III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0; 2,5; 5; dan 7,5 g/kg pakan disajikan pada Gambar 1. Rata-rata bobot tubuh (gram) ,2 ± 58,7 a 414,0 ± 44,8 a 412,6 ± 66,9 a 396,8 ± 37,1 a Perlakuan (g/kg pakan) Gambar 1.Rata-rata bobot tubuh ikan lele pada dosis pemberian ekstrak purwoceng yang berbeda melalui pakan setelah 30 hari pemeliharaan Berdasarkan diagram rata-rata bobot tubuh yang disajikan pada Gambar 1, dapat diketahui bahwa perlakuan 0 g/kg pakan memiliki rata-rata bobot tubuh tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 417,2±58,7 gram sedangkan rata-rata bobot tubuh terendah, terdapat pada perlakuan 5 g/kg pakan yaitu sebesar 396,8±37,1 gram. Ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng dengan dosis yang berbeda memiliki rata-rata bobot tubuh lebih rendah dibanding kontrol. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, diperoleh hasil bahwa rata-rata bobot tubuh antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). 7

2 3.1.2 Bobot Testis Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot testis ikan uji yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) pada pakan sebanyak 0; 2; 5; dan 7,5 g/kg pakan disajikan pada Gambar 2. Rata-rata Bobot testis (gram) ,06± 0,48 b 2,52± 0,48 ab 2,16± 1,02 ab 1,81± 0,45 a Perlakuan (g/kg pakan) Gambar 2. Rata-rata bobot testis ikan lele pada dosis pemberian ekstrak purwoceng yang berbeda melalui pakan setelah 30 hari pemeliharaan Berdasarkan diagram rata-rata bobot testis yang disajikan pada Gambar 2, dapat diketahui bahwa perlakuan 5 g/kg pakan memiliki rata-rata bobot testis tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 3,06±0,48 gram. Ratarata bobot testis terendah terdapat pada perlakuan 0 g/kg pakan yaitu sebesar 1,81±0,45 gram. Diagram pada gambar 2 menunjukkan bahwa ikan uji yang diberi perlakuan purwoceng memiliki rata-rata bobot testis yang lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan diperoleh hasil bahwa pada selang kepercayaan 95%, rata-rata bobot testis ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng berbeda nyata terhadap rata-rata bobot testis ikan kontrol. Berdasarkan uji tersebut diketahui bahwa rata-rata bobot testis ikan uji perlakuan dengan dosis 5 g/kg pakan memiliki perbedaan yang paling nyata terhadap kontrol Gonado Somatic Index (GSI) Persentase perbandingan bobot testis terhadap bobot tubuh ikan dikenal dengan Gonado Somatic Indeks (GSI) (Nikolsky, 1969 dalam Effendie, 2002). Nilai GSI pada ikan uji yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella 8

3 alpina molk.) melalui pakan sebanyak 0; 2,5; 5; dan 7,5 g/kg pakan disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 3, dapat diketahui bahwa perlakuan 5 g/kg pakan memiliki nilai GSI tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 0,79±0,29 %. Hal ini dapat diartikan pada ikan uji perlakuan 5 g/kg pakan memiliki bobot testis sebesar 0,79 % dari seluruh bobot tubuh ikan tersebut. Nilai GSI terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 0,45±0,15 %. Diagram nilai GSI pada Gambar 3 menunjukkan bahwa ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng melalui pakan memiliki nilai GSI yang lebih tinggi dibanding kontrol. Nilai GS (%) ,61± 0,14 ab 0,79± 0,29 b 0,51± 0,21 ab 0,45± 0,15 a Perlakuan (g/kg pakan) Gambar 3. Nilai GSI ikan lele pada dosis pemberian ekstrak purwoceng yang berbeda melalui pakan setelah 30 hari pemeliharaan. Data GSI ikan lele pada pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan dilakukan uji lanjut Duncan sehingga diperoleh hasil bahwa pada selang kepercayaan 95%, nilai GSI ikan lele yang diberi ekstrak purwoceng pada berbagai dosis memiliki perbedaan yang nyata terhadap kontrol. Berdasarkan uji tersebut perlakuan dengan dosis 5 g/kg pakan memiliki perbedaan yang paling nyata terhadap kontrol. 9

4 3.1.4 Kadar Spermatokrit Hasil pengukuran spermatokrit ikan uji yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) melalui pakan sebanyak 0; 2,5; 5; dan 7,5 g/kg pakan disajikan pada Gambar 4. Kadar spermatokrit (%) ,77± 1,09 b 60,2± 4,64 b 43,34± 4,72 a Perlakuan (g/kg pakan) Gambar 4. Persentase kadar spermatokrit ikan lele pada dosis pemberian ekstrak purwoceng yang berbeda melalui pakan setelah 30 hari pemeliharaan Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 4, dapat diketahui bahwa ikan uji pada perlakuan 2,5 g/kg pakan memiliki spermatokrit tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 65,0±7,07 %. Hal ini dapat diartikan dalam setiap 1 ml sperma terdapat 0,65 ml padatan spermatozoa sedangkan sisanya berupa cairan semen. Persentase kadar spermatokrit terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 43,34±4,72%. Diagram pada Gambar 4 menunjukkan ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng melalui pakan, memiliki persentase kadar spermatokrit yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Data pengukuran kadar spermatokrit ikan lele tersebut selanjutnya dilakukan uji Duncan sehingga diperoleh hasil bahwa pada selang kepercayaan 95%, kadar spermatokrit ikan lele yang diberi ekstrak purwoceng pada semua dosis yang diberikan memiliki perbedaan nyata dibandingkan dengan ikan lele yang tidak diberi ekstrak purwoceng. 10

5 3.2 Pembahasan Ikan dengan perlakuan ekstrak purwoceng 5 g/kg pakan menunjukkan ratarata bobot testis tertinggi dengan perlakuan lainnya. Pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan meningkatkan rata-rata bobot testis ikan uji sehingga lebih tinggi daripada ikan uji pada perlakuan kontrol. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya tentang pengujian ektrak purwoceng terhadap anak ayam jantan yang memperlihatkan adanya efek androgenik pada penggunaan akar purwoceng yaitu ditandai dengan peningkatan ukuran jengger dan ditunjang dengan adanya peningkatan bobot testis (Kosin 1992; Usmiati dan Yuliani 2010). Juniarto (2004) menyatakan bahwa ekstrak purwoceng dapat meningkatkan hormon LH, FSH dan testosteron yang mempengaruhi proses spermatogenesis. Peningkatan bobot testis berhubungan dengan proses spermatogenesis (Cerda et al., 1996 dalam Affandi dan Tang, 2004). Spermatogenesis merupakan proses pembentukan sperma yang terjadi dalam tubulus semiferus yang terdapat di dalam testis hewan vertebrata. Ada lima tingkatan perkembangan testis ikan lele (Clarias batrachus) yang dikemukakan secara anatomi antara lain spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, dan spermatozoa (Chinabut at al.1991; Tucker dan Hargreaves 2004) Perlakuan purwoceng memperlihatkan peningkatan bobor testis pada ikan uji tetapi rata-rata bobot tubuh ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng nilainya lebih rendah dibandingkan ikan pada perlakuan kontrol. Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) bahwa pertambahan berat gonad akan diikuti oleh pertambahan berat ikan. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan jantan 5 sampai 10% dari berat tubuh. Ikan yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng memiliki bobot testis yang lebih tinggi dibandingkan ikan kontrol namun rata-rata bobot tubuhnya lebih rendah dibanding kontrol. Ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng dosis 5 g/kg pakan memiliki rata-rata bobot testis tertinggi serta berbeda nyata terhadap kontrol (P<0,05) namun ikan uji tersebut memiliki bobot tubuh terendah yaitu sebesar 396,8±37,1 gram. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak purwoceng dilaporkan memiliki kandungan fitosterol yang dapat di konversi menjadi hormon steroid pada hewan vertebrata khususnya mamalia yang digunakan untuk meningkatkan 11

6 spermatogenesis. Reseptor androgen dan estrogen pada hewan dapat mengikat fitosterol (Tremblay dan Kraak 1998) sehingga dapat mempengaruhi seks rasio, gonad, dan hormonal (Hewit et al. 2008). Pengikatan tersebut akibat dari adanya kemiripan struktur molekul stigmasterol, kolesterol dan testosteron. Selain itu, Zairin (2003) menyatakan bahwa struktur kimia hormon dari kelompok steroid seperti kortisol, testosteron, dan 17α-hidroksiprogesteron sama, baik untuk mamalia maupun ikan. Hasil perhitungan persentase nilai GSI ikan menunjukkan bahwa ikan uji yang diberi ekstrak purwoceng memiliki nilai GSI yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Ikan lele pada perlakuan 5 g/kg pakan memiliki nilai GSI tertinggi dibanding perlakuan lain. Hal ini berbanding lurus dengan nilai bobot testis pada perlakuan yang sama. Sedangkan berdasarkan perhitungan spermatokrit yaitu persentase padatan sperma terhadap cairan sperma juga menunjukkan perbedan yang nyata antar perlakuan. Cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam cairan seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis (Hoar 1969 dalam Affandi dan Tang 2002). Menurut Affandi dan Tang (2002), campuran antara seminal plasma dengan spermatozoa disebut semen. Kadar spermatokrit dapat digunakan sebagai indikator kekentalan sperma. Jika nilai spermatokrit tinggi maka dapat disimpulkan bahwa cairan sperma tersebut bersifat kental sehingga memiliki padatan spermatozoa yang lebih banyak dibandingkan dengan cairan seminalnya. Kadar spermatokrit yang rendah menunjukkan cairan sperma tersebut memiliki kandungan padatan spermatozoa yang lebih sedikit dibandingkan dengan cairan seminalnya. Kadar spermatokrit ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng lebih tinggi dibandingkan ikan lele pada perlakuan kontrol. Nilai spermatokrit tertinggi terdapat pada perlakuan 2,5 g/kg pakan yaitu 65,0±7,07%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam setiap 1 ml cairan sperma terdiri dari 0,65 ml padatan spermatozoa serta 0,35 ml berupa cairan seminal. Menurut Gwo et al. (1991) dalam Affandi (2002), konsentrasi spermatozoa yang tinggi dapat menghambat aktifitas spermatozoa karena berkurangnya daya gerak sehingga spermatozoa sukar menemukan atau menembus mikrofil sel telur yang mengakibatkan rendahnya fertilitas spermatozoa. Peningkatan jumlah spermatozoa seharusnya diikuti dengan 12

7 peningkatan volume cairan seminal sehingga spermatozoa tetap mendapatkan zat makanan yang cukup dari cairan seminal tersebut. Caropeboka (1980) meneliti pengaruh ekstrak purwoceng terhadap tikus jantan yang dikebiri. Penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas pada kelenjar prostat dan kelenjar seminalis pada tikus. Kelenjar prostat dan kelenjar seminalis berfungsi menghasilkan cairan nutrisi untuk sperma (cairan seminal). Menurut Ganong (2003), cairan semen mengandung spermatozoa dan sekresi dari kelenjar vesikula seminalis, prostat serta kelenjar cowper. Gardiner dalam Nurman (1995) melaporkan bahwa semen yang encer banyak mengandung glukosa, sehingga memberikan motilitas yang lebih baik terhadap spermatozoa. Penelitian Scott dan Baynes (1980) tentang komposisi kimia semen ikan menyatakan bahwa semen yang kental dengan konsentrasi tinggi mengandung kadar potassium lebih tinggi akan menghambat pergerakan spermatozoa, sehingga motilitasnya rendah. Adanya peningkatan bobot testis, nilai GSI, dan kadar spermatokrit pada ikan uji menunjukkan peningkatan proses spermatogenesis pada ikan lele yang diberikan ekstrak purwoceng. Hal ini sesuai dengan penelitian Juniarto (2004) yang menunjukkan bahwa ekstrak purwoceng dapat meningkatkan aktifitas testis sehingga meningkatkan derajat spermatogenesis. Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon LH dan testosteron. Hasil uji farmakologis pada tikus jantan menunjukkan pemberian ekstrak purwoceng dapat meningkatkan kadar testosteron dan kadar LH. Peningkatan kadar testosteron ini disebabkan efek stimulasi ekstrak purwoceng terhadap LH dan konversi fitosterol yang ada pada ekstrak purwoceng menjadi testosteron pada jaringan hewan uji (Taufiqurrahman dan Wibowo 2006). Testoteron dibentuk dari ester kolesterol di dalam sel Leydig testis, sisanya sekitar 5% dihasilkan oleh kortek adrenal di mana prekursor seperti sterol dari tanaman akan dikonversi menjadi testoteron di dalam jaringan pheripheral (Graner 1996 dalam Taufiqqurrachman dan Wibowo 2006). Aktivitas androgenik testosteron adalah mempengaruhi inisiasi dan pemeliharaan spermatogenesis dalam tubuliseminiferus testis. Hormon testosteron penting untuk mengontrol sifat - sifat seks sekunder dan aktivitas kelenjar reproduksi asesori (Pineda, 1989). Testosteron tidak disimpan dalam tubuh tetapi segera dipecah 13

8 menjadi androgen yang relatif inaktif dan diekskresikan melalui urin dan feses (Turner dan Bagnara 1983). Peningkatan spermatogenesis ikan lele jantan pada penelitian ini diduga karena pengaruh senyawa yang terkandung dalam ekstrak purwoceng yang diberikan. Akar purwoceng diketahui mengandung turunan senyawa kumarin, sterol, alkaloid, saponin (Caropeboka & Lubis 1975 dalam Ajijah, 2009; Rostiana et al. 2003), flavonoid, glikosida dan tanin (Rostiana et al. 2003), kelompok furanokumarin seperti bergapten, isobargapten dan sphondin (Sidik et al dalam Ajijah, 2009), stigmasterol (Suzery et al dalam Ajijah 2009; Rahardjo et al. 2006; Rostiana et al. 2007), sitosterol (Rahardjo et al. 2006; Rostiana et al. 2007), dan vitamin E (Rahardjo et al. 2006). Gunawan (2002) menyebutkan bahwa pada ekstrak purwoceng terdapat beberapa senyawa seperti stigmasterol, sitosterol, serta isoorientin. Senyawa isoorientin yang dapat menambah produksi sperma sedangkan senyawa sitosterol dan stigmasterol pada tanaman purwoceng bersifat androgenik. Pengukuran kualitas sperma seperti jumlah kepadatan sperma dan motilitas sperma tidak dapat dilakukan dalam penelitian ini. Hal tersebut disebabkan pada beberapa ikan sampel memiliki jumlah sperma sangat sedikit sehingga tidak memungkinkan dilakukan pengamatan kualitas sperma. Jumlah sperma yang sedikit terutama dimiliki oleh ikan uji sebagai kontrol yang tidak diberikan ekstrak purwoceng. Penelitian ini dilakukan di laboratorium lapangan dengan kondisi lingkungan yang tidak homogen seperti di dalam ruangan. Air hujan dan penetrasi cahaya dapat mempengaruhi kondisi air pemeliharaan pada tiap bak sehingga terjadi fluktuasi lingkungan. Menurut Affandi dan Tang (2004), beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan gonad antara lain faktor lingkungan dan hormon. Scott (1979) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi perkembangan gonad adalah suhu dan makanan, selain itu periode cahaya dan musim. Hasil penelitian Buwono (1995) tentang pengaruh periode cahaya terhadap kematangan gonad ikan lele yang menunjukkan bahwa pada fotoperiode 14 jam dapat meningkatkan nilai GSI dan spermatogenesis ikan lele jantan pra dewasa. Pengaruh suhu terhadap lama spermatogenesis pada ikan 14

9 teleostei bervariasi dari berbagai spesies sedangkan peran pakan dalam perkembangan gonad penting untuk fungsi endokrin yang normal. Hyder dalam Scott (1979) menjelaskan bahwa bagi beberapa spesies tropik, musim penghujan atau banjir mempengaruhi perkembangan gonad. 15

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus pada gonad ikan lele jantan setelah dipelihara selama 30 hari disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK PURWOCENG Pimpinella alpina Molk. MELALUI PAKAN TERHADAP SPERMATOGENESIS IKAN LELE JANTAN Clarias sp.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK PURWOCENG Pimpinella alpina Molk. MELALUI PAKAN TERHADAP SPERMATOGENESIS IKAN LELE JANTAN Clarias sp. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK PURWOCENG Pimpinella alpina Molk. MELALUI PAKAN TERHADAP SPERMATOGENESIS IKAN LELE JANTAN Clarias sp. POPPY DEA BERTHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan terjadinya pembuahan selama 12 bulan hubungan seksual yang aktif (Nieschlag et al, 2010). Infertilitas ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki fase kehidupan sejak lahir di dunia yang akan dilalui oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga sebelum kematiannya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Penetasan Telur Hasil perhitungan derajat penetasan telur berkisar antara 68,67-98,57% (Gambar 1 dan Lampiran 2). Gambar 1 Derajat penetasan telur ikan

Lebih terperinci

Spermatogenesis ikan lele Clarias sp. jantan yang diberi pakan mengdandung ekstrak purwoceng

Spermatogenesis ikan lele Clarias sp. jantan yang diberi pakan mengdandung ekstrak purwoceng Jurnal Akuakultur Indonesia 15 (1), 49 55 (2016) Artikel Orisinal Spermatogenesis ikan lele Clarias sp. jantan yang diberi pakan mengdandung ekstrak purwoceng Spermatogenesis of male catfish Clarias sp.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil 4.1.1 Volume Cairan Semen Penghitungan volume cairan semen dilakukan pada tiap ikan uji dengan perlakuan yang berbeda. Hasil rata-rata volume cairan semen yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma) yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian maskulinisasi ikan nila dengan perendaman dalam ekstrak purwoceng diperoleh data utama berupa data persentase ikan nila jantan, kelangsungan hidup, dan pertumbuhan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila ( Oreochromis niloticus

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila ( Oreochromis niloticus 5 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila berasal dari benua Afrika dan telah masuk untuk dibuidayakan ke negara-negara sub-tropis dan tropis sejak tahun 1960-an (Phillay dan Kutty,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

EFEK ANDROGENIK DAN ANABOLIK EKSTRAK AKAR Pimpinella alpina MOLK (PURWOCENG) PADA ANAK AYAM JANTAN

EFEK ANDROGENIK DAN ANABOLIK EKSTRAK AKAR Pimpinella alpina MOLK (PURWOCENG) PADA ANAK AYAM JANTAN EFEK ANDROGENIK DAN ANABOLIK EKSTRAK AKAR Pimpinella alpina MOLK (PURWOCENG) PADA ANAK AYAM JANTAN [Androgenic and Anabolic Effect of Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) Root on Male Chicken] SRI USMIATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora maupun fauna. Beragam jenis tumbuhan atau tanaman telah lama diketahui dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Seksualitas Lobster Air Tawar Pada umumnya lobster air tawar matang gonad pada umur 6 sampai 7 bulan. Setelah mencapai umur tersebut, induk jantan dan betina akan melakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai usaha telah dilakukan oleh para peneliti anti fertilitas untuk menemukan obat yang tepat dalam mengatasi masalah Keluarga Berencana. Bagi pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DEPAN... i. HALAMAN JUDUL... ii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii. HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DEPAN... i. HALAMAN JUDUL... ii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii. HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv HALAMAN PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon yang biasanya memiliki tinggi mencapai 10 m sampai 20 m. Tanaman ini merupakan tanaman dikotil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk di Negara berkembang khususnya Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat secara tajam. Beberapa usaha telah di lakukan untuk menekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seksual sangat memengaruhi kualitas hidup seseorang dalam kaitannya untuk memperoleh keturunan. Bila kehidupan seksual terganggu, kualitas hidup juga terganggu,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disfungsi ereksi, dan ejakulasi dini. Pada tahun 2025, diduga terdapat 322 juta

I. PENDAHULUAN. disfungsi ereksi, dan ejakulasi dini. Pada tahun 2025, diduga terdapat 322 juta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fungsi seksual merupakan hal serius bagi kebanyakan pria. Beberapa masalah fungsi seksual yang dialami pria, antara lain libido yang rendah, disfungsi ereksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas atau gangguan kesuburan dapat dimengerti sebagai ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mendapatkan keturunan setelah satu tahun menikah tanpa menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap

BAB V PEMBAHASAN. untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap gambaran histopatologis testis tikus yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Determinasi Bahan Deteminasi dilakukan untuk memastikan kebenaran dari bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.). Determinasi

Lebih terperinci

PENENTUAN DOSIS PURWOCENG Pimpinella alphina Molk. TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA IKAN MASKOKI Carassius auratus HARIS ACHMAD NUGRAHADI

PENENTUAN DOSIS PURWOCENG Pimpinella alphina Molk. TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA IKAN MASKOKI Carassius auratus HARIS ACHMAD NUGRAHADI PENENTUAN DOSIS PURWOCENG Pimpinella alphina Molk. TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA IKAN MASKOKI Carassius auratus HARIS ACHMAD NUGRAHADI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas adalah menurunnya atau hilangnya kemampuan menghasilkan keturunan, istilah ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan menghasilkan keturunan sepertinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan zat psikotropika dengan penggunaan yang paling luas.

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan zat psikotropika dengan penggunaan yang paling luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan zat psikotropika dengan penggunaan yang paling luas. Salah satu jenis minuman beralkohol yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Etawah dengan kambing lokal (Kacang). Kambing Etawah sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Etawah dengan kambing lokal (Kacang). Kambing Etawah sendiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing Etawah dengan kambing lokal (Kacang). Kambing Etawah sendiri berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) Purwoceng memiliki nama latin Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpina Molk. Tanaman purwoceng (Gambar 2) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia. mencapai 18 % dari total kanker (World Health

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia. mencapai 18 % dari total kanker (World Health BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia mencapai 18 % dari total kanker (World Health Organization, 2008). Pada tahun 2010, insiden kanker

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV, yang disebut Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD) adalah (1) Berkurangnya fantasi seksual atau

Lebih terperinci

Tatap mukake 6 KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA

Tatap mukake 6 KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA Tatap mukake 6 PokokBahasan: KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti Kuantitas dan Kualitas Sperma pada berbagai ternak Mengerti faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan Cirata dan Saguling khususnya kabupaten Cianjur sekitar 8.000.000 kg (ukuran 5-8 cm) untuk ikan mas, 4.000.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan upaya tersebut sudah umum dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

LAMA PEMULIHAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.

LAMA PEMULIHAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L. LAMA PEMULIHAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) Marlina Kamelia 1 Siti Adha Sari 2 1,2 Prodi Pendidikan Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

HISTOLOGI GONAD IKAN LELE JANTAN Clarias sp. PADA PERLAKUAN EKSTRAK PURWOCENG Pimpinella alpina PANJI IRAWAN

HISTOLOGI GONAD IKAN LELE JANTAN Clarias sp. PADA PERLAKUAN EKSTRAK PURWOCENG Pimpinella alpina PANJI IRAWAN HISTOLOGI GONAD IKAN LELE JANTAN Clarias sp. PADA PERLAKUAN EKSTRAK PURWOCENG Pimpinella alpina Molk. MELALUI PAKAN PANJI IRAWAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu hasil bumi yang sangat dikenal di Indonesia. Kedelai yang dibudidayakan terdiri dari dua spesies, yaitu, kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan salah satu jenis tanaman polong-polongan (golongan Leguminoceae). Terdapat dua spesies kedelai yang biasa dibudidayakan, yaitu kedelai putih

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular akibat aterosklerosis dan trombosis merupakan penyebab utama kematian di dunia. Aterosklerosis dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. Penyebab

Lebih terperinci

kontrasepsi untuk kaum pria supaya kaum pria memiliki alternatif penggunaan alat kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan fakta di atas,

kontrasepsi untuk kaum pria supaya kaum pria memiliki alternatif penggunaan alat kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan fakta di atas, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Populasi penduduk semakin meningkat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Badan Pusat Statistik, bahwa kenaikan jumlah penduduk Indonesia dari tahun 2000

Lebih terperinci

PERSENTASE HIDUP DAN ABNORMALITAS SEL SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DENGAN PAKAN YANG DISUPLEMENTASI DAUN BINAHONG

PERSENTASE HIDUP DAN ABNORMALITAS SEL SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DENGAN PAKAN YANG DISUPLEMENTASI DAUN BINAHONG On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PERSENTASE HIDUP DAN ABNORMALITAS SEL SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DENGAN PAKAN YANG DISUPLEMENTASI DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama jutaan tahun. Minuman beralkohol dihasilkan dari fermentasi ragi, gula dan pati. Etanol merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Sumatra Gambar 1. Ikan Sumatra Puntius tetrazona Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay,

Lebih terperinci

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi FUNGSI REPRODUKSI PRIA DAN HORMONAL PRIA dr. Yandri Naldi Fisiologi Kedokteran Unswagati cirebon Sistem reproduksi pria Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon

Lebih terperinci

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii v viii ix xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) adalah salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh Indonesia. Dewasa ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. Klasifikasi dan sistematika ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas: Pisces

Lebih terperinci