IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil"

Transkripsi

1 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemberian kombinasi pakan uji yang ditambahkan ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan implantasi estradiol-17β pada ikan lele (Clarias gariepinus) yang dipelihara dalam jaring apung ternyata mempengaruhi penampilan reproduksi hasil pengamatan, yang terdiri atas indeks kematangan gonad, derajat tetas telur, ketahanan hidup larva dan larva abnormal (Tabel 5). Kecepatan Pematangan Gonad, Indeks Gonad Somatik, dan Diameter Telur Untuk mengetahui respons gonad terhadap pemberian APM pada pakan dan implantasi estradiol pada ikan lele yang diukur dari lama waktu matang, indeks gonad somatik, dan diameter telur dapat dilihat pada Tabel 5. Pematangan gonad tercepat diperoleh pada ikan uji yang diberikan APM sebanyak 12 mg/kg pakan dan implantasi estradiol 25 µg/kg pakan, yaitu dimulai pada hari ke 28, dengan rata-rata 39.2 hari, yang kemudian diikuti oleh induk ikan yang diberikan APM 12 mg/kg pakan dan implantasi estradiol 5 µg/kg, dengan rata-rata 47.6 hari. Yang paling lama matang gonad adalah ikan yang diberi tambahan APM mg/kg pakan dan implantasi estradiol µg/kg yang dicapai dalam waktu 95.2 hari (Gambar 3 dan Tabel 5). Lama waktu matang (hari) Dosis APM (mg/kg) Estradiol (ug/kg) Gambar 3. Nilai rataan lama waktu matang ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β

2 32 Hasil analisis sidik ragam lama waktu matang ikan lele menunjukkan pengaruh APM yang sangat nyata dengan pola linear dan kuadratik (p<.1), sedangkan estradiol sangat nyata dengan pola respon linear dan pola respon kuadratik (p<.1). Interaksi keduanya menunjukkan pengaruh yang nyata dari faktor APM berpola linier dengan pola kuadratik pada faktor estradiol (p<.5) Dari persamaan regresi diperoleh model hubungan antara lama waktu matang (Y) dengan penambahan APM (X 1 ) dan estradiol-17β (X 2 ) : Y = X X X X X 1 X 2 2 dengan nilai R 2 =.63 Lama waktu matang gonad ikan lele menunjukkan bahwa dosis pemberian APM, 6, dan 12 mg/kg pakan yang dikombinasikan dengan dosis estradiol dan 25 µg/kg menghasilkan ikan matang gonad lebih cepat, tetapi ketika dosis APM dinaikan menjadi 18 mg/kg dan dosis estradiol 5 µg/kg menunjukkan kecendrungan lama waktu matang ikan menjadi lambat (Tabel 5). Berdasarkan kurva respon dari persamaan di atas nilai minimun lama waktu matang gonad ikan lele terjadi pada kombinasi penambahan APM 921 mg/kg dan implantasi estradiol 365 µg/kg. Hasil pengamatan rataan indeks gonad somatik secara keseluruhan berkisar antara % (Lampiran 8). Nilai rataan indeks gonad somatik tertinggi diperoleh pada ikan yang diberi kombinasi antara penambahan APM 12 mg/kg pakan dan implantasi estradiol 25 µg/kg (perlakuan H), yaitu sebesar 16.1%, yang diikuti oleh kombinasi antara penambahan APM 12 mg/kg pakan dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan I) sebesar 15.3%, dan kombinasi antara penambahan APM 6 mg/kg pakan dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan F), yaitu sebesar 14.3 % (Tabel 5 dan Gambar 4 ). Indeks gonad somatik maksimum memperlihatkan dosis estradiol µg/kg sampai 25 µg/kg akan menghasilkan peningkatan nilai IGS bila dikombinasikan dengan APM 6 mg/kg dan 12 mg/kg dan akan mengalami penurunan jika dosis estradiol ditingkatkan menjadi 5 µg/kg dikombinasikan dengan 18 mg/kg. yang

3 33 Tabel 5. Nilai rataan lama waktu matang, indeks gonad somatik, diameter telur, fekunditas, derajat tetas telur, ketahanan hidup, dan larva abnormal larva ikan lele (Clarias gariepinus) yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β (E2) Perlakuan (APM mg/kg; E2 µg/ml) Lama Waktu Matang (Hari) Indeks Gonad Somatik (%) Diameter Telur (mm) Fekunditas (Butir telur) Derajat Tetas Telur (%) Ketahanan Hidup Larva (Hari) Larva Abnormal (%) A (;) 95.2±6.26 c 8.33±2.5 a 1.18±.3 a 76.2±12.2 a 45.±7.9 a 3.8±.44 a 12.8±2.38 c B (;25) 72.8±15.33 abc 8.75±2.16 a 1.21±.3 a 668.8±13.12 a 65.6±14.53 ab 4.2±.44 a 8.8±1.92 b C (;5) 64.4±18.78 abc 1.23±1.54 ab 1.18±.4 a 73.6±1.4 a 67.±7.96 ab 4.4±.54 a 7.±1.58 b D (6;) 78.4±15.96 bc 1.35±2.27 abc 1.19±.2 a 698.4±9.24 a 63.4±15.22 ab 5.±.7 ab 3.2±1.92 a E (6;25) 5.4±15.96 b 12.2±2.22 abcd 1.2±.6 a 673.4±11.27 a 76.±13.1 bc 6.±.7 bc 2.2±1.3 a F (6;5) 47.6±15.96 b 13.96±1.79 bcd 1.22±.7 a 664.1±1.32 a 74.±13.97 bc 6.±.7 bc 2.±1. a G (12;) 72.8±25.4 abcd 13.8±1.93 bcd 1.21±.6 a 654.1±11.46 a 83.±13.17 bc 6.2±.44 bc 1.8±.83 a H (12;25) 39.2±11.71 a 15.93±1.73 d 1.23±.2 a 654.6±11.46 a 9.8±4.32 d 6.6±.54 c 1.4±.54 a I (12;5) 47.6±7.66 b 14.63±2.54 cd 1.2±.6 a 674.4±1.48 a 81.8±9.67 bc 6.2±.83 bc 1.4±.54 a J (18;) 64.4±21.23 abc 14.3±2.5 bcd 1.2±.5 a 675.6±11.18 a 81.6±6.5 bc 6.4±.89 bc 1.6±.89 a K (18;25) 5.4±15.96 b 15.72±1.78 d 1.18±.4 a 76.1± a 8.2±7.75 bc 6.2±.7 bc 2.±.7 a L (18;5) 5.4±15.96 b 14.96±.98 d 1.19±.3 a 711.2±9.24 a 79.±5.52 bc 6.±.7 bc 2.2±.83 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf superskript yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>.5).

4 34 2 Indeks kematangan gonad (%) Dosis APM (mg/kg) Estradiol (ug/kg) Gambar 4. Nilai rataan indeks gonad somatik ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β Hasil analisis ragam indeks gonad somatik menunjukkan bahwa penambahan APM pada pakan ikan lele sangat nyata mempengaruhi IGS dengan pola respon linear dan kuadratik (P<.1), sedangkan implantasi estradiol menunjukkan pengaruh nyata dengan pola respons kuadratik (P<.5). Hal yang sama juga terjadi pada interaksi faktor APM dengan implantasi estradiol menunjukkan pengaruh nyata pada pola respon APM linier dan pola respon estradiol kuadratik (P<.5). Kurva respon dari persamaan ini nilai maksimum indeks gonad somatik terjadi pada penambahan APM 1346 mg/kg dan implantasi estradiol 18 µg/kg. Persamaan regresi yang diperoleh dari model hubungan antara indeks gonad somatik (Y) dengan perlakuan penambahan APM (X 1 ) dan implantasi estradiol (X 2 ) Y = X X X X X 1 X 2 2 dengan nilai R 2 =.67 Rata rata diameter telur matang yang dihasilkan oleh induk pada akhir percobaan disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 9. Kombinasi antara penambahan APM pada pakan dan implantasi estradiol ternyata tidak memberikan pengaruh pada diameter telur induk ikan lele (Lampiran 22).

5 35 Frekuensi sebaran diameter telur masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran Frekuensi sebaran telur di kelompokkan ke dalam tujuh kelas yang berbeda berdasarkan nilai batas atas dan nilai batas bawah dari keragaman nilai yang ada. Jarak dalam satu kelompok kelas sebesar.2 mm. Secara umum dari seluruh perlakuan yang ada, perkembangan diameter telur ikan lele terdapat puncak-puncak nilainya bergantung pada waktu pengamatan yang dilakukan. Distribusi diameter telur pada setiap pengamatan menunjukkan ukuran diameter telur yang heterogen, dimana sejak awal pengamatan diperoleh diameter telur dengan ukuran.1 mm sampai dengan ukuran lebih besar 1 mm untuk masing-masing perlakuan (Lampiran 28 sampai 39). Namun demikian, proporsi telur dengan diameter >.8 mm lebih tinggi pada waktu sebelum memijah dibandingkan pada awal percobaan. Pada awal percobaan, ukuran diameter telur didominasi oleh ukuran.1 sampai.3 mm. Secara keseluruhan dari tiap-tiap perlakuan terjadi peningkatan diameter telur dari awal sampai akhir penelitian dan ukurannya bervariasi pada setiap kali pengukuran. 2 Diameter telur (mm) Dosis APM (mg/kg) Estradiol (ug/kg) Gambar 5. Nilai rataan diameter telur ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β Hasil pengamatan struktur histologis gonad terlihat telur dengan kondisi TKG II sebelum induk ikan mulai diberi perlakuan (Gambar 6 a), dimana ovari terdiri atas oosit dan sel-sel yang berada di dalam folikel dan ukurannya masih kecil dan tidak seragam.

6 36 n n a b n n n f d c Gambar 6. Struktur histologis gonad ikan lele pada kombinasi dosis ascorbyl phosphate magnesium mg/kg dan estradiol-17β µg/kg. (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin s HE 4x) Keterangan : a = gonad pada awal percobaan b = gonad pada pertengahan percobaan c dan d = gonad pada akhir percobaan n = nukleolus f = folikel Oosit yang mulai tumbuh, berkembang, dan tampak diameter telur mulai membesar serta butiran telur terlihat jelas dan nukleolus masih di tengah. Pada tahap ini perkembangan gonad telah memasuki TKG III. Pada TKG III terjadi proses vitelogenesis sehingga tingkat ini disebut juga sebagai fase akumulasi kuning telur dan tahap pertumbuhan gonad, hal ini ditandai dengan makin membesarnya diameter telur (Gambar 6 b). Pada Gambar 6 c dan d terlihat telur memasuki tahap kematangan akhir yang ditandai dengan posisi inti sel yang sedang dan berada di tepi (TKG IV). Artinya, ikan sudah siap dipijahkan.

7 37 Fekunditas relatif, Daya Tetas Telur, Ketahanan Hidup Larva, dan Larva Abnormal Nilai rataan fekunditas relatif ikan lele tertinggi ditemukan pada ikan yang diberi kombinasi antara penambahan APM mg/kg pakan dan estradiol µg/kg, yaitu sebesar 76.2±12.2, kemudian diikuti oleh kombinasi antara penambahan APM 18 mg/kg pakan dan estradiol 25 µg/kg, yaitu sebesar 74.2±11.54, dan fekunditas terendah diperoleh pada kombinasi antara penambahan APM 12 mg/kg pakan dan estradiol 25 µg/kg sebesar 654.6±1.48 (Gambar 7 dan Tabel 5). Kombinasi antara penambahan APM pada pakan dan implantasi estradiol ternyata tidak memberikan pengaruh pada fekunditas relatif pada induk ikan lele (Lampiran 23). 75 Fekunditas relatif (butir telur) Dosis APM (mg/kg) Estradiol (ug/kg) Gambar 7. Nilai rataan fekunditas relatif ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β Daya tetas telur ikan lele pada berbagai kombinasi penambahan APM dan implantasi estradiol pada ikan lele berkisar 45 96%, hasil derajat tetas telur terendah dihasilkan oleh induk ikan yang menerima pakan tanpa penambahan APM dan implantasi hormon estradiol. Rataan daya tetas telur pada berbagai kombinasi APM dan estradiol

8 38 pada ikan lele disajikan pada Lampiran 11. Daya tetas tertinggi ditemukan pada kombinasi antara penambahan APM 12 mg/kg pakan pakan dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan H), yaitu sebesar 91.8%, kemudian diikuti oleh kombinasi penambahan APM 12 mg/kg pakan dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan I), yaitu sebesar 85.8%, dan kombinasi penambahan 12 mg/kg pakan dan estradiol µg/kg (perlakuan G) sebesar 83 %, dan yang terendah adalah kombinasi penambahan APM mg/kg pakan dan µg/kg (perlakuan A), yaitu 49% (Gambar 8). Daya tetas telur (% ) Dosis APM (mg/kg) Estradiol (ug/kg) Gambar 8. Nilai rataan daya tetas telur ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β Berdasarkan analisis ragam daya tetas telur menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan APM sangat nyata dengan pola respons linear dan kuadratik (P<.1), begitu juga pada faktor estradiol menunjukkan pengaruh nyata dengan pola respon linear dan kuadratik (P<.5). Interaksi faktor APM dan estradiol menunjukkan pengaruh nyata dengan pola respons linear (P<.5). Berdasarkan persamaan kurva respons diperoleh nilai maksimum daya tetas telur terjadi pada penambahan APM 1481 mg/kg dan

9 39 implantasi estradiol 186 µg/kg. Dari persamaan regresi diperoleh model hubungan antara daya tetas telur (Y) dengan penambahan APM (X 1 ) dan estradiol-17β (X 2 ) : Y = X X X X X 1 X 2 dengan nilai R 2 =.59 Berdasarkan analisis ragam ketahanan hidup larva terlihat bahwa pengaruh perlakuan APM nyata dengan pola linier dan kuadratik (P<.5), sedangkan perlakuan estradiol berpengaruh nyata dengan berpola kuadratik (P<.5). Pola respon interaksi antara APM linier dan estradiol kuadratik juga menunjukkan pengaruh yang nyata (P<.5). Kurva respons dari persamaan ini menunjukkan bahwa nilai maksimum ketahanan hidup larva terjadi pada penambahan APM 132 mg/kg dan implantasi estradiol 5 µg/kg. Dari persamaan regresi diperoleh model hubungan antara ketahanan hidup larva maksimum ikan lele (Y) dengan penambahan APM (X 1 ) dan estradiol-17β (X 2 ) : Y = X 1.13 X X X 1 X 2 dengan nilai R 2 =.7 Ketahanan hidup larva (hari) Dosis APM (mg/kg) Estradiol (ug/kg) Gambar 9. Nilai rataan ketahanan hidup larva ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β

10 4 Induk ikan lele pada kombinasi antara penambahan APM 12 mg/kg pakan dan estrtadiol 25 µg/kg dapat menghasilkan ketahanan hidup larva selama 6.6 ±.54 hari, sedangkan induk yang tidak diberi penambahan APM dan hormon estradiol menghasilkan ketahanan hidup larva hanya 3.8 ±.44 hari (Gambar 9 dan Lampiran 12). Pengamatan terhadap keabnormalan larva pada berbagai kombinasi antara penambahan APM dan implantasi hormon estradiol berkisar %. Persentase larva abnormal tertinggi dihasilkan induk yang menerima pakan tanpa tambahan APM dan implantasi hormon estradiol (APM mg/kg pakan dan estradiol µg/kg), yaitu sebesar 12.8%, diikuti oleh kombinasi antara penambahan APM mg/kg pakan dan estradiol 25 µg/kg, yaitu sebesar 8.8%. Untuk larva abnormal yang terendah adalah 1.4% yang dihasilkan oleh induk yang diberi penambahan APM 12 mg/kg pakan dan estradiol 25 µg/kg dan penambahan APM 12 mg/kg pakan dan estradiol 5 µg/kg (Gambar 1 dan Lampiran 13). 15 Larva abnormal (% ) Dosis APM (mg/kg) Estradiol (ug/kg) Gambar 1. Nilai rataan larva abnormal ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β

11 41 Hasil analisis ragam larva abnormal menunjukkan bahwa penambahan APM adalah signifikan untuk pola linear maupun pola kuadratik (P<.5), sedangkan pola respons estradiol linear dan kuadratik tidak menunjukkan pengaruh. Interaksi antara APM kuadratik dan estradiol linear justru memperlihatkan pengaruh nyata (P<.5) (Lampiran 26). Dari kurva respons diperoleh bahwa nilai minimum larva abnormal terjadi pada penambahan APM 1254 mg/kg dan implantasi estradiol 116 µg/kg. Dari persamaan regresi diperoleh model hubungan antara larva abnormal minimum ikan lele (Y) dengan penambahan APM (X 1 ) dan estradiol-17β (X 2 ) : 2 2 Y = X X X X 1 X X 1 X 2 dengan nilai R 2 =.89 Larva abnormal biasanya memperlihatkan warna kehitam-hitaman pada bagian kuning telur dan terjadi pembengkokan pada tulang ekor dan punggung (Gambar 11). a b c d Gambar 11. Gambaran morfologis larva: normal (a) dan abnormal (b, c dan d) dari induk ikan lele (Clarias gariepinus). Kadar Estradiol-17β dalam Plasma Darah Kadar estradiol plasma darah ikan lele selama percobaan disajikan pada Lampiran 15 dan Gambar 12. Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi estradiol- 17β plasma darah pada awal percobaan berkisar antara 1.42 dan 1.76 µg/ml. Kadar tertinggi terjadi pada hari ke 14, terutama untuk induk ikan yang diimplan estradiol 25 dan 5 µg/kg yang terdiri atas kombinasi antara penambahan APM mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan B), APM mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan C), APM 6 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan E), APM 6 mg/kg dan estradiol

12 42 5 µg/kg (peralakuan F), APM 12 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan H), APM 12 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan I), APM 18 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan K), dan APM 18 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan L) dengan kadar estradiol plasma darah berkisar antara 7.4 dan 9.98 µg/ml. Sebaliknya, pada induk ikan yang tidak diimplan estradiol yang terdiri dari kombinasi antara penambahan APM mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan A), APM 6 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan D), APM 12 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan G), dan APM 12 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan J) tidak terjadi peningkatan estradiol plasma darah yang berarti, kadar estradiolnya berkisar antara 1.8 dan 2.67 µg/ml. 12 Estradiol plasma darah (ng/mg) Waktu Pengamatan (Minggu ke-) A (APM mg/kg : Estradiol ug/kg) C (APM mg/kg : Estradiol 5 ug/kg) E(APM 6 mg/kg : Estradiol 25 ug/kg) G (APM 12 mg/kg : Estradiol ug/kg) I (APM 12 mg/kg : Estradiol 5 ug/kg) K (APM 18 mg/kg : Estradiol 25 ug/kg) B (APM mg/kg : Estradiol 25 ug/kg) D (APM 6 mg/kg : Estradiol ug/kg) F (APM 6 mg/kg : Estradiol 5 ug/kg) H (APM 12 mg/kg : Estradiol 25 ug/kg) J (APM 18 mg/kg : Estradiol ug/kg) L (APM 18 mg/kg : Estradiol 5 ug/kg) Gambar 12. Kadar estradiol-17β plasma darah ikan lele pada berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β selama percobaan Pada pengamatan hari ke 28, 42, 56 dan 7 terjadi penurunan kadar hormon estradiol plasma darah pada induk ikan-ikan yang diimplan estradiol 25 dan 5 µg/kg. Sebaliknya, induk ikan-ikan yang tidak diimplan estradiol, kadar estradiol dalam darah mengalami peningkatan sejak hari ke 14, 28, 42, 56, 7, dan 84 (Gambar 12). Dari hasil pengamatan ini terlihat bahwa perlakuan yang diimplan dengan estradiol 25 dan 5

13 43 µg/kg dapat meningkatkan kandungan estradiol plasma darah sampai pada pengamatan hari ke 14 (Gambar 12). Setelah itu, implan estradiol pada induk ikan tidak berpengaruh lagi pada kandungan estradiol plasma darah. Kadar hormon estradiol plasma darah ikan lele antarwaktu pengambilan sampel menunjukkan perbedaan nyata pada hari 14 (P<.5) (Lampiran 27). Kandungan Vitamin C Ovarium, Telur, dan Larva Pemberian kombinasi antara penambahan APM dan implantasi estradiol pada ikan lele ternyata mempengaruhi komposisi kandungan vitamin C ovarium, hati, telur, larva hari, dan larva 2 hari (Gambar 14 dan Lampiran 16). 4 KANDUNGAN VITAMIN C (mg/g) HARI KE 98 HARI KE 42 HARI KE A B C D H G F E PERLAKUAN I J K L Keterangan : A (APM mg/kg; Estradiol µg/kg), B (APM mg/kg ; Estradiol 25 µg/kg), C (APM mg/kg ; Estradiol 5 µg/kg), D(APM 6 mg/kg;estradiol µg/kg),e(apm 6 mg/kg;estradiol 25 µg/kg), F(APM 6 mg/kg;estradiol 5 µg/kg), G(APM12 mg/kg;estradiol µg/kg),h(apm12 mg/kg;estradiol 25 µg/kg),i(apm12 mg/kg;estradiol 5 µg/kg), J(APM18 mg/kg;estradiol µg/kg), K(APM18 mg/kg;estradiol 25 µg/kg),l(apm18 mg/kg;estradiol 5 µg/kg) Gambar 13. Nilai kandungan vitamin C ovarium ikan lele pada hari ke, 42, dan 98 yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β

14 44 Induk ikan yang menerima pakan tanpa penambahan APM pada pakan yang terdiri atas kombinasi antara penambahan APM mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan A), APM mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan B), APM mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan C) kandungan vitamin C dalam ovarium, telur, larva hari, dan larva 2 hari cendrung lebih rendah dibanding dengan induk ikan yang menerima penambahan APM pada pakan yang terdiri dari kombinasi antara penambahan APM 6 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan D), APM 6 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan E), APM 6 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (peralakuan F), APM 12 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan G), APM 12 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan H), APM 12 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan I), APM 18 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan J), APM 18 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan K), dan APM 18 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan L). Pada semua kombinasi penambahan APM dan implantasi hormon estradiol, kandungan vitamin C lebih tinggi pada ovarium, kemudian menurun pada telur, dan sampai telur menetas menjadi larva (Gambar 14). Hal ini membuktikan bahwa penambahan APM pada pakan sebagai sumber vitamin C yang diberikan melalui pakan induk ikan akan diakumulasikan oleh ikan pada saat pembentukan telur dan dimanfaatkan saat perkembangan larva. Kandungan vitamin C pada ovarium, telur, larva hari, dan larva 2 hari naik sejalan dengan dosis APM yang ada dalam pakan. Kandungan vitamin C ovarium ikan lele pada pakan yang tanpa penambahan APM yang terdiri atas kombinasi antara penambahan APM mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan A), APM mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan B), APM mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan C) cendrung terus menurun hingga akhir percobaan, sedangkan kandungan vitamin C ovarium ikan pada pakan yang ditambahkan APM pada pakan yang terdiri atas kombinasi antara penambahan APM 6 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan D), APM 6 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan E), APM 6 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (peralakuan F), APM 12 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan G), APM 12 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan H), APM 12 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan I), APM 18 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan J), APM 18 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan K), dan APM 18 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan L) mengalami peningkatan

15 45 dari hari ke sampai pada hari ke 42, kemudian menurun sampai pada hari ke 98 (Gambar 13). Penurunan vitamin C ovarium pada ikan yang diberi pakan tanpa penambahan APM pada pakan yang terdiri atas kombinasi antara penambahan APM mg/kg dan E2 µg/kg (perlakuan A), APM mg/kg dan E2 25 µg/kg (perlakuan B), APM mg/kg dan E2 5 µg/kg (perlakuan C) menunjukkan bahwa ikan lele tidak mampu mensintesis vitamin C dan sangat bergantung pada suplai dari luar. 5 KANDUNGAN VITAMIN C (mg/g) OVARIUM TELUR LOH L2H A B C D H G F E PERLAKUAN I J K L Keterangan : LH = Larva hari L2H = Larva 2 hari A (APM mg/kg; Estradiol µg/kg), B (APM mg/kg ; Estradiol 25 µg/kg), C (APM mg/kg ; Estradiol 5 µg/kg), D(APM 6 mg/kg;estradiol µg/kg),e(apm 6 mg/kg;estradiol 25 µg/kg), F(APM 6 mg/kg;estradiol 5 µg/kg), G(APM12 mg/kg;estradiol µg/kg),h(apm12 mg/kg;estradiol 25 µg/kg),i(apm12 mg/kg;estradiol 5 µg/kg), J(APM18 mg/kg;estradiol µg/kg), K(APM18 mg/kg;estradiol 25 µg/kg),l(apm18 mg/kg;estradiol 5 µg/kg) Gambar 14. Nilai kandungan vitamin C pada ovarium, telur, larva hari, dan larva 2 hari ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β Kandungan Protein Telur dan Larva

16 46 Hasil analisis kandungan protein telur, larva hari dan larva 2 hari ikan lele pada berbagai kombinasi penambahan APM dan estradiol disajikan pada Gambar 15 dan Lampiran 17. Kandungan protein pada berbagai kombinasi penambahan APM dan hormon estradiol cendrung meningkat dari telur, larva hari, dan larva 2 hari. Kandungan protein tertinggi pada telur dicapai oleh kombinasi penambahan APM 12 mg/kg pakan dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan H), diikuti oleh kombinasi penambahan APM 12 mg/kg pakan dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan I) dan yang terendah adalah kombinasi perlakuan penambahan APM mg/kg pakan dan estradiol µg/kg (perlakuan A). KAND UNG AN PRO TEIN (%) TE LUR LOH L2H A B C D I H G F E PERLAKUAN J K L Keterangan : LH = Larva hari L2H = Larva 2 hari A (APM mg/kg; Estradiol µg/kg), B (APM mg/kg ; Estradiol 25 µg/kg), C (APM mg/kg ; Estradiol 5 µg/kg), D(APM 6 mg/kg;estradiol µg/kg),e(apm 6 mg/kg;estradiol 25 µg/kg), F(APM 6 mg/kg;estradiol 5 µg/kg), G(APM12 mg/kg;estradiol µg/kg),h(apm12 mg/kg;estradiol 25 µg/kg),i(apm12 mg/kg;estradiol 5 µg/kg), J(APM18 mg/kg;estradiol µg/kg), K(APM18 mg/kg;estradiol 25 µg/kg),l(apm18 mg/kg;estradiol 5 µg/kg) Gambar 15. Nilai kandungan protein pada telur, larva hari, dan larva 2 hari ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β

17 47 Kandungan protein pada telur cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan dosis APM pada pakan pada setiap kombinasi penambahan APM dan estradiol. Demikian juga terjadi pada larva hari dan larva 2 hari (Gambar 15 dan Lampiran 17). Kandungan Lemak Telur dan Larva Nilai kandungan lemak telur, larva hari, dan larva 2 hari pada berbagai kombinasi penambahan APM dan estradiol disajikan pada (Gambar 16 dan Lampiran 18). KANDUNGAN LEMAK (%)) FL TELUR LM TELUR LOH L2H A B C D E I H G F PERLAKUAN J K L Keterangan : FL Telur = Fosfolipid telur LM Telur = Lemak telur LM LH = Lemak Larva hari LM L2H = Lemak Larva 2 hari A (APM mg/kg; Estradiol µg/kg), B (APM mg/kg ; Estradiol 25 µg/kg), C (APM mg/kg ; Estradiol 5 µg/kg), D(APM 6 mg/kg;estradiol µg/kg),e(apm 6 mg/kg;estradiol 25 µg/kg), F(APM 6 mg/kg;estradiol 5 µg/kg), G(APM12 mg/kg;estradiol µg/kg),h(apm12 mg/kg;estradiol 25 µg/kg),i(apm12 mg/kg;estradiol 5 µg/kg), J(APM18 mg/kg;estradiol µg/kg), K(APM18 mg/kg;estradiol 25 µg/kg),l(apm18 mg/kg;estradiol 5 µg/kg) Gambar 16. Nilai kandungan fosfolipid telur dan lemak pada telur, larva hari, dan larva 2 hari ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β Kandungan lemak di telur, larva hari, dan larva 2 hari naik sejalan dengan peningkatan dosis APM pada pakan. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa lemak yang

18 48 diakumulasi dalam telur akan digunakan selama proses embriogenesis berlangsung dan selama perkembangan larva. Hal ini terlihat dari terjadinya penurunan kandungan lemak dari telur sampai larva berumur 2 hari pada berbagai kombinasi penambahan APM dan estradiol. Kandungan lemak tertinggi diperoleh pada induk ikan dengan kombinasi penambahan APM 18 mg/kg pakan dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan L) dan yang terendah adalah kombinasi penambahan APM mg/kg pakan dan estradiol µg/ml (perlakuan A) (Gambar 16 dan Lampiran 18). Kandungan fosfolipid (FL) di telur dapat dilihat pada Gambar 16. Fosfolipid mengandung asam lemak esensial Semakin tinggi dosis APM dalam pakan sejalan dengan meningkatnya kandungan FL di telur dan mencapai puncaknya pada kombinasi penambahan APM 18 mg/kg pakan dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan L). Kandungan FL terendah diperoleh pada kombinasi penambahan APM mg/kg pakan dan estradiol µg/kg (perlakuan A). Rasio Hidroksiprolin/Prolin (HP/P) pada Ovarium dan Larva Cara untuk mendeteksi pembentukan kolagen adalah dengan mengukur kandungan hidroksiprolin dan prolin serta rasio antara keduanya. Kalau rasio HP/P tinggi, maka peluang terjadinya pembentukan kolagen akan tinggi. Hasil analisis rasio hidroksiprolin/prolin pada ovarium, larva hari, dan larva 2 hari pada berbagai kombinasi penambahan APM dan estradiol disajikan pada Gambar 17 dan Lampiran 19. Data selengkapnya kandungan hidroksiprolin, prolin dan rasio hidroksiprolin/prolin selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 4. Dari gambar di bawah ini dapat diketahui bahwa penambahan APM pada pakan dapat meningkatkan rasio hidroksiprolin/prolin (HP/P) ovarium, dibanding dengan perlakuan tanpa penambahan APM pada pakan. Selama berlangsungnya proses perkembangan larva dari menetas sampai larva 2, hari rasio HP/P mengalami penurunan untuk semua perlakuan. Hal ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan aktivitas biosintesis kolagen untuk menopang struktur tubuh embrio sampai pada umur 2 hari. Terdapat perbedaan yang cukup tinggi antara kombinasi penambahan APM 18 mg/kg pakan dan estradiol 5 µg/kg (rasio HP/P pada ovarium, larva hari, larva 2 hari sebesar.72,.65, dan.49) dan kombinasi penambahan APM mg/kg dan estradiol µg/kg, (nilai HP/P adalah.37,.3, dan.25) (Gambar 17). Hal ini membuktikan bahwa

19 49 APM sebagai sumber vitamin C dibutuhkan dalam sintesis kolagen untuk perkembangan embrio. 1 RAS IO HP /P OV A R IU M L H L2 H A B C D F E H G PERLAKUAN I J K L Keterangan : LH = Larva hari L2H = Larva 2 hari A (APM mg/kg; Estradiol µg/kg), B (APM mg/kg ; Estradiol 25 µg/kg), C (APM mg/kg ; Estradiol 5 µg/kg), D(APM 6 mg/kg;estradiol µg/kg),e(apm 6 mg/kg;estradiol 25 µg/kg), F(APM 6 mg/kg;estradiol 5 µg/kg), G(APM12 mg/kg;estradiol µg/kg),h(apm12 mg/kg;estradiol 25 µg/kg),i(apm12 mg/kg;estradiol 5 µg/kg), J(APM18 mg/kg;estradiol µg/kg), K(APM18 mg/kg;estradiol 25 µg/kg),l(apm18 mg/kg;estradiol 5 µg/kg) Gambar 17. Nilai rasio hidroksiprolin/prolin (HP/P) pada ovarium, larva hari, dan larva 2 hari ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17β

20 5 Pembahasan Kombinasi antara penambahan ascorbyl phosphate magnesium pada pakan dan implantasi hormon estradiol pada ikan induk lele berdasarkan hasil percobaan ini menunjukkan bahwa hampir semua ikan dapat matang gonad, memijah, dan memproduksi larva. Waktu yang diperlukan dari proses pematangan gonad sampai dengan pemijahan berbeda-beda pada setiap perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan dosis penambahan AMP dalam pakan dan implantasi hormon estradiol memberikan respons pada kinerja reproduksi ikan lele. Kecepatan pematangan gonad ikan uji tercepat diperoleh pada kombinasi antara penambahan APM 12 mg/kg pakan dan hormon estradiol 25 µg/kg dengan rata-rata 39.2 hari. Sementara itu, kombinasi antara penambahan AMP mg/kg pakan dan implantasi estradiol µg/kg (kontrol), kecepatan pematangan gonad ikan rata-rata 95.2 hari. Data hasil tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan dan pematangan gonad dapat dipercepat atau dipersingkat 6 hari melalui penambahan AMP dan estradiol. Implantasi estradiol pada ikan mengakibatkan peningkatan konsentrasi estradiol dalam darah. Peningkatan konsentrasi estradiol dalam darah ikan akan memacu hati melakukan proses vitelogenesis dan selanjutnya akan mempercepat proses pematangan gonad, karena estradiol merupakan perangsang dalam biosintesis vitelogenin di hati. Selain estradiol, vitamin C berperanan dalam reaksi hidroksilasi dalam biosintesis hormon steroid yang bahan bakunya berasal dari kolesterol. Vitamin C memainkan peranan penting dalam proses biosintesis hormon estradiol sebagai donor elektron untuk enzim hidroksilase yang berperan mengkonversi testosteron menjadi estrogen. Hormon ini disintesis dan disekresikan oleh lapisan sel granulosa dan teka pada folikel oosit di bawah pengaruh FSH (Nagahama et al. 1982). Pendapat ini didukung oleh hasil pengamatan Halver (1985) yang mencatat bahwa vitamin C diakumulasikan pada sel folikel yang mengelilingi sel telur. Pada jaringan ini terdapat sel teka dan granulosa yang merupakan tempat disintesis hormon estradiol yang berfungsi dalam proses vitelogenesis di hati (Zohar. 1991). Hasil penelitian Azwar (1997) pada ikan nila (Oreochromis sp) mencatat kandungan kolesterol (bahan dasar hormon steroid) ovarium yang menerima pakan tanpa vitamin C jauh lebih tinggi dibandingkan dengan induk yang menerima pakan dengan

21 51 suplementasi vitamin C. Ini mengindikasikan bahwa kekurangan vitamin C kemungkinan menghambat konversi kolesterol ke bentuk estrogen. Mobilisasi kolesterol ke ovarium dapat diketahui dengan terjadinya peningkatan kolesterol darah saat siklus reproduksi. Kolesterol ovarium ini selanjutnya dikonversi menjadi testosteron. Testosteron ini akan mengalami oksidasi pada atom C19, kemudian terjadi proses pembuangan gugus metil pada atom C19 ini untuk menghasilkan estrogen (C18), dan sebagai tahap akhir akan dilakukan proses aromatisasi pada cincin A dari estrogen dengan bantuan enzim aromatase sehingga menghasilkan hormon estradiol. Berkaitan dengan peranan vitamin C ini dalam siklus reproduksi, beberapa peneliti telah mencatat bahwa ikan nila (Soliman et al. 1986), ikan bandeng (Azwar et al. 21), dan Japanese parot (Oplegnathus fasciatus) (Ishibashi et al. 1994) yang diberi pakan dengan suplementasi vitamin C yang cukup untuk mencapai kesiapan ovulasi lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan tanpa suplementasi vitamin C. Estradiol merupakan hormon yang sangat penting yang dihasilkan oleh ovari terutama pada ikan betina yang sedang mengalami proses vitelogenesis. Estradiol plasma mengalami peningkatan secara bertahap pada fase vitelogenesis sejalan dengan peningkatan ukuran diameter oosit. Adanya peningkatan konsentrasi estradiol dalam darah akan memacu hati melakukan proses vitelogenesis dan selanjutnya akan mempercepat proses pematangan gonad. Oleh karena itu, kadar estradiol plasma darah dapat digunakan sebagai indikator dari pematangan gonad (Zairin et al., 1992). Implantasi estradiol dapat meningkatkan kadar estradiol dalam plasma darah. Dalam penelitian ini peningkatan konsentrasi estradiol plasma darah pada induk-induk ikan yang diimplantasi dengan estradiol 25 µg/kg dan 5 µg/kg yang terdiri atas kombinasi antara penambahan APM mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan B), APM mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan C), APM 6 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan E), APM 6 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (peralakuan F), APM 12 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan H), APM 12 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan I), APM 18 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg (perlakuan K), dan APM 18 mg/kg dan estradiol 5 µg/kg (perlakuan L) terjadi pada pengamatan hari ke-14. Hasil ini berbeda dari yang didapat oleh Flett dan Leatherland (1989) bahwa kadar estradiol plasma darah tertinggi terjadi pada hari ke-28 setelah implantasi estradiol pada

22 52 ikan Salmo gairdneri. Sularto (22) memperlihatkan terjadi peningkatan pada hari ke- 14 setelah induk jambal Siam diimplantasi dengan hormon LHRH dan estradiol. Supriyadi (24) yang menggunakan teknik enkapsulasi 17α-metiltestosteron dalam emulsi yang diberikan pada ikan baung diperoleh kadar hormon estradiol tertinggi terjadi pada hari ke-56. Yusuf (25) menyatakan bahwa terjadi pada hari ke-42 setelah induk ikan baung disuntik dengan emulsi W/O/W yang mengandung hormon LHRHa dan estradiol. Perbedaan waktu yang terjadi kemungkinan karena adanya respon yang berbeda dari setiap spesies ikan yang berhubungan dengan teknik pemberian, dosis, dan jenis hormon. Adanya perbedaan kadar estradiol plasma darah ikan lele pada hari ke-14 (P<.5) (Lampiran 27), lebih cendrung disebabkan oleh perbedaan dosis estradiol yang diimplantasi dan APM yang diberikan untuk setiap perlakuan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa implantasi estradiol pada induk ikan mampu meningkatkan kosentrasi estradiol plasma darah. Konsentrasi hormon estradiol dalam plasma darah untuk perlakuan yang diimplantasi dengan estradiol, setelah hari ke-14 mengalami penurunan sampai pada pengamatan hari ke-7 (Gambar 12). Hal ini berkaitan dengan tingkat kematangan telur yaitu kadar estradiol akan menurun menjelang pematangan akhir. Menurut Singh dan Singh (199) pada saat ovarium mencapai tingkat kematangan akhir, sintesis estradiol akan menurun karena hal ini merupakan umpan balik negatif estrogen terhadap hormon yang menstimulasi sintesis estradiol. Lebih lanjut Mylonas dan Zohar (21) menyatakan bahwa secara alami konsentrasi hormon estradiol tinggi pada fase vitelogenesis dan mencapai puncaknya pada fase mgv(germinal Vesicle migration) dan kemudian mengalami penurunan pada fase pgv(germinal Vesicle peripheral). Djojosoebagio (1996) mengemukakan bahwa jika kadar hormon estrogen yang dihasilkan oleh gonad dalam darah melebihi jumlah yang diperlukan, hormon estrogen ini akan mengirim sinyal ke hipofisis untuk mengurangi GtH-I. Selain itu, hormon estrogen juga dapat menghambat hipotalamus untuk memproduksi GnRF sehingga sekresi GtH-I menjadi berkurang. Berkurangnya sekresi GtH-I oleh hipofisis secara langsung akan menghasilkan penurunan sintesis estradiol-17β oleh lapisan sel teka dan granulosa. Konsentrasi hormon estradiol dalam plasma darah untuk perlakuan yang tidak diimplantasi dengan estradiol yang terdiri atas kombinasi antara penambahan APM

23 53 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan A), APM 6 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan D), APM 12 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan G), dan APM 12 mg/kg dan estradiol µg/kg (perlakuan J) mengalami peningkatan secara bertahap dari hari ke-14 sampai pada akhir penelitian. Hal ini karena penyediaan estradiolnya hanya didapat dari reaksi hidroksilasi dalam biosintesis hormon steroid yang bahan bakunya berasal dari kolesterol. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa vitamin C memainkan peranan penting dalam proses biosintesis estradiol sebagai donor elektron untuk enzim hidroksilase yang berperan mengkonversi testosteron menjadi estrogen. Sintesis estradiol akan mengalami peningkatan secara bertahap selama vitelogenesis dan berkorelasi positif dengan peningkatan ukuran oosit. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lee dan Yang (21), perubahan kadar estradiol berkorelasi dengan perkembangan telur dalam ovari dan peningkatan nilai indeks kematangan gonad. Menurut Nagahama (1983), estradiol dalam darah akan merangsang hati untuk mempercepat proses sintesis dan sekresi vitelogenin yang selanjutnya akan merangsang proses vitelogenesis di dalam ovarium. Dikemukakan lagi oleh Nagahama (1994) bahwa kadar estradiol dalam darah tersebut berkorelasi positif dan memiliki hubungan yang linear dengan proses vitelogenesis. Kemudian menurut Yaron (1995), ketika proses vitelogenesis tersebut berlangsung, granula atau globul kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya sehingga volume oosit membesar. Dengan adanya aktivitas oosit tersebut maka indeks kematangan gonad ikan juga meningkat (Indrastuti, 2). Proses pertumbuhan dan pematangan oosit diatur oleh hormon (Redding dan Patino, 1993). Nagahama et al (1995) mengemukakan setelah kelenjar hipofisa mensekresikan hormon FSH yang kemudian mempengaruhi sel teka untuk mensekresikan hormon testosteron. Hormon ini kemudian mempengaruhi sel granulosa untuk mensekresikan hormon estradiol sebagai perangsang hati untuk memproduksi dan menskresikan vitelogenin sebagai bahan dasar oosit. Dengan demikian, oosit akan tumbuh dan berkembang. Proses berikutnya adalah pematangan oosit, yang diatur oleh tiga faktor, yaitu LH (GTH-II), maturation inducing hormon (MIH), dan maturation promoting factor (MPF). Aktivitas GTH-II bersifat tidak langsung dalam mempengaruhi kematangan oosit. GTH-II diperantarai oleh produksi MIH dari sel folikel. Pada spesies ikan teleost, percobaan in-vitro menunjukkan bahwa steroid C-21 mampu mengawali

24 54 proses germinal visicle breakdown (GVBD). Pada saat terjadi MIH di antara steroid C- 21 hanya dua yang mampu terindentifikasi, yaitu 17,2β -dehidoxy-4-pregnen-3-one dan 17,2β, 21-trihidroxy-4-pregnen-3-one. Testosteron dan C-19-steroid pada konsentrasi tinggi bisa juga menginduksi GVBD, sedangkan estradiol dan steroid C-18 tidak mampu menginduksi kematangan oosit. Aktivitas GTH-II pada sel teka dapat meningkatakan 17α-hydroxyprogesterone melalui mediasi reseptor sistem adenilat siklase-camp. 17α hydroxyprogesterone diubah kedalam bentuk 17α, 2β-dihydroxy-4-pregnen-3-one oleh sel granulosa di mana aktivitas GTH-II mempengaruhi sintesis de novo enzim 2β hydroxysteroid dehydrogenase (2β HSD). Nilai indeks gonad somatik secara keseluruhan berkisar antara % (Gambar 4). Kombinasi antara penambahan APM dan implantasi hormon estradiol berpengaruh nyata pada nilai indeks gonad somatik (P<.5). Nilai indeks gonad somatik tertinggi diperoleh pada kombinasi antara penambahan APM 12 mg/kg pakan dan implantasi estradiol 25 µg/kg (16.81%), yang diikuti kombinasi antara penambahan AMP 12 mg/kg dan implantasi estradiol 5 µg/kg (15.3%) dan yang terendah adalah kombinasi yang tanpa penambahan APM dan implantasi estradiol. Terjadinya perbedaan antarperlakuan dipengaruhi oleh dosis APM dan estradiol. Hasil penelitian Efrizal (1995) pada lele dumbo diperoleh nilai IGS 16.8 %, sementara Basuki (199) mendapatkan nilai IGS 13.88%. Hasil penelitian Syahrial (1988) untuk ikan Clarias batracus bobot gram dengan perlakuan Vitamin E mg/kg menghasilkan IGS 7.53%. Khoironi (22) dengan perlakuan kombinasi kolesterol 574 dan vitamin E 24 mg/kg menghasilkan IGS 13.34%. Peningkatan nilai indeks gonad somatik dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Vitelogenin adalah bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sedang tumbuh (Tyler, 1991). Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya sehingga volume oosit membesar (Yaron, 1995). Selama proses tersebut berlangsung, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terdapat perubahan dalam gonad itu sendiri. Umumnya, pertambahan gonad pada ikan betina berkisar antara 1-25% dari bobot tubuh (Tang dan Affandi, 2).

25 55 Respons indeks gonad somatik terhadap dosis AMP memperlihatkan pola kuadratik yang menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis vitamin C yang disuplementasikan semakin meningkat indeks gonad somatik ikan lele pada batas perlakuan yang diberikan. Hasil yang didapat dalam percobaan ini sejalan dengan hasil yang didapat oleh beberapa peneliti lainnya pada spesies ikan yang berbeda. Mazuqi et al. (1997) melaporkan bahwa pemberian ascorbil phosphate magnesium sebesar,.5,.1, dan.15% dalam pakan induk udang windu (Penaeus monodon) menghasilkan peningkatan indeks gonad somatik %, dibandingkan dengan kontrol yang hanya 1.%. Selanjutnya hasil penelitian Azwar (1997) pada ikan nila (Oreochromis sp) mencatat bahwa pakan dengan suplementasi ascorbyl phosphate magnesium, 75, 15, 225, dan 3 mg/kg memperlihatkan nilai indeks gonad somatik masing-masing 1.8, 2.16, 2.48, 2.75, dan 2.51% setelah induk dipelihara selama 72 hari. Hasil penelitian Ishibashi et al. (1994) menunjukkan bahwa indeks gonad somatik induk ikan Oplegnathus fasciatus yang diberi pakan dengan suplementasi vitamin C nyata lebih tinggi dibanding induk kontrol. Ikan yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C, 3, 1, dan 3 mg/kg memperlihatkan nilai indeks gonad somatik masingmasing.5,.9, 1.4, dan 2.2% setelah 6 bulan pemeliharaan. Dikemukakannya bahwa rendahnya indeks gonad somatik diduga berkaitan dengan rendahnya kandungan hormon estradiol dan vitamin C ovarium. Soliman et al (1986) mencatat bahwa induk Oreochromis mossambicus yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C 125 mg/kg pakan mencapai tingkat kematangan gonad lebih awal 2 minggu dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar vitamin C dalam pakan akan meningkatkan nilai indeks gonad somatik, diameter telur, dan daya tetas telur. Nilai indeks gonad somatik, diameter telur, dan daya tetas telur tertinggi dihasilkan oleh induk dengan kombinasi antara penambahan AMP 12 mg/kg dan implantasi estradiol 25 µg/ml. Masumoto et al. (1991) melaporkan bahwa induk ikan crucian carp yang diberi suplementasi vitamin C menghasilkan telur yang lebih banyak dibanding dengan yang tanpa suplementasi vitamin C. Kualitas telur yang baik dapat juga dilihat dari derajat tetas telur. Kombinasi penambahan APM pada pakan dan implantasi hormon estradiol mempengaruhi daya tetas

26 56 ikan lele dengan kecendrungan respons kuadratik untuk penambahan APM. Ada korelasi positif antara peningkatan dosis suplementasi APM pada pakan dengan peningkatan daya tetas telur dan mencapai puncak pada dosis tertentu. Azwar (1997) melaporkan bahwa suplementasi APM sangat nyata mempengaruhi daya tetas telur ikan nila dengan kecendrungan respons kuadratik, yang berarti peningkatan pemberian APM tidak selalu diikuti dengan peningkatan daya tetas telur. Rataan daya tetas telur meningkat dari 73.66% mencapai maksimum 96.8% pada dosis APM mg/kg, kemudian menurun mencapai 9.33% pada dosis 3 mg/kg. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa suplementasi APM pada ikan lele dapat meningkatkan daya tetas telur. Beberapa peneliti sebelumnya melaporkan hal yang sama, seperti Dabrowski dan Bloom (1994) yang memperlihatkan bahwa telur dari ikan rainbow trout yang menerima pakan dengan penambahan APM sebesar 85 mg/kg pada pakan menghasilkan derajat tetas telur %, sedangkan tanpa penambahan vitamin C derajat tetas telur hanya sebesar %. Sementara itu Soliman et al (1986) mencatat bahwa derajat tetas telur Oreochromis mossambicus yang menerima pakan dengan penambahan vitamin C 125 mg/kg pakan mencapai 89.33%, sedangkan induk ikan yang menerima pakan tanpa penambahan vitamin C daya tetas telurnya 54.25%. Beberapa hasil penelitian lainnya seperti Makatutu (22) pada ikan kerapu batik, Sandnes et al (1984) pada rainbow trout, Soliman et al (1986) pada ikan nila, dan Azwar et al (21) pada ikan bandeng memberikan kecendrungan yang sama dengan hasil yang didapat dalam penelitian ini. Derajat tetas telur tertinggi dihasilkan oleh kombinasi antara penambahan APM 12 mg/kg pakan dan estradiol 25 µg/kg, yaitu 91.8%, sementara derajat tetas telur yang dihasilkan dari penelitian Efrizal (1995) ikan lele dumbo adalah 69% dan Baidya (22) pada ikan yang sama mendapatkan 53% dan Syarial (1998) untuk ikan Clarias batracus sebesar 71.87% Tingginya derajat tetas telur dari induk yang menerima kombinasi penambahan APM 12 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg yaitu sebesar 91.8% selain disebabkan oleh tingginya akumulasi lemak dalam telur yang berfungsi sebagai sumber energi utama, juga berkaitan erat dengan peranan vitamin C dalam biosintesis senyawa prostagladin. Goodman (1994) menyatakan bahwa bahan baku senyawa prostagladin adalah asam arakhidonat yang bersumber dari asam lemak esensial. Di sini, vitamin C berperan

27 57 sebagai antioksidan untuk menjaga agar asam lemak esensial tidak teroksidasi oleh hadirnya oksigen sehingga akumulasi asam lemak esensial dalam telur menjadi meningkat seperti telah ditunjukkan oleh hasil penelitian Mokoginta et al. (2) dengan menggunakan kristal vitamin asam askorbat yang diberikan kepada induk ikan patin. Leray et al (1985) mengemukakan bahwa proses pengenalan antarsel dalam telur dipengaruhi oleh prostagladin. Jika telur kekurangan prostagladin maka berlangsungnya proses pembelahan sel akan gagal dan akibatnya akan menghasilkan derajat tetas telur yang rendah seperti yang dihasilkan oleh induk dengan kombinasi antara penambahan APM mg/kg dan estradiol µg/kg dengan daya tetas 45.%. Selain itu, prostagladin ini diketahui sebagai mediator kerja pecahnya folikel (ovulasi) pada ikan (Syarial 1988). Prostagladin bersama dengan hormon reproduksi lain LH akan mempertinggi aktivitas enzim proteolitik di folikel sehingga akan menstimulasi inti sel telur yang berada di tengah untuk bergerak ke pinggir dan selanjutnya melebur menuju kutub anima, yang berarti telur siap diovulasikan (Tang dan Affandi 2). Hasil pengamatan terhadap ketahanan hidup larva tanpa diberikan makanan memperlihatkan makin tinggi dosis APM pada larva, makin tinggi pula ketahanan hidup larva. Ketahanan hidup larva tertinggi (6.6 hari) dicapai oleh kombinasi antara penambahan APM 12 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg. Katahanan hidup larva sangat berhubungan dengan cadangan energi bawaan berupa kuning telur dan butir minyak. Cadangan energi bawaan ini dalam proses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh nutrient induk. Ketahanan hidup larva awal sangat ditentukan oleh energi bawaan yang dipersiapkan oleh induk mulai saat vitelogenesis sampai telur matang (siap dipijahkan). Jika dalam perkembangan oosit induk mengalami kekurangan nutrien, proses perkembangan vitelogenesis akan mengalami gangguan sehingga telur yang dihasilkan tidak menetas. Pada penelitian ini diperoleh bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara perlakuan suplementasi APM dengan daya tahan hidup larva yang mengandalkan cadangan energi bawaan berupa kuning telur dan butir minyak, dengan lama hidup larva selama hari, sedangkan yang tanpa suplementasi APM hanya bertahan hidup hari. Hasil penelitian ini didukung oleh Azwar et al. (21) pada ikan bandeng dan Makatutu (22) pada ikan kerapu batik, dimana peningkatan dosis APM dalam pakan akan meningkatkan ketahanan hidup larva. Masumoto et al. (1991) mencatat

28 58 bahwa penambahan vitamin C dalam pakan dapat meningkatkan fekunditas, diameter telur, ketahanan hidup larva, serta mengurangi abnormalitas larva. Hasil penelitian terhadap keabnormalan larva memperlihatkan bahwa % larva yang dihasilkan memperlihatkan perkembangan abnormal. Persentase larva abnormal terendah dihasilkan dari induk dengan kombinasi antara penambahan APM 12 mg/kg dan estradiol 25 µg/kg, yaitu 1.4%. Persentase rataan larva abnormal menurun dari 12.8% mencapai minimum 1.6% pada dosis APM mg/kg dan kemudian meningkat mencapai 2.2% pada dosis 18 mg/kg pakan. Hasil percobaan Azwar (1997) terhadap ikan nila, dengan menambahkan APM, 75, 15, 225, dan 3 mg/kg pakan menghasilkan larva abnormal 16.74, 3.93, 1.87,.54, dan.56%. Sementara Soliman et al. (1986) melaporkan bahwa induk ikan Oreochromis mossambicus yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C, perkembangan larva yang abnormal mencapai 56.9%, sedangkan induk yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C 125 mg/kg pakan hanya 1.28% yang menunjukkan pertumbuhan abnormal. Menurut Dabrowski dan Blom (1994) ada korelasi antara kandungan vitamin telur dengan perkembangan embrio dan kekurangan vitamin C telur akan memberikan efek yang merugikan bagi perkembangan embrio. Hasil percobaan ini mencatat bahwa selama perkembangan embrio, 37% cadangan vitamin C telur digunakan. Soliman et al (1986) mengemukakan bahwa kekurangan vitamin C telur akan menghambat sintesis kolagen. Pada kondisi induk defisiensi vitamin C ditemui banyak larva yang tumbuh abnormal dengan gejala-gejala badan ekor bengkok, maupun sirip ekor tidak berkembang sempurna. Biasanya larva demikian hidupnya tidak tahan lama. Rendahnya daya tetas telur dan tingginya larva abnormal yang dihasilkan dari induk yang menerima pakan defisiensi vitamin C seperti yang terdapat pada kombinasi antara penambahan APM mg/kg dan estradiol µg/kg ini ada kaitanya dengan ketersediaan energi, gangguan metabolisme lemak, dan gangguan pembentukan jaringan kolagen. Kolagen adalah senyawa protein yang berbentuk superheliks, yang terdiri atas asam amino glisin dan hidroksilasi prolin, dan berfungsi sebagai penopang utama integritas struktur jaringan tubuh (Soliman et al. 1986). Vitamin C dibutuhkan dalam reaksi hidroksiprolin sehingga kekurangannnya cendrung melemahkan struktur penyusunan tubuh. Pembentukan jaringan kolagen dalam struktur tubuh dapat

29 59 diindikasikan dari perubahan rasio kadar hidroksilasi prolin dan prolin. Peranan vitamin C dalam pembentukan kolagen dapat terlihat dengan penurunan kandungan vitamin C saat perkembangan embrio dan larva. Hal ini terlihat jelas pada induk yang menerima pakan dengan suplementasi APM 12 mg/kg pakan, kandungan vitamin C telur adalah µg/g, kemudian menurun setelah telur menetas menjadi µg/g, dan kemudian menurun lagi menjadi 8.68 µg/g setelah kuning telur habis. Terjadi penurunan kandungan vitamin C yang tajam bersamaan denganpembentukan hidroksilasi prolin pada saat perkembangan larva dari kondisi baru menetas hingga larva menghabiskan kuning telur, dimana pada masa ini terjadi aktivitas pembentukan jaringan kolagen lebih tinggi dibandingkan saat perkembangan embrio. Kuantitas kandungan protein dan lipida telur sangat mempengaruhi kualitas telur. Lipida sangat cepat menurun pada saat perkembangan embrio dan larva karena senyawa ini digunakan sebagai energi utama dalam penyusunan struktur jaringan tubuh. Ketersediaan vitamin C dalam ransum pakan ikan juga mempengaruhi metabolisme lipida selama siklus reproduksi dan kandungan lipida telur. Azwar (1997) mencatat bahwa lipida nonpolar (yang merupakan sumber energi utama dalam perkembangan telur dan larva) dari telur ikan nila yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C relatif lebih tinggi dibandingkan dengan telur yang dihasilkan oleh induk yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C. Kondisi demikian sangat dibutuhkan pada saat awal siklus hidup ikan karena pada masa ini ketersediaan energi endogen sangat menentukan ketahanan hidup larva. Hal ini menyebabkan daya tetas telur dan ketahanan hidup larva yang dihasilkan dari induk-induk yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C relatif lebih baik. Berkaitan dengan energi, Azwar et al (21) juga mencatat bahwa induk ikan bandeng yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C 15 mg/kg menghasilkan ketahanan hidup larva 5 hari, sedangkan induk yang menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C hanya 3 4 hari. Hal yang serupa ditemukan pula pada penelitian Makatutu (22) pada ikan kerapu batik. Variasi kadar vitamin C ovarium pada saat siklus reproduksi dari beragam spesies ikan telah dicatat oleh beberapa peneliti sehingga menimbulkan spekulasi kemungkinan pentingnya senyawa ini saat ovarium berkembang. Kandungan vitamin C ovarium pada perlakuan tanpa penambahan APM pada pakan, dari awal percobaan cendrung terus

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Tahap I Pemberian pakan uji yang mengandung asam lemak esensial berbeda terhadap induk ikan baung yang dipelihara dalam jaring apung, telah menghasilkan data yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya ikan ini belum diimbangi dengan tingkat produksi yang tinggi karena tidak didukung oleh produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Sumatra Gambar 1. Ikan Sumatra Puntius tetrazona Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2%

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 22 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT), Depok, Jawa Barat. Penelitian ini dimulai sejak Juni sampai Desember

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100-200 gram.

Lebih terperinci

EVALUASI KOMBINASI PAKAN DAN ESTRADIOL_17β TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

EVALUASI KOMBINASI PAKAN DAN ESTRADIOL_17β TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) EVALUASI KOMBINASI PAKAN DAN ESTRADIOL_17β TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Hengky Sinjal 1, Frengky Ibo 2, Henneke Pangkey 1 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan Cirata dan Saguling khususnya kabupaten Cianjur sekitar 8.000.000 kg (ukuran 5-8 cm) untuk ikan mas, 4.000.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Gonad dan Produksi Telur Ikan Kerapu Batik Perkembangan ovarium ikan kerapu batik, dari hasil pengamatan pendahuluan dapat dibagi empat berdasarkan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

Pengaruh vitamin C terhadap perkembangan gonad, daya tetas telur dan sintasan larva ikan lele dumbo (Clarias sp)

Pengaruh vitamin C terhadap perkembangan gonad, daya tetas telur dan sintasan larva ikan lele dumbo (Clarias sp) Pengaruh vitamin C terhadap perkembangan gonad, daya tetas telur dan sintasan larva ikan lele dumbo (Clarias sp) (Effect of vitamin C on gonadal development, egg hatchability and survival rate of catfish,

Lebih terperinci

ikan jambal Siam masih bersifat musiman,

ikan jambal Siam masih bersifat musiman, Latar Belakang Ikan jambal Siam (Pangmius hpophthalmus) dengan sinonim Pangmius sutchi termasuk famili Pangasidae yang diioduksi dari Bangkok (Thailand) pada tahun 1972 (Hardjamulia et al., 1981). Ikan-ikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari protein. Bahan ini berfungsi untuk membangun otot, sel-sel, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari protein. Bahan ini berfungsi untuk membangun otot, sel-sel, dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Baung Nutrisi yang harus ada pada ikan adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. Sekitar 50 % dari kebutuhan kalori yang diperlukan oleh

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE

KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE (Clarias gariepinus) BETINA MELALUI PENAMBAHAN ASCORBYL PHOSPHATE MAGNESIUM SEBAGAI SUMBER VITAMIN C DAN IMPLANTASI DENGAN ESTRADIOL-17β HENGKY JULIUS SINJAL SEKOLAH

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kematangan Gonad Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kematangan Gonad Ikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Kematangan Gonad Ikan Kematangan gonad adalah tahapan tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Selama proses reproduksi, sebagian energi dipakai untuk perkembangan

Lebih terperinci

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV)

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) BY FITRIA RONAULI SIHITE 1, NETTI ARYANI 2, SUKENDI 2) ABSTRACT The research

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Percobaan tahap pertama mengkaji keterkaitan asam lemak tak jenuh n-6 dan n-3 yang ditambahkan dalam pakan buatan dari sumber alami

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Penetasan Telur Hasil perhitungan derajat penetasan telur berkisar antara 68,67-98,57% (Gambar 1 dan Lampiran 2). Gambar 1 Derajat penetasan telur ikan

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi Ikan baung memijah pada musim hujan, yaitu pada bulan Oktober sampai Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan biasanya ditumbuhi tanaman air

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE

KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE KAJIAN PENAMPILAN REPRODUKSI IKAN LELE (Clarias gariepinus) BETINA MELALUI PENAMBAHAN ASCORBYL PHOSPHATE MAGNESIUM SEBAGAI SUMBER VITAMIN C DAN IMPLANTASI DENGAN ESTRADIOL-17β HENGKY JULIUS SINJAL SEKOLAH

Lebih terperinci

Kata Kunci : Induksi,Hormon,Matang gonad

Kata Kunci : Induksi,Hormon,Matang gonad PEMACU PEMATANGAN GONAD INDUK IKAN NILEM DENGAN TEKNIK INDUKSI HORMON Oleh Ninik Umi Hartanti dan Nurjanah Abstrak Induksi dengan mengunakaan berberapa hormone analog pada calon induk untuk mempercepat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA PAKAN BERBASIS TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN NILA MERAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan hike adalah nama lokal untuk spesies ikan liar endemik yang hidup pada perairan kawasan Pesanggrahan Prabu Siliwangi, Desa Pajajar, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL 17β DALAM PLASMA DARAH INDUK BETINA IKAN BAUNG (Mystus nemurus)

HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL 17β DALAM PLASMA DARAH INDUK BETINA IKAN BAUNG (Mystus nemurus) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 1 Oktober 212 ISSN: 232-36 HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL 17β DALAM PLASMA DARAH INDUK BETINA IKAN BAUNG (Mystus nemurus) TESTOSTERON AND

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Reproduksi dan Perkembangan gonad. Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. Reproduksi dan Perkembangan gonad. Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Reproduksi dan Perkembangan gonad Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu: (1) Pertumbuhan soma~ yaitu pertumbuhan pada jaringan otot, tuiang dan lainlain dan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Metode Penelitian Penelitian: Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015),

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan komoditas bahan pangan yang bergizi tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), konsumsi produk

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

HASIL. Parameter Utama

HASIL. Parameter Utama 42 HASIL Parameter Utama Parameter utama hasil pengamatan pemberian hormon tiroksin terhadap reproduksi ikan nila yang dipelihara pada media bersalinitas terdiri dari hepato somatik indeks (HSI, %), diameter

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 TO = jumlah telur yang diovulasikan, Bg = bobot gonad (g), Bs = bobot sub sampel gonad (g), N = jumlah telur dalam sub sampel gonad (butir). Derajat Pembuahan (Fertilization Rate, FR) Telur Ikan Tawes

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gurami 1. Klasifikasi Menurut Jangkaru (2004), klasifikasi ikan gurame adalah sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Order Sub-Order Family Genus Species : Animalia : Chordata :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces, BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Baung Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces, Sub-Kelas : Teleostei, Ordo : Ostariophysi, Sub Ordo : Siluroidea,

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH

FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH UTILIZATION OF ESTRADIOL-17β HORMONE FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) By Herlina Mahriani Siagian 1), Netti Aryani 2), Nuraini 2) ABSTRACT The research was conducted from April

Lebih terperinci

PENGARUH VITAMIN C TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD INDUK UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii)

PENGARUH VITAMIN C TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD INDUK UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) 194 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (2): 194-199 ISSN: 0853-6384 Full Paper *) ) PENGARUH VITAMIN C TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD INDUK UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) THE EFFECT OF VITAMIN C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila berdaging padat, tidak mempunyai banyak duri, mudah disajikan dan mudah didapatkan di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi dan Reproduksi Ikan Baung Ikan baung (Mystus nemurus CV) secara taksonomis diklasifikasikan kedalam phylum Cordata, kelas Pisces, subkelas Teleostei, ordo Ostariophysi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan 5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan Effendie (1997) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai tingkat kematangan gonad (TKG) sangat penting dan akan menunjang keberhasilan pembenihan ikan. Hal ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Waktu laten ditentukan dengan cara menghitung selisih penyuntikan kedua sampai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Waktu laten ditentukan dengan cara menghitung selisih penyuntikan kedua sampai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Waktu Laten Waktu laten ditentukan dengan cara menghitung selisih penyuntikan kedua sampai dengan saat terjadinya ovulasi pada percobaan pemijahan secara semi alami dan secara

Lebih terperinci

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract The research was conducted from Februari to April 2013

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

TINGKAT PERKEMBANGAN GONAD, KUALITAS TELUR DAN KETAHANAN HIDUP LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) BERDASARKAN PERBEDAAN SALINITAS

TINGKAT PERKEMBANGAN GONAD, KUALITAS TELUR DAN KETAHANAN HIDUP LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) BERDASARKAN PERBEDAAN SALINITAS TINGKAT PERKEMBANGAN GONAD, KUALITAS TELUR DAN KETAHANAN HIDUP LARVA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) BERDASARKAN PERBEDAAN SALINITAS SURIA DARWISITO Suria Darwisito 1, Hengky J. Sinjal 1 dan Indyah Wahyuni

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil 4.1.1 Volume Cairan Semen Penghitungan volume cairan semen dilakukan pada tiap ikan uji dengan perlakuan yang berbeda. Hasil rata-rata volume cairan semen yang didapatkan

Lebih terperinci

PEMATANGAN GONAD IKAN GABUS BETINA

PEMATANGAN GONAD IKAN GABUS BETINA Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(2) :162-174 (2014) ISSN : 2303-2960 PEMATANGAN GONAD IKAN GABUS BETINA (Channa striata) MENGGUNAKAN HORMON Human Chorionic Gonadotropin DOSIS BERBEDA Gonadal Maturation

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Mas Ikan Tawes

Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Mas Ikan Tawes 3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan feromon sebagai perangsang, sehingga menjadi solusi alternatif bagi pemijahan ikan secara alami. 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan metabolisme di dalam tubuh, protein menyumbang paling besar kalori di dalam tubuh dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus Oleh : Khaidir Ahmady Us IImu Perairan 99466 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah inang yang terparasit lebih dari 50%. Pada setiap perlakuan inang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

Suplementasi vitamin E dengan dosis berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet Carassius auratus auratus

Suplementasi vitamin E dengan dosis berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet Carassius auratus auratus Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 14 18 (213) Suplementasi vitamin E dengan dosis berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet Carassius auratus auratus Dietary vitamin E of

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

PENGARUH VITAMIN C DAN E TERHADAP KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS TELUR IKAN BAUNG (Mystus nemurus) ABSTRAK

PENGARUH VITAMIN C DAN E TERHADAP KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS TELUR IKAN BAUNG (Mystus nemurus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH VITAMIN C DAN E TERHADAP KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS TELUR IKAN BAUNG (Mystus nemurus) Sudarmono *,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Purbolinggo, kecamatan Purbolinggo, kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Gambar 6 Ikan hike (Labeobarbus longipinnis), fauna indigenous Majalengka

Gambar 6 Ikan hike (Labeobarbus longipinnis), fauna indigenous Majalengka HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan Hike Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, diperoleh hasil bahwa ikan hike memiliki gambaran morfologi yang mirip dengan ikan mas (Gambar 6). HAsil identifikasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

KANDUNGAN VITAMIN C PADA OVARIUM IKAN LELE (Clarias gariepinus) SAAT SIKLUS REPRODUKSI. Hengky Sinjal ABSTRACT

KANDUNGAN VITAMIN C PADA OVARIUM IKAN LELE (Clarias gariepinus) SAAT SIKLUS REPRODUKSI. Hengky Sinjal ABSTRACT KANDUNGAN VITAMIN C PADA OVARIUM IKAN LELE (Clarias gariepinus) SAAT SIKLUS REPRODUKSI Hengky Sinjal Staf Pengajar pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame ( Osphronemus goramy 2.2 Pertumbuhan Ikan Gurame

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame ( Osphronemus goramy 2.2 Pertumbuhan Ikan Gurame 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame (Osphronemus goramy) Ikan gurame merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk dalam keluarga Anabantidae, keturunan Helostoma dari bangsa Labyrinthici.

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDA TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BELINGKA (Puntius belinka Blkr)

PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDA TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BELINGKA (Puntius belinka Blkr) PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDA TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BELINGKA (Puntius belinka Blkr) YUNEIDI BASRI Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jambal tergolong ikan bertulang sejati (teleostei). lkan teleostei biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. jambal tergolong ikan bertulang sejati (teleostei). lkan teleostei biasanya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.. Biologi Reproduksi lkan Pangasius djambal lkan Pangasius djambal atau yang kemudian dikenal dengan nama patin jambal tergolong ikan bertulang sejati (teleostei). lkan teleostei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

Efektivitas pemberian kombinasi hormon human chorionic gonadotropin... (Isriansyah)

Efektivitas pemberian kombinasi hormon human chorionic gonadotropin... (Isriansyah) EFEKTIVITAS PEMBERIAN KOMBINASI HORMON HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN DAN 17α-METILTESTOSTERON SECARA KRONIS TERHADAP KADAR ESTRADIOL-17β DAN PERKEMBANGAN TELUR IKAN BAUNG (Mystus nemurus) Isriansyah Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus

EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus Firsty Rahmatia 1, Yudha Lestira Dhewantara 1 Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perikanan,

Lebih terperinci