BAB I. A. Latar Belakang Masalah. kulit yang terluka (Healy, 2006). Luka bakar yang terinfeksi terdapat bakteri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. A. Latar Belakang Masalah. kulit yang terluka (Healy, 2006). Luka bakar yang terinfeksi terdapat bakteri"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka adalah rusaknya jaringan kulit sehingga memerlukan perlindungan. Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang sering ditemukan pada jaringan kulit yang terluka (Healy, 2006). Luka bakar yang terinfeksi terdapat bakteri S.aureus, P.aeruginosa, dan E.coli (Bowler dkk, 2001; Posluszny dkk, 2011). Candida sp. adalah fungi yang banyak berkoloni pada luka bakar (Cancio dkk, 2001). Pengobatan luka tersebut dapat menggunakan bahan kimia ataupun bahan alami. Ekstrak air kering temulawak merupakan bahan alami dan mengandung zat kurkumin yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri dan antifungi (Gunes dkk, 2013; Neelofar dkk, 2011) sehingga berpotensi sebagai obat luka. Sediaan gel dapat mempermudah penggunaan ekstrak air kering temulawak sebagai obat luka. Sediaan gel dapat menahan dan menciptakan lingkungan lembab di sekitar luka yang dapat mempercepat penyembuhan luka (Boateng dkk, 2008). Pada pembuatan gel diperlukan pemilihan basis gel yang tepat untuk memperoleh karakter gel yang diharapkan. Ekstrak air kering temulawak mengandung senyawa kurkumin yang tidak stabil pada ph basa (Stankovic, 2004) sehingga memerlukan basis gel yang dapat mempertahankan ph kurkumin agar tetap stabil. HPMC merupakan basis gel yang dapat menghasilkan gel yang netral, jernih, tidak berwarna, stabil pada ph 3 hingga 11 serta memiliki resistensi yang 1

2 2 baik terhadap serangan mikroba. Selain itu, HPMC memberikan kekuatan film yang baik bila mengering pada kulit (Maryawati, 2006). Ekstrak air kering temulawak tidak larut dalam air, sehingga perlu penambahan surfaktan agar dapat larut dalam air karena surfaktan mempunyai kemampuan sebagai agen pembasah dan solubilisasi senyawa dalam misel dari surfaktan sehingga dapat memperbesar kelarutan senyawa yang sukar larut dalam air. Tween 80 merupakan surfaktan yang digunakan pada formula dan aman digunakan pada kulit karena tidak menyebabkan kerusakan pada kulit (Williams & Barry, 2004). Penelitian ini bertujuan membuat sediaan gel dari ekstrak air kering temulawak yang mengandung kurkumin menggunakan HPMC sebagai gelling agent dan tween 80 sebagai surfaktan serta mengetahui pengaruh variasi kadar HPMC dan tween 80 terhadap sifat fisik gel ekstrak air kering temulawak. Pembuatan gel dilakukan dengan pendekatan Factorial Design dan hasil uji sifat fisik gel dioptimasi dengan Design Expert 9. Uji stabilitas fisik dengan sentrifugasi dilakukan terhadap keempat formula sedangkan uji stabilitas fisik dipercepat selama 3 bulan dilakukan terhadap formula optimum yang diperoleh. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaruh variasi kadar HPMC dan tween 80 terhadap sifat fisik formula gel ekstrak air kering temulawak? 2. Berapakah jumlah HPMC dan tween 80 yang diperlukan untuk mendapatkan formula gel yang optimum?

3 3 3. Bagaimanakah stabilitas fisik keempat formula dan formula optimum gel ekstrak air kering temulawak? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh variasi kadar HPMC dan tween 80 terhadap sifat fisik formula gel ekstrak air kering temulawak. 2. Mengetahui jumlah HPMC dan tween 80 yang diperlukan untuk mendapatkan formula gel yang optimum. 3. Mengetahui stabilitas fisik keempat formula dan formula optimum gel ekstrak air kering temulawak. D. Pentingnya Penelitian Pentingnya penelitian ini dilakukan yaitu memanfaatkan kekayaan alam Indonesia yaitu temulawak untuk memperoleh sediaan farmasi yang stabil dari temulawak sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di bidang kesehatan khususnya sebagai obat luka. E. Tinjauan Pustaka 1. Temulawak Temulawak merupakan tanaman yang termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, bangsa Scitamineae, suku Zingiberaceae, marga Curcuma, dan spesies Curcuma xanthorrhiza Roxb.(Afifah, 2003).

4 4 Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, selulosa, lemak, protein, dan mineral. Di antara komponen tersebut, yang paling banyak manfaatnya adalah pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Temulawak dapat dimanfaatkan sebagai antiinflamasi sehingga efektif untuk mengobati penyakit radang sendi, rematik, atau artritis rematik. Temulawak juga memiliki sifat antijamur terhadap beberapa jamur golongan dermatophyta. Selain itu, temulawak bersifat antibakteri terhadap mikroba Staphylococcus dan Salmonella (Afifah, 2003). 2. Kurkumin Kurkumin merupakan salah satu komponen dari tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Kurkumin memiliki sifat larut dalam minyak, praktis tidak larut air pada ph asam dan netral, namun larut dalam suasana basa. Kurkumin dapat dibuat larut dalam air dengan menggunakan berbagai surfaktan (Stankovic, 2004). Komponen warna kurkumin stabil dalam suasana asam, yakni berwarna kuning, namun ketika dalam suasana basa, warna kurkumin berubah menjadi berwarna merah. Hal ini terjadi karena adanya sistem tautomerisasi pada molekulnya. Pada ph 8,5 kurkumin mulai mengalami degradasi basa dan membentuk asam ferulat dan feruloilmetan (Stankovic, 2004). Kurkumin sensitif terhadap cahaya. Bila kurkumin terkena cahaya, akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi kurkumin. Kurkumin memiliki sifat antimikroba, antivirus, antifungi, serta anitiinflamasi aktivitas melawan B.

5 5 Subtilis, E.coli, S.aureus, dan P. Mirabilis, serta K. pneumonia, Enterobacter aerogenes, dan P. aeruginosa. Selain itu dapat pula melawan fungi seperti A.niger dan C. albicans (Singh & Jain, 2012). 3. Luka Luka adalah bentuk kerusakan pada kulit yang mengakibatkan menurunkan fungsi perlindungan. Luka akut umumnya disebabkan oleh kerusakan luar seperti tergores, sayatan kecil, laserasi, luka tusukan, gigitan, terbakar, dan irisan akibat operasi. Luka dikatakan kronis bila penyembuhannya memerlukan waktu sampai 3 bulan (Siddiqui & Bernstei, 2010). Penyembuhan luka normal memerlukan suplai jumlah darah yang cukup terhadap jaringan. Penundaan penyembuhan luka dapat disebabkan oleh banyak faktor, yakni lokal (berhubungan dengan luka itu sendiri) dan sistemik (berhubungan dengan kondisi pasien). Jaringan kulit yang terluka terdapat kolonisasi bakteri, namun bukan berarti semua luka terinfeksi. Inflamasi terjadi pada semua luka selama proses penyembuhan. Ketika kulit rusak, fungsi perlindungannya pun menjadi berkurang dan lingkungan menjadi lebih kondusif untuk bakteri yakni bertambahnya jumlah bakteri. Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang sering ditemukan pada jaringan kulit yang terluka (Healy, 2006). Luka bakar juga ditemukan fungi yang banyak berkoloni yaitu Candida sp. namun jarang melakukan invasi, sehingga jarang menyebabkan infeksi luka (Cancio dkk, 2001).

6 6 4. Gel a. Definisi Gel Gel adalah sistem semisolid yang terdiri dari dispersi molekul besar atau kecil di dalam cairan pembawa. Makromolekul sintetis seperti carbomer 934 dan turunan selulosa seperti karboksimetilselulosa dan natural gum (tragakan) merupakan basis gel pada umumnya (Mahato, 2007). Gel kadang disebut pula jeli merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang tersusun atas partikel kecil anorganik atau molekul besar organik yang terpenetrasi oleh cairan. Ketika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang berlainan, maka gel dapat diklasifikasikan sebagai sistem dua fase (contohnya Gel Aluminium Hidroksida, USP). Pada sistem dua fase, jika ukuran partikel yang terdispersi relatif besar, maka masa gel lebih menyerupai magma (contohnya Bentonit Magma, NF). Gel dan magma memiliki sifat tiksotropik, membentuk semipadat bila didiamkan dan menjadi cairan ketika diaduk. Satu fase gel terdiri dari makromolekul organik yang seragam terdistribusi dalam cairan dengan tidak adanya batas antara makromolekul terdispersi dengan cairan (Ueda dkk, 2009). Sifat fisik dan kimia gel akan dipengaruhi oleh penambahan reaktan, ph, suhu, dan kondisi usia pengendapan gel. Karakteristik gel yang baik hendaknya inert, tidak toksik, kompatibel, stabil dalam penyimpanan, bebas dari kontaminasi mikrobia, mempertahankan sifat alir

7 7 gel, ekonomis, dan dapat dicuci dengan air. Bahan-bahan gel umumnya mengandung basis gel, pelarut, surfaktan, pengawet, dan pengaroma (Singh dkk, 2013). Tabel I. Eksipien formula gel (Singh dkk, 2013) Eksipien Contoh Carbomer 934p/941 HPMC CMC-Na Gelling agents PVP Chitosan Guar Gum Gelatin Air murni Etanol Gliserin Pelarut Minyak Zaitun Minyak Parafin Polietilenglikol Tween Surfaktan Span Metil Paraben Pengawet Propil Paraben Aroma Manitol Baik pembuatan dalam skala besar atau kecil, sediaan semipadat dihasilkan satu dari dua metode umum. Pembuatan dilakukan menggunakan suhu tinggi dengan mencampurkan cairan atau mencairkan komponen dan mendisperksikan padatan (metode fusi) atau obat yang digabungkan ke dalam basis semipadat yang sudah siap (cold incorporation). Cold incorporation digunakan pada obat yang labil terhadap panas, ketika obat ditambahkan ke basis semipadat yang telah disiapkan atau ketika zat pembawanya sendiri labil terhadap panas (Prabhjotkaur dkk, 2013).

8 8 Penyiapan gel meliputi proses fusi atau memerlukan prosedur khusus, tergantung dari basis gel yang digunakan. Sistem tragakan harus disiapkan pada suhu rendah karena sifat ekstrim yang tidak tahan panas dari gum alami ini. Sisi lain, lebih mudah mendispersikan metilselulosa pada air panas dibandingkan air dingin. Karbopol menjadi gel dengan prosedur yang khusus. Polimer didispersikan ke medium asam. Ketika dispersi homogen, gelasi diinduksi dengan menetralkan sistem menggunakan basa inorganik atau dengan amine seperti trietanolamin. Hal ini akan mengionisasi gugus fungsional asam dari polimer tersebut, menarik polimer menjadi larutan koloidal dan akan membentuk struktur matriks yang dibutuhkan (Prabhjotkaur dkk, 2013). Metode dispersi yakni dengan mendispersikan polimer ke dalam air murni dengan pengadukan yang terus berlanjut. Dipersi koloid yang kental dihangatkan untuk mendapatkan bentuk gel. Dilarutkan obat ke dalam pelarut dan disatukan ke dalam gel dengan pengadukan diikuti dengan zat peninggi penetrasi. Ditambahkan pengaturan ph untuk memodifikasi kapasitas buffering dari gel jika diperlukan (Prabhjotkaur dkk, 2013). b. Kontrol Kualitas Gel 1) Organoleptis Karakteristik formula seperti penampilan warna, bau, dan bentuk sediaan yang baik hendaknya dapat menimbulkan kenyamanan bagi pemakainya.

9 9 2) ph ph formula hendaknya sesuai dengan ph fisiologis kulit manusia berada dalam rentang 4,5-6,5. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya iritasi kulit pada manusia saat pemakaian (Tranggono & Latifah, 2007). 3) Homogenitas Suatu sediaan farmasi harus memiliki sifat homogen agar dapat memberikan efek terapi yang sama dalam setiap pemakaian. 4) Viskositas Viskositas adalah bagian penting yang menentukan tahanan aliran formula gel sehingga gel tersebut dapat menyebar di permukaan kulit dengan baik. Semakin tinggi konsentrasi gelling agent, maka viskositas gel semakin besar pula (Garg dkk, 2002). 5) Daya Sebar Daya sebar formula merupakan karakeristik formula yang penting dan bertanggung jawab untuk menghantarkan dosis yang tepat ke tempat sasaran, kemudahan dalam mengoleskan ke kulit, dan penerimaan konsumen (Garg dkk, 2002). 6) Daya Lekat Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan gel menempel pada kulit. Semakin tinggi konsentrasi gelling agent, maka konsistensi gel dan daya lekat gel semakin besar pula (Garg dkk, 2002).

10 10 c. Tes Stabilitas Fisik Gel 1) Centrifugation Test Centrifugation test merupakan uji mekanik yang bertujuan untuk mengamati adanya pemisahan fase dari sediaan. Sampel uji disentrifugasi dengan kecepatan 3750 rpm selama 5 jam dan diamati terjadi pemisahan atau tidak (Elya dkk, 2013). Uji ini dapat memprediksikan kestabilan sediaan selama penyimpanan satu tahun akibat pengaruh gaya gravitasi (Swastika dkk,2013). 2) Tes Stabilitas Produk dengan Suhu Dipercepat Accelerated testing atau tes dipercepat produk merupakan model studi untuk meningkatkan kecepatan degradasi kimia atau perubahan fisik terhadap zat atau produk obat dengan menggunakan kondisi penyimpanan yang berlebihan sebagai bagian dari studi stabilitas resmi. Data yang diperoleh dari studi ini, sebagai tambahan studi stabilitas jangka panjang (long term stability), dapat digunakan untuk menilai efek secara kimia produk pada kondisi yang tidak dipercepat dan untuk mengevaluasi penyimpangan di luar petunjuk kondisi penyimpanan seperti kemungkinan terjadi selama pengiriman. Hasil dari studi tes dipercepat tidak selalu merupakan prediksi dari perubahan fisik. Pada umumnya, perubahan signifikan untuk produk obat ditetapkan dengan:

11 11 a) Perubahan kadar sebesar 5% dari nilai awalnya atau gagal memenuhi kriteria yang diterima ketika digunakan untuk prosedur biologis atau imunologis. b) Adanya degradasi produk yang melebihi kriteria penerimaan. c) Gagal memenuhi kriteria penerimaan terhadap penampilan, atrribut fisik, dan tes fungsionalitas (seperti warna, pemisahan fase, penggojogan, terbentuk cake, kekerasan, penghantaran dosis), bagaimanapun beberapa perubahan fisik (seperti melunaknya supossitoria, melehnya krim) mungkin dapat diprediksikan dibawah kondisi yang dipercepat. d) Gagal untuk memenuhi kriteria penerimaan untuk ph. e) Gagal untuk memenuhi kriteria penerimaan untuk disolusi untuk 12 unit. Pada kasus umum, kondisi untuk tes dipercepat yakni menyimpan produk menggunakan kondisi suhu 40 o C 2 o C/75% RH 5 % RH dengan minimal pengambilan data selama 6 bulan (ICH, 2003). 5. Keterangan Bahan a. HPMC (Methocel K15M) HPMC memiliki nama kimia selulosa hidroksipropil metil eter. HPMC juga sering dikenal dengan dengan nama hypromellosum, Methocel, Metolose, atau Tylopur dalam perdagangan. HPMC merupakan serat atau serbuk granul warna putih kekuningan, tidak

12 12 berbau, dan tidak berasa. Larut dalam air dingin membentuk larutan koloidal kental, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol 95%, dan eter namun larut dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan diklorometan, dan campuran air dan alkohol. HPMC stabil pada ph 3-11, memiliki viskositas yang stabil selama penyimpanan dalam jangka waktu lama. HPMC digunakan sebagai agen suspensi dan pengental pada sediaan topikal, serta sebagai pengemulsi dan zat penstabil pada sediaan topikal gel dan salep. Sebagai pelindung koloid, HPMC dapat mencegah droplet dan partikel bersatu atau menggumpal, sehingga menghambat pembentukan endapan. Methocel K15M merupakan nama dagang polimer hydroxypropyl methylcellulose, bersifat hidrofilik, membentuk gel dan mengembang bila berinteraksi dengan air (Rowe dkk, 2009). Methocel K15M memiliki nilai viskositas yaitu mpa.s, pada kadar 2 % dalam air dengan suhu 20 0 C (Anonim, 2006). b. Tween 80 Tween 80 atau polisorbat 80 berbentuk seperti cairan minyak berwarna kuning pada suhu 25 o C, memiliki bau khas, hangat, dan rasa agak pahit. Tween 80 larut dalam air dan etanol, namun tidak larut dalam minyak mineral dan minyak sayur. Fungsi cairan ini sebagai agen pendispersi, pengemulsi, surfaktan nonionik, penambah kelarutan, dan zat pembasah (Rowe dkk, 2009).

13 13 c. Metil Paraben Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % C 8 H 8 O 3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Metil paraben berbentuk hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, dan sedikit rasa terbakar. Sukar larut dalam air, dalam benzen, dan dalam karbon tetraklorida namun mudah larut dalam etanol dan dalam eter (Anonim, 2013). Metil paraben berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi metil paraben untuk sediaan topikal yakni antara 0,02-0,3% (Rowe dkk, 2009). d. Aquades Air murni merupakan air yang memenuhi persyaratan air minum, yang dimurnikan dengan cara destilasi, penukar ion, osmosis balik ataupun proses lain yang sesuai. Tidak mengandung zat tambahan lain. Air murni merupakan cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau (Anonim, 2013). 6. Desain Faktorial Faktor merupakan faktor percobaan atau variabel independen yang ditujukkan untuk diketahui efeknya. Full factorial experiment adalah desain percobaan yang terdiri dari dua atau lebih faktor, tiap faktor memiliki nilai tersendiri atau dinamakan level. 2 k merupakan metode sederhana pada desain faktorial. Ketika percobaan ditujukkan untuk meneliti beberapa faktor (dinamakan k) yang

14 14 bertujuan untuk mengetahui interaksi efek dari faktor-faktor tersebut pada respon yang spesifik, maka metode 2 k digunakan. Pada metode ini, tiap faktor diatur 2 level tinggi dan rendah. Tabel II menunjukkan jumlah percobaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui efek faktor yang dihasilkan. Tabel II. Desain percobaan untuk 2k Faktor (K) Jumlah Percobaan Jika ada dua variabel A dan B, maka dapat dikombinasikan dengan cara di bawah ini: Tabel III. Percobaan untuk dua faktor Percobaan Faktor A Faktor B Respon 1 Tinggi Tinggi Y 1 2 Rendah Tinggi Y 2 3 Tinggi Rendah Y 3 4 Rendah Rendah Y 4 Efek dari 2 variabel pada hasil diukur dengan persamaan berikut : Efek A = ( ) ( ) Efek B = ( ) ( ) (Upadhyay dkk, 2014).

15 15 Bertambahnya faktor dalam rancangan dua faktorial, maka jumlah percobaan akan meningkat sebesar 2 k sehingga memerlukan lebih besar sumber daya (Rahardjo & Rahardja, 2001). Verifikasi hasil percobaan dilakukan dengan membandingkan nilai prediksi hasil percobaan optimum dengan hasil percobaan verifikasi. Bila sesuai dalam rentang kepercayaan, maka pengaturan optimal layak untuk digunakan (Rahardjo & Rahardja, 2001). F. Landasan Teori Ekstrak air kering temulawak mengandung kurkumin yang diketahui memiliki sifat antibakteri dengan nilai KHM sebesar 175 µg/ml,, 219 µg/ml, 217 µg/ml, dan 163 µg/ml terhadap P. aeruginosa, MSSA, MRSA, dan E. Coli secara berurutan (Gunes dkk, 2013). Kurkumin juga merupakan fungisida yang kuat dalam melawan spesies Candida dengan rentang KHM sebesar µg/ml (Neelofar dkk, 2011) sehingga berpotensi sebagai obat luka. Sediaan gel dapat menjadi alternatif sebagai sediaan obat luka secara topikal karena mampu menahan dan menciptakan suasana lingkungan lembab di sekitar luka yang bisa mempercepat penyembuhan luka (Boateng dkk, 2008). Kurkumin tidak stabil dalam ph basa (Stankovic, 2004) sehingga memerlukan bahan yang bersifat netral seperti HPMC sebagai basis gel nonionik dan tween 80 sebagai surfaktan nonionik untuk membantu memperbesar kelarutan ekstrak air kering temulawak dalam air. Bahan yang bersifat nonionik tidak dapat

16 16 berinteraksi secara elektrostatik dengan muatan positif dan negatif di dalam formula sehingga tidak mempengaruhi ph (Pongjanyakul &Kanjanabat, 2012). Konsentrasi basis gel yang semakin tinggi, maka viskositas dan daya lekat gel semakin tinggi (Garg dkk, 2002), namun daya sebar gel menurun akibat tahanan cairan untuk mengalir berkurang (Swastika dkk, 2013). Metode factorial design dapat digunakan untuk mengetahui efek dari faktor-faktor (HPMC dan tween 80) serta interaksi antara kedua faktor pada respon yang spesifik (Upadhyay dkk, 2014) dari gel. Analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan software Design Expert 9 untuk mendapatkan jumlah HPMC dan tween 80 yang optimal dalam sediaan gel dan dapat diketahui efek-efek respon yang dikehendaki. G. Hipotesis 1. Variasi kadar HPMC dan tween 80 mempengaruhi sifat fisik gel ekstrak air kering temulawak. Semakin tinggi konsentrasi HPMC, maka viskositas dan daya lekat gel semakin tinggi, namun daya sebar gel menurun, sementara HPMC dan tween 80 tidak mempengaruhi ph gel. 2. Komposisi optimum dari variasi HPMC dan tween 80 dalam pembuatan gel ekstrak air kering temulawak dapat diperoleh dengan software Design Expert Formula keempat gel dan formula optimum gel ekstrak air kering temulawak stabil secara fisik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Minggu, 06 Oktober 2013 FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh mata kuliah Formulasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh kita yang melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, dan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan vektor dari beberapa penyakit seperti malaria, filariasis, demam berdarah dengue (DBD), dan chikungunya (Mutsanir et al, 2011). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan berkhasiat juga bahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak kulit, pembalut pelindung, maupun pembalut

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL Nevirka Miararani ( M0614039 ) Nia Novita Sari( M0614040 ) Nugraha Mas ud ( M0614041 ) Nur Diniyah ( M0614042 ) Pratiwi Noor ( M0614043 ) Raissa Kurnia ( M0614044 ) Raka Sukmabayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai bahan tambahan makanan, umumnya sebagai bahan pewarna hijau dan pemberi aroma. Aroma khas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen yang sering menyebabkan infeksi pada kulit (Jawetz et al., 2005). Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi piogenik pada kulit. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul, jerawat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

Lebih terperinci

GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula

GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula 10/25/2012 1 GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula @Dh hadhang_wk Laboratorium Farmasetika Unso oed GEL Semi padat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang kosmetika saat ini sangatlah pesat. Kosmetika berdasarkan penggunaannya dapat digunakan sebagai tata rias dan juga sebagai perawatan kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinea atau dermatofitosis adalah nama sekelompok penyakit kulit yang disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang tumbuh di lapisan

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak masyarakat yang menggunakan berbagai produk kosmetik. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu biji (Psidium guajaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Patikan kebo (Euphorbia hirta Linn.) adalah salah satu tanaman yang dapat dibuat obat. Patikan kebo berasal dari Amerika Tengah dan secara luas dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu sumber 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu sumber antioksidan alami. Senyawa antioksidan yang terdapat pada kulit buah manggis adalah senyawa polifenol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan berdasarkan variasi konsentrasi bahan peningkat viskositas memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka adalah suatu cedera dimana kulit robek, terpotong, tertusuk, atau trauma benda tumpul yang menyebabkan kontusi. Luka dikategorikan dua jenis yaitu luka terbuka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jarak Pagar (Jatropha curcas) 1. Taksonomi Tumbuhan Kingdom: Plantae BAB II TINJAUAN PUSTAKA Subkingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Tracheobionta : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi pada kulit (Jawetz et al., 2005). Infeksi Staphylococcus aureus akan menyebabkan

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulut tersusun dari beberapa komponen jaringan, yang merupakan pintu masuk utama mikroorganisme atau bakteri. Daerah di dalam mulut yang rentan terhadap serangan bakteri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

Pengaruh kadar etanol dalam sediaan gel antiseptika. Pengaruh kadar etanol dalam sediaan gel antiseptika.zip

Pengaruh kadar etanol dalam sediaan gel antiseptika. Pengaruh kadar etanol dalam sediaan gel antiseptika.zip Pengaruh kadar etanol dalam sediaan gel antiseptika Pengaruh kadar etanol dalam sediaan gel antiseptika.zip berbeda bermakna dengan sediaan etanol, sedangkan sediaan dengan kadar Pemakaian antiseptik tangan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai antimikroba Staphylococcus aureus sebesar 2%. Staphylococcus aureus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai antimikroba Staphylococcus aureus sebesar 2%. Staphylococcus aureus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak atsiri sereh dapat bermanfaat sebagai antibakteri dan antifungi (Hariana, 2006). Menurut Almeida (2013) minyak atsiri sereh dapat digunakan sebagai antimikroba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat dan de Jong,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat dan de Jong, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Penderita

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gigi tersusun atas enamel, dentin, sementum, rongga pulpa, lubang gigi, serta jaringan pendukung gigi. Rongga mulut merupakan batas antara lingkungan luar dan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetika merupakan suatu sediaan yang telah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Salah satu kegunaan sediaan kosmetika adalah untuk melindungi tubuh dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi nonsteroidal turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas kerja menghambat enzim siklooksigenase

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi UGM didapat bahwa sampel yang digunakan adalah benar daun sirsak (Annona muricata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Contoh si Sediaan Salep 1. sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Vaselin Putih 82,75% Ekstrak Hidroglikolik Centellae Herba 15 % Montanox 80 2 % Mentol 0,05 % Nipagin 0,15

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sereh merupakan tanaman yang umumnya digunakan sebagai bumbu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sereh merupakan tanaman yang umumnya digunakan sebagai bumbu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sereh merupakan tanaman yang umumnya digunakan sebagai bumbu dapur dan untuk pengobatan tradisional yang dimanfaatkan sebagai obat kumur untuk sakit gigi dan gusi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan dan kecantikan kulit wajah merupakan aset penting terutama bagi kaum perempuan karena kulit memegang peran dan fungsi yang penting yaitu sebagai proteksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Senyawa antibakteri ialah senyawa yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme dan dalam konsentrasi kecil mampu menghambat bahkan membunuh suatu mikroorganisme (Jawetz

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Nangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Nangka 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistematika Tumbuhan Nangka A. Tanaman Nangka Gambar 1. Tumbuhan Nangka Kedudukan tumbuhan nangka (Artocarpus heterophyllus) Divisio Sub Divisio Classis Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

obat-obat tradisional yang telah menggunakan cara-cara modern. Umumnya masyarakat jaman dahulu menggunakan daun sirih merah masih dalam cara yang

obat-obat tradisional yang telah menggunakan cara-cara modern. Umumnya masyarakat jaman dahulu menggunakan daun sirih merah masih dalam cara yang BAB I PENDAHULUAN Sediaan obat bahan alam sebagai warisan budaya nasional bangsa Indonesia dirasa semakin berperan dalam pola kehidupan masyarakat dari sisi kehidupan. Masyarakat semakin terbiasa menggunakan

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. B. Tempat Dan Waktu Penelitian ini di lakukan pada tanggal 20 Februari 2016 sampai 30 November

Lebih terperinci

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui BAB 1 PENDAHULUAN Absorbsi obat dalam tubuh tergantung dari kemampuan obat berpenetrasi melewati membran biologis, struktur molekul obat, konsentrasi obat pada tempat absorpsi, luas area absorpsi, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat. Rimpang jahe banyak digunakan pada pengolahan makanan sebagai bumbu masak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang umum dijumpai pada masyarakat khususnya bagi yang tinggal di iklim tropis seperti Indonesia, namun banyak dari masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, jerawat masih menjadi suatu masalah yang merisaukan bagi kalangan remaja sampai dengan dewasa. Jerawat merupakan suatu penyakit kulit yang berupa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pangan harus mampu mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia yang berperan dalam proses pertumbuhan, menjaga berat badan, mencegah penyakit defisiensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar ultraviolet sangat berbahaya bagi kesehatan dan dapat memicu timbulnya radikal bebas. Secara umum sumber utama sinar ultraviolet berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosmawati, 2016), Penentuan formula tablet floating propranolol HCl menggunakan metode simple lattice design

Lebih terperinci