HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Gonad dan Produksi Telur Ikan Kerapu Batik Perkembangan ovarium ikan kerapu batik, dari hasil pengamatan pendahuluan dapat dibagi empat berdasarkan tingkat perkembangan gonad (TKG), yang dicirikan dengan perkembangan oosit sebagai berikut : 1. Tingkat perkembangan gonad satu (TKG I) : dicirikan dengan diameter oosit(baka1 telur) berkisar p, yang terbanyak ukuran oosit 40p (35%), kemudian oosit ukuran 90p (25 %), selanjutnya oosit ukuran 140p (20%) dan 180p (20%). Oosit pada stadium ini mempunyai lapisan sitoplasma sedikit dan terisi oleh susbstansi yang halus, tidak terlihat adanya vesikula, granular kuning telur, dan selaput membram sel (Gambar 2a). Oosit stadium ini dikategorikan oosit awal. Oleh Grant West (1990) menyebutnya sebagai stadium Chromatin nucleolar. 2. Tingkat perkembangan gonad dua (TKG 11) : dicirikan dengan diameter oosit berkisar p; ukuran oosit terbanyak 200 p (45%), kemudian ukuran oosit 280 p (30%), dan oosit ukuran 350p (25%). Ukuran oosit makin membesar, karena inti dan sitoplasma mulai berkembang (Garnbar 2 b). Pada stadium ini membram sel mulai terlihat terpisah dan terdiri dari dua lapisan sel. Vesikula kuning telur mulai terlihat, dan pada akhir stadium ini vesikula kuning telur menutup sebagian besar sampai kedaerah inti. Pada stadium ini pembesaran sel mulai terjadi, namun belum terjadi akumulasi granular kuning telur, fase ini dikenal previtelogenesis (Jalabert dan Zohar, 1982).

2 3. Tingkat pematangan gonad tiga (TKG 111) : dicirikan dengan diameter oosit p; ukuran oosit terbanyak 350p (40%), kemudian ukuran oosit 450p (30 %) dan ukuran oosit 550p (30%). Pada stadium ini oosit dikelilingi oleh dua lapis yaitu, sel lapisan dalam berbentuk kubus dan sel lapisan luar berbentuk memanjang. Peranan dari kedua sel tersebut, adalah mensintesis hormon steroid yang befingsi dalam penumpukan material kuning telur pada sel telur. Pada stadium ini oosit cepat membesar karena akumulasi granular kuning telur mulai dari inti dan menyebar hingga ke tepi sitoplasma(gambar 2c). Akhir stadium ini granular kuning telur hampir mengisi seluruh sitoplasma. Inti sel masih ditengah, dan perkembangan diameter oosit sangat cepat, yang dikenal sebagai fase tumbuh oosit, stadium vitelogenesis (Jalaber dan Zohar, 1982). Grant West (1990) menyebutnya sebagai stadium Vilellogenic (yolk). 4. Tingkat kematangan gonad empat (TKG IV): dicirikan dengan diameter oosit p, dengan ukuran oosit terbanyak 700p (70%), kemudian ukuran oosit 650p (25 %) dan ukuran oosit 560p (5%). Ciri oosit stadium ini adalah kuning telur telah mengisi seluruh sitoplasma, juga ditemukan butir minyak (Gambar 2d). Inti oosit mulai menepi, mendekati lubang mikropil agar proses pembuahan dapat terjadi dengan mudah dan cepat. Berdasarkan ciri pada stadium ini, oleh Grant West (1990) menyebutnya sebagai stadium Ripe (mature). Dalam hubungan dengan tingkat perkembangan gonad (TKG), pengaruh perlakuan menunjukkan perbedaan (Lampiran 14). Pada perlakuan E(3000 mg AMP) di bulan Oktober umurnnya tingkat kematangan gonad mencapai TKG 111,

3 3 5 dibanding perlakuan lainnya yang baru mencapai TKG I dan 11. Perlakuan E(3000 mg APM) pada bulan November tingkat perkembangan gonad semuanya mencapai TKG IV dengan ukuran diameter telur 700p (siap memijah), sedangkan perlakuan D (2250 mg APM), perlakuan C (1500 mg APM) dan perlakuan A (0 mg APM), pada umurnnya baru mencapai TKG 111, selanjutnya perlakuan B (750 mg APM) empat ekor induk tidak berisi telur, dan dua ekor induk lainnya mencapai TKG I1 dan TKG 111. Tabel 2. Perkembangan diameter sel telur populasi ikan uji pada masingmasing perlakuan D(2250 mg) 83, , , f E(3000 mg) ,33k k Keterangan : APM = ascorbil phosphate magnesium,, Diameter telur dalam p = mikron (1/1000 mm). Berkaitan dengan lebih cepatnya perkembangan sel telur, telah terjadi percepatan pemijahan pada perlakuan E (3000 mg APM), pada bulan November. Hal ini karena hanya induk pada perlakuan E (3000 mg APM) yang memiliki oosit berdiameter rata-rata 700~. Sedangkan sel telur dari induk perlakuan suplementasi 1500, 2250 mglkg pakan, masing-masing baru mencapai 446,67p dan 463,33p sedangkan perlakuan kontrol baru mencapai 396,6p (Tabel 2). Induk dengan diameter telur berkisar ~ ini termasuk kategori TKG I11 (belum matang).

4 Histologis Telur Histologis Telur Berdiameter p (TKG I) Berdiarneter p (TKG 11) Histologis Telur Berdiameter p (TKG 111) Histologis Telur Berdiameter p (TKG IV)

5 Hasil penelitian Ishibashi et al. (1994) terhadap ikan Oplegnathus fasciatus mencatat bahwa tidak ditemui oosit yang mencapai stadium vitelogenesis pada ikan yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C biasa, dan jumlah induk yang mengandung oosit vitelogenesis meningkat dengan meningkatnya dosis vitamin C yang diberikan. Dikemukakannya bahwa rendahnya peningkatan prosentase oosit matang, diduga berkaitan dengan rendahnya kandungan hormon estradiol dan vitamin C ovarium. Rendahnya kandungan vitamin C ovarium tampaknya mempengaruhi konversi kolesterol ke bentuk estradiol. Hasil penelitian Azwar (1997) pada ikan nila, melaporkan bahwa kandungan kolesterol ovarium ikan nila yang menerima pakan suplementasi APM jauh lebih tinggi dibanding kandungan kolesterol ovarium yang menerima pakan tanpa suplementasi APM. Ini mengindikasikan bahwa kekurangan vitamin C akan menghambat konversi kolesterol ke estradiol. Waagbo et al. (1989) juga mencatat bahwa induk yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C, kadar vitelogenin dalam serum lebih rendah dibandingkan dengan induk yang menerima pakan yang dengan suplementasi vitamin C 2000 mglkg. vitamin C pada ovarium berperan dalam reaksi hidroksilasi biosintesis hormon steroid (Horning et al., 1984 dan Sandnes, 1984). Pendapat ini didukung oleh hasil pengamatan Halver dalam Waagboo et al. (1989) yang mencatat bahwa vitamin C diakumulasikan pada sel folikel yang mengitari sel telur. Pada jaringan ini terdapat sel teka yang berperan mensintesis hormon steroid reproduksi (Zohar, 1991), sehingga rendahnya vitamin C pada ovarium, seperti ditemui pada ikan yang diberi pakan tanpa suplementasi askorbil phosphate magnesium akan menghambat sintesis estradiol. Marzuqi.. et al.

6 (1997) melaporkan bahwa pemberian L-ascorbil -2-phosphate magnesium sebesar (0.0, 0.05, 0.10, 0.15 %) dalam pakan induk udang windu (Penaeus monodon) menghasilkan peningkatan gonad somatik indeks (GSI) %, dibandingkan dengan kontrol hanya 1.0 %. Selanjutnya dilaporkan bahwa kandungan vitamin C dalam ovarium yang disuplementasi APM adalah pglg, sedangkan induk yang tanpa disuplementasi dengan vitamin C, hanya pglg Hasil penelitian ini selanjutnya menunjukkan bahwa pada bulan Desember terjadi pemijahan pada perlakuan suplementasi 1500 mg, 2250 mg dan 3000 mg karena semua induk mempunyai telur dengan diameter rata-rata 700p sehingga pada bulan tersebut semua induk memijah, sedangkan perlakuan kontrol (tanpa suplementasi) hanya empat ekor induk yang telurnya berdiameter 700p, sedang dua ekor lainnya mempunyai diameter kurang dari 700p, sehingga hanya 66,70 % induk yang mernijah (Tabel 3). Selanjutnya pada perlakuan B (750 mg APM) tidak terjadi pemijahan, karena hanya dua ekor induk yang berisi telur dengan diameter 200p dan 580p, sedangkan empat ekor induk lainnya tidak berisi telur. Pada perlakuan B (750 mg APM) ini dari empat ekor yang tidak berisi telur, dua ekor diantaranya berisi sperma, ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kelamin dari betina menjadi jantan (lampiran 13). Tabel 3. Prosentase jumlah induk ikan kerapu batik yang memijah pada masingmasing perlakuan

7 Pada bulan Januari semua induk memijah pada perlakuan dengan suplementasi APM 1500 mg, 2250 mg dan 3000 mg. Demikian pula pada perlakuan kontrol (Tabel 3). Sedangkan perlakuan B (750 mg APM) tidak terjadi pemijahan, ini karena hanya ditemukan satu ekor induk yang berisi telur dengan diameter 580p sedang dari lima ekor induk lainnya; ditemukan tiga ekor induk berubah kelamin menjadi jantan (berisi sperma), sedang dua ekor induk lainnya tidak berisi telur (Lampiran 13). Dabrowski et al. (1995) yang mengamati induk ikan trout yang diberi pakan dengan askorbil phosphate magnesium 0, 30, 110, 220, 440 dan 780 mglkg pakan, mencatat bahwa kandungan testosteron plasma semakin tinggi dengan meningkatnya dosis yang disuplementasikan. Azwar et al. (2001) melaporkan bahwa induk ikan bandeng (Chanos-chanos Forskal) yang menerima pakan dengan suplementasi askorbil phosphate magnesium 1500 mglkg pakan fi-ekuensi pernijahan lebih tinggi dibanding suplementasi 1000 mg dan kontrol (tanpa penarnbahan). Pada induk yang tanpa diberi vitamin C tidak ditemui ikan memijah pada musim pemijahan. Selanjutnya Waagbo et al. (1989) melaporkan bahwa estradiol induk ikan trout yang diberi pakan dengan suplementasi vitamin C 2000 mglkg pakan lebih tinggi dibanding induk kontrol. Kadar estradiol induk yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C meningkat dari 76,3 menjadi 89,2 nm pada masa vitelogenesis, sedangkan induk kontrol kadar estradiol menurun dari 64,O menjadi 51,l nm. Hasil pengamatan terhadap produksi telur memperlihatkan bahwa jumlah total produksi telur tertinggi dicapai dari induk pada perlakuan E (3000 mg APM) yaitu butir, kemudian disusul perlakuan C (1500 mg APM) dengan

8 jumlah telur butir, selanjutnya perlakuan A (0 mg APM) dengan jurnlah telur butir dan yang terendah adalah perlakuan D (2250 mg APM) dengan jumlah telur adalah butir. Sedangkan induk perlakuan B (750 mg APM) tidak memproduksi telur (Tabel 4). Tabel 4. Produksi telur induk kerapu batik pada setiap perlakuan selama penelitian Pedakuan dosis Produksi telur T.mengapung T.mmgendsp Pembuahan + (%) O(%),,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, I A(0 mg) B(750 mg) C(l500 mg) D(2250 mg) I E(3000 mg) Keterangan : T. = telur + = Perhitungan pembuahan telur didasarkan pada jumlah total telur (yang terdiri dari telur mengapung dan telur yang menendap) V = Perhitungan penetasan telur berdasarkan jumlah telur yang menetas dari telur yang mengapung Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa ada pengaruh positif antara makin meningkatnya dosis suplementasi askorbil phosphate magnesium dengan meningkatnya produksi telur. Hubungan korelasi antara pemberian suplementasi APM dan produksi telur pada penelitian ini hanya r = 0,335 (Lampiran 26 d) hubungan korelasi menjadi rendah karena ada perlakuan suplementasi yang tidak menghasilkan telur, yaitu perlakuan suplementasi 750 mg APM. Masumoto et al. (1991) melaporkan bahwa induk ikan crucian carp yang diberi suplementasi vitamin C menghasilkan produksi telur lebih tinggi dibanding tanpa suplementasi vitamin C. Daya tetas telur ikan kerapu batik untuk semua perlakuan selama penelitian berkisar 76-98,33 %. Pada perlakuan E (3000 mg APM) diperoleh rataan daya tetas mencapai 98,33 %, kemudian perlakuan C(1500 mg APM) diperoleh rataan daya tetas 95,50 %, selanjutnya perlakuan D (2250 mg APM)

9 diperoleh rataan daya tetas 93,OO % dan yang terendah ada pada perlakuan A (kontrol) diperoleh rataan daya tetas 76,OO %. Ada korelasi yang sangat positif antara makin tinggi suplementasi APM dengan makin meningkatnya daya tetas telur, hasil analisis statistik menunjukkan hubungan r = 0,8325 (Lampiran 26 c) Azwar (1997) melaporkan bahwa suplementasi ascorbil phosphate magnesium sangat nyata (P< 0.05) mempengaruhi daya tetas telur ikan nila dengan kecendrungan respons kuadratik, yang berarti peningkatan pemberian ascorbil phosphate magnesium tidak selalu diikuti dengan peningkatan daya tetas telur Rataan daya tetas telur meningkat dari 73,66 % mencapai maksimum 96.80% pada dosis ascorbil phosphate magnesium 2105,44 mg/kg pakan, kemudian menurun mencapai 90,33 % pada dosis 3000 mg/kg. Dari hasil penelitian terbukti bahwa pemberian suplementasi ascorbil phosphate magnesium pada pakan induk kerapu batik dapat meningkatkan daya tetas telur. Rendahnya daya tetas telur dari induk yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C berkaitan dengan rendahnya rataan kandungan vitamin C pada telur (Tabel 9). Ternyata bahwa rataan kadar vitamin C telur dari induk yang menerima pakan tanpa suplementasi ascorbil phosphate magnesium mencapai 157,53 pg/g dibanding dengan suplementasi ascorbil phosphate magnesium berkisar 275,15-555,58 pg/g. Soliman et al. (1986) mencatat bahwa daya tetas telur Oreochromis mossambicus yang menerima suplementasi vitamin C 1250 mg/kg pakan mencapai 89,33 % dengan kadar vitamin C pada telur adalah 201,83 pg/g, sedangkan induk tanpa suplementasi vitamin C hanya mencapai 54,25 % dan kadar vitamin C pada telur adalah 0 pg/g. Sadnes et al. (1984) mencatat bahwa 56 % induk ikan salmon (Oncorhynhus mykiss) yang menerima suplementasi

10 vitamin C 1000 mglkg pakan mempunyai daya tetas lebih dari 90 % dan kandungan vitamin C telur 31,O pg/g, sedangkan induk yang tidak menerima suplementasi vitamin C hanya 30 % dengan kandungan vitamin C pada telur 15 pg/g. Dabrowski dan Blom (1994) mencatat bahwa induk rainbouw trout (Oncorhynchus mykiss) yang menerima pakan dengan suplementasi asam ascorbat monophosphate 850 mg/kg pakan menghasilkan daya tetas telur 25,3-46,7 %, dengan kandungan vitamin C pada telur 316 pglg, sedangkan induk yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C menghasilkan daya tetas telur 9,4-22,5 %, dengan kadar vitamin C pada telur hanya 82 pglg. Sandnes et al., (1984) yang mengamati ikan rainbow trout, mencatat bahwa 56 % induk yang menerima suplementasi vitamin C 1000 mg/kg pakan menghasilkan telur dengan daya tetas 90,OO % dan kandungan vitamin C telur 31,00 pg/g, sedangkan induk tanpa suplementasi vitamin C menghasilkan daya tetas telur 30,OO % dan kandungan vitamin C telur 15 pglg. Perubahan Panjang, Berat dan Jenis Kelamin Hewan Uji Selama Penelitian Hasil penelitian ini memperlihatkan terjadi peningkatan panjang dan berat ikan uji pada semua perlakuan (Lampiran 25 b,c). Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang digunakan memberikan pengaruh yang sang at positif bagi peningkatan pertumbuhan(baik peningkatan bobot tubuh, maupun peningkatan panjang tubuh). Pakan formulasi yang diberikan dalam percobaan ini memberikan peningkatan pertambahan panjang absolut sebesar 0, 71-2,6 cm selama bulan September Januari Peningkatan panjang tubuh; yang tertinggi terjadi pada perlakuan B (750 mg APM) sebesar 2,6 cm, sedangkan

11 yang terendah sebesar 0,7 cm terjadi pada perlakuan D (2250 mg APM). Peningkatan panjang tubuh, juga diikuti dengan peningkatan bobot tubuh yang terjadi pada semua perlakuan. Perlakuan B memperlihatkan peningkatan bobot absolut tertinggi yaitu 0,71 kg, sedangkan yang terendah terjadi pada perlakuan C (1 500 mg APM) yaitu 0,34 kg(tabel5). Pada penelitian ini juga terjadi perubahan kelamin pada perlakuan B (750 mg APM) ; enam ekor induk betina berubah kelamin menjadi jantan sebanyak tiga ekor (50%). Hal ini karena ikan kerapu mempunyai kemampuan untuk berubah kelamin (Hemaphrodit protogeni), yang pada ukuran tertentu, seperti yang terjadi pada penelitian ini pada ukuran lebih panjang dari 51 cm dan berat tubuh lebih besar dari 3 kg berubah kelamin menjadi jantan sebanyak tiga ekor dari enam ekor induk betina (Lampiran 13). Tabel 5. Pertambahan panjang, penelitian berat rata-rata dan perubahan kelamin selama I B(750 mg) 1 49,9 2, , ,3 3, ,l 3,34 4/61 52,5 3,43 317' I C(1500 mg) 1 49,9 2, ,2 2, ,7 3, ,l 3, ,3 3, I D(2250 mg) 1 49,9 2, ,2 2, ,4 2, ,5 2, ,6 2, / I E(3000 mg) 1 48,7 2, ,2 2, ,6 2, ,7 2, ,O 2, I I I Keterangan : APM = Ascorbil phosphate magnesium, PT= Panjang total, BR= Berat, cm = centi meter, Kg = kilogram. F= female(betina), M= Maleoantan), F/M = 614 (6 ekor betina I 4 ekor jantan), * = berubah kelamin dari betina menjadi jantan Slamet B dan Tridjoko (1997) melaporkan bahwa kerapu batik yang berukuran berat lebih besar dari 1,9 kg dan lebih panjang dari 44 cm ditemukan berkelamin jantan. Demikian halnya ikan kerapu batik yang tertangkap di alam yang

12 berukuran berat lebih besar dari 2,7 kg dan lebih panjang dari 50 cm sering berkelamin jantan. Komposisi Kimia Telur dan Larva Hasil analisis komposisi kimia, menunjukkan bahwa telur-telur yang mengapung mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi dari telur yang mengendap. Pada setiap kali pemijahan dari jumlah total telur yang dihasilkan, selalu didapatkan dua tipe telur, yakni telur yang mengapung (floating) dan telur yang mengendap (sinking). Telur yang mengapung umumnya telur yang dibuahi dan dikategorikan telur yang bagus, sedangkan telur yang mengendap (sinking) dikategorikan telur jelek karena umumnya telur tak terbuahi juga ada telur yang perkembangan embrionya tidak sempurna dan berhenti berkembang sebelum menetas. Ini mungkin disebabkan oleh faktor nutrien bawaan yang kurang terpenuhi pada saat perkembangan gonad, sehingga pada saat tiba waktu telur ini dikeluarkan dari induknya (dipijahkan), telur-telur ini mengendap dan tidak menetas. Dari hasil analisis didapatkan bahwa kandungan protein telur-telur yang mengapung selalu lebih tinggi, dibanding telur-telur yang mengendap. Pada telur yang mengapung, kandungan protein tertinggi terjadi pada perlakuan D(2250 mg APM) yakni 59,5%, kemudian disusul perlakuan C (1 500 mg APM) yakni 55,79%, selanjutnya perlakuan E (3000 mg APM) dengan nilai protein 55,23% dan yang terendah adalah perlakuan A (0 mg APM) yakni 53,15% (Tabel 6).

13 Tabel 6. Komposisi kimia telur pada masing-masing perlakuan Parameter uji K. Air (%) K. Abu (%) K.Lemak (%) K. Protein (%) S KKarbohrat (%) / Keterangan : A (0 mg) APMg Pakan, B (750 mg) APM, C (1500mg) APM, D (2250mg) APM, E (3000mg) APMg pakan. Mutu telur ; terdiri dari (T.mengapung dan T. tenggelam) T.M = Telur mengapung, T.T= Telur tenggelam Ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dalam pakan akan ikut mempengaruhi proses vitelogenesis, sehingga pada saat proses vitelogenesis berlangsung vitamin C ikut mempercepat pembentukan lipoprotein yang merupakan bahan baku pembentukan kuning telur. Penelitian Ishibashi et al. (1994) terhadap ikan japanese parrot (Oplegnathus fasciatus) memperlihatkan bahwa ada peningkatan indeks gonad somatik dengan peningkatan dosis vitamin C yang diberikan. Ikan yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C 0, 300, 1000, 3000 mg/kg memperlihatkan nilai IGS masing-masing 0.5, 0.9, 1.4, 2.2% untuk betina dan 0.4, 0.6, 0.5, dan 0.8% untuk induk jantan. Pengamatan secara mikroskopis terhadap ovarium juga memperlihatkan prosentase induk yang mencapai aktivitas vitelogenesis meningkat dengan penambahan dosis vitamin C, induk yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C tidak menunjukkan adanya oosit fase vitelogenesis sedangkan perlakuan suplementasi vitamin C 300, 1000, dan 3000 mg/kg pakan jurnlah induk yang ovariumnya mencapai stadium vitelogenesis hingga matang adalah 20,40, 80%. Seperti diketahui bahwa komponen utama kuning telur adalah protein. Protein merupakan bahan utama pembentuk jaringan. Jika protein tidak

14 mencukupi selama perkembangan embrio maka proses perkembangan embrio akan terganggu, atau akan menghasilkan larva yang abnormal. Hasil analisis komposisi kimia larva umur satu hari dan umur tiga hari menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kandungan protein dan lemak pada semua perlakuan dan sebaliknya terjadi penurunan yang sangat drastis kandungan karbohidrat (Tabel 7). Tabel 7. Komposisi kimia telur dan larva umur satu hari dan tiga hari P....,,.,,,,,,,, P...,,,...,, ~- Perfakuan Tdw...-- Parameter UII K. Atr (%) K.Abu (%) K Lemak (%) K Proteln (%) KKarbhd(%) 78,Ol 62,22 77,68 79,68 78,9 1,35 1,48 0,86 0,82 0,78 6, ,78 8,16 7,76 53,15 67,l 55, ,1321,0925,3627,1828,03 r-'mtu hari 57,02-62,42 60,23 61,50 6,34-6,19 6,99 6,48 10,62-12,151 10,3 11,82 64,03-64,76 64,96 65,23 10, ,6 6,lO tawa Wga hari 60,30-58,62 62,22 62,17 6,52-7,67 6,19 6,41 11,92-11,32 12,3 13,16 65,04-64,59 64,41 65, ,26 5,72 4,80 Keterangan : A = 0 mg APMlkg pakan B = 750 mg APMlkg pakan, C = 1500 mg APMlkg pakan D = 2250mg APMlkg pakan E = 3000 mg APMlkg pakan * = gonad (bakal telur) Hasil analisis total lemak pada telur didapatkan bahwa pada suplementasi ascorbil phosphate magnesium dalam pakan terj adi peningkatan lemak pada perlakuan D(2250 mg APM) yaitu 9,55%, kemudian perlakuan E(3000 mg APM) 7,76 %, sedangkan perlakuan A (0 ing APM=kontrol) kandungan lemak hanya 6,78 %. Vitamin C dapat mempengaruhi metabolisme lemak dan L-karnitin tubuh (Miyasaki et al. 1995) Vitamin C berperan dalam reaksi enzim hidroksilase mitokondrial dan hidrosilase sitosolik pada tahap I1 dan V jalur pembentukan karnitin (Feller dan Rudman, 1988). L- karnitin merupakan komponen yang terdapat dalam jantung, otot kerangka, hati dan beberapa jaringan lain. Komponen ini berperan dalam transpor asam lemak ke dalam mitokondria, dimana asam-asam lemak tersebut akan dioksidasi yang diperlukan oleh sel-sel dan jaringan lainnya (Hughes., 1981 dalam Piliang 2000). Karnitine disintesis

15 dari lisin dan metionine oleh dua enzim hidroksilase, dimana kedua enzim tersebut mengandung ferro dan L- asam ascorbik. Defisiensi L-asam ascorbik, dapat menurunkan produksi karnitine dan akan menyebabkan akumulasi trigliserida dalam darah, kelelahan dan penyakit scurvy (Piliang., 2000). Dengan optimalnya vitamin C dalam tubuh ikan, maka ketersediaan karnitine sebagai carrier cukup, sehingga meningkatkan efisiensi penggunaan lemak tubuh. Penambahan vitamin C bentuk ascorbil phosphate magnesium dalam pakan ikan rainbow trout dapat meningkatkan kadar total L- karnitin di otot dan hati (Miyasaki et al. 1995). Hasil analisis komposisi kimia larva umur satu hari dan tiga hari menunjukkan peningkatan kandungan protein dan lemak, dibandingkan dengan hasil analisa kimia telur, (Tabel 7). Hal ini berhubungan dengan dimulainya pembentukan jaringan pada saat telur-telur menetas, seperti terbentuknya kepala, terbentuknya abdomen dan ekor yang terjadi pada saat telur-telur baru menetas, pada hari kedua terbentuk saluran pencernaan, terbentuknya mata(tetapi belum befingsi), terbentuknya sirip dada, terjadinya penebalan pada rangka utama. Pada hari ke tiga saluran pencernaan sudah terbentuk dengan sempurna dan telah siap dihngsikan, demikian pula mata telah befingsi dengan baik. Pada saat ini cadangan energi berupa kuning telur telah habis, karena telah digunakan dalam pembentukan jaringan, hingga jaringan tersebut befingsi. Cadangan energi yang sisa adalah oil globule (butir minyak), yang dihngsikan oleh larva sebagai sumber energi dalam metabolisme dan mengejar makanan. Jika dalam waktu tertentu larva belum memperoleh makanan maka, oil globule akan dimanfaatkan terus. Makin lama larva hidup dengan mengandalkan energi cadangan (endogenous),

16 menunjukkan kualitas telur. Heming dan Budington (1989) yang mengemukakan bahwa ukuran telur mempunyai hubungan erat dengan kesehatan larva dan panjang pasca larva, karena ukuran telur merupakan refleksi dari komposisi kimia kuning telur yang dipengaruhi oleh keadaan nutrisi pakan induk dan kondisi induk. Pengamatan Quattro dan Weeks (1991) terhadap telur ikan genus Poecilzopsis mencatat bahwa ada hubungan yang kuat antara ukuran diameter telur dengan ketersediaan energi telur. Menurut Rana (1985) pasca larva Oreochromis mosambicus yang dihasilkan dari telur yang berukuran besar, hidup lebih tahan tanpa makan, dibandingkan pascalarva yang dihasilkan dari telur berdiameter lebih kecil. Watanabe et al. (1985) mencatat bahwa ukuran larva "red sea bream" yang dihasilkan dari induk yang menerima pakan dengan kandungan protein 43 % lebih panjang dari pada lama yang dihasilkan dari induk yang diberi pakan dengan kadar protein 33 %. Sandnes et al. (1984) yang mengamati pengaruh asarn askorbit terhadap reproduksi ikan rainbouw trout (Oncorhynchus mykiss) mencatat bahwa rataan diameter telur yang dihasilkan oleh induk yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C 1000 mglkg pakan tidak berbeda nyata dibanding dengan induk yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C, walaupun rataan diameter telur cendrung lebih besar yaitu 4,93 mm, dibanding perlakuan kontrol 4,91 mm. We dan Tuan. (1988) mencatat bahwa perbedaan bobot telur ikan tilapia, terutama disebabkan oleh jumlah material kuning telur. Kuantitas kandungan protein dan lipida telur sangat mempengaruhi kualitas telur, lipida telur akan cepat menurun pada saat perkembangan embrio dan larva (Halver, 1989). Lipida yang terdapat pada telur

17 dapat langsung digunakan sebagai sumber energi, dapat pula dikonversi ke struktur membram sel, atau senyawa lainnya (Watanabe., 1988). Hasil analisis komposisi asam lemak menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi asam lemak dari telur ke larva umur satu hari dan tiga hari (Tabel 8). Analisis asam lemak pada telur, khususnya jenis omega 6 (E 6), pada perlakuan A (0 mg APM) diperoleh angka terendah % dari total lemak talc jenuh, sedangkan yang tertinggi terjadi pada perlakuan D (2250 mg APM) dengan nilai 21.56% dari total lemak tak jenuh Untuk asam lemak jenis omega 3 (E 3) diperoleh nilai yang terendah pada perlakuan suplementasi 750 mg APM/kg pakan yaitu % dari total lemak tak jenuh, sedangkan yang tertinggi terjadi pada perlakuan C (1500 mg APM), dengan nilai % dari total lemak tak jenuh. Pada stadia larva terjadi penurunan prosentase asam lemak jenis (omega 6 dan omega 3)

18 Tabel 8. Komposisi asam lemak telur dan larva (umur satu hari dan tiga hari) stadta Tab h a 1 hari Larva 3 hari.,.,, A,.. C. O E,,A FT. c. # E A..., u.13 ( Asam Lemak I I EPA (mg) DHA (mg) 3,15 1,91 1,79 0,90 1,67 0,55-0,40 1, ,35-0,14 3,75 0,18 0,95 0,12 0,17-0,69 2,64 0, ,69 - Keterangan : A = 0 mg APMlkg pakan, B = 750 mg APMlkg pakan, C = 1500 mg APMlkg pakan D = 2250 mg APMlkg pakan, E = 3000 mg APMlkg pakan E 6 = asam lemak di ikatan rangkap atom C nomor 6(0mega 6) E 3 = asam lemak di ikatan rangkap atom C nomor 3(0mega 3) EPA = Ecosapentanoid acid (C:20:5n-3) DHA = Docosaheksanoid acid (C22:6n-3) - = tak dapat dianalisis karena sampel tidak cukup Hasil analisis asam lemak tak jenuh ganda EPA pada stadia telur, diperoleh data pada perlakuan (2250 mg APM) merupakan yang terendah dengan nilai 0.90 mg sedangkan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan kontrol dengan nilai 3.15 mg. Data yang diperoleh pada asam lemak ikatan rangkap jenis DHA, diperoleh angka yang tendah pada perlakuan 3000 mg APM dengan nilai 0.12 mg DHA, sedangkan yang tertinggi terjadi pada perlakuan 750 mg APM dengan nilai 3.75 mg DHA (Tabel 8). Hasil analisis komposisi asam lemak menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi asam lemak dari telur ke larva umur satu hari dan ke larva umur tiga hari. Hal ini disebabkan oleh penggunaan asam lemak untuk pembentukan membram sel. Sejalan dengan itu maka pembentukan sel-sel secara cepat bagi menopang terbentuknya jaringan-jaringan yang khas; seperti terbentuknya saluran pencernaan, terbentuknya sirip dada, terbentuknya mata, mulut dan lain-lain. Ini semua memerlukan asam lemak yang merupakan bahan baku pembentukan membram sel, sehingga sel-sel dapat kokoh, hat dan tetap dalam identitasnya. Terjadinya penurunan asam lemak ini, disamping disebabakan

19 kebutuhan untuk intergrasi membram sel, juga disebabkan oleh pemakaian sebagai sumber energi. Pada penelitian Mokoginta (1992) yang mengamati perkembangan larva ikan lele(c1arias batrachus) mencatat rasio lipida polar dan lipida non polar semakin meningkat sejak awal embriogenesis yang menunjukkan bahwa lipida non polar (netral) berperanan penting sebagai sumber energi.. Hasil penelitian Mar (1997) pada ovarium ikan nila (Oreochromis sp) pada TKG IV, mencatat bahwa induk yang menerima pakan suplementasi APM mempunyai kandungan lemak non polar yang lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Miyasaki et al. (1995) menyatakan bahwa vitamin C dapat mencegah terjadinya metabolisme lemak yang abnormal, seperti berkurangnya asam lemak rantai panjang dan terganggunya lemak tubuh selama tidak makan. Kandungan N-3 HUFA khususnya EPA dan DHA pada telur lebih tinggi dibandingkan larva umur satu hari dan tiga hari (Tabel 8). Hal ini karena fungsinya sebagai "homeovzscous" dimana larva akan mengubah komposisi phospholipid membrannya dalam merespons perubahan kondisi lingkungan seperti suhu, telah dilaporkan oleh Hazel (1984 dalam NRC, 1993) adaptasi terhadap suhu lingkungan yang lebih tinggi, proporsi phosphatidylethanoalamine menurun sedangkan phosphatidylcholine meningkat. Perubahan rasio kedua komponen fosfolipid membram tersebut dapat digunakan sebagai suatu indikator adaptasi yang baik terhadap perubahan lingkungan. Peranan n-3 HUFA juga sangat penting dalam proses osmoregulasi ikan laut. Furuita et a/. (1999) telah mencoba uji toleransi terhadap salinitas tinggi hingga 65 ppt terhadap larva ikan Japanese flounder (Paralichtys olivaceus), dan mendapatkan kelangsungan hidup yang tinggi, jika ikan diberi pakan yang mengandung DHA sebanyak 3 %. Furuita et al. (1996)

20 melaporkan bahwa defisiensi DHA pada awal perkembangan larva dapat menyebabkan tidak normalnya fungsi visual dan penerjemahan neural lainnya dalam tingkah laku. Juga dilaporkan bahwa DHA sangat penting bagi larva ikan "yellowtail" untuk perkembangan otak dan retina, dan ikan ini sangat mengandalkan mata dan otaknya untuk mengidentifikasi, memburu dan menangkap mangsa. Kandungan Vitamin C dan Ratio Hidroksi prolinffrolin pada Telur dan Larva Hasil analisis kandungan vitamin C pada telur serta larva umur satu hari dan larva umur tiga hari, menunjukkan bahwa kandungan vitamin C lebih tinggi pada telur, kemudian menurun setelah telur menetas menjadi larva. Ini membuktikan bahwa vitamin C yang diberikan melalui pakan induk akan diakumulasikan oleh induk pada saat pembentukan telur dan dimanfaatkan saat perkembangan larva (Tabel 9). Tabel 9. Kandungan vitamin C (pglg bobot basah) telur dan larva umur satu dan tiga hari. jj;;-l.'jl"$:j:jf :?:I;; jj ;;;;:;;;l;.. 8 w g g?..;. ;...j.i;. i;.!.i.i.i.i...m;.ij.i;.i; ~..j.. j..j iiii:~.i.$fi@~~lji&@m ;:::::i$#rhg AM lii.g#spfl.c@&m ;j;::~;:~~mg.../...>... :j.:j /...I /......:./... M...' ~:,:::.:.....:.;.:.::;.. ;:::. :.::--:~;::.li;:ii;:i::.;:jjjj:.. ;:I I;.:.I,..I,: ' ";~,;,I;.~Bj$##~~::j;s,~ksr /... :,...)... :,::,,::,::: ;.,: ;::::::::::::;:: :,,,, :mgarn.: Telur 157,53H,61 555,58H,74 320,30H ,151,49 376,82H,59 Larva 1 hari H,67 250,95H, ,63M,95 368,78*1,81 Larva 3 hari 111,19*1,11 216,31f 1,51 208,17N, ,48Q,72 Induk ikan kerapu yang menerima pakan dengan suplementasi APM lebih tinggi, mempunyai telur dengan kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibanding dengan yang tanpa disuplementasi; seperti terlihat pada perlakuan E (3000 mg APM) kandungan vitamin C pada telur mencapai 376,82 pglgram berat basah, sedangkan perlakuan A (0 mg APM) kandungan vitamin C pada telur

21 hanya 157,53pg /gram. Pada larva umur satu hari untuk perlakuan E (3000 mg APM), kandungan vitamin C nya 368,78p.g /gram dan untuk larva umur tiga hari kandungan vitamin C nya adalah 2 1 1,48 &gram, dibandingkan dengan perlakuan A (0 mg APM), pada larva umur satu hari, kandungan vitamin C nya 130,67 pg/gram dan untuk larva umur tiga hari kandungan vitamin C nya 111,19 pg/gram. Terlihat berbedaan kandungan vitamin C yang sangat besar antara perlakuan E (3000 mg APM) dibanding perlakuan kontrol (0 mg APM) pada semua stadia (Tabel 9). Ini membuktikan bahwa vitamin C memang sangat dibutuhkan dalam perkembangan embrio dan larva, seperti untuk pembentukan kolagen yang merupakan komponen utama pada kulit dan jaringan ikat serta zatzat pembentuk tulang dan gigi dan merupakan bahan dasar zat-zat yang terdapat diantara sel-sel. Defisiensi vitamin C dapat menyebabkan terganggunya sintesis kolagen yang menimbulkan penyakit (Piliang., 2000). Sintesis kolagen meliputi proses hidroksilasi prolin secara enzimatik untuk membentuk suatu komponen stabil yaitu matriks ekstra seluler. Demikian pula halnya dengan proses hidroksilasi lisin untuk pembentukan glikosilasi dan proses penganyaman seratserat kolagen. Kebutuhan asam askorbit sangat spesifik yaitu untuk melindungi enzim-enzim hidroksilasi dengan cara oksidasi ion-ion ferro dan kelompok thiol. Beberapa kolagen dapat terbentuk tanpa adanya L-asam ascorbit, namun seratserat yang terbentuk tidak normal dan jumlahnya pun sedikit (Piliang, 2000). Secara umum diketahui bahwa asam ascorbit befingsi untuk sintesis kolagen- kolagen yang rusak, dengan demikian merangsang pembentukan jaringan pengikat yang diperlukan untuk memperbaiki jaringan-jaringan yang rusak serta mempercepat pertumbuhan.

22 Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa penambahan APM dalam pakan, turut meningkatkan rasio hidroksi prolidprolin(hp/p), dibanding perlakuan yang tidak dilakukan penambahan. Seperti terlihat pada perlakuan A(0 mg APM); kandungan HPP masih terdeteksi yaitu 0,135 pada telur, sedang pada penambahan vitamin C sebesar 3000 mg APM, diperoleh rasio HPP 0,710 pada sampel telur, selanjutnya dengan penambahan vitamin C 2250 mg APM diperoleh 0,56 dan dengan penambahan vitamin C 1500 mg APM, diperoleh rasio HP/P 0,46 (Tabel 10). Tabel 10. Rasio hidroksi prolidprolin telur dan larva (umur satu dan tiga hari) Telur 0,135&0,007 0,28kO,014 0,465&0,007 0,56M,014 0,71&0,014 Larva 1 hari 0,29kO,014 0,445f0,007 0,54+0,014 0,625M,007 Larva 3 hari 0,205&0,007 0,34M,014 0,445&0,007 0,52M,014 Rasio hidroksi prolidprolin pada perlakuan 3000 mg APM pada stadia larva umur satu hari adalah 0,625, sedangkan pada perlakuan kontrol hanya 0,29. Ini memperlihatkan perbedaan yang cukup besar antara perlakuan E (3000 mg APM) dengan perlakuan kontrol (0 mg APM). Dalam hubungannya dengan pembentukan kolagen, maka salah satu cara untuk mendeteksi adalah dengan melihat hasil pengukuran terhadap prolin dan hidroksi prolin serta rasio antara keduanya. Kalau rasio hidroksi prolidprolin tinggi maka peluang terjadinya pembentukan kolagen akan tinggi, demikian pula sebaliknya. Penambahan APM juga memperlihatkan rasio hidroksi prolidprolin(hp/p) lebih tinggi, dibanding yang tidak dilakukan penambahan. Sato, Miyasaki dan Yoshinaka (1991) mencatat hasil percobaannya mengunakan ikan rainbow trout berukuran 650 grlekor yang diberi pakan dengan penambahan vitamin C dalam bentuk L-

23 askorbil-2-phosphate magnesium dan asam askorbat masing-masing 100, 200, 500 dan 2000 mglkg pakan selama 15 minggu menghasilkan rasio hidroksiprolidprolin di kulit dan tulang masing-masing 0.65, sedang ikan yang menerima pakan tanpa penambahan vitamin C menghasilkan rasio hidrosiprolin/prolin sebesar Sato, Hatano dan Yoshinaka (1991) melaporkan hasil percobaanya mengunakan vitamin C (L-askorbil-2-phosphate dan asam askorbat) dan dosis vitamin C dalam pakan adalah 100, 500 dan 2000 mglkg pakan pada ikan rainbow trout, diperoleh hasil bahwa rasio hidroksi prolinlprolin di kulit dan tulang lebih tinggi 0.69 dibanding tanpa penambahan vitamin C yang hanya sebesar Penurunan rasio hidroksiprolidprolin dari telur ke larva umur satu hari dan larva umur tiga hari, memperlihatkan te rjadinya peningkatan aktifitas biosintesis kolagen untuk menopang struktur tubuh dari larva yang baru menetas. Sedangkan tingginya rasio hidroksiprolidprolin pada pakan yang diberi suplementasi vitamin C menunjukkan bahwa vitamin C dibutuhkan dalam sintesis kolagen. Prolin merupakan bahan baku untuk sintesis hidroksiprolin yang merupakan komponen utama penyusun formasi kolagen. Menurut Dabrowski dan Blom (1994) ada korelasi antara kandungan vitamin C dalam telur dengan perkembangan embrio dan kekurangan vitamin C pada telur akan memberikan efek yang merugikan bagi perkembangan embrio. Hasil percobaannya mencatat bahwa selama perkembangan embrio 37 % cadangan vitamin C telur digunakan. Dalam percobaan ini rataan vitamin C yang digunakan dalam perkembangan embrio dan larva dari induk yang menerima pakan dengan suplementasi askorbil phosphate magnesium berkisar % hingga % sedangkan pada kontrol kandungan vitamin C larva tidak terdeteksi.

24 Kekurangan vitamin C cenderung melemahkan struktur tubuh (Goodman., 1994) dan akibatnya pertumbuhan larva menjadi tidak normal. Rendahnya persentase larva yang abnormal yang dihasilkan oleh induk ikan yang diberi pakan tanpa suplementasi vitamin C, menunjukkan bahwa vitamin C berperan dalam sintesis kolagen yang berguna untuk menopang pertumbuhan yang normal bagi larva. Azwar (1997) melaporkan percobaannya dengan menggunakan ikan nila bahwa penambahan APM berpengaruh sangat nyata dalam menekan ke abnormalan larva. Persentase larva abnormal menurun dari % pada pakan kontrol, menjadi hanya 0.54 % pada pakan yang di suplementasi APM. Percobaan Soliman et a1 (1986) mencatat bahwa induk ikan Oreochromis mossambicus yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C, perkembangan larva abnormalnya mencapai 56.9 % sedangkan induk yang menerima pakan dengan penambahan vitamin C 1250 mglkg pakan hanya menghasilkan larva yang abnormal sebesar 1.28 %. Daya tahan Hidup Larva dengan Mengandalkan energi cadangan (Survival Activity Index) Hasil pengamatan terhadap ketahanan hidup larva tanpa mengandalkan energi dari lux, memperlihatkan bahwa makin tinggi kandungan vitamin C pada larva, maka makin tinggi pula ketahanan hidup larva (Tabel 11). Ketahanan hidup larva rata-rata yang diberi vitamin C 3000mg APM mencapai 4,86 hari, kemudian yang diberi vitamin C 2250 mgapm mencapai 4,33 hari, selanjutnya yang diberi 1500 mg APM ketahanan hidup mencapai rata-rata 4,40 hari sedangkan yang tanpa penambahan vitamin C (0 mgamp) hanya dapat bertahan hidup rata-rata selama 3,00 hari. Ketahanan hidup ini sangat berhubungan dengan

25 . cadangan energi bawaan berupa kuning telur dan butir minyak. Sedangkan cadangan energi bawaan ini proses pembentukamya sangat dipengaruhi oleh nutrien induk. Tabel 11. Kemampuan hidup Larva tanpa diberi makan (survival activity index) pada setiap perlakuan... :,:,., :.?... ( $$$~~~~~fqii~&~:jji:i:i:jjj:jii:jij:jj~: g... : :.:::'.'. >... ; $ ~ ~ & ~ ~ ~...,,:.:;......'...' '."... :;.,;.>::;:b@@$jj&p... ]#f&<<$ $f$$~$j~~~~:$~;~~~~~~&&~~c:i;;j$$;;;;$$~~<$~~$ A(0 mg)apm 32 3, 3, f 0,707 B(750 mg) APM aj:ji:m #@@##$@h@zg&kjj< ]a#g(mm... C(1500 mg) APM D(2250 mg) APM E(3000 mg) APM 3, 5, 5 4, 5 3,6,4 3,5,5 5, 2, 5 5, 6, * 0, f 1, ,254 Ketahanan hidup larva awal sangat ditentukan oleh cadangan energi bawaan berupa kuning telur dan butir minyak, yang dipersiapkan oleh induk mulai saat vitelogenesis sampai telur matang (siap dipijahkan). Jika dalam perkembangan oosit (telur), induk mengalami kekurangan nutrien, maka proses perkembangan vitelogenesis (penumpukan kuning telur) akan mengalami gangguan, sehingga telur yang dihasilkan sering tidak menetas. Pada penelitian ini didapatkan bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara perlakuan yang disuplementasi APM dengan daya tahan hidup larva yang mengandalkan cadangan energi bawaan berupa kuning telur dan butir minyak, hubungan korelasinya (r = 0,9058) pada (Lampiran 25) dengan lama hidup rara-rata selama hari, sedangkan yang tanpa suplementasi APM hanya bertahan hidup rata-rata 3,00 hari. Masumoto et al. (1991) mencatat bahwa penambahan vitamin C dalam pakan induk, dapat meningkatkan fekunditas, diameter telur, dan ketahanan hidup larva serta mengurangi abnormalitas larva.

26 Selanjutnya dikatakan bahwa status nutrien pada masa embrionic sangat ditentukan oleh nutrien induk, sebab kecukupan nutrien pada masa embrionic, hanya ditransfer oleh induk selama masa vitelogenesis. Nutrien induk tidak hanya mensupport perkembangan vitelogenesis, tetapi juga mensupport perkembangan embrio hingga menetas menjadi larva, dan sampai larva dapat mencari makanannya sendiri. Peningkatan ketahanan hidup larva, sang at berkaitan dengan ketersediaan energi bawaan. Ada kecendrungan bahwa ikan yang menerima suplementasi APM sebagai sumber vitamin C kandungan energi telurnya lebih tinggi. Hasil penelitian Azwar (1997) mencatat bahwa ikan nila yang menerima pakan yang disuplementasi APM yang cukup menghasilkan telur yang relatif lebih besar dibandingkan dengan induk ikan nila yang menerima pakan tanpa suplementasi APM. Pengamatan Quattro dan Weeks (1991) terhadap telur ikan genus Poeciliopsis mencatat bahwa ada hubungan yang hat antara ukuran diameter telur dengan ketersediaan energi telur.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya ikan ini belum diimbangi dengan tingkat produksi yang tinggi karena tidak didukung oleh produksi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemberian kombinasi pakan uji yang ditambahkan ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan implantasi estradiol-17β pada ikan lele (Clarias gariepinus) yang dipelihara dalam

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari protein. Bahan ini berfungsi untuk membangun otot, sel-sel, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari protein. Bahan ini berfungsi untuk membangun otot, sel-sel, dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Baung Nutrisi yang harus ada pada ikan adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. Sekitar 50 % dari kebutuhan kalori yang diperlukan oleh

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Tahap I Pemberian pakan uji yang mengandung asam lemak esensial berbeda terhadap induk ikan baung yang dipelihara dalam jaring apung, telah menghasilkan data yang

Lebih terperinci

Pengaruh vitamin C terhadap perkembangan gonad, daya tetas telur dan sintasan larva ikan lele dumbo (Clarias sp)

Pengaruh vitamin C terhadap perkembangan gonad, daya tetas telur dan sintasan larva ikan lele dumbo (Clarias sp) Pengaruh vitamin C terhadap perkembangan gonad, daya tetas telur dan sintasan larva ikan lele dumbo (Clarias sp) (Effect of vitamin C on gonadal development, egg hatchability and survival rate of catfish,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit. Perkembangan ovarium dapat dinyatakan dalam satuan indeks dari

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit. Perkembangan ovarium dapat dinyatakan dalam satuan indeks dari TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit Perkembangan ovarium dapat dinyatakan dalam satuan indeks dari prosentase bobot gonad per bobot tubuh dan dinyatakan sebagai satuan indeks gonad somatik

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Metode Penelitian Penelitian: Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2%

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH VITAMIN C TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD INDUK UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii)

PENGARUH VITAMIN C TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD INDUK UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) 194 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (2): 194-199 ISSN: 0853-6384 Full Paper *) ) PENGARUH VITAMIN C TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD INDUK UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) THE EFFECT OF VITAMIN C

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan metabolisme di dalam tubuh, protein menyumbang paling besar kalori di dalam tubuh dibandingkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kematangan Gonad Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kematangan Gonad Ikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Kematangan Gonad Ikan Kematangan gonad adalah tahapan tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Selama proses reproduksi, sebagian energi dipakai untuk perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila berdaging padat, tidak mempunyai banyak duri, mudah disajikan dan mudah didapatkan di

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 22 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT), Depok, Jawa Barat. Penelitian ini dimulai sejak Juni sampai Desember

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Percobaan tahap pertama mengkaji keterkaitan asam lemak tak jenuh n-6 dan n-3 yang ditambahkan dalam pakan buatan dari sumber alami

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pemberian pakan buatan di BBAP Situbondo dilakukan bulan Oktober sampai Desember 2008. Sedangkan untuk pada bulan Agustus-September induk diberi perlakuan pakan rucah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun tahun 1997

PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun tahun 1997 PENDAHULUAN Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun tahun 1997 mernberikan dampak terhadap peningkatan populasi dan produksi peternakan. Ditinjau dari sea popuiasi ternak ayam ras petelur antara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA PAKAN BERBASIS TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN NILA MERAH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

2.KEBUTUHAN NUTRISI INDUK IKAN

2.KEBUTUHAN NUTRISI INDUK IKAN 2.KEBUTUHAN NUTRISI INDUK IKAN Semua jenis ikan membutuhkan zat gizi yang baik, biasanya terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta energi untuk aktivitas. Jumlah zat gizi yang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang permintaannya terus meningkat dan berkembang pesat. Udang vannamei memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Energi dan Makronutrien Kerapu Bebek 2.1.1. Sumber dan Pemanfaatan Energi oleh Ikan Pada ikan, sumber energi diperoleh dari pakan, dimana pada pakan ikan ini mengandung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100-200 gram.

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus Oleh : Khaidir Ahmady Us IImu Perairan 99466 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gurami 1. Klasifikasi Menurut Jangkaru (2004), klasifikasi ikan gurame adalah sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Order Sub-Order Family Genus Species : Animalia : Chordata :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang PENDAHULUAN Latar Belakang Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang cenderung mengkonsumsi makanan-makanan cepat saji dengan kadar lemak yang tinggi. Keadaan ini menyebabkan munculnya

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE

KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE (Clarias gariepinus) BETINA MELALUI PENAMBAHAN ASCORBYL PHOSPHATE MAGNESIUM SEBAGAI SUMBER VITAMIN C DAN IMPLANTASI DENGAN ESTRADIOL-17β HENGKY JULIUS SINJAL SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan Cirata dan Saguling khususnya kabupaten Cianjur sekitar 8.000.000 kg (ukuran 5-8 cm) untuk ikan mas, 4.000.000

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii)

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) 697 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda... (Reza Samsudin) EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) ABSTRAK

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

HASIL. Parameter Utama

HASIL. Parameter Utama 42 HASIL Parameter Utama Parameter utama hasil pengamatan pemberian hormon tiroksin terhadap reproduksi ikan nila yang dipelihara pada media bersalinitas terdiri dari hepato somatik indeks (HSI, %), diameter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Protein Pakan Protein adalah salah satu nutrien yang sangat diperlukan oleh ikan. Protein dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan tubuh

Lebih terperinci

KANDUNGAN VITAMIN C PADA OVARIUM IKAN LELE (Clarias gariepinus) SAAT SIKLUS REPRODUKSI. Hengky Sinjal ABSTRACT

KANDUNGAN VITAMIN C PADA OVARIUM IKAN LELE (Clarias gariepinus) SAAT SIKLUS REPRODUKSI. Hengky Sinjal ABSTRACT KANDUNGAN VITAMIN C PADA OVARIUM IKAN LELE (Clarias gariepinus) SAAT SIKLUS REPRODUKSI Hengky Sinjal Staf Pengajar pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Gambar 1 menunjukkan adanya penambahan bobot rata-rata pada ikan uji. Penambahan bobot akhir rata-rata dari bobot awal rata-rata pada perlakuan pakan RUSNAS sebesar

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015),

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan komoditas bahan pangan yang bergizi tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), konsumsi produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Embrio Ikan Nilem Hasil pengamatan embriogenesis ikan nilem, setelah pencampuran sel sperma dan telur kemudian telur mengalami perkembangan serta terjadi fase

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) TINJAUAN PUSTAKA Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah spesies

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN IPTEK PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2017 Pengadaan Pakan Ikan Tuna Sirip Kuning, Kerapu Sunu Dan Bandeng Pada Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

TINGKAT PERKEMBANGAN GONAD, KUALITAS TELUR DAN KETAHANAN HIDUP LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) BERDASARKAN PERBEDAAN SALINITAS

TINGKAT PERKEMBANGAN GONAD, KUALITAS TELUR DAN KETAHANAN HIDUP LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) BERDASARKAN PERBEDAAN SALINITAS TINGKAT PERKEMBANGAN GONAD, KUALITAS TELUR DAN KETAHANAN HIDUP LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) BERDASARKAN PERBEDAAN SALINITAS SURIA DARWISITO Suria Darwisito 1, Hengky J. Sinjal 1 dan Indyah Wahyuni

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus Oleh : Khaidir Ahmady Us IImu Perairan 99466 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus

EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus Firsty Rahmatia 1, Yudha Lestira Dhewantara 1 Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perikanan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kinerja Pertumbuhan Data hasil pengamatan penggunaan pakan uji terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data kinerja

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit. organ memanjang dan kompak, terdiri dari oogonia, jaringan penunjang atau stroma

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit. organ memanjang dan kompak, terdiri dari oogonia, jaringan penunjang atau stroma TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit Ikan kelompok Teleostei mem~unyai ovarium yang merupakan sepasang organ memanjang dan kompak, terdiri dari oogonia, jaringan penunjang atau stroma

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ASAM LEMAK N-6 DAN N-3 DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.)

KEBUTUHAN ASAM LEMAK N-6 DAN N-3 DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) Kebutuhan Jurnal Akuakultur asam lemak Indonesia, induk 6(1): ikan baung 7 15 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 7 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id KEBUTUHAN ASAM LEMAK

Lebih terperinci

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA 1629061030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARAJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2017 SOAL: Soal Pilihan Ganda 1. Angka yang menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Larva Rajungan Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva Tingkat perkembangan rajungan pada umumnya tidak berbeda dengan kepiting bakau. Perbedaannya hanya pada fase

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces, BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Baung Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces, Sub-Kelas : Teleostei, Ordo : Ostariophysi, Sub Ordo : Siluroidea,

Lebih terperinci

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. Ikan baik untuk tambahan diet karena

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang disuplai dari makanan pokok tidak terpenuhi. Suplemen di pasaran dapat dibedakan berdasarkan kategori penggunaannya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000).

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan di Indonesia berpotensi bagi perkembangan dunia usaha khususnya sebagai komoditas perdagangan dan sumber pangan. Permintaan pasar akan produksi perikanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Kebiasaaan Jenis Makanan Index Stomach Content (ISC) Hasil perhitungan indek kepenuhan isi lambung (ISC) per-tkg dapat dilihat pada Gambar 3, untuk nilai ISC dapat dilihat pada

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci