HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk, warna, bau, indeks bias dan bobot jenis, telah sesuai dengan persyaratan mutu minyak sereh wangi yang tercantum pada SNI Pengukuran indeks bias dan bobot jenis dilakukan untuk mengetahui kualitas minyak sereh wangi. Hal ini dapat menentukan nilai jual pada salep sereh wangi. Karakteristik minyak sereh wangi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Karakteristik Minyak Wangi Karakteristik yang diamati Bentuk Warna Bau Bobot Jenis Indeks Bias Hasil Pengamatan Cairan Kuning Kecoklat-coklatan Khas sereh,8998 ±,8 1,8 ±,2.1.1 Karakteristik Fisik Minyak Wangi Hasil analisis karakteristik fisik meliputi bentuk, warna dan bau pada minyak sereh wangi yang digunakan sebagai zat berkhasiat pada salep dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari hasil pengamatan secara visual didapatkan karakteristik minyak sereh wangi yang diamati memiliki bentuk cairan dengan warna kuning kecoklat-coklatan dan memilki bau khas sereh. Berdasarkan SNI minyak sereh wangi berbentuk cairan yang berwarna kuning pucat sampai kuning kecoklatan serta memiliki bau khas sereh. Dari hasil pengamatan dibandingkan dengan SNI , maka dapat disimpulkan minyak sereh wangi yang akan digunakan telah memenuhi persyaratan SNI FTIP1/39

2 2.1.2 Bobot Jenis Minyak Wangi Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan pada suhu tertentu dengan massa air pada suhu yang sama. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Penentuan bobot jenis minyak sereh wangi pada penelitian ini dilakukan pada suhu 2 oc yang mengunakan piknometer berukuran 1 ml. Dari hasil penelitian, didapatkan nilai rata-rata bobot jenis minyak sereh wangi dengan hasil,899 setelah tiga kali pengulangan dengan standar deviasi ±,8. Hasil pengukuran bobot jenis minyak sereh wangi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Pengukuran bobot jenis minyak sereh wangi berdasarkan SNI dinyatakan bahwa bobot jenis minyak sereh wangi adalah sekitar,88 sampai dengan,922. Setelah dibandingkan dengan SNI , maka dapat disimpulkan minyak sereh wangi yang akan diformulasikan menjadi salep telah sesuai dengan SNI Hasil Pengukuran Indeks Bias Minyak Wangi Indeks bias pada minyak sereh wangi adalah perbandingan antara pembiasan cahaya di dalam udara dan di dalam minyak sereh wangi pada suhu tertentu. Penentuan indeks bias minyak sereh wangi dilakukan pada penelitian ini pada suhu 2oC. Dari hasil penelitian yang diperoleh, diketahui bahwa indeks bias minyak sereh wangi sebelum digunakan menjadi sediaan salep didapatkan nilai rata-rata indeks bias sebesar 1,8 setelah tiga kali ulangan dengan standar deviasi ±,2. Data hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Berdasarkan SNI dinyatakan bahwa indeks bias minyak sereh wangi adalah sekitar 1, hingga 2,. Setelah dibandingkan dengan SNI , maka dapat dinyatakan minyak atsiri sereh wangi yang akan digunakan telah sesuai dengan persyaratan SNI FTIP1/

3 28.2 Kandungan Sitronellal dan Graniol Minyak Wangi Mutu minyak sereh wangi ditentukan oleh kandungan komponen utamanya yaitu kandungan sitronellal dan geraniol. boleh mengandung bahan asing, seperti minyak lemak, alkohol, etilen glikol dan hekslen glikol. Mengetahui mutu minyak sereh wangi yang akan dijadikan zat berkhasiat atau zat aktif pada formula salep merupakan suatu hal yang penting, dikarenakan akan mempengaruhi efektifitas dan fungsi yang diharapkan pada sediaan salep yang akan dibuat. Dalam penelitian ini digunakan mesin GC-MS QP untuk mengetahui kandungan sitronellal dan geraniol pada sereh wangi yang akan diformulasikan menjadi zat aktif pada salep. Arswendiyumna (21), melakukan penelitian minyak sereh wangi yang dari data kromatogram GC-MS minyak dengan komponen sitronellal (3,8%), geraniol (2,%) dan sitronellol (13,19%). Minyak sereh wangi memiliki aktivitas sebagai antimikroba dengan nilai LC 31,2 ppm untuk antimikroba. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minyak sereh wangi tersebut aktif sebagai antimikroba karena memilki nilai LC <. Hasil tersebut menunjukkan bahwa minyak sereh wangi tersebut aktif sebagai antimikroba. Hasil kromatogram GC-MS pada minyak sereh wangi yang didapat dari desa Ciptasari Pamulihan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Kromatogram Minyak Wangi FTIP1/1

4 29 Kromatogram hasil analisis GC-MS pada minyak sereh wangi menunjukkan 1 puncak yang terdeteksi. Masing-masing puncak kemudian dianalisis dalam spektrometer massa. Spektrum massa masing-masing puncak setelah dicocokan dengan data base, merujuk senyawa graniol dan sitronellal yang dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar. \ Gambar 3. Kromatogram GC-MS Minyak Wangi Senyawa Geraniol Pada Gambar 3 dapat dilihat puncak pengukuran kandungan geraniol pada minyak sereh wangi berada pada urutan ke-, Identifikasi komponen kimia senyawa geraniol pada minyak sereh wangi yaitu sebesar 32,8% pada waktu retensi 1,1 menit dengan berat molekul 1 mol. Gambar. Kromatogram GC-MS Minyak Wangi Senyawa Sitronellal FTIP1/2

5 3 Pada Gambar dapat dilihat puncak pengukuran kandungan sitronellal pada minyak sereh wangi berada pada urutan ke-2, Identifikasi komponen kimia pada minyak sereh wangi senyawa sitronellal yaitu sebesar 22,9% pada waktu retensi 11,92 menit dengan berat molekul 1 mol. Data yang di dapat dalam kandungan minyak sereh wangi dengan komposisi senyawa sitronellal dan geraniol dapat dilihat pada Tabel. Tabel. Puncak Kromatogram Minyak Wangi Senyawa Graniol dan Sitronellal No. Puncak SI BM RT (menit) Nama Senyawa Komposisi (%) ,92 Sitronellal 22, ,1 Geraniol 32,8 Keterangan : SI BM RT Indentifikasi similaritas dengan data base Berat molekul Waktu retensi Data pada Tabel kandungan sitronellal dan geraniol padaminyak sereh wangi berbeda dengan data Arswendiyumna (21). Hal ini dapat disebabkan oleh perlakuan sebelum penyulingan seperti perajangan dan pelayuan sangat mempengaruhi kandungan graniol. Perajangan dapat menyebabkan terdifusinya molekul minyak ke permukaan bahan sehingga minyak terikut menguap bersama air. Kadar geraniol dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perlakuan sebelum penyulingan, metode penyulingan dan umur tanaman (Harris, 198). Umumnya perbedaan kandungan dalam minyak sereh wangi dapat disebabkan iklim dan kesuburan tanah. Kadar geraniol dan sitronellal yang rendah biasanya disebabkan oleh jenis tanaman sereh yang kurang baik, di samping pemeliharaan tanaman yang kurang baik serta umur tanaman yang terlalu tua. (Ketaren dan Djatmiko, 198).3 Karakteristik Fisik Salep dengan Beberapa Formula Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam keberhasilan terapi dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan obat dari sediaan salep sangat dipengaruhi oleh sifat fisika kimia obat seperti kelarutan, ukuran partikel dan kekuatan ikatan antara obat dengan pembawanya, untuk basis yang berbeda faktor-faktor diatas mempunyai nilai yang berbeda. Pemilihan formulasi yang FTIP1/3

6 31 baik sangat menentukan tercapainya tujuan pengobatan. Hasil formulasi salep dengan berbagai formula minyak sereh wangi dapat dilihat pada Lampiran dan pengamatan salep yang dibuat disajikan Tabel. Tabel. Pengamatan Salep Berbagai Formula Minyak Wangi Formula A A1 A2 A3 B B1 B2 B3 C C1 C2 C3 D D1 D2 D3 Konsistensi Kental homogen Kental homogen Kental homogen Kental homogen Semi padat homogen Krim homogen Krim homogen Krim homogen Semi padat homogen Semi padat homogen Semi padat homogen Semi padat homogen Semi padat homogen Semi padat homogen Semi padat homogen Semi padat homogen Keterangan : A A B B C C D D Warna Bening Kekuningan Bening Kekuningan Bening Kekuningan Bening Bening Kekuningan Bening Kekuningan Bening Kekuningan Bening Bening Kekuningan Bening Kekuningan Bening Kekuningan Bau Salep larut air Salep larut air, tanpa minyak sereh wangi Salep dapat dicuci dengan air Salep dapat dicuci dengan air, tanpa minyak sereh wangi Salep hidrokarbon Salep hidrokarbon, tanpa minyak sereh wangi Salep serap Salep serap, tanpa minyak sereh wangi Formula A merupakan jenis salep berbahan dasar basis salep larut air dengan ulangan A1, A2 dan A3 memiliki konsistensi kental homogen, berwarna putih bening kekuningan dan bau sereh. Perbedaan terlihat pada formulasi A dengan formula dasar salep yang sama yang dibuat sebagai kontrol pada salep A yaitu pada bau dan warna, dikarenakan tanpa penambahan minyak sereh wangi yang mempengaruhi sediaan salep tersebut. Formula B merupakan jenis salep berbahan dasar dapat dicuci dengan air dengan ulangan B1, B2 dan B3 yang memiliki konsistensi krim homogen, berwarna putih dan bau sereh. Perbedaan terlihat pada formulasi B dengan formula dasar FTIP1/

7 32 salep yang sama yang dibuat sebagai kontrol pada salep B dengan jenis salep dapat dicuci dengan air yaitu pada bau dan konsistensi. Penambahan minyak sereh wangi yang mempengaruhi sediaan bau pada salep B dan konsistensi krim merupakan jenis formulasi emulsi yang bersifat minyak mengikat air sehingga tanpa penambahan minyak sereh wangi B membentuk sediaan salep yang semi padat. Formula C merupakan jenis salep berbahan dasar hidrokarbon dengan ulangan C1, C2 dan C3 yang memiliki konsistensi semi padat homogen, berwarna putih kekuningan dan bau sereh. Perbedaan terlihat pada formulasi C dengan formula dasar salep yang sama yang dibuat sebagai kontrol pada salep C yaitu pada bau dan warna, dikarenakan tanpa penambahan minyak sereh wangi yang mempengaruhi sediaan salep tersebut. Formula D merupakan jenis salep berbahan dasar salep serap dengan ulangan D1, D2 dan D3 yang memiliki konsistensi semi padat homogen, berwarna putih dan bau sereh. Perbedaan terlihat pada formulasi D dengan formula dasar salep yang sama yang dibuat sebagai kontrol pada salep D yaitu pada bau dan warna, dikarenakan tanpa penambahan minyak sereh wangi yang mempengaruhi sediaan salep tersebut. Berdasarkan Farmasi Kosmetik Indonesia edisi ke III dinyatakan bahwa salep tidak boleh tengik, kadar kandungan obat dalam salep adalah 1%, bahan dasar salep yang telah disesuaikan dan homogen. Hasil identifikasi bahwa salep pada formula A, B, C dan D dengan kandungan minyak sereh wangi 1%, adalah sereh atau aromaterapik, dasar salep telah disesuaikan dengan Farmasi Kosmetik Indonesia edisi ke III dan membentuk susunan yang homogen.. Perubahan Sifat Fisik Salep Selama Penyimpanan 1. Homogenitas Salep Uji homogenitas dilakukan dengan pemeriksaan secara visual setelah salep berada dalam pot salep, dengan melihat bentuk atau penampakan dan adanya agregat. tidak boleh mengandung bahan kasar yang dapat teraba, sehingga saat FTIP1/

8 33 digunakan pada kulit akan terasa nyaman. Homogenitas dilakukan untuk mengetahui kehomogenan sediaan yang dibuat. Homogenitas dilihat dari perubahan bentuk dari salep yang mengandung minyak sereh wangi beberapa formula dasar, dilakukan selama 28 hari waktu penyimpanan dalam suhu kamar dengan cara pengujian dioleskan pada sekeping kaca. Hasil dari pemeriksaan homogenitas sediaan salep dengan keempat formulasi basis dengan kandungan minyak sereh wangi disajikan pada Tabel. Sedangkan hasil dan gambar pengukuran homogenitas salep selengkapnya disajikan pada Lampiran. Tabel. Hasil Pemeriksaan Homogenitas Sediaan Salep Selama Waktu Penyimpanan Formula A B C D Keterangan : 1 Homogenitas hari ke () Homogen (-) homogen Formula A merupakan jenis salep dasar basis salep larut air, dengan bahan dasar polietilen glikol berbentuk serbuk dan polietilen glikol berbentuk cairan, ditambah zat aktif minyak sereh wangi. Pembentukan salep larut air dipengaruhi oleh perbandingan komposisi polietilen glikol dan polietilen glikol. Semakin banyak komposisi polietilen glikol pada salep formula A maka sediaan salep akan semakin mencair. Hal ini berbanding terbalik dengan semakin banyak komposisi polietilen glikol maka sediaan salep akan semakin memadat. Penambahan zat aktif minyak sereh wangi pada basis salep larut air menghasilkan bentuk salep kental homogen. Selama penyimpanan 28 hari homogenitas salep tetap kental homogen tidak ada indikasi pemisahan bahan dasar dengan minyak sereh wangi. Formula B merupakan jenis salep dasar dapat dicuci dengan air dengan bahan dasar setil alkohol berbentuk padat putih, air suling berbentuk cairan, propilen glikol berbentuk cair, natrium lauril sulfat berbentuk gel dan vaselin FTIP1/

9 3 album berbentuk lunak bening. Pembentukan salep dipengaruhi setil alkohol yang berfungsi sebagai zat pengemulsi antara minyak sereh wangi dan air suling, sedangkan propillen glikol pada salep dapat dicuci dengan air berfungsi menahan kandungan air dalam sediaan salep agar tetap homogen. Sehingga jenis salep dasar dapat dicuci dengan air membentuk sediaan krim. Selama penyimpanan 28 hari homogenitas salep tidak berubah bentuk atau pemisahan bahan dasar dengan minyak sereh wangi, konsistensi salep tetap sama seperti hari pertama dibuat berbentuk krim yang homogen. Formula C merupakan jenis salep hidrokarbon berbahan dasar cera alba berbentuk padatan dan vaselin album berbentuk lunak, ditambah zat aktif minyak sereh wangi. Pembentukan salep dipengaruhi oleh cera alba berfungsi stiffening agent atau zat pengeras pada vaselin album yang berbentuk lunak, sehingga salep dasar hidrokarbon membentuk semi padat homogen. Selama penyimpanan 28 hari homogenitas salep tidak berubah bentuk atau pemisahan bahan dasar dengan minyak sereh wangi, konsistensi salep tetap sama seperti hari pertama dibuat berbentuk semi padat yang homogen. Formula D merupakan jenis salep dasar salep serap berbahan dasar kolesterol berbentuk lunak, setil alkohol padatan, cera alba berbentuk lilin padat dan vaselin album lunak, ditambah zat aktif minyak sereh wangi menghasilkan bentuk semi padat homogen. Pembentukan salep dipengaruhi cera alba yang dapat berfungsi zat pengeras pada vaselin album yang berbentuk lunak. Setil alkohol selain berfungsi sebagai pengemulsi dan pelembab pada sediaan salep, dapat juga zat pengeras pada vaselin album. Sehingga salep serap membentuk sediaan salep semi padat homogen. Selama penyimpanan 28 hari homogenitas salep tidak berubah bentuk atau pemisahan bahan dasar dengan minyak sereh wangi, konsistensi salep tetap sama seperti hari pertama dibuat berbentuk semi padat yang homogen. Dari hasil penelitian formula A, B, C dan D menunjukkan bahwa secara fisik setiap sediaan salep tetap pada konsistensi bentuk fisiknya tanpa ada pemisahan ataupun ketidakseragaman dalam bentuknya selama 28 hari penyimpanan. Homogenitas dari salep dapat dipertahankan karena metode FTIP1/

10 3 pembuatan salep yang tepat, dengan pengadukan yang konstan selama beberapa saat sampai temperatur salep mencapai suhu kamar, maka salep yang dihasilkan akan tetap homogen. 2. Warna Salep Warna pada salep dipengaruhi oleh komponen warna bahan dasar salep dan sifat bahan dasar salep yang digunakan. Perubahan warna selama waktu penyimpanan pada salep mempengaruhi kestabilan dan konsistensi pada salep. Perubahan warna pada setiap salep yang mengandung minyak sereh wangi beberapa formula dasar dilakukan selama 28 hari waktu penyimpanan pada suhu kamar. Data hasil pengamatan warna sediaan salep hasil penelitian tersaji pada Tabel dan hasil pengukuran warna salep selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. Tabel. Hasil Pengamatan Warna Sediaan Salep Selama Waktu Penyimpanan Formula A B C D 1 Warna hari ke Keterangan : () Warna tetap (-) Warna berubah Formula basis A merupakan salep larut air yang berbahan dasar Polietilen glikol yang berupa serbuk kirstal putih bening dan Polietilen glikol cairan bening tidak berwarna seperti air, sehingga menghasilkan salep yang berwarna putih bening. Penambahan minyak sereh wangi pada salep larut air memberikan warna bening kekuningan dikarenakan warna minyak sereh wangi kuning kecoklatan. Selama penyimpanan 28 hari salep tidak berubah warna, warna salep tetap sama seperti hari pertama dibuat berwarna putih bening kekuningan. FTIP1/8

11 3 Formula basis B merupakan salep basis dapat dicuci dengan air dengan bahan dasar seperti setil alkohol, vaselin album, propilenglikol, natrium lauril sulfat dan air suling. Bahan-bahan dasar formula B secara keseluran tidak berwarna atau bening. Formula B merupakan jenis salep emulsi yang mengikat minyak dalam air yaitu minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa. Sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain, dalam bentuk tetesan kecil sehingga menunjukkan warna putih. Selama penyimpanan 28 hari salep tidak berubah warna, warna salep tetap sama seperti hari pertama dibuat berwarna putih. Formula basis C merupakan salep hidrokarbon dengan bahan dasar setil alkohol dan vaselin album yang berwarna bening tidak berwarna, sehingga menghasilkan salep berwarna bening. Penambahan minyak sereh wangi pada salep hidrokarbon memberikan warna bening kekuningan dikarenakan warna minyak sereh wangi kuning kecoklatan. Selama penyimpanan 28 hari salep tidak berubah warna, warna salep tetap sama seperti hari pertama dibuat berwarna putih bening. Formula basis D merupakan salep serap dengan bahan dasar vaselin album berwarna bening, setil alkohol berwarna bening, berwarna cera alba berwarna putih dan kolesterol berwarna kuning. Penambahan minyak sereh wangi pada salep serap memberikan warna bening kekuningan dikarenakan warna minyak sereh wangi kuning kecoklatan. Selama penyimpanan 28 hari salep tidak berubah warna, warna salep tetap sama seperti hari pertama dibuat berwarna putih bening. 3. Bau Salep Bau pada salep dipengaruhi oleh banyaknya kadar komponen zat berkhasiat dan bahan dasar salep yang akan dibuat. Bau pada salep dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan kestabilan salep. Pengamatan perubahan bau dari salep yang mengandung minyak sereh wangi beberapa formula dilakukan selama 28 hari waktu penyimpanan pada suhu kamar. Data hasil pengamatan bau salep hasil penelitian tersaji pada Tabel 8 dan hasil pengukuran bau salep selengkapnya disajikan pada Lampiran 9. FTIP1/9

12 3 Tabel 8. Hasil Pengamatan Bau pada Beberapa Formula Salep Bau hari ke- Formula A B C D Keterangan : () Bau tetap (-) Bau berubah Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak terjadinya perubahan bau. Bau yang teramati pada setiap sediaan salep adalah khas sereh wangi meskipun setiap sediaan formula salep agak berbeda dikarenakan perbedaan bahan dasar penyusun salep tersebut. Dari bahan-bahan dasar formula basis salep larut air, salep basis dapat dicuci dengan air, salep hidrokarbon dan salep serap. Bahan dasar yang digunakan pada salep-salep tersebut tidak, adapun bila akan beraroma lemah seperti kolesterol dan setil alkohol. Hal ini, dibuktikan dengan formula A, B, C dan D yang merupakan salep tanpa kandungan minyak sereh wangi. Minyak sereh wangi yang mengandung sitronellal yang terkandung dalam salep mempengaruhi bau setiap sediaan salep. Bau khas sereh wangi pada salep menunjukkan bahwa tidak tergangunya komponen-komponen salep selama waktu penyimpanan, mengingat bahwa perubahan bau akan sangat jelas apabila menjadi tengik dikarenakan kontaminasi mikroorganisme ataupun karena faktor kondisi penyimpanan. Bau salep minyak sereh wangi dipengaruhi banyak kandungan sitronellal pada minyak sereh wangi dan konsentrasi minyak sereh wangi pada salep, sehingga akan berpengaruh pada tajamnya aroma pada salep. FTIP1/

13 38. ph Salep dengan Beberapa Formula Selama Penyimpanan ph adalah suatu ukuran keasaman suatu larutan. Komposisi bahan dasar salep dan zat aktif yang terkandung pada sediaan salep, dapat mempengaruhi nilai ph yang dibuat. Perubahan ph pada salep akan menyebabkan khasiat zat aktif berkurang atau hilang sama sekali. Minyak sereh wangi merupakan zat aktif dalam salep sereh wangi, zat aktif harus berada dalam keadaan ph stabil. Selain ph salep stabil, ph salep harus disesuaikan dengan ph kulit manusia agar tidak menimbulkan iritasi. Berdasarkan Farmakope (199), rentang ph salep yang aman digunakan untuk kulit berkisar antara 3-. Dalam penelitian ini pengukuran ph mengunakan ph indikator. Pengunaan ph meter pada salep dengan kandungan sereh wangi sulit dilakukan karena salep merupakan sediaan semi padat, sehingga pembacaan elektroda pada ph meter tidak stabil. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata ph salep yang mengandung minyak sereh wangi dengan berbagai formula dasar selama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 9 dan secara lengkap tersaji pada Lampiran 1. Tabel 9. Hasil Pengukuran ph Salep dengan Beberapa Formula Minyak Wangi Selama 28 Hari Penyimpanan Formula 1 A B C D A B C D Keterangan : A A B B C C D D Pengukuran ph salep pada hari ke Salep larut air Salep larut air, tanpa minyak sereh wangi Salep dapat dicuci dengan air Salep dapat dicuci dengan air, tanpa minyak sereh wangi Salep hidrokarbon Salep hidrokarbon, tanpa minyak sereh wangi Salep serap Salep serap, tanpa minyak sereh wangi FTIP1/1

14 39 Formula basis A merupakan salep larut air yang berbahan dasar bersifat asam seperti polietilen glikol, polietilen glikol dan minyak sereh wangi. Pada salep A menunjukkan nilai rata-rata-rata ph setiap minggu selama 28 hari masa penyimpanan. Sedangkan pada salep A berbahan dasar sama hanya tidak ada penambahan miyak sereh wangi, menunjukkan nilai rata-rata ph setiap minggu selama 28 hari masa penyimpanan. Formula basis B merupakan salep dapat dicuci dengan air, dengan bahan dasar bersifat keasaman berbeda. Seperti setil alkohol, vaselin album, propilenglikol, dan minyak sereh wangi yang bersifat asam, sedangkan natrium lauril sulfat bersifat basa dan air suling bersifat netral. Pada salep B menunjukkan nilai rata-rata-rata ph setiap minggunya selama 28 hari masa penyimpanan. Berbeda dengan salep B berbahan dasar sama hanya tidak ada penambahan miyak sereh wangi didapatkan nilai rata-rata ph setiap minggu selama 28 hari masa penyimpanan. Formula basis C merupakan salep hidrokarbon dengan bahan dasar bersifat asam seperti setil alkohol, vaselin album dan minyak sereh wangi. Pada salep C menunjukkan nilai rata-rata-rata ph setiap minggunya selama 28 hari masa penyimpanan, sedangkan pada salep C berbahan dasar sama hanya tidak ada penambahan miyak sereh wangi didapatkan nilai rata-rata ph setiap minggunya selama 28 hari masa penyimpanan. Formula basis D merupakan salep serap dengan bahan dasar bersifat asam seperti vaselin album, setil alkohol, cera alba, kolesterol dan minyak sereh wangi. Pada salep D menunjukkan nilai rata-rata-rata ph setiap minggunya selama 28 hari masa penyimpanan, sedangkan pada salep D berbahan dasar sama hanya tidak ada penambahan miyak sereh wangi menunjukkan nilai rata-rata ph setiap minggunya selama 28 hari masa penyimpanan. Bahan dasar salep setiap sediaan salep A, B, C dan D memiliki tingkat keasaman yang berbeda-beda, hal ini akan berpengaruh pada hasil ph pada setiap salep yang dibuat. Minyak sereh wangi memiliki ph yang cenderung asam, sehingga pada akhirnya dapat menurunkan ph dari sediaan salep setiap formulasi, dapat dilihat dari salep dengan kandungan minyak sereh wangi yang cenderung FTIP1/2

15 lebih asam dengan salep tanpa kandungan minyak sereh wangi. Grafik pengukuran ph pada salep selama 28 hari dapat dilihat pada Gambar. Nilai ph Formula A Formula B 3 Formula C 2 Formula D Penyimpanan hari ke- 28 Gambar. Grafik Pengukuran ph Salep pada Setiap Formulasi Bila terjadi sedikit kenaikan ph pada setiap salep, dikarenakan adanya senyawa-senyawa dalam minyak sereh wangi yang mudah menguap pada suhu kamar, maka akan mengakibatkan berkurangnya sifat asam pada setiap formulasi salep. Komponen penyusun pada masing-masing formula berbeda, sehingga mengakibatkan nilai rata-rata ph pada masing-masing formulasi berbeda pula. Nilai ph pada setiap formulasi salep A, B, C dan D berkisar pada interval -. Berdasarkan Farmakope (199), rentang ph salep yang aman digunakan untuk kulit berkisar antara 3-. Sehingga nilai ph pada setiap salep dengan kandungan minyak sereh wangi masuk pada rentang ph aman.. Keamanan Salep Faktor keamanan pada salep sangat penting dalam proses pengobatan selain stabil dan efektivitasnya. Penilaian uji iritasi dilakukan untuk mengetahui keamanan sediaan salep. Salep formula A, B, C dan D dengan kandungan minyak sereh wangi 1% dengan aromaterapik yang telah diamati sifat fisik dan ph salep selama masa penyimpanan 28 hari, didapatkan hasil pengamatan pengujian keamanan salep yang dilakuan terhadap 1 orang sukarelawan. FTIP1/3

16 1 Salep yang digunakan dalam uji keamanan adalah salep yang telah melewati masa simpan 28 hari. Hal ini dikarenakan, didasari dari pengamatan ph salep yang membutuhkan waktu tempering sehingga ph salep dalam kondisi ph yang normal. Pengamatan ini dilakukan 3 hari berturut-turut secara uji tempel terbuka pada punggung tangan mengunakan beberapa bahan dasar salep dengan kandungan minyak sereh wangi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11 dan hasil uji keamanan salep disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Keamanan Salep Beberapa Formula Minyak Wangi. Formula A B C D Keterangan : (-) () () () ` () Sukarelawan tidak terjadi reaksi bila kulit memerah dan gatal bila timbul rasa panas bila timbul rasa nyeri bila terjadi pembengkakan Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa setiap formulasi sediaan salep yang mengandung minyak sereh wangi, tidak memberikan reaksi iritasi baik reaksi kemerahan, gatal-gatal maupun pembengkakan pada kulit 1 sukarelawan. Pengunaan bahan dasar salep karena telah disesuaikan dengan Farmakope ke III dan ph salep telah sesuai dengan kulit, dapat dikatakan bahwa salep hasil penelitian pada masing-masing formula tidak menimbulkan efek samping secara signifikan dan aman digunakan pada kulit manusia.. Aktivitas Antibakteri Salep Beberapa Formula Dasar Pengujian aktivitas antibakteri adalah teknik untuk mengukur berapa besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi mikroorganisme (Dart, 199 dalam Ayu, 2). Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan menginfeksi dan menimbulkan penyakit. Antibakteri termasuk kedalam antimikroba yang digunakan untuk FTIP1/

17 2 menghambat pertumbuhan bakteri. Untuk metode pengujian antibakteri suatu zat, metode yang sering digunakan diantaranya metode difusi. Prosedur difusi kertas cakram yang distandarisasikan dengan metode Kirby-Bauer merupakan cara untuk menentukan sensitivitas antibiotik untuk bakteri. Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya, standar acuan untuk menentukan apakah bakteri itu resisten atau peka terhadap suatu antibiotik. Pengujian aktivitas antibakteri dari salep dengan berbagai formula dasar dilakukan dengan metode difusi kertas cakram. Pengujian aktivitas antibakteri ini dilakukan setiap 1 minggu sekali sampai 28 hari penyimpanan, untuk mengetahui daya hambat dari sediaan salep dibuat pula sebagai pembanding yaitu salep tanpa kandungan minyak sereh wangi pada setiap formulasi yang dibuat. Data hasil pengujian aktivitas sediaan salep terhadap bakteri uji Stapyloccocus aureus dapat dilihat pada Lampiran 12. Sementara untuk diameter hambat masing-masing formulasi salep disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Rata-rata Diameter Hambat Bakteri Formula A A B B Rata-rata diameter hambat (mm) pada hari ke ,8 2, 2,33 2,22 19,8,,,,,,,,33,33,22,,,,, C 11, 11,11 11, ,89 C D D, 1,,, 1,,, 1,33,, 1,22,, 1,, Keterangan : A A B B C C D D Salep larut air Salep larut air, tanpa minyak sereh wangi Salep dapat dicuci dengan air Salep dapat dicuci dengan air, tanpa minyak sereh wangi Salep hidrokarbon Salep hidrokarbon, tanpa minyak sereh wangi Salep serap Salep serap, tanpa minyak sereh wangi FTIP1/

18 3 Formula A merupakan salep larut air menunjukkan nilai rata-rata diameter hambat bakteri pada hari ke-1 dengan nilai 2,8 mm, hari ke- dengan nilai 2, mm, pada hari ke-1 dengan nilai 2,33 mm, hari ke-21 dengan nilai 2,22 mm, hari-28 dengan nilai 19,8 mm. Pada formula A setiap minggu terjadi penurunan rata-rata diameter hambat bakteri, sedangkan pada formula A sebagai kontrol pada formula A tidak memiliki diameter hambat pada bakteri. Hasil uji daya hambat bakteri formulasi salep A menunjukkan penurunan efektifitas pada bakteri Staphylococcus aureus pada setiap pengamatan pada hari ke 1 hingga pengamatan hari ke 28. Hal ini dikarenakan berkurangnya kadar minyak sereh wangi dalam salep A. Waktu penyimpanan mempunyai efek terhadap diameter daerah hambat. Sehingga kemampuan formula A untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aurreus semakin melemah. Formula B merupakan salep dapat dicuci dengan air menunjukkan nilai rata-rata diameter hambat bakteri bakteri pada hari ke-1 dengan nilai, mm, hari ke- dengan nilai, mm, pada hari ke-1 dengan nilai,33 mm, hari ke-21 dengan nilai,33 mm dan hari-28 dengan nilai,22 mm. Pada formula B setiap dua minggu terjadi penurunan diameter rata-rata, sedangkan pada formula B sebagai kontrol pada formula B tidak memiliki diameter hambat pada bakteri. Hasil uji daya hambat bakteri formulasi salep B menunjukkan penurunan efektifitas pada bakteri Staphylococcus aureus pada setiap pengamatan pada hari ke- hingga hari ke-1 dan hari ke-21 hingga hari ke-28. Hal ini dikarenakan berkurangnya kadar minyak sereh wangi dalam salep B. Waktu penyimpanan mempunyai efek terhadap diameter daerah hambat. Sehingga kemampuan formula B untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aurreus semakin melemah. Formula C merupakan salep hidrokarbon menunjukkan menunjukkan nilai rata-rata diameter hambat bakteri bakteri pada hari ke-1 dengan nilai 11, mm, hari ke- dengan nilai 11,11 mm, pada hari ke-1 dengan nilai 11,11 mm, hari ke21 dengan nilai 11 mm dan hari-28 dengan nilai 1,89 mm. Pada formula C terjadi penurunan diameter rata-rata selama 28 hari penyimpanan, sedangkan pada formula C sebagai kontrol pada formula C tidak memiliki diameter hambat pada FTIP1/

19 bakteri. Hasil uji daya hambat bakteri formulasi salep C menunjukkan penurunan efektifitas pada bakteri Staphylococcus aureus pada setiap pengamatan pada hari ke-1 hingga hari ke-28 dan stabil pada hari ke- hingga hari ke-1. Hal ini dikarenakan berkurangnya kadar minyak sereh wangi dalam salep C. Penurunan kemampuan formula C untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aurreus yang semakin melemah disebabkan oleh waktu penyimpanan, sehingga mempunyai efek terhadap diameter daerah hambat atau zona bening. Formula D merupakan salep serap menunjukkan menunjukkan nilai ratarata diameter hambat bakteri bakteri pada hari ke-1 dengan nilai 1, mm, hari ke- dengan nilai 1, mm, pada hari ke-1 dengan nilai 1,33 mm, hari ke-21 dengan nilai 1,22 mm dan hari-28 dengan nilai 1, mm. Pada formula D terjadi penurunan diameter rata-rata selama 28 hari penyimpanan, sedangkan pada formula D sebagai kontrol pada formula D tidak memiliki diameter hambat pada bakteri. Hasil uji daya hambat bakteri formulasi salep D menunjukkan penurunan efektifitas pada bakteri Staphylococcus aureus pada setiap pengamatan pada hari ke 1 hingga pengamatan hari ke 28. Hal ini dikarenakan berkurangnya kadar minyak sereh wangi dalam salep D. Waktu penyimpanan mempunyai efek terhadap diameter daerah hambat. Sehingga kemampuan formula D untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aurreus semakin melemah. Fauzi (2), melakukan penelitian dengan aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan perasan bawang merah dalam basis salep Polietilen glikol terhadap Staphylococcus aureus. Perasan bawang merah yang diformulasi dalam basis salep Polietilen glikol memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dengan diameter hambatan pada konsentrasi,% 8,9 mm; 1% 9,23 mm; 12,% 1, mm; 1% 11,8 mm. Dari penelitian tersebut, dapat disamakan bahwa potensi minyak sereh wangi dengan konsentrasi 1% pada basis salep dan ekstrak etanol ditambah perasan bawang merah pada basis salep, sama berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Perbedaan formula dan waktu penyimpanan mempunyai efek terhadap diameter daerah hambat. Sehingga kemampuan dari setiap formulasi salep tersebut untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aurreus FTIP1/

20 semakin melemah. Grafik diameter hambat bakteri setiap salep dapat dilihat pada Diameter hambat salep (mm) Gambar Formula A 1 Formula B Formula C Formula D Penyimpanan hari ke- Gambar. Grafik Diameter Hambat Salep Pada Gambar grafik rata-rata diameter hambat salep terlihat jelas, semakin besar diameter hambat pada masing-masing formulasi salep, maka semakin baik kemampuan salep tersebut untuk menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aurreus. Data yang didapatkan dalam penelitian ini dibandingkan dengan Tabel Kirby beur, dengan cara membandingkan antara data rata-rata pada setiap formulasi salep A, B, C dan D dengan tabel sensitivitas bakteri untuk kulit luar (gentamicin) yang tersaji pada Lampiran 13. Berdasarkan Tabel Kirby Beur dapat dilihat pada Lampiran 13 untuk kulit luar (Gentamicin) terdapat data untuk nilai Resistant terhadap bakteri sebesar 12 mm, Intermediate terhadap bakteri sebesar 13-1 mm dan Susceptible terhadap bakteri 1 mm. Setelah dibandingkan dengan Tabel Kirby Beur, maka salep dengan formula A menunjukkan zona bening dengan nilai diameter 2,8 mm dan formula D berdiameter 1, mm yang berkisar pada tingkatan Intermediate yaitu antara 1 mm. Pada formula B menunjukkan zona bening dengan nilai diameter, mm dan formula C menunjukkan diameter 11, mm yang berkisar dibawah dari tingkat Resistant pada bakteri yang berada pada kisaran 12 mm. Perbedaan luas zona bening pada setiap formula dikarenakan proses pelepasan zat aktif dalam sediaan salep, yang tidak lepas dari pemilihan bahan dasar salep. Sehingga FTIP1/8

21 berpengaruh pada konsistensi salep dan kemampuan difusi minyak sereh wangi dalam sediaan salep..8 Rekapitulasi Hasil Penelitian Karakteristik minyak sereh wangi akan mempengaruhi salep yang dibuat, dikarenakan minyak sereh wangi sebagai zat aktif pada salep berpengaruh pada mutu salep itu sendiri. Kandungan utama geraniol dan sitronellal di dalam minyak sereh wangi perlu diperhatikan, karena semakin besar kadar geraniol dan sitronellal maka semakin baik juga kualitas pada minyak sereh wangi. Hal ini dikarenakan kadar geraniol dan kadar sitronellal mempengaruhi efektivitas antimikroba dan bau pada salep. Oleh karena itu, karakteristik dan kandungan minyak sereh wangi dijadikan faktor penting dalam pembuatan salep. Hasil penelitian karakteristik minyak sereh wangi disajikan pada Tabel 12 dan kandungan minyak sereh wangi disajikan Tabel 13. Sedangkan untuk hasil GCMS secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 12. Karakteristik dan Kandungan Minyak Wangi Karakteristik Warna Bobot Jenis Indeks Bias Hasil Pengamatan Kuning kecoklatcoklatan,8998 1,8 SNI Kuning pucat sampai kuning kecoklat-coklatan,88-,922 1,-2, Keterangan : pada bobot jenis dan Indeks bias merupakan nilai rata-rata Tabel 13. Kandungan Geraniol dan Sitronellal Minyak Wangi Nama Senyawa Sitronellal Geraniol Hasil Pengamatan 22,9% 32,8% Data literatur 3,8% 2,% Keterangan : Data literatur di dapat dari sumber Arswendiyumna, 28 Tabel 12 menunjukkan bahwa parameter mutu minyak sereh wangi yang dihasilkan memenuhi standard mutu minyak sereh wangi menurut SNI Dapat dilihat pula pada Tabel 13 dari kandungan minyak sereh wangi yang dihasilkan memenuhi data literature dengan kandungan geraniol dan sitronellal yang berfungsi sebagai antimikroba. FTIP1/9

22 Tabel 1. Kesesuaian Farmakope Indonesia Edisi III dengan Salep A, B, C dan D Farmakope Indonesia Edisi III Pemerian Persyaratan salep Salep A Salep B Salep C Salep D boleh tidak menyenangkan. Bau sereh wangi Bau sereh wangi Bau sereh wangi Bau sereh wangi Kadar Kadar bahan obat adalah 1% Minyak sereh wangi 1% Minyak sereh wangi 1% Minyak sereh wangi 1% Minyak sereh wangi 1% Dasar salep Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian salep. PEG PEG Minyak sereh wangi Setil alkohol Vaselin album Propilenglikol Natrium Lauril sulfat Air suling Cera alba Vaselin album Kolesterol Setil alkohol Vaselin album Cera alba Homogenitas Penandaan Homogen Obat luar Homogen Obat luar Homogen Obat luar Homogen Obat luar Homogen Obat luar HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UN [1] diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, m [2] diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh kary [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, p Keterangan A Salep larut air B Salep dapat dicuci dengan air C Salep hidrokarbon D Salep serap FTIP1/

23 8 Hasil penelitian menunjukkan salep dengan kandungan minyak sereh wangi 1%, salep larut air, salep dapat dicuci dengan air, salep hidrokarbon dan salep serap adalah aromaterapik dan membentuk susunan yang homogen. Setiap salep dengan perbedaan formulasi A, B, C dan D dibuat pula salep A, B, C dan D sebagai kontrol pada salep dengan perngaruh penambahan minyak sereh wangi pada salep yang dibuat. Dengan adanya kontrol pada salep maka dapat dilihat perbedaan tambahan minyak sereh wangi pada setiap formulasi salep yang dibuat. Karakteristik pada beberapa formula dasar salep dengan kandungan sereh wangi hasil penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Perbedaan bahan dasar pada salep mempengaruhi konsistensi dan sifat salep yang dibuat. Konsistensi formula A yang berbentuk kental homogen rentan pada penyimpanan salep dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dikarenakan, konsistensi kental cenderung terjadi pelepasan minyak sereh wangi dengan formula dasarnya yang berpengaruh pada homogenitas, sehingga dapat dikatakan tidak stabil dalam waktu yang lama. Konsistensi formula B yang berbentuk krim merupakan salep emulsi, salep dengan emulsi mempengaruhi bau pada sediaan salep. Hal ini dikarenakan, sifat minyak yang mengikat air dalam salep sehingga mengurangi bau sereh pada salep. Formula salep dengan kandungan sereh wangi apabila dilihat dari konsistensi formula C dan D lebih baik, bila dibandingkan dengan formula A dan B. Hal ini dikarenakan sediaan salep yang berbentuk semi padat yang cenderung akan stabil dalam waktu penyimpanan yang lama dan bau minyak sereh yang kuat. Selama penyimpanan 28 hari kestabilan salep dapat dilihat dari kimia dengan ph yang stabil, maupun secara fisik meliputi bentuk, warna dan bau yang tidak berubah. Kestabilan salep dapat dipertahankan karena metode pembuatan salep yang tepat, dengan pengadukan yang konstan selama beberapa saat sampai temperatur salep mencapai suhu kamar, maka salep yang dihasilkan akan tetap homogen. Kestabilan salep formula A, B, C dan D menunjukkan sediaan salep tetap pada konsistensi bentuk fisiknya tanpa ada pemisahan ataupun ketidakseragaman dapat dilihat pada Tabel 1. 8 FTIP1/1

24 9 Tabel 1. Hasil Penelitian Kestabilan dan Efektivitas Salep Formula A Bentuk Warna Bau ph Dhb (mm) Bentuk Warna A Bau B ph Dhb (mm) Bentuk Warna Bau ph Dhb (mm) Bentuk Warna B Bau C ph Dhb (mm) Bentuk Warna Bau ph Dhb (mm) Bentuk Warna C D Bau ph Dhb (mm) Bentuk Warna Bau ph Dhb (mm) Bentuk Warna D Perubahan yang diamati pada hari ke- Pengamatan Bau ph Dhb (mm) 1 Kh 2,8 Kh Krim, 11, bening 1, bening Kh 2, Kh Krim, 11,11 bening 1, bening 1 Kh 2,33 Kh Krim,33 11,11 bening 1,33 bening 21 Kh 2,22 Kh Krim,33 11 bening 1,22 bening 28 Kh 19,8 Kh Krim,22 1,89 bening 1, bening FTIP1/2

25 Keterangan : A A B B C C D D Dhb Kh Salep larut air Salep larut air, tanpa minyak sereh wangi Salep dapat dicuci dengan air Salep dapat dicuci dengan air, tanpa minyak sereh wangi Salep hidrokarbon Salep hidrokarbon, tanpa minyak sereh wangi Salep serap Salep serap, tanpa minyak sereh wangi Diameter hambat bakteri Kental homogen bening kekuningan Semi padat homogen Efektivitas salep pada bakteri Staphylococcus aureus diurutkan dari nilai tertinggi ditunjukkan dengan salep formula A memberikan diameter hambat bakteri paling besar dengan nilai diameter 2,8 mm, formula D berdiameter 1, mm, Formula C berdiameter 11, mm dan formula B berdiameter sebesar, mm. Pebedaan diameter pada setiap salep dikarenakan komponen bahan dasar salep yang berbeda, yang berpengaruh pada cara berdifusi setiap salep. Keamanan salep dengan kandungan minyak sereh wangi dilakukan pada 1 orang sukarelawan. Salep hasil penelitian pada formula A, B, C dan D tidak memberikan efek samping secara signifikan dan dapat dikatakan aman untuk digunakan pada kulit manusia. Hal ini dikarenakan komposisi bahan dasar salep yang tidak mengubah fungsinya sebagai pembawa zat aktif pada salep. Pemilihan bahan dasar salep yang mengandung minyak sereh wangi terbaik berdasarkan pertimbangan konsistensi, keamanan dan daya hambat bakteri pada Staphylococcus aureus. Dari hasil penelitian yang dilakukan, pemilihan bahan dasar salep yang mengandung sereh wangi yang terbaik terpilih bahan dasar salep serap (D). Bahan dasar salep tersebut, memiliki konsistensi semi padat dan memiliki daya hambat pada bakteri Staphylococcus aureus sebesar 1, mm. Hal ini dikarenakan konsistensi semi padat cenderung lebih stabil sehingga memiliki masa penyimpanan yang lebih lama dan nilai daya hambat bakteri berkisar pada tingkatan Intermediate. FTIP1/3

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2011 di Laboratorium Mikrobiologi, Pasca Panen dan Teknologi Proses Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri minyak atsiri memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan di Indonesia, karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam penyediaan bahan bakunya.

Lebih terperinci

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Contoh si Sediaan Salep 1. sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Vaselin Putih 82,75% Ekstrak Hidroglikolik Centellae Herba 15 % Montanox 80 2 % Mentol 0,05 % Nipagin 0,15

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi UGM didapat bahwa sampel yang digunakan adalah benar daun sirsak (Annona muricata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. B. Tempat Dan Waktu Penelitian ini di lakukan pada tanggal 20 Februari 2016 sampai 30 November

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh kita yang melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, dan gangguan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penentuan rancangan formula krim antinyamuk akar wangi (Vetivera zizanioidesi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penentuan rancangan formula krim antinyamuk akar wangi (Vetivera zizanioidesi digilib.uns.ac.id 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim.

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim. PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim. II. DASAR TEORI Definisi sediaan krim : Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan

Lebih terperinci

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai bahan tambahan makanan, umumnya sebagai bahan pewarna hijau dan pemberi aroma. Aroma khas dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Kategori penelitian dan rancangan percobaan yang digunakan adalah kategori penelitian eksperimental laboratorium. 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

Larutan bening. Larutab bening. Endapan hijau lumut. Larutan hijau muda

Larutan bening. Larutab bening. Endapan hijau lumut. Larutan hijau muda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Analisis Fitokimia Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) Sampel buah mengkudu kering dan basah diuji dengan metoda fitokimia untuk mengetahui ada atau tidaknya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi piogenik pada kulit. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul, jerawat,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Air suling, cangkang telur ayam broiler, minyak VCO, lanolin, cera flava, vitamin E asetat, natrium lauril sulfat, seto stearil alkohol, trietanolamin (TEA), asam stearat, propilenglikol,

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pengumpulan Bahan Bahan berupa minyak kemiri (Aleurites moluccana L.) diperoleh dari rumah industri minyak kemiri dengan nama dagang Minyak kemiri alami 100%, VCO diperoleh di

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM Stefanny Florencia Dewana 1, Sholichah Rohmani 2* 1,2 Program Studi D3 Farmasi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah pada kulit yang selalu mendapat perhatian bagi kalangan remaja dan dewasa muda yaitu jerawat. Jerawat hanya terjadi pada folikel pilobasea

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Identifikasi/determinasi tumbuhan yang di lakukan di Herbarium

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Identifikasi/determinasi tumbuhan yang di lakukan di Herbarium BAB III HASIL DAN EBAHASAN 3.1. Identifikasi Tumbuhan Hasil Identifikasi/determinasi tumbuhan yang di lakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani usat enelitian BiologiLII Bogor Jl. Raya Jakarta Bogor

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven IOCD International Symposium and Seminar of Indonesian Medicinal Plants xxxi, Surabaya 9-11 April 2007 Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven Yudi Padmadisastra Amin Syaugi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen yang sering menyebabkan infeksi pada kulit (Jawetz et al., 2005). Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan berbagai bahan alam, salah satu sumber daya alam tersebut adalah tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan tersebut

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer Brookfield (Model RVF), Oven (Memmert), Mikroskop optik, Kamera digital (Sony), ph meter (Eutech), Sentrifugator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan vektor dari beberapa penyakit seperti malaria, filariasis, demam berdarah dengue (DBD), dan chikungunya (Mutsanir et al, 2011). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan. 1. Warna Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan di luar badan guna membersihkan, menambah daya tarik, dan memperbaiki bau badan tetapi tidak untuk mengobati penyakit (Tranggono

Lebih terperinci

Di sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin

Di sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin Di sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Nyamuk Aedes aegypti Vektor Demam Berdarah Usaha proteksi diri terhadap nyamuk Kelambu Repelan Paling digemari masyarakat Praktis Mudah dipakai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN LIPBALM MINYAK BUNGA KENANGA (Cananga Oil ) SEBAGAI EMOLIEN Hestiary Ratih 1 Titta Hartyana 1, Ratna Cahaya Puri 1 1 Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi hestiary_ratih@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan berdasarkan variasi konsentrasi bahan peningkat viskositas memberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

LOMBA KOMPETENSI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN. NASKAH SOAL (Terbuka)

LOMBA KOMPETENSI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN. NASKAH SOAL (Terbuka) NASKAH SOAL (Terbuka) Bidang Lomba CHEMISTRY PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN Jl. Dr. Radjiman No. 6 Telp. (022) 4264813 Fax. (022) 4264881 Wisselbord (022) 4264944, 4264957, 4264973

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulut tersusun dari beberapa komponen jaringan, yang merupakan pintu masuk utama mikroorganisme atau bakteri. Daerah di dalam mulut yang rentan terhadap serangan bakteri

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta)

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta) BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Propolis Gold (Science&Nature ), minyak lavender (diperoleh dari PT. Martina Berto), aquadest, Crillet 4 (Trimax), Crill 4 (diperoleh dari PT. Pusaka Tradisi Ibu), setostearil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu

BAB III METODE PENELITIAN. perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap pertama adalah perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu perkolasi.

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Tabel 5. Alat yang Digunakan No. Nama Alat Ukuran Jumlah 1. Baskom - 3 2. Nampan - 4 3. Timbangan - 1 4. Beaker glass 100ml,

Lebih terperinci

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu

UJI-UJI ANTIMIKROBA. Uji Suseptibilitas Antimikrobial. Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu UJI-UJI ANTIMIKROBA KIMIA BIOESAI PS-S2 KIMIA IPB 2014 Uji Suseptibilitas Antimikrobial Metode Difusi Menggunakan cakram filter, mengandung sejumlah antibiotik dengan konsentrasi tertentu Metode Dilusi

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Metode penelitian meliputi

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Metode penelitian meliputi BAB II METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Metode penelitian meliputi penyiapan bahan tumbuhan, penetapan kadar air, penetapan kadar minyak atsiri, isolasi minyak atsiri,

Lebih terperinci

UJICOBA PERALATAN PENYULINGAN MINYAK SEREH WANGI SISTEM UAP PADA IKM I N T I S A R I

UJICOBA PERALATAN PENYULINGAN MINYAK SEREH WANGI SISTEM UAP PADA IKM I N T I S A R I UJICOBA PERALATAN PENYULINGAN MINYAK SEREH WANGI SISTEM UAP PADA IKM I N T I S A R I Ujicoba peralatan penyulingan minyak sereh wangi sistem uap pada IKM bertujuan untuk memanfaatkan potensi sereh wangi;menyebarluaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang sering ditemui di dalam masyarakat adalah acne vulgaris atau biasa disebut dengan jerawat. Jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk purut (Citrus hystrix D. C.) merupakan tanaman buah yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia di pekarangan atau di kebun. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

PEMBUATAN SEDIAAN KRIM ANTIAKNE EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK

PEMBUATAN SEDIAAN KRIM ANTIAKNE EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK PEMBUATAN SEDIAAN KRIM ANTIAKNE EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) * Boesro Soebagio, Sri Soeryati, Fauziah K. Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD ABSTRAK Telah dilakukan pembuatan sediaan krim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION Megantara, I. N. A. P. 1, Megayanti, K. 1, Wirayanti,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC HV IN VITRO Boesro Soebagio, Dolih Gozali, Nadiyah Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. FORMULASI Formulasi antinyamuk spray ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap yang pertama adalah pembuatan larutan X. Neraca massa dari pembuatan larutan X tersebut diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : III.1.1 Pembuatan Ekstrak Alat 1. Loyang ukuran (40 x 60) cm 7. Kompor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan rimbang

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan rimbang Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan rimbang 59 Lampiran 2. Gambar tanaman rimbang dan gambar makroskopik buah rimbang A Keterangan: A. Tanaman rimbang B. Buah rimbang B 60 Lampiran 3. Gambar serbuk

Lebih terperinci

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Minggu, 06 Oktober 2013 FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh mata kuliah Formulasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC- BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan membuat sediaan gel dari ekstrak etil asetat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang banyak menyebabkan masalah pada kulit, terutama peradangan pada kulit (Daili et al., 2005). Kulit merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 3. Serbuk Simplisia Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SABUN MANDI PADAT EKSTRAK ETANOL UMBI BAWANG TIWAI (Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb.)

FORMULASI SEDIAAN SABUN MANDI PADAT EKSTRAK ETANOL UMBI BAWANG TIWAI (Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb.) Formulasi Sediaan Sabun Mandi Yullia Sukawaty, dkk 14 FORMULASI SEDIAAN SABUN MANDI PADAT EKSTRAK ETANOL UMBI BAWANG TIWAI (Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb.) FORMULATION OF BAR SOAP WITH BAWANG TIWAI (Eleutherine

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Peralatan yang digunakan adalah alat-alat gelas, neraca analitik tipe 210-LC (ADAM, Amerika Serikat), viskometer Brookfield (Brookfield Synchroectic,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Tanaman sereh banyak dibudidayakan pada ketinggian dpl.

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Tanaman sereh banyak dibudidayakan pada ketinggian dpl. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sereh adalah tanaman rempah yang keberadaannya sangat melimpah di Indonesia. Tanaman sereh banyak dibudidayakan pada ketinggian 200 800 dpl. Sereh memiliki nama familiar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel penelitian 1. Variabel bebas : variasi konsentrasi sabun yang digunakan. 2. Variabel tergantung : daya hambat sabun cair dan sifat fisik sabun 3. Variabel terkendali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri Staphylococcus aureus merupakan penyebab terbesar penyakit kulit dengan manifestasi klinik berupa abses pada kulit, nanah dan bisul. Infeksi pada kulit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci