VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS"

Transkripsi

1 VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Analisis efisiensi teknis yang digunakan adalah pendekatan Data Envelopment Analysis. Data yang digunakan adalah data berdasarkan musim kering tahun Variabel keluaran (output) yang digunakan adalah hasil panen berupa gabah kering giling (Y). Variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5), dan luasan lahan (X6). Nilai variabel X1 didapatkan dari kalkulasi seluruh penggunaan pupuk selama masa tanam. Hal ini dikarenakan decision making unit menggunakan kombinasi pupuk yang beragam sehingga nilai pupuk yang digunakan adalah akumulasinya. Akumulasi dilakukan untuk menghindari adanya nilai nol pada salah satu jenis pupuk yang menyebabkan data tidak dapat diolah. Variabel lain seperti usia decision making unit, usia usahatani, lama menempuh pendidikan formal, jenis kelamin, status kepemilikan lahan, biaya sewa lahan, struktur biaya usahatani, dan besaran pendapatan perhektar tidak digunakan dalam model. Variabel yang tidak digunakan dalam analisis efisiensi digunakan sebagai penjelas dari hasil olahan efisiens teknis. Terdapat salah satu variabel yang merupakan salah satu faktor produksi yaitu pestisida yang diduga mempengaruhi hasil usahatani akan tetapi tidak dimasukan ke dalam analisis efisiensi teknis oleh penulis. Hal ini disebabkan empat faktor. Pertama, pada saat pengumpulan data, penulis tidak dapat memperoleh data kuantitas penggunaan pestisida dari seluruh decision making unit. Kedua, decision making unit lebih mengingat nominal yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan pengaplikasian pestisida. Ketiga, pada kasus beberapa decision making unit yang dapat mengingat kuantitas penggunaan pestisida yang digunakan, data yang diperoleh sangat beragam. Keempat, berdasarkan data yang dikumpulkan dari decision making unit, jenis pestisida yang digunakan sangat beragam baik jenisnya maupun satuan pengukurannya. Misalnya terdapat decision making unit yang menggunakan pupuk cair dengan satuan liter, pupuk padat dengan satuan kilogram, dan lain sebagainya. 53

2 Berdasarkan hasil pengumpulan data, data yang paling lengkap yang diperoleh adalah data harga dari pestisida yang digunakan. Penulis memutuskan untuk tidak memasukan variabel harga pestisida karena dikahawatirkan hal tersebut akan membiaskan hasil pengamatan. Efisiensi teknis hanya berfokus pada penggunaan masukan (input) sedangkan pada variabel harga pestida, terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi. Karena itu, pestisida tidak dimasukkan kedalam variabel pada data envelopment analysis, akan tetapi tetap diperhitungkan sebagai variabel biaya pada analisis pendapatan. Penelitian ini menganalisis efisiensi teknis seluruh decision making unit dan efisiensi teknis berdasarkan varietas benih yang digunakan oleh decision making unit. Analisis efisiensi teknis berdasarkan varietas benih yang digunakan oleh decision making unit hanya dilakukan pada varietas Ciherang, Denok, dan Mekongga. Hal ini dikarenakan Kintani 1 dan SMC hanya digunakan oleh satu decision making unit sehingga tidak dapat dibandingkan Analisis Efisiensi Teknis Analisis Efisiensi Teknis Seluruh Varietas Analisis ini dilakukan pada 77 decision making unit dengan menggunakan data seperti pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5), dan luasan lahan (X6). Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi teknis usahataninya. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data keseluruhan decision making unit dengan seluruh varietas yang dibudidayakan. Varietas adalah salah satu faktor yang memiliki dampak terhadap produksi dan setiap varietas memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan varietas dapat menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat efisiensi yang dapat dicapai. Penilaian efisiensi terhadap keseluruhan varietas dilakukan dangan mengasumsikan variabel lain seperti karakteristik lahan, cuaca, dan masukan (input) lain yang digunakan dapat 54

3 terstandardisasi. Hal lain yang mendukung pengukuran efisiensi teknis dengan menggunakan varietas yang berbeda adalah berdasarkan keterangan dari decision making unit yang mengatakan varietas-varietas yang digunakan oleh decision making unit yang diamati tidak memiliki rentang perbedaan yang besar dari sisi penggunaan masukan (input) maupun keluaran yang dihasilkan. Hasil efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas terlihat pada gambar 2. Berdasarkan olahan menggunakan software DEAP 2.1, terdapat 12 decision making unit yang mencapai efisiensi teknis di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun Terdapat variasi varietas yang digunakan oleh decision making unit. Varietas yang masuk ke dalam usahatani yang efisien adalah varietas Denok, Kintani 1, SMC, dan Mekongga. Gambar 2. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Berdasarkan gambar 2, terdapat decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang, namun tidak ada yang mencapai efisiensi teknis. Hal ini sesuai dengan pendapat para decision making unit yang mengatakan bahwa varietas Ciherang sebenarnya kurang sesuai untuk dibudidayakan di daerah tersebut. Sebelum tahun 2011 hampir seluruh decision 55

4 making unit membudidayakan varietas Ciherang. Akan tetapi pada tahun , hampir seluruh decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang mengalami gagal panen. Karena itu, pada musim kering tahun 2011 sebagian besar decision making unit mencoba benih varietas lain seperti Denok, Mekongga, Kintani, dan SMC. Alasan masih ada decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang adalah varietas tersebut yang dianjurkan pemerintah dan adanya bantuan benih varietas Ciherang. Meskipun terdapat pembagian benih dari pemerintah, hanya sedikit decision making unit yang mau menggunakan benih tersebut dengan alasan trauma menggunakan varietas Ciherang. Diduga hal yang menyebabkan terdapat beberapa varietas yang mencapai efisiensi teknis adalah karakteristik varietas-varietas tersebut yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan wawancara dengan decision making unit, decision making unit mengatakan produktivitas dari varietas Denok dan Mekongga tidak jauh berbeda, begitu juga dengan kebutuhan masukan (input). Sedangkan untuk varietas SMC dan Kintani 1, berdasarkan wawancara dengan decision making unit yang menggunakan varietas tersebut, decision making unit ini baru pertama kali menggunakan varietas tersebut dan menyamaratakan pemberian masukan (input) baik untuk varietas SMC, Kintani 1, maupun untuk varietas lain yang dibudiadayakan. Hasil efisiensi teknis dari decision making unit di Desa Kertawinangun terlihat merata. Hal ini dikarenakan terdapat banyak masukan (input) yang sudah standar kuantitasnya digunakan oleh decision making unit sehingga hasil akhir yang diperoleh tidak terlalu berbeda jauh. Terdapat kemungkinan hanya terdapat beberapa penggunaan variabel masukan (input) yang memiliki sebaran yang luas. Diduga variabel yang memiliki sebaran yang luas adalah penggunaan pupuk. Sedangkan variabel yang memiliki masukan (input) yang cukup terstandardisasi adalah tenaga kerja. Variabel pupuk diduga memiliki sebaran yang lebar sehingga tidak terstandardisasi. Hal ini disebabkan secara umum, terdapat tiga jenis pupuk yang digunakan oleh decision making unit, yaitu pupuk Urea, TSP, dan Posca. Seluruh 56

5 decision making unit menggunakan pupuk Urea dengan kuantitas yang sangat bervariasi untuk setiap hektarnya. Sedangkan untuk kedua pupuk lain, tidak semua decision making unit menggunakan pupuk tersebut. Seluruh decision making unit menggunakan minimal dua jenis pupuk, yaitu kombinasi antara Urea dengan salah satu dari TSP atau Posca. Terdapat juga beberapa decision making unit yang menggunakan ketiga pupuk tersebut. Perbedaan penggunaan pupuk dan kuantitas yang digunakan diduga mempengaruhi hasil yang diperoleh dan menjadikan variabel pupuk sebagai salah satu variabel yang tersebar sehingga mempengaruhi nilai efisiensi teknis yang dicapai. Variabel yang menjadi masukan (input) dengan kuantitas standar diantaranya penggunaan tenaga kerja mesin traktor untuk mengolah lahan. Karena menggunakan mesin dan hanya ada sedikit traktor untuk mengolah lahan, maka waktu pengerjaan dan biaya menjadi standar bagi decision making unit di daerah tersebut. Selain itu karena tenaga penggerak utama berupa mesin, sehingga produktivitas dari mesin itu sendiri dapat lebih terstandardisasi. Variabel masukan (input) lain yang memiliki standar adalah penggunaan tenaga kerja untuk penanaman. Seluruh decision making unit menggunakan sistem borongan untuk tenaga kerja yang mengerjakan penanaman. Sebenarnya decision making unit tidak terlalu memperhatikan kuantitas tenaga kerja yang digunakan karena berapapun tenaga kerja yang bekerja, decision making unit hanya membayar sejumlah tertentu sesuai dengan perjanjian. Akan tetapi variabel ini menjadi standar karena pada kenyataannya hanya ada beberapa kelompok buruh tanam. Setiap kelompok memiliki jumlah anggota tertentu yang akan bekerja untuk menanam padi. Jumlah anggota kelompok buruh tani untuk pekerjaan penanaman berkisar antara 15 hingga 25 orang. Karena itu, meskipun penggarap lahan tidak membatasi standar penggunaan tenaga kerja penanaman, akan tetapi kelompok buruh tani penanam padi telah membuat standar jumlah kelompok tersendiri sehingga pada akhirnya penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan penanaman menjadi lebih terstandar. Usahatani yang membutuhkan lebih banyak buruh tani adalah usahatani yang menggunakan sistem tanam jajar legowo. Hal ini dikarenakan menurut buruh tani, sistem tanam jajar legowo lebih 57

6 sulit diterapkan sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Terdapat kurang dari sepuluh decision making unit yang menggunakan sistem jajar legowo. Penggunaan tenaga kerja panen juga menjadi variabel masukan (input) yang memiliki standar tersendiri. Meskipun tidak ada aturan untuk menyamakan penggunaan tenaga kerja, akan tetapi hanya terdapat tiga sistem panen di daerah tersebut, sistem pertama adalah sistem grabag. Sistem ini banyak digunakan oleh decision making unit dengan alasan biaya yang murah. Sistem ini lebih hemat baik dari segi penggunaan tenaga kerja maupun upah tenaga kerja panen dibandingkan dengan sistem gebod. Sistem kedua adalah sistem gebod. Sistem gebod lebih padat tenaga kerja dibandingkan dengan sisten grabag. Hal ini dikarenakan pada sistem gebod, seluruh kegiatan sejak memotong batang padi hingga merontokkan biji padi dilakukan secara manual sehingga sangat padat tenaga kerja. Sedangkan pada sistem grabag, tenaga kerja manusia yang digunakan hanya untuk memotong batang padi dan perapihan hasil panennya, sedangkan yang merontokkan biji padi dilakukan oleh mesin grabag. Berdasarkan sebaran nilai efisiensi teknis yang diperoleh seluruh decision making unit seperti pada tabel 10, sekitar 50 persen decision making unit memiliki capaian efisiensi teknis dibawah 0,75. Hal ini berarti masih banyak decision making unit yang perlu mengevaluasi usahataninya dan mencari penyebab tinggginya inefisiensi. Hal ini juga dapat menjadi referensi dan menunjukan masih terdapat kemungkinan untuk meningkatkan produksi maupun memperbaiki kombinasi penggunaan masukan (input) oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi teknis. Diharapkan decision making unit yang belum mencapai efisiensi teknis dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi teknis untuk dapat membantu usahataninya agar dapat mencapai tingkat efisiensi teknis. Hasil dari efisiensi teknis usahatani padi sawah ini memiliki rataan 0,712. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Brazdik (2006) yang menganalisis efisiensi teknis di Jawa Barat maka dapat disimpulkan nilai efisinsi teknis relatif yang diperoleh berada pada kisaran yang sama. Terdapat banyak perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Brazdik (2006). Brazdik 58

7 (2006) menggunakan data panel selama enam musim tanam berupa data sekunder dari Kementerian Pertanian. Hal yang menarik pada Brazdik (2006) adalah penulis menetapkan decision making unit yang tersebar. Karakteristik decision making unit yang menjadi bahan pengamatan heterogen, baik ketinggian, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Brazdik (2006) juga melakukan eliminasi terhadap beberapa data yang dianggap menjadi pencilan sehingga dapat menyebabkan kesalahan pada hasilnya. Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih mendekati nilai efisiensi relatif di daerah yang diamati karena penulis menggunakan berbagai variabel seperti karakteristik lahan, pengairan, dan lokasi yang berada di tempat yang sama sehingga lebih tepat untuk dibandingkan. Selain itu data yang digunakan berupa data primer sehingga lebih rinci dan akurat karena bersumber langsung dari decision making unit yang melakukan usahataninya. Tidak ada pengeliminasian data pencilan pada perhitungan efisiensi teknis dalam penelitian ini. Tabel 10. Sebaran Decision Making Unit Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah di Desa Kertawinangun Tahun 2011 Nilai Efisiensi Jumlah Decision Making Unit (Orang) Persentase (%) 0 < x 0,1 2 2,6 0,1 < x 0,2 0 0,0 0, 2 < x 0,3 1 1,3 0, 3 < x 0,4 2 2,6 0, 4 < x 0,5 3 3,9 0, 5 < x 0, ,3 0, 6 < x 0, ,7 0, 7 < x 0, ,5 0, 8 < x 0,9 5 6,5 0, 9 < x ,7 Jumlah

8 Dibandingkan dengan penelitian lain yang menganalisis efisiensi teknis padi di negara lain, hasil efisiensi teknis relatif di Desa Kertawinangun yang dilakukan penulis berada pada nilai rata-rata yang relatif sama. Penelitian efisiensi teknis padi yang dilakukan di negara lain yang dibandingkan dalam hal ini adalah penelitian Krasachat (2004) yang menganalisis efisiensi teknis padi sawah di Thailand sebesar 0,77, dan Dhungana et al. (2004) yang menganalisis efisiensi teknis padi di Nepal dengan nilai rata-rata efisiensi 0,76. Penelitian yang dilakukan penulis memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Krasachat (2004) dan Dhungana et al. (2004). Seluruh penelitian ini berusaha mengamati usahatani yang memiliki karakteristik yang homogen. Karakteristik yang diperhatikan adalah kesamaan karakteristik lahan seperti topografi, curah hujan, dan tipe lahan. Pengambilan decision making unit dengan karakteristik yang sama dilakukan dengan tujuan agar nilai efisiensi teknis yang dihasilkan dapat mendekati kenyataan dilapangan. Hal lain yang dilakukan untuk menghasilkan nilai efisiensi yang baik juga digunakan data primer dengan harapan adanya kesalahan data karena penggunaan data sekunder dapat diminimalisasi. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian efisiensi teknis padi pada Dhungana et al. (2004) dan Krasachat (2004) adalah kedua penelitian tersebut tidak menggunakan perbandingan pada varietas yang sama. Kedua penelitian tersebut lebih mengutamakan persamaan faktor produksi seperti karakertistik petani dan karakteristik lahan. Kedua penelitian tersebut mengabaikan kemungkinan adanya pengaruh perbedaan varietas yang digunakan terhadap capaian efisiensi. Karena itu, dapat dikatakan penelitian ini memiliki kelebihan memperhatikan adanya kemungkinan varietas mempengaruhi nilai efisiensi sehingga melakukan analisis efisiensi pada setiap varietasnya. Perbedaan lain antara penelitian ini dibandingkan dengan Dhungana et al. (2004) dan Krasachat (2004) adalah penelitian ini tidak memasukan variabel pestisida seperti yang telah dijelaskan pada awal bab ini. Akan tetapi penulis berpikiran bahwa penulis lebih tepat untuk tidak menggunakan variabel pestisida dibandingkan dengan memasukan variabel pestisida sebagai nilai dari perkalian 60

9 antara nominal harga dengan kuantitas pestisida. Penelitian Dhungana et al. (2004) dan Krasachat (2004) menggunakan variabel harga dari pestisida yang digunakan usaatani sebagai salah satu variabel masukan (input) Analisis Efisiensi Teknis Varietas Ciherang Analisis efisiensi teknis padi sawah varietas Ciherang dilakukan pada 16 decision making unit. Data yang diolah terdapat pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5) dan luasan lahan (X6) pada decision making unit yang menggunakan varietas Ciherang. Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi teknis usahataninya. Penilaian terhadap efisiensi teknis berdasarkan varietas dilakukan berdasarkan asumsi setiap varietas memiliki karakteristik tersendiri, seperti kebutuhan masukan (input) yang diberikan, kerentanan terhadap hama dan penyakit, produktivitas, dan lain sebagainya. Penilaian efisiensi pervarietas dilakukan dengan tujuan mendapatkan keterangan nilai efisiensi teknis dari decision making unit yang menggunakan variabel-variabel yang semakin terstandardisasi. Penilaian ini juga dilakukan untuk menguji hipotesis terdapat kemungkinan ada decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan seluruh varietas namun masih mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan dengan decision making unit lain dengan varietas yang sama. Hasil olahan efisiensi teknis usahatani padi sawah varietas Ciherang terdapat pada gambar 3. Berdasarkan hasil olahan software DEAP 2.1, diperoleh 7 dari 16 decision making unit mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang. Meskipun tidak ada decision making unit yang mencapai efisiensi pada perbandingan seluruh varietas, terlihat bahwa apabila dibandingkan antarvarietas Ciherang, rataan efisiensi yang dicapai justru lebih besar dari rataan perbandingan efisiensi seluruh varietas. Nilai rataan dari efisiensi teknis varietas Ciherang adalah 0,877, dengan capaian efisiensi terendah 0,6. Berdasarkan karakteristik decision making unit, 61

10 tidak terlihat terdapat suatu pola tertentu pada decision making unit yang mencapai efisiensi teknis perbandingan varietas Ciherang. Dilihat baik dari karakteristik usia, pengalaman bertani, pendidikan, maupun status kepemilikan lahan, decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada varietas ini tersebar, mulai dari yang berusia muda dengan pengalaman bertani sepuluh tahun hingga decision making unit yang menghabiskan setengah dari hidupnya untuk bertani. Berdasarkan tingkat pendidikan, tidak ada pola decision making unit yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki efisiensi teknis yang lebih tinggi. Gambar 3. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Varietas Ciherang Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Terdapat hipotesis nilai efisiensi teknis yang dicapai decision making unit juga dipengaruhi oleh karakteristik petani. Karena itu, pembahasan selanjutnya mencoba memaparkan mengenai nilai efisiensi dan karakteristik decision making unit. Karakteristik decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Ciherang dapat dilihat pada tabel 11. Berdasarkan tabel 1, decision making unit pertama yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Ciherang berusia diatas 40 tahun dengan 62

11 pengalaman bertani lebih dari 20 tahun. Efisiensi teknis mampu dicapai decision making unit ini meskipun tidak menempuh pendidikan formal. Diduga decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Ciherang karena produktivitas decision making unit ini diatas rata-rata produktivitas varietas Ciherang. Selain itu, dilihat dari penggunaan masukan (input), decision making unit ini menggunakan variabel pupuk, tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga, dan tenaga kerja mesin dibawah rataan penggunaan masukan (input) seluruh decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang. Hanya variabel masukan (input) bibit yang digunakan decision making unit ini yang penggunaannya diatas rataan penggunaan masukan (input) dalam varietas Ciherang. Tabel 11. Karakteristik Decision Making Unit yang Mencapai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Ciherang di Desa Kertawinangun Tahun 2011 Efisiensi Jenis Usia Pengalaman Lama Pendidikan No DMU Seluruh Kelamin (Tahun) Bertani (Tahun) Formal (Tahun) Varietas , , , , , , ,773 Keterangan: 1= Laki-laki; 0= Perempuan Meskipun berusia diatas 80 tahun dengan pengalaman bertani lebih dari 50 tahun, decision making unit kedua dapat mencapai efisiensi teknis. Seperti decision making unit pertama, decision making unit ini tidak menempuh pendidikan formal. Produktivitas dari hasil decision making unit ini diatas ratarata dibandingkan dengan decision making unit lain yang membudidayakan varietas Ciherang. Hal ini dapat menjadi faktor yang mengakibatkan decision 63

12 making unit ini mencapai efisiensi teknis pada varietas Ciherang. Dilihat dari penggunaan masukan (input), decision making unit ini menggunakan tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata decision making unit varietas Ciherang. tidak turun langsung untuk mengerjakan berbagai pekerjaan yang biasanya juga dikerjakan oleh penggarap lahan menyebabkan decision making unit ini menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang lebih sedikit dibandingkan dengan decision making unit lain. Hal ini disebabkan usia decision making unit yang diatas 80 tahun sehingga decision making unit lebih mempercayakan kegiatan usahataninya untuk dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga. Berdasarkan penggunaan tenaga kerja luar keluarga, decision making unit ini menggunakan tenaga kerja luar keluarga dibawah ratarata varietas Ciherang disebabkan beberapa hal, diantaranya decision making unit ini menggunakan herbisida sehingga decision making unit ini tidak melakukan kegiatan pengendalian gulma secara manual. Meskipun menggunakan tenaga kerja lebih sedikit, diduga usahatani decision making unit ini memiliki produktivitas yang tinggi dikarenakan tingginya intensitas pemberian pestisida sehingga tetap menjaga tanamannya dari serangan hama dan penyakit. Berdasarkan tabel 1, decision making unit ketiga yang mencapai efisiensi teknis perbandingan varietas Ciherang berusia 40 tahun, dengan pengalaman bertani 20 tahun. Dilihat dari produktivitas, decision making unit ini produktivitasnya berada dibawah rata-rata decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang. Diduga decision making unit ini mampu mencapai efisiensi teknis perbandingan varietas dikarenakan penggunaan tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga yang rendah. Pengaplikasian pestisida dari decision making unit ini lebih rendah dibandingkan dengan decision making unit kedua. Rendahnya penggunaan tenaga kerja dan pemberian pestisida diduga mengakibatkan produktivitas dari usahataninya dibawah rata-rata. Pembudidaya yang berusia 50 tahun dengan pengalaman bertani selama lima tahun menjadi decision making unit keempat yang mencapai efisiensi teknis. Bagi decision making unit ini bertani bukanlah pekerjaan utama, dan pekerjaan bertani baru dijalankan setelah menikah dengan seorang petani. Karena itu 64

13 decision making unit ini hanya memiliki pengalaman bertani selama lima tahun. pekerjaan lain yang dimiliki decision making unit ini menyebabkan decision making unit tidak turun langsung untuk menjalankan usahataninya. Hal yang dilakukan decision making unit ini sebagai petani penggarap hanyalah mengatur buruh tani untuk mengolah lahan garapannya. Produktivitas dari usahatani decision making unit keempat yang mencapai efisiensi teknis berada dibawah produktivitas rata-rata varietas Ciherang. Meskipun begitu, decision making unit ini menggunakan bibit, pupuk, dan tenaga kerja dalam keluarga yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata decision making unit varietas Ciherang. Berdasarkan hasil wawancara, decision making unit ini memutuskan untuk menggunakan pupuk dibawah rata-rata adalah karena pengetahuan decision making unit yang luas. Diduga decision making unit ini memiliki pengetahuan yang lebih luas dikarenakan lama pendidikan formal yang ditempuh dan pekerjaan decision making unit mempengaruhi sikap decision making unit dalam mengambil keputusan. Pupuk adalah salah satu variabel yang banyak digunakan secara berlebihan oleh decision making unit lain dengan alasan agar hasil yang diperoleh lebih tinggi, sedangkan bibit digunakan berlebih dengan alasan agar tidak kekurangan saat penyiangan. Meskipun decision making unit lain berpikiran demikian, decision making unit ini mengatakan bahwa penggunaan pupuk secara berlebihan tidak baik bagi usahataninya dan tidak berdampak signifikan sehingga decision making unit tersebut menggunakan dosis yang rendah. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga jelas lebih rendah karena decision making unit banyak tidak turun langsung membantu kegiatan usahataninya. Petani berusia 32 tahun dengan pengalaman bertani empat tahun menjadi decision making unit kelima yang mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang. Produktivitas dari decision making unit ini berada diatas rata-rata produktivitas varietas Ciherang. Produktivitas yang tinggi dengan menggunakan masukan (input) seperti pupuk, bibit, dan tenaga kerja mesin dibawah rata-rata decision making unit lain yang membudidayakan varietas Ciherang membuat decision making unit ini mampu mencapai efisiensi teknis. Diduga decision making unit 65

14 ini memiliki produktivitas yang tinggi meskipun penggunaan masukan (input) rendah karena tingginya intensitas penggunaan tenaga kerja manusia. Meskipun penggunaan masukan (input) seperti bibit dan pupuk rendah, akan tetapi dengan perawatan oleh manusia maka dapat mengahasilkan produksi yang tinggi. Kecilnya luasan lahan yang diusahakan dapat menjadi faktor yang menyebabkan dapat intensifnya perawatan yang dilakukan oleh petani penggarap sehingga produksinya dapat tinggi. Pembudidaya berusia 28 tahun dengan pengalaman bertani 10 tahun menjadi decision making unit keenam yang mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang. Produktivitas decision making unit ini tertinggi dibandingkan decision making unit pembudidaya varietas Ciherang. Penggunaan tenaga kerja manusia dibawah rata-rata penggunaan decision making unit lain menunjang decision making unit ini mencapai efisiensi teknis. Diduga hal ini yang mempengaruhi decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis. Petani berusia 55 tahun, dengan pengalaman bertani 40 tahun menjadi responden terakhir yang mencapai efisiensi teknis varietas Ciherang di Desa Kertawinangun. Berdasarkan produktivitas, decision making unit ini produktivitasnya berada sedikit diatas produktivitas rata-rata decision making unit varietas Ciherang. Penggunaan seluruh variabel kecuali tenaga kerja mesin dibawah rata-rata decision making unit lain diduga mempengaruhi decision making unit mencapai efisiensi teknis Analisis Efisiensi Teknis Varietas Denok Analisis efisiensi teknis padi sawah varietas Denok dilakukan dengan 39 decision making unit. Data yang diolah seperti pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja mesin (X5) dan luasan lahan (X6) pada decision making unit yang menggunakan varietas Denok. Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi tekn is usahataninya. 66

15 Hasil olahan efisiensi teknis pada varietas Denok terlihat pada gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut terlihat 10 dari 39 decision making unit mencapai efisiensi teknis. Decision making unit yang mencapai efisiensi teknis memiliki karakteristik yang beragam, baik dilihat dari segi usia, pengalaman bertani, maupun pendidikan. Gambar 4. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Varietas Denok Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Terdapat hipotesis nilai efisiensi teknis yang dicapai Decision Making Unit juga dipengaruhi oleh karakteristik petani. Karena itu, pembahasan selanjutnya mencoba memaparkan mengenai nilai efisiensi dan decision making unit. Karakteristik decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Denok dapat dilihat pada tabel 12. Pembudidaya pertama yang mencapai efisiensi teknis berusia 34 tahun dengan pengalaman bertani tiga tahun. Pendidikan formal selama 12 tahun. Hasil panen decision making unit ini berada diatas rata-rata hasil panen decision making unit yang membudidayakan varietas Denok. Selain tingginya hasil panen, decision making unit ini juga didukung dengan penggunaan masukan (input) bibit dibawah rata-rata penggunaan masukan (input) oleh decision making unit lain yang membudidayakan varietas Denok. Hal ini diduga menjadi faktor yang 67

16 mendukung decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis varietas Denok. Petani kedua yang mencapai efisiensi teknis berusia 28 tahun dengan lama bertani empat tahun. Lama pendidikan formal yang ditempuh decision making unit ini adalah 12 tahun. Seperti decision making unit pertama, hasil panen decision making unit ini diatas rata-rata hasil panen decision making unit pembudidaya veriates Denok. Perbedaannya adalah decision making unit ini menggunakan pupuk, bibit, dan tenaga kerja dalam keluarga dibawah rata-rata pembudidaya Denok. Tabel 12. Karakteristik Decision Making Unit yang Mencapai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Denok di Desa Kertawinangun Tahun 2011 Lama Efisiensi Jenis Usia Pengalaman No DMU Pendidikan Seluruh Kelamin (Tahun) Bertani (Tahun) Formal (Tahun) Varietas , , ,966 Keterangan: 1= Laki-laki; 0= Perempuan Analisis Efisiensi Teknis Varietas Mekongga Analisis efisiensi teknis padi sawah varietas Mekongga dilakukan pada 20 decision making unit. Data yang diolah terdapat pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data hasil panen sebagai keluaran (output) (Y), dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah pupuk (X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga (X4), tenaga kerja 68

17 mesin (X5) dan luasan lahan (X6) pada decision making unit yang menggunakan varietas Mekongga. Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil keluaran dari nilai efisiensi teknis usahataninya. Hasil olahan efisiensi teknis pengolahan efisiensi teknis pada varietas Mekongga terlihat pada gambar 5. Berdasarkan gambar tersebut terlihat empat dari 20 decision making unit mencapai efisiensi teknis. Seluruh decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada varietas Mekongga berusia diatas 40 tahun dengan pengalaman bertani diatas 20 tahun. Decision making unit yang mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga menempuh pendidikan formal paling lama sembilan tahun. Terdapat tiga decision making unit yang mencapai efisiensi teknis baik keseluruhan varietas maupun dalam varietas Mekongga. Berdasarkan keseluruhan perbandingan pervarietas, dapat disimpulkan bahwa decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas akan mencapai efisiensi teknis pada perbandingan pervarietasnya. Decision making unit pertama yang mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga adalah decision making unit yang berusia 55 tahun dengan pengalaman bertani 40 tahun. Diantara decision making unit yang mencapai efisiensi varietas Mekongga, decision making unit ini adalah satu-satunya decision making unit yang tidak menempuh pendidikan formal. Decision making unit ini masih belum mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas. Produktivitas decision making unit ini berada dibawah rata-rata produktivitas pembudidaya varietas Mekongga. Besarnya luasan lahan yang digarap dapat menjadi faktor yang menyebabkan decision making unit ini dapat mencapai efisiensi teknis. Selain itu, penggunaan pupuk, tenaga kerja dalam keluarga, dan tenaga kerja mesin yang lebih rendah dibandingkan dengan decision making unit yang membudidayakan varietas Mekongga dapat semakin menunjang decision making unit ini untuk dapat mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga. Decision making unit ini dapat mencapai penggunaan tenaga kerja manusia yang lebih rendah karena luasan lahan yang digarap lebih besar dari lima hektar. Hal ini 69

18 menyebabkan ketika dirata-rata perhektar, maka penggunaan tenaga kerja manusia bisa lebih rendah. Gambar 5. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Varietas Mekongga Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Terdapat hipotesis nilai efisiensi teknis yang dicapai Decision Making Unit juga dipengaruhi oleh karakteristik petani. Karena itu, pembahasan selanjutnya mencoba memaparkan mengenai nilai efisiensi dan decision making unit. Karakteristik decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas Mekongga dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Decision Making Unit yang Mencapai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Mekongga di Desa Kertawinangun Tahun 2011 No DMU Jenis Kelamin Usia (Tahun) Pengalaman Bertani (Tahun) Lama Pendidikan Formal (Tahun) Efisiensi Seluruh Varietas , Keterangan: 1= Laki-laki; 0= Perempuan 70

19 Decision making unit pertama yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit dengan usia 63 tahun dengan pengalaman bertani 23 tahun. Decision making unit ini menempuh pendidikan formal hingga tamat sekolah dasar atau pendidikan lain yang sederajat. Produktivitas dari usahatani decision making unit ini paling tinggi dibandingkan dengan decision making unit lain yang mencapai efisiensi tertinggi. Decision making unit ini juga ditunjang dengan penggunaan tenaga kerja yang lebih hemat dibandingkan dengan rata-rata pembudidaya Mekongga, baik tenaga kerja dalam keluarga, luar keluarga, maupun tenaga kerja mesin. Hal yang menyebabkan decision making unit ini dapat menggunakan tenaga kerja lebih sedikit adalah penggunaan herbisida yang mengurangi penggunaan tenaga manusia untuk pengendalian gulma serta panen yang menggunakan sistem grabag yang menghemat tenaga kerja manusia. Decision making unit kedua yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit berusia 40 tahun dengan pengalaman bertani lebih dari 20 tahun. Pendidikan formal ditempuh decision making unit selama dua tahun. Produktivitas usahataninya berada diatas rata-rata pembudidayas varietas Mekongga. Hanya variabel bibit sebagai masukan (input) yang digunakan oleh decision making unit dan berada dibawah rata-rata decision making unit pembudidaya Mekongga. Faktor yang menyebabkan decision making unit ini menggunakan tenaga kerja manusia diatas rataan penggunaan decision making unit dengan varietas Mekongga adalah decision making unit ini melakukan pengendalian gulma secara manual dengan tenaga kerja manusia. Selain itu, decision making unit mengaplikasikan pestisida msepuluh kali sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Decision making unit ketiga yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit berusia 55 tahun dengan pengalaman bertani lebih dari 20 tahun. Pendidikan formal tidak ditempuh decision making unit ini. Produktivitas usahataninya berada diatas rata-rata pembudidayas varietas Mekongga. Hanya variabel bibit sebagai masukan (input) yang digunakan oleh decision making unit dan berada dibawah rata-rata decision making unit pembudidaya Mekongga. Faktor yang menyebabkan decision making unit ini menggunakan tenaga kerja 71

20 manusia diatas rataan penggunaan decision making unit dengan varietas Mekongga adalah decision making unit ini melakukan pengendalian gulma secara manual dengan tenaga kerja manusia. Selain itu, decision making unit mengaplikasikan pestisida msepuluh kali sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Decision making unit keempat yang mencapai efisiensi teknis adalah decision making unit yang berusia 47 tahun dengan pengalaman bertani selama 23 tahun. Decision making unit ini adalah satu-satunya decision making unit yang bertempat tinggal di luar Desa Kertawinangun. Lama pendidikan formal yang ditempuh oleh decision making unit ini paling lama dibandingkan dengan decision making unit lain yang mencapai efisiensi teknis varietas Mekongga. Karena itu, meskipun pengalaman bertani decision making unit ini paling rendah dibanding decision making unit lain yang mencapai efisiensi teknis, decision making unit ini tetap dapat mencapai skala efisien. Produktivitas usahataninya diatas rata-rata decision making unit yang mencapai efisensi teknis varietas Mekongga. Selain tingginya produksi, usahataninya juga ditunjang dengan penggunaan bibit, tenaga kerja luar keluarga, dan tenaga kerja mesin dibawah rata-rata penggunaan decision making unit lain yang mencapai efisiensi teknis pada varietas Mekongga. Alasan utama decision making unit ini menggunakan bibit dibawah rata-rata adalah petani lain yang bertani disekitar lahan decision making unit memiliki kecenderungan menggunakan bibit secara berlebih sehingga akhirnya banyak bibit yang terbuang. Decision making unit ini memanfaatkan kelebihan bibit dari petani lain sehingga dapat menekan biaya bibit yang seharusnya dikeluarkan Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Setiap Varietas Analisis hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara nilai efisiensi yang dicapai decision making unit ketika dibandingkan dengan seluruh varietas dan perbandingan antarvarietasnya. Analisis ini dilakukan atas temuan adanya decision making unit 72

21 yang tidak mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas namun ketika dibandingkan dengan decision making unit lain yang mengusahakan varietas yang sama decision making unit tersebut mencapai efisiensi teknis. Pengujian adanya hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi decision making unit tersebut saat dibandingkan dengan varietasnya dilakukan menggunakan uji Rank Spearman. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan, arah hubungan yang terjadi, dan signifikansi dari hubungan antara kedua variabel yang dibandingkan. Pengujian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara (a) nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Ciherang, (b) nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Denok, dan (c) nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Mekongga. Hasil pengujian Rank Spearman ditampilkan pada tabel 14. Tabel 14. Hasil Analisis Hubungan antara Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan pervarietas Padi Sawah menggunakan Rank Spearman di Desa Kertawinangun Musim Kering Tahun 2011 Hubungan Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Korelasi Rank Signifikansi Spearman Arah Korelasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Perbandingan Varietas Ciherang Perbandingan Varietas Denok Perbandingan Varietas Mekongga 0,88 0 0,92 3 0,93 2 Korelasi Sangat Erat Korelasi Sangat Erat Korelasi Sangat Erat Positif 0,000 Signifikan Positif 0,000 Signifikan Positif 0,000 Signifikan Berdasarkan tabel 11, terlihat bahwa nilai korelasi Rank Spearman dari ketiga perbandingan lebih besar dari 0,800. Hal ini menunjukan bahwa hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas memiliki keeratan yang sangat kuat. Arah 73

22 korelasi yang positif menunjukan bahwa terdapat hubungan berbanding lurus antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas. Nilai signifikansi dari ketiga pengujian yang bernilai 0,000 menunjukan bahwa hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan selurh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas signifikan. Hasil pengujian signifikansi dari hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas yang signifikan menjadi dasar dilakukannya analisis lebih lanjut terhadap tren yang ada pada masing-masing perbandingan. Analisis tren dilakukan untuk mengetahui pemetaan masing-masing decision making unit pada gambar hubungan antara efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan pervarietas Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Ciherang Hubungan tren antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi dengan perbandingan varietas Ciherang terlihat pada gambar 6. berdasarkan gambar 6, terlihat bahwa nilai efisiensi teknis yang diperoleh pada perbandingan varietas Ciherang tersebar pada selang efisiensi 0,6-1,0. Tren hubungan antara nilai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis pada perbandingan pervarietas meningkat seperti terlihat pada gambar 6. Hal ini sesuai dengan hasil dari pengujian Rank Spearman yang dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas akan mencapai efisiensi teknis juga pada perbandingan pervarietas. Selain itu, terlihat bahwa ada decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas akan tetapi mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan dalam varietas yang sama. 74

23 Gambar 6. Gambar Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Ciherang di Desa Kertawinangun Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Denok Hubungan antara nilai efisiensi teknis seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis varietas Denok terlihat pada gambar 7. Tren hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Denok berbanding lurus. Hal ini sesuai dengan hubungan hasil pengujian menggunakan Rank Spearman. Terdapat satu decision making unit yang menjadi pencilan pada varietas Denok. Decision making unit tersebut berada pada kuartil bawah baik pada perbandingan seluruh varietas maupun perbandingan varietas Denok. Berdasarkan gambar 7 terlihat bahwa terdapat decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis pada perbandingan seluruh varietas dapat mencapai efisiensi teknis pada perbandingan varietas. Pola ini sama seperti yang terlihat pada varietas Ciherang. 75

24 Gambar 7. Gambar Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Denok di Desa Kertawinangun Tahun Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Mekongga Hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Mekongga terlihat pada gambar 8. Terdapat kesamaan hubungan antara efisiensi perbandingan seluruh varietas dengan efisiensi teknis perbandingan antara varietas pada perbandingan varietas Ciherang, Denok, dan Mekongga. Tren hubungan antara efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan perbandingan antarvarietas berbanding lurus. Hal ini sesuai dengan tren berdasarkan pengujian Rank Spearman. Arti dari tren ini adalah decision making unit yang memperoleh nilai efisiensi teknis yang tinggi pada perbandingan seluruh varietas maka ketika dibandingkan kedalam varietas, maka nilai efisiensi teknisnya akan tinggi pula. Decision making unit yang mencapai efisiensi teknis pada perbandingan selurh varietas akan mencapai efisiensi teknis pada perbandingan antarvarietas. Selain itu, terdapat decision making unit yang tidak mencapai efisiensi teknis pada 76

25 perbandingan seluruh varietas akan tetapi mampu mencapai efisiensi teknis ketika dibandingkan dalam varietasnya. Gambar 8. Gambar Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Seluruh Varietas dengan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan Varietas Mekongga di Desa Kertawinangun Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis Perbandingan pervarietas dengan Karakteristik Decision making unit Analisis hubungan antara nilai efisinsi teknis perbandingan masing-masing varietas dengan karakteristik decision making unit dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pola tertetu pada decision making unit berdasarkan karakteristiknya. Manfaat dari mengetahui adanya pola tertentu pada hubungan antara nilai efisiensi teknis dengan karaktersitik decision making unit adalah sebagai referensi dalam menentukan saran bagi pengembangan kebijakan agribisnis padi sawah dimasa yang akan datang. Karakteristik decision making unit menjadi faktor yang perlu diperhatikan karena sifat-sifat tertentu dari petani akan mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan saat menjalankan usahataninya. 77

26 Karakteristik decision making unit yang dianalisis adalah lama pendidikan formal, usia, pengalaman bertani, dan status kepemilikan lahan. Dasar digunakannya karakteristik lama pendidikan formal yang ditempuh decision making unit adalah adanya dugaan bahwa lama pendidikan formal yang ditempuh memiliki hubungan dengan nilai efisiensi yang dicapai. Diduga latar belakang pendidikan mempengaruhi keputusan petani dalam menjalankan usahatani sehingga decision making unit yang menempuh pendidikan formal lebih tinggi akan mencapai nilai efisiensi teknis yang tinggi. Hal ini disebabkan banyaknya pendidikan formal akan membuka wawasan decision making unit untuk menjalankan usahanya lebih baik dibandingkan dengan decision making unit yang menempuh pendidikan formal yang lebih singkat. Diduga variabel usia decision making unit akan memiliki hubungan dengan nilai efisiensi teknis. Faktor usia diperkirakan memiliki hubungan dengan pengalaman usahatani. Hal ini didasari sebagian besar decision making unit mengusahakan usahatani padi sawah sejak menginjak usia belasan tahun. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan decision making unit yang berusia lebih tua memiliki pengalaman bertani lebih banyak. Pengalaman bertani menjadi penting karena akan berpengaruh terhadap sikap petani. Keputusan yang dapat dipengaruhi oleh sikap petani diantaranya keputusan untuk menggunakan faktor produksi tertentu baik kuantitas maupun kualitas. Penggunaan faktor produksi pada akhirnya akan mempengaruhi nilai efisiensi yang dicapai. Karena itu, diduga variabel usia memiliki hubungan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Faktor pengalaman bertani diduga memiliki hubungan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Pengalaman bertani membantu petani dalam menjalankan usahataninya. Petani dengan pengalaman bertani yang baik akan memiliki pengetahuan yang lebih baik jika dihadapkan dengan situasi yang sulit pada usahataninya dibandingkan dengan petani yang belum berpengalaman. Pengetahuan yang dimiliki dapat membantu petani untuk lebih stabil dalam mencapai efisiensi teknis. Karena itu, diduga variabel pengalaman bertani memiliki hubungan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. 78

27 Faktor status kepemilikan lahan diduga memiliki hubungan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Terdapat kemungkinan decision making unit yang menggunakan lahan sewa lebih termotivasi untuk mencapai efisiensi dan mendapatkan keuntungan dikarenakan adanya beban untuk membayar sewa lahan. Nilai efisiensi teknis yang digunakan untuk diuji hubungan dengan variabel karakteristik decision making unit adalah nilai efisiensi teknis perbandingan setiap varietas. Hal ini didasarkan pada asumsi setiap varietas memiliki karakteristik tersendiri sehingga terdapat kemungkinan decision making unit memiliki preferensi tersendiri terkait varietas yang digunakan. Selain itu, ruang lingkup yang lebih sempit pada perbandingan pervarietas diharapkan dapat menunjukan hubungan yang lebih mendekati kenyataan dilapangan. Variabel karakteristik decision making unit yang diduga memiliki hubungan dengan nilai efisiensi yang dicapai kemudian diuji dengan Rank Spearman. Pengujian ini bertujuan mengetahui adanya hubungan, tingkat keeratan, arah hubungan, dan signifikansi kedua variabel. Terdapat satu variabel yang tidak diuji dengan Rank Spearman, yaitu variabel status kepemilikan lahan. Hal ini disebabkan status kepemilikan lahan tidak mencapai skala ordinal sehingga tidak dilakukan pengujian Rank Spearman. Hasil pengujian hubungan nilai efisiensi teknis perbandingan varietas dengan karakteristik decision making unit disajikan pada tabel 15. Berdasarkan pengujian Rank Spearman, terlihat hubungan keeratan antara nilai efisiensi teknis perbandingan varietas dengan karakteristik decision making unit tergolong lemah. Hal ini terlihat dari nilai koefisien korelasi Rank Spearman yang lebih rendah dari 0,400. Selain itu, berdasarkan nilai signifikansi, tidak ada perbandingan yang signifikan diantara seluruh variabel yang dibandingkan. Diduga terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tidak ada hubungan antara pendidikan formal yang ditempuh dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Faktor yang diduga menyebabkan tidak adanya hubungan antara efisiensei teknis dengan pendidikan formal yang ditempuh adalah tidak ada atau sangat sedikit bagian dari pendidikan formal yang memuat pelajaran mengenai bertani. Hal ini mengakibatkan pada akhirnya pengetahuan mengenai bertani 79

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

VIII ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN

VIII ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN VIII ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN Analisis hubungan efisiensi dan pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini adalah perbandingan antara nilai efisiensi teknis dengan rasio dari R/C.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani Usahatani adalah suatu bentuk kombinasi penggunaan masukan (input) (modal, tenaga kerja, lahan) yang sengaja diusahakan oleh seseorang maupun

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu alur berpikir yang digunakan oleh penulis berdasarkan teori maupun konsep yang telah ada sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai. mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan.

BAB IV GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai. mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan. BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai Karakter demografi petani kedelai yang dibahas dalam penelitian ini mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Keadaan Geografis Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 18 kecamatan yang ada di Kabupatan Gorontalo. Sesuai dengan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, 51 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Responden Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, penggunaan luas lahan, dan jumlah tanggungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

VI. HASIL dan PEMBAHASAN VI. HASIL dan PEMBAHASAN 6.1 Penggunaan Input Usahatani 6.1.1 Benih Benih memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi baru, berupa keunggulan yang dimiliki varietas dengan berbagai spesifikasi

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO Purwanto 1) dan Dyah Panuntun Utami 2) 1)Alumnus Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian 2) Dosen Program

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

TINGKAT ADOPSI INOVASI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI KELOMPOK TANI SEDYO MUKTI DESA PENDOWOHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

TINGKAT ADOPSI INOVASI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI KELOMPOK TANI SEDYO MUKTI DESA PENDOWOHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TINGKAT ADOPSI INOVASI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI KELOMPOK TANI SEDYO MUKTI DESA PENDOWOHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL Saleh Afianto Nugroho/ 20130220124 Ir. Siti Yusi Rosimah, MS/ Dr.Ir.Indardi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah respon petani terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Letak Geografis Desa Beji Lor Desa Beji Lor merupakan salah satu desa di Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

Gambar 10. Sebaran Usia Petani Responden

Gambar 10. Sebaran Usia Petani Responden VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Profil Responden Karakteristik petani dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan usia, jenis kelamin, statuss pernikahan, jumlah anggota keluarga, pendapatan diluar usahatani,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi III. METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengembangan usahatani mina padi dengan sistem jajar legowo ini dilakukan di Desa Mrgodadi, Kecamatan sayegan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini menggunakan metode

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi 45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Kebonagung Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi 1. Deskripsi Umum Wilayah. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Secara Geografis Wilayah Kecamatan Dungaliyo, merupakan salah satu Wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo, yang

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Metode penelitian adalah suatu cara yang harus di tempuh dalam suatu penelitian untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 18 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kecamatan Telaga Terdiri dari 9 Desa yaitu

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Produktivitas Setiap aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena ada keterbatasan dalam memprediksi hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kejadian yang memiliki

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) (Suatu Kasus di Desa Wanareja Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap) Oleh: Eni Edniyanti

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU 7.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi Budidaya ubi kayu tidak terlalu sulit. Ubi kayu tidak mengenal musim, kapan saja dapat ditanam. Karena itulah waktu

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Jurnal Ilmiah AgrIBA No2 Edisi September Tahun 2014 ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Oleh : Siska Alfiati Dosen PNSD dpk STIPER Sriwigama Palembang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh rangkaian program pertanian Indonesia pada masa Orde Baru diarahkan kepada swasembada beras. Cara utama untuk mencapai tujuan itu adalah dengan pemakaian varietas

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diversifikasi Siegler (1977) dalam Pakpahan (1989) menyebutkan bahwa diversifikasi berarti perluasan dari suatu produk yang diusahakan selama ini ke produk baru yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Tanaman pepaya banyak ditanam baik di daerah

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 75 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Cucu Kodir Jaelani 1 1) Badan Pelaksana Penyuluhan

Lebih terperinci

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso BUDIDAYA PADI RATUN Marhaenis Budi Santoso Peningkatan produksi padi dapat dicapai melalui peningkatan indeks panen dan peningkatan produksi tanaman setiap musim tanam. Padi Ratun merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak Geografis dan Topografi Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Propinsi

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani. BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Petani Sampel Berdasarkan data primer yang diperoleh dari 84 orang petani sampel, maka dapat dikemukakan karakteristik petani sampel, khususnya

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Petani 1) Umur Umur petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani padi, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, dengan mengkaji dan melihat alat analisis yang digunakan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui 5 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Identitas Petani Dalam penelitian ini yang menjadi petani diambil sebanyak 6 KK yang mengusahakan padi sawah sebagai sumber mata pencaharian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dengan

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

KUISIONER RESPONDEN. 1. Pendidikan Terakhir (Berikan tanda ( ) pada jawaban) Berapa lama pengalaman yang Bapak/Ibu miliki dalam budidaya padi?

KUISIONER RESPONDEN. 1. Pendidikan Terakhir (Berikan tanda ( ) pada jawaban) Berapa lama pengalaman yang Bapak/Ibu miliki dalam budidaya padi? LAMPIRAN 105 106 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER RESPONDEN Nama : Alamat : Umur : Tahun 1. Pendidikan Terakhir (Berikan tanda ( ) pada jawaban) Tidak Sekolah Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menegah

Lebih terperinci

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta Hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Lokasi Penelitian Desa Tlogoweru terletak di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah Desa sebagai berikut Batas

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENCATATAN USAHATANI PADI

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENCATATAN USAHATANI PADI PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENCATATAN USAHATANI PADI A. DEFINISI Secara makro, suatu usaha dikatakan layak jika secara ekonomi/finansial menguntungkan, secara sosial mampu menjamin pemerataan hasil dan

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya

I. METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya I. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, artinya adalah metode penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Merode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu penelitian yang merumuskan diri pada pemecahan masalah yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci