II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok"

Transkripsi

1 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok Menurut (Pujawan 2005) rantai pasok adalah jaringan perusahaanperusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir dimana perusahaanperusahaan tersebut termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel seta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. (Chopra and Meindl 2007) mendefinisikan rantai pasok sebagai keterlibatan fungsi keseluruhan bagian didalam jaringan pasokan baik pabrik, suppliers, perusahaan jasa pengiriman, pergudangan, retail, bahkan konsumen seta dalam memenuhi permintaan pelanggan baik secara langsung maupun tidak langsung. Istilah manajemen rantai pasok pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun Kalau pada rantai pasok adalah jaringan fisiknya maka, manajemen rantai pasok adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Manajemen rantai pasok dipopulerkan sebagai pendekatan manajemen persediaan yang ditekankan pada pasokan bahan baku. Isu ini terus berkembang sebagai kebijakan strategis perusahaan yang menyadari bahwa keunggulan bersaing perlu didukung oleh manajemen aliran barang dari pemasok hingga pengguna akhir yang baik. Menurut The Council of Supply Chain Management Professionals (CSCMP) manajemen rantai pasok adalah perencanaan dan pengelolaan semua kegiatan yang terlibat dalam sumber dan pengadaan, konversi, dan semua kegiatan manajemen logistik yang mencakup koordinasi dan kolaborasi dengan mitra penyalur, yang dapat berupa pemasok, perantara, penyedia layanan pihak ketiga, dan pelanggan, Dengan tujuan mengintegrasikan manajemen penawaran dan permintaan didalam dan antar perusahaan. Menurut Vorst (2004) manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi seluruh proses dan atktifitas bisnis untuk menghantarkan nilai keutamaan produk ke tangan konsumen sebagai keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan kepuasan para pihak yang berkepentingan dalam system rantai pasok. Beberapa tahun belakangan, perusahaan tidak hanya memfokuskan perhatian kepada bagaimana mengelola rantai pasok tetapi juga bagaimana

2 10 mengatasi ganguan yang terjadi di sepanjang jaringan rantai pasok untuk menjaga keberlasungan jaringan rantai pasok itu sendiri. Gangguan-gangguan inilah yang menyebabkan timbulnya resiko di sepanjang aliran nilai jaringan rantai pasok. Sehingga pendekatan manajemen rantai pasok lebih difokuskan kepada bagaimana mengelola resiko yang timbul di sepanjang jaringan rantai pasok. Dalam literatur, istilah resiko didefinisikan sebagai suatu ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian (Christopher and H 2004). Resiko adalah ketidakpastian dari kejadian yang akan datang (Olsson 2002) resiko berarti kemunculan kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak baik (Borge 2011). Resiko adalah ancaman yang terjadi secara internal ataupun eksternal yang akan berpengaruh merugikan kemampuan untuk mencapai sasaran dan menimbulkan dampak pada nilai capaian. Kemungkinan bahwa sesuatu yang tidak baik akan terjadi atau sesuatu yang jelek yang akan terjadi (Shimell 2002). Resiko adalah setiap sumber kejadian secara random yang bisa mempunyai dampak berlawanan terhadap nilai pertanggungjawaban asset bersih suatu perusahaan pada pendapatan dan atau arus kasnya. Resiko adalah tingkat ketidakpastian dimana melibatkan beberapa kemungkinan diantaranya kerugian, bencana atau hasil yang tidak dinginkan lainnya (Hubbard 2009). Dalam teori statistik resiko dimodelkan dalam nilai kemungkinan dari beberapa hasil yang dilihat sebagai bentuk yang tidak diinginkan (Dantzig, 2001). Resiko bisa juga diartikan sebagai akumulasi dari resiko yang timbul dari beberapa kejadian sehingga resiko bisa diformulasikan dalam bentuk : kejadian ker Risiko peluang kejadian x harapan ugian...(1) Menurut Norrman dan Lindroth (2004) resiko adalah peluang suatu kejadian terhadap dampak tingkat keparahan terhadap bisnis. Saat ini menurut March dan Saphira resiko tidak hanya diartikan sebagai deviasi negatif tetap tetapi bisa diartikan sebagai peluang dan kesempatan. Dalam perspektif yang berbeda, risiko pada masa sekarang dipandang sebagai peluang dalam meningkatkan profit dan kompetitif perusahaan di masa yang akan datang. Variabel tidak terduga dan dampak dari definisi risiko

3 11 dipandang sebagai nilai positif sebagai peningkatan peluang dan profit. Menurut Luhmann (1996) risiko dipandang sebagai dampak positif melalui peningkatan kewaspadaan sebagai atribut peluang sukses di masa yang akan datang. Resiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai potensi terjadinya insiden atau kegagalan untuk merebut peluang dengan pasokan inbound di mana hasil tersebut mengakibatkan kerugian finasial untuk setiap pengadaan yang dilakukan perusahaan (Zsidisin dan Ritchie 2009). Menurut Kersten et. al (2004) resiko rantai pasok adalah kerusakan yang dikaji dengan kemungkinan terjadinya disebabkan oleh oleh suatu kejadian dalam sebuah perusahaan, dalam rantai pasok atau lingkungannya menimbulkan pengaruh negatif terhadap proses bisnis pada lebih dari satu perusahaan dalam rantai pasok. Menurut Kumar et al (2010) resiko rantai pasok adalah potensi penyimpangan dari keseluruhan tujuan awal tersebut, yang menjadi akibat pemicu penurunan kegiatan nilai tambah kegiatan di berbagai tingkatan. Menurut Zsidisin dan Ritchie (2009) resiko dalam konteks rantai pasok dapat dikategorikan berdasarkan jumlah dimensinya : a) Gangguan terhadap pasokan barang dan jasa termasuk kualitas yang buruk yang menyebabkan downtime dan kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. b) Volatilitas dalam masalah harga yang menyebabkan kesulitan dalam mengatasi perubahan harga di tingkat konsumen dan berpotensi menyebabkan kerugian. c) Mutu dan jasa pelayanan produk yang buruk, dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan dengan konsekuensi terhadap pendapatan di masa yang akan datang dan kemungkinan klaim yang lebih cepat untuk kompensasi finansial. d) Reputasi perusahaan, dihasilkan dari isu-isu yang tidak terkait langsung terhadap rantai pasok itu sendiri sehingga dapat menimbulkan resiko. Tingginya kompleksitas dan ketergantungan merupakan karakteristik dari rantai pasok saat ini. Globalisasi, e-bisnis, permintaan mengambang dan bergesernya filosofi bisnis (seperti outsourcing) merupakan beberapa faktor yang membuat anggota rantai pasok menjadi lebih bergantung terhadap yang lain. Sebagai akibatnya rantai pasok menjadi lebih rentan terhadap gangguan. Jika

4 12 suatu gangguan terjadi pada salah satu pemain rantai pasok, hal ini akan mengganggu keseluruhan jaringan. Risiko dalam rantai pasok dapat diakibatkan dari suatu perusahaan dalam rantai pasok, atau keterhubungan antar organisasi dalam jaringan pasokan, atau antar jaringan pasokan dan lingkungannya, yang akan menyebabkan kerugian finansial secara menyeluruh atau bahkan mengakibatkan berhentinya kegiatan bisnis. Oleh karena itu perlu pengendalian risiko rantai pasok agar dapat menghindarkan akibat berkelanjutan yang dapat terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan. Menurut (Wu dan Blackhurst 2009) resiko yang terjadi dengan hasil yang diharapkan dapat dipetakan (Gambar 2). Tinggi Resiko yang dihadapi B A Rendah C Rendah Tinggi Hasil kinerja yang diharapkan Gambar 2 Hubungan antara resiko dengan kinerja (Zsidisin 2009) Dalam kondisi tertentu, penilaian resiko yang dihadapi akan menjadi penilaian bagi setiap pemangku kepentingan atau pengambil keputusan mengenai kinerja yang diinginkan dan dampak potensial dari resiko pada kinerja yang dihasilkan. Pengelolaan resiko rantai pasok intinya berlandaskan dari tujuan pengelolaan jaringan rantai pasok itu sendiri, dimana optimalisasi difokuskan pada tiga prinsip : 1) Responsiveness, 2) Leanness, 3) Agility dalam bentuk segitiga seperti yang ditunjukkan Gambar 3.

5 13 waktu Responsiveness Mutu Resiko Agility Leanness Biaya Gambar 3 Segitiga penilaian resiko Manajemen resiko berarti menghasilkan dan mempertimbangkan skenario alternatif dan solusi, menilai manfaat masing-masing, memilih solusi dan melakukan pelaksanaan (Wu dan Blackhurst 2009). Menurut (Culp dan Christopher 2002) manajemen resiko adalah proses yang dilakukan organisasi untuk coba memastikan bahwa resiko yang muncul adalah resiko yang diinginkan dan perlu dimunculkan untuk menjalankan bisnis utamanya. Menurut Hanani et al. (2003), agroindustri merupakan perpaduan antara pertanian dan industri dimana keduanya menjadi sistem pertanian berbasis industri dengan penanganan utama pada sisi pasca panen. Sehingga, manajemen risiko rantai pasok Agroindustri adalah perencanaan dan pengelolaan seluruh kegiatan dari pelaku yang terlibat didalam alur rantai pasokan produk pertanian berbasis industri melalui koordinasi pendekatan sumber peluang yang dapat mengakibatkan kerugian finansial untuk setiap pengadaan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi gangguan terhadap rantai pasok secara keseluruhan. Secara umum, proses manajemen resiko rantai pasok terdiri atas identifikasi resiko,analisis resiko, evaluasi resiko dan mitigasi resiko. Identifikasi resiko merupakan tahapan fundamental dalam proses manajemen resiko. (Hallikas et al.2004; Norrman dan Lindroth 2004). Resiko yang tidak teridentifikasi dengan baik dapat menyebakan kesalahan arah dalam proses manajemen resiko. Sehingga dalam penentapan resiko sendiri berdasarkan strategi dari jaringan rantai pasok yang ingin kita rancang atau evaluasi, responsiveness atau efiensien. Sangat penting untuk mengetahui drivers rantai pasok berdasarkan strategi yang kita

6 14 inginkan, karena akan menjadi landasan fundamental dalam penerapan resiko jaringan rantai pasok Kerangka Kerja Manajemen resiko Rantai Pasok Penetapan kerangka kerja dalam pengelolaan resiko di dalam rantai pasok sangat penting karena akan menjadi tahapan pemikiran dalam menyelesaikan permasalahan resiko yang ada. Klasifikasi tahapan ini akan membantu sistematika manajemen resiko rantai pasok. Menurut (Wu dan Blackhurst, 2009) kerangka kerja manajemen resiko rantai pasok terdiri atas dua bagian utama (Gambar 4). 1. Bagian inti lingkaran yang meliputi profil resiko, profil kinerja, jangka waktu strategi dan partisipasi stakeholder rantai pasok 2. Bagian luar lingkaran meliputi komponen kunci atau aktifitas yang terlibat di dalam proses manajemen resiko dan kinerja. Drivers dan sumber resiko Drivers dan sumber kinerja Penilaian resiko Profil resiko Profil kinerja Penilaian kinerja Stakeholders rantai pasok Jangka waktu Manajemen resiko Manajemen kinerja Keluaran resiko Keluaran Kinerja Gambar 4 Kerangka kerja manajemen resiko rantai pasok (Wu dan Blackhurst 2009) Menurut Hallikas et al. (2004) proses manajemen resiko yang umum terjadi pada suatu perusahaan terdiri dari empat kegiatan utama yaitu identifikasi resiko, pengkajian resiko, pengambilan keputusan dan implementasi pada kegiatan manajemen resiko dan pengawasan resiko. 1. Identifikasi resiko Resiko rantai pasok secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu resiko internal dan resiko external (Chan dan Kumar 2007) Menurut Wu dan Blackhurts (2009) resiko yang dihadapi perusahaan dapat dibagi menjadi dua yaitu resiko yang tidak dapat dihindari (systematic risk) dan resiko yang dapat

7 15 dihindari (unsystematic risk) yang bisa dilihat pada Gambar 5. Unsystematic risk merupakan gambaran resiko yang dihasilkan dari tujuan yang berbeda untuk setiap sphere di dalam rantai pasok. Sehingga untuk resiko yang dapat dihindari merupakan resiko yang berada di masing-masing sphere rantai pasok yang tentu saja dapat dikendalikan dengan baik. Ketika konsep resiko meluas kedalam bentuk konfigurasi dari jaringan rantai pasok yang terdiri dari bebagai macam sphere maka akan terjadi conflict kepentingan antara berbagai level sphere di dalam rantai pasok sehingga akan menimbulkan resiko yang tidak diinginkan atau tidak dapat dihindari (systematics risk). Untuk jenis resiko seperti ini hanya bisa di kurangi lewat proses risk Mitigation. Karakteristik lingkungan Karakteristik industri Konfigurasi rantai pasok Anggota rantai pasok Strategi organisasi Unit Pembuat keputusan Variabel spesifik masalah Sistematis (Tidak dapat dihindari) Risk exposure Tidak sistematis (dapat dihindari) Risk exposure Portofolio hasil resiko dan kinerja Profil kinerja Profil resiko Gambar 5 Sumber dan driver resiko dan kinerja (Wu dan Balckhurst 2009) 2. Pengkajian resiko Pengkajian resiko dan prioritas untuk masing-masing resiko diperlukan agar dapat memilih tindakan manajemen yang sesuai terhadap faktor-faktor resiko yang teridentifikasiberdasarkan situasi dan kondisi perusahaan. 3. Keputusan dan implementasi tindakan manajemen risiko, sangat diperlukan untuk menggunakan metode manajemen yang dapat memastikan pencegahan secara parsial atau total terhadap risiko yang akan terjadi atau pada saat

8 16 terjadinya kegagalan, dilakukan dengan mengurangi akibatnya terhadap pengoperasian rantai pasok. Metode utama untuk menanggulangi risiko, seperti dalam literatur (Culp dan Christopher 2002; IRM 2003; Chapman 2006) adalah: a) Menghidari risiko, secara intuisi cara untuk menghindari risiko yang utama adalah tidak mengambil tindakan yang akan berpotensi terjadinya risiko yang dimaksud. b) Mitigasi atau eliminasi risiko, Tindakan penanggulangan resiko di identifikasi dengan meninjau ulang profil resiko dari keseluruhan sphere rantai pasok dan merumuskan tindakan yang harus diambil dalam rangak mengurangi profil resiko tadi atau membuat penghalang dari dampak yang akan ditimbulkan resiko terhdap perusahaan. Menurut Handfield dan McCormack (2008), ada beberapa pendekatan yang berbeda dalam penanggulangan resiko : Mengambil tindakan yang bisa mengubah profil resiko. Ini adalah tindakan penangulangan resiko yang pertama kali harus dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap atribut masing masing pemasok di setiap sphere rantai pasok, hubungan atau interaksi yang akan menimbulkan skor atau bobot resiko yang paling tinggi dan apa yang dapat dilakukan untuk mengubahnya berdasarkan atribut atribut yang mempunyai nilai bobot tertinggi (Gambar 6). H Dampak revenue ($) Profil 2 ada pengelolaan resiko Profil 1 Tidak ada pengelolaan resiko L L Indeks peluang resiko (Peluang kejadian x skor) H Gambar 6 Persamaan dampak revenue dan penurunan resiko dengan manajemen resiko (Handfield dan McCormack 2008)

9 17 Mendistribusikan resiko kepada beberapa pemasok yang memiliki resiko profil yang lebih rendah Hal ini akan mengurangi dampak resiko untuk masing masing pemasok dan pengurangan resiko secara keseluruhan dalam satu jaringan rantai pasok (Gambar 7). H Dampak revenue ($) Pemasok 2 Pemasok 3 Pemasok 1 tiidak ada management resiko Pemasok 4 L L Indeks peluang resiko (Peluang kejadian x skor) H Gambar 7 Penyebaran pengeluaran dan revenue penurunan resiko secara keseluruhan (Handfield dan Kevin M, 2008) c) Pengalihan risiko, Sebuah prinsip yang umum dari strategi menajemen risiko yang efektif adalah bahwa risiko harus didistribusikan jika mungkin pada semua pihak agar dapat dilakukan pengaturan dengan baik. Sebagai tindakan ekstrim risiko dapat dialihkan pada perusahaan asuransi, dengan membayar premi yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya risiko tersebut, dengan melakukan kontrak untuk menyediakan konpensasi terhadap seluruh pelaku yang terpengaruh oleh risiko. d) Penyerapan dan pengumpulan risiko. Ketika risiko (tidak dapat dijustifikasi secara ekonomi) tidak dapat dieliminasi, dialihkan dan dihindari, maka harus diserap. Dalam suatu rantai pasok, hal ini tidak selalu disarankan hanya sebuah perusahaan tertentu untuk menanggung semua risiko yang terserap. Risiko dapat dikurangi dengan melalui mekanisme pengumpulan (risk pooling) kemungkinan melalui partisipasi dalam sebuah konsursium dari kontraktor, ketika dua atau

10 18 lebih anggota dapat melakukan pengendalian parsial terhadap kejadian dan akibat dari risiko. d) Penyerapan dan pengumpulan risiko, Ketika risiko (tidak dapat dijustifikasi secara ekonomi) tidak dapat dieliminasi, dialihkan dan dihindari, maka harus diserap. Dalam suatu rantai pasok, hal ini tidak selalu disarankan hanya sebuah perusahaan tertentu untuk menanggung semua risiko yang terserap. Risiko dapat dikurangi dengan melalui mekanisme pengumpulan (pooling) kemungkinan melalui partisipasi 4. Pengawasan risiko, Perusahaan dan lingkungannya tidaklah statik, dan oleh karenanya juga status risiko akan berubah. Faktor-faktor risiko yang dikenali harus dimonitor untuk mengidentifikasi potensi meningkatnya kecenderungan dari kemungkinan dan konsekuensinya. Sebagai akibatnya faktor risiko penting yang baru bisa muncul Analisis Risiko Rantai Pasok Dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar dan metode pengukuran risiko secara statistik (Klimov dan Merkuyev 2006). Pengukuran risiko dengan pendekatan statistik bersifat objektif dan lebih efektif dengan kerangka kerja berdasarkan probabilitas kejadian risiko sebagai variabelnya. Analisis rantai pasok merupakan bagian bagian dari manajemen rantai pasok yang harus dilakukan untuk mengurangi atau menghindari terjadinya kegagalan bisnis dalm kondisi yang penuh ketidakpastian. Analisis risiko dilakukan dengan menghitung nilai indeks risiko pada setiap tingkatan rantai pasok yaitu indeks risiko (Marimin dan Maghfiroh 2010). RI n ^ 11PSxi i1 x x x... (2) Dimana : Rix = Indeks risiko rantai pasok pada tingkat ke x = konsekuensi dari rantai pasok yang harus ditanggung pelaku pada tingkat ke-x ketika produk gagal dipasok. x = persentase nilai tambah yang diberikan pelaku rantai pasok pada tingkat

11 19 ke x. x = pelaku rantai pasok pada masing-masing sphere = Probabilitas kegagalan produk komponen ke-i dari pelaku tingkat ke-x. Nilai indek risiko berada pada nilai antara nol dan satu. Dalam kajian ini, nilai konsekuensi dapat diklasifikasikan sebagai vital, dibutuhkan, diperlukan dan diinginkan (Tabel 1 ). Tabel 1 Nilai konsekuensi risiko Konsekuensi Keterangan Α Vital Tidak tergantikan 1,00 Necessary Tidak mudah digantikan 0,60 Necessary Mudah digantikan 0,30 Desired Mudah digantikan 0,10 Sumber : Marimin 2010 Sementara perhitungan nilai tambah pelaku rantai pasok menggunakan pendekatan metode Hayami (Tabel 2) Tabel 2 Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami No Variabel Nilai Output, Input, Harga 1 Output (Kg) (1) 2 Bahan baku (Kg) (2) 3 Tenaga kerjalangsung (HOK) (3) 4 Faktor konversi (4) = (1) / (2) Koofisien tenaga kerja langsung (HOK/Kg) (5) = (3) / (2) 5 6 Harga Output (Rp/Kg) (6) 7 Upah tenaga kerja langsung (Rp/HOK) (7) Penerimaan dan keuntungan 8 Harga bahan baku (Rp/Kg) (8) 9 Harga input lain (Rp/Kg) (9) 10 Nilai output (Rp/Kg) (10) =(4) X (6) 11 a. Nilai tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) (8) (9) b. Rasio nilai tambah (%) (11b) = (11a)/10 x a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7) b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) (12b) = (12a)/(11a)x a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) (12a) b. Tingkat keuntungan (%) (13b) = (13a) /(10)x 100

12 20 Tabel 2 prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami (lanjutan) No Variabel Nilai Balas jasa pemilik faktor produksi 14 Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) x (8) a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) (14a) = (12a) /(14)x 100 b. Sumbangan input lain (%) (14b) = (9) /(14)x 100 c. Keuntungan perusahaan (%) (14c) = (13a) /(14)x 100 Sumber : Marimin Pengukuran Kinerja pelaku Rantai Pasok melalui pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Salah satu aspek fundamental dalam Supply Chain Management (SCM) adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk : 1) melakukan monitoring dan pengendalian, 2) mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok, 3) mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai dan 4) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing. Menurut Aranyam et al. (2006), terdapat beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mengukur kineja SCM. Beberapa metode terbaik tersebut antara lain : Supply Chain Council Operations Reference (SCOR), the Balanced Scorecard (BSC), Multi-Criteria Analysis, Data Envelopment Analysis (DEA), Life-Cycle Analysis dan Activity-Based Costing. Di dalam studi ini pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dilakukan melalui pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) sebagai programa linier (LP). Keuntungan DEA dapat mengevaluasi berbagai pengukuran secara efisien seperti yang diperlukan untuk menemukan berbagai hubungan antar variabel yang berkaitan. Selain itu, DEA mampu bekerja dengan cara yang unik melalui proses Benchmarking sehingga tidak batasan limit dari atribut pengukuran DEA dalam mencapai efisiensi yang diinginkan. Setiap unit atau organisasi yang akan menjadi objek pengukuran menggunakan metode DEA didefinisikan sebagai unit pembuat keputusan (Decison Making Unit) atau DMU. Penentuan nilai efisiensi DMU setiap unit dalam pengukuran (θ i ) dalam melakukan kegiatan operasional ditentukan dari rasio penggunaan input (I ij ) dan

13 21 output (O ij ) ketika dibandingkan dengan DMU yang lainnya. Nilai efisiensi suatu unit pengukuran sangat tergantung kepada nilai output dan input serta bobot pada setiap nilai variabel output (w ij ) dan bobot variabel input (v ij ) dari DMU pengukuran. i n o ji n o ji O. w ij I. v ij ij ij... (3) Dalam penentuan nilai efisien unit dilakukan melalui dua pendekatan yaitu dengan cara memaksimalkan output dengan penggunaan nilai input yang sama atau sebaliknya dengan cara meminimalkan input yang digunakan dalam menghasilkan output dengan kuantitas yang sama. Di dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memaksimalkan output yang dihasilkan karena untuk menyelaraskan dengan tujuan rancangan model distribusi risiko. Kelebihan lain dari metode DEA adalah penentuan bobot dilakukan berdasarkan analisa kuantitatif sehingga dapat menghilangkan efek bias yang selalu terjadi ketika pengukuran kinerja dilakukan melalui pendapat para pakar. Pada setiap proses pengukuran, unit tidak dapat menentukan bobot terhadap dirinya sendiri yang akan menyebabkan efisiensi unit lainnya termasuk unit tersebut melebihi 100 %. Sangat tidak mungkin setiap unit untuk mencapai efisiensi lebih dari 100 % berdasarkan penentuan bobot pengukuran setiap unit. Oleh karena itu, setiap individu unit pengukuran menghasilkan akumulasi dari perkalian bobot dengan output tidak boleh melebihi daripada akumulasi perkalian bobot dengan input. Formulasinya dapat dilihat pada persamaan (4) n o ji o O. w I. v ij ij ij ij ji n... (4) Untuk mencegah solusi diluar batas yang diinginkan maka kumulatif perkalian bobot dengan input dari unit pengukuran sama dengan 1 sesuai dengan persamaan (5). n o ji I. v 1 ij ij... (5)

14 22 Asumsi ini berlaku jika pencarian (Threshold) nilai efisiensi unit melalui mekanisme dengan memaksimalkan output Model Mitigasi Risiko Dengan Pendekatan Distribusi Risiko (Risk Sharing) Proses mitigasi risiko melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan salah satu bagian dari metode dalam pendekatan penanggulangan risiko di dalam manajemen risiko rantai pasok (Culp dan Chritoper 2002; Chapman, 2006). Banyak literatur (Laviere dan Porteus 2001; Tsay,2001; Wu dan Blackhurst 2009) yang menjelaskan bahwa proses distribusi risiko bisa dilakukan dengan mekanisme pendistribusian profit dari pelaku rantai pasok yang menerima beban risiko lebih sedikit kepada pelaku dengan bobot risiko lebih besar. Melalui proses transfer profit berdasarkan model yang ingin diberlakukan maka akan memicu keseimbangan risiko (Balancing Risk) antar setiap pelaku rantai pasok. Model yang selama ini menjadi bahan kajian peneliti adalah melalui mekanisme penetapan harga. Menurut Cachon (2003), Wu dan Blackhurst (2009) mekanisme model distribusi risiko bisa diaplikasikan dengan bantuan kontrak dalam mengkoordinasikan semua parameter dan kompleksitas permasalahan yang didefinisikan model. Wu dan Blackhurst (2009) berhasil memberikan pendekatan model yang lebih baik dari usulan model yang pernah dipubilkasikan sebelumnya melalui penetuan risiko spesifik pelaku rantai pasok untuk meminimalisir kemungkinan loss profit akibat penentuan harga yang bersifat general. Model yang diusulkan dalam penelitian mengambil ide dari penelitian Wu dan Blackhurst (2009) dengan pendekatan yang lebih mendalam terhadap mekanisme,implikasi serta aplikasi distribusi risiko. Sehingga, metode distribusi risiko yang akan disajikan fokus kepada teorema Wu dan Blachurst yang merupakan usulan terbaik pada saat ini dalam melakukan proses penyeimbangan risiko (Risk Balancing) pelaku rantai pasok. Menurut Wu dan Blackhurst (2009) risiko yang dihadapi vendor adalah ketika terjadi fluktuasi permintaan konsumen di tingkat ritel sehingga proses penentuan kapasitas porduksi dan kuantitas pasokan mnjadi sulit dilakukan.

15 23 Melalui proses internediasi risiko melalui pelaku tingkat distributor diharapkan risiko vendor dapat didistribusikan kepada ritel dan distributor. Proses penentapan harga jual dari setiap produk yang menjadi salah satu faktor kunci dalam menyelesaikan permasalahan melalui model ini. Menurut model yang diajukan Wu dan Blackhurst (2009) kelemahan dari model distribusi risiko yang ada selama ini adalah belum memahami dengan baik bahwa risiko dari setiap ritel akan berbeda satu sama lain. Oleh karena itu penentuan harga jual juga harus spesifik berdasarkan risiko yang dihadapi oleh setiap ritel sehingga kerugian (Loss Profit) akibat generalisasi penetapan harga bisa dihindari. Kontrak yang dirancang melalui proses karakterisasi pelaku berdasarkan risiko spesifik yang dihadapinya merupakan model koordinasi yang diusulkan dalam model ini. Setiap ritel bertujuan untuk memaksimalkan penjualan dari semua produk yang telah dipesannya (Expected Utility) sehingga berdampak kepada vendor sebagai pemasok ketika menghadapi persoalan mengenai jumlah pasokan dan harga yang harus diberlakukan selama periode pemesanan. Sebaliknya Vendor akan berorientasi untuk memaksimalkan nilai total profit yang diperolehnya (Expected Value) melalui peningkatan kuantitas pesanan dari ritel. Dua paameter tujuan inilah yang coba dimediasi oleh Wu dan Blachurst melalui usulan model yang diberikan. Kuantitas pesanan (S) selama periode pemesanan akan memberikan fungsi keuntungan yang bersifat acak melalui proses pembayaran yang diberikan ritel terhadap vendor. ( S, F, c, s, e) F pd cs s[ S D] e[ D s]... (6) Dimana : П (S,F,c,s,e) = Akumulasi jumlah pembayaran yang diberikan pengecer (distributor) dari sejumlah unit pemesanan S = Kuantitas pesanan F = pembayaran tetap terhadap ritel p = harga unit tingkat ritel c = harga unit tingkat vendor di dalam periode pemesanan (regularprice) s = harga setiap unit yang dikembalikan ke vendor ketika tidak

16 24 terjual (salvage price) D = Jumlah permintaan dari ritel terhadap vendor e = Harga unit yang dipesan diluar periode pemesanan (emergency purchase) Sementara nilai Expected Value (EV) dan Expected Utility (EU) yang akan memaksimalkan jumlah pasokan yang didefinisikan sebagai dan adalah sebagai berikut : Q i M ( Q ) v opt (0,,, ) i i P : Max E S c s e F p c... (9)... (7)... (8) Pada persamaan (7), setiap ritel akan berusaha meminimalkan risiko yang dihadapinya (Risk Aversion) atau dengan meningkatkan nilai EU melalui rancangan struktur kontrak yang ditawarkan model (Reservation Utility) atau r i. Melalui penjabaran dari persamaan (6), (7) dan (8) model struktur kontrak akan dirancang yang akan memberikan kenuntungan maksimum kepada distributor selaku pelaku yang menjadi mediator risiko. 2 2 s. t. If i M ( Q) F p c p c / 2 r i i i i i i i i i j j j j F p c p c / 2 F p c p c / 2 M ( Q), j Q i u S ( F, c, s, e) arg max EU pd cs s[ S D] e[ D s] opt s v S ( F, c, s, e) arg max EU pd cs s[ S D] e[ D s] opt s Dari kendala pada persamaan (9) diatas memberikan makna, bahwasanya ritel (i) hanya akan menerima menu dari kontrak (M (Q) ) jika nilai EU yang bisa ditawarkan kontrak minimal harus sama dengan nilai r i ritel sehingga, ritel akan selalu memilih kontrak dengan nilai EU yang paling tinggi Kopi Kopi arabika merupakan komoditas penting bagi perekonomian masyarakat di kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo lues. Selain itu komodits tersebut juga merupakan komoditas ekspor peting untuk menghasilkan devisa bagi Negara. Bagi Pemerintah Provinsi NAD sendiri komoditi kopi memberikan nilai tambah ekspor yang begitu besar. Menurut Aceh Coffee forum Kopi merupakan

17 25 salah satu sektor pertanian penting di Aceh dan merupakan komoditi Ekspor yang memberikan konstribusi besar ke dua setelah Kelapa sawit bagi PDRB Daerah (Gambar 8). paper 0% nutmeg 9% Others 1% cocoa 18% Clove 0% Coffee 24% patchouli 0% pinang 9% rubber 13% palm oil 26% coconut 0% Gambar 8 Persentase expor komoditi pertanian NAD (Aceh Coffe Forum 2011) Menurut Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia pada tahun 2007, kopi arabika yang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam mampu menghasilkan devisa sebesar US$ dari ekspor kopi sebesar kg. Tercatat pada tahun 2008, komoditas kopi mampu menghasilkan devisa sebesar US$ dengan volume ekspor sebesar kg (Tabel 3). Tabel 3 Data realisasi ekspor kopi Arabika Nagroe Aceh Darussallam Tahun No Tahun Volume (Kg) Nilai (USD) , , , , , , , , , , , , , , , ,34 Sumber : Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia 2009

18 26 Dari peranan kontribusi kopi yang cukup besar bagi PDRB aceh terdapat masalah dimana begitu banyak area tanam yang terlantar akibat konflik dan tsunami ditambah lagi dengan fluktuasi yang tinggi dari perolehan keuntungan jika dilihat dari perbandingan data BPPS dengan data APED. Lembaga Aceh Coffee Forum memberikan justifikasi yang lebih spesifik terhadap kontribusi komoditi kopi organik melalui jumlah ekspor kopi Gayo dari tahun 2010 sampai pertengahan 2011 dari enam belas eksportir yang ada di 3 kecamatan berbeda (Tabel 4) Tabel 4 Rekapitulasi nilai ekspor kopi Arabika Gayo Eksportir 2010 Januari 2011-April 2011 Total ekspor (Rp) (Rp) (Rp) CV. SARI MAKMUR 8.892, , ,47 CV. SIDIKALANG 6.010, , ,56 CV. SSC 4.168, , ,40 PT. INDOCAFCO 3.677, , ,30 CV. SAM KARYA 2.889,60 971, ,70 CV. MENACOM 2.483,29 870, ,29 CV. OLAM 2.036, , ,08 CV. RAJA PUTRA 2.331,18 576, ,18 CV. MANDAGO 2.279,40 672, ,40 Kop. PERMATA 1.536,00 0, ,00 Kop. KBQ 1.648,80 660, ,80 CV. UJANG JAYA 1.004,40 271, ,60 CV. ARVIS 789,40 184,80 974,20 CV. MULYO KAWI 0,00 593,10 593,10 PT. EKA NUSA 0,00 719,25 719,25 CV. YUDI PUTRA 0,00 510,30 510,30 Total keseluruhan ekspor Sumber : Aceh Coffee Forum 2012 Dari Tabel 4 terlihat peningkatan jumlah ekspor produk kopi Gayo hampir dua kali lipat setelah dua tahun kemudian. Akan tetapi konsentrasi ekspor meningkat karena migrasi petani kopi organik ke budidaya kopi konvensional sehingga jumlah produktifitas kopi meningkat dua kali lipat dari yang sebelumnya. Hal ini diperkuat dengan indikasi data yang ditunjukkan Tabel 5 yang menyatakan tidak terjadi perubahan yang begitu berarti dari luas areal tanam kopi Arabika Gayo.

19 27 Sehingga, bisa disimpulkan peningkatan jumlah kuantitas ekspor disebabkan faktor produktifitas petani kopi Arabika Gayo. Tabel 5 Data luas areal tanam kopi Arabika Nagroe Aceh Darussallam Tahun No. Tahun Luas tanam (Ha)* , , , , , , , , , ,43 59,82 59, , , , , , , , , , , , ,89 Sumber : Data BPPS diolah 2006 *) tanaman menghasilkan

20 28 Ketika ditelaah lebih lanjut luas areal tanam yang tergambar pada data diatas sebenarnya ada indikasi lahan yang telantar akibat adanya konflik dan tsunami di Aceh melalui persentase jumlah lahan terlantar (Gambar 9). Gambar 9 Perkembangan Produksi Kopi 1990 s/d 2007 di Aceh Tengah dan Bener Meriah (APED, 2011) Dari serangkaian alur gambaran data yang disajikan diatas memperkuat hipotesa keberlanjuan rantai kopi organik di Aceh Tengah sebagai salah satu wilayah sentra produksi kopi organik Arabika Gayo terancam hilang karena kompleksitas permasalahan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Tercatat, jumlah petani kopi di Aceh Tengah keluarga. Jika satu keluarga diasumsikan beranggotakan 4 orang, sebanyak orang di sana yang menggantungkan hidup pada kebun kopi. Jumlah itu setara dengan hampir 90 persen total penduduk Aceh Tengah yang mencapai jiwa (2010). Kondisi yang sama juga terjadi di Bener Meriah. Jumlah petani kopi mencapai sekitar keluarga atau sekitar jiwa orang. Itu artinya sekitar 75 persen penduduk di Bener Meriah ( jiwa tahun 2010) menggantungkan hidup pada kebun kopi. Itu baru di petani, belum termasuk pedagang, tauke, agen kopi, dan warga yang bekerja di pengolahan kopi. Pengolahan kopi arabika di Aceh tengah masih terbatas dalam bentuk kopi beras dengan orintasi utama untuk expor.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual tertinggi di dunia

Lebih terperinci

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan

Lebih terperinci

DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA

DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING)

VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) 74 VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) 6.1. Penyempurnaan Model Distribusi Risiko Model peyeimbangan risiko (Balancing Risk) rantai pasok yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 43 IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Struktur Rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, prosesor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, distribusi dan logistik telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dunia. Terlebih lagi persaingan

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN 105 LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan Thesis mengenai Desain rantai pasok agroidustri kopi organik di Aceh tengah untuk optimalisasi balancing risk oleh Arie

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN

X. KESIMPULAN DAN SARAN X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan Penelitian ini telah berhasil merancang model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung yang diberi nama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi perusahaan yang ingin berkembang. Saat ini teknologi telah berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi perusahaan yang ingin berkembang. Saat ini teknologi telah berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada era globalisasi seperti saat ini, teknologi merupakan kebutuhan pokok bagi perusahaan yang ingin berkembang. Saat ini teknologi telah berkembang sangat pesat sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan bisnis yang kompetitif dan turbulen mengakibatkan persaingan bisnis yang begitu ketat. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, bisnis kian berfluktuasi dan persaingan bisnis semakin ketat. Fluktuasi bisnis ini disebabkan oleh ketidakpastian lingkungan bisnis dan stabilitas perekonomian.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok masyarakat, salah satunya adalah sayur-sayuran yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. pokok masyarakat, salah satunya adalah sayur-sayuran yang cukup banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura (buah dan sayuran) yang beraneka ragam. Iklim tropis menjadi kemudahan dalam menanam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin berkembangnya jumlah permintaan produk pangan, semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi perusahaan untuk memproduksi pangan

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI Steven 1, Richard Ch Ali 2, Ratna Setiawardani Alifen 3 ABSTRAK : Pengadaan material dalam sebuah proyek konstruksi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran rempah. Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan guna menambahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari kegiatan pemasokan bahan baku sampai dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari kegiatan pemasokan bahan baku sampai dengan melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Supply chain mempunyai peranan penting dalam aktivitas perusahaan mulai dari kegiatan pemasokan bahan baku sampai dengan melakukan pengiriman hasil produksi kepada konsumen.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Supply Chain Management Pada saat ini perusahaan-perusahaan tak terkecuali perusahaan agribisnis, dituntut untuk menghasilkan suatu produk

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Supply Chain Management Pembahasan yang berkaitan tentang Supply Chain Management sudah banyak diangkat dalam penulisan penulisan sebelumnya. Menurut Fortune Megazine (artikel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Di negara agraris, pertanian memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi yang semakin pesat di Indonesia membuat persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini menunjukan perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #8

Pembahasan Materi #8 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Implikasi Secara Umum Implikasi Terhadap Manajemen Mutu Implikasi Terhadap Arus Barang Implikasi Terhadap Organisasi Implikasi Biaya & Nilai Tambah Implikasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiga tahapan utama dalam manajemen operasi adalah pengaturan input, proses dan output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Penjelasan rinci dari masing-masing subbab dijelaskan

Lebih terperinci

Copyright Rani Rumita

Copyright Rani Rumita Strategi Distribusi Topik yang Dibahas Bagaimana sifat saluran pemasaran dan mengapa saluran pemasaran penting? Bagaimana perusahaan saluran berinteraksi dan diatur untuk melakukan pekerjaan saluran? Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini prosentase kontribusi ekonomi kreatif Indonesia didalam peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto) nasional telah mencapai 7,1% dan telah berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS A. TUJUAN PEMBELAJARAN. Adapun tujuan pembelajaran dalam bab ini, antara lain : 9.1. Mahasiswa mengetahui tentang sistem pertanggungjawaban

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan dalam dunia perindustrian di era globalisasi saat ini semakin ketat dengan kemajuan teknologi informasi. Kemajuan dalam teknologi informasi menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Manajemen inventory merupakan suatu faktor yang penting dalam upaya untuk mencukupi ketersediaan stok suatu barang pada distribusi dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun belakangan ini, keunggulan optimasi dan integrasi supply chain menjadi fokus dari beberapa organisasi perusahaan besar di dunia, Persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebagai daerah yang memiliki tanah yang subur, Wonogiri bisa menjadi daerah yang berkembang dengan meningkatkan taraf hidup penduduknya. Untuk mencapai hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dunia indusri kemampuan bersaing menjadi suatu tantangan penting yang dihadapi perusahaan manufaktur maupun jasa. Persaingan yang semakin ketat mendorong sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undangundang

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Dengan semakin majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai asupan gizi. Oleh karena

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari peneliti yang didasarkan atas pengetahuan, teori dan dalil dalam upaya menjawab tujuan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah dalam penelitian dan sistematika penulisan pada penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan merupakan sektor dalam perekonomian negara berkembang termasuk Indonesia. Pentingnya sektor-sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun perekonomian dan perindustrian nasional kini dihadapkan kepada dampak krisis ekonomi global, namun bisnis ritel di Indonesia tidak terkendala bahkan masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Frida Agro yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL Pemilihan pemasok merupakan proses penting dan diperhatikan karena hasilnya mempengaruhi kualitas produk, performa perusahaan dan rantai pasok. Karena pasar yang kompetitif pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri yang melibatkan berbagai aktivitas dan operasi bisnis telah memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis pada suatu produk mulai dari hulu hingga ke hilir dengan tujuan menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rantai Pasokan Menurut Indrajit dan Pranoto (2002), rantai pasokan adalah suatu tempat sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain MANAJEMEN OPERASIONAL BAB VI Supply Chain Pengertian Supply Chain Supply chain adalah jaringan perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-

Lebih terperinci

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK Analisis pengendalian persediaan dilakukan hanya pada ani Sejahtera Farm karena ani Sejahtera Farm menjadi inti atau fokus analisis dalam rantai pasok beras organik.

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LAPORAN E-BISNIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : PHAZA HENDRA KUMARA (08.11.2243) S1 TI 6F JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia Analisis understanding..., Ratu Kania Puspakusumah, FE UI, 2009.

1 Universitas Indonesia Analisis understanding..., Ratu Kania Puspakusumah, FE UI, 2009. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kimia pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian di Indonesia dan sudah berkembang pesat. Hal ini dikarenakan Indonesia adalah negara yang kaya akan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perencanaan Strategi Sistem dan Teknologi Informasi 2.1.1 Pengertian Perencanaan Strategis Perencanaan strategis, menurut Ward dan Peppard (2002, p462) adalah analisa

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri konstruksi dianggap sebagai industri yang memiliki tingkat fragmentasi tinggi. Terpecah-pecahnya suatu proyek konstruksi ke dalam beberapa paket pekerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah

I. PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah sebuah pendekatan yang digunakan secara efisien dalam mengintegrasikan pemasok, pabrik, gudang, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang memiliki rantai pasok (supply chain), baik sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang memiliki rantai pasok (supply chain), baik sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Setiap perusahaan yang memiliki rantai pasok (supply chain), baik sebagai supplier maupun sebagai pelanggan, baik yang beroperasi dalam wilayah Indonesia

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill Petunjuk Sitasi: Pasaribu, M. F., & Puspita, R. (2017). Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill. Prosiding SNTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah sebuah pendekatan yang digunakan secara efisien dalam mengintegrasikan pemasok, pabrik, gudang, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan pokok rakyat dan visi yaitu pangan cukup, aman dan terjangkau bagi rakyat. Penjabaran dari visi dimaksud

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa pertumbuhan. Hal ini dicerminkan dari penggunaan aplikasi logistik dalam perusahaan, tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Supply chain adalah jaringan entitas-entitas yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Entitas yang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis Herfindahl-Hirschman Index (HHI), analisis faktor ekternal

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis Herfindahl-Hirschman Index (HHI), analisis faktor ekternal BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan analisis Herfindahl-Hirschman Index (HHI), analisis faktor ekternal dan internal, dan analisis VRIO maka dapat disimpulkan bahwa ada 2 strategi Kirana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari gelombang globalisasi menuntut para pelaku usaha atau perusahaan untuk lebih responsif dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. sumber daya yang ada dilanjutkan dengan pengelolaan menjadi produk jadi untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI. sumber daya yang ada dilanjutkan dengan pengelolaan menjadi produk jadi untuk 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Rantai Pasok Rantai pasok merupakan suatu proses proses yang dimulai dari pengumpulan sumber daya yang ada dilanjutkan dengan pengelolaan menjadi produk jadi untuk selanjutnya

Lebih terperinci