BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Nangka
|
|
- Hendri Jayadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistematika Tumbuhan Nangka A. Tanaman Nangka Gambar 1. Tumbuhan Nangka Kedudukan tumbuhan nangka (Artocarpus heterophyllus) Divisio Sub Divisio Classis Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Morales : Moraceae : Artocarpus : Artocarpus heterophyllus (Rukmana, 1997) 2. Nama Daerah Panah (Aceh), pinasa, sibodak, nangka atau naka (Batak), baduh atau enaduh (Dayak), binaso, kuloh (Timor) dan nangka (Sunda dan Madura) (Rukmana, 1997). 5
2 6 3. Morfologi Tumbuhan Pohon Artocarpus heterophyllus memiliki tinggi meter. Batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Bunga nangka merupakan bunga majemuk yang berbentuk bulir, berada di ketiak daun dan berwarna kuning. Bunga jantan dan betinanya terpisah dengan tangkai yang memiliki cincin, bunga jantan ada di batang baru di antara daun atau di atas bunga betina. Buah berwarna kuning ketika masak, oval, dan berbiji coklat muda (Heyne, 1987). Daun berbentuk bulat telur dan panjang, tepinya rata,tumbuh secara berselang-seling dan bertangkai pendek, permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilap, kaku dan permukaan bawah daun berwarna hijau muda. Bunga tanaman nangka berukuran kecil, tumbuh berkelompok secara tersusun dalam tandan, bunga muncul dari ketiak cabang atau pada cabang-cabang besar (Rukmana, 1997). 4. Kandungan Kimia Hasil skrining fitokimia pada daun nangka yang telah dilakukan menunjukkan hasil positif terhadap senyawa flavonoid, saponin dan tanin (Dyta, 2011). Flavonoid dikenal memiliki fungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi, antifungi, antiviral, antikanker dan antibakteri. Senyawa flavonoid yang telah diisolasi dan diidentifikasi dari daun nangka (Artocarpus heterophyllus), yaitu isokuersetin. Flavonoid sebagai antibakteri bekerja dalam mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelczar et al., 1998).
3 7 Gambar 2. Daun Nangka 5. Manfaat Tumbuhan Nangka Menurut Prakash dkk. (2009), dalam pengobatan tradisional daun nangka digunakan sebagai obat demam, bisul, luka, dan beberapa jenis penyakit kulit akibat bakteri terutama bakteri Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri patogen alami pada tubuh manusia penyebab berbagai infeksi kulit. Kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada daun nangka disebabkan adanya senyawa aktif yang terkandung dalam daun nangka. B. Uraian Kandungan Kimia Daun Nangka 1. Flavonoid Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang merupakan satu golongan fenol alam yang terbesar dan bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, dan aseton (Markham, 1988). Gambar 3. Struktur Senyawa Flavonoid
4 8 2. Tanin Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol Senyawa tanin ini banyak dijumpai pada tumbuhan. Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) (Harbone, 1987). Gambar 4. Struktur Senyawa Tanin 3. Saponin Saponin merupakan glikosida yang memiliki sifat khas membentuk busa. Adanya saponin dalam tanaman diindikasikan dengan adanya rasa pahit. Bila saponin dicampur dengan air akan membentuk busa stabil (Cheek, 2005). Secara umum saponin merupakan bentuk glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpen. Gambar 5. Struktur Senyawa Saponin
5 9 C. Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi 3 macam yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya dan belum berupa senyawa kimia murni. Simplisia secara umum merupakan produk hasil pertanian tumbuhan obat setelah melalui proses pasca panen dan proses preparasi secara sederhana menjadi bentuk produk kefarmasian yang siap dipakai atau siap diproses untuk dijadikan produk sediaan farmasi yang umumnya melalui proses ekstraksi, separasi dan pemurnian, yaitu menjadi ekstrak, fraksi atau bahan isolat senyawa murni (Anonim, 2000). D. Ekstrak 1. Pengertian Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat (Anonim, 2000).
6 10 2. Metode Ekstraksi Ekstraksi adalah proses penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut dan hasil dari ekstraksi ini disebut dengan ekstrak. Ekstrak tidak mengandung hanya satu unsur saja, tetapi berbagai macam unsur (Ansel, 1989). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi. Sifat dari bahan mentah obat merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu metode ekstraksi (Ansel,1989). Salah satu metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut secara dingin adalah maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama (Anonim, 2000). Maserasi merupakan cara penyarian yang paling sederhana, yaitu dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam larutan penyari dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang tertekan didesak keluar. Peristiwa ini
7 11 berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Anonim, 1986). Dalam proses maserasi, bahan yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bejana ditutup rapat dan isinya dikocok berulang. Pengocokkan memungkinkan pelarut mengalir berulangulang masuk ke dalam seluruh permukaan bahan ekstrak yang telah dihaluskan (Ansel, 1989). 3. Larutan Penyari Larutan penyari yang baik harus memenuhi kriteria: murah, mudah diperoleh, stabil, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, selektif, tidak mempengeruhi zat aktif, dan diperbolehkan oleh peraturan. Untuk penyari, Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air atau eter (Anonim,1989). Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, klorofil, lemak, malam, tanin, dan saponin. Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, dan mudah bercampur dengan air. Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol dan air. Perbandingan yang digunkan tergantung pada bahan yang akan disari (Anonim,1989). Etanol 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan ballast hanya sedikit turut larut dalam cairan pengekstraksi (Voigt, 1995).
8 12 E. Skrining Fitokimia Metode skrining fitokimia dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan, antara lain mudah dilakukan, cepat dan dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana. Analisis untuk mengetahui gologan senyawa aktif dapat dilakukan dengan uji tabung dan atau dengan KLT (Harbone,1987). F. Sediaan Salep 1. Pengertian Salep Salep merupakan sediaan semi padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Salep terdiri dari bahan obat yang terlarut ataupun terdispersi di dalam basis atau basis salep sebagai pembawa zat aktif. Basis salep yang digunakan dalam sebuah formulasi obat harus bersifat inert dengan kata lain tidak merusak ataupun mengurangi efek terapi dari obat yang dikandungnya (Anief, 1997). 2. Sifat Sifat Salep yang Baik Salep berfungsi sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, sebagai bahan pelumas pada kulit dan sebagai bahan pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair. Kualitas dari salep dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini : a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu. b. Lunak, salep yang lunak diharapkan dapat menyebar dengan mudah dan mudah dioleskan, sehinnga mudah dipakai.
9 13 c. Dasar salep yang cocok, yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati. d. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan (Anief, 1993). 3. Dasar Salep Hidrokarbon Penggolongan dasar salep berdasarkan komposisinya yaitu: dasar salep berminyak (hidrokarbon), dasar salep serap (absorpsi), dasar salep tercuci dan dasar salep emulsi (Anief, 1993). Dasar salep hidrokarbon merupakan dasar salep bebas air, preparat yang berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit. Bila lebih akan sukar larut dalam air. Ada beberapa pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan dasar salep, dasar salep hidrokarbon memiliki keuntungan antara lain basis salep hidrokarbon mampu bertahan pada kulit untuk waktu yang lama, sukar dicuci dan tidak ada perubahan dengan berjalannya waktu (Ansel, 1989). Contoh dasar salep hidrokarbon antara lain, vaselin yang terdiri dari vaselin putih atau vaselin kuning dan dapat menyerap air sebanyak 5%, parafin yang terdiri dari parafin solid yang digunakan untuk mengeraskan salep dan parafin cair, serta minyak tumbuhan seperti oleum sesame dan oleum olivarum (Anief, 1993).
10 14 4. Eksipien Pendukung Salep Eksipien pendukung adalah bahan tambahan yang digunakan hanya sebagai pelengkap, umumnya bertujuan untuk menstabilkan bahan aktif atau bahan lain yang terdapat dalam formula yang terancam stabilitasnya akibat oksidasi. Eksipien pendukung diperlukan hampir di setiap jenis sediaan sesuai dengan kebutuhan. Salah satu eksipien yang sering digunakan adalah pengawet. Pengawet merupakan suatu zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas dari suatu sediaan dengan mencegah terjadinya pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet ditambahkan pada sediaan semi solid untuk mencegah kontaminasi, perusakan, dan pembusukan oleh bakteri atau fungi (Sry, 2015). 5. Metode Pembuatan Salep Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu pencampuran dan peleburan. a. Metode Pencampuran Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampurkan bersama-sama dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai. Pencampuran dicampur dalam sebuah lumping dengan sebuah alu untuk menggerus bahan bersama-sama (Ansel, 1989). b. Metode Peleburan Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan meleburkan bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang
11 15 tidak dicairkan biasanya ditambahkan terakhir. Banyak bahan-bahan ditambahkan pada campuran yang membeku dalam bentuk larutan, biasanya digerus dengan sebagian dasar salep (Ansel, 1989). G. Pengujian Sifat Fisik Salep 1. Pengujian Organoleptis Uji orgenoleptis bertujuan untuk mengamati sediaan secara visual terkait tekstur, bentuk, warna dan bau (Mart dkk., 2010). 2. Pengujian Homogenitas Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui kehomogenan salep. Apakah sediaan salep tersebar secara merata atau tidak. Hal ini berkaitan dengan kehomogenan ketersebaran bahan obat. Apabila sediaan homogen, maka menandakan bahwa dosis obat tersebar secara tepat (Mart dkk., 2010). 3. Pengujian Daya Lekat Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh salep untuk melekat di kulit (Mart dkk., 2010). 4. Pengujian Daya Sebar Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kelunakan massa salep sehingga dapat dilihat kemudahan pengolesan sediaan salep pada kulit. Sediaan salep yang bagus dapat menyebar dengan mudah di tempat aksi tanpa menggunakan tekanan (Mart dkk., 2010). 5. Pengujian ph Uji ph merupakan salah satu bagian kriteria pemeriksaan sifat fisik dalam memprediksi kestabilan sediaan salep, dimana profil ph menentukan
12 16 stabilitas bahan aktif dalam suasana asam atau basa (Lachman, 1994). Syarat nilai ph yang baik adalah tidak terlalu asam maupun basa karena dapat mengiritasi kulit (Labrador, 2008). Kadar keasaman atau ph sediaan topikal harus sesuai dengan ph penerimaan kulit. Persyaratan nilai ph yang aman untuk kulit adalah 4,5 hingga 6,5 (Olivia dkk., 2013). H. Stabilitas Sediaan Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk. Sediaan yang stabil adalah sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, dengan sifat dan karakteristik sama seperti pada saat dibuat (Emma dkk., 2014). Jaminan stabilitas merupakan hal penting untuk keamanan dan kemanjuran selama masa penyimpanan dan penggunaan. Ketidakstabilan obat dalam suatu formulasi dapat dilihat melalui perubahan tampilan fisik, warna, bau, rasa, dan konsistensi (Ansel, 2014). Faktor yang menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalaha stabilitas bahan obat dan bahan pembantunya. Kedua adalah faktor luar seperti, suhu, kelembapan udara dan cahaya yang dapat menginduksi atau mempercepat jalannya reaksi (Voigh, 1995). Selain itu, menurut Parrot (1978) faktor yang mempengaruhi ketidakstabilan yaitu cara penyimpanan obat yang benar, pemilihan wadah yang tepat, interaksi ketika pencampuran beberapa bahan obat. Oleh karena itu, stabilitas dapat dibedakan
13 17 menjadi tiga yaitu perubahan fisika, kimia dan mikrobiologis. Perubahan fisika dapat berupa perubahan struktur, perubahan kondisi distribusi (pecahnya emulsi atau adanya sedimentasi), perubahan konsistensi, perubahan perbandingan kelarutan, perubahan perbandingan hidratasi (Voigt, 1995). I. Monografi Bahan 1. Vaselin Album Sering disebut dengan vaselin putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan dihilangkan warnanya dan dapat mengandung zat penstabil yang sesuai. Kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak tanah, dalam benzene, heksana dan larut dalam sebagian minyak lemak dan minyak atsiri kadang-kadang beropalensi lemah. Vaselin album ini berguna sebagai zat tambahan yang dalam formula salep sebagai basis hidrokarbon (Anonim, 1995). 2. Parafin Solid Parafin solid adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral. Parafin solid berbentuk padat, sering menunjukkan susunan hablur, agak licin, tidak berwarna atau putih, tidak mempunyai rasa. Terbakar dengan nyala terang. Jika dileburkan menghasilkan cairan yang tidak berflouresensi. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95 %, larut dalam kloroform. Fungsi dari parafin solid ini adalah sebagai zat tambahan yang dalam formula ini berfungsi sebagai basis hidrokarbon dari salep yang dapat mengeraskan salep (Anonim, 1979).
14 18 3. Metil Paraben (Nipagin) Metil parabean berbentuk serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol 95% dan dalam 3 bagian aseton, mudah larut dalam eter, an dalam larutan alkali hidroksifa, larut dalam 60 bagian gliserol panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih. Metil paraben ini berfungsi sebagia pengawet (Anonim, 1979). 4. Propil Paraben (Nipasol) Propil paraben berbentuk serbuk hablur putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Sangat sukar larut dalam air,larut dalam 3,5 bagian etanol, dalam 3 bagian aseton, dalam 140 bagian gliserol, dalam 40 bagian minyak lemah, mudah larut dalam alkali hisroksida. Propil paraben ini berfungsi sebagai pengawet (Anonim, 1979). J. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman hayati dan banyak menghasilkan tanaman obat, namun masih sangat jarang dimanfaatkan untuk pengobatan. Banyak jenis tumbuhan yang telah diselidiki kandungan kimianya, salah satunya adalah daun nangka. Menurut penelitian yang telah dilakukan, daun nangka mempunyai aktivitas antibakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri patogen alami pada tubuh manusia penyebab berbagai infeksi kulit. Hal ini disebabkan karena pada daun nangka terdapat senyawa aktif yaitu flavonoid, tanin, dan saponin.
15 19 Untuk memudahkan pemanfaatan daun nangka secara topikal maka dibuat dalam sediaan salep. Sediaan salep juga lebih disukai karena lebih mudah, praktis, menimbulkan rasa dingin dan menghasilkan efek emolient serta menghantarkan obat pada kulit untuk efek khusus topikal atau sistemik. Pembuatan salep dengan dasar hidrokarbon dikarenakan mempunyai kelunakan, konsistensi dan sifat netral serta kemampuan menyebarnya yang mudah pada kulit. Konsistensi berhubungan dengan kelunakan, sediaan salep yang lebih lunak maka semakin mudah dioleskan, karena salah satu syarat salep yang baik adalah lunak. Dasar salep hidrokarbon juga dikenal sebagai dasar salep berlemak. Hanya sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampurkan ke dalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Penggunaan perbedaan konsentrasi paraffin solid dan vaselin album dalam pembuatan sediaan salep ekstral etanol daun nangka dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan salep. Paraffin solid berfungsi untuk mengeraskan salep yang dapat meningkatkan daya lekat dan mempengaruhi sifat fisik dari sediaan salep dengan penggunaan konsentrasi yang berbeda. Semakin banyak konsentrasi paraffin solid yang digunakan, maka daya sebar sediaan salep akan semakin kecil, maka penggunaan konsentrasi paraffin solid dengan konsentrasi terkecil akan memberikan hasil yang baik, memiliki daya lekat yang memenuhi syarat dengan daya sebar yang luas. Uji sifat fisik dan stabilitas sediaan salep meliputi pemeriksaan organoleptis,
16 20 homogenitas, ph, daya sebar dan daya lekat. Pengujian stabilitas sediaan salep ekstrak etanol daun nangka dapat memberikan hasil yang stabil, karena adanya penambahan eksipien berupa pengawet yang dapat berfungsi untuk menjaga stabilitas sediaan salep agar tetap stabil. Sediaan yang stabil adalah sediaan yang selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, memiliki sifat dan karakteristik sama seperti pada saat dibuat. Jaminan stabilitas merupakan hal penting untuk keamanan dan kemanjuran selama masa penyimpanan dan penggunaan. K. Hipotesis Dari penelitian dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : 1. Perbedaan konsentrasi paraffin solid dan vaselin album diduga berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan salep ekstrak etanol daun nangka. 2. Salep ekstrak etanol daun nangka diduga mempunyai stabilitas fisik yang baik selama 4 minggu pengujian. 3. Formula 1 diduga paling baik digunakan sebagai sediaan salep ekstrak etanol daun nangka karena memiliki sifat fisik dan stabilitas yang baik.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai bahan tambahan makanan, umumnya sebagai bahan pewarna hijau dan pemberi aroma. Aroma khas dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menangani berbagai masalah kesehatan.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi
32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi UGM didapat bahwa sampel yang digunakan adalah benar daun sirsak (Annona muricata
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan kerusakan fisik akibat dari terbukanya jaringan kulit yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik akibat dari terbukanya jaringan kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori dan Solanki,
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang
Lebih terperinciDeterminasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori
digilib.uns.ac.id 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mahkota Dewa a. Klasifikasi Mahkota Dewa Kingdom Devisi Kelas Ordo Family : Tumbuhan : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Malvales : Thymelaeaceae
Lebih terperinci1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak
Contoh si Sediaan Salep 1. sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Vaselin Putih 82,75% Ekstrak Hidroglikolik Centellae Herba 15 % Montanox 80 2 % Mentol 0,05 % Nipagin 0,15
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi
24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan
Lebih terperinciKode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets
I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. alternatif obat luka (Dalimartha, 2006). Luka topikal merupakan keadaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengobatan suatu penyakit dengan menggunakan obat tradisional masih berlangsung pada zaman modern ini, salah satunya yaitu tanaman talas sebagai alternatif obat
Lebih terperinciHAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur
Lebih terperinciBAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL
BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL A. Informasi Umum Sediaan Herbal Dalam buku ini yang dimaksud dengan Sediaan Herbal adalah sediaan obat tradisional yang dibuat dengan cara sederhana seperti infus, dekok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal akan kekayaan alamnya dengan berbagai macam flora yang dapat ditemui dan tentunya memiliki beberapa manfaat, salah
Lebih terperinciAnalisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal
6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi piogenik pada kulit. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul, jerawat,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada
Lebih terperinciBAB IV PROSEDUR KERJA
BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciMATERIA MEDIKA INDONESIA
MATERIA MEDIKA INDONESIA MEMUAT: PERSYARATAN RESMI DAN FOTO BERWARNA SIMPLISIA YANG BANYAK DIPAKAI DALAM PERUSAHAAN OBAT TRADISIONAL. MONOGRAFI 1. SIMPLISIA YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT TRADISIONAL, MENCAKUP:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh kita yang melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, dan gangguan
Lebih terperinciI. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH
Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan
Lebih terperinciMetoda-Metoda Ekstraksi
METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahkota dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.) merupakan salah satu buah yang memiliki aktivitas antioksidan kuat. Hal ini dikarenakan kandungan flavonoid
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat alami yang digunakan oleh masyarakat semuanya bersumber dari alam. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti tumbuhan maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki begitu banyak plasma nuftah tanaman berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat terdapat di negara ini. Menurut Taslim
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, hal ini menandai kesadaran untuk
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Daun Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) 1. Klasifikasi Tanaman Daun Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.
Lebih terperinciLampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng 44 Tumbuhan ketepeng Daun ketepeng Lampiran 3.Gambarsimplisia dan serbuk simplisia daun ketepeng 45 Simplisia daun ketepeng Serbuk simplisia daun ketepeng Lampiran
Lebih terperinciFORMULASI SEDIAAN BALSEM DARI EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum SanctumLinn) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI OBAT TRADISIONAL
As-Syifaa Vol 07 (01) : Hal. 70-75, Juli 2015 ISSN : 2085-4714 FORMULASI SEDIAAN BALSEM DARI EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum SanctumLinn) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI OBAT TRADISIONAL Wahyuddin Jumardin, Safaruddin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Bahan dan Alat
19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai beragam jenis tanaman obat, salah satunya adalah bunga kembang sepatu yang secara empiris dapat diuji daya antibakterinya (Kiruthika et
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air
Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi
Lebih terperinciLarutan bening. Larutab bening. Endapan hijau lumut. Larutan hijau muda
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Analisis Fitokimia Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) Sampel buah mengkudu kering dan basah diuji dengan metoda fitokimia untuk mengetahui ada atau tidaknya
Lebih terperinciJ. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-
Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya. terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro yang
1 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai efek antifungi ekstrak etanolik seledri (Apium graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kulit yang sering ditemui di dalam masyarakat adalah jerawat. Bakteri penyebab jerawat ada 2 yaitu Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena
Lebih terperinciMemiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.
Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar
Lebih terperinciA : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)
Lampiran 1 A Gambar 1. Tanaman ceplukan dan daun ceplukan B Keterangan A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) B : Daun ceplukan Lampiran 1 (Lanjutan) A B Gambar 2. Simplisia dan serbuk simplisia Keterangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta
Lebih terperinciKARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH Dian Kartikasari 1, Nurkhasanah 2, Suwijiyo Pramono 3 1 Pasca sarjana prodi Farmasi Universitas Ahmad
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Kategori penelitian dan rancangan percobaan yang digunakan adalah kategori penelitian eksperimental laboratorium. 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah lapidan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dedak padi merupakan hasil samping proses penggilingan padi terdiri dari lapisan sebelah luar butiran padi dengan sebuah lembaga biji, sedangkan bekatul adalah lapidan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk purut (Citrus hystrix D. C.) merupakan tanaman buah yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia di pekarangan atau di kebun. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki nilai keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Keanekaragaman khususnya dalam dunia flora sangat bermanfaat, terutama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri Staphylococcus aureus merupakan penyebab terbesar penyakit kulit dengan manifestasi klinik berupa abses pada kulit, nanah dan bisul. Infeksi pada kulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan
Lebih terperinciISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia
ISOLASI BAHAN ALAM Bahan kimia yang berasal dari tumbuhan atau hewan disebut bahan alam. Banyak bahan alam yang berguna seperti untuk pewarna, pemanis, pengawet, bahan obat dan pewangi. Kegunaan dari bahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Telur merupakan sumber protein hewani yang baik, murah dan mudah
1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Telur merupakan sumber protein hewani yang baik, murah dan mudah didapat. Dilihat dan nilai gizinya, sumber protein telur juga mudah diserap tubuh (Nuraini, 2010). Telur
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di
Lebih terperinciFORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101
FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101 Supomo *, Dayang Bella R.W, Hayatus Sa`adah # Akademi Farmasi Samarinda e-mail: *fahmipomo@gmail.com,
Lebih terperinciFORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA
FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul 10.00 WITA sampai dengan selesai. Dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika Jurusan Farmasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang subur dan kaya akan sumberdaya alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan terluas di dunia, Indonesia
Lebih terperinciPotensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial ABSTRAK
Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan menduduki peringkat lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan
Lebih terperinciDi sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin
Di sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Nyamuk Aedes aegypti Vektor Demam Berdarah Usaha proteksi diri terhadap nyamuk Kelambu Repelan Paling digemari masyarakat Praktis Mudah dipakai
Lebih terperinciFARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT
FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Valerius Cordus (1515-1544) Dispensatorium Cikal bakal Farmakope KETENTUAN UMUM Buku resmi yang ditetapkan secara hukum Isi : - Standardisasi obat-obat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,
I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta
Lebih terperinciBAB 4. SEDIAAN GALENIK
BAB 4. SEDIAAN GALENIK Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu : a. Menjelaskan definisi sediaan galenik b. Menjelaskan jenis jenis sediaan galenik c. Menjelaskan teknologi ekstraksi
Lebih terperinci