VI. ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JERUK KEPROK SOE DAERAH LAHAN KERING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JERUK KEPROK SOE DAERAH LAHAN KERING"

Transkripsi

1 VI. ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JERUK KEPROK SOE DAERAH LAHAN KERING Pada bagian ini akan dibahas hasil analisis pendugaan fungsi produksi stokastik frontier dan efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani JKS di daerah penelitian di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Basis analisis dan pembahasan adalah performansi antar zona dan ukuran usahatani dari efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE. Pembahasan dimulai dari pengujian perbedaan sistem produksi dan dilanjutkan dengan pengujian hipotesis antar zona agroklimat dan ukuran usahatani jeruk keprok SoE Analisis Perbedaan Sistem Produksi antar Zona Agroklimat dan Ukuran Usahatani Jeruk Keprok SoE Sebelum memilih bentuk fungsi translog sebagai bentuk fungsi yang sesuai untuk digunakan di dalam penelitian ini, maka analisis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah sistem produksi antar zona dan ukuran usahatani jeruk keprok SoE berbeda atau tidak. Untuk mencapai maksud tersebut maka penelitian ini membagi responden berdasarkan zona agroklimat (dataran tinggi dan dataran rendah) dan ukuran usahatani (< 1 ha dan 1 ha) pada daerah dataran tinggi. Pembedaan ini perlu diuji terlebih dahulu karena pembedaan tidak akan berarti jika sistem produksi petani jeruk keprok SoE antar zona dan ukuran usahatani yang berbeda itu sama. Jika petani responden pada zona agroklimat dan ukuran usahatani yang berbeda itu memiliki sistem produksi yang berbeda, maka analisis perlu dilakukan secara terpisah agar kesimpulan dan saran kebijakan

2 258 pengembangan usahatani jeruk keprok SoE ditujukan secara spesifik lokasi dan ukuran usahatani yang benar. Oleh karena alasan tersebut, maka perlu diuji terlebih dahulu apakah terdapat perbedaan sistem produksi antar zona agroklimat dan ukuran usahatani jeruk keprok SoE. Beberapa hasil analisis fungsi stokastik frontier model translog adalah seperti tercantum pada tabel-tabel berikut dan secara detail dapat dibaca pada Lampiran 10 dan 11. Tabel 61. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah pada Usahatani Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2010 Variabel Koefisien Standar Error T hitung Intersep (β 0 ) *** Jumlah Pohon Produktif (β 1 ) *** Kompos (β 2 ) *** Tenaga Kerja (β 3 ) *** Dummy Bibit (β 4 ) *** Dummy Zona (β 5 ) *** 2 σ *** γ *** LR 15.02*** Keterangan: *: nyata pada α = 1% dan **: nyata pada α = 5% Hasil analisis fungsi produksi dengan memasukkan dummy zona seperti tercantum pada Tabel 61 tersebut menunjukkan bahwa produksi jeruk keprok SoE pada daerah dataran tinggi berbeda dengan sistem produksi jeruk keprok SoE pada daerah dataran rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai varibel dummy zona (β 5 ) yang signifikan pada α = Oleh karena itu, dalam pembahasan selanjutnya akan dibedakan antara petani yang berada di daerah dataran tinggi dan daerah dataran rendah. Pendugaan fungsi produksi dengan memasukan variabel dummy ukuran usahatani (β5) juga telah dilakukan untuk menguji apakah sistem produksi pada

3 259 ukuran usahatani yang lebih kecil dari satu hektar (< 1 ha) berbeda dengan sistem produksi pada ukuran usahatani 1 ha pada daerah dataran tinggi. Hasil analisisnya adalah seperti yang tercantum pada Tabel 62 berikut ini. Tabel 62. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Ukuran Usahatani pada Usahatani Jeruk Keprok SoE Daerah Dataran Tinggi di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2010 Variabel Koefisien Standar Error T hitung Intersep (β 0 ) *** Jumlah Pohon Produktif (β 1 ) *** Kompos (β 2 ) *** Tenaga Kerja (β 3 ) *** Dummy Bibit (β 4 ) *** Dummy Ukuran Usahatani (β 5 ) *** 2 σ *** γ *** LR 19.25*** Keterangan: *: nyata pada α = 1% dan **: nyata pada α = 5% Dari Tabel 62 diketahui bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara sistem produksi pada ukuran usahatani kecil (< 1 ha) dengan ukuran usahatani 1 ha. Semakin kecil ukuran usahatani, maka produksi jeruk keprok SoE semakin menurun. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembahasan pada masing-masing ukuran usahatani untuk daerah dataran tinggi perlu dilakukan secara terpisah Pengujian Hipotesis dan Penentuan Model Fungsi Produksi Stokastik Frontier Usahatani Jeruk Keprok SoE Pada bagian ini ada dua hipotesis yang diuji. Hipotesis nol yang pertama adalah bahwa model fungsi produksi translog memiliki nilai nol atau Ho: β = 0; s k. Jika hipotesis ini benar, maka fungsi produksi frontier Cobb- sk

4 260 Douglas adalah sesuai untuk merepresentasikan data dari petani-petani jeruk keprok SoE dibandingkan dengan bentuk fungsi produksi frontier translog. Hipotesis nol yang kedua adalah bahwa tidak ada efek inefisiensi teknis di dalam model fungsi produksi forntier atau Ho: γ = δ 0 = δ1 =... = δ8 = 0. Jika hipotesis ini benar, maka fungsi produksi rata-rata tradisional atau ordinary least square adalah sesuai untuk merepresentasikan data dibandingkan dengan model fungsi produksi stokastik frontier bentuk translog. Kedua hipotesis nol ini diuji untuk berbagai model analisis yakni untuk dataran tinggi, dataran rendah dan semua ukuran usahatani pada zona dataran tinggi; di mana model fungsi produksi stokastik frontier untuk semua unit analisis tersebut adalah sama. Hasil pengujian hipotesis-hipotesis tersebut tercantum pada Tabel 63 berikut ini. Dari tabel tersebut diketahui bahwa hipotesis nol yang mengatakan bentuk fungsi Cobb-Douglas lebih sesuai untuk merepresentasikan data dibandingkan dengan translog ditolak untuk semua model analisis, baik antara zona agroklimat maupun antar ukuran usahatani jeruk keprok SoE di daerah lahan kering di NTT. Dengan demikian, maka bentuk fungsi translog telah dipilih untuk diguanakan untuk merepresentasikan data dari petani-petani jeruk keprok SoE di dalam penelitian ini. Hipotesis nol yang kedua yang menyatakan bahwa tidak ada efek inefisiensi teknis di dalam model frontier juga ditolak untuk semua model analisis, baik antara zona agroklimat maupun antar ukuran usahatani jeruk keprok SoE di daerah lahan kering di NTT. Dari hasil analisis dan pengujian hipotesishipotesis tersebut disimpulkan bahwa bentuk fungsi translog dan metode MLE sesuai untuk digunakan di dalam analisis data dari penelitian ini.

5 261 Tabel 63. Pengujian Hipotesis untuk Parameter-Parameter Fungsi Produksi Stokastik Frontier Translog Usahatani Jeruk Keprok SoE Hipotesis Nol Log- Likelihood LR Rasio df Critical Value 5% Keputusan Dataran Tinggi Ho : β = 0; s k Tolak H 0 sk Ho : γ = δ = δ =. = δ Tolak H = Dataran Rendah Ho : β = 0; s k Tolak H 0 sk Ho : γ = δ = δ =. = δ Tolak H = Ukuran Usahatani < 1 Ha Zona Dataran Tinggi Ho : β Tolak H 0 sk = 0; s k Ho : γ = δ = δ =. = δ Tolak H = Ukuran Usahatani 1 Ha Zona Dataran Tinggi Ho : β Tolak H 0 sk = 0; s k Ho : γ = δ = δ =. = δ Tolak H = Sumber: Data Primer, 2010 (diolah); Lampiran 12, 13, 14 dan Model Empiris Fungsi Produksi Stokastik Frontier Jeruk Keprok SoE Model fungsi produksi stokastik frontier yang digunakan di dalam analisis ini adalah fungsi produksi translog. Bentuk fungsi ini lebih fleksibel dari bentuk fungsi lainnya karena memiliki koefisien estimasi dari second order terms dan interaksi antar variable-variabel input (Battese, 1992; Greene, 2000). Variabel-variabel penjelas dalam fungsi produksi ini yakni jumlah pohon produktif, umur tanaman produktif, kompos, tenaga kerja keluarga dan penggunaan bibit okulasi. Secara teori dinyatakan bahwa penggunaan pupuk, obat-obatan pengendalian organisme pengganggu tanaman, air irigasi, peralatan pertanian, penjarangan buah dan pemangkasan (baik pemangkasan bentuk maupun produksi) sangat besar pengaruhnya pada produksi JKS. Namun, para

6 262 petani di daerah penelitian tidak banyak yang menggunakan jenis input-input seperti itu, sehingga tidak dimasukkan di dalam analisis. Penelitian ini menggunakan model stokastik frontier dengan metode pendugaan maximum likelihood estimator (MLE) yang dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode ordinary least square (OLS) untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi ( ) dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi ( ), interssep ( ) dan varians dari kedua komponen kesalahan v i dan u i (σ 2 2 v dan σ u ). Estimasi maximum likelihood (MLE) untuk parameter fungsi produksi stochastic frontier dari fungsi translog dan model efek dari inefisiensi teknis dilakukan secara simultan dengan menggunakan paket computer program Frontier 4.1 dari Coelli (1996) Analisis Fungsi Produksi Stokastik Frontier Pada Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah Dua zona agroklimat yakni dataran tinggi dan dataran rendah memiliki karakteristik yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Petani sampel di masing-masing zona menggunakan teknologi produksi yang sama. Untuk memperhitungkan perbedaan tingkat efisiensi teknis dengan teknologi yang sama itu, maka model fungsi stokastik frontier diformulasikan dan dianalisis secara terpisah. Jika tidak dilakukan analsis secara terpisah, maka koefisien estimasinya akan bias (Greene, 2000 dan Wollni, 2007). Kondisi penggunaan input produksi JKS petani contoh adalah seperti yang tercantum pada Tabel 64 berikut ini. Perlu dicatat bahwa jumlah penggunaan kompos, tenaga kerja dan bibit okulasi adalah

7 263 jumlah input yang digunakan untuk tanaman produktif saja. Tenaga kerja yang diperhitungkan adalah tenaga kerja keluarga yang digunakan untuk melakukan pemeliliharaan tanaman produktif yakni penyiangan, pemupukan, pemberantasan organisme pengganggu tanaman, pemangkasan dan penjarangan buah. Tabel 64. Ringkasan Statistik dari Variabel-Variabel yang Digunakan di dalam Model Stokastik Frontier Produksi Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi dan Rendah di Kabupaten Timor Tengah Selatan Variabel Dataran Tinggi Dataran Rendah Mean Max Min Mean Max Min Faktor Produksi Produksi (kg) Jumlah Pohon Produktif (pohon) Umur Tanaman Produktif (tahun) kompos (kg) Tenaga kerja Keluarga (HOK) Bibit (dummy) Faktor Inefisiensi Penidikan (tahun) Pengalaman (tahun) KPPL ( kali) Umur Petani (tahun) SPL (dummy) MP (dummy) KKT (dummy) Sumber: Data Primer, 2010 (diolah). Keterangan: KPPL: kontak dengan petugas pertanian lapangan; SPL: sumber pendapatan lain selain dari usahatani jeruk keprok SoE; MP: metode penjualan; KKT: keanggotaan kelompok tani. Tabel 65 menunjukkan hasil estimasi MLE parameter bersama dengan nilai t dari model efisiensi frontier dari usahatani JKS di Kabupaten TTS tahun 2010, pada zona dataran tinggi dan dataran rendah. Tabel tersebut menunjukkan hasil pendugaan bahwa nilai rasio generalized-likelihood (LR) dari fungsi

8 264 produksi stokastik frontier model ini adalah untuk zona dataran tinggi dan untuk zona dataran rendah. Semua nilai LR adalah lebih besar dari nilai tabel. Nilai rasio secara statistik nyata pada α = 5% untuk zona dataran tinggi dan dataran rendah yang diperoleh dari tabel distribusi χ 2 Chi Square. Artinya, semua fungsi produksi stokastik frontier untuk kedua daerah penelitian tersebut dapat menerangkan keberadaan efisiensi dan inefisiensi teknis petani di dalam proses produksi jeruk keprok SoE. Parameter γ dugaan merupakan rasio dari varians efisiensi teknis (ui) terhadap varians total (ε i ) diperoleh nilai berkisar antara 0.94 untuk dataran tinggi hingga 0.70 untuk dataran rendah. Secara statistik, nilai yang diperoleh tersebut berbeda nyata dari nol pada α=5% untuk semua unit analisis. Angka ini menunjukkan bahwa 94% (dataran tinggi) dan 70% (dataran rendah) dari variasi hasil diantara petani responden disebabkan oleh perbedaan efisiensi teknis dan sisanya sebesar 6% (dataran tinggi) dan 30% (dataran rendah) disebabkan oleh efek-efek eksternal seperti iklim, serangan hama penyakit dan kesalahan permodelan. Secara rata-rata, efek inefisiensi teknis terhadap produksi jeruk keprok SoE di daerah penelitian ini adalah sangat besar (82%). Di zona agroklimat dataran rendah, variabilitas output yang dihasilkan adalah bukan saja berasal dari efek inefisiensi teknis, tetapi juga berasal dari faktor-faktor eksternal (30%) yang lebih besar dibandingkan di zona dataran tinggi (6%). Faktor eksternal tersebut antara lain adalah faktor kekeringan yang berkepanjangan (lebih dari delapan bulan dalam setahun), angin kencang pada saat jeruk berbunga (bulan Agustus-September) dan curah hujan yang rendah.

9 265 Tabel 65. Estimasi Parameter dan t Rasio Model Fungsi Produksi Stokastik Frontier Menggunakan MLE di Dataran Tinggi dan Rendah Variabel (Parameter) Dataran Tinggi Dataran Rendah Estimasi t rasio Estimasi t rasio Model Stochastic Frontier: Intersep (β 0 ) *** *** JPP (β 1 ) *** *** UTP (β 2 ) *** *** Kompos (β 3 ) *** *** Tenaga Kerja (β 4 ) *** *** 0.5*JPP 2 (β 5 ) *** *** 0.5*UTP 2 (β 6 ) *** *** 0.5*Kompos 2 (β 7 ) *** *** 0.5* Tenaga Kerja 2 (β 8 ) *** *** JPP*UTP (β 9 ) *** *** JPP*Kompos (β 10 ) *** *** JPP*Tenaga Kerja (β 11 ) *** *** UTP*Kompos (β 12 ) *** *** UTP*Tenaga Kerja (β 13 ) *** *** Kompos*Tenaga Kerja (β 14 ) *** *** Bibit (Dummy) (β 15 ) *** *** Elastisitas Produksi Parsial: JPP UTP Kompos Tenaga Kerja Return to scale Parameter Varians: 2 σ *** *** γ *** *** Log-Likelihood LR 36.97* 22.00* Responden Luas Lahan JKS (ha/petani) Sumber: Data Primer, 2010 (diolah); Lampiran 12 dan 13. Keterangan: *: nyata pada α = 5%; **: nyata pada α = 10%; ***: nyata pada α = 15%; JPP: Jumlah pohon produktif ; UTP:Umur tanaman produktif

10 266 Keadaan cuaca yang ekstrim kering (9-10 bulan kering, curah hujan yang hanya 1500 mm dalam setahun) (seperti yang sudah dibahas pada Bab V) sering merupakan faktor penentu keberhasilan usahatani jeruk keprok SoE di daerah dataran rendah. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya produktivitas JKS (4 kg per pohon) di daerah dataran rendah lebih disebabkan oleh faktor-faktor selain faktor inefisiensi teknis. Perbaikan teknologi produksi yang berkaitan dengan kondisi agroklimat di daerah dataran rendah merupakan hal penting untuk segera dilakukan. Untuk dapat menyesuaikan kondisi ekstrim kering di daerah dataran rendah dengan varietas JKS, maka perbaikan bibit JKS yang sesuai dengan kondisi tersebut mutlak dilakukan. Oleh karenanya, produksi benih yang khas daerah dataran rendah perlu ditingkatkan. Upaya ini telah mulai dirintis oleh Pemerintah Daerah Provinsi melalui Balai Benih Induk yang ada di Kecamatan Batu Putih Kabupaten TTS dan di desa Nonbes Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Kedua Balai Benih Induk itu ditujukan untuk melakukan uji coba tanaman hortikultura khas daerah dataran rendah, termasuk jeruk keprok SoE (pers.com dengan Kepala Balai Benih Provinsi Nusa Tenggara Timur). Hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada efek inefisiensi di dalam model (H0: γ=δ 0 =..=δ 8 =0) adalah juga ditolak pada tingkat signifikan sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan usahatani sampel baik di dataran rendah maupun dataran tinggi di kabupaten TTS beroperasi di bawah frontier efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE atau secara teknis belum mencapai produksi maksimumnya. Sebagai perbandingan, hasil penelitian Boshrabadi et al. (2006) menunjukkan bahwa nilai γ = 1, tidak menjadi persoalan di dalam studi efisiensi teknis produksi suatu komoditas pertanian.

11 267 Tabel 65 tersebut juga menunjukkan bahwa tanda dan besaran dari parameter yang diestimasi dari fungsi produksi stokastik frontier pada model fungsi translog adalah sesuai dengan yang diharapkan. Nilai koefisien estimasi dari semua variabel adalah positif. Tanda positif menunjukkan adanya hubungan yang positif antara faktor-faktor produksi teknis tersebut dengan jumlah produksi jeruk keprok SoE di daerah-daerah penelitian. Peningkatan penggunaan faktorfaktor produksi tersebut akan meningkatkan produksi jeruk keprok SoE baik di zona dataran tinggi, maupun zona dataran rendah. Tanda negatif untuk beberapa variabel kuadratik dan interaksi menunjukkan bahwa produksi jeruk keprok SoE menurun sejalan dengan bertambahnya penggunaan atau interaksi variabelvariabel tersebut pada proses produksi. Hasil perhitungan elastisitas produksi secara parsial (Tabel 65) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan faktor produksi seperti jumlah pohon produktif, umur tanaman produktif, kompos dan tenaga kerja akan memberikan peningkatan jumlah produksi jeruk keprok SoE. Semua faktor produksi pada daerah dataran tinggi memberikan efek yang besar (elastis) pada produksi jeruk keprok SoE, kecuali untuk jumlah pohon produktif. Pada daerah dataran rendah, efek penggunaan faktor-faktor produksi tersebut di atas adalah elastis. Pada daerah dataran tinggi, misalnya, peningkatan jumlah tanaman produktif sebesar 10% akan meningkatkan produksi JKS sebesar 8%. Jumlah tanaman produktif memberikan efek yang kecil (inelastis untuk unit analisis daerah dataran tinggi) pada produksi JKS sejak jumlah kepemilikan tanaman produktif per hektar dari petani responden masih sangat sedikit yakni 63 pohon per ha dibandingkan dengan jumlah potensialnya sebesar 278 pohon per ha.

12 268 Angka-angka tersebut merefleksikan kenyataan ekonomi usahatani JKS yang berskala kecil di daerah lahan kering di daerah penelitian ini. Jumlah elastisitas faktor-faktor produksi tersebut adalah > 1 (increasing return to scale). Hal ini mengindikasikan bahwa petani saat ini sedang meningkatkan produksinya, yang dalam jangka panjang mereka dapat menunrunkan biaya produksi per unit output dari usahatani JKS daerah lahan kering,baik untuk daerah dataran tinggi maupun daerah dataran rendah. Pada zona dataran tinggi, variabel-variabel yang nyata berpengaruh terhadap produksi batas (frontier) petani responden adalah variabel jumlah pohon produktif, kompos dan penggunaan bibit okulasi. Sedangkan variabel umur tanaman produktif dan tenaga kerja keluarga ditemukan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jeruk keprok SoE petani responden. Sedangkan pada zona dataran rendah, terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata yakni umur tanaman produktif, tenaga kerja dan penggunaan bibit okulasi. Pembahasan detail dari hal-hal tersebut adalah sebagai berikut. Jumlah Tanaman Produktif. Tanaman produktif yang dimaksudkan adalah tanaman JKS yang sudah berumur 5 tahun. Hasil pendugaan seperti tercantum pada Tabel 65 menunjukkan bahwa elastisitas produksi batas (frontier) dari variabel ini ditemukan berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi JKS pada daerah dataran tinggi. Jumlah tanaman produktif merupakan faktor produksi penting di dalam peningkatan produksi jeruk keprok SoE. Respon produksi terhadap tanaman produktif pada daerah dataran tinggi adalah positif, namun inelastik (nilai elastisitas 0.9). Petani masih rasional jika mempunyai keinginan untuk menambah jumlah pohon produktif. Hal ini bisa dibenarkan sejak jumlah

13 269 kepemilikan tanaman produktif petani sampel per hektarnya masih dibawah jumlah tanaman yang dianjurkan pada standard operational procedure (SOP) jeruk keprok SoE (Dinas Pertanian, 2010b). Tren yang berbeda terjadi pada daerah dataran rendah (nilai elasttisitas sebesar 1.2). Namun, pengaruh jumlah pohon produktif pada daerah dataran rendah adalah positif dan tidak nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan pohon produktif tidak memberikan variasi pada produksi jeruk keprok SoE. Jadi JPP dianggap konstan. Petani belum mengusahakan JKS secara besar-besaran karena adanya keterbatasan sumberdaya ekonomi (modal dan tenaga kerja terampil) dan lingkungan fisik. JKS di daerah ini diusahakan pada lahan yang sempit (44 pohon per ha per petani) dan kritis sehingga produktivitasnya sangat rendah yakni 4 kg per pohon. Pengaruh faktor eksternal terutama iklim yang ekstrim kering di dataran rendah ini cukup besar (30%) terhadap variasi produksi JKS. Walaupun JPP tidak memberikan efek yang berarti pada produksi, petani tetap mengusahakan tanaman ini karena sebagai suatu aset ekonomi dan budaya (warisan, indikator umur dan prestise) yang penting. Usahatani jeruk keprok SoE di daerah penelitian ini beroperasi di lahan kering yang kritis yang sudah membutuhkan perubahan teknologi peningkatan kesuburan untuk produktivitas tanaman yang tinggi. Sistem usahatani tradisional menunjukkan fakta bahwa pada satu unit lahan terdapat variasi tanaman JKS yang tinggi (baik yang produktif maupun yang non produktif). Share tanaman produktif di daerah dataran tinggi adalah 32% dan dataran rendah sebanyak 55% dari total kepemilikan tanaman jeruk per petani responden, seperti yang sudah dibahas pada Bab V. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa kepemilikan tanaman jeruk

14 270 keprok SoE daerah penelitian pada musim produksi tahun didominasi oleh tanaman non produktif. Hal ini berarti bahwa petani masih memiliki peluang peningkatan jumlah tanaman produktif di masa datang, jika pengelolaan kebun mereka dilakukan secara baik dengan memperhatikan kesuburan lahan dan teknologi produksi lainnya. Kenyataan lain menunjukkan bahwa usahatani jeruk keprok SoE di kabupaten TTS adalah usahatani pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 30 0 (sebesar 68%) (Bappeda, 2010) terutama untuk daerah dataran tinggi, tanpa ada sentuhan teknologi konservasi seperti terasering, dan lain sebagainya. Lahan dengan kemiringan seperti itu adalah rentan terhadap erosi tanah terutama pada musim hujan pada bulan Desember-Maret. Di sisi lain, teknologi untuk meningkatkan kesuburan lahan di tingkat petani sangat sederhana, bahkan hanya membiarkan tanaman jeruk bertumbuh dan berkembang secara alamiah. Faktor kesuburan lahan ini yang telah menyebabkan jumlah kepemilikan tanaman produktif setiap petani contoh masih sangat rendah, dengan rata-rata 58 pohon (63 pohon per ha) untuk dataran tinggi dan 28 pohon (44 pohon per ha) untuk daerah dataran rendah. Jumlah kepemilikan tanaman produktif ini masih sangat rendah bila dibandingkan dengan jumah secara potensial yakni 278 pohon per hektar (Dinas Pertanian, 2010b). Umur Tanaman Produktif. Rata-rata umur tanaman produktif adalah 14.5 tahun untuk dataran tinggi dan 11.9 tahun untuk dataran rendah. Jeruk mulai berproduksi pertama sejak berumur 5 tahun dan produksinya mulai menurun setelah umur 15, 16 atau 17 tahun setelah tanam (seperti yang sudah dideskripsikan pada Bab V tulisan ini). Semakin tua suatu tanaman jeruk, maka

15 271 tingkat efisiensi semakin meningkat (berdampak positif) dan setelah mencapai umur teknis tertentu tingkat efisiensinya menurun (berdampak negatif). Informasi dari variabel ini juga akan mendorong petani apakah dia akan melakukan penanaman kembali (replanting), peremajaan atau tidak pada musim berikutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur tanaman produktif pada daerah dataran rendah berpengaruh positif dan nyata. Sedangkan pada zona pengembagan jeruk keprok SoE di daerah dataran tinggi, umur tanaman produktif berhubungan positif dan pengaruhnya tidak nyata. Semakin tua tanaman jeruk, maka produksinya semakin meningkat (positif), tetapi tidak berpengaruh nyata. Variabel ini dianggap konstan, di mana pertambahan umur tanaman tidak menyebabkan variasi produksi JKS. Pada kondisi umur tanaman produktif 14.5 tahun pada dataran tinggi produksi sudah konstan. Dengan memperhatikan kondisi produktivitas yang rendah (8.4 kg per pohon) dan konstan tersebut, mengindikasikan perlu adanya perawatan JKS yang intensif. Setelah umur 17 tahun, secara teknis dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak tanaman jeruk yang mati. Hasil analisis variabel umur kuadratik (bernilai positif) menunjukkan bahwa JKS yang dimiliki petani responden baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah masih berada pada kondisi umur teknis dan belum mencapai umur produksi maximumnya. Kunci tinggi-rendahnya produksi dalam hubungannya dengan umur tanaman adalah pemeliharaan dan kondisi nutrisi tanaman itu sendiri. Lahan kering dengan kondisi lahan yang kritis dan curah hujan yang rendah disertai dengan sistem pemeliharaan tanaman yang tradisional atau tidak intensif telah menyebabkan umur tanaman jeruk keprok pendek dan produktivitas rendah.

16 272 Jeruk keprok SoE adalah tanaman tahunan, sehingga dalam model translog, umur tanaman produktif juga dimasukkan sebagai salah satu variabel interaksi dengan variabel lainnya. Interkasi antara umur tanaman produktif dan kompos menunjukkan pengaruh positif dan nyata pada produksi jeruk keprok SoE. Interaksi antar umur tanaman produktif dan tenaga kerja adalah negatif dan berpengaruh nyata pada produksi jeruk keprok SoE pada kedua zona penelitian ini. JKS kurang diperhatikan oleh para petani responden. Semakin bertambahnya umur tanaman, sebaiknya semakin mendapat perawatan yang lebih baik dari para pengelolanya. Indikator ini menyarankan agar para petani lebih merawat tanaman mereka secara intensif terutama untuk tanaman yang semakin tua, agar produksinya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman tersebut. Faktor umur tanaman produktif merupakan input produksi JKS yang sangat penting. Hasil analisis elastisitasnya menunjukkan bahwa faktor umur tanaman produktif merupakan input produksi yang paling elastis dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya, terutama untuk daerah dataran tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi JKS masih dapat ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya umur tanaman produktif. Hal ini dapat tercapai jika penggunaan tenaga kerja dan kompos semakin intensif. Kompos. Penggunaan kompos memberikan efek yang positif dan berpengaruh nyata pada unit analisis pada daerah dataran tinggi. Peningkatan penggunaan kompos memberikan efek yang besar dan elastis pada semua unit analisis yakni 1.05 untuk daerah dataran tinggi dan 1.18 untuk daerah dataran rendah. Jumlah dan kualitas kompos yang digunakan oleh petani sangat rendah bila dibandingkan dengan standar operasional prosedur yang telah dibuat oleh

17 273 Dinas Pertanian NTT (2010b). Rata-rata penggunaan kompos petani contoh pada daerah dataran tinggi selama musim produksi tahun adalah 7.7 kg per petani atau 0.12 kg per pohon produktif. Jumlah ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah yang direkomendasikan sebesar 20 kg per pohon produktif (Departemen Pertanian, 2008c). Selain jumlah yang sedikit, kualitas kompos yang diaplikasikan juga rendah. Pada daerah dataran rendah, penggunaan kompos berhubungan positif dan tidak memberikan efek yang berarti (dianggap konstan) bagi peningkatan produksi jeruk keprok SoE. Walaupun penggunaan kompos masih berada jauh di bawah standar teknis yang direkomendasikan (hanya 0.08 kg per pohon produktif), kompos masih tetap digunakan oleh petani sebagai suatu sarana produksi JKS daerah lahan kering. Kompos yang digunakan petani adalah bahan organik yang langsung diambil dari kandang ternaknya sendiri, tanpa mengetahui dengan pasti tingkat kandungan nutrien pupuk kandang tersebut. Selain itu, petani responden juga hanya memberikan kompos pada tanaman produktif dengan kondisi buah yang kurang lebat pada tahun berjalan. Cara pemberian kompos seperti ini, dan juga kondisi kompos mentah yang diberikan pada tanaman jeruk telah menyebabkan kompos belum memberikan efek yang berarti pada tahun tersebut. Penggunaan kompos dengan jumlah sedikit itu menggambarkan kecilnya kemampuan petani untuk mendapatkan atau memproduksi dan menerapkannya pada usahatani jeruk mereka. Kompos tersedia sangat dekat dengan usahatani petani karena sebagian besar petani sudah mampu untuk memproduksinya sendiri. Kondisi ini yang mendorong petani untuk tetap menggunakan kompos di dalam

18 274 usahatani mereka. Kearifan lokal yang turun-temurun, ditambah dengan banyaknya lembaga swadaya masyarakat yang memberikan pelatihan pembuatan pupuk organik untuk petani, telah menyadarkan petani akan pentingnya penggunaan pupuk organik pada usahatani daerah lahan kering dan kritis sebagai sumber unsur hara dan kelembaban tanah. Selain itu, hasil analisis interaksi kompos dengan jumlah dan umur tanaman produktif adalah positif. Hal ini juga mengindikasikan bahwa kompos merupakan faktor penting untuk peningkatan produksi jeruk keprok SoE. Perlu disadari bahwa usahatani jeruk keprok SoE adalah usahatani di daerah lahan kering dengan sistem tradisional tanpa menggunakan zat-zat kimia untuk membantu pertumbuhan tanaman jeruk petani. Sandaran utama peningkatan produktivitas jeruk mereka adalah kesuburan tanah secara alamiah dan penggunaan kompos. Pupuk organik ini dapat dijadikan andalan sejak usahatani jeruk dilakukan pada daerah berbukit dengan kondisi lahan yang kritis, di mana tingkat kesuburannya rendah. Akibatnya, tingkat produktivitas usahatani jeruk masih sangat rendah. Upaya perbaikan produktivitas lahan usahatani jeruk keprok SoE merupakan prioritas pertama di dalam upaya peningkatan efisiensi teknis produksi. Petani jeruk keprok SoE membutuhkan sentuhan teknologi intensifikasi usahatani lahan kering yang sudah pada ambang kritis itu. Hal itu, misalnya dapat dilakukan dengan pembuatan terasering lahan, penggunaan kompos berkualitas, bibit berlabel biru, pengairan yang memadai, pemberantasan OPT yang berkelanjutan, dan perbaikan keterampilan dan pengetahuan (kemampuan manajerial) petani jeruk terutama bagi orang-orang muda.

19 275 Tenaga kerja. Pada zona dataran rendah, faktor produksi ini berhubungan positif, elastis dan berpengaruh nyata pada α = 10% terhadap produksi jeruk keprok SoE. Pada daerah dataran tinggi, penggunaan tenaga kerja keluarga berhubungan positif, elastis dan berpengaruh tidak nyata dengan produksi jeruk keprok SoE. Dengan demikian, variabel tenaga kerja dianggap konstan atau tidak menyebabkan adanya variasi pada produksi. Efek tenaga kerja terhadap produski masih belum nyata diduga disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja yang kurang profesional dengan tingkat pendidikan yang rendah (Sekolah Dasar) dan jumlah penggunaannya masih sedikit. Tenaga kerja keluarga belum serius mengelola jeruk keprok SoE. Mereka hanya menekuni usahatani jeruk keprok SoE pada skala operasi yang kecil (< 1 ha). Ini berarti bahwa terdapat kapasitas tenaga kerja yang masih belum didayagunakan (idle capacity), sebagai akibat ketiadaan investasi dan permodalan petani. Tenaga kerja lebih tertarik pada sumber pendapatan lain di luar usahatani jeruk. Akibatnya, usahatani jeruk tidak terawat. Sedangkan pendapatan dari luar usahatani jeruk itu tidak digunakan untuk menyewa tenaga kerja yang seharusnya lebih profesional untuk pemeliharaan tanaman jeruk keprok SoE. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk kegiatan pemeliharaan tanaman produktif di dalam usahatani jeruk keprok SoE masih sangat kecil yakni hanya HOK di daerah dataran tinggi dan 8.59 HOK untuk daerah dataran rendah per musim produksi tahun Jumlah ini masih sangat rendah (90% lebih rendah) bila dibandingkan dengan standar penggunaan tenaga kerja sebesar 100 HOK untuk tanaman jeruk yang sudah berproduksi (Milla et al., 2002). Alokasi penggunaan tenaga kerja yang sedikit ini dapat dijadikan indikator bahwa

20 276 usahatani jeruk keprok SoE merupakan usahatani sampingan bagi petani jeruk pada proses produksi tahun Kenyataan menunjukkan bahwa kebun jeruk petani yang tidak terawat dengan baik, bukan dikarenakan oleh ketiadaan tenaga kerja, namun lebih disebabkan oleh alokasi tenaga kerja keluarga petani ke sumber-sumber pendapatan lain di luar usahatani jeruk. Keanekaragaman kegiatan usaha rumahtangga petani jeruk seperti kegiatan usahatani jagung, ternak dan ubi-ubian telah menyebabkan sedikitnya perhatian petani pada usahatani jeruk keprok SoE. Selain itu, petani tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga yang lebih profesional di dalam pengelolaan usahatani jeruk mereka. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan pembiayaan petani terhadap input produksi ini, sebagai akibat rendahnya penerimaan dari usahatani jeruk keprok SoE. Penggunaan bibit okulasi. Efek penggunaan bibit okulasi terhadap produksi jeruk keprok SoE adalah positif dan nyata pada α = 5% untk daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Bibit okulasi yang digunakan petani tidak berlabel biru (100%). Penggunaan bibit yang tidak berlabel tidak memberikan jaminan tanaman yang sehat dan berproduksi tinggi. Bibit yang digunakan petani untuk tanaman jeruk keprok yang sudah berproduksi sampai dengan tahun lebih banyak (65%) adalah produksi sendiri dan dari para penangkar lokal yang tidak bersertifikat sebagai penangkar. Pasokan bibit dari Pemerintah sangat sedikit, tidak mampu memenuhi kebutuhan petani jeruk setiap tahun. Di pihak lain, 95% petani responden tidak mengetahui bagaimana cara untuk menghasilkan bibit vegetatif (mencangkok, menempel, menyambung) yang berkualitas baik. Petani responden pada umumnya (97%) tidak mengetahui penentuan bibit yang

21 277 baik atau bibit berkualitas (terutama dalam hal ukuran bibit, sumber batang bawah, batang atas dan umur bibit yang siap tanam). Pelatihan pembuatan bibit vegetatif berkualitas baik sangat perlu untuk segera dilakukan di dalam upaya peningkatan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE tersebut. Hasil wawancara dengan petani responden menunjukkan bahwa sumber bibit produksi petani sendiri bersumber dari pohon yang tumbuh di kebun mereka sendiri yang bukan merupakan pohon induk yang sehat (belum terdeterminasi oleh Dinas yang berwenang seperti Balai Sertifikasi Benih baik Kabupaten maupun Provinsi). Selain itu, pohon sebagai sumber benih (yang sudah dideterminasi) juga masih tetap berproduksi. Hal ini dibiarkan oleh petani, karena pohon tersebut merupakan sumber produksi pada tahun berjalan. Idealnya, pohon jeruk yang merupkan sumber benih vegetatif, selama menjadi pohon induk tidak boleh berproduksi agar lebih sehat dan kuat. Lima tahun terakhir ( ) upaya Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi didukung juga oleh Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat baik lokal maupun internasional adalah memperluas areal tanam (jumlah pohon jeruk keprok yang dimiliki petani) sebagai uapaya mengatasi terancam punahnya jeruk keprok SoE yang tingkat kematiannya dari tahun ke tahun terus meningkat (selama periode tersebut di atas). Pemberian anakan jeruk kepada petani adalah dalam bentuk hibah. Salah satu dampak dari kebijakan ini adalah jumlah kepemilikan tanaman jeruk keprok SoE yang belum menghasilkan pada tingkat petani sampel lebih banyak (65%) dibandingkan dengan tanaman yang sudah berproduksi (35%) (seperti yang sudah dibahas pada Bab V disertasi ini). Namun, metode penanaman jeruk petani juga tidak memenuhi standar teknis budidaya.

22 Analisis Fungsi Produksi Stokastik Frontier Antar Ukuran Usahatani pada Daerah Dataran Tinggi di Kabupaten Timor Tengah Selatan Ringkasan statistik data yang digunakan di dalam fungsi produksi stokastik frontier antar ukuran usahatani adalah seperti tercantum pada Tabel 66. Tabel 66. Ringkasan Statistik dari Variabel-Variabel yang Digunakan di dalam Model Stokastik Frontier Produksi Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan: Antar Ukuran Usahatani Variabel Faktor Produksi: Ukuran < 1 Ha Ukuran Usahatani Ukuran 1 Ha Mean Max Min Mean Max Min Produksi (kg) Jumlah pohon produktif (pohon) Umur tanaman produktif (tahun) kompos (kg) Tenaga kerja (HOK) Bibit (dummy) Faktor Inefisiensi: Penidikan (tahun) Pengalaman (tahun) KPPL ( kali) Umur Petani (tahun) SPL (dummy) MP (dummy) KKT (dummy) Sumber: Data Primer, 2010 (diolah). Keterangan: KPPL: kontak dengan petugas pertania lapangan;spl: sumber pendapatan lain selain dari usahatani JKS; MP: metode penjualan; KKT: keanggotaan kelompok tani Perlu diketahui bahwa jumlah kompos dan tenaga kerja keluarga yang tercantum pada tabel tersebut adalah jumlah input-input yang digunakan hanya untuk tanaman produktif selama musim produksi Sedangkan bibit (dummy) adalah jenis bibit okulasi yang digunakan petani untuk kondisi tanaman

23 279 jeruk yang masih berproduksi pada tahun Hasil estimasi parameter fungsi produksi stokastik frontier bentuk fungsi translog antar ukuran usahatani di zona dataran tinggi adalah seperti tercantum pada Tabel 67. Tabel 67. Estimasi Parameter dan t Rasio dari Model Fungsi Produksi Stokastik Frontier dengan Menggunakan MLE Variabel Para Ukuran < 1 Ha Ukuran 1 Ha meter Estimasi t-rasio Estimasi t-rasio Model Stochastic Frontier: Intersep β *** *** JPP β *** *** UTP β *** *** Kompos β *** *** Tenaga kerja β *** *** 2 0.5* JPP β *** *** 2 0.5*UTP β *** *** 2 0.5*Kompos β *** *** 2 0.5*Tenaga kerja β *** *** JPP *UTP β *** *** JPP *Kompos β *** *** JPP *Tenaga kerja β *** *** UTP*Kompos β *** *** UTP*Tenaga Kerja β *** *** Kompos*Tenaga kerja β *** *** Bibit (dummy) β *** *** Elastisitas Produksi Parsial: JPP UTP Kompos Tenaga kerja Return to Scale: Parameter Varians: 2 σ *** *** γ *** *** Log-Likelihood LR 21.82* 39.05* Responden (orang) Luas Lahan JKS (ha) Sumber: Data Primer, 2010 (diolah); Lampiran 14 dan 15. Keterangan: *: nyata pada α = 5%; **: nyata pada α = 10%; ***: nyata pada α = 15%; JPP: Jumlah pohon produktif ; UTP:Umur tanaman produktif

24 280 Perlu dicatat bahwa semua responden penelitian di zona dataran rendah memiliki luas lahan usahatani jeruk keprok SoE kurang dari 1 ha. Dengan kondisi tersebut, maka zona dataran rendah tidak dimasukkan di dalam analisis antar ukuran usahatani (seperti yang dilakukan pada zona dataran tinggi). Ukuran usahatani menentukan efisiensi (Bizimana dan Ferrer, 2004). Ukuran usahatani sebesar satu ha dijadikan patokan dengan pertimbangan bahwa kebun jeruk keprok yang didaftar untuk diregistrasi dan yang berhak mendapatkan sertifikasi kebun dari Pemerintah (Pusat atau Daerah) adalah kebun jeruk yang berukuran minimal 1 ha (pers.com dengan staf Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2010). Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan ukuran usahatani yang mana yang memberikan nilai efisiensi teknis yang lebih tinggi, pada basis penggunaan teknologi produksi yang sudah dipraktekkan oleh petani contoh di daerah penelitian. Di zona dataran tinggi, dengan rata-rata ukuran usahatani sebesar 0.76 ha per petani (pada ukuran usahatani lebih kecil dari 1 ha) terdapat gangguan inefisiensi yang sangat signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya nilai gamma yang sangat besar (0.99) dengan nilai rasio generalized-likelihood (LR) dari fungsi produksi stokastik frontier lebih besar dari nilai tabel distribusi χ 2 Chi Square. Nilai rasio secara statistik nyata pada α = 5% untuk semua basis analisis, baik pada ukuran usahatani kecil maupun luas. Artinya, semua fungsi produksi stokastik frontier untuk daerah penelitian tersebut dapat menerangkan keberadaan efisiensi dan inefisiensi teknis petani di dalam proses produksi jeruk keprok SoE di daerah dataran tinggi di kabupaten Timor Tengah Selatan. Dengan kata lain, inefisiensi merupakan masalah utama di dalam usahatani jeruk keprok.

25 281 Tanda dan besaran dari parameter yang diestimasi dari fungsi produksi stokastik frontier pada model fungsi translog adalah sesuai dengan yang diharapkan. Nilai koefisien estimasi dari semua variabel adalah positif. Koefisien yang bernilai positif menunjukkan adanya hubungan yang positif antara faktorfaktor produksi teknis tersebut dengan jumlah produksi jeruk keprok SoE di daerah penelitian. Peningkatan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut akan meningkatkan produksi jeruk keprok SoE pada berbagai ukuran usahatani. Dari Tabel 67, untuk ukuran usahatani yang lebih kecil dari satu hektar diketahui bahwa variabel-variabel yang nyata berpengaruh terhadap produksi batas (frontier) petani responden adalah variabel jumlah pohon produktif, kompos, tenaga kerja keluarga dan penggunaan bibit okulasi. Sedangkan variabel umur tanaman produktif ditemukan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jeruk petani responden. Sedangkan untuk ukuran usahatani yang 1 ha, semua variabel berpengaruh nyata pada produksi jeruk keprok SoE, kecuali tenaga kerja. Pengaruh jumlah pohon produktif terhadap produksi JKS adalah positif, elastis dan nyata. Peningkatan jumlah pohon produktif akan memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi kepada petani pengelola kebun jeruk keprok tersebut. Estimasi elastisitas produksi (parameter dugaan pada fungsi produksi stokastik frontier model fungsi translog tersebut) menunjukkan bahwa pada ukursan usahatani 1 ha, pengaruh dari umur tanaman produktif lebih besar (elastis) dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya. Peningkatan umur tanaman produktif sebesar 10% akan memberikan peningkatan produksi jeruk keprok sebesar 16.4% untuk ukuran usahatani yang lebih luas. Hal ini mengindikasikan bahwa petani sangat diharapkan untuk tetap meningkatkan

26 282 perawatan tanaman produktif jeruk pada usahatani mereka agar umur ekonomis tanaman tetap bertambah sejalan dengan pertambahan umur tanaman tersebut. Dari data diketahui bahwa tanaman produktif milik petani responden masih pada kondisi umur teknis yang produktif yakni 14 tahun. Hasil analisis fungsi kuadrat umur menunjukkan bahwa tanaman jeruk keprok SoE pada daerah dataran tinggi pada kedua ukuran usahatani itu berpengaruh positif dan nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman JKS yang dimiliki petani belum saatnya diremajakan karena belum mencapai umur teknis dan produksi maksimum.yang dibutuhkan petani adalah perawatan tanaman produktif yang intensif agar lebih produktif dan efisien. Kurangnya perawatan tanaman produktif dapat diketahui dari interaksi umur tanaman produktif dengan tenaga kerja (petani) yang berpengaruh negatif dan nyata pada produksi JKS. Hasil perhitungan elastisitas parsial produksi tersebut juga menunjukkan bahwa kompos dan tenaga kerja memberikan efek yang besar (elastis) terhadap produksi JKS. Kenyataan menunjukkan bahwa usahatani jeruk keprok daerah lahan kering di Timor Barat masih merupakan usahatani organik, maka peningkatan jumlah dan kualitas kompos adalah hal yang sangat penting. Pertanian organik merupakan salah satu cara menghadapi tekanan globalisasi (di bidang hortikultura), yang lebih mementingkan produktivitas yang tinggi dengan teknologi modern (benih transgenik, pupuk kimia, obat hama) yang semuanya hasil rekayasa kimia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia; tanpa memperhatikan kondisi agroekologi setempat dan keberlanjutan pertanian itu sendiri (Winangun, 2005). Namun, tuntutan ini sulit untuk dipenuhi petani kecil dan tradisional yang memiliki masalah modal usaha.

27 283 Tenaga kerja hanya memberikan efek yang berarti dan paling elastis pada usahatani kecil. Perlu diingat bahwa tingkat pendidikan petani JKS yang rata-rata Sekolah Dasar dan kemampuan investasi petani yang rendah telah menyebabkan petani hanya mampu mengelola usahatani kecil lebih baik dibandingkan dengan usahatani yang lebih besar. Tenaga kerja upahan yang seharusnya lebih profesional tidak digunakan petani responden karena kekurangan biaya usahatani. Hal ini diduga telah menghasilkan analisis pengaruh tenaga kerja keluarga yang tidak nyata pada produksi JKS untuk ukuran usahatani 1 ha. Jumlah elastisitas faktor-faktor produksi JKS pada kedua ukuran usahatani di daerah dataran tinggi adalah > 1 (increasing return to scale). Hal ini mengindikasikan bahwa petani saat ini sedang meningkatkan produksinya, yang dalam jangka panjang mereka dapat menunrunkan biaya produksi per unit output dari usahatani JKS daerah lahan kering pada dataran tinggi. Petani masih sangat rasional jika mempunyai keinginan untuk menambah jumah penggunaan faktorfaktor produksi yang sudah ada pada usahatani jeruk keprok SoE mereka. Pada usahatani dengan ukuran kecil (< 1 ha) dan besar ( 1 ha), respons produksi terhadap semua faktor produksi yang digunakan adalah elastis. Faktorfaktor produksi tersebut merupakan faktor-faktor produksi yang penting untuk diperhatikan pada usahatani kecil dan tradisional, terutama tenaga kerja. Hasil ini sangat sesuai dengan hasil penelitian Wollni (2007), Dhehibi et al. (2007) dan Binswanger dan Sillers (1983). Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja merupakan faktor produksi utama (padat karya) di dalam usahatani kecil; sedangkan usahatani besar membutuhkan modal yang lebih besar (padat modal) dibandingkan dengan tenaga kerja.

28 284 Selain itu, pada usahatani kecil (kurang dari 1 ha) sebaiknya kegiatan usahatani lebih difokuskan untuk meningkatkan penggunaan tenaga kerja keluarga agar pengelolaan kebun jeruk semakin intensif dan menarik minat petani. Pengelolaan kebun jeruk secara intensif mungkin dapat meningkatkan nilai ekonomi jeruk pada ukuran usahatani kecil, sehingga semakin menarik minat petani untuk secara serius memperhatikan dan memelihara tanaman jeruk keprok SoE di masa datang. Dengan strategi ini, petani dapat mengalokasikan tenaga kerja keluarga yang lebih banyak di dalam pemeliharaan tanaman jeruk mereka Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan fungsi produksi stokastik frontier model fungsi translog melalui pendekatan dari sisi input. Sebaran efisiensi teknis hasil estimasi MLE dari model yang digunakan ditampilkan pada Tabel 68. Hasil penelitian terdahulu (Kumbakar, 2001; Bakhsh, 2006; Ball, 1985; Boshrabadi et al., 2006; Dhehibi et al., 2007a dan 2007b; Lambarraa, 2007; Vedenov et al., 2007; Wollni, 2007) menunjukkan bahwa nilai indeks efisiensi hasil analisis dikategorikan cukup efisien jika lebih besar dari Dengan menelusuri sebaran nilai efisiensi teknis per individu petani responden, ditemukan bahwa pada dataran tinggi terdapat 50% dari total petani responden yang sudah efisien atau secara konsisten telah mencapai tingkat efisiensi lebih besar dari 70%; dengan rentangan minimum 0.21 hingga Sedangkan jumlah responden petani yang nilai efisiensinya berada di bawah 0.70 adalah sebanyak 50% juga. Di

29 285 sini terlihat bahwa separuh dari jumlah petani jeruk keprpk SoE menderita permasalahan inefisiensi teknis di dalam produksi jeruk keproknya. Tabel 68. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden Berdasarkan Zona Efisiensi Teknis (%) Datarn Tinggi Dataran Rendah Jumlah % Jumlah % ET < ET < ET < ET < ET < ET < ET < ET ET > Mean efficiency Min Max % Petani yang efisien ( > 70%) Sumber: Data Primer, 2010 (diolah). Bila dibandingkan antar zona, maka jumlah petani yang cukup efisien di daerah dataran tinggi lebih banyak (50%) bila dibandingkan dengan daerah dataran rendah (32.2%). Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar (68%) para petani jeruk di daerah dataran rendah menderita permasalahan inefisiensi di dalam berusahatani jeruk keprok mereka. Hanya 5% petani di daerah dataran tinggi yang memiliki nilai efisiensi teknis 90%. Petani di daerah dataran rendah belum ada (0%) yang memiliki tingkat efisiensi teknis 90%. Rentangan nilai efisiensi teknis petani jeruk keprok SoE di daerah dataran tinggi 0.21 hingga 0.95; dengan nilai rata-rata sebesar Sedangkan nilai rata-rata efisiensi teknis untuk zona dataran rendah adalah 0.61 dengan nilai terendah 0.27 dan nilai tertinggi 0.89 (Gambar 44). Hal ini menyarankan bahwa

30 286 baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah masih terdapat peluang yang besar (> 40%) untuk meningkatkan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE dengan menggunakan teknologi dan sumberdaya yang sudah ada. Petani responden masih memilikki kesempatan untuk memperoleh hasil potensial yang lebih tinggi hingga mencapai hasil maksimal seperti yang diperoleh petani paling efisien secara teknis. Dalam jangka pendek, petani JKS di daerah penelitian berpeluang untuk meningkatkan produksi dengan menerapkan keterampilan dan teknik budidaya yang digunakan oleh petani yang paling efisien. Mean Efisiensi 0.92 Luas (Ha) Mean Efiisiensi (%) 1,00 0,80 0,60 0,40 0, ,00 Dataran Tinggi Dataran Rendah Zona Sumber: Tabel 68. Gambar 44. Rata-Rata Luas Usahatani dan Mean Efisiensi Antar Zona Pengembangan Usahatani Jeruk Keprok SoE. Sebaran efisiensi teknis berdasarkan pada zona dataran tinggi dan dataran rendah pengembangan usahatani JKS di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 45 berikut ini. Dari Gambar diketahui bahwa jumlah petani di zona dataran tinggi yang sudah menjalankan usahatani JKS secara efisien (dengan tingkat efisiensi lebih besar dari 70%) lebih banyak dibandingkan dengan zona dataran rendah. Perbedaan ini erat kaitannya dengan perbedaan penggunaan

31 287 faktor-faktor produksi, inefisiensi (kemampuan manajerial petani), idle capacity dan kondisi lingkungan fisik dan non fisik (kebijakan) pada kedua daerah tersebut. 25,0 Dataran Tinggi Dataran Rendah % Jumlah Responden 20,0 15,0 10,0 5,0 0, ET < ET < ET < ET < ET < ET < ET < ET 90 ET > 90 Sebaran Nilai Efisiensi Teknis Sumber: Tabel 68. Gambar 45. Sebaran Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Pada Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Dataran Rendah Perbandingan nilai rata-rata efisiensi teknis antar ukuran usahatani di daerah penelitian tercantum pada Tabel 69. Dengan menelusuri sebaran nilai efisiensi teknis per individu petani responden antar ukuran usahatani (Tabel 69, Gambar 46), ditemukan bahwa jumlah petani yang cukup efisien (dengan nilai rata-rata efisiensi > 70%) di zona dataran tinggi dengan ukuran usahatani 1 ha adalah lebih banyak (43%) bila dibandingkan dengan ukuran usahatani jeruk keprok yang lebih kecil dari satu ha (4%). Hal ini mengindikasikan bahwa gangguan inefisiensi pada usahatani JKS yang lebih luas lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran usahatani jeruk keprok SoE yang lebih kecil. Hal ini juga dapat dilihat pada nilai gamma seperti yang sudah dibahas pada sub bagian sebelumnya.

32 288 Tabel 69. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Contoh Berdasarkan Ukuran Usahatani Pada Daerah Dataran Tinggi Efisiensi Teknis (%) Dataran Tinggi < 1 Ha 1 Ha Jumlah % Jumlah % ET < ET < ET < ET < ET < ET < ET < ET ET > Mean efficiency Min Max % Petani yang efisien ( > 70%) Sumber: Data Perimer, 2010 (diolah). 25,00 ukuran Usahatani < 1 Ha ,00 Ukuran Usahatani > = 1 Ha % Jumlah Responden 15,00 10,00 5,00 0, ET < ET < ET < ET < ET < ET < ET < ET ET > 90 Sebaran Nilai Efisiensi Teknis Sumber: Tabel 69. Gambar 46. Sebaran Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Antar Ukuran Usahatani di Daerah Dataran Tinggi

33 289 Perbandingan antar ukuran usahatani menunjukkan bahwa hampir seluruh (96%) petani dengan ukuran usahatani kecil (< 1 ha) menderita permasalahan inefisiensi di dalam usahatani jeruk keprok SoE mereka. Tabel 69 tersebut juga membuktikan bahwa hanya 2.2% petani jeruk beroperasi di atas tingkat efisiensi 90% pada ukuran usahatani kecil sementara 11% untuk ukuran usahatani yang lebih besar ( 1 ha). Tabel 69 dan Gambar 47 menunjukkan bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis untuk ukuran usahatani 1 ha di zona dataran tinggi lebih besar (0.75) bila dibandingkan dengan ukuran usahatani yang lebih kecil dari satu hektar (0.46). Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas ukuran usahatani jeruk keprok SoE, maka tingkat efisiensinya semakin tinggi. Dengan demikian diharapkan bahwa petani dapat mampu meningkatkan ukuran usahataninya menjadi minimal satu ha per petani jeruk keprok SoE. Mean Efisiensi (%) dan Luas (Ha) 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Mean Efisiensi Luas (Ha) < 1 Ha 1 Ha 1.19 Ukuran Usahatani Sumber: Tabel 69. Gambar 47. Rata-Rata Luas Usahatani dan Mean Efisiensi Antar Ukuran Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan kecamatan Cigombong ini dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Saung Mirwan. Pemilihan PT Saung Mirwan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.. Penentuan Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Asembagus dan Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. Pemilihan kecamatan dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sukasari Kaler yang berada di wilayah Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani caisim ini dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VI ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 6.1.1 Pengujian Asumsi Klasik Regresi Linier Syarat model regresi linier (fungsi produksi) dikatakan baik jika

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI SAWI (Brassica juncea L) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI SAWI (Brassica juncea L) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU 1 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI SAWI (Brassica juncea L) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU Moh. Ramly (1) ; Mohammad Shoimus Sholeh (2) Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI 77 VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI Produksi garam memberikan peluang usaha yang cocok sebagai usaha subsisten pada petambak di Kabupaten Indramayu. Usaha yang sudah turun temurun warisan dari petambak dulu

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS FAKTOR PRODUKSI PADI (Oryza sativa) ORGANIK DI DESA SUMBER PASIR, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MALANG

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS FAKTOR PRODUKSI PADI (Oryza sativa) ORGANIK DI DESA SUMBER PASIR, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MALANG AGRISE Volume XII No. 3 Bulan Agustus 2012 ISSN: 1412-1425 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS FAKTOR PRODUKSI PADI (Oryza sativa) ORGANIK DI DESA SUMBER PASIR, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MALANG (ANALYSIS OF TECHNICAL

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG ABSTRAK

FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG ABSTRAK FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG Renie Oelviani 1, Indah Susilowati 2,3, Bambang Suryanto 3 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante )

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante ) KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante ) I. Gunarto, B. de Rosari dan Joko Triastono BPTP NTT ABSTRAK Hasil penelitian menunjukan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... ii iii iv v vii

Lebih terperinci

ESTIMASI EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) PADA LAHAN SAWAH

ESTIMASI EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) PADA LAHAN SAWAH ESTIMASI EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) PADA LAHAN SAWAH Oleh HENDAR NURYAMAN Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya e-mail: hendarnuryaman@unsil.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut secara tidak langsung dapat. yang disusun berdasarkan status kepemilikan lahan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut secara tidak langsung dapat. yang disusun berdasarkan status kepemilikan lahan. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Pada penelitian ini, karakteristik petani yang menjadi responden yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman bertani organik dan status kepemilikan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH 56 Intan Alkamalia 1, Mawardati 2, dan Setia Budi 2 email: kamallia91@gmail.com ABSTRAK Perkebunan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah Salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam usahatani bawang merah adalah bibit. Penggunaan bibit atau varietas unggul akan mampu memberikan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai . II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang analisis produksi sehingga akan sangat membantu dalam mencermati masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Anorganik Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1 Oleh : AHMAD ZAINUDDIN DAFTAR ISI 2 APA ITU FRONTIER DAN DEA? KONSEP EFISIENSI KONSEP PENGUKURAN EFISIENSI PENDEKATAN PENGUKURAN EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU 30 ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU (Manihot esculenta) DI DESA PUNGGELAN KECAMATAN PUNGGELAN KABUPATEN BANJARNEGARA Supriyatno 1), Pujiharto 2), dan Sulistyani

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Efisiensi. Dalam memproduksi beras petani memerlukan faktor produksi, faktor

II.TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Efisiensi. Dalam memproduksi beras petani memerlukan faktor produksi, faktor 8 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Efisiensi Dalam memproduksi beras petani memerlukan faktor produksi, faktor produksi sering dikenal dengan input. Proses produksi merupakan proses perubahan input

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Kata kunci: Tanaman kakao, Produktifitas dan fungsi produksi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Kata kunci: Tanaman kakao, Produktifitas dan fungsi produksi Volume 17, Nomor 2, Hal. 01-08 Januari Juni 2015 ISSN:0852-8349 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI Ardhiyan Saputra Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Teori yang digunakan untuk mengurai perumusan masalah pendapatan petani jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai berikut

Lebih terperinci

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG Desy Cahyaning Utami* *Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Imail: d2.decy@gmail.com ABSTRAK Komoditas jagung (Zea mays)

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 103 VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Pemilihan Model Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa model fungsi produksi yang digunakan adalah model stocastic frontier Cobb-Douglas.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Produktivitas Setiap aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena ada keterbatasan dalam memprediksi hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kejadian yang memiliki

Lebih terperinci

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit 41 PEMBAHASAN Penurunan produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor tanaman, dan teknik budidaya tanaman. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum yang dapat dicapai dengan sekelompok input tertentu dan teknologi yang dianggap tetap.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 37 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. Beberapa pertimbangan bahwa Kabupaten Indramayu dijadikan tempat penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Lokasi Penelitian Desa Tlogoweru terletak di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah Desa sebagai berikut Batas

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT DENGAN POLA INTENSIF DAN NON INTENSIF DI DESA BUKIT HARAPAN KECAMATAN MERSAM

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT DENGAN POLA INTENSIF DAN NON INTENSIF DI DESA BUKIT HARAPAN KECAMATAN MERSAM ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT DENGAN POLA INTENSIF DAN NON INTENSIF DI DESA BUKIT HARAPAN KECAMATAN MERSAM TRIONO HERMANSYAH NPM. 0710 4830 0671 ABSTRAK Berbedanya kemampuan petani

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk dalam golongan Gramineae yang memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Produksi padi Produksi padi merupakan salah satu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan penanaman bibit padi dan perawatan serta pemupukan secara teratur

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BIAYA DAN KEUNTUNGAN PADA USAHATANI JAGUNG (Zea mays) DI DESA KRAMAT, KECAMATAN BANGKALAN, KABUPATEN BANGKALAN, MADURA

ANALISIS EFISIENSI BIAYA DAN KEUNTUNGAN PADA USAHATANI JAGUNG (Zea mays) DI DESA KRAMAT, KECAMATAN BANGKALAN, KABUPATEN BANGKALAN, MADURA AGRISE Volume XII No. 3 Bulan Agustus ISSN: 4-45 ANALISIS EFISIENSI BIAYA DAN KEUNTUNGAN PADA USAHATANI JAGUNG (Zea mays) DI DESA KRAMAT, KECAMATAN BANGKALAN, KABUPATEN BANGKALAN, MADURA (ANALYSIS OF COST

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dari survey rumah tangga petani dalam penelitian Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO HARGA

VI ANALISIS RISIKO HARGA VI ANALISIS RISIKO HARGA 6.1 Analisis Risiko Harga Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan tanaman hortikultura

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produktivitas Tebu Nasional Produktivitas tanaman tebu di tingkat nasional berkisar dari 60

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci