HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 38 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan I: Pengaruh pemberian kombinasi minyak ikan dan vitamin E berbeda dalam pakan untuk memperbaiki kualitas telur, dan larva, serta kinerja reproduksi Penambahan kombinasi dosis minyak ikan (MI) dan vitamin E (VE) pada performans reproduksi hasil pengamatan I, yang terdiri dari indeks gonad somatik, diameter telur, fekunditas, jumlah induk yang memijah, derajat tetas telur, dan ketahanan hidup larva disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai rataan indeks gonad somatik, diameter telur, fekunditas, jumlah induk yang memijah, derajat tetas telur, dan ketahanan hidup larva ikan nila (Oreochromis niloticus) Perlakuan (MI. g/kg;ve. mg/kg) Indeks Gonad Somatik (%) Diameter Telur (mm) Fekunditas Jumlah Induk Memijah Derajat Tetas Telur (%) Ketahanan Hidup Larva (Hari) A (1;5) 2.4±.33 ef 1.62±.43 a 343.±13.51 l 14.±.71 bc 7.±3.46 j 5.±.22 f B (1;1) 2.42±.32 de 1.6±.4 a 385.±7.42 k 1.8±.84 e 74.4±1.67 hi 5.1±.27 f C (1;15) 2.31±.27 ef 1.66±.4 a 39.±4.6 j 1.2±.45 e 78.2±3.3 gh 5.±.19 f D (1;2) 1.61±.47 g 1.53±.43 a 352.±6.4 l 1.4±.55 e 82.±3.81 efgh 5.2±.12 f E (2;5) 1.93±.58 ef 1.67±.39 a 366.2±3.51 kl 11.4±.89 cde 83.±4.3 g 5.4±.16 ef F (2;1) 2.47±.23 cde 1.72±.39 a 433.2±3.66 hi 11.4±.55 cde 82.±3.39 g 5.32±.24 f G (2;15) 1.91±.68 fg 1.69±.42 a 387.±16.55 jk 12.8±2.17 bcde 84.±3.81 g 5.6±.19 de H (2;2) 1.91±.65 f 1.72±.39 a 492. ± 9.87 d 12.±2. cde 86.±3.81 bcde 5.8±.19 d I (3;5) 3.17±.25 a 1.79±.41 a 453.6±18.53 g 14.±3.67 bcd 88.±2.24 bc 6.1±.16 d J (3;1) 3.7±.24 a 1.74±.4 a 5.±13.3 cd 16.4±1.52 a 89.±1.58 b 6.2±.39 cd K (3;15 ) 3.25±.3 a 1.91±.41 a 6.2 ± 7.66 a 17.2±1.3 ab 95.±2.35 a 6.8±.1 a L (3;2) 3.4±.26 ab 1.77±.22 a 56.4±25. b 15.6±1.34 ab 9.±3.54 b 6.6±.16 ab M (4;5) 2.58±.29 bc 1.79±.37 a 45.±22.64 g 12.4±2.7 cde 84.±3.39 defg 6.3±.32 bc N (4;1) 2.54±.26 bcde 1.72±.34 a 48.±11.92 def 14.±3.54 bcd 82.±3.16 efg 6.5±.27 b O (4;15) 2.21±.37 ef 1.68±.42 a 475.6± 6.8 defg 11.2±2.5 cde 86.±2.24 bcd 6.±.22 d P (4;2) 2.57±.29 bcd 1.69±.37 a 488.2±12.54 de 12.4±2.7 cde 84.±3.39 cdef 5.9±.32 d Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf superskript yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>.5).

2 39 Perkembangan Gonad Hasil pengamatan nilai indeks gonad somatik secara keseluruhan berkisar antara % (Gambar 5). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi minyak ikan (MI) dan vitamin E (VE) dalam pakan mempengaruhi nilai indeks gonad somatik (P<.5) (Lampiran 14). Nilai indeks gonad somatik tertinggi diperoleh ikan yang diberi pakan kombinasi perlakuan K (MI. 3 g/kg; VE. 15 mg/kg), yaitu sebesar (3.25%), diikuti oleh kombinasi perlakuan J (MI.3 g/kg; VE. 1 mg/kg) sebesar (3.7%), dan kombinasi perlakuan L (MI. 3 g/kg; VE. 2 mg/kg) sebesar (3.4%). 4 Indeks gonad somatik (%) Pengamatan hari ke- A B C D E F G H I J K L M N O P Keterangan: : A (MI. 1; VE. 5), B (MI. 1; VE. 1), C (MI. 1; VE. 15), D (MI. 1; VE. 2) E (MI. 2; VE. 5), F (MI. 2; VE. 1), G (MI. 2; VE. 15), H (MI. 2; VE. 2) I (MI. 3; VE. 5), J (MI. 3; VE. 1), K (MI. 3; VE. 15), L (MI. 3; VE. 2) M (MI. 4; VE. 5), N (MI. 4; VE. 1), O (MI. 4; VE. 15), P (MI. 4; VE. 2) Gambar 5. Perkembangan indeks gonad somatik ikan nila Nilai rataan indeks gonad somatik ikan nila dari masing-masing perlakuan selama 7 hari percobaan memperlihatkan pola yang masih meningkat. Pada hari ke-14 dan hari ke-28 induk ikan mencapai fase persiapan dari tahapan siklus reproduksi yang dicirikan oleh komposisi oosit ovarium setiap perlakuan, yang

3 4 sebagian besar terdiri atas oosit stadium 2 dan 3 (pravitelogenesis). Pada fase ini terjadi proses peningkatan ukuran oosit yang disebabkan oleh peningkatan volume sitoplasma serta material yang disintesis hormon steroid reproduksi yang disintesis oleh ovarium (endogenous vitelogenesis). Selanjutnya, pada hari ke-42 sebagian besar induk ikan mencapai tingkat kematangan gonad (TKG IV), tetapi pada pertengahan percobaan ini tidak ditemui induk yang melepaskan telur. Kemudian pada hari ke-56 dan hari ke-7 mulai terlihat penurunan pada semua perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa induk ikan nila telah selesai melakukan ovulasi atau pelepasan telur pada tahap pertama proses reproduksinya. Hasil analisis polinomial ortogonal pengaruh penambahan minyak ikan pada indeks gonad somatik memberi kurva respons kuadratik mengikuti persamaan y = x-.1x 2. Artinya, nilai indeks gonad somatik meningkat seiring dengan peningkatan dosis penambahan minyak ikan sebesar 3 g/kg pakan serta mencapai nilai indeks gonad somatik optimal 2.92%, dengan nilai r 2 =.61 (Gambar 6) Indeks gonad somatik (%) y = x-.1x 2 r 2 = Penambahan minyak ikan (g/kg) Gambar 6. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan indeks gonad somatik pada ikan nila

4 41 Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan vitamin E pada indeks gonad somatik memberi kurva respons kuadratik y= x-.9x 2. Artinya, nilai indeks gonad somatik meningkat seiring dengan peningkatan dosis penambahan vitamin E sebesar 15 mg/kg pakan serta mencapai nilai indeks gonad somatik optimal sebesar 2.92%, dengan nilai r 2 =.61 (Gambar 7). 3.5 Indeks gonad somatik (%) y = x-.9x 2 r 2 = Penambahan vitamin E (mg/kg) Gambar 7. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan indeks gonad somatik pada ikan nila Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan kombinasi minyak ikan dosis 3 g/kg dan vitamin E dosis 15 mg/kg pakan terhadap indeks gonad somatik optimal 2.92% adalah sangat berbeda nyata (P<.5) (Lampiran 13). Pada uji kontras dinyatakan bahwa interaksi perlakuan kombinasi antara penambahan minyak ikan dan vitamin E terhadap indeks gonad somatik adalah berpolakan kuadratik. Agar lebih jelas, interaksi hubungan kombinasi penambahan minyak ikan dan vitamin E disajikan pada Gambar 8.

5 Indeks gonad somatik (%) minyak ikan (g/kg) Vit. E (mg/kg) Gambar 8. Hubungan antara penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E terhadap indeks gonad somatik pada ikan nila Hasil pengamatan struktur histologis gonad disajikan pada Gambar 9. Perkembangan dan pertumbuhan sel telur dapat diketahui melalui struktur histologis gonad, dimana interaksi perlakuan kombinasi minyak ikan dan vitamin E memberi pengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan sel telur. Sediaan histologis yang ditampilkan pada Gambar 9a adalah telur dengan kondisi TKG II sebelum induk ikan mulai diberi perlakuan. Pada gambar tersebut ovari terdiri atas oosit dan sel-sel yang berada di dalam folikel. Kondisi oosit tampak tidak seragam karena ikan nila termasuk partial spawner, yaitu mengeluarkan telur tidak sekaligus melainkan secara bertahap (Gambar 9a dan Gambar 9d).

6 43 l eu g oc g n oa ob oi n od g Gambar 9. Struktur histologi gonad pada perlakuan K (MI.3g/kg;VE.15mg/kg) (Pengamatan histologi dilakukan pada bagian tengah ovarium dengan Bouin s HE 56x) Keterangan : a. Oosit dalam lamela, Tingkat Kematangan Gonad I (TKG I) b. Oosit TKG II, euvitelin (eu) dengan granular kuning telur (g) c. Oosit TKG III, granular kuning telur (g) dan butir lemak (oi) mengisi sitoplasma, dan inti (n) mulai bergerak ke tepi sel d. Oosit dalam berbagai stadia oa: Oosit TKG I, ob: Oosit TKG II, oc: Oosit TKG III, od: Oosit TKG IV. Selanjutnya pada Gambar 9b ditunjukkan oosit stadium III yang mulai tumbuh, berkembang, dan tampak diameter telur mulai membesar serta butiran telur terlihat jelas. Pada tahap ini perkembangan gonad telah memasuki TKG III.

7 44 Pada TKG III mulai terjadi proses vitelogenesis sehingga tingkat ini disebut juga sebagai fase akumulasi kuning telur dan tahap pematangan gonad. Pada Gambar 9c terlihat telur memasuki tahap kematangan akhir yang ditandai dengan posisi inti sel yang berada di tepi atau berada di kutub anima (TKG IV). Artinya, ikan sudah siap dipijahkan. Hal ini sesuai dengan nilai indeks gonad somatik, ikan yang diberi pakan K (MI. 3 g/kg; VE. 15 mg/kg) mencapai indeks gonad somatik paling tinggi, yaitu 3.25%. Hubungan antara indeks gonad somatik (IGS) dan tingkat kematangan gonad (TKG) dapat ditunjukkan dengan perkembangan garis tengah telur. Isi telur yang ditunjukkan dengan garis tengah telur merupakan hasil pengendapan kuning telur selama proses vitelogenesis. Dari hubungan ini didapatkan ukuran garis tengah telur yang terbesar pada waktu akan terjadi pemijahan sebagai ukuran telur yang masak dalam proses pemijahan. Penelusuran terhadap ukuran telur masak dalam komposisi ukuran telur secara keseluruhan dapat menjadi penuntun ke pendugaan pola pemijahan ikan. Hasil pengamatan histologis pada testis menunjukkan adanya perbedaan kepadatan sel-sel spermatozoa maupun spermatid dalam tubulus seminiferi setiap perlakuan. Kepadatan sel-sel spermatozoa (spermatid) dalam tubulus seminiferi merupakan hasil sperma terbaik (Gambar 1a). Pada tingkat perkembangan testis II (Tahap perkembangan) ukuran testis lebih besar dari tingkat perkembangan testis I. Secara histologis, pada tingkat perkembangan testis II ini kantong-kantong tubulus seminiferi mulai berisi spermatosit yang berasal dari perkembangan spermatogonium (Gambar 1b). Spermatozoa yang mempunyai ciri di atas memiliki motilitas dan viabilitas tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai fertilitas. Selanjutnya, pada gonad jantan yang berada pada TKG III, testis berukuran lebih besar dari tingkat perkembangan II. Pada tingkat kematangan gonad ini, testis mengisi hampir setengah rongga perut, berwarna lebih putih, jaringan ikat gonad terlihat lebih sedikit, spermatid menyebar, tetapi sebagian masih terlindung oleh kista yang berbentuk kantong. Secara histologis, spermatid dan spermatozoa lebih dominan (Gambar 1c).

8 45 Gambar 1. Gambaran histologi testis ikan nila (Oreochromis niloticus) Keterangan : a: testis stadium I, b: testis stadium II, c: testis stadium III, d: testis stadium IV spt: spermatid, spg: spermatogonium, sps: spermatosid, spz: spermatozoa (Pengamatan histologi dilakukan pada bagian tengah testis dengan Bouin s HE 56 x)

9 46 Pembentukan spermatozoa telah berakhir kapan dan ikan siap untuk melakukan spermiasi. Dengan kata lain, perkembangan testis sudah masuk tahap TGK IV sehingga testis makin besar dan pejal mengisi sebagian besar rongga perut, dan induk ikan jantan sudah siap dipijahkan (Gambar 1d). Secara histologis, dalam testis masih terlihat sisa sel-sel spermatozoa dan spermatid yang belum dikeluarkan pada saat pemijahan. Pada tahap ini masih dijumpai spermatogonium yang akan berkembang menjadi spermatosit, spermatid, dan spermatozoa untuk pemijahan berikutnya. Selanjutnya, tingkat perkembangan ini dinamakan lepas salin (spent), yaitu testis terlihat mengempis dan pada bagian tertentu kosong karena semen telah dikeluarkan pada saat pemijahan, dan terdapat sisa spermatozoa dan spermatid yang belum dikeluarkan pada saat pemijahan. Diameter Telur Hasil pengamatan ukuran diameter telur menunjukkan bahwa ikan nila memiliki pola reproduksi tipe asinkronisasi. Berdasarkan 1 contoh oosit sample pada setiap stadium diperoleh data distribusi frekuensi diameter telur dan nilai rataan diameter telur disajikan pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Analisis statistik menunjukkan bahwa kombinasi penambahan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan tidak mempengaruhi terhadap diameter telur (P>.5) (Lampiran 13). Nilai indeks gonad somatik meningkat seiring dengan meningkatnya penambahan minyak ikan dosis 3 g/kg dan vitamin E dosis 15 mg/kg pakan serta mencapai nilai diameter telur optimal 1.84 mm, dengan r 2 =.58 disajikan pada Gambar 11 dan Gambar 12. Jumlah telur pada setiap selang diameter telur pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Diameter telur terbaik pada pakan K (minyak ikan 3 g/kg dan vitamin E 15 mg/kg pakan), yaitu rataan berukuran 1.91±.41 mm dan terbanyak pada ukuran mm (1 butir). Diameter telur terendah pada pakan D (minyak ikan 1 g/kg; vitamin E 2 mg/kg pakan), yaitu rataan berukuran 1.53±.43 mm dan terbanyak pada ukuran mm (1 butir).

10 Dimaeter telur (mm) y = x -.4x 2 r 2 = Penambahan minyak ikan (g/kg) Gambar 11. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan diameter telur pada ikan nila 2.5 Diameter telur (mm) y = x-.3x 2 r 2 = Penambahan vitamin E (mg/kg) Gambar 12. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan diameter telur pada ikan nila

11 48 Hasil ini menunjukkan bahwa induk ikan memperoleh pakan dengan kualitas nutrien yang hampir sama setiap perlakuan sehingga unsur nutrien yang terkandung dalam telur juga tidak berbeda, walaupun dengan penambahan minyak ikan dan vitamin E ke dalam pakan untuk setiap perlakuan berbeda. Fungsi vitamin E sebagai antioksidan pada percobaan ini terlihat dari peningkatan kandungan lemak dalam telur, meskipun peningkatan tersebut untuk setiap perlakuan relatif hampir sama (Gambar 13) Diameter telur (mm) Miyak ikan(g/kg) Vit. E (mg/kg) Gambar 13. Hubungan antara penambahan dosis kombinasi minyak ikan dan vitamin E terhadap diameter telur pada ikan nila

12 49 Fekunditas Fekunditas tertinggi ditemukan pada ikan yang mendapat pakan K (MI.3 g/kg; VE.15 mg/kg) yaitu sebesar (6.2±7.66) yang diikuti oleh ikan yang mendapat pakan L (MI. 3 g/kg; VE. 2 mg/kg), yaitu sebesar (56.4±25.), dan J (MI.3 g/kg; VE.1 mg/kg) sebesar (5.±13.3). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kombinasi minyak ikan dan vitamin E mempengaruhi fekunditas (P<.5) (Lampiran 15). Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan minyak ikan memberi pola respons kuadratik itu artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 1 sampai 3 g/kg meningkatkan fekunditas. Peningkatan penambahan dosis minyak ikan diatas 3 g/kg menyebabkan penurunanan fekunditas mengikuti persamaan y = x-1.54x 2. Nilai fekunditas optimal sebesar pada pemberian minyak ikan 3 g/kg dengan nilai r 2 =.58 (Gambar 14). 7 6 Fekunditas (butir/ekr induk) y = x -1.54x 2 r 2 = Penambahan minyak ikan (g/kg) Gambar 14. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan fekunditas pada ikan nila Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan vitamin E memberi pola respons kuadratik itu artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 5 sampai 15 mg/kg meningkatkan fekunditas. Peningkatan dosis vitamin E diatas 2 mg/kg

13 5 menyebabkan penurunanan fekunditas persamaan y = x-.1x 2. Nilai fekunditas optimal sebesar 498 pada pemberian vitamin E 15 mg/kg dengan nilai r 2 =.58 (Gambar 15) Fekunditas y = x -.1x 2 r 2 = Penambahan vitamin E (mg/kg) Gambar 15. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan fekunditas pada ikan nila Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai rataan fekunditas tertinggi ditemukan pada ikan yang diberi pakan K (MI. 3 g/kg; VE.15 mg/kg), yaitu sebesar 6.2 butir/ekor (Lampiran 9). Hasil ini membuktikan bahwa pemberian minyak ikan sebesar 3 g/kg dan vitamin E sebesar 15 mg/kg pakan dapat mempertahankan keberadaan asam lemak n-3 dan vitamin E dalam telur (Tabel 1). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan kombinasi minyak ikan dan vitamin E mempengaruhi fekunditas (P<.5) (Lampiran 15). Fekunditas telur meningkat sejalan dengan peningkatan kandungan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan. Hasil ini diduga karena induk ikan nila memperoleh pakan dengan kualitas yang sama sehingga unsur nutrien yang terkandung dalam telur juga hampir sama, meskipun penambahan minyak ikan dan vitamin E setiap perlakuan berbeda. Nilai fekunditas optimal sebesar 498 butir dengan nilai

14 51 tertinggi fekunditas diperoleh pada ikan yang diberi pakan K (MI. 3 g/kg; VE.15 mg/kg), yaitu sebesar 6 butir/ekor. Untuk memperjelas hubungan antara penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E terhadap fekunditas disajikan pada Gambar 16. Fekunditas (ekor) Minyak ikan (g/kg) Vit. E (mg/kg) Gambar 16. Hubungan antara penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E terhadap fekunditas pada ikan nila Jumlah Induk yang Memijah Berdasarkan hasil pengamatan jumlah kumulatif induk ikan matang gonad selama percobaan, ternyata jumlah induk memijah lebih tinggi pada induk nila yang diberi pakan K ( MI. 3 g/kg; VE. 15 mg/kg), yaitu sebanyak 17 ekor, yang diikuti oleh ikan yang diberi pakan J (MI.3 g/kg; VE.1 mg/kg), yaitu sebanyak 16 ekor, dan pakan L (MI. 3 g/kg; VE. 2 mg/kg) sebanyak 15 ekor (Tabel 9).

15 52 Tabel 9. Jumlah kumulatif induk ikan nila yang memijah selama penelitian Induk nila yang memijah hari ke- Perlakuan (MI. ; Vit. E) Tidak Memijah Mortalitas A (1;5) B (1;1) C (1;15) D (1;2) E (2;5) F (2;1) G (2;15) H (2; 2) I (3;5) J (3;1) K (3;15) L (3;2) M (4;5) N (4;1) O (4;15) P (4;2) Hasil pengamatan jumlah kumulatif induk ikan matang gonad selama percobaan menunjukkan bahwa kecepatan pematangan gonad dan jumlah induk memijah lebih tinggi pada induk nila yang diberi pakan formula K (MI.3g/kg; VE.15 mg/kg), yaitu sebanyak 17 ekor. Minyak ikan dan vitamin E yang optimal dalam pakan mampu menjaga ketersediaan HUFA dalam pakan sebagai unsur utama dalam proses pematangan gonad. Oleh karena itu, kecukupan minyak ikan dan vitamin E ini diperkirakan dapat melindungi sel ovarium dan menstimulasi perkembangan ovarium sehingga ikan dapat mencapai kematangan gonad yang lebih cepat dan produksi telur yang lebih tinggi. Kombinasi penambahan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan yang diberikan pada induk ikan nila mempengaruhi jumlah induk memijah (P<.5) (Lampiran 16). Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan minyak ikan memberi pola respons kuadratik yang artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 1 sampai 3 g/kg meningkatkan jumlah induk memijah. Peningkatan dosis minyak

16 53 ikan diatas 3 g/kg menyebabkan penurunanan jumlah induk memijah mengikuti persamaan y = x-.12x 2. Nilai jumlah induk yang memijah optimal sebanyak ekor induk pada pemberian minyak ikan 3 g/kg dengan nilai r 2 =.8 (Gambar 17) Jumlah induk memijah (ekor) y = x -.12x 2 r 2 = Penambahan minyak ikan (g/kg) Gambar 17. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan jumlah induk yang memijah pada ikan nila Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan vitamin E memberi pola respons kuadratik yang artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 5 sampai 15 mg/kg meningkatkan jumlah induk memijah. Peningkatan dosis vitamin E diatas 2 mg/kg menyebabkan penurunanan jumlah induk memijah mengikuti persamaan y = x-.1x 2. Nilai jumlah induk yang memijah optimal sebanyak ekor induk pada pemberian vitamin E 15 mg/kg dengan nilai r 2 =.8 (Gambar 18).

17 54 Jumlah induk memijah (ekor) y = x-.1x 2 r 2 = Penambahan vitamin E (mg/kg pakan) Gambar 18. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan jumlah induk yang memijah pada ikan nila Untuk memperjelas hubungan penambahan dosis kombinasi minyak ikan dan vitamin E terhadap jumlah induk memijah disajikan pada Gambar 19. Hasil analisis sidik ragam ditunjukkan bahwa interaksi perlakuan kombinasi antara minyak ikan dan vitamin E berbeda nyata terhadap jumlah induk yang memijah (P<.5) (Lampiran 15). Pada uji kontras didapatkan bahwa interaksi perlakuan kombinasi minyak ikan dan vitamin E terhadap jumlah induk memijah berpolakan kuadratik. Jumlah induk memijah meningkat sejalan dengan meningkatnya kandungan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan..

18 55 Jumlah induk memijah (ekr) Minyak ikan (g/kg) Vit. E (mg/kg) Gambar 19. Hubungan antara penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E terhadap jumlah induk yang memijah pada ikan nila Derajat Tetas Telur Derajat tetas telur secara nyata dipengaruhi oleh penambahan minyak ikan dan vitamin E pakan. Induk ikan nila yang diberi kombinasi pakan dengan komposisi optimal menghasilkan telur dengan derajat penetasan secara nyata lebih baik pada perlakuan K (MI.3 g/kg; VE.15 mg/kg) yaitu sebesar 95.±2.35 yang diikuti oleh perlakuan L (MI. 3 g/kg; VE. 2 mg/kg) yaitu sebesar 9.±3.54 (Lampiran 11). Penambahan kombinasi minyak ikan dan vitamin E dalam pakan induk ikan nila mempengaruhi derajat tetas telur (P<.5) (Lampiran 17). Hasil analisis

19 56 polinomial ortogonal penambahan minyak ikan memberi pola respons kuadratik yang artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 1 sampai 3 g/kg meningkatkan derajat tetas telur. Peningkatan penambahan dosis minyak ikan diatas 3 g/kg menyebabkan penurunanan derajat tetas telur (DTT) mengikuti persamaan y = x-.2x 2. Nilai derajat tetas telur optimal sebesar 88.66% pada pemberian minyak ikan 3 g/kg dengan nilai r 2 =.71 (Gambar 2) Derajat tetas telur y = x -.2x 2 r 2 = Penambahan minyak ikan (g/kg) Gambar 2. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan derajat tetas telur pada ikan nila Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan vitamin E memberi pola respons kuadratik yang artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 5 sampai 15 mg/kg meningkatkan derajat tetas telur pada ikan nila. Peningkatan dosis vitamin E diatas 2 mg/kg menyebabkan penurunanan derajat tetas telur mengikuti persamaan y = x-.1x 2. Nilai jumlah derajat tetas telur optimal sebesar 88.66% pada pemberian vitamin E 15 mg/kg dengan nilai r 2 =.71 (Gambar 21).

20 57 Derajat tetas telur (%) y = x-.14x 2 r 2 = Penambahan vitamin E (mg/kg) Gambar 21. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan derajat tetas telur pada ikan nila Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan kombinasi antara vitamin E dan minyak ikan berbeda nyata terhadap derajat tetas telur (P<.5) (Lampiran 17). Pada uji kontras tampak bahwa interaksi perlakuan kombinasi minyak ikan dan vitamin E terhadap derajat tetas telur berpolakan kuadratik. Jumlah induk memijah meningkat sejalan dengan peningkatan kandungan vitamin E dan minyak ikan dalam pakan. Kualitas telur yang baik dapat juga dilihat dari derajat tetas telur. Pemberian kombinasi minyak ikan dan vitamin E yang optimal akan menghasilkan derajat tetas telur yang lebih tinggi. Hasil ini membuktikan bahwa induk ikan nila yang memperoleh pakan dengan kualitas yang sama sehingga unsur nutrien yang terkandung dalam telur juga hampir sama, meskipun penambahan minyak ikan dan vitamin E masingmasing perlakuan berbeda. Nilai derajat tetas telur optimal sebesar (88.569%) dengan nilai tertinggi derajat tetas telur pakan perlakuan K (MI. 3 g/kg; VE. 15 mg/kg) sebesar (95%). Untuk jelasnya hubungan antara penambahan dosis kombinasi minyak ikan dan vitamin E terhadap derajat tetas telur disajikan pada Gambar 22.

21 Derajat tetas telur (%) Minyak ikan (g/kg) Vit. E (mg/kg) Gambar 22. Hubungan antara penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E terhadap derajat tetas telur pada ikan nila Ketahanan Hidup Larva Ketahanan hidup larva perlakuan kombinasi pakan memberi pengaruh nyata antar perlakuan. Induk ikan nila yang diberi kombinasi pakan dengan komposisi optimal pakan perlakuan K (MI. 3 g/kg; VE. 15 mg/kg) dapat menghasilkan ketahanan hidup larva sebesar 6.8±.1 hari (Lampiran 12). Hasil ini menunjukkan bahwa larva hasil pemijahan dari induk-induk yang menerima asupan suplementasi yang optimal pada pakan perlakuan K (MI. 3 g/kg; VE.15 mg/kg) memberi ketahanan hidup larva yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kombinasi minyak ikan dan vitamin E dalam pakan yang diberikan pada induk ikan nila mempengaruhi ketahanan hidup larva (P<.5) (Lampiran 18). Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan minyak ikan memberi pola

22 59 respons kuadratik yang artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 1 sampai 3 g/kg meningkatkan ketahanan hidup larva. Peningkatan penambahan dosis minyak ikan diatas 3 g/kg menyebabkan penurunanan ketahanan hidup larva mengikuti persamaan y = x-.1x 2. Nilai ketahanan hidup larva optimal sebesar 6.26 hari pada pemberian minyak ikan 3 g/kg dengan nilai r 2 =.76 (Gambar 23). 8 7 Ketahanan hidup larva (hari) y = x-.1x 2 r 2 = Penambahan minyak ikan (g/kg) Gambar 23. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan ketahanan hidup larva pada ikan nila Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan vitamin E memberi pola respons kuadratik yang artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 5 mg/kg sampai 15 mg/kg meningkatkan derajat tetas telur pada ikan nila. Peningkatan dosis vitamin E diatas 2 mg/kg menyebabkan penurunanan derajat tetas telur mengikuti persamaan y = x-.7x 2. Nilai ketahanan hidup larva optimal sebesar 6.26 hari pada pemberian vitamin E 15 mg/kg dengan nilai r 2 =.76 (Gambar 24).

23 6 8 7 Ketahanan hidup larva (hari) y = x-.7x 2 r 2 = Penambahan vitamin E (mg/kg) Gambar 24. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan ketahanan hidup larva pada ikan nila Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E berbeda nyata terhadap ketahanan hidup larva (P<.5) (Lampiran 18). Hasil ini membuktikan bahwa induk ikan nila yang memperoleh pakan dengan kualitas yang baik dengan jumlah komposisi optimal menghasilkan telur dengan ukuran diameter yang lebih besar. Hasil ketahanan hidup larva pada perlakuan pakan uji K (MI. 3 g/kg; VE. 15 mg/kg pakan) lebih baik, yaitu mencapai nilai ketahanan hidup larva optimal sebesar 6.26 hari. Untuk lebih jelasnya hubungan antara kombinasi perlakuan minyak ikan dan vitamin E terhadap derajat tetas telur disajikan pada Gambar 25.

24 61 1 Ketahanan hidup larva (hari) Minyak ikan (g/kg) Vit. E (mg/kg) Gambar 25. Hubungan antara penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E terhadap ketahanan hidup larva pada ikan nila Kandungan Asam Lemak n-3 dan Vitamin E dalam Telur dan Larva Pemberian minyak ikan dan vitamin E meningkatkan kandungan asam lemak n-3 dalam telur dan larva. Penurunan derajat ketahanan larva disebabkan larva ikan tidak diberi pakan (dipuasakan) dan pada akhirnya mati dan tersisa total larva 2%. Hasil analisis kandungan asam lemak n-3 dan vitamin E dalam telur, larva hari (L Hr) dan larva 2 hari (L 2 Hr) (Tabel 1).

25 62 Tabel 1. Kandungan asam lemak n-3 dan vitamin E (mg/kg) dalam telur, larva hari (LoHr) dan larva 2 hari (L 2 Hr) (% area) pada ikan nila Perlakuan (Minyak ikan g/kg dan Vit. E mg/kg) Kandungan vitamin E (mg/kg) dan asam lemak (% area) Bahan Telur Larva(L Hr) Larva(L 2 Hr) A (1;5) Asam Lemak n Vitamin E B (1;1) Asam Lemak n Vitamin E C (1;15) Asam Lemak n Vitamin E D (1; 2) Asam Lemak n Vitamin E E (2;5) Asam Lemak n Vitamin E F (2;1) Asam Lemak n Vitamin E G (2;15) Asam Lemak n Vitamin E H (2;2) Asam Lemak n Vitamin E I (3;5) Asam Lemak n Vitamin E J (3;1) Asam Lemak n-3 Vitamin E K (3;15) Asam Lemak n Vitamin E L (3;2) Asam Lemak n Vitamin E M (4;5) Asam Lemak n Vitamin E N (4;1) Asam Lemak n Vitamin E O (4;15) Asam Lemak n Vitamin E P (4;2) Asam Lemak n Vitamin E Hubungan antara jumlah induk memijah, derajat tetas telur, dan ketahanan hidup larva dengan kadar minyak ikan (MI) dan vitamin E (VE) dalam pakan di uji secara deskriptif memperlihatkan pola kuadratik disajikan pada Gambar 26. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan dosis minyak ikan dan vitamin E sampai batas tertentu atau optimal dapat meningkatkan nilai jumlah induk memijah, derajat tetas telur dan ketahanan hidup larva; tetapi akan menurun kembali apabila dosis minyak ikan dan vitamin E ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kebutuhan optimal dosis minyak ikan sebesar 3 g/kg dan vitamin E 15 mg/kg dalam pakan induk ikan nila adalah pakan dengan perlakuan yang terbaik.

26 DTT (%) JIM (Ekor) KHL (Hari) A B C D E F G H I J Perlakuan K L M N O Keterangan: DTT : Derajat tetas telur JIM : Jumlah induk yang memijah KHL : Ketahanan hidup larva P Keterangan: : A (MI. 1; VE. 5), B (MI. 1; VE. 1), C (MI. 1; VE. 15), D (MI. 1; VE. 2) E (MI. 2; VE. 5), F (MI. 2; VE. 1), G (MI. 2; VE. 15), H (MI. 2; VE. 2) I (MI. 3; VE. 5), J (MI. 3; VE. 1), K (MI. 3; VE. 15), L (MI. 3; VE. 2) M (MI. 4; VE. 5), N (MI. 4; VE. 1), O (MI. 4; VE. 15), P (MI. 4; VE. 2) Gambar 26. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan (MI) dan vitamin E (VE) terhadap jumlah induk memijah (JIM), derajat tetas telur (DTT), dan kelangsungan hidup larva (KHL) pada ikan nila Pembahasan Hasil pengamatan pada induk ikan nila yang diberi kombinasi penambahan dosis minyak ikan (MI) dan vitamin E (VE) dalam pakan menunjukkan bahwa hampir semua ikan dapat matang gonad, memijah, dan berhasil memproduksi larva. Waktu yang diperlukan dari proses pematangan gonad sampai dengan pemijahan berbeda-beda pada masing-masing kombinasi minyak ikan dan vitamin E. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan pemberian komposisi minyak ikan dan vitamin E dalam pakan dapat memperbaiki kinerja reproduksi ikan nila.

27 64 Kombinasi penambahan dosis minyak ikan (MI) dan vitamin E (VE) pada pakan induk nila memperbaiki kinerja reproduksi ikan uji. Pada percobaan ini induk yang diberi pakan K (MI. 3 g/kg; VE. 15 mg/kg) menghasilkan indeks gonad somatik (3.25 ±.3), diameter telur (1.91±.41), fekunditas (6.2 ± 7.66), jumlah induk yang memijah (17.2 ±1.3), derajat tetas telur (95. ± 2.35), dan ketahanan hidup larva (6.8 ±.1) yang terbaik. Peningkatan nilai indeks gonad somatik dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Vitelogenin adalah bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sedang tumbuh (Tang dan Affandi 2). Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya sehingga volume oosit membesar (Yaron 1995). Selama proses tersebut berlangsung, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad (Yulfiperius 21). Selama proses produksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan perubahan dalam gonad itu sendiri. Umumnya pertambahan gonad pada ikan betina berkisar antara 1-25% dari bobot tubuh (Tang dan Affandi 2). Peningkatan kematangan telur dapat dilihat pada hasil histologis gonad setiap minggunya (Gambar 9). Hasil histologis ovari menunjukkan adanya sejumlah oosit pada minggu ke-1 (Gambar 9a), ovari mulai mengandung sel-sel yang berada pada folikel tahap TKG II. Hasil pengamatan histologis ovari minggu ke-4 (Gambar 9b) menunjukkan sejumlah oosit telah tumbuh dan memiliki satu nukleus besar tahap TKG III. Setelah itu adalah fase vitelogenesis, ketika ukuran oosit meningkat pesat yang diiringi dengan peningkatan akumulasi kuning telur minggu ke-6. Hasil pengamatan histologis ovari pada minggu ke-6 menunjukkan bahwa saat ini adalah fase pematangan oosit, yaitu nukleus mulai berimigrasi mendekati mikrofil (Gambar 9c). Nilai indeks gonad somatik awal reproduksi ini menunjukkan persentase gonad yang telah terbentuk dibandingkan dengan bobot tubuh selama masa pemeliharaan. Semakin tinggi persentase gonad berarti semakin banyak telur dan makin tinggi tingkat kematangan telur-telur tersebut. Pertambahan gonad pada induk betina dapat mencapai 1-25% dari bobot tubuh (Tang dan Affandi 2).

28 65 Hasil pengamatan diameter telur antarperlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena pada saat ditebar induk ikan baru berumur 4 bulan dan belum pernah memijah. Hal ini berkaitan dengan ketepatan waktu dalam pemberian pakan dengan kualitas nutrien yang sudah ditingkatkan karena ketepatan waktu awal pemberian pakan akan berpengaruh pada keberhasilan repoduksi (Izquierdo et al. 21). Nilai fekunditas dari suatu spesies ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh pakan, ukuran ikan, diameter telur, dan faktor lingkungan. Selain itu, fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama respons terhadap pakan (Effendie 22). Nilai rataan fekunditas tertinggi pada percobaan ditemukan pada ikan yang diberi pakan K (MI. 3 g/kg; VE. 15 mg/kg), yaitu (6 butir/ekor) induk. Keberadaan asam lemak esensial pada membran sel dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran sel serta berfungsi sebagai prekursor senyawa prostaglandin yang berperan sebagai hormon. Prostaglandin diketahui sebagai mediator kerja gonadotropin saat pecahnya folikel (ovulasi) pada ikan (Lam 1985). Prostaglandin juga terlibat dalam peningkatan c-amp yang dipicu oleh LH atau GTH-II. Dengan demikian, peningkatan fluiditas membran sel dan prostaglandin telur akan menyebabkan aksi gonadotropin dalam pembentukan telur meningkat dan fekunditas meningkat. Pemijahan merupakan proses yang meliputi percumbuan (kopulasi), ovulasi/spermiasi, dan fertilasi. Kopulasi merupakan perilaku ikan pada fase awal dari proses pemijahan. Selanjutnya, Watanabe (1988), melaporkan kadar vitamin E yang terbaik pada pakan ikan red seabream sebesar (.42 mg/g) pakan yang menghasilkan derajat tetas 95%, dan larva normal 97%. Selanjutnya Mokoginta (1991) melaporkan derajat tetas telur 82.3% pada ikan Lele yang diberi pakan yang mengandung.5% asam lemak. Induk ikan trout yang mendapat pakan yang mengandung asam lemak rendah akan menghasilkan telur dengan derajat tetas rendah (Leray et al. 1985). Seperti yang diungkapkan oleh Mokoginta et al. (2), penurunan atau peningkatan rasio asam lemak n-6/n-3 dalam telur akan menghambat keberhasilan proses embriogenesis. Asam lemak esensial yang terkandung dalam telur

29 66 berpengaruh pada stadia awal dan embriogenesis dan akan menentukan apakah embrio tersebut akan berkembang atau tidak (Mokoginta 1992). Asam lemak esensial berfungsi sebagai prekursor dari senyawa prostaglandin yang berperan sebagai hormon. Proses pengenalan antarsel dalam telur dipengaruhi oleh prostaglandin, jika telur kekurangan asam lemak esensial maka proses embriogenesis akan gagal (pada pembelahan sel ke-16, 32, dan organogenesis) dan akan menghasilkan derajat tetas telur yang rendah (Leray et al. 1985). Berdasarkan hasil penelitian Mokoginta et al. (2) diketahui bahwa penurunan atau peningkatan rasio asam lemak n-6/n-3 dalam telur akan menyebabkan derajat tetas telur rendah. Rasio asam lemak n-6/n-3 yang sesuai dengan kebutuhan embrio dalam telur akan mempengaruhi keberhasilan proses embriogenesis yang diperlihatkan oleh nilai derajat tetas telur yang tinggi. Kuning telur merupakan sumber nutrien dan energi utama bagi larva selama proses endogenous feeding, yang dimulai saat fertilisasi dan berakhir saat larva mulai memperoleh pakan dari luar (Kamler 1992). Asam lemak esensial yang terkandung dalam telur berpengaruh pada stadia awal embriogenesis dan akan menentukan apakah embrio tersebut dapat atau tidak berkembang. Laju penyerapan kuning telur pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh kadar asam lemak n-3 maupun n-6 yang ditambahkan pada pakan. Pada saat embriogenesis sumber energi utama adalah lemak. Protein, walaupun kadarnya terbesar dalam telur, lebih berperan dalam pembentukan jaringan. Namun demikian yang mempengaruhi laju penyerapan kuning telur pada saat embriogenesis terutama asam lemak jenuhnya. Asam lemak jenuh berperan sebagai sumber energi sedangkan sebagian besar asam lemak tak jenuh berperan dalam pengaturan permeabilitas membran. Tingkat kelangsungan hidup larva tidak dipengaruhi oleh penambahan minyak ikan dalam pakan. Pada saat belum mendapatkan pakan dari luar, larva masih mengandalkan kandungan kuning telur (terutama lemak) sebagai sumber energinya. Keberadaan lemak dalam telur penting untuk perkembangan selanjutnya (Tang dan Affandi 2). Bagian lemak yang digunakan sebagai sumber energi adalah sebagian besar asam lemak jenuhnya. Sebagian besar asam lemak tidak jenuh digunakan untuk pembentukan jaringan.

30 67 Ketika larva belum mendapat pakan dari luar, larva masih mengandalkan kandungan kuning telur sebagai sumber energi utama yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan hidup larva. Selanjutnya Alava et al. (1993) menyatakan bahwa asam lemak n-3 dan vitamin E yang diberikan dalam pakan induk mempunyai suatu peranan penting dalam proses reproduksi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas telur, seperti derajat tetas telur dan kelangsungan hidup larva. Kebutuhan asam lemak esensial setiap spesies ikan berbeda-beda untuk ikan air tawar lebih membutuhkan asam lemak n-6 atau campuran dari asam lemak n-3 dan n-6. Kisaran kebutuhan asam lemak n-3 secara umum antara.5% - 2.5% (Furuichi 1988), serta kebutuhan asam lemak n-3 HUFA sebesar % dalam pakan induk Plectorhynchus cinctus (Yuan-you Li et al. 25). Pemberian vitamin E dan minyak ikan memperbaiki komposisi nutrisi dalam telur dan larva. Pemberian kombinasi minyak ikan dan vitamin E induk ikan nila akan meningkatkan kandungan asam lemak dalam telur dan larva, sejalan dengan peningkatan kandungan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan. Laju penyerapan kuning telur yang dihasilkan antarperlakuan adalah berbeda nyata antarperlakuan karena jumlah cadangan energi yang dibutuhkan pada proses pematangan gonad berbeda setiap perlakuan. Lemak merupakan sumber energi utama selama proses embriogenesis. Kandungan kadar lemak telur yang berbeda diduga adalah sisa lemak telur tertinggi setelah larva menetas, yaitu pada perlakuan K (MI. 3 g/kg; VE. 15 mg/kg) dalam pakan. Pada perkembangan awal larva selama pemeliharaan, larva yang baru menetas menggunakan kuning telur sebagai sumber energi karena belum tersedianya pakan tambahan dari luar. Selanjutnya, peningkatan dosis minyak ikan dan vitamin E dalam pakan induk juga akan meningkatkan kadar asam lemak n-3 dan vitamin E dalam telur. Pada masa embriogenesis dan perkembangan larva, tambahan asam lemak n-3 pada setiap perlakuan dapat dimanfaatkan, akan tetapi tingkat pemanfaatannya untuk setiap perlakuan berbeda-beda, dan ini terlihat dengan terjadinya penurunan kandungan asam lemak dari telur sampai dengan larva dua hari.

31 68 Asam lemak n-3 dan vitamin E dibutuhkan secara bersamaan untuk pematangan gonad ikan dan dosis vitamin E dalam pakan akan bergantung pada kandungan asam lemak yang ada dalam pakan tersebut. Semakin tinggi kandungan asam lemak pakan maka kebutuhan vitamin E meningkat pula (Watanabe et al. 1991). Induk ikan trout yang mendapat pakan yang mengandung asam lemak rendah akan menghasilkan telur dengan derajat tetas rendah (Leray et al. 1985). Dilaporkan bahwa induk ikan yang diberi pakan yang kurang asam lemak esensialnya akan menghasilkan telur yang rendah daya tetasnya dan sebagian besar dari larva yang dihasilkan adalah abnormal (Watanabe et al. 1984).

32 69 Hasil Pengamatan II: Pengaruh Konsentrasi Estradiol-17ß Plasma Darah dalam Proses Pematangan Gonad Hasil pengamatan terhadap konsentrasi estradiol-17ß dalam plasma darah ikan nila pada pengamatan II disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 27. Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi estradiol-17ß plasma darah pada awal percobaan berkisar antara ng/ml, dan terus meningkat pada hari ke-28 mencapai puncak pada hari ke-42 yang berkisar antara ng/ml. Pada fase ini terlihat bahwa kadar estradiol-17ß pada ikan nila berada pada fase persiapan awal perkembangan ovarium. Kadar estradiol-17 ß plasma darah induk ikan nila pada fase persiapan aktivitas reproduksi mencapai nilai antara ng/ml. Kadar rataan estradiol-17ß plasma darah ikan nila masing-masing perlakuan memperlihatkan pola berbeda. Tabel 11. Nilai rataan kadar estradiol-17ß (ng/ml) ikan nila Pengamatan hari ke- Perlakuan (MI. ; Vit. E) A (1;5) B (1;1) C (1;15) D (1;2) E (2;5) F (2;1) G (2;15) H (2;2) I (3;5) J (3;1) K (3;15 ) L (3;2) M (4;5) N (4;1) O (4;15) P (4;2)

33 7 8 Nilai rataan kadar estradiol-17ß (ng/ml) Pengamatan hari ke- A B C D E F G H I J K L M N O P Keterangan: : A (MI. 1; VE. 5), B (MI. 1; VE. 1), C (MI. 1; VE. 15), D (MI. 1; VE. 2) E (MI. 2; VE. 5), F (MI. 2; VE. 1), G (MI. 2; VE. 15), H (MI. 2; VE. 2) I (MI. 3; VE. 5), J (MI. 3; VE. 1), K (MI. 3; VE. 15), L (MI. 3; VE. 2) M (MI. 4; VE. 5), N (MI. 4; VE. 1), O (MI. 4; VE. 15), P (MI. 4; VE. 2) Gambar 27. Kadar estradiol-17ß plasma darah ikan nila Induk ikan yang mendapatkan pakan K (MI. 3 g/kg; VE.15 mg/kg) memperlihatkan konsentrasi estradiol-17ß yang meningkat pada akhir percobaan yang mencapai nilai maksimum pada hari ke-42 serta turun pada hari ke-54 dan hari ke-7 (Gambar 27). Penurunan ini disebabkan karena sebagian besar induk telah mencapai TKG IV. Artinya, kadar estradiol-17ß menurun menjelang ovulasi pada TKG IV. Sebaliknya pada kelompok ikan yang mendapat pakan K (MI. 3 g/kg; VE.15 mg/kg) terlihat bahwa sebagian besar induk ikan telah mencapai TKG III pada hari ke-42 ketika proses vitologenesis masih berlangsung. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian minyak ikan dan vitamin E mempengaruhi nilai rataan kadar konsentrasi estradiol-17ß pada hari ke-28, ke-42, dan ke-56. Hasil pengamatan pada hari ke-7 memperlihatkan bahwa konsentrasi estradiol-17ß plasma darah menurun pada saat ovarium mencapai TKG IV. Penurunan ini merupakan efek umpan balik estrogen pada

34 71 hormon yang menstimulasi sintesis estrogen. Sesuai pendapat Singh dan Singh (199) bahwa pada saat ovarium mencapai TKG IV sintesis estradiol-17ß akan menurun. Konsentrasi estradiol-17ß yang tinggi dalam plasma darah merupakan umpan balik yang positif terhadap hipotalamus. Hasil analisis sidik ragam pada hari ke-56 memperlihatkan bahwa pemberian pakan K (MI. 3 g/kg; VE.15 mg/kg pakan) mempengaruhi nilai rataan kandungan estradiol-17ß dengan kecendrungan respons kuadratik (Gambar 28). Artinya, dengan peningkatan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan diikuti oleh peningkatan kadar estradiol-17ß plasma darah. 6 Kadar estradiol darah (ng/ml) y = x -.1x 2 r 2 = Penambahan minyak ikan dalam pakan (g/kg) Gambar 28. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan estradiol-17ß pada ikan nila Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai rataan konsentrasi estradiol plasma darah meningkat dari (6.62 ng/ml 7.84 ng/ml) pada kelompok ikan yang diberi pakan K (MI. 3 g/kg; VE.15 mg/kg). Selanjutnya, pada hari ke-56 dan hari ke-7, konsentrasi estradiol-17ß menurun mencapai nilai antara 6.85 ng/ml ng/ml (Tabel 11). Penurunan konsentrasi estradiol-17ß plasma darah pada dosis ini tampaknya lebih berkaitan dengan tingkat kematangan gonad ikan nila yang diamati karena pada hari ke-56 semua induk ikan pada setiap perlakuan telah mencapai TKG IV.

35 72 Pembahasan Hasil pengamatan pada ikan yang diberi pakan K yang ditambahkan minyak ikan sebesar 3 g/kg dan vitamin E sebesar 15 mg/kg pakan menunjukkan kadar hormon estradiol-17ß masih meningkat sampai pada akhir percobaan. Pada kombinasi pakan K (MI. 3 g/kg; VE.15 mg/kg) nilai estradiol-17ß mencapai maksimum pada hari ke-42 dan kemudian diikuti penurunan kadar estradiol-17ß pada hari ke-54 dan seterusnya hari ke-7 (Gambar 27). Penurunan ini terjadi karena sebagian besar induk telah mencapai TKG IV. Artinya kadar estradiol-17ß menurun menjelang ovulasi pada TKG IV. Pada awal percobaan rataan kadar estradiol (E2) plasma darah adalah ng/ml, dan terus meningkat mulai pada hari ke-28 sampai pada puncak antara ng/ml pada hari ke-42. Pada minggu ke-4 pengumpulan data, mulai terjadi kenaikan nilai indeks gonad somatik secara cepat. Hal itu terjadi karena terdapat peningkatan kadar estradioi-17ß yang tinggi sehingga memicu pembentukan vitelogenin yang lebih cepat. Vitelogenesis adalah proses induksi dan sintesis vitelogenin di hati oleh hormon estradiol-17ß, serta penyerapan vitelogenin yang terbawa dalam aliran darah ke dalam oosit. Aktivitas vitelogenesis ini menyebabkan nilai indeks gonad somatik ikan meningkat (Yaron 1995). Fase sebelum vitelogenesis adalah fase previtelogenesis. Selama fase ini, ukuran oosit primer bertambah tanpa akumulasi material kuning telur (Tang dan Affandi 2). Pada ikan dikenal dua jenis hormon gonadotropin, yaitu gonadotropin I dan gonadotropin II. Gonadotropin I merupakan hormon yang akan merangsang sekresi testosteron dan selanjutnya akan diikuti dengan sekresi estradiol-17ß. Sedangkan gonadotropin II akan merangsang sekresi 17a 2ß-dihidroksi progesteron yang akan berfungsi dalam proses pematangan akhir (Swanson 1991). Estradiol-17ß berperan dalam proses vitelogenesis ikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sundararaj and Nath (1981) menyatakan bahwa estradiol-17ß dapat merangsang vitelogenesis ikan Lele India Heteropneustes fossilis. Menurut Nagahama (1987) vitelogenesis pada ikan diawali oleh rangsangan hormon estradiol-17ß yang dihasilkan dari lapisan granulosa folikel. Di bawah pengaruh hormon-hormon hipofisis (gonadotropin) selsel folikel akan melepaskan estrogen ke dalam darah dan selanjutnya akan masuk

36 73 ke organ sasaran hati dengan cara difusi. Dalam hati, estrogen berikatan dengan reseptor estrogen sehingga membentuk kompleks reseptor estradiol. Pada beberapa spesies ikan, estradiol-17ß dapat meningkatkan vitelogenin plasma, yang ditandai dengan produksi protein kuning telur oleh hati, tapi tidak menggabungkan vitelogenin dengan butir-butir telur. Dengan kata lain, proses penggabungan tersebut masih bergantung pada faktor yang lain, yaitu faktor hipofisis. Menurut Halver (1989), selama perkembangan ovarium pada ikan, estrogen akan merangsang peningkatan kadar lipida plasma. Hal ini sesuai dengan pendapat Singh dan Singh (199) yang menyatakan bahwa peningkatan hormon gonadotropin dan hormon steroid reproduksi pada stadia persiapan perkembangan gonad ikan akan meningkatkan kecepatan lipogenesis. Konsentrasi estradiol-17ß selama siklus reproduksi ikan nila betina adalah rendah pada fase pravitelogenesis dan meningkat secara cepat pada fase vitelogenik dan mencapai puncaknya pada akhir fase vitelogenesis.

37 74 Hasil Pengamatan III: Kinerja reproduksi perbaikan kualitas telur, dan larva ikan nila yang dipelihara pada salinitas media berbeda Pengaruh perlakuan salinitas berbeda pada penampilan kinerja reproduksi hasil pengamatan III yang meliputi indeks gonad somatik, diameter telur, fekunditas, jumlah induk yang memijah, derajat tetas telur, dan ketahanan hidup larva disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai rataan indeks gonad somatik (%), diameter telur (mm), fekunditas (butir/induk), jumlah induk memijah (ekor), derajat tetas telur (%), dan ketahanan hidup larva (hari) pada ikan nila Parameter Salinitas Media A ( o / oo ) B (1 o / oo ) C (2 o / oo ) D (3 o / oo ) Indeks gonad somatik (%) 2.46 ±.21 a 2.92 ±.18 b 1.94 ±.2 c 1.79 ± 9.72 c Diameter telur (mm) 1.46 ±.21 a 2.39 ±.18 b 1.89 ±.27 c 1.34 ±.15 a Fekunditas (butir/ekor) 385.5±24.66 a 47.±31.9 b 45.55±15.42 a ±39.72 a Jumlah induk memijah (ekor) 8.88 ±.85 a ±.85 b 8.13 ±.85 a 4.5 ± 1.29 c Derajat tetas telur (%) 87.5 ± 2.8 a ± 2.5 a ± 4.86 a 5.5 ± 4.2 b Ketahanan hidup larva (hari) 5.8 ±.22 a 6.1 ±.4 a 4.65 ±.31 b 3.28 ±.22 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf superskript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>.5) Induk ikan nila yang diberi perlakuan salinitas media berbeda ternyata hampir semua dapat matang gonad, memijah, dan berhasil memproduksi larva. Waktu yang diperlukan dari proses pematangan gonad sampai dengan pemijahan berbeda-beda pada masing-masing perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan salinitas media mempengaruhi reproduksi ikan nila. Pematangan Gonad Secara keseluruhan selama pengamatan III nilai indeks gonad somatik (IGS) adalah %. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa salinitas media mempengaruhi nilai indeks gonad somatik (P<.5) (Lampiran 19). Nilai indeks gonad somatik tertinggi diperoleh pada ikan yang dipelihara pada media

38 75 B (1 o / oo ), yaitu sebesar 2.92%, yang selanjutnya secara berturut-turut diikuti oleh ikan yang dipelihara pada media A ( o / oo ) sebesar 2.46% dan C (2 o / oo ), yaitu sebesar 1.94% (Gambar 29). 4 Indeks gonad somatik (%) A ( o/oo) B (1 o/oo) C (2 o/oo) D (3 o/oo) Pengamatan hari ke- Gambar 29. Perkembangan indeks gonad somatik pada ikan nila Selama 7 hari percobaan terlihat bahwa pola nilai rataan indeks gonad somatik ikan nila masih meningkat. Pada hari ke-14 dan hari ke-28 induk ikan mencapai fase persiapan dari tahapan siklus reproduksi yang dicirikan oleh komposisi oosit ovarium setiap perlakuan, yang sebagian besar terdiri atas oosit stadium 2 dan 3 (previtelogenesis). Pada fase ini terjadi proses peningkatan ukuran oosit yang disebabkan oleh peningkatan volume sitoplasma, serta material akibat kerja hormon steroid reproduksi yang disintesis oleh ovarium (endogenous vitelogenesis). Selanjutnya pada hari ke-42 dan hari ke-56, sebagian besar induk ikan mencapai tingkat kematangan gonad (TKG IV), yaitu pada pertengahan percobaan dan tidak ditemui induk yang melepaskan telur. Kemudian pada hari ke-7, nilai indeks gonad somatik (IGS) mulai menurun pada semua perlakuan. Penurunan ini menunjukkan bahwa induk ikan telah selesai melakukan ovulasi atau pelepasan telur pada tahap pertama proses reproduksinya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Tahap I Pemberian pakan uji yang mengandung asam lemak esensial berbeda terhadap induk ikan baung yang dipelihara dalam jaring apung, telah menghasilkan data yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2%

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemberian kombinasi pakan uji yang ditambahkan ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan implantasi estradiol-17β pada ikan lele (Clarias gariepinus) yang dipelihara dalam

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya ikan ini belum diimbangi dengan tingkat produksi yang tinggi karena tidak didukung oleh produksi

Lebih terperinci

TINGKAT PERKEMBANGAN GONAD, KUALITAS TELUR DAN KETAHANAN HIDUP LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) BERDASARKAN PERBEDAAN SALINITAS

TINGKAT PERKEMBANGAN GONAD, KUALITAS TELUR DAN KETAHANAN HIDUP LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) BERDASARKAN PERBEDAAN SALINITAS TINGKAT PERKEMBANGAN GONAD, KUALITAS TELUR DAN KETAHANAN HIDUP LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) BERDASARKAN PERBEDAAN SALINITAS SURIA DARWISITO Suria Darwisito 1, Hengky J. Sinjal 1 dan Indyah Wahyuni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

HASIL. Parameter Utama

HASIL. Parameter Utama 42 HASIL Parameter Utama Parameter utama hasil pengamatan pemberian hormon tiroksin terhadap reproduksi ikan nila yang dipelihara pada media bersalinitas terdiri dari hepato somatik indeks (HSI, %), diameter

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100-200 gram.

Lebih terperinci

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA PAKAN BERBASIS TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN NILA MERAH

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN MENGANDUNG VITAMIN E DAN MINYAK IKAN PADA INDUK MEMPERBAIKI KUALITAS TELUR DAN LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

PEMBERIAN PAKAN MENGANDUNG VITAMIN E DAN MINYAK IKAN PADA INDUK MEMPERBAIKI KUALITAS TELUR DAN LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(1): 1 (8) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 1 PEMBERIAN PAKAN MENGANDUNG VITAMIN E DAN MINYAK IKAN PADA INDUK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan 5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan Effendie (1997) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai tingkat kematangan gonad (TKG) sangat penting dan akan menunjang keberhasilan pembenihan ikan. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Percobaan tahap pertama mengkaji keterkaitan asam lemak tak jenuh n-6 dan n-3 yang ditambahkan dalam pakan buatan dari sumber alami

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila berdaging padat, tidak mempunyai banyak duri, mudah disajikan dan mudah didapatkan di

Lebih terperinci

KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA

KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG MENDAPAT TAMBAHAN MINYAK IKAN DAN VITAMIN E DALAM PAKAN YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS MEDIA BERBEDA SURIA DARWISITO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus pada gonad ikan lele jantan setelah dipelihara selama 30 hari disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan hike adalah nama lokal untuk spesies ikan liar endemik yang hidup pada perairan kawasan Pesanggrahan Prabu Siliwangi, Desa Pajajar, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Penetasan Telur Hasil perhitungan derajat penetasan telur berkisar antara 68,67-98,57% (Gambar 1 dan Lampiran 2). Gambar 1 Derajat penetasan telur ikan

Lebih terperinci

Effect of Enriched Feed by n-3 fatty acids and 2% of n-6 fatty acid on Danio rerio Reproduction. N. B. P. Utomo, L. Nurmalia, dan I.

Effect of Enriched Feed by n-3 fatty acids and 2% of n-6 fatty acid on Danio rerio Reproduction. N. B. P. Utomo, L. Nurmalia, dan I. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 171 18 (25) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 171 PENGARUH PEMBERIAN KADAR ASAM LEMAK n-3 YANG BERBEDA PADA

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari protein. Bahan ini berfungsi untuk membangun otot, sel-sel, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari protein. Bahan ini berfungsi untuk membangun otot, sel-sel, dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Baung Nutrisi yang harus ada pada ikan adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. Sekitar 50 % dari kebutuhan kalori yang diperlukan oleh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 22 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT), Depok, Jawa Barat. Penelitian ini dimulai sejak Juni sampai Desember

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gurami 1. Klasifikasi Menurut Jangkaru (2004), klasifikasi ikan gurame adalah sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Order Sub-Order Family Genus Species : Animalia : Chordata :

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015),

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan komoditas bahan pangan yang bergizi tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), konsumsi produk

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Sumatra Gambar 1. Ikan Sumatra Puntius tetrazona Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan Cirata dan Saguling khususnya kabupaten Cianjur sekitar 8.000.000 kg (ukuran 5-8 cm) untuk ikan mas, 4.000.000

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI lkan. Dr. Ir. Usman Muhammad Tang, M.S. Dr. Ir. Ridwan Affandi

BIOLOGI REPRODUKSI lkan. Dr. Ir. Usman Muhammad Tang, M.S. Dr. Ir. Ridwan Affandi BIOLOGI REPRODUKSI lkan Dr. Ir. Usman Muhammad Tang, M.S. Dr. Ir. Ridwan Affandi Intimedia 2017 Biologi Reproduksi Ikan Copyright Ii:) Febru.ri, 2017 Pertam.. kali diterbitkan eli Indonesia dalarn Bahasa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

Kata Kunci : Induksi,Hormon,Matang gonad

Kata Kunci : Induksi,Hormon,Matang gonad PEMACU PEMATANGAN GONAD INDUK IKAN NILEM DENGAN TEKNIK INDUKSI HORMON Oleh Ninik Umi Hartanti dan Nurjanah Abstrak Induksi dengan mengunakaan berberapa hormone analog pada calon induk untuk mempercepat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Effect of Enriched Feed by Different n-6 Fatty Acids Levels at 0% of n-3 on Danio rerio Reproductive Performance

Effect of Enriched Feed by Different n-6 Fatty Acids Levels at 0% of n-3 on Danio rerio Reproductive Performance Pengaruh Jurnal Akuakultur pemberian Indonesia, kadar asam 5(1): lemak 51-56 n-6 (2006) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 51 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH PEMBERIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah inang yang terparasit lebih dari 50%. Pada setiap perlakuan inang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi Ikan baung memijah pada musim hujan, yaitu pada bulan Oktober sampai Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan biasanya ditumbuhi tanaman air

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan metabolisme di dalam tubuh, protein menyumbang paling besar kalori di dalam tubuh dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus

EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus Firsty Rahmatia 1, Yudha Lestira Dhewantara 1 Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perikanan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

PADA PAKAN INDUK TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK BETINA IKAN ZEBRA

PADA PAKAN INDUK TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK BETINA IKAN ZEBRA KOMBINASI ASAM LEMAK n-3/n-6 (1:3) DAN VITAMIN E (a-tokoferol) PADA PAKAN INDUK TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK BETINA IKAN ZEBRA Brachydanio rerio Oleh : Siti Murniasih C14101008 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces, BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Baung Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces, Sub-Kelas : Teleostei, Ordo : Ostariophysi, Sub Ordo : Siluroidea,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Embrio Ikan Nilem Hasil pengamatan embriogenesis ikan nilem, setelah pencampuran sel sperma dan telur kemudian telur mengalami perkembangan serta terjadi fase

Lebih terperinci

N.B.P. Utomo, N. Nurjanah dan M. Setiawati

N.B.P. Utomo, N. Nurjanah dan M. Setiawati Pengaruh Jurnal Akuakultur pemberian Indonesia, pakan dengan 5(1): 31-39 kadar (2006) vitamin E Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 31 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract The research was conducted from Februari to April 2013

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pemberian pakan buatan di BBAP Situbondo dilakukan bulan Oktober sampai Desember 2008. Sedangkan untuk pada bulan Agustus-September induk diberi perlakuan pakan rucah

Lebih terperinci

ikan jambal Siam masih bersifat musiman,

ikan jambal Siam masih bersifat musiman, Latar Belakang Ikan jambal Siam (Pangmius hpophthalmus) dengan sinonim Pangmius sutchi termasuk famili Pangasidae yang diioduksi dari Bangkok (Thailand) pada tahun 1972 (Hardjamulia et al., 1981). Ikan-ikan

Lebih terperinci

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 103 108 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 103 PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA 1233 Pertumbuhan calon induk ikan beronang Siganus guttatus... (Samuel Lante) PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA ABSTRAK Samuel

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 TO = jumlah telur yang diovulasikan, Bg = bobot gonad (g), Bs = bobot sub sampel gonad (g), N = jumlah telur dalam sub sampel gonad (butir). Derajat Pembuahan (Fertilization Rate, FR) Telur Ikan Tawes

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Gonad dan Produksi Telur Ikan Kerapu Batik Perkembangan ovarium ikan kerapu batik, dari hasil pengamatan pendahuluan dapat dibagi empat berdasarkan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil 4.1.1 Volume Cairan Semen Penghitungan volume cairan semen dilakukan pada tiap ikan uji dengan perlakuan yang berbeda. Hasil rata-rata volume cairan semen yang didapatkan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi dan Reproduksi Ikan Baung Ikan baung (Mystus nemurus CV) secara taksonomis diklasifikasikan kedalam phylum Cordata, kelas Pisces, subkelas Teleostei, ordo Ostariophysi,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDA TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BELINGKA (Puntius belinka Blkr)

PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDA TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BELINGKA (Puntius belinka Blkr) PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDA TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BELINGKA (Puntius belinka Blkr) YUNEIDI BASRI Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci