 9 baris dan 1 kolom) yang berisi suatu bilangan acak antara 0 sampai 1. Sedangkan dengan syntax zeros(9,1) maka akan diperoleh suatu matriks 9 x 1 yang berisi bilangan 0. Untuk variasi terakhir agar, cara memasukkan nilai tebakan awal adalah dengan menuliskan [ ; ; ; ; ; ; ; ; 0.5]. Berbeda dengan Algoritma Genetika, iterasi dengan menggunakan metode Newton tidak bekerja menggunakan probabilitas maupun random method. Oleh karena itu, dengan tebakan awal yang baik maka hasil yang diperoleh akan selalu sama walaupun simulasinya dilakukan berulang-ulang. Yang membedakan hanya 71

8 jumlah iterasi yang dicapai ketika menggunakan nilai tebakan awal yang sedikit berbeda. Pada metode Newton ini, kriteria penghentiannya adalah maksimum error sebesar 10-7 dan maksimum iterasinya 100 iterasi. Proses simulasi ketiga variasi tebakan awal di atas terlihat pada Gambar IV.3, IV.4, dan IV.5. Gambar IV.3 Simulasi Model I Menggunakan Metode Newton dengan Tebakan Awal Bilangan Acak 0 sampai 1 Gambar IV.4 Simulasi Model I Menggunakan Metode Newton dengan Tebakan Awal Bilangan Sama, yaitu 0 72

9 Gambar IV.5 Simulasi Model I Menggunakan Metode Newton dengan Tebakan Awal Bilangan Lain Dari gambar di atas, terlihat bahwa tebakan awal memiliki peranan yang sangat penting terhadap penyelesaian metode Newton. Pada Gambar IV.3, dengan tebakan awal berupa bilangan antara 0 sampai 1, jumlah iterasi yang dibutuhkan untuk tercapainya konvergen dengan maksimum error 10-7 adalah 17 iterasi. Sedangkan pada Gambar IV.4, dengan tebakan awal berupa bilangan 0, jumlah iterasi yang dibutuhkan adalah 18 iterasi. Namun berbeda dengan tebakan sebelumnya, pada Gambar IV.5, terlihat bahwa hasil yang diperoleh adalah divergen. Kedivergenan ini terjadi karena dihasilkan matriks Jacobi yang singular, sehingga invers dari matriks tersebut tidak dapat dihitung. Hal ini menunjukkan bahwa kelemahan metode Newton berada pada nilai tebakan awal yang harus diberikan. Selanjutnya, hasil simulasi metode Newton yang konvergen divalidasi dengan menggunakan EPANET 2.0 sebagai benchmark-nya. Hasil analisis jaringan pipa Model I menggunakan metode Newton dapat dilihat pada Lampiran B. Validasi hasil simulasi metode Newton yang konvergen dengan benchmark EPANET 2.0 tertera pada Tabel IV.5. 73

10 Variabel Tabel IV.5 Perbandingan Hasil Simulasi Model I Menggunakan EPANET 2.0 dan Metode Newton Node EPANET 2.0 Head (m) Metode Newton Head (m) % beda H B B H C C H D D H E E H F F H G G H H H H I I Variabel Node Demand (LPS) Demand (m 3 /s) Flow (m 3 /s) % beda Q A A Dari perbandingan hasil simulasi menggunakan EPANET 2.0 dan metode Newton ternyata untuk skema jaringan pipa sederhana, seperti pada Model I memberikan hasil yang sangat memuaskan. Hal ini dikarenakan persentase perbedaan antara hasil metode Newton dengan benchmark-nya yaitu EPANET 2.0 kurang dari 1%. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa metode Newton sangat powerful terlepas dari kelemahannya dalam hal tebakan awal. IV.2.3 Simulasi Model I dengan Algoritma Genetika-Metode Newton Simulasi ini dilakukan dengan maksud menggabungkan kedua metode yang samasama memiliki kelemahan dan kelebihan agar diperoleh penyelesaian yang lebih powerful. Sebagaimana diketahui bahwa metode Newton memiliki kelemahan dalam hal tebakan awalnya, sedangkan Algoritma Genetika memiliki kelemahan dalam memperoleh solusi yang sangat baik (mendekati solusi eksak) yang relatif lambat. Oleh karena itu, dengan simulasi ini metode optimasi Algoritma Genetika dimanfaatkan sebagai penentu nilai tebakan awal (preprocessor) bagi metode Newton. Untuk simulasi Algoritma Genetika, digunakan parameter yang sama dengan simulasi sebelumnya, seperti tertera pada Tabel IV.2. Hasil simulasi Algoritma Genetika sebagai preprocessor dapat dilihat pada Gambar IV.6. 74

11 Gambar IV.6 Simulasi Model I dengan Preprocessor Algoritma Genetika Pada Gambar IV.6 dapat dilihat bahwa diperoleh nilai fitness function sebesar dan proses simulasi ini berhenti pada generasi ke 386, dari maksimum generasinya sebesar 500. Hasil yang diperoleh ini merupakan kandidat solusi untuk digunakan oleh metode Newton sebagai tebakan awal untuk memulai iterasinya. Grafik proses simulasi metode Newton terlihat pada Gambar IV.7. Gambar IV.7 Simulasi Model I dengan Solver Metode Newton 75

12 Dari Gambar IV.7 dapat dilihat bahwa dengan menggunakan tebakan awal ini menyebabkan jumlah iterasi yang dibutuhkan metode Newton untuk mencapai konvergen (maksimum error 10-7 ) menjadi lebih sedikit, yaitu sebanyak 9 iterasi. Hasil analisis jaringan pipa Model I, menggunakan Algoritma Genetika - metode Newton dapat dilihat pada Tabel IV.6. Tabel IV.6 Hasil Analisis Jaringan Pipa Model I NODE RESULT: ID Dmd(m3/s) Elev(m) Press(N/m2) Press(m) Head(m) B C F E D G H I LINK RESULT: ID Start End Flow(m3/s) Velocity(m/s) Headloss(m/km) 3 B C C D D E E F B E G F E H H G D I I H F B Pada simulasi Algoritma Genetika-metode Newton ini, metode Newton tetap berperan sebagai solver sehingga untuk validasi dari hasil simulasi akan sama dengan hasil simulasi menggunakan metode Newton yang berdiri sendiri, seperti tertera pada Tabel IV.5. Dari metode Algoritma Genetika hanya diperoleh kandidat solusi yang dapat dimanfaatkan oleh metode iteratif Newton sebagai tebakan awal. Algoritma Genetika juga kurang memberikan hasil yang memuaskan jika berdiri sendiri. Selain itu, dalam proses menjalankan program, Algoritma Genetika membutuhkan 76

13 waktu yang relatif lebih lama jika dibandingkan dengan langsung menggunakan masukan tebakan awal. Namun dalam hal menghindari terjadinya kondisi divergen pada penyelesaian metode Newton, yang berarti tidak diperoleh solusi eksaknya, maka permasalahan lamanya proses tidak begitu menjadi masalah penting. Selain itu dengan menggunakan Algoritma Genetika, kekonvergenan metode Newton dalam simulasi Model I ini juga semakin cepat tercapai. Sehingga, Algoritma Genetika sebagai preprocessor metode Newton pada simulasi jaringan pipa sederhana ini memiliki peranan yang sangat penting. IV.3 Simulasi Model II Simulasi Model II merupakan simulasi jaringan pipa yang relatif lebih kompleks, terdiri dari 33 node dan 40 link. Pada kenyataannuya di lapangan, sistem distribusi air minum memiliki sistem jaringan yang jauh lebih kompleks. Untuk itu, perlu dilakukan percobaan mensimulasikan kondisi yang moderat sebelum diaplikasikan pada sistem yang sesungguhnya. Gambar IV.8 memperlihatkan sebuah sistem jaringan pipa distribusi air yang mendistribusikan air dari node nomor 1 kepada 32 node lainnya. Gambar IV.8 Skema Jaringan Pipa Model II (33 node dan 40 link) 77

14 Serupa dengan skema jaringan pada Model I, masalah yang ingin diselesaikan dalam analisis jaringan pada Model II ini adalah menentukan distribusi tekanan pada tiap node, kecuali node nomor 1 dan nilai debit harus diberikan pada node nomor 1 sehingga sistem berada dalam keadaan kesetimbangan. Dengan dihasilkannya distribusi tekanan pada tiap node maka debit pada tiap pipa dapat dihitung. Sehingga, permasalahan network flow analysis sistem jaringan pipa Model II dapat diselesaikan. Oleh karena itu, dibutuhkan data-data yang menggambarkan jaringan perpipaan yang akan dianalisis. Data untuk tiap segmen pipa, seperti panjang, diameter, dan koefisien kekasaran pipa, tekanan di node nomor 1, serta debit yang harus dialirkan oleh 32 node lainnya, dapat dilihat pada Tabel IV.7. Yang membedakan antara Model I dan Model II terletak pada tingkat kekompleksitasan atau kerumitan dari skema jaringan distribusi yang ada. Pada kondisi real, sistem distribusi air suatu kota akan memiliki jumlah node dan pipa yang relatif banyak sehingga persamaan yang dibangun akan semakin kompleks. Tabel IV.7 Data Masukan Simulasi Model II Node Link Node ID Flow (m3/s) Elevasi (m) Tekanan (N/m 2 ) Link ID Dari Ke Panjang pipa (m) Diameter (m) ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link Koef C 78

15 Node Link Node ID Flow (m3/s) Elevasi (m) Tekanan (N/m 2 ) Link ID Dari Ke Panjang pipa (m) Diameter (m) ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link ? Link Koef C Link Link Link Link Link Link IV.3.1 Simulasi Model II dengan Algoritma Genetika Sebagai Solver Dalam simulasi ini, data masukan lain yang merupakan parameter Algoritma Genetika perlu diberikan, tertera pada Tabel IV.8. Tabel IV.8. Data Parameter Algoritma Genetika untuk Simulasi Model II Parameter Nilai Algoritma Genetika N Generation (Jumlah Generasi) 100 N Population (Jumlah Populasi) 100 Crossover Rate 0.9 Mutation Rate 0.01 N bit Coding (Panjang Kromosom) 16 Initial Population Pressure Range (N/m2) Flow Range (m3/s) ( 1) 1 Berbeda dengan parameter Algoritma Genetika pada simulasi Model I, pada simulasi Model II ini jumlah populasi tiap generasi ditambah menjadi 100 populasi tiap generasi. Hal ini dikarenakan problem yang dihadapi lebih kompleks sehingga diharapkan dengan jumlah populasi yang semakin banyak, semakin baik 79

16 pula hasil yang diperoleh. Untuk parameter lainnya, diasumsikan sama dengan parameter pada simulasi Model I. Sedangkan untuk rentang nilai pressure-nya (N/m 2 ) adalah , dan untuk rentang nilai flow (m 3 /s) adalah Hasil simulasi program Algoritma Genetika dengan menggunakan Model II dapat dilihat pada Gambar IV.9 Gambar IV.9. Simulasi Model II dengan Algoritma Genetika sebagai Solver Dalam penyelesaian menggunakan Algorima Genetika ini akan juga diperoleh solusi yang beragam. Setiap dilakukan proses optimasi akan diperoleh hasil dan nilai yang berbeda-beda. Namun, dengan nilai parameter Algoritma Genetika yang ditetapkan sebelumnya, nilai rata-rata fitness function yang dihasilkan hanya mencapai 6. Berdasarkan hal tersebut, nilai fitness dari hasil simulasi di atas relatif masih kurang baik jika metode Algoritma Genetika diharapkan menjadi solver dalam menyelesaikan model matematis sistem distribusi air. Hasil analisis jaringan pipa Model II menggunakan Algoritma Genetika dan hasil analisis jaringan pipa Model II menggunakan EPANET 2.0 dapat dilihat pada Lampiran C. Sedangkan, validasi hasil simulasi metode Algoritma Genetika dengan benchmark EPANET 2.0 tertera pada Tabel IV.9. 80

17 Tabel IV.9 Perbandingan Hasil Simulasi Model II Menggunakan EPANET 2.0 dan Algoritma Genetika Variabel Node EPANET 2.0 Algoritma Genetika Pressure (psi) Pressure (lb/ft 2 ) Pressure (N/m 2 ) Pressure (lb/ft 2 ) % beda P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P Variabel Node Demand (CFS) Demand (m 3 /s) Flow (CFS) Flow (m 3 /s) % beda Q Dari perbandingan hasil simulasi menggunakan EPANET 2.0 dan Algoritma Genetika ternyata untuk skema jaringan pipa yang lebih kompleks, seperti pada 81

18 Model II memberikan hasil kurang memuaskan. Hal ini ditunjukkan dari persentase perbedaan antara hasil Algoritma Genetika dengan benchmark-nya yaitu EPANET 2.0 mencapai persentase yang sangat besar. Pada simulasi ini, parameter penting dalam Algoritma Genetika, yaitu jumlah populasi dan jumlah generasi relatif masih kecil untuk menyelesaikan suatu sistem persamaan yang terdiri dari 33 persamaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan jumlah populasi maupun generasi agar hasilnya menjadi lebih baik. Dari hasil simulasi dengan jumlah generasi maksimum 5000 dan jumlah populasi sebanyak 1000 (Lampiran C) diperoleh hasil yang lebih baik dimana nilai fitnessnya mencapai 4,6 meskipun relatif kurang baik jika dibandingkan dengan solusi eksaknya. Dengan parameter tersebut, waktu yang dibutuhkan sampai berhentinya proses Algoritma Genetika relatif sangat lama. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa metode Algoritma Genetika yang berdiri sendiri sebagai solver kurang memuaskan jika digunakan untuk menyelesaikan permasalahan network flow analysis suatu sistem perpipaan yang besar dan rumit. Selain itu, metode ini hanya memberikan kandidat solusi yang dapat dimanfaatkan oleh metode lain sehingga sistem persamaannya dapat diselesaikan. IV.3.2 Simulasi Model II dengan Metode Newton Pada simulasi Model II dengan metode Newton ini juga dilakukan simulasi dengan memvariasikan nilai tebakan awal. Serupa dengan simulasi pada Model I, variasi nilai tebakan awal pada simulasi Model II ini akan memperlihatkan peranan nilai tebakan awal dalam penyelesaian model matematis menggunakan metode Newton. Namun yang membedakan adalah tingkat kompleksitas dari skema jaringan distribusi yang disimulasikan. Variasi tebakan awal yang digunakan dalam simulasi ini juga sama dengan simulasi Model I, yaitu: 1. Bilangan acak antara 0 sampai 1 2. Bilangan acak dengan nilai sama, misalnya 0 3. Bilangan acak lain yang memungkinkan terjadinya kondisi divergen Bilangan acak yang digunakan dalam simulasi metode Newton dapat dilihat pada Tabel IV

19 Tabel IV.10. Data Masukan Tebakan Awal Metode Newton untuk Simulasi Model II Variabel Tebakan Awal 1 rand(9,1) Tebakan Awal 2 zeros(9,1) Tebakan Awal 3 P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P Q Serupa dengan simulasi Model I, data nilai tebakan awal yang dimasukkan dalam program harus dalam bentuk matriks. Namun, dikarenakan jumlah variabel yang hendak dicari adalah sebanyak 33 peubah maka matriks yang dibutuhkan adalah matriks 33 x 1 (matriks dengan 33 baris dan 1 kolom). Proses simulasi ketiga variasi di atas terlihat pada Gambar IV.10, IV.11, dan IV

20 Gambar IV.10. Simulasi Model II Menggunakan Metode Newton dengan tebakan awal bilangan acak 0 sampai 1 Gambar IV.11. Simulasi Model II Menggunakan Metode Newton dengan tebakan awal bilangan sama, yaitu 0 84

21 Gambar IV.12. Simulasi Model II Menggunakan Metode Newton dengan tebakan awal bilangan acak lain Dari gambar di atas, terlihat bahwa tebakan awal dalam simulasi model yang lebih kompleks juga memiliki peranan yang sangat penting terhadap penyelesaian metode Newton. Pada Gambar IV.10, dengan tebakan awal berupa bilangan antara 0 sampai 1, jumlah iterasi yang dibutuhkan untuk tercapainya konvergen dengan maksimum error 10-7 adalah 54 iterasi. Pada Gambar IV.11, dengan tebakan awal berupa bilangan 0, hasil yang diperoleh adalah divergen. Kedivergenan ini terjadi karena dihasilkan matriks Jacobi yang singular, sehingga invers dari matriks tersebut tidak dapat dihitung. Sedangkan pada Gambar IV.12, jumlah iterasi yang dibutuhkan untuk tercapainya konvergen dengan maksimum error 10-7 adalah 63 iterasi. Hal ini menunjukkan bahwa kelemahan metode Newton dalam simulasi sistem jaringan perpipaan yang lebih kompleks juga berada pada nilai tebakan awal yang harus diberikan. Bahkan, semakin kompleks suatu skema jaringan dapat menyebabkan kekonvergenan menjadi lebih lambat tercapai. Selanjutnya, hasil simulasi metode Newton yang konvergen divalidasi dengan menggunakan EPANET 2.0 sebagai benchmark-nya. Hasil analisis jaringan pipa Model II menggunakan metode Newton dapat dilihat pada Lampiran C. Validasi 85

22 hasil simulasi metode Newton yang konvergen dengan benchmark EPANET 2.0 tertera pada Tabel IV.11. Tabel IV.11. Perbandingan Hasil Simulasi Model II Menggunakan EPANET 2.0 dan Metode Newton Variabel Node EPANET 2.0 Metode Newton Pressure (psi) Pressure (lb/ft 2 ) Pressure (N/m 2 ) Pressure (lb/ft 2 ) % beda P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P Variabel Node Demand (CFS) Demand (m 3 /s) Flow (CFS) Flow (m 3 /s) % beda Q

23 Dari perbandingan hasil simulasi menggunakan EPANET 2.0 dan metode Newton ternyata untuk skema jaringan pipa kompleks, seperti pada Model II memberikan hasil yang sangat baik. Hal ini dikarenakan persentase perbedaan antara hasil metode Newton dengan benchmark-nya yaitu EPANET 2.0 kurang dari 1%. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa metode Newton juga sangat powerful untuk berbagai skema jaringan distribusi, baik sederhana maupun kompleks, terlepas dari kelemahannya dalam hal tebakan awal. IV.3.3 Simulasi Model II dengan Algoritma Genetika - Metode Newton Pada simulasi ini metode optimasi Algoritma Genetika dimanfaatkan sebagai penentu nilai tebakan awal (preprocessor) bagi metode Newton dalam menyelesaikan kasus skema jaringan distribusi yang kompleks. Untuk simulasi Algoritma Genetika, digunakan parameter yang sama dengan simulasi sebelumnya, seperti tertera pada Tabel IV.8. Hasil simulasi Algoritma Genetika dapat dilihat pada Gambar IV.13 Gambar IV.13. Simulasi Model II dengan Preprocessor Algoritma Genetika Pada Gambar IV.13 dapat dilihat bahwa dengan menggunakan Algoritma Genetika diperoleh kandidat solusi yang akan digunakan oleh metode Newton 87

24 untuk memulai proses iterasinya. Grafik proses simulasi metode Newton terlihat pada Gambar IV.14. Gambar IV.14. Simulasi Model II dengan Solver Metode Newton Dari Gambar IV.14 dapat dilihat bahwa dengan menggunakan tebakan awal ini menyebabkan jumlah iterasi yang dibutuhkan metode Newton untuk mencapai konvergen (maksimum error 10-7 ) relatif tidak berbeda jauh dengan simulasi metode Newton yang berdiri sendiri, yaitu sebanyak 58 iterasi. Hasil analisis jaringan pipa Model II menggunakan Algoritma Genetika - metode Newton dapat dilihat pada Tabel IV.12. Tabel IV.12 Hasil Analisis Jaringan Pipa Model II NODE RESULT: ID Dmd(m3/s) Elev(m) Press(N/m2) Press(m) Head(m)

25 NODE RESULT: ID Dmd(m3/s) Elev(m) Press(N/m2) Press(m) Head(m) LINK RESULT: ID Start End Flow(m3/s) Velocity(m/s) Headloss(m/km) Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link

26 LINK RESULT: ID Start End Flow(m3/s) Velocity(m/s) Headloss(m/km) Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Link Pada simulasi Algoritma Genetika-metode Newton ini, metode Newton tetap berperan sebagai solver sehingga untuk validasi dari hasil simulasi akan sama dengan hasil simulasi menggunakan metode Newton yang berdiri sendiri, seperti tertera pada Tabel IV.11. IV.4 Analisis Hasil Simulasi Dari kedua simulasi model yang dilakukan terdapat beberapa hal yang dapat dianalisis yaitu berkaitan dengan pemanfaatan teknik Algoritma Genetika sebagai solver dalam penyelesaian model network flow analysis sistem distribusi air, kelebihan dan kekurangan metode Newton sebagai metode penyelesaian model, pemanfaatan Algoritma Genetika sebagai preprocessor metode Newton, serta kekurangan dari program yang dibangun untuk memecahkan masalah network flow analysis sistem distribusi air pada kondisi tunak (steady state). Pada simulasi Model I, dimana skema jaringan pipa distribusi relatif lebih sederhana dibandingkan dengan Model II, pemanfaatan Algoritma Genetika sebagai solver memberikan hasil yang cukup memuaskan. Fungsi fitness yang dihasilkan dari simulasi Model I cukup dekat dengan nilai 0 yang berarti hasil yang diperoleh mendekati akar persamaan yang harus dicari. Namun, teknik 90

27 Algoritma Genetika yang merupakan metode pencarian random akan memberikan hasil yang berbeda tiap kali menjalankan program menggunakan Algoritma Genetika ini. Oleh karena itu, hasil dari Algoritma Genetika ini bukan merupakan solusi eksak dari model matematis yang ingin diselesaikan. Hasil dari Algoritma Genetika tersebut hanya merupakan kandidat solusi yang mendekati nilai solusi eksaknya. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil validasi dengan EPANET 2.0 dimana diperoleh perbedaan yang cukup signifikan. Pada simulasi Model II, pemanfaatan Algoritma Genetika sebagai solver memberikan hasil yang kurang memuaskan. Fungsi fitness yang dihasilkan dari simulasi model II cukup jauh dari nilai 0. Hal ini menunjukkan bahwa untuk sistem jaringan distribusi air yang besar, Algoritma Genetika tidak dapat digunakan sebagai solver model sistem distribusi air. Berbeda dengan sistem jaringan distribusi yang kecil, metode ini dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan model matematis sistem distribusi air. Selain itu, dengan pengaturan parameter Algoritma Genetika dalam menjalankan simulasi menggunakan metode ini memungkinkan dihasilkan fungsi fitness yang semakin mendekati nol walaupun akan menambah waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan programnya. Dengan memanfaatkan teknologi komputer, simulasi analisis jaringan menggunakan metode numerik Newton memberikan hasil yang sangat baik. Metode ini memiliki tingkat konvergensi kuadratis, sehingga proses iterasinya relatif lebih cepat dibandingkan dengan metode numerik yang lain. Metode Newton ini juga applicable dalam semua kondisi sistem jaringan, baik sistem kecil maupun besar. Hasil validasi menggunakan software EPANET 2.0 terhadap hasil simulasi pada Model I dan II menunjukkan bahwa penyelesaian menggunakan metode Newton sangat powerful dalam memecahkan permasalahan sistem persamaan tak linear. Terlepas dari kemampuannya menyelesaikan sistem persamaan tak linear, metode Newton ternyata memiliki kelemahan dalam hal penentuan tebakan awal. Hal ini 91

28 juga terjadi dalam pemodelan network flow analysis sistem distribusi air sebagaimana dibuktikan pada simulasi Model I menggunakan tebakan awal bilangan acak dan simulasi Model II menggunakan tebakan awal bilangan nol (0). Pada kedua simulasi tersebut diperoleh matriks jacobi yang singular sehingga invers dari matriks tersebut tidak dapat dicari, yang artinya tidak diperoleh penyelesaian dari model sistem yang dibangun. Berkaitan dengan penyusunan program yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak (user friendly) maka proses memasukkan/meng-input nilai tebakan awal secara manual tampaknya tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini akan menyebabkan program yang dibuat menjadi tidak efektif dan efisien. Permasalahan memasukkan data ini akan semakin merepotkan jika sistem jaringan pipa distribusi yang akan disimulasikan merupakan suatu sistem yang besar, dimana terdapat banyak node dan pipa, yang berarti peubah yang akan dicari semakin banyak pula. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dapat dimanfaatkan metode optimasi Algoritma Genetika sebagai preprocessor metode Newton. Dengan menggabungkan kedua metode ini diharapkan kendala yang dihadapi metode Newton dapat terselesaikan dan program yang dihasilkan akan lebih user friendly. Dalam proses menjalankan program, proses Algoritma Genetika memang membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, jika dibandingkan dengan langsung menggunakan masukan tebakan awal. Namun dalam hal menghindari terjadinya kondisi divergen pada penyelesaian metode Newton, yang berarti tidak diperoleh solusi eksaknya, maka permasalahan lamanya proses tidak begitu menjadi masalah penting. Selain itu dengan menggunakan Algoritma Genetika, kekonvergenan metode Newton ini juga memungkinkan untuk semakin cepat tercapai. Sehingga, Algoritma Genetika sebagai preprocessor metode Newton pada simulasi jaringan pipa memiliki peranan yang sangat penting. Kelebihan dari Algoritma Genetika yaitu merupakan metode yang robust dan relatif sederhana. Selain bekerja dengan sekumpulan titik, metode ini juga tidak 92

29 membutuhkan turunan dari fungsi yang akan dicari. Namun, metode ini memiliki kelemahan yaitu lambat dalam memperoleh solusi yang terbaik. Hal ini semakin terlihat pada simulasi untuk sistem jaringan pipa distribusi yang besar. Jadi, pemanfaatan Algoritma Genetika sebagai preprocessor metode Newton merupakan suatu ide untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing metode tersebut. Program untuk simulasi network flow analysis yang dibuat dalam penelitian ini masih memiliki sangat banyak kekurangan. Penggunaan bahasa Matlab juga menjadi salah satu faktor kelemahan dari program ini. Selain itu, keterbatasan model sistem yang dibangun juga temasuk kedalam kekurangan dari program ini. Pada program ini, tidak menampilkan visualisasi dari sistem jaringan pipa yang akan disimulasi. Program ini juga hanya dibatasi untuk kondisi tunak, hanya memperhitungkan headloss mayor, serta persamaan headloss yang dipakai hanya persamaan Hazen-Williams. Walaupun demikian, program ini masih sangat mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut dengan menambahkan tools lain yang dapat bermanfaat bagi pemodelan sistem distribusi air. 93

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Umum Agar penelitian ini dapat dilakukan secara terstruktur dan sistematis, maka penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Identifikasi masalah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Air adalah karunia Allah SWT yang secara alami ada di seluruh muka bumi. Makhluk hidup, termasuk manusia sangat tergantung terhadap air. Untuk kelangsungan hidupnya,

Lebih terperinci

PEMODELAN NETWORK FLOW ANALYSIS SISTEM DISTRIBUSI AIR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA - METODE NEWTON TESIS

PEMODELAN NETWORK FLOW ANALYSIS SISTEM DISTRIBUSI AIR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA - METODE NEWTON TESIS No. Urut: 409/S2-TL/TPAL/2008 PEMODELAN NETWORK FLOW ANALYSIS SISTEM DISTRIBUSI AIR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA - METODE NEWTON TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

Pemodelan untuk Penghitungan Headloss Jaringan Pipa Distribusi Air Studi Kasus: Jaringan Distribusi Air PDAM Kota Bandung.

Pemodelan untuk Penghitungan Headloss Jaringan Pipa Distribusi Air Studi Kasus: Jaringan Distribusi Air PDAM Kota Bandung. Pemodelan untuk Penghitungan Headloss Jaringan Pipa Distribusi Air Studi Kasus: Jaringan Distribusi Air PDAM Kota Bandung Kuntjoro A. Sidarto 1,5, Rieske Hadianti 1,5, Leksono Mucharam 2,5, Amoranto risnobudi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Manusia membutuhkan air dalam kuantitas dan kualitas tertentu dalam melakukan aktivitas dan menopang kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Perkuliahan Penjadwalan memiliki pengertian durasi dari waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian untuk melakukan aktivitas kerja[10]. Penjadwalan juga

Lebih terperinci

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag.

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. 12/11/2009 1 Ditemukan oleh Holland pada tahun 1975. Didasari oleh fenomena evolusi darwin. 4 kondisi yg mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jaringan pipa air terdiri dari pipa-pipa yang saling terhubung yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jaringan pipa air terdiri dari pipa-pipa yang saling terhubung yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Jaringan pipa air terdiri dari pipa-pipa yang saling terhubung yang memungkinkan terjadinya aliran air dalam keadaan tunak dari satu atau lebih titik suplai kepada satu atau

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK Usulan Skripsi S-1 Jurusan Matematika Diajukan oleh 1. Novandry Widyastuti M0105013 2. Astika Ratnawati M0105025 3. Rahma Nur Cahyani

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10:

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10: BAB III PERANCANGAN Pada bagian perancangan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana mencari solusi pada persoalan pencarian rute terpendek dari n buah node dengan menggunakan algoritma genetika (AG). Dari

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan BAB III PEMBAHASAN Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour pada pendistribusian roti di CV. Jogja Transport. 3.1 Model Matetematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Clustering adalah proses di dalam mencari dan mengelompokkan data yang memiliki kemiripan karakteristik (similarity) antara satu data dengan data yang lain. Clustering

Lebih terperinci

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM III.1. Analisa Masalah Perkembangan game dari skala kecil maupun besar sangat bervariasi yang dapat dimainkan oleh siapa saja tanpa memandang umur, dari anak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta tidak merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah. penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas.

ABSTRAK. Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah. penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas. ABSTRAK Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas. Pada skripsi ini, metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan job shop scheduling

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum diagram alir algoritma genetika dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1. pada Algoritma genetik memberikan suatu pilihan bagi penentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Umum Optimasi Optimasi merupakan suatu cara untuk menghasilkan suatu bentuk struktur yang aman dalam segi perencanaan dan menghasilkan struktur yang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian

BAB III PEMBAHASAN. menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian BAB III PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai pembentukan portofolio optimum menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD)

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENENTUKAN TEKANAN DAN LAJU ALIR PADA JARINGAN PIPA GAS YANG KOMPLEK

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENENTUKAN TEKANAN DAN LAJU ALIR PADA JARINGAN PIPA GAS YANG KOMPLEK PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENENTUKAN TEKANAN DAN LAJU ALIR PADA JARINGAN PIPA GAS YANG KOMPLEK Lala Septem Riza 1,3, Kuntjoro Adji Sidarto 2, 3, Mubassiran 3 1 Program Studi Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN...1 DAFTAR ISI PERNYATAAN... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN...x BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 265 274. ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Abdul Azis, Bayu Prihandono, Ilhamsyah INTISARI Optimasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tujuan Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tujuan Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi Cobb-Douglas dengan galat aditif merupakan salah satu fungsi produksi yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan antara hasil produksi dan faktor-faktor produksi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan algoritma pencarian heuristik ysng didasarkan atas mekanisme seleksi alami dan genetika alami (Suyanto, 2014). Adapun konsep dasar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma 13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Dalam matematika dan komputasi, algoritma merupakan kumpulan perintah untuk menyelesaikan suatu masalah. Perintah-perintah ini dapat diterjemahkan secara bertahap

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika Algoritma Genetika Pendahuluan Struktur Umum Komponen Utama Seleksi Rekombinasi Mutasi Algoritma Genetika Sederhana Referensi Sri Kusumadewi bab 9 Luger & Subblefield bab 12.8 Algoritma Genetika 1/35 Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzifikasi pada pendekatan LBP meliputi transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy, berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule. Dalam

Lebih terperinci

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS Hafid Hazaki 1, Joko Lianto Buliali 2, Anny Yuniarti 2

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGERJAAN

BAB III METODOLOGI PENGERJAAN BAB III METODOLOGI PENGERJAAN Tugas akhir ini merupakan pengembangan dari tugas akhir dari Rahmat Satria Dewangga yang berjudul Pemodelan Jaringan dan Sistem Distribusi Air Minum pada Pipa Primer dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 27 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Terkait Penelitian terkait yang menggunakan algoritma genetika untuk menemukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan penjadwalan kuliah telah banyak dilakukan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v viii x xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial Muhammad Abdy* 1, Maya Sari Wahyuni* 2, Nur Ilmi* 3 1,2,3 Jurusan Matematika, Universitas Negeri Makassar e-mail: * 1 m.abdy@unm.ac.id,

Lebih terperinci

V. MENENTUKAN NILAI MINIMUM DARI SEBUAH FUNGSI OBJEKTIVE DGN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (GA)

V. MENENTUKAN NILAI MINIMUM DARI SEBUAH FUNGSI OBJEKTIVE DGN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (GA) V. MENENTUKAN NILAI MINIMUM DARI SEBUAH FUNGSI OBJEKTIVE DGN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (GA) 5.1 Pendahuluan Algoritma genetika baru-baru ini telah menjadi subjek yang sangat menarik dan relatif berkembang

Lebih terperinci

Rancang Bangun Aplikasi Prediksi Jumlah Penumpang Kereta Api Menggunakan Algoritma Genetika

Rancang Bangun Aplikasi Prediksi Jumlah Penumpang Kereta Api Menggunakan Algoritma Genetika 1 Rancang Bangun Aplikasi Prediksi Jumlah Penumpang Kereta Api Menggunakan Algoritma Genetika Annisti Nurul Fajriyah Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam matematika ada beberapa persamaan yang dipelajari, diantaranya adalah persamaan polinomial tingkat tinggi, persamaan sinusioda, persamaan eksponensial atau persamaan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE PANGKAT DALAM MENGAPROKSIMASI NILAI EIGEN KOMPLEKS PADA MATRIKS

APLIKASI METODE PANGKAT DALAM MENGAPROKSIMASI NILAI EIGEN KOMPLEKS PADA MATRIKS Jurnal UJMC, Volume, Nomor, Hal 36-40 pissn : 460-3333 eissn : 579-907X APLIKASI METODE PANGKAT DALAM MENGAPROKSIMASI NILAI EIGEN KOMPLEKS PADA MATRIKS Novita Eka Chandra dan Wiwin Kusniati Universitas

Lebih terperinci

A. ADHA. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Islam Riau, Pekanbaru, Indonesia Corresponding author:

A. ADHA. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Islam Riau, Pekanbaru, Indonesia Corresponding author: Institut Teknologi Padang, 27 Juli 217 ISBN: 978-62-757-6-7 http://eproceeding.itp.ac.id/index.php/spi217 Optimasi Bentuk Struktur dan Penampang pada Struktur Rangka Baja Terhadap Kendala Kehandalan Material

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Valuta Asing Valuta asing dapat diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam hukum ekonomi bila terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah aktivitas kuliah dan batasan mata kuliah ke dalam slot ruang dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah aktivitas kuliah dan batasan mata kuliah ke dalam slot ruang dan waktu 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penjadwalan merupakan kegiatan administrasi utama di berbagai institusi. Masalah penjadwalan merupakan masalah penugasan sejumlah kegiatan dalam periode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN AKAR PERSAMAAN SEBUAH FUNGSI

ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN AKAR PERSAMAAN SEBUAH FUNGSI ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN AKAR PERSAMAAN SEBUAH FUNGSI Akhmad Yusuf dan Oni Soesanto Program Studi Matematika Universitas Lambung Mangkurat Jl. Jend. A. Yani km 35, 8 Banjarbaru ABSTRAK Algoritma

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic BAB II KAJIAN TEORI Kajian teori pada bab ini membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic programming dan algoritma genetika.

Lebih terperinci

Metode Numerik Newton

Metode Numerik Newton 1. March 1, 2016 1. 1. 1. Berbeda dengan Metode numerik Golden Rasio dan Fibonacci yang tidak memerlukan f (x), metode numerik Newton memerlukan turunan dari fungsi f (x) tersebut. 1. Berbeda dengan Metode

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Leonard Tambunan AMIK Mitra Gama Jl. Kayangan No. 99, Duri-Riau e-mail : leo.itcom@gmail.com Abstrak Pada saat ini proses penjadwalan kuliah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Dalam matematika dan komputasi, algoritma merupakan kumpulan perintah untuk menyelesaikan suatu masalah. Perintah-perintah ini dapat diterjemahkan secara bertahap

Lebih terperinci

OPTIMISASI PENEMPATAN TURBIN ANGIN DI AREA LAHAN ANGIN

OPTIMISASI PENEMPATAN TURBIN ANGIN DI AREA LAHAN ANGIN OPTIMISASI PENEMPATAN TURBIN ANGIN DI AREA LAHAN ANGIN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Azimatul Khulaifah 2209 105 040 Bidang Studi Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Dosen Pembimbing : Dosen

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR KUADRAT DENGAN METODE BAIRSTOW

PENENTUAN FAKTOR KUADRAT DENGAN METODE BAIRSTOW PENENTUAN FAKTOR KUADRAT DENGAN METODE BAIRSTOW Susilo Nugroho (M0105068) 1. Latar Belakang Masalah Polinomial real berderajat n 0 adalah fungsi yang mempunyai bentuk p n (x) = n a i x i = a 0 x 0 + a

Lebih terperinci

KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA

KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA LAPORAN TUGAS BESAR ARTIFICIAL INTELLEGENCE KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA Disusun Oleh : Bayu Kusumo Hapsoro (113050220) Barkah Nur Anita (113050228) Radityo Basith (113050252) Ilmi Hayyu

Lebih terperinci

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM DEFINISI ALGEN adalah algoritma yang memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal dengan evolusi Dalam evolusi, individu terus menerus mengalami perubahan gen untuk

Lebih terperinci

BAB III MODEL DAN TEKNIK PEMECAHAN

BAB III MODEL DAN TEKNIK PEMECAHAN BAB III MODEL DAN TEKNIK PEMECAHAN III.1. Diskripsi Sistem Sistem pendistribusian produk dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan permasalahan vehicle routing problem (VRP). Berikut ini adalah gambar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode pencarian yang disesuaikan dengan proses genetika dari organisme-organisme biologi yang berdasarkan pada teori evolusi

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA. Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning

ALGORITMA GENETIKA. Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning Disusun oleh: Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, PENS ITS Surabaya 2003 Algoritma

Lebih terperinci

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN Studi Pustaka Pembentukan Data

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN  Studi Pustaka Pembentukan Data Gambar 4 Proses Swap Mutation. 8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Proses evaluasi solusi ini akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom sampai terpenuhi kriteria

Lebih terperinci

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1

METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1. Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1 METODE NUMERIK 3SKS-TEKNIK INFORMATIKA-S1 Mohamad Sidiq PERTEMUAN-1 KONTRAK KULIAH METODE NUMERIK TEKNIK INFORMATIKA S1 3 SKS Mohamad Sidiq MATERI PERKULIAHAN SEBELUM-UTS Pengantar Metode Numerik Sistem

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Pengantar 2. Struktur Algoritma Genetika 3. Studi Kasus: Maksimasi Fungsi Sederhana 4. Studi

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTSI

PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTSI Materi Kuliah PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTSI --- PEMILIHAN RUTE PERJALANAN --- PENDAHULUAN Setiap pelaku perjalanan mencoba mencari rute terbaik yang meminimumkan biaya perjalanannya. Dari beberapa

Lebih terperinci

Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika

Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika Vol. 14, No. 1, 19-27, Juli 2017 Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika Jusmawati Massalesse dan Muh. Ali Imran Abstrak Tulisan ini

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peringkasan Teks Peringkasan teks adalah proses pemampatan teks sumber ke dalam versi lebih pendek namun tetap mempertahankan informasi yang terkandung didalamnya (Barzilay & Elhadad

Lebih terperinci

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing Wayan Firdaus Mahmudy, (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

BAB III ALGORITMA MEMETIKA DALAM MEMPREDIKSI KURS VALUTA ASING. Untuk memberikan penjelasan mengenai prediksi valuta asing

BAB III ALGORITMA MEMETIKA DALAM MEMPREDIKSI KURS VALUTA ASING. Untuk memberikan penjelasan mengenai prediksi valuta asing BAB III ALGORITMA MEMETIKA DALAM MEMPREDIKSI KURS VALUTA ASING Untuk memberikan penjelasan mengenai prediksi valuta asing menggunakan algoritma memetika, akan diberikan contoh sebagai berikut. Contoh Misalkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika

Lebih terperinci

PEMILIHAN RUTE PERJALANAN

PEMILIHAN RUTE PERJALANAN Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke 9 dan 10 PEMILIHAN RUTE PERJALANAN Mata Kuliah: Pengantar Perencanaan Transportasi Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 111 BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Aplikasi otomatisasi penjadwalan yang dibuat merupakan aplikasi desktop. Dalam pengoperasiannya, dibutuhkan perangkat keras dan piranti lunak dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION Samuel Lukas 1, Toni Anwar 1, Willi Yuliani 2 1) Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB

MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB Syafiul Muzid 1, Sri Kusumadewi 2 1 Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Komputer, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta e-mail: aakzid@yahoo.com 2 Jurusan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017.

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam bab ini diasumsikan sebagai data perkiraan harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. Dengan demikian dapat disusun model Fuzzy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai pedoman perawatan adalah sebuah panduan sebagaimana

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai pedoman perawatan adalah sebuah panduan sebagaimana BAB II LANDASAN TEORI 2. Konsep Perawatan Pesawat Fokker F27 Buku Pedoman Perawatan yang diberikan oleh pabrik yang akan digunakan sebagai pedoman perawatan adalah sebuah panduan sebagaimana layaknya sebuah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Bagus Priambodo Program Studi Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana e- mail : bagus.priambodo@mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Vol. 7, 2, 108-117, Januari 2011 Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Jusmawati Massalesse Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan proses

Lebih terperinci

TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA. Oleh Dian Sari Reski 1, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT

TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA. Oleh Dian Sari Reski 1, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA Oleh Dian Sari Reski, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT Scheduling problem is one type of allocating resources problem that exist to

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP)

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) Rezki Susan Ardyati dan Dida D. Damayanti Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR ISI iv. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xii. DAFTAR NOTASI... xiii

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR ISI iv. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xii. DAFTAR NOTASI... xiii ABSTRAK Suplai air bersih di Kota Tebing Tinggi dilayani oleh PDAM Tirta Bulian. Namun penambahan jumlah konsumen yang tidak diikuti dengan peningkatan kapasitas jaringan, penyediaan dan pelayanan air

Lebih terperinci

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Kun Siwi Trilestari [1], Ade Andri Hendriadi [2] Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Singaperbanga Karawang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Metode Langsung Metode Langsung Eliminasi Gauss (EGAUSS) Metode Eliminasi Gauss Dekomposisi LU (DECOLU),

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Metode Langsung Metode Langsung Eliminasi Gauss (EGAUSS) Metode Eliminasi Gauss Dekomposisi LU (DECOLU), PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa.

Lebih terperinci

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Wayan Firdaus Mahmudy (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak.

Lebih terperinci

Perbandingan Algoritma Exhaustive, Algoritma Genetika Dan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Untuk Pencarian Rute Terpendek

Perbandingan Algoritma Exhaustive, Algoritma Genetika Dan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Untuk Pencarian Rute Terpendek Perbandingan Algoritma Exhaustive, Algoritma Genetika Dan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Untuk Pencarian Rute Terpendek Rudy Adipranata 1, Felicia Soedjianto 2, Wahyudi Tjondro Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai model matematika pada pendistribusian raskin di Kota Yogyakarta, penyelesaian model matematika tersebut menggunakan algoritma genetika serta perbandingan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung dimulai pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung dimulai pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung dimulai pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan

Lebih terperinci

BAB 4 PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR

BAB 4 PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR BAB 4 PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR A. Latar Belakang Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS. Saparua. Kep. Tenggara. Gambar 4.1 Wilayah studi

BAB IV STUDI KASUS. Saparua. Kep. Tenggara. Gambar 4.1 Wilayah studi BAB IV STUDI KASUS 4.1 DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN Wilayah kajian merupakan wilayah kepulauan yang berlokasi di propinsi Maluku. Pusat kegiatan akan diwakili oleh masing-masing pelabuhan di wilayah tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan tugas akhir ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian penjadwalan, algoritma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analitik, misalnya persamaan berikut sin x 7. = 0, akan tetapi dapat

BAB I PENDAHULUAN. analitik, misalnya persamaan berikut sin x 7. = 0, akan tetapi dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem persamaan dapat dipandang F(x) = 0 [5], merupakan kumpulan dari beberapa persamaan nonlinear dengan fungsi tujuannya saja atau bersama fungsi kendala berbentuk

Lebih terperinci

Manual Penggunaan Algoritma Evolusi Diferensial untuk Mengoptimasikan Rute Kendaraan Akhmad Hidayatno Armand Omar Moeis Komarudin Aziiz Sutrisno

Manual Penggunaan Algoritma Evolusi Diferensial untuk Mengoptimasikan Rute Kendaraan Akhmad Hidayatno Armand Omar Moeis Komarudin Aziiz Sutrisno Manual Penggunaan Algoritma Evolusi Diferensial untuk Mengoptimasikan Rute Kendaraan Akhmad Hidayatno Armand Omar Moeis Komarudin Aziiz Sutrisno Laboratorium Rekayasa, Simulasi dan Pemodelan Sistem Departemen

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning

ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya PENS-ITS Surabaya 2003 Algoritma Genetika Algoritma

Lebih terperinci

Lingkup Metode Optimasi

Lingkup Metode Optimasi Algoritma Genetika Lingkup Metode Optimasi Analitik Linier Non Linier Single Variabel Multi Variabel Dgn Kendala Tanpa Kendala Numerik Fibonacci Evolusi Complex Combinasi Intelijen/ Evolusi Fuzzy Logic

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK DISTRIBUSI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

3.2.3 Resiko, Keuntungan dan Kerugian Forex Metode Prediksi dalam Forex MetaTrader 4 sebagai Platform Trading dalam Forex...

3.2.3 Resiko, Keuntungan dan Kerugian Forex Metode Prediksi dalam Forex MetaTrader 4 sebagai Platform Trading dalam Forex... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR PERSAMAAN... xv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Pada saat sekarang ini, setiap perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam persaingan dengan perusahaan lainnya, harus bisa membuat semua lini proses bisnis perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM 3.1 Analisis Permasalahan TSP merupakan suatu masalah klasik yang telah ada sejak tahun 1800-an, sejauh ini telah cukup banyak metode yang diciptakan untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN PANGAN HARIAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

RANCANG BANGUN SISTEM PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN PANGAN HARIAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA ABSTRAKSI RANCANG BANGUN SISTEM PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN PANGAN HARIAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Tedy Rismawan, Sri Kusumadewi Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

METODE NUMERIK SOLUSI PERSAMAAN NON LINEAR

METODE NUMERIK SOLUSI PERSAMAAN NON LINEAR METODE NUMERIK SOLUSI PERSAMAAN NON LINEAR Metode Biseksi Ide awal metode ini adalah metode table, dimana area dibagi menjadi N bagian. Hanya saja metode biseksi ini membagi range menjadi 2 bagian, dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manfaatnya meliputi segala aspek kehidupan manusia. agar tujuan tercapai merupakan hal yang penting dalam masalah penjadwalan.

BAB 1 PENDAHULUAN. manfaatnya meliputi segala aspek kehidupan manusia. agar tujuan tercapai merupakan hal yang penting dalam masalah penjadwalan. 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer yang pesat saat ini memberikan banyak kemudahan dalam penyelesaian masalah dan pencapaian hasil kerja yang memuaskan bagi kehidupan

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Mohamad Subchan STMIK Muhammadiyah Banten e-mail: moh.subhan@gmail.com ABSTRAK: Permasalahan pencarian rute terpendek dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN METODE NUMERIK

PENDAHULUAN METODE NUMERIK PENDAHULUAN METODE NUMERIK TATA TERTIB KULIAH 1. Bobot Kuliah 3 SKS 2. Keterlambatan masuk kuliah maksimal 30 menit dari jam masuk kuliah 3. Selama kuliah tertib dan taat aturan 4. Dilarang makan dan minum

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA EXHAUSTIVE, ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN HOPFIELD UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK

PERBANDINGAN ALGORITMA EXHAUSTIVE, ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN HOPFIELD UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK PERBANDINGAN ALGORITMA EXHAUSTIVE, ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN HOPFIELD UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK Rudy Adipranata 1) Felicia Soedjianto 2) Wahyudi Tjondro Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Sistem Distribusi Air Bersih. Kategori kegiatan perencanaan untuk system distribusi air bersih/minum menurut Martin,D., (2004) ada dua kategori yaitu: 1. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. untuk membahas bab berikutnya. Dasar teori yang akan dibahas pada bab ini

BAB II KAJIAN TEORI. untuk membahas bab berikutnya. Dasar teori yang akan dibahas pada bab ini BAB II KAJIAN TEORI Pembahasan pada bagian ini akan menjadi dasar teori yang akan digunakan untuk membahas bab berikutnya. Dasar teori yang akan dibahas pada bab ini adalah optimisasi, fungsi, pemrograman

Lebih terperinci

BAB III PENJADWALAN KULIAH DI DEPARTEMEN MATEMATIKA DENGAN ALGORITMA MEMETIKA. Penjadwalan kuliah di departemen Matematika UI melibatkan

BAB III PENJADWALAN KULIAH DI DEPARTEMEN MATEMATIKA DENGAN ALGORITMA MEMETIKA. Penjadwalan kuliah di departemen Matematika UI melibatkan BAB III PENJADWALAN KULIAH DI DEPARTEMEN MATEMATIKA DENGAN ALGORITMA MEMETIKA Penjadwalan kuliah di departemen Matematika UI melibatkan beberapa komponen yakni ruang kuliah, dosen serta mahasiswa. Seorang

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL PENGUJIAN BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL PENGUJIAN Pada Bab IV ini, implementasi dari metode AM dan GRASP untuk menyelesaikan PFSP dibahas pada Subbab 4.1. Pengujian dilakukan dengan melakukan percobaan terhadap

Lebih terperinci