DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA"

Transkripsi

1 DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Desain Rantai Pasok Agroidustri Kopi Organik Di Aceh Tengah Untuk Optimalisasi Balancing Risk merupakan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun keperguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2012 Arie Saputra NIM. F

4

5 ABSTRACT ARIE SAPUTRA : A Design of supply chain for organic coffee in Central Aceh to optimize the risk balancing. Organic coffee agro businesses in Central Aceh experienced problems such as imbalance of supply chain management and profit distribution of risks assumed by each of the actors in the supply chain. Those issues became the driving factors that interfere with the emergence of a variety of risk supply chain sustainability. Appropriate risk management processes required by the model approach to create a balanced risk among supply chain actors. This study aims to design a model to ensure and increase profit organic coffee supply chain actors. Risk mitigation approach implemented with the risk sharing model which aims to improve profitability and contunuity supply chain s actor. The orientation of the model output is not only to sustain the supply chain but at the same time to increase the total profit on the whole supply chain actors. balancing risk optimization are done through risk specific calculation and performance of supply chain actors into risk sharing models. The performance of each supply chain actors is calculated with the DEA approach. Total profit improvement among supply chain actor causing risk sharing models in this study have a good bargaining position against all supply chain actors. The design of the of contract structure resulted a form of quantitative models as a tool for coordinating mechanism of risk sharing models for supply chain actors. Through the risk sharing model approach in this study, the design of the supply chain can be produced that have sustainability as well as profitability. Keywords : Organic coffee, supply chain risk, risk balancing, risk mitigation, data envelopement analysis, farming contract.

6

7 RINGKASAN ARIE SAPUTRA. Desain Rantai Pasok Agroindustri Kopi Organik Di Aceh Tengah Untuk Optimalisasi Balancing Risk. Dibawah bimbingan: TAUFIK DJATNA dan SAPTA RAHARJA. Manajemen risiko rantai pasok produk pertanian organik sangat berbeda dengan produk yang berasal dari industri manufaktur maupun produk pertanian pada umumnya. Pendekatan terhadap proses identifikasi risiko lebih diutamakan pada sisi kualitas dan kuantitas pasokan. Kualitas berdasarkan standarisasi produk organik menjadi parameter paling penting terhadap kesuksesan manajemen risiko rantai pasok. Permintaan konsumen yang semakin meningkat di pasaran ekspor menjadi indikasi terhadap kekurangan pasokan produk organik. Metode mitigasi risiko yang tepat sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan dan peningkatan profit rantai pasok di masa yang akan datang. Salah satu metode mitigasi risiko yang banyak dipakai di dalam berbagai kasus manajemen risiko rantai pasok adalah model distribusi risiko (risk sharing). Pemodelan disribusi risiko (risk sharing) menjadi banyak pilihan stakeholder rantai pasok dalam melakukan kegiatan mitigasi risiko. Pendekatan dan kesesuaian model dengan kompleksitas permasalahan di lapangan menjadi kekuatan tersendiri, ketika banyak metode mitigasi risiko lainnya gagal mengatasi permasalahan yang ada. Pada era sekarang konsep model risk sharing seringkali dikombinasikan dengan kontrak sehingga koordinasi terhadap mekanisme model untuk setiap pelaku rantai pasok dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat. Proses penyeimbangan risiko (balancing risk) pelaku rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko dilakukan dengan cara mendistribusikan sebagian profit pelaku terhadap pelaku lainnya yang teridentifikasi menanggung bobot risiko yang lebih tinggi. Pendistribusian risiko dilakukan melalui mekanisme penetapan harga untuk setiap unit produk pada tingkatan rantai pasok. Kesulitan dalam menetapkan nilai harga serta posisi tawar (bargaining position) model terhadap semua stakeholder rantai pasok menjadi kompleksitas permasalahan dan tujuan banyak peneliti. Penyempurnaan model terakhir dilakukan dengan menetapkan nilai harga jual sesuai dengan risiko spesifik pelaku rantai pasok sehingga tingkat

8 keakuratan model dalam mendistribusikan risiko dan profit semakin baik. Di sisi lain, penyempurnaan terhadap bargaining position model belum menunjukkan hasil yang signifikan. Fokus banyak peneliti terhadap model risk sharing lebih kepada konsep keberanjutan rantai pasok. Indikasi ini berbanding terbalik dengan Pemahaman konsep rantai pasok yang berbeda-beda dari setiap organisasi. Perbedaan perspektif tersebut berimplikasi terhadap proses penerapan model distribusi risiko. Perspektif risiko yang dianggap sebagai peluang memperoleh keuntungan menyebabkan model risk sharing tidak lagi relevan bagi semua stakeholder rantai pasok. Model harus bisa memberikan penawaran yang lebih baik terhadap pelaku rantai pasok terutama sekali kepada pelaku yang akan menjadi titik sentral pendistribusian profit akibat konsekuensi mekanisme model. Penelitian ini memberikan konsep model risk sharing yang dapat menjaga keberlanjutan rantai pasok sekaligus peningkatan profit pelaku di waktu yang bersamaan. Penambahan faktor pengukuran kinerja terhadap model risk sharing terbukti mampu menghasilkan model yang lebih dekat dengan realita dan permasalahan di dunia nyata. Peningkatan profit pelaku juga memberi kemudahan model untuk diterapkan pada berbagai level organisasi dan perusahaan. Pemilihan metode pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) terbukti mampu mengakuisisi indikator peningkatan profit pelaku rantai pasok. DEA bekerja dengan cara yang unik melalui proses perbandingan bertingkat sehingga tercipta kompetisi pelaku rantai pasok dalam meningkatkan profit pelaku rantai paosk melalui parameter yang telah ditetapkan. Pendekatan model ini juga menghasilkan suatu hipotesa bahwa faktor penggelembungan risiko dari pelaku bagian hulu rantai pasok mengakibatkan kemampuan dari pelaku berikutnya dalam memperbaiki parameter kinerja rantai pasok menjadi sangat riskan sehingga tingkat perbaikan terhadap produk sulit dilakukan. Model risk sharing di dalam studi ini terbukti dapat merubah paradigma konsep manajemen risiko rantai pasok yang hanya terfokus terhadap kesinambungan pasokan. Implikasi model pada agroindustri kopi organik di Aceh Tengah terbukti mampu meminimalisir dampak risiko serta peningkatan total profit pelaku rantai pasok di saat yang bersamaan.

9 Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10

11 DESAIN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI KOPI ORGANIK DI ACEH TENGAH UNTUK OPTIMALISASI BALANCING RISK ARIE SAPUTRA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Syamsul Maarif, M.Eng.

13 Judul Penelitian Nama Nomor Pokok : Desain Rantai Pasok Agroindustri Kopi Organik Di Aceh Tengah Untuk Optimalisasi Balancing Risk : Arie Saputra : F Menyetujui Komisi Pembimbing Dr. Eng. Taufik Djatna, STP, M.Si Ketua Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Anggota Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Mengetahui Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Machfud, MS Dr.Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr Tanggal Ujian : 9 Agustus 2012 Tanggal Lulus

14

15 PRAKATA Allhamdu lillahi rabbil alamin, puji syukur penulis sampaikan kepada ALLAH SWT, karena hanya dengan pertolongan dan rahmat Nya maka Tesis: Desain Rantai Pasok Agroindustri Kopi Organik di Aceh Tengah Untuk Optimalisasi BalancingRisk ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan program Magister di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan tesis ini dapat terlaksana dan terwujud berkat bimbingan, bantuan dukungan beserta iringan doa dari banyak pihak. Karena itu dengan ketulusan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada : 1. Bapak Dr.Eng. Taufik Djatna, STP, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan curahan waktu, bimbingan, arahan, dukungan, serta kelapangan dan keikhlasan hati dalam memberikan dorongan sehingga penulisan Tesis ini dapat diselesaikan. 2. Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan pikiran serta masukan berharga guna penyempurnaan penulisan Tesis ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M. Eng. Selaku dosen penguji luar komisi. 4. Bapak Dr. Ir Machfud, MS. Sebagai ketua program studi Teknologi Industri Pertanian. 5. Ibunda Tercinta, atas dukungan dan doanya beserta iringan harapan yang menjadi kekuatan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 6. Istri tercinta Liza Melya yang telah mendampingi dalam suka dan duka, berbagi kesedihan dan kebahagiaan serta memberi dukungan secara moril bahkan materil sehingga menjadi bagian dari perjalanan hidup penulis dalam menyelesaikan studi di Program Pascasarjana TIP IPB. 7. Mama dan Papa, atas keikhlasan hati, kemudahan materi, serta kasih sayang yang sangat berharga sampai penulis bisa menyelesaikan program studi.

16 8. Bapak Khalid, Bapak Amir, Bapak Rizwan Husein serta semua pihak yang menjadi stakehoder dan pemerhati kopi Gayo di Aceh Tengah yang telah memberikan masukan dan pandangan berharga selama proses penelitian dilakukan. 9. Rekan-rekan kuliah di Program Studi Teknologi Industri Pertanian atas dukungan, kebersamaan dan semangat saling menguatkan untuk menyelesaikan pendidikan dengan sebaik-baiknya.

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukittinggi, pada tanggal 18 Juli 1983 sebagai anak bungsu dari pasangan Joelizar (almarhum) dan Elma. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 06 Pincuran Tilatang Kamang Kabupaten Agam pada tahun Selanjutnya penulis mengikuti pendidikan menengah di SMPN 1 Gadut (Lulus tahun 1998) dan SMUN 2 Bukittinggi (2002). Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta dan berhasil menyelesaikannya pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke Progran Magister pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian pada Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2010 melalui dukungan pembiayaan dari beasiswa BPPS DIKTI. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 penulis bekerja sebagai agen lepas Asuransi Prudential. Tahun 2009 bertepatan dengan penyelesaian masa pendidikan sarjana, penulis diterima sebagai dosen muda di Program studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar, Meulaboh Aceh Barat. Penulis menikah pada tanggal 7 Desember 2009 dengan Liza Melya Febriana, putri dari pasangan Syafrizal B dan Refliana di Meulaboh, Aceh Barat.

18

19 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR ISTILAH... viii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Perumusan Masalah Penelitian Ruang Lingkup TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Resiko Rantai Pasok Kerangka Kerja Manajemen resiko Rantai Pasok Analisis Risiko Rantai Pasok Pengukuran Kinerja pelaku Rantai Pasok melalui pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Model Mitigasi Risiko Dengan Pendekatan Distribusi Risiko (Risk Sharing) Kopi METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sub Model Distribusi Desain Rantai Pasok Untuk Optimalisasi Balancing risk Sub Model Analisis risiko Sub Model Pengukuran kinerja pelaku rantai pasok Sub Model Distribusi Risiko Analisis sensitivitas model RS Tata Laksana Penelitian Tahapan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik pengumpulan data Teknik-Teknik yang Digunakan ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Identifikasi Risiko Rantai Pasok Kopi Organik Identifikasi Risiko Tingkat Petani Identifikasi Risiko Tingkat Prosesor Identifikasi Risiko Tingkat Kolektor Identifikasi Risiko Tingkat Koperasi i

20 4.3. Evaluasi risiko rantai pasok PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Risiko Indeks Biaya Total Siklus Pemenuhan Pesanan Harga Produk Kualitas Fulfill Order Jumlah pasokan Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Kinerja Pelaku Tingkat Petani Kinerja Pelaku Tingkat Prosesor Kinerja Pelaku Tingkat Kolektor MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) Penyempurnaan Model Distribusi Risiko Kondisi Awal Struktur Rantai Pasok Analisis Model Distribusi Risiko Rantai Paok Kopi Organik Tujuan Pembuatan Model Distribusi Risiko Asumsi Model Distribusi risiko Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Kopi Organik Penyeimbangan Risiko Tingkat Petani Penyeimbangan Risiko Tingkat Prosesor Penyeimbangan Risiko Tingkat Kolektor Koordinasi Rantai Pasok Kopi Organik Implikasi Manajerial Model Risk Sharing Rencana Implementasi Model Mekanisme Kerja DEA Dalam Model Distribusi Risiko (Risk Sharing) Analisis Sensitivitas Distribusi Risiko Terhadap Pelaku Rantai Pasok KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

21 DAFTAR TABEL Halaman 1. Nilai konsekuensi risiko Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami Data realisasi ekspor kopi Arabika Nagroe Aceh Darussallam 24 Tahun Rekapitulasi nilai ekspor kopi Arabika Gayo Data luas areal tanam kopi Arabika Nagroe Aceh Darussallam Tahun Distribusi risiko tingkatan rantai pasok Distribusi risiko pelaku dalam jaringan rantai pasok Variabel risiko tingkat petani Variabel risiko tingkat prosesor Variabel risiko tingkat kolektor Variabel risiko tingkat koperasi Evaluasi bobot risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok Persentase nilai tambah pelaku rantai pasok Rekapitulasi risiko indeks pelaku rantai pasok Rekapitulasi total biaya pelaku rantai pasok Rekapitulasi siklus pemenuhan pesanan pelaku antai pasok Rekapitulasi harga jual produk pelaku rantai pasok Rekapitulasi kualitas produk pelaku rantai pasok Rekapitulasi fulfill order pelaku rantai pasok Rekapitulasi jumlah pasokan pelaku rantai pasok Hasil perhitungan efisiensi petani menggunakan pendekatan DEA Hasil perhitungan efisiensi prosesor menggunakan pendekatan DEA Hasil perhitungan efisiensi prosesor menggunakan pendekatan DEA Rekapitulasi nilai harga jual tingkat petani Rekapitulasi nilai harga jual tingkat prosesor Rekapitulasi nilai harga jual tingkat kolektor Implikasi model risk sharing terhadap pelaku rantai pasok...90 iii

22 28. Analisis sensitivitas peningkatan kualitas dan kuantitas pasokan 5 % terhadap perhitungan efisiensi petani Peningkatan profit koperasi melalui mekanisme model distribusi risiko iv

23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka kerja pembuatan keputusan rantai pasok (Chopra, 2007) Hubungan antara resiko dengan kinerja (Zsidisin, 2009) Segitiga penilaian resiko Kerangka kerja manajemen resiko rantai pasok (Wu dan Blackhurst, 2009) Sumber dan driver resiko dan kinerja (Wu dan Balckhurst, 2009) Persamaan dampak revenue dan penurunan resiko dengan manajemen resiko (Handfield dan Kevin M, 2008) Penyebaran pengeluaran dan revenue penurunan resiko secara keseluruhan (Handfield dan Kevin M, 2008) Persentase expor komoditi pertanian NAD (Aceh Coffe Forum 2011) Perkembangan Produksi Kopi 1990 s/d 2007 di Aceh Tengah dan Bener Meriah (APED, 2011) Kerangka pikir penelitian desain rantai pasok agroindustri kopi organik untuk optimalisasi Balancing Risk Tahapan analisis risiko rantai pasok kopi organik Use Case Diagram Tahapan pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dengan pendekatan DEA Mekanisme Benhmarking di dalam pengukuran kinerja pelaku rantai pasok melalui pendekatan model DEA Mekanisme benchmarking DEA terhadap rencana implementasi model Fungsi sub model DEA dalam meningkatkan profit pelaku rantai pasok dalam model RS Tahapan pemodelan distribusi risiko rantai pasok kopi organik Struktur rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah Parameter variabel risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah Kerangka kerja model distribusi risiko rantai pasok kopi organik Relasi atribut kinerja pengukuran terhadap tujuan v

24 manajemen risiko rantai pasok kerangka pikir penyempurnaan model risk sharing Ilustrasi prinsip benchmarking DEA dalam model distribusi risiko vi

25 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuisioner penelitian petani untuk petani komoditas kopi organik Kuisioner penelitian prosesor untuk komoditas kopi organik Kuisioner penelitian kolektor untuk komoditas kopi organik vii

26

27 DAFTAR ISTILAH Agroindustri Perpaduan antara pertanian dan industri dimana keduanya menjadi sistem pertanian berbasis industri dengan penanganan utama pada sisi pasca panen. Benchmarking Proses perbandingan antar unit dalam satu kelompok tertentu untuk menentukan capaian nilai kinerja. Balancing risk Teknik penanggulangan risiko pelaku rantai pasok dengan cara menyeimbangkan bobot risiko setiap pelaku di dalam struktur jaringan rantai pasok. Bargaining position Kemampuan untuk memperoleh output yang diinginkan berdasarkan kondisi dan permasalahan yang dihadapi Penggelembungan risiko Amplifikasi permintaan atau penggelembungan risiko rantai pasok dari jaringan hilir ke jaringan hulu rantai pasok yang mengakibatkan inefisiensi pada rantai pasok antara lain perencanaan produksi, pengiriman produk. Downstream Pelaku bagian hilir di dalam stuktur jaringan rantai pasok. Drivers Parameter yang menjadi indikator terhadap pencapaian sebuah output. DEA (Data Envelopment Analysis) Teknik berbasis pemrograman linier untuk melakukan pengukuran efisiensi organisasi melalui unit-unit pembuat keputusan. Efisiensi relatif Nilai efisiensi yang diperoleh suatu unit pengukuran setelah melalui proses perbandingan dengan unit-unit lainnya didalam sebuah kelompok tertentu. DMU Unit-unit yang menjadi dasar pengukuran dalam pembuatan keputusan nilai kinerja. viii

28 EU (Expected Utility) Teori utilitas dimana preferensi terhadap suatu objek bersifat tidak pasti yang diwakili fungsi pembayaran, probabilitas kejadian, penghindaran risiko dan utilitas lainnya. EV (Expected Value) Bobot rata-rata dari kemungkinan nilai dari sebuah objek terhadap fungsi pembayaran. Emergency purchase Pengadaan barang dan jasa diluar periode pemesanan yang telah disepakati sehingga mengakibatkan perubahan terhadap fungsi pembayaran. ICS (Internal Control System) Lembaga independen yang meninjau ulang kelayakan proses sertifikasi organik. Leanness Supply chain Prinsip rantai pasok yang bertumpu pada keputusan untuk memanfaatkan semua sumber daya dalam batas maksimal sehingga pencapaian terhadap efisiensi yang diinginkan bisa dilakukan. Loss profit Kehilangan peluang meraih keuntungan akibat kegagalan dari pemanfaatan sumber daya MIMO CCR DEA (Multiple Input Multiple Output Charnes Cooper Rhodes Data Envelopment Analysis) Teknik pengukuran kinerja berbasis programa linier yang dikembangkan Charnes, Cooper dan Rhodes dengan nilai parameter input dan output lebih dari satu. Manajemen rantai pasok Perencanaan dan pengelolaan semua kegiatan yang terlibat dalam sumber dan pengadaan, konversi, dan semua kegiatan manajemen logistik yang mencakup koordinasi dan kolaborasi dengan mitra penyalur, yang dapat berupa pemasok, perantara, penyedia layanan pihak ketiga, dan pelanggan, Dengan tujuan mengintegrasikan manajemen penawaran dan permintaan didalam dan antar perusahaan. ix

29 Manajemen risiko rantai pasok agroindustri Peers group Produk Organik Rantai pasok Regular price Reservation Utility Risiko Perencanaan dan pengelolaan seluruh kegiatan dari pelaku yang terlibat didalam alur rantai pasokan produk pertanian berbasis industri melalui koordinasi pendekatan sumber peluang yang dapat mengakibatkan kerugian finansial untuk setiap pengadaan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi gaangguan terhadap rantai pasok secara keseluruhan. Sekumpulan unit yang mengelompok dengan pola aturan tertentu untuk mengidentifikasi unit-unit keputusan yang tidak efisien. Makanan atau produk yang dihasilkan oleh kegiatan usaha yang mengutamakan penggunaan sumbersumber terbarukan serta konservasi lahan dan air untuk meningkatkan kualitas lingkungan tanpa melibatkan penggunaan bahan kimia di dalam kegiatan pemberian nilai tambah produk. Jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersamasama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir dimana perusahaan-perusahaan tersebut termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel serta perusahaanperusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Harga unit produk dalam periode pemesanan normal. Utilitas yang bisa didapatkan agen jika tidak menandatangani kontrak dan memberikan peluang terhadap kemungkinan yang lain. Ancaman yang terjadi secara internal ataupun eksternal yang akan berpengaruh merugikan kemampuan untuk mencapai sasaran dan menimbulkan dampak pada nilai capaian. 10 x

30 Risk mitigation Penurunan secara sistematis untuk setiap level paparan risiko. Risk pooling Teknik penanggulangan risiko dengan mengumpulkan semua kemungkinan paparan risiko yang bersifat individu ke dalam perhitungan risiko yang lebih besar melalui suatu bentuk jaminan dengan tujuan proteksi terhadap dampak yang ditimbulkan. Responsiveness Kemampuan suatu sistem untuk mencapai tujuan minimal sama dengan tenggang waktu yang diberikan Risk sharing Mekanisme penanggulangan risiko dengan mendistribusikan sebagian risiko agen kepada agen lainnya. Risk aversion Kecendrungan agen untuk memilih hasil dengan tingkat kepastian yang lebih tinggi dengan konsekuensi nilai yang didapatkan lebih rendah. Stakeholder Individu, kelompok, organisasi yang merupakan anggota dari suatu sistem yang terkena dampak dari setiap tindakan yang dilakukan terhadap sistem tersebut. Systematic risk Risiko yang tidak dapat dihindari oleh pelaku rantai pasok yang disebabkan konfigurasi struktur rantai pasok itu sendiri. Solver Istilah umum untuk sebuah perangkat lunak matematika yang merupakan bagian dari program komputer yang berdiri sendiri. Sphere Wilayah yang merupakan tingkatan atau kumpulan dari beberapa pelaku di dalam struktur rantai pasok. Variabel risiko Parameter yang berpengaruh terhadap timbulnya risiko pada suatu faktor risiko. 11 xi

31 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual tertinggi di dunia (Aceh Coffee Forum). Faktor ini yang menjadi salah satu alasan pentingnya menjaga keberlangsungan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah berada dalam posisi kritis karena terjadi ketidakseimbangan antara distribusi profit dan risiko yang ditanggung oleh setiap pelaku rantai pasok (balancing risk). Akibatnya produktifitas dan kinerja petani sebagai pemasok utama produk menurun secara drastis. Penurunan produktifitas berimplikasi nyata terhadap kekuatan pemasok dalam menjaga stabilitas dan kualitas pasokan. Peningkatan produktifitas dan kinerja pemasok menjadi sangat sulit dilakukan karena pendistribusian profit yang tidak seimbang dengan biaya operasional budidaya kopi organik. Nilai harga jual produk tidak sebanding dengan besarnya risiko yang harus ditanggung pelaku rantai pasok bagian hulu terutama sekali petani. Produktifitas lahan yang sudah berada pada taraf kritis mengakibatkan usaha budidaya kopi organik tidak lagi layak secara ekonomi. Keberlanjutan rantai pasok kopi organik semakin terancam ketika fungsionalitas produk kopi organik Gayo tidak dapat tergantikan oleh produk kopi Arabika sejenis. Proses penyeimbangan risiko untuk setiap pelaku yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok dapat dilakukan dengan melalui mekanisme pendistribusian profit secara proporsional dan berimbang. Mekanisme penyeimbangan risiko dilakukan berdasarkan tingkat kepentingan dari keselurahan pelaku yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok (Moses dan Seshadri 2000). Suharjito (2011) melakukan proses distribusi risiko (Risk Sharing) melalui proses negosiasi harga antara petani dengan pelaku lainnya di dalam rantai pasok melalui model Stakeholder Dialog. Chen dan Seshadri (2001) melakukan penyeimbangan risiko di dalam industi manufaktur dengan menciptakan pelaku yang berperan sebagai penyeimbang (intermediasi) antara pemasok dan pengecer. Pada kondisi ideal seharusnya semakin besar risiko yang diambil petani dalam mengusahakan

32 2 budidaya pertaniannya, maka semakin besar profit yang bisa didapatkannya (Harrington dan Niehauss 1999). Risiko kekurangan pasokan di level koperasi di Aceh Tengah diakibatkan oleh upaya dari petani untuk memperkecil risiko budidaya melalui perpindahan dari budidaya organik ke budidaya konvensional. Menurut Meuwissen et al. (2001) petani biasanya melakukan proses pengendalian risiko melalui tiga cara yaitu : diversifikasi tanaman, perubahan metoda budidaya pertanian dan berbagi risiko dengan pelaku lain didalam jaringan rantai pasok. Ketidakseimbangan antara distribusi profit yang diterima pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah dengan risiko yang harus ditanggung dalam melaksanakan kegiatan usahanya berakibat terhadap keberlanjutan produk kopi organik. Menurut Li et al. (2005) pada beberapa kasus tertentu penggelembumbungan risiko dapat terjadi dari bagian Upstream jaringan rantai pasok ke bagian downstream. Faktor ketidakseimbangan risiko (Balancing risk) memicu terjadinya risiko pada standar mutu dan kualitas, kuantitas pasokan serta harga. Faktor penggelembungan risiko dari bagian upstream ke bagian downstream rantai pasok merupakan salah satu indikator yang signifikan dalam mempengaruhi timbulnya risiko dalam sebuah jaringan rantai pasok (Hui min et al, 2009). Kompleksitas permasalahan Pengembangan kopi organik di Aceh Tengah dapat dilihat diantaranya : 1) Penumpukan risiko di salah satu sphere jaringan rantai pasok, 2) Kekurangan kuantitas pasokan bahan baku dari bagian hulu (Upstream) jaringan rantai pasok, 3) Keuntungan menumpuk di pelaku bagian hilir (Downstream) jaringan rantai pasok, 4) Kualitas bahan baku rendah karena belum sesuai standar budidaya organik, 5) Belum terciptanya koordinasi yang baik pada setiap pelaku rantai pasok untuk mengatasi permasalahan (risiko) yang terjadi di sepanjang jalur pasokan, dan 6) Belum adanya rancangan rantai pasok yang baik untuk komoditi kopi organik di Aceh Tengah. Pendistribusian profit yang tidak seimbang dengan biaya operasional pelaku bagian hulu rantai pasok menjadi faktor penyebab utama yang memicu timbulnya penggelembungan risiko terhadap pelaku bagian hilir jalur rantai pasok yaitu koperasi. Penggelembungan risiko terhadap pelaku bagian hilir rantai pasok kopi organik yang paling memberikan dampak nyata adalah kuantitas pasokan yang tidak mencukupi permintaan konsumen (importir), penurunan standar kualitas

33 3 organik produk serta jumlah komunitas petani kopi organik yang semakin menurun. Risiko ini berdampak terhadap kesinambungan pasokan kopi organik. Tingkat dampak dari risiko bukan saja mengganggu keberlanjutan rantai pasok kopi organik tetapi juga mengancam kelangsungan keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Oleh karena itu diperlukan rancangan rantai pasok yang dapat mengkoordinasikan risiko-risiko rantai pasok untuk dapat menciptakan keseimbangan risiko. Koordinasi yang selama ini sudah berjalan hanya antara koperasi selaku eksportir dengan importir dalam bentuk kontrak. Ketika dikaji lebih dalam, kontrak kerjasama antara koperasi dengan importir masih banyak kelemahan. Kelemahan tersebut terutama sekali terdapat pada penelti kontrak yang masih bersifat satu arah. Konsekuensi kontrak hanya berlaku bagi koperasi. Penanganan produk akhir yang buruk sebagai akibat belum adanya model rantai pasok yang baik mengakibatkan tingkat keuntungan petani relatif rendah. Pada saat ini ada sekitar 15 eksportir yang aktif terlibat dalam perdagangan kopi organik diantaranya CV. Ujang Jaya, Koperasi KBQ Baburrayan, CV. Sari Makmur, CV. Sam Karya, CV. Arvis dan beberapa perusahaan PMA seperti CV. Gajah Mountain dan CV. Indo Cafco. Lima diantaranya termasuk kedalam pengusaha lokal dan hanya satu eksportir yang mempunyai manajemen serta strukturisasi rantai pasok kopi organik cukup baik. Permasalahan periode masa panen yang tidak merata antara satu wilayah dengan wilayah lainnya di Aceh Tengah memberikan keuntungan sekaligus risiko terhadap rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Keuntungannya terdapat pada ketersediaan pasokan kopi organik di Kabupaten Aceh Tengah selalu tetap terjaga karena periode masa panen yang tidak sama. Sebaliknya perbedaan periode masa panen membuka celah kepada eksportir yang berasal dari luar daerah untuk merusak mekanisme harga kopi organik di sepanjang jalur distribusi rantai pasok. Faktor budidaya yang tidak memenuhi standar organik di tingkat pelaku petani ikut memperburuk kualitas produk kopi sehingga tidak sesuai dengan standar kualitas organik yang telah ditetapkan. Distribusi total profit yang berada di tingkat pelaku hilir atau koperasi yang tidak berpihak kepada petani menjadi kendala utama dalam peningkatan standarisasi budidaya organik sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Untuk dapat membuat mekanisme

34 4 penyeimbangan risiko rantai pasok, diperlukan penelitian tentang manajemen risiko rantai pasok dan disribusi kopi organik di Aceh Tengah dengan melibatkan berbagai stakeholder yang berkepentingan dalam bisnis tersebut. Model mitigasi risiko melalui pendekatan Risk Sharing (RS) merupakan metode yang sangat tepat untuk kondisi rantai pasok kopi organik khususnya serta konsep rantai pasok komoditi pertanian lain pada umumnya. Model RS yang dapat mengkoordinasikan permasalahan atau risiko pada setiap pelaku rantai pasok juga sangat dibutuhkan dalam meminimalisir penggelembungan risiko terhadap pelaku upstream rantai pasok. Menurut Cachon (2003) koordinasi pelaku rantai pasok dapat dilakukan melalui mekanisme kontrak. Menurut Chen dan Seshadri (2000) penyeimbangan risiko yang adil untuk setiap pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah ditetapkan melalui mekanisme penentuan harga jual optimal. Studi terakhir berkaitan dengan perancangan model RS yang dilakukan oleh Wu dan Blackhurst (2009) merupakan penyempurnaan model dari mekanisme distribusi risiko melalui penetapan harga jual optimal yang dipadukan dengan koordinasi kontrak. Kendala yang dihadapi model RS yang telah ada selama ini adalah pada posisi tawar (Bargaining Position) model yang lemah terhadap pelaku yang akan menerima beban risiko atau berbagi profit ketika model diterapkan. Sementara, tidak semua perusahaan yang menjadi stakeholder atau pelaku rantai pasok yang akan berbagi profit bisa menerima konsep model yang ditawarkan. Model disribusi risiko selama ini terkendala oleh proses penerapan model ketika diselaraskan dengan kontradiksi antara tujuan distributor dan pemasok dalam hal ini petani. Kelemahan model sebelumnya terlihat dari perspektif risiko pada era sekarang yang menyatakan bahwa risiko dianggap sebagai peluang dalam meningkatkan nilai profit dan kompetitif perusahaan di masa depan (Luhman, 1996). Kelemahan dari model yang di buat Wu dan Blackhurst (2009) adalah model masih beorientasi kepada keberlangsungan rantai pasok walaupun telah disempurnakan dengan proses minimalisir risiko loss profit dalam penetapan harga jual di tingkat pelaku rantai pasok. Oleh karena itu penelitian ini akan bertujuan merancang model rantai pasok yang berorientasi kepada keberlanjutan rantai pasok sekaligus peningkatan profit pelaku hilir (koperasi) pada saat yang

35 5 bersamaan sehingga model lebih mudah diaplikasi dan diterima oleh semua pelaku rantai pasok. Kerangka manajemen risiko rantai pasok dimulai dari pemahaman Chopra (2007) mengenai dualisme strategi penetapan keputusan rantai pasok yaitu keputusan rantai pasok dengan titik berat kepada efisiensi dan responsif. Untuk mensinergikan dengan kompleksitas masalah pada rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah, diperlukan acuan kerangka penetapan keputusan rantai pasok yang terfokus kepada efisiensi rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah (Gambar 1). Strategi Kompetitif Strategi rantai pasok Efisiensi Struktur Rantai Pasok Responsif Driver Logistik Fasilitas Inventori Transportasi Informasi Sumber Daya Harga Driver lintas fungsional Gambar 1 Kerangka kerja pembuatan keputusan rantai pasok (Chopra, 2007) Penelitian yang sudah pernah dilakukan berkaitan dengan manjemen risiko rantai pasok adalah Halikas et al. (2002), Jutner et al. (2003), Harland et al. (2003), Li et al. (2007) tetapi belum terfokus kepada mitigasi risiko melalui mekanisme distribusi risiko (Risk Sharing) serta objek studi yang bukan komoditi pertanian. Suharjito (2011) telah melakukan studi penyeimbangan risiko pada rantai pasok komoditi pertanian dengan model mekanisme penetapan harga jual yang masih bersifat umum. Chen dan Seshadri (2000), Tsay (2001), serta Cachon (2003) telah mulai membuat model RS melalui penetapan harga dengan mengkombinasikan pemberian insentif berdasarkan parameter acuan jumlah pasokan. Wu dan Blackhurst (2009) menyadari kelemahan model sebelumnya yaitu dalam hal penetapan insentif belum spesifik terhadap risiko pelanggan sehingga kemungkinan terjadinya loss profit pada pemberian insentif yang tidak

36 6 tepat bisa terjadi. Dari semua model distibusi risiko yang diusulkan pada penelitian terdahulu, tujuan yang dihasilkan hanya bertumpu pada keberlangsungan rantai pasok sebagai kekuatan model melalui modifikasi mekanisme penetapan insentif pada harga jual. Perubahan dilakukan oleh Wu dan Blackhurst (2009) dengan merujuk pada penelitian Chen dan Seshadri (2000) dengan usulan penentuan spesifik risiko pelaku untuk meminimalisir loss profit. Studi ini bertujuan memberikan perspektif yang berbeda dari model RS yang sebelumnya hanya terfokus kepada keberlanjutan rantai pasok. Pendekatan yang berbeda pada studi ini memberikan output yang tidak saja berorientasi kepada keberlanjutan rantai pasok tetapi sekaligus meningkatkan total profit pelaku yang menerima beban risiko akibat penerapan model. Pemahaman yang mendalam terhadap berbagai tingkat kesulitan pada proses aplikasi model RS yang telah ada memberikan kejelasan pada studi ini dalam memahami konsep distribusi risiko secara menyeluruh Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan merancang rantai pasok yang berorientasi kepada peningkatan profit dan kesinambungan pasokan melalui mekanisme mitigasi risiko dengan pendekatan model RS bagi setiap pelaku komoditi dan produk kopi organik Gayo, Aceh. Adapun secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah : a. Melakukan identifikasi dan evaluasi faktor risiko terhadap model rantai pasok kopi organik yang sudah ada di Aceh Tengah. b. Memformulasikan bentuk mitigasi risiko rantai pasok kopi organik melalui pendekatan model RS dengan orientasi output keberlanjutan dan peningkatan profit rantai pasok secara simultan dan bersamaan. c. Merancang rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah yang berkelanjutan dengan mengutamakan peningkatan profit pada semua anggota rantai pasok.

37 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dengan rancangan rantai pasok melalui pendekatan model RS kopi organik di Aceh Tengah yang dihasilkan dari penelitian ini adalah : a. Model dapat digunakan untuk mengkoordinasikan seluruh pelaku rantai pasok sehingga efek penggelembungan risiko (Bullwhip Effect) dari pelaku hulu rantai pasok (Upstream) terhadap pelaku bagian hilir jalur pasokan (Downstream). b. Model distribusi dirancang dengan tujuan lebih memudahkan stakeholder rantai pasok ketika akan diaplikasikan melalui perubahan terhadap mekanisme pendistribusian risiko dan profit antar pelaku. c. Dapat membantu pemangku kepentingan dalam mmbuat perencanaan manajemen risiko rantai pasok sehingga setiap perubahan skenario risiko disepanjang jalur pasokan dapat diamati, diukur, dikoordinasikan serta diminimalisir Perumusan Masalah Penelitian Perancangan model penilaian risiko jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah membutuhkan analisis yang komprehenif dan sistematis melalui pengelompokan setiap pelaku rantai pasok, rumusan masalah risiko yang diselaraskan dengan tujuan formulasi model RS sehingga dihasilkan model yang dapat mengakomodir kompleksitas permasalahan palaku rantai pasok secara menyeluruh. Kerangka pemikiran ini akan menjawab beberapa pertanyaan penelitian ini : a. Bagaimana bentuk model RS yang mudah diterima dan digunakan oleh setiap pemangku kepentingan rantai pasok dengan meminimalisir perbedaan pandangan antar pelaku rantai pasok terhadap mekanisme distribusi risiko yang telah ada? b. Bagaimana memformulasikan bentuk model yang bisa menjaga kesinambungan pasokan sekaligus meningkatkan profit pelaku rantai pasok pada saat yang bersamaan?

38 8 c. Bentuk parameter seperti apa yang perlu didefinisikan kedalam formulasi model sehingga dapat mengakomodir tujuan model RS yang telah ditetapkan sebelumnya. d. Bagaimana pemilihan parameter yang dapat bekerja secara simultan dan tanpa batas dalam meningkatkan profit pelaku rantai pasok terutama pelaku yang akan menerima beban risiko? e. Mekanisme kontrak seperti apa yang akan dipilih untuk mengkoordinasikan formulasi model kepada pelaku sehingga tercipta desain rantai pasok yang diinginkan Ruang Lingkup Untuk memfokuskan penelitian dengan berbagai keterbatasan dan kendalanya, maka studi desain rantai pasok agroindustri kopi organik di Aceh Tengah untuk optimalisasi balancing risk akan dibatasi kondisi sebagai berikut a. Penelitian akan dibatasi terhadap pelaku rantai pasok yang berlokasi di wilayah dengan kuantitas pasokan cukup besar. b. Identifikasi risiko akan difokuskan terhadap variabel-variabel risiko yang berhubungan dengan standarisasi kualitas organik sehingga tujuan meningkatkan kualitas produk sebagai salah satu permasalahan utama rantai pasok dapat dicapai. c. Sampel pelaku hilir rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah selaku eksportir akan dibatasi pada pelaku yang mempunyai strukturisasi dan traceability yang baik terhadap semua pelaku rantai pasok kopi organik sehingga sistematika permasalahan bisa diurai dengan baik. d. Eksportir sebagai pelaku bagian hilir rantai pasok ditetapkan pada satu pelaku dengan pertimbangan agar model RS bisa diformulasikan dengan baik.

39 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok Menurut (Pujawan 2005) rantai pasok adalah jaringan perusahaanperusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir dimana perusahaanperusahaan tersebut termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel seta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. (Chopra and Meindl 2007) mendefinisikan rantai pasok sebagai keterlibatan fungsi keseluruhan bagian didalam jaringan pasokan baik pabrik, suppliers, perusahaan jasa pengiriman, pergudangan, retail, bahkan konsumen seta dalam memenuhi permintaan pelanggan baik secara langsung maupun tidak langsung. Istilah manajemen rantai pasok pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun Kalau pada rantai pasok adalah jaringan fisiknya maka, manajemen rantai pasok adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Manajemen rantai pasok dipopulerkan sebagai pendekatan manajemen persediaan yang ditekankan pada pasokan bahan baku. Isu ini terus berkembang sebagai kebijakan strategis perusahaan yang menyadari bahwa keunggulan bersaing perlu didukung oleh manajemen aliran barang dari pemasok hingga pengguna akhir yang baik. Menurut The Council of Supply Chain Management Professionals (CSCMP) manajemen rantai pasok adalah perencanaan dan pengelolaan semua kegiatan yang terlibat dalam sumber dan pengadaan, konversi, dan semua kegiatan manajemen logistik yang mencakup koordinasi dan kolaborasi dengan mitra penyalur, yang dapat berupa pemasok, perantara, penyedia layanan pihak ketiga, dan pelanggan, Dengan tujuan mengintegrasikan manajemen penawaran dan permintaan didalam dan antar perusahaan. Menurut Vorst (2004) manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi seluruh proses dan atktifitas bisnis untuk menghantarkan nilai keutamaan produk ke tangan konsumen sebagai keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan kepuasan para pihak yang berkepentingan dalam system rantai pasok. Beberapa tahun belakangan, perusahaan tidak hanya memfokuskan perhatian kepada bagaimana mengelola rantai pasok tetapi juga bagaimana

40 10 mengatasi ganguan yang terjadi di sepanjang jaringan rantai pasok untuk menjaga keberlasungan jaringan rantai pasok itu sendiri. Gangguan-gangguan inilah yang menyebabkan timbulnya resiko di sepanjang aliran nilai jaringan rantai pasok. Sehingga pendekatan manajemen rantai pasok lebih difokuskan kepada bagaimana mengelola resiko yang timbul di sepanjang jaringan rantai pasok. Dalam literatur, istilah resiko didefinisikan sebagai suatu ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian (Christopher and H 2004). Resiko adalah ketidakpastian dari kejadian yang akan datang (Olsson 2002) resiko berarti kemunculan kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak baik (Borge 2011). Resiko adalah ancaman yang terjadi secara internal ataupun eksternal yang akan berpengaruh merugikan kemampuan untuk mencapai sasaran dan menimbulkan dampak pada nilai capaian. Kemungkinan bahwa sesuatu yang tidak baik akan terjadi atau sesuatu yang jelek yang akan terjadi (Shimell 2002). Resiko adalah setiap sumber kejadian secara random yang bisa mempunyai dampak berlawanan terhadap nilai pertanggungjawaban asset bersih suatu perusahaan pada pendapatan dan atau arus kasnya. Resiko adalah tingkat ketidakpastian dimana melibatkan beberapa kemungkinan diantaranya kerugian, bencana atau hasil yang tidak dinginkan lainnya (Hubbard 2009). Dalam teori statistik resiko dimodelkan dalam nilai kemungkinan dari beberapa hasil yang dilihat sebagai bentuk yang tidak diinginkan (Dantzig, 2001). Resiko bisa juga diartikan sebagai akumulasi dari resiko yang timbul dari beberapa kejadian sehingga resiko bisa diformulasikan dalam bentuk : kejadian ker Risiko peluang kejadian x harapan ugian...(1) Menurut Norrman dan Lindroth (2004) resiko adalah peluang suatu kejadian terhadap dampak tingkat keparahan terhadap bisnis. Saat ini menurut March dan Saphira resiko tidak hanya diartikan sebagai deviasi negatif tetap tetapi bisa diartikan sebagai peluang dan kesempatan. Dalam perspektif yang berbeda, risiko pada masa sekarang dipandang sebagai peluang dalam meningkatkan profit dan kompetitif perusahaan di masa yang akan datang. Variabel tidak terduga dan dampak dari definisi risiko

41 11 dipandang sebagai nilai positif sebagai peningkatan peluang dan profit. Menurut Luhmann (1996) risiko dipandang sebagai dampak positif melalui peningkatan kewaspadaan sebagai atribut peluang sukses di masa yang akan datang. Resiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai potensi terjadinya insiden atau kegagalan untuk merebut peluang dengan pasokan inbound di mana hasil tersebut mengakibatkan kerugian finasial untuk setiap pengadaan yang dilakukan perusahaan (Zsidisin dan Ritchie 2009). Menurut Kersten et. al (2004) resiko rantai pasok adalah kerusakan yang dikaji dengan kemungkinan terjadinya disebabkan oleh oleh suatu kejadian dalam sebuah perusahaan, dalam rantai pasok atau lingkungannya menimbulkan pengaruh negatif terhadap proses bisnis pada lebih dari satu perusahaan dalam rantai pasok. Menurut Kumar et al (2010) resiko rantai pasok adalah potensi penyimpangan dari keseluruhan tujuan awal tersebut, yang menjadi akibat pemicu penurunan kegiatan nilai tambah kegiatan di berbagai tingkatan. Menurut Zsidisin dan Ritchie (2009) resiko dalam konteks rantai pasok dapat dikategorikan berdasarkan jumlah dimensinya : a) Gangguan terhadap pasokan barang dan jasa termasuk kualitas yang buruk yang menyebabkan downtime dan kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. b) Volatilitas dalam masalah harga yang menyebabkan kesulitan dalam mengatasi perubahan harga di tingkat konsumen dan berpotensi menyebabkan kerugian. c) Mutu dan jasa pelayanan produk yang buruk, dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan dengan konsekuensi terhadap pendapatan di masa yang akan datang dan kemungkinan klaim yang lebih cepat untuk kompensasi finansial. d) Reputasi perusahaan, dihasilkan dari isu-isu yang tidak terkait langsung terhadap rantai pasok itu sendiri sehingga dapat menimbulkan resiko. Tingginya kompleksitas dan ketergantungan merupakan karakteristik dari rantai pasok saat ini. Globalisasi, e-bisnis, permintaan mengambang dan bergesernya filosofi bisnis (seperti outsourcing) merupakan beberapa faktor yang membuat anggota rantai pasok menjadi lebih bergantung terhadap yang lain. Sebagai akibatnya rantai pasok menjadi lebih rentan terhadap gangguan. Jika

42 12 suatu gangguan terjadi pada salah satu pemain rantai pasok, hal ini akan mengganggu keseluruhan jaringan. Risiko dalam rantai pasok dapat diakibatkan dari suatu perusahaan dalam rantai pasok, atau keterhubungan antar organisasi dalam jaringan pasokan, atau antar jaringan pasokan dan lingkungannya, yang akan menyebabkan kerugian finansial secara menyeluruh atau bahkan mengakibatkan berhentinya kegiatan bisnis. Oleh karena itu perlu pengendalian risiko rantai pasok agar dapat menghindarkan akibat berkelanjutan yang dapat terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan. Menurut (Wu dan Blackhurst 2009) resiko yang terjadi dengan hasil yang diharapkan dapat dipetakan (Gambar 2). Tinggi Resiko yang dihadapi B A Rendah C Rendah Tinggi Hasil kinerja yang diharapkan Gambar 2 Hubungan antara resiko dengan kinerja (Zsidisin 2009) Dalam kondisi tertentu, penilaian resiko yang dihadapi akan menjadi penilaian bagi setiap pemangku kepentingan atau pengambil keputusan mengenai kinerja yang diinginkan dan dampak potensial dari resiko pada kinerja yang dihasilkan. Pengelolaan resiko rantai pasok intinya berlandaskan dari tujuan pengelolaan jaringan rantai pasok itu sendiri, dimana optimalisasi difokuskan pada tiga prinsip : 1) Responsiveness, 2) Leanness, 3) Agility dalam bentuk segitiga seperti yang ditunjukkan Gambar 3.

43 13 waktu Responsiveness Mutu Resiko Agility Leanness Biaya Gambar 3 Segitiga penilaian resiko Manajemen resiko berarti menghasilkan dan mempertimbangkan skenario alternatif dan solusi, menilai manfaat masing-masing, memilih solusi dan melakukan pelaksanaan (Wu dan Blackhurst 2009). Menurut (Culp dan Christopher 2002) manajemen resiko adalah proses yang dilakukan organisasi untuk coba memastikan bahwa resiko yang muncul adalah resiko yang diinginkan dan perlu dimunculkan untuk menjalankan bisnis utamanya. Menurut Hanani et al. (2003), agroindustri merupakan perpaduan antara pertanian dan industri dimana keduanya menjadi sistem pertanian berbasis industri dengan penanganan utama pada sisi pasca panen. Sehingga, manajemen risiko rantai pasok Agroindustri adalah perencanaan dan pengelolaan seluruh kegiatan dari pelaku yang terlibat didalam alur rantai pasokan produk pertanian berbasis industri melalui koordinasi pendekatan sumber peluang yang dapat mengakibatkan kerugian finansial untuk setiap pengadaan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi gangguan terhadap rantai pasok secara keseluruhan. Secara umum, proses manajemen resiko rantai pasok terdiri atas identifikasi resiko,analisis resiko, evaluasi resiko dan mitigasi resiko. Identifikasi resiko merupakan tahapan fundamental dalam proses manajemen resiko. (Hallikas et al.2004; Norrman dan Lindroth 2004). Resiko yang tidak teridentifikasi dengan baik dapat menyebakan kesalahan arah dalam proses manajemen resiko. Sehingga dalam penentapan resiko sendiri berdasarkan strategi dari jaringan rantai pasok yang ingin kita rancang atau evaluasi, responsiveness atau efiensien. Sangat penting untuk mengetahui drivers rantai pasok berdasarkan strategi yang kita

44 14 inginkan, karena akan menjadi landasan fundamental dalam penerapan resiko jaringan rantai pasok Kerangka Kerja Manajemen resiko Rantai Pasok Penetapan kerangka kerja dalam pengelolaan resiko di dalam rantai pasok sangat penting karena akan menjadi tahapan pemikiran dalam menyelesaikan permasalahan resiko yang ada. Klasifikasi tahapan ini akan membantu sistematika manajemen resiko rantai pasok. Menurut (Wu dan Blackhurst, 2009) kerangka kerja manajemen resiko rantai pasok terdiri atas dua bagian utama (Gambar 4). 1. Bagian inti lingkaran yang meliputi profil resiko, profil kinerja, jangka waktu strategi dan partisipasi stakeholder rantai pasok 2. Bagian luar lingkaran meliputi komponen kunci atau aktifitas yang terlibat di dalam proses manajemen resiko dan kinerja. Drivers dan sumber resiko Drivers dan sumber kinerja Penilaian resiko Profil resiko Profil kinerja Penilaian kinerja Stakeholders rantai pasok Jangka waktu Manajemen resiko Manajemen kinerja Keluaran resiko Keluaran Kinerja Gambar 4 Kerangka kerja manajemen resiko rantai pasok (Wu dan Blackhurst 2009) Menurut Hallikas et al. (2004) proses manajemen resiko yang umum terjadi pada suatu perusahaan terdiri dari empat kegiatan utama yaitu identifikasi resiko, pengkajian resiko, pengambilan keputusan dan implementasi pada kegiatan manajemen resiko dan pengawasan resiko. 1. Identifikasi resiko Resiko rantai pasok secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu resiko internal dan resiko external (Chan dan Kumar 2007) Menurut Wu dan Blackhurts (2009) resiko yang dihadapi perusahaan dapat dibagi menjadi dua yaitu resiko yang tidak dapat dihindari (systematic risk) dan resiko yang dapat

45 15 dihindari (unsystematic risk) yang bisa dilihat pada Gambar 5. Unsystematic risk merupakan gambaran resiko yang dihasilkan dari tujuan yang berbeda untuk setiap sphere di dalam rantai pasok. Sehingga untuk resiko yang dapat dihindari merupakan resiko yang berada di masing-masing sphere rantai pasok yang tentu saja dapat dikendalikan dengan baik. Ketika konsep resiko meluas kedalam bentuk konfigurasi dari jaringan rantai pasok yang terdiri dari bebagai macam sphere maka akan terjadi conflict kepentingan antara berbagai level sphere di dalam rantai pasok sehingga akan menimbulkan resiko yang tidak diinginkan atau tidak dapat dihindari (systematics risk). Untuk jenis resiko seperti ini hanya bisa di kurangi lewat proses risk Mitigation. Karakteristik lingkungan Karakteristik industri Konfigurasi rantai pasok Anggota rantai pasok Strategi organisasi Unit Pembuat keputusan Variabel spesifik masalah Sistematis (Tidak dapat dihindari) Risk exposure Tidak sistematis (dapat dihindari) Risk exposure Portofolio hasil resiko dan kinerja Profil kinerja Profil resiko Gambar 5 Sumber dan driver resiko dan kinerja (Wu dan Balckhurst 2009) 2. Pengkajian resiko Pengkajian resiko dan prioritas untuk masing-masing resiko diperlukan agar dapat memilih tindakan manajemen yang sesuai terhadap faktor-faktor resiko yang teridentifikasiberdasarkan situasi dan kondisi perusahaan. 3. Keputusan dan implementasi tindakan manajemen risiko, sangat diperlukan untuk menggunakan metode manajemen yang dapat memastikan pencegahan secara parsial atau total terhadap risiko yang akan terjadi atau pada saat

46 16 terjadinya kegagalan, dilakukan dengan mengurangi akibatnya terhadap pengoperasian rantai pasok. Metode utama untuk menanggulangi risiko, seperti dalam literatur (Culp dan Christopher 2002; IRM 2003; Chapman 2006) adalah: a) Menghidari risiko, secara intuisi cara untuk menghindari risiko yang utama adalah tidak mengambil tindakan yang akan berpotensi terjadinya risiko yang dimaksud. b) Mitigasi atau eliminasi risiko, Tindakan penanggulangan resiko di identifikasi dengan meninjau ulang profil resiko dari keseluruhan sphere rantai pasok dan merumuskan tindakan yang harus diambil dalam rangak mengurangi profil resiko tadi atau membuat penghalang dari dampak yang akan ditimbulkan resiko terhdap perusahaan. Menurut Handfield dan McCormack (2008), ada beberapa pendekatan yang berbeda dalam penanggulangan resiko : Mengambil tindakan yang bisa mengubah profil resiko. Ini adalah tindakan penangulangan resiko yang pertama kali harus dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap atribut masing masing pemasok di setiap sphere rantai pasok, hubungan atau interaksi yang akan menimbulkan skor atau bobot resiko yang paling tinggi dan apa yang dapat dilakukan untuk mengubahnya berdasarkan atribut atribut yang mempunyai nilai bobot tertinggi (Gambar 6). H Dampak revenue ($) Profil 2 ada pengelolaan resiko Profil 1 Tidak ada pengelolaan resiko L L Indeks peluang resiko (Peluang kejadian x skor) H Gambar 6 Persamaan dampak revenue dan penurunan resiko dengan manajemen resiko (Handfield dan McCormack 2008)

47 17 Mendistribusikan resiko kepada beberapa pemasok yang memiliki resiko profil yang lebih rendah Hal ini akan mengurangi dampak resiko untuk masing masing pemasok dan pengurangan resiko secara keseluruhan dalam satu jaringan rantai pasok (Gambar 7). H Dampak revenue ($) Pemasok 2 Pemasok 3 Pemasok 1 tiidak ada management resiko Pemasok 4 L L Indeks peluang resiko (Peluang kejadian x skor) H Gambar 7 Penyebaran pengeluaran dan revenue penurunan resiko secara keseluruhan (Handfield dan Kevin M, 2008) c) Pengalihan risiko, Sebuah prinsip yang umum dari strategi menajemen risiko yang efektif adalah bahwa risiko harus didistribusikan jika mungkin pada semua pihak agar dapat dilakukan pengaturan dengan baik. Sebagai tindakan ekstrim risiko dapat dialihkan pada perusahaan asuransi, dengan membayar premi yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya risiko tersebut, dengan melakukan kontrak untuk menyediakan konpensasi terhadap seluruh pelaku yang terpengaruh oleh risiko. d) Penyerapan dan pengumpulan risiko. Ketika risiko (tidak dapat dijustifikasi secara ekonomi) tidak dapat dieliminasi, dialihkan dan dihindari, maka harus diserap. Dalam suatu rantai pasok, hal ini tidak selalu disarankan hanya sebuah perusahaan tertentu untuk menanggung semua risiko yang terserap. Risiko dapat dikurangi dengan melalui mekanisme pengumpulan (risk pooling) kemungkinan melalui partisipasi dalam sebuah konsursium dari kontraktor, ketika dua atau

48 18 lebih anggota dapat melakukan pengendalian parsial terhadap kejadian dan akibat dari risiko. d) Penyerapan dan pengumpulan risiko, Ketika risiko (tidak dapat dijustifikasi secara ekonomi) tidak dapat dieliminasi, dialihkan dan dihindari, maka harus diserap. Dalam suatu rantai pasok, hal ini tidak selalu disarankan hanya sebuah perusahaan tertentu untuk menanggung semua risiko yang terserap. Risiko dapat dikurangi dengan melalui mekanisme pengumpulan (pooling) kemungkinan melalui partisipasi 4. Pengawasan risiko, Perusahaan dan lingkungannya tidaklah statik, dan oleh karenanya juga status risiko akan berubah. Faktor-faktor risiko yang dikenali harus dimonitor untuk mengidentifikasi potensi meningkatnya kecenderungan dari kemungkinan dan konsekuensinya. Sebagai akibatnya faktor risiko penting yang baru bisa muncul Analisis Risiko Rantai Pasok Dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar dan metode pengukuran risiko secara statistik (Klimov dan Merkuyev 2006). Pengukuran risiko dengan pendekatan statistik bersifat objektif dan lebih efektif dengan kerangka kerja berdasarkan probabilitas kejadian risiko sebagai variabelnya. Analisis rantai pasok merupakan bagian bagian dari manajemen rantai pasok yang harus dilakukan untuk mengurangi atau menghindari terjadinya kegagalan bisnis dalm kondisi yang penuh ketidakpastian. Analisis risiko dilakukan dengan menghitung nilai indeks risiko pada setiap tingkatan rantai pasok yaitu indeks risiko (Marimin dan Maghfiroh 2010). RI n ^ 1 1 P Sxi i 1 x x x... (2) Dimana : Rix = Indeks risiko rantai pasok pada tingkat ke x = konsekuensi dari rantai pasok yang harus ditanggung pelaku pada tingkat ke-x ketika produk gagal dipasok. x = persentase nilai tambah yang diberikan pelaku rantai pasok pada tingkat

49 19 ke x. x = pelaku rantai pasok pada masing-masing sphere = Probabilitas kegagalan produk komponen ke-i dari pelaku tingkat ke-x. Nilai indek risiko berada pada nilai antara nol dan satu. Dalam kajian ini, nilai konsekuensi dapat diklasifikasikan sebagai vital, dibutuhkan, diperlukan dan diinginkan (Tabel 1 ). Tabel 1 Nilai konsekuensi risiko Konsekuensi Keterangan Α Vital Tidak tergantikan 1,00 Necessary Tidak mudah digantikan 0,60 Necessary Mudah digantikan 0,30 Desired Mudah digantikan 0,10 Sumber : Marimin 2010 Sementara perhitungan nilai tambah pelaku rantai pasok menggunakan pendekatan metode Hayami (Tabel 2) Tabel 2 Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami No Variabel Nilai Output, Input, Harga 1 Output (Kg) (1) 2 Bahan baku (Kg) (2) 3 Tenaga kerjalangsung (HOK) (3) 4 Faktor konversi (4) = (1) / (2) Koofisien tenaga kerja langsung (HOK/Kg) (5) = (3) / (2) 5 6 Harga Output (Rp/Kg) (6) 7 Upah tenaga kerja langsung (Rp/HOK) (7) Penerimaan dan keuntungan 8 Harga bahan baku (Rp/Kg) (8) 9 Harga input lain (Rp/Kg) (9) 10 Nilai output (Rp/Kg) (10) =(4) X (6) 11 a. Nilai tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) (8) (9) b. Rasio nilai tambah (%) (11b) = (11a)/10 x a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7) b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) (12b) = (12a)/(11a)x a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) (12a) b. Tingkat keuntungan (%) (13b) = (13a) /(10)x 100

50 20 Tabel 2 prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami (lanjutan) No Variabel Nilai Balas jasa pemilik faktor produksi 14 Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) x (8) a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) (14a) = (12a) /(14)x 100 b. Sumbangan input lain (%) (14b) = (9) /(14)x 100 c. Keuntungan perusahaan (%) (14c) = (13a) /(14)x 100 Sumber : Marimin Pengukuran Kinerja pelaku Rantai Pasok melalui pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Salah satu aspek fundamental dalam Supply Chain Management (SCM) adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk : 1) melakukan monitoring dan pengendalian, 2) mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok, 3) mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai dan 4) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing. Menurut Aranyam et al. (2006), terdapat beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mengukur kineja SCM. Beberapa metode terbaik tersebut antara lain : Supply Chain Council Operations Reference (SCOR), the Balanced Scorecard (BSC), Multi-Criteria Analysis, Data Envelopment Analysis (DEA), Life-Cycle Analysis dan Activity-Based Costing. Di dalam studi ini pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dilakukan melalui pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) sebagai programa linier (LP). Keuntungan DEA dapat mengevaluasi berbagai pengukuran secara efisien seperti yang diperlukan untuk menemukan berbagai hubungan antar variabel yang berkaitan. Selain itu, DEA mampu bekerja dengan cara yang unik melalui proses Benchmarking sehingga tidak batasan limit dari atribut pengukuran DEA dalam mencapai efisiensi yang diinginkan. Setiap unit atau organisasi yang akan menjadi objek pengukuran menggunakan metode DEA didefinisikan sebagai unit pembuat keputusan (Decison Making Unit) atau DMU. Penentuan nilai efisiensi DMU setiap unit dalam pengukuran (θ i ) dalam melakukan kegiatan operasional ditentukan dari rasio penggunaan input (I ij ) dan

51 21 output (O ij ) ketika dibandingkan dengan DMU yang lainnya. Nilai efisiensi suatu unit pengukuran sangat tergantung kepada nilai output dan input serta bobot pada setiap nilai variabel output (w ij ) dan bobot variabel input (v ij ) dari DMU pengukuran. i n o j i n o j i O. w ij I. v ij ij ij... (3) Dalam penentuan nilai efisien unit dilakukan melalui dua pendekatan yaitu dengan cara memaksimalkan output dengan penggunaan nilai input yang sama atau sebaliknya dengan cara meminimalkan input yang digunakan dalam menghasilkan output dengan kuantitas yang sama. Di dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memaksimalkan output yang dihasilkan karena untuk menyelaraskan dengan tujuan rancangan model distribusi risiko. Kelebihan lain dari metode DEA adalah penentuan bobot dilakukan berdasarkan analisa kuantitatif sehingga dapat menghilangkan efek bias yang selalu terjadi ketika pengukuran kinerja dilakukan melalui pendapat para pakar. Pada setiap proses pengukuran, unit tidak dapat menentukan bobot terhadap dirinya sendiri yang akan menyebabkan efisiensi unit lainnya termasuk unit tersebut melebihi 100 %. Sangat tidak mungkin setiap unit untuk mencapai efisiensi lebih dari 100 % berdasarkan penentuan bobot pengukuran setiap unit. Oleh karena itu, setiap individu unit pengukuran menghasilkan akumulasi dari perkalian bobot dengan output tidak boleh melebihi daripada akumulasi perkalian bobot dengan input. Formulasinya dapat dilihat pada persamaan (4) n o j i o O. w I. v ij ij ij ij j i n... (4) Untuk mencegah solusi diluar batas yang diinginkan maka kumulatif perkalian bobot dengan input dari unit pengukuran sama dengan 1 sesuai dengan persamaan (5). n o j i I. v 1 ij ij... (5)

52 22 Asumsi ini berlaku jika pencarian (Threshold) nilai efisiensi unit melalui mekanisme dengan memaksimalkan output Model Mitigasi Risiko Dengan Pendekatan Distribusi Risiko (Risk Sharing) Proses mitigasi risiko melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan salah satu bagian dari metode dalam pendekatan penanggulangan risiko di dalam manajemen risiko rantai pasok (Culp dan Chritoper 2002; Chapman, 2006). Banyak literatur (Laviere dan Porteus 2001; Tsay,2001; Wu dan Blackhurst 2009) yang menjelaskan bahwa proses distribusi risiko bisa dilakukan dengan mekanisme pendistribusian profit dari pelaku rantai pasok yang menerima beban risiko lebih sedikit kepada pelaku dengan bobot risiko lebih besar. Melalui proses transfer profit berdasarkan model yang ingin diberlakukan maka akan memicu keseimbangan risiko (Balancing Risk) antar setiap pelaku rantai pasok. Model yang selama ini menjadi bahan kajian peneliti adalah melalui mekanisme penetapan harga. Menurut Cachon (2003), Wu dan Blackhurst (2009) mekanisme model distribusi risiko bisa diaplikasikan dengan bantuan kontrak dalam mengkoordinasikan semua parameter dan kompleksitas permasalahan yang didefinisikan model. Wu dan Blackhurst (2009) berhasil memberikan pendekatan model yang lebih baik dari usulan model yang pernah dipubilkasikan sebelumnya melalui penetuan risiko spesifik pelaku rantai pasok untuk meminimalisir kemungkinan loss profit akibat penentuan harga yang bersifat general. Model yang diusulkan dalam penelitian mengambil ide dari penelitian Wu dan Blackhurst (2009) dengan pendekatan yang lebih mendalam terhadap mekanisme,implikasi serta aplikasi distribusi risiko. Sehingga, metode distribusi risiko yang akan disajikan fokus kepada teorema Wu dan Blachurst yang merupakan usulan terbaik pada saat ini dalam melakukan proses penyeimbangan risiko (Risk Balancing) pelaku rantai pasok. Menurut Wu dan Blackhurst (2009) risiko yang dihadapi vendor adalah ketika terjadi fluktuasi permintaan konsumen di tingkat ritel sehingga proses penentuan kapasitas porduksi dan kuantitas pasokan mnjadi sulit dilakukan.

53 23 Melalui proses internediasi risiko melalui pelaku tingkat distributor diharapkan risiko vendor dapat didistribusikan kepada ritel dan distributor. Proses penentapan harga jual dari setiap produk yang menjadi salah satu faktor kunci dalam menyelesaikan permasalahan melalui model ini. Menurut model yang diajukan Wu dan Blackhurst (2009) kelemahan dari model distribusi risiko yang ada selama ini adalah belum memahami dengan baik bahwa risiko dari setiap ritel akan berbeda satu sama lain. Oleh karena itu penentuan harga jual juga harus spesifik berdasarkan risiko yang dihadapi oleh setiap ritel sehingga kerugian (Loss Profit) akibat generalisasi penetapan harga bisa dihindari. Kontrak yang dirancang melalui proses karakterisasi pelaku berdasarkan risiko spesifik yang dihadapinya merupakan model koordinasi yang diusulkan dalam model ini. Setiap ritel bertujuan untuk memaksimalkan penjualan dari semua produk yang telah dipesannya (Expected Utility) sehingga berdampak kepada vendor sebagai pemasok ketika menghadapi persoalan mengenai jumlah pasokan dan harga yang harus diberlakukan selama periode pemesanan. Sebaliknya Vendor akan berorientasi untuk memaksimalkan nilai total profit yang diperolehnya (Expected Value) melalui peningkatan kuantitas pesanan dari ritel. Dua paameter tujuan inilah yang coba dimediasi oleh Wu dan Blachurst melalui usulan model yang diberikan. Kuantitas pesanan (S) selama periode pemesanan akan memberikan fungsi keuntungan yang bersifat acak melalui proses pembayaran yang diberikan ritel terhadap vendor. ( S, F, c, s, e) F pd cs s[ S D] e[ D s]... (6) Dimana : П (S,F,c,s,e) = Akumulasi jumlah pembayaran yang diberikan pengecer (distributor) dari sejumlah unit pemesanan S = Kuantitas pesanan F = pembayaran tetap terhadap ritel p = harga unit tingkat ritel c = harga unit tingkat vendor di dalam periode pemesanan (regularprice) s = harga setiap unit yang dikembalikan ke vendor ketika tidak

54 24 terjual (salvage price) D = Jumlah permintaan dari ritel terhadap vendor e = Harga unit yang dipesan diluar periode pemesanan (emergency purchase) Sementara nilai Expected Value (EV) dan Expected Utility (EU) yang akan memaksimalkan jumlah pasokan yang didefinisikan sebagai dan adalah sebagai berikut : Q i M ( Q ) v opt (0,,, ) i i P : Max E S c s e F p c... (9)... (7)... (8) Pada persamaan (7), setiap ritel akan berusaha meminimalkan risiko yang dihadapinya (Risk Aversion) atau dengan meningkatkan nilai EU melalui rancangan struktur kontrak yang ditawarkan model (Reservation Utility) atau r i. Melalui penjabaran dari persamaan (6), (7) dan (8) model struktur kontrak akan dirancang yang akan memberikan kenuntungan maksimum kepada distributor selaku pelaku yang menjadi mediator risiko. 2 2 s. t. If i M ( Q) F p c p c / 2 r i i i i i i i i i j j j j F p c p c / 2 F p c p c / 2 M ( Q), j Q i u S ( F, c, s, e) arg max EU pd cs s[ S D] e[ D s] opt s v S ( F, c, s, e) arg max EU pd cs s[ S D] e[ D s] opt s Dari kendala pada persamaan (9) diatas memberikan makna, bahwasanya ritel (i) hanya akan menerima menu dari kontrak (M (Q) ) jika nilai EU yang bisa ditawarkan kontrak minimal harus sama dengan nilai r i ritel sehingga, ritel akan selalu memilih kontrak dengan nilai EU yang paling tinggi Kopi Kopi arabika merupakan komoditas penting bagi perekonomian masyarakat di kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo lues. Selain itu komodits tersebut juga merupakan komoditas ekspor peting untuk menghasilkan devisa bagi Negara. Bagi Pemerintah Provinsi NAD sendiri komoditi kopi memberikan nilai tambah ekspor yang begitu besar. Menurut Aceh Coffee forum Kopi merupakan

55 25 salah satu sektor pertanian penting di Aceh dan merupakan komoditi Ekspor yang memberikan konstribusi besar ke dua setelah Kelapa sawit bagi PDRB Daerah (Gambar 8). paper 0% nutmeg 9% Others 1% cocoa 18% Clove 0% Coffee 24% patchouli 0% pinang 9% rubber 13% palm oil 26% coconut 0% Gambar 8 Persentase expor komoditi pertanian NAD (Aceh Coffe Forum 2011) Menurut Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia pada tahun 2007, kopi arabika yang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam mampu menghasilkan devisa sebesar US$ dari ekspor kopi sebesar kg. Tercatat pada tahun 2008, komoditas kopi mampu menghasilkan devisa sebesar US$ dengan volume ekspor sebesar kg (Tabel 3). Tabel 3 Data realisasi ekspor kopi Arabika Nagroe Aceh Darussallam Tahun No Tahun Volume (Kg) Nilai (USD) , , , , , , , , , , , , , , , ,34 Sumber : Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia 2009

56 26 Dari peranan kontribusi kopi yang cukup besar bagi PDRB aceh terdapat masalah dimana begitu banyak area tanam yang terlantar akibat konflik dan tsunami ditambah lagi dengan fluktuasi yang tinggi dari perolehan keuntungan jika dilihat dari perbandingan data BPPS dengan data APED. Lembaga Aceh Coffee Forum memberikan justifikasi yang lebih spesifik terhadap kontribusi komoditi kopi organik melalui jumlah ekspor kopi Gayo dari tahun 2010 sampai pertengahan 2011 dari enam belas eksportir yang ada di 3 kecamatan berbeda (Tabel 4) Tabel 4 Rekapitulasi nilai ekspor kopi Arabika Gayo Eksportir 2010 Januari 2011-April 2011 Total ekspor (Rp) (Rp) (Rp) CV. SARI MAKMUR 8.892, , ,47 CV. SIDIKALANG 6.010, , ,56 CV. SSC 4.168, , ,40 PT. INDOCAFCO 3.677, , ,30 CV. SAM KARYA 2.889,60 971, ,70 CV. MENACOM 2.483,29 870, ,29 CV. OLAM 2.036, , ,08 CV. RAJA PUTRA 2.331,18 576, ,18 CV. MANDAGO 2.279,40 672, ,40 Kop. PERMATA 1.536,00 0, ,00 Kop. KBQ 1.648,80 660, ,80 CV. UJANG JAYA 1.004,40 271, ,60 CV. ARVIS 789,40 184,80 974,20 CV. MULYO KAWI 0,00 593,10 593,10 PT. EKA NUSA 0,00 719,25 719,25 CV. YUDI PUTRA 0,00 510,30 510,30 Total keseluruhan ekspor Sumber : Aceh Coffee Forum 2012 Dari Tabel 4 terlihat peningkatan jumlah ekspor produk kopi Gayo hampir dua kali lipat setelah dua tahun kemudian. Akan tetapi konsentrasi ekspor meningkat karena migrasi petani kopi organik ke budidaya kopi konvensional sehingga jumlah produktifitas kopi meningkat dua kali lipat dari yang sebelumnya. Hal ini diperkuat dengan indikasi data yang ditunjukkan Tabel 5 yang menyatakan tidak terjadi perubahan yang begitu berarti dari luas areal tanam kopi Arabika Gayo.

57 27 Sehingga, bisa disimpulkan peningkatan jumlah kuantitas ekspor disebabkan faktor produktifitas petani kopi Arabika Gayo. Tabel 5 Data luas areal tanam kopi Arabika Nagroe Aceh Darussallam Tahun No. Tahun Luas tanam (Ha)* , , , , , , , , , ,43 59,82 59, , , , , , , , , , , , ,89 Sumber : Data BPPS diolah 2006 *) tanaman menghasilkan

58 28 Ketika ditelaah lebih lanjut luas areal tanam yang tergambar pada data diatas sebenarnya ada indikasi lahan yang telantar akibat adanya konflik dan tsunami di Aceh melalui persentase jumlah lahan terlantar (Gambar 9). Gambar 9 Perkembangan Produksi Kopi 1990 s/d 2007 di Aceh Tengah dan Bener Meriah (APED, 2011) Dari serangkaian alur gambaran data yang disajikan diatas memperkuat hipotesa keberlanjuan rantai kopi organik di Aceh Tengah sebagai salah satu wilayah sentra produksi kopi organik Arabika Gayo terancam hilang karena kompleksitas permasalahan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Tercatat, jumlah petani kopi di Aceh Tengah keluarga. Jika satu keluarga diasumsikan beranggotakan 4 orang, sebanyak orang di sana yang menggantungkan hidup pada kebun kopi. Jumlah itu setara dengan hampir 90 persen total penduduk Aceh Tengah yang mencapai jiwa (2010). Kondisi yang sama juga terjadi di Bener Meriah. Jumlah petani kopi mencapai sekitar keluarga atau sekitar jiwa orang. Itu artinya sekitar 75 persen penduduk di Bener Meriah ( jiwa tahun 2010) menggantungkan hidup pada kebun kopi. Itu baru di petani, belum termasuk pedagang, tauke, agen kopi, dan warga yang bekerja di pengolahan kopi. Pengolahan kopi arabika di Aceh tengah masih terbatas dalam bentuk kopi beras dengan orintasi utama untuk expor.

59 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan strategis dibuat merupakan pertimbangan utama untuk menentukan kerangka pikir model distribusi risiko yang akan dirancang. Terdapat beberapa alasan adanya kompleksitas ini yaitu : 1) Perancangan model dibatasi spesifik masalah yang berkaitan dengan standarisasi organik mutu produk; 2) Model yang akan dirancang melibatkan parameter pengukuran yang belum pernah digunakan pada model terdahulu yaitu kinerja pelaku rantai pasok; 3) Output dari model tidak hanya dirancang untuk menjaga keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah, akan tetapi sekaligus meningkatkan total profit pelaku di saat yang bersamaan; 4) Model dirancang untuk mediasi kontradiksi pandangan mengenai mekanisme mitigasi risiko rantai pasok melalui mekanisme distribusi risiko. Pengukuran risiko di dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif melalui pendekatan metode statistik dengan keluaran berupa peluang risiko. Kerangka kerja yang dilakukan di dalam penelitian ini disusun secara sitematis berdasarkan tujuan perancangan model distribusi risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Tujuan dari model ini adalah melakukan peningkatan terhadap kualitas pasokan, kuantitas pasokan, total profit pelaku rantai pasok serta menjamin kontinuitas pasokan kopi organik. Sistematika penyusunan kerangka pikir model desain rantai pasok kopi organik terdiri atas beberapa sub model yang saling berkaitan satu sama lain sehingga bisa menghasilkan suatu model yang utuh untuk menyeimbangkan risiko (balancing risk) pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Kekuatan model didapatkan melalui pendekatan yang berbeda dalam rangka menghasilkan sebuah rancangan model distribusi risiko. Rancangan model bertujuan untuk dapat meningkatkan total profit pelaku dan keberlanjutan pasokan disaat bersamaan. Perbedaan model dalam studi ini terdapat pada pemahaman yang berbeda dari model sebelumnya dalam proses justifikasi perspektif pelaku yang akan berbagi profit. Pergeseran cara pandang risiko dan motivasi yang berbeda dari setiap pelaku dengan jenis organisasi yang

60 30 beragam memaksa mekanisme model distribusi risiko tidak lagi terbatas pada output berupa perspektif keberlanjutan rantai pasok. Detail dari kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 10. START Penentuan tujuan manajemen risiko rantai pasok Identifikasi risiko rantai pasok Evaluasi risiko rantai pasok Kinerja pelaku rantai pasok Perlakuan risiko rantai pasok Sub model analisis risiko Sub model pengukuran kinerja Risk balancing Rancangan struktur kontrak Implikasi manajerial Sub model Risk Sharing Simulasi implementasi model Risiko terkendali Rantai pasok berkelanjutan STOP Gambar 10 Kerangka pikir penelitian desain rantai pasok agroindustri kopi organik untuk optimalisasi balancing risk Sub Model Distribusi Desain Rantai Pasok Untuk Optimalisasi balancing risk Model kerangka pikir desain rantai pasok kopi organik diuraikan menjadi beberapa sub model untuk memberikan alur yang jelas dalam mengoptimalkan keseimbangan risiko antar pelaku rantai pasok. Tujuan manajemen risiko yang telah didefinisikan sebelumnya diuraikan secara bertahap dari satu sub model ke

61 31 sub model berikutnya sehingga penyelesaian lebih tersusun secara sitematis. Secara keseluruhan sistematika penyusunan model desain rantai pasok kopi organik bertujuan untuk menjaga kontinuitas pasokan dan profitabilitas pelaku rantai pasok sehingga keberlanjutan rantai pasok tetap terjamin Sub Model Analisis risiko Model analisis risiko dirumuskan berdasarkan tujuan manajemen risiko rantai pasok yaitu: meningkatkan kualitas pasokan, meningkatkan kuantitas pasokan, meningkatkan total profit pelaku rantai pasok serta menjamin ketersediaan pasokan yang stabil. Tujuan manajemen risiko rantai pasok menjadi tolak ukur dalam mendefinisikan dan menentukan risiko pelaku rantai pasok. Risiko pelaku rantai pasok dibagi menjadi empat faktor risiko yaitu : faktor pasokan, faktor proses, faktor permintaan dan faktor harga. Setiap faktor risiko terdiri atas beberapa variabel risiko sehingga proses pengukuran risiko dapat dilakukan secara lebih jelas. Secara lebih detail tahapan proses analisis risiko dapat dilihat pada Gambar 11. START Tujuan Manajemen risiko rantai pasok Identifikasi risiko Risiko petani Risiko processor Risiko Colector Risiko Koperasi Risiko standarisasi proses dan budidaya organik Risiko pasokan Risiko proses Risiko permintaan Risiko harga Peluang risiko Agregasi nilai peluang risiko rantai pasok STOP Gambar 11 Tahapan analisis risiko rantai pasok kopi organik

62 Sub Model Pengukuran kinerja pelaku rantai pasok Pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dilakukan melalui pendekatan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Metode DEA dipilih sebagai tools dalam menentukan kinerja rantai pasok disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1. DEA mampu bekerja secara simultan dan berkesinambungan melalui proses Benchmarking untuk mendapatkan nilai efisiensi setiap pelaku rantai pasok. 2. Pemilihan parameter kinerja di dalam model distribusi risiko bertujuan untuk mendapatkan output berupa peningkatan profit pelaku rantai pasok yang bekerja secara kompetitif ketika diaplikasikan. DEA sebagai metode pengukuran kinerja mampu mengakomodir salah satu tujuan model ini sehingga tidak ada limit peningkatan nilai variabel efisiensi antara satu pelaku dengan yang lainnya. 3. Prinsip kerja DEA yang bersifat simultan dan berkesinambungan dapat meningkatkan total profit pelaku rantai pasok secara keseluruhan, secara khusus terhadap pelaku yang akan mendistribusikan profit akibat implementasi model. Pengukuran kinerja melibatkan tiga pelaku rantai pasok yaitu : petani, prosesor dan kolektor. Sementara pengukuran kinerja koperasi sebagai pelaku akhir rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah tidak dilakukan. Proses initidak dilakukan dengan alasan: 1) koordinasi dalam model distribusi risiko harus bertumpu disatu organisasi, 2) pelaku tingkat pelaku eksportir yang memiliki struktur rantai pasok kopi organik yang cukup baik hanya terdiri atas satu pelaku yaitu koperasi Baburrayyan. Variabel atribut DEA ditetapkan berdasarkan tujuan model distribusi dan manajemen risiko rantai pasok. Sehingga pemilihan variabel input dan output DEA sebagai parameter penentu tingkat efisiensi pelaku rantai pasok harus bisa mengakomodir definisi tujuan dari model distribusi risiko dan manajemen risiko rantai pasok. Indeks risiko sebagai salah satu variabel atribut DEA diperoleh berdasarkan nilai kuantitatif risiko dan nilai tambah pelaku rantai pasok kopi organik. Jumlah pelaku dalam setiap wilayah (sphere) mewakili unit pembuat keputusan yang menjadi objek pengukuran (Decision Making Unit). Nilai efisiensi pelaku tingkat petani, prosesor, kolektor didapatkan melalui proses benchmarking antar pelaku

63 33 dalam sphere rantai pasok dan bobot komposit dari setiap variabel input dan ouput pelaku. Rentang nilai perbaikan yang harus dilakukan oleh setiap Decision Making Unit (DMU) atau pelaku yang tidak efisien mengacu terhadap beberapa unit yang efisien. Perbaikan efisiensi pelaku (DMU) dilakukan melalui peningkatan nilai variabel input dan output. DMU yang tidak efisien akan dikelompokkan ke dalam satu grup (peers group) beserta dengan DMU efisien yang menjadi acuan peningkatan kinerja pelaku rantai pasok. Penyajian sub model pengukuran kinerja pelaku rantai pasok kedalam bentuk Use Case diagram bertujuan untuk memperjelas interaksi aktor atau pelaku rantai pasok dengan setiap sub sistem yang menjadi tahapan dalam proses pengukuran (Gambar 12) penentuan faktor risiko pasokan penentuan faktor risiko proses Sub sistem risiko indeks pelaku rantai pasok penentuan faktor risiko permintaan penentuan faktor risiko harga Pengkuran probabilitas faktor risiko Indek Risiko petani Penentuan variabel atribut DEA Sub sistem parameter DEA Penentuan variabel output Kualitas Jumlah pasokan Fullfil order Analisis Nilai Tambah processor Penentuan variabel input Risiko indek Bobot komposit sistem pengukuran kinerja DEA Penentuan DMU efisien dan inefisien Efisiensi Colector Koperasi Penentuan DMU Penentuan bobot output & input Harga produk Siklus pemenuan pesanan Biaya Total Peer group Gambar 12 Use Case Diagram Tahapan pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dengan pendekatan DEA Proses Benchmarking dalam DEA sangat menentukan nilai kinerja yang akan didapat pelaku rantai pasok. Penetapan nilai kinerja akan bersifat fleksibel berdasarkan capaian nilai kinerja pelaku lainnya dalam satu sphere rantai pasok. Dalam penelitian ini, sphere rantai pasok merupakan grup (kelompok) pelaku

64 34 rantai pasok ketika proses benchmarking dilakukan. Standar nilai kinerja yang tertinggi atau sama dengan 1 diperoleh dari pelaku yang paling efisien ketika suatu pengukuran dilakukan. Nilai tersebut akan menjadi patokan untuk nilai kinerja (efiiensi) untuk pelaku lainnya yang tidak efisien. Mekanisme inilah yang akan menciptakan kompetisi bagi setiap pelaku dalam sphere rantai pasok dalam meningkatkan kinerja yang akan diperolehnya pada periode pengukuran berikutnya. Secara lebih detail dapat dilihat pada Gambar 13. Nilai efisiensi DEA Sphere I Sphere II Sphere III Pengukuran melalui proses benchmarking Pengukuran melalui proses benchmarking Pengukuran melalui proses benchmarking Efisiensi pelaku <1 Efisiensi pelaku =1 Efisiensi pelaku =1 Efisiensi pelaku <1 Efisiensi pelaku <1 Efisiensi pelaku =1 Efisiensi pelaku =1 Efisiensi pelaku <1 Efisiensi pelaku <1 Efisiensi pelaku =1 Efisiensi pelaku =1 Efisiensi pelaku <1 Gambar 13. Mekanisme Benhmarking di dalam pengukuran kinerja pelaku rantai pasok melalui pendekatan model DEA Penetapan model DEA sebagai input bagi sub model RS berdasarkan mekanisme pengukuran kinerja dalam rantai pasok. Proses perbandingan bertingkat (benchmarking) antara satu pelaku dengan pelaku lainnya di dalam satu sphere rantai pasok menjadikan sub model DEA tidak mempunyai batasan dalam pencapaian nilai kinerja. Nilai kinerja yang didapat melalui model DEA merupakan tolak ukur utama dalam menetapkan variabel insentif dalam sub model distribusi risiko.sehingga, besaran keuntungan yang didapat pelaku rantai pasok melalui proses distribusi profit dari koperasi sebagai pelaku upstream jaringan rantai pasok sangat tergantung kepada pencapaian kinerja. Semakin baik nilai kinerja pelaku rantai pasok, maka semakin optimal harga jual yang bisa diberikan koperasi kepada pelaku. Faktor inilah yang membuat setiap pelaku akan berusaha meningkatkan kinerjanya masing-masing sehingga bisa memaksimalkan keuntungan melalui nilai harga jual yang paling optimal. Usaha dari setiap pelaku

65 35 rantai pasok dalam meningkatkan nilai kinerja satu dengan yang lainnya akan menciptkan kompetisi agar nilai harga jual yang didapatkan lebih optimal dari periode pengukuran sebelumnya. Prinsip benchmarking DEA di dalam model RS bisa dilihat pada Gambar 14. Mulai Peningkatan atribut DEA senilai 5 % Output kualitas pasokan Output kuantitas pasokan Analisis sensitivitas model RS pada peningkatan atribut 5 % Nilai efisiensi relatif DMU pada peningkatan atribut 5 % Perhitungan harga jual model RS Pengurangan loss profit koperasi Peningkatan total profit koperasi Perbaikan bargaining position model Stop Gambar 14 Mekanisme benchmarking DEA terhadap rencana implementasi model Nilai kinerja dalam DEA (efisiensi relatif) mewakili atribut-atribut yang yang akan menimbulkan risiko terhadap jaringan rantai pasok secara keseluruhan. Variabel tersebut akan mewakili risiko yaitu : kuantitas pasokan, standar kualitas dan mutu organik produk serta harga. Secara lebih rinci fungsi nilai efisiensi DEA pelaku dalam model RS dapat dilihat pada Gambar 15.

66 36 Faktor risiko permintaan Faktor risiko pasokan Faktor risiko proses Faktor risiko kesesuaian harga Fullfil order kualitas siklus pemenuhan pesanan biaya total harga Indeks risiko Jumlah pasokan Pelaku rantai pasok Sub model analisis risiko Risiko kuantitas pasokan Risiko kualitas pasokan Risiko harga Nilai efisiensi relatif optimal DEA pelaku rantai pasok Nilai efisiensi relatif DEA pelaku rantai pasok (tidak efisien) kompetisi Peningkatan profit pelaku rantai pasok Sub model pengukuran kinerja DEA Pembayaran tetap insentif Harga jual optimal pelaku rantai pasok Sub model distribusi risiko Gambar 15 Fungsi sub model DEA dalam meningkatkan profit pelaku rantai pasok dalam model RS Sub Model Distribusi Risiko Model distribusi risiko (Risk Sharing) mengambil ide model intermediasi risiko yang diusulkan oleh Wu dan Blackhurst (2009). Penyempurnaan pada model intermediasi risiko dititik beratkan pada pengaturan mekanisme penetapan harga jual berdasarkan risiko spesifik pelanggan. Pada penelitian ini, penyempurnaan model di lakukan dengan menambahkan parameter kinerja ke dalam fungsi insentif dalam penetapan harga. Parameter kinerja diambil dari model pengukuran kinerja melalui pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Pelaku dikelompokkan berdasarkan struktur rancangan menu kontrak yaitu : 1. Pelaku bebas risiko (ditinjau dari sisi kontrak), dimana nilai harga jual yang didapatkannya adalah nilai tertinggi yang bisa diberikan struktur menu dari kontrak. 2. Pelaku berisiko, dimana nilai harga jual yang didapatkannya masih belum optimal (FP yi ) sehingga masih terdapat sejumlah risiko yang harus

67 37 dinetralisir oeh pelaku ini (ρ i ) untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari rancangan struktur menu kontrak. Mekanisme harga jual diberikan melalui dua cara yaitu : 1. Sejumlah pembayaran tetap (F yi ) yang akan selalu diterima pelaku rantai pasok ketika memberikan pasokan untuk setiap satuan unit barang. Pembayaran tetap ini sama nilainya dengan r i pelaku rantai pasok. 2. Insentif diberikan berdasarkan capaian kinerja (θ i ) pelaku dengan nilai maksimal sama dengan nilai pembayaran tetap yang diterima pelaku untuk setiap satuan unit produk (kg). Asumsi model, keberlakuan kondisi saat ini (excisting condition) serta tujuan model merupakan tahapan dalam akusisi pengetahuan dilapangan untuk mendapatkan model yang tepat serta mewakili permasalahan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Fungsi harga pembayaran tetap (F yi ) diperoleh berdasarkan excisting condition model terkait jumlah pasokan atau produktifitas rata-rata petani kopi organik di Aceh Tengah. Faktor efisiensi (θ) menjadi parameter penentu untuk mendapatkan insentif paling optimal yang bisa ditawarkan menu kontrak. Sehingga, nilai harga jual pelaku rantai pasok (FP yi ) akan optimal ketika pelaku bisa memaksimalkan nilai efisiensi (θ i ) melalui peningkatan kinerja untuk mendapatkan jumlah insentif tertinggi. Rincian tahapan proses pemodelan distribusi risiko dapat dilihat pada Gambar 16. START Asumsi model risk sharing dan kontrak Penentuan harga Jual optimal Bobot risiko pelaku di dalam rantai pasok Fixed payment ( F yi ) Insentif Koofisien risk aversion ( i ) Nilai harga insentif = F yi Kinerja pelaku rantai pasok Efisiensi pelaku ( ) i =1 Insentif maksimal <1 Insentif belum maksimal Nilai harga jual ( FP yi ) Rancangan struktur kontrak STOP Gambar 16 Tahapan pemodelan distribusi risiko rantai pasok kopi organik

68 Analisis Sensitivitas Model RS Analisis sensitifitas dipahami sebagai salah satu alat pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar fluktuasi (pengaruh) terhadap output yang didapatkan akibat perubahan pada pemberian nilai input (Saltelli et al., 2004). Tujuan dari penentuan analisis sensitivitas pada model RS adalah untuk mngetahui seberapa besar model bisa bekerja dalam meningkatkan profit pelaku rantai pasok. Seperti yang telah dijelaskan pada bahasan sebelumnya, prinsip benchmarking DEA menciptakan kompetisi diantara para pelaku rantai pasok. Prinsip kompetisi ini mengakibatkan pelaku rantai pasok akan selalu berusaha meningkatkan variabel yang berpengaruh terhadap pencapaian nilai efisiensi relatif. Sehingga, asumsi pada analisis sensitivitas lebih difokuskan kepada bagaimana jika (what if) peningkatan input terjadi pada nilai persentase tertentu (5 %). Menurut Saltelli et al. (2004) pemahaman analisis sensitivitas pada bidang analisis risiko derajat perubahan pada nilai input lebih terfokus ke input material dalam rangka pencarian nilai kuantitatif output akibat adanya faktor ketidakpastian. Rancangan informasi sensitivitas bisa digunakan pada rancangan awal (postprocessing) model yang diinginkan dalam rangka meningkatkan kinerja atau kemampuan model. Analisis sensitivitas dilakukan dalam rangka memberikan deskripsi nilai kuantitatif peningkatan profit pelaku rantai pasok. Hasil dari analisis ini difokuskan terhadap pelaku tingkatan distributo sebagai bagian dari peningkatan posisi tawar (Bargaining Position) Model. Pemilihan ini didasarkan pada peranan distributor sebagai pelaku yang menjadi titik sentral terhadap penerapan (aplikasi) model RS di dunia nyata. Penentuan analisis sensitivitas model RS dilakukan dengan menetapkan asumasi terhadap peningkatan nilai atribut variabel output kuantitas dan kualitas pasokan Tata Laksana Penelitian Tahapan Penelitian Langkah-langkah perancangan rantai pasok kopi organik untuk optimalisasi balancing risk adalah menetapkan rencana keputusan desain rantai pasok. Selanjutnya masalah mulai fokus kepada tujuan manajemen risiko rantai pasok

69 39 yang ingin dirumuskan, penentuan variabel pengukuran kinerja pelaku rantai pasok yang bisa mengakomodir tujuan manajemen risiko rantai pasok. Tahapan selanjutnya adalah menentukan parameter-parameter model distribusi risiko yang akan memaksimalkan tujuan manajemen risiko rantai pasok. Terakhir, kajian dalam studi ini menentukan manajerial model distribusi risiko rantai pasok Dari kerangka tahapan proses inilah diperoleh hasil rancangan rantai pasok yang bersifat kontinuitas dan profitabilitas untuk keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Pada tahapan pertama dimulai dengan mempelajari sistem rantai pasok kopi organik di Aceh tengah melalui studi literatur dan diskusi awal dengan pakar yang mengetahui kodisi dan kendala pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Studi pustaka juga difokuskan kepada literatur yang berkaitan dengan panduan dan tata cara penilaian usaha produk organik baik dari sisi budidaya pertanian (on farm) maupun di tingkat pengolahan lebih lanjut. Selain itu juga, dilakukan analisis kondisi manajemen risiko rantai pasok kopi organik yang mencakup aspek nilai tambah serta data kebutuhan dari setiap stakeholder dalam manajemen rantai pasok. Tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan identifikasi risiko yang lebih baik serta deskripsi konflik kepentingan dalam rantai pasok secara vertikal. Tahap kedua dari penelitian ini adalah merumuskan sitematika sub-sub model yang akan membangun rancangan model mitigasi risiko melalui pendekatan risk sharing. Pendekatan rancangan model dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan antara satu tahapan sub model ke tahapan sub model berikutnya berdasarkan rumusan tujuan manajemen risiko rantai pasok. Tahap ketiga adalah implikasi manajerial model melalui asumsi tertentu. Tujuannya untuk mendapatkan output dalam bentuk bobot risiko dan profit pelaku rantai pasok yang mampu digeser model. Tahap keempat adalah rencana implementasi model serta analisis sensitivitas model. Analisis sensitivitas model diperoleh dari prinsip mekanisme benchmarking DEA terhadap pelaku rantai pasok Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kabupaten Aceh Tengah yang menjadi sentra produksi terbesar kopi organik Gayo dibandingkan dengan dua kabupaten lainya

70 40 yaitu Bener Meriah dan Aceh Tengah. Dari 13 kecamatan yang ada, dipilih delapan kecamatan yang memberikan kontribusi pasokan kopi organik yang terbesar. Penelitian mulai dilakukan melalui penelusuran literatur dan diskusi awal dengan pakar pada bulan November Januari Observasi dan pengamatan langsung di lokasi penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari 2012 sampai dengan April Teknik Pengumpulan Data Penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari laporan kajian terdahulu yang relevan dan jurnal ilmiah. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang berkaitan penelitian serta melihat sejauh mana posisi penelitian terbaru yang berkaitan dengan perancangan model yang akan dibuat. Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapa cara : a. Observasi lapangan, yakni melihat secara langsung kegiatan-kegiatan manajemen risiko rantai pasok mulai dari petani, prosesor, kolektor sampai dengan koperasi. b. Wawancara, dilakukan untuk memperoleh kendala dan risiko pelaku, jumlah produksi dan penjualan, sistem transportasi, sistem budidaya organik di tingkat petani, sistem pengolahan organik di tingkat kolektor dan koperasi, pasokan serta hubungan kemitraan antara pemasok dengan distributor dari para stakeholder. c. Focus Group Discussion (FGD), meliputi wakil petani/kelompok tani, prosesor, kolektor, koperasi KBQ Baburrayyan, lembaga peneliti, asosiasi perkumpulan stakeholder kopi Gayo. d. Pendapat pakar (expert judgement), dilakukan untuk memperoleh basis pengetahuan melalui wawancara secara mendalam. Tahapan ini bertujuan untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar terkait dalam penentuan kompleksitas masalah rantai pasok kopi organik mulai dari risiko, sistem budidaya organik, kualitas, sampai dengan hubungan relif ketinggian wilayah dengan pasokan kopi organik. e. Sampling, metode pengambilan sampel menggunakan metode Stratified Random Sampling untuk menjustifikasi lokasi pengambilan sampel secara berurutan dari tingkat kabupaten, kecamatan sampai ke desa. Selanjutnya

71 41 proses pengambilan sampel ditngkat desa dilakukan dengan metode Random Sampling Teknik-Teknik yang Digunakan Indeks Risiko, merupakan metode untuk mendapatkan nilai kuantitatif risiko untuk setiap tingkatan pelaku rantai pasok. Metode ini digunakan dalam mengakumulasilasikan keseluruhan nilai risiko dari masing-masing pelaku rantai pasok. Perhitungan nilai Indeks Risiko (RI) digunakan sebagai sebagai salah satu variabel input dalam perhitungan kinerja pelaku rantai pasok melalui pendekatan DEA. Analisis nilai tambah, digunakan dalam mengukur persentase nilai tambah yang didapatkan pelaku rantai pasok ketika melakukan kegiatan usaha di dalam jaringan rantai pasok. Perhitungan analisis nilai tambah merupakan salah satu prosedur dalam perhitungan nilai RI pelaku rantai pasok. Nilai tambah yang diberikan pelaku rantai pasok merupakan inputan bagi metode perhitungan RI pelaku rantai pasok. Data envelopment analysis, merupakan suatu metode pengukuran kinerja melalui rasio penggunaan input dan output dalam mencapai nilai efisiensi yang digunakan. Metode DEA yang digunakan dalam penelitian ini adalah CCR DEA melalui pendekatan yang bertujuan untuk memaksimalkan ouput. Sub model CCR DEA digunakan sebagai alat dalam menghitung kinerja pelaku rantai pasok pada masing-masing tingkatan pelaku rantai pasok. Output sub model digunakan sebagai variabel input bagi sub model RS dan menjadi faktor penentu dalam menentuan tujuan perancangan model dalam penelitian ini yaitu peningkatan total profit rantai pasok. Distribusi risiko (Risk Sharing), merupakan salah satu pendekatan metode di dalam melakukan mitigasi risiko rantai pasok melalui mekanisme pendistribusian risiko pelaku rantai pasok berdasarkan bobot risiko yang ditanggung oleh masingmasing pelaku. Risiko didistribusikan melalui perpindahan sebagian profit dari pelaku yang mempunyai bobot risiko rendah dan margin profit besar kepada pelaku dengan bobot risiko tinggi tetapi dengan margin profit kecil. Model ini digunakan dalam menciptakan keseimbangan risiko (balacing risk) dalam studi yang dilakukan.

72 42 Kontrak, Merupakan metode dalam mengkoordinasikan proses manajemen risiko antar pelaku rantai pasok sehingga mekanisme model berjalan sesuai dengan parameter dan tujuan yang telah ditetapkan. Perancangan kontrak bertujuan mengkoordinasikan hasil keseluruhan dari integrasi ketiga sub model sebelumnya sehingga pola dari implementasi model bisa diberikan bagi pengguna model. Analisis Sensitivitas, Merupakan metode untuk mengestimasi nilai kuantitatif output sebagai akibat perubahan nilai input. Perubahan nilai input ini disebabkan ketidakpastian pelaksanaan implementasi model. Analisis ini digunakan untuk meprediksi seberapa besar nilai kuantitatif peningkatan profit pelaku rantai pasok ketika model diimplementasikan.

73 43 IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Struktur Rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, prosesor, kolektor, koperasi dan eksportir. Sebagian koperasi langsung bertindak sebagai eksportir kopi organik. Keberadaan prosesor tergantung dari konsentrasi petani di dalam suatu wilayah serta produktifitas dan jumlah pasokan kopi organik yang sanggup di hasilkan petani. Artinya, tidak semua wilayah sentra produksi kopi organik mempunyai jaringan rantai pasok yang melibatkan prosesor dalam pendistribusian kopi. Dalam melakukan pengawasan mutu terhadap standarisasi kualitas kopi organik maka dibentuk suatu lembaga independen yaitu ICS (Internal Control System) yang bertugas mengevaluasi proses sertifikasi yang telah diperoleh. Koperasi Baburrayyan di Aceh Tengah bekerjasama dengan NCBA (National Corporative Business Association) dalam melakukan proses sertifikasi organik terhadap komunitas petani yang berada di bawah naungan koperasi ini. Tetapi secara keseluruhan Struktur rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas empat pelaku yaitu : petani, prosesor, kolektor dan koperasi (Gambar 17). Sistem koordinasi melalui mekanisme kontrak hanya terdapat antara pelaku koperasi (eksportir) dengan importir di luar negri. Hal ini membuat jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah rentan terhadap berbagai gangguan dan risiko. Kerentanan ini dipicu oleh tidak adanya koordinasi dari koperasi sebagai distributor kopi organik dengan pelaku bagian hulu (upstream) rantai pasok sehingga proteksi terhadap jalur pasokan dan berbagai risiko yang terdapat di sepanjang jalur rantai pasokan tidak bisa diantisipasi dan ditanggulangi dengan baik. Ketidakseimbangan antara risiko yang ditanggung pelaku terutama petani dengan profit yang diperolehnya mengakibatkan gangguan terhadap jalur pasokan semakin tinggi. Koperasi Baburrayyan sebagai distributor kopi organik di Aceh Tengah tidak melakukan transparansi informasi dengan baik dari hilir sampai ke hulu jalur rantai pasokan kopi organik sehingga mekanisme pengaturan harga jual tidak transparan.

74 44 Kontrol kualitas produk organik ICS Internal Control System Esternal control Sertifikasi sesuai negara tujuan Petani Pengumpul Pengumpul kopi besar kopi Koperasi Eksportir Importir Masa tanam dan perawatan kopi Packaging (goni) Up down loading Proses pengeringan kopi Proses pengeringan kopi Asosiasi kopi AEKI APKI LSM Proses panen kopi Packaging (goni) Transportasi penggudangan Transportasi penggudangan Transportasi penggudangan Mendukung pemasaran kopi Memberi informasi, perkembangan harga Dan keadaan pasar Proses kopi Asosiasi kopi AEKI APKI LSM Proses pengeringan kopi Mendukung usaha tani Penyuluhan, pengembangan verietas, pemberian bibit, dll Pemerintah dinas perkebunan Pemerintah dinas perkebunan Sertifikasi Organik Fair Trade Kerjasama perusahaan pemasaran Dokumen, transportasi, packaging, kontainer Sertifikasi Organik Fair Trade Kerjasama perusahaan pemasaran Dokumen, transportasi, packaging, kontainer Bea dan cukai Gambar 17 Struktur rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah 4.2. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Kopi Organik Berdasarkan hasil studi literatur (Halikas et al., 2004) serta interview mendalam dengan beberapa pakar yang mengetahui dengan baik permasalahan pelaku rantai pasok, maka diperoleh struktur hirarki dari proses identifikasi risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Pengelolaan risiko jaringan rantai pasok pada penelitan ini difokuskan pada prinsip membangun rantai pasok yang bersifat leanness sehingga parameter perbaikan pada sisi mutu dan biaya menjadi fokus proses mitigasi risiko. Struktur hirarki yang diperoleh terdiri atas empat level yaitu : 1. Tujuan (goal) : identifikasi faktor risiko pada setiap tingkatan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. 2. Tujuan manajemen risiko rantai pasok : penetapan tujuan manajemen risiko ranai pasok dilakukan berdasarkan prinsip leanness dengan fokus perhatian pada peningkatan kualitas pasokan, peningkatan kuantitas pasokan,

75 45 peningkatan total profit rantai pasok dan menjamin kontinuitas pasokan yang stabil. 3. Aktor : merupakan pelaku rantai pasok terdiri dari tingkat petani, tingkat prosesor, tingkat kolektor dan tingkat koperasi yang sekaligus bertindak sebagai eksportir. 4. Alternatif faktor risiko : faktor risiko difokuskan pada faktor risiko pasokan, faktor risiko proses, faktor risiko permintaan dan faktor risiko harga. Faktor risiko terdiri atas beberapa variabel risiko untuk memperjelas deskripsi risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok. Risiko standarisasi proses dan budidaya organik difokuskan pada faktor risiko proses dan pasokan. Jenis variabel risiko sebagai bagian faktor risiko dapat dilihat pada Gambar 18. Petani Pengumpul Pedagang pengumpul Kopeasi RISIKO Dari sisi suply : - Penggunaan bibit organik - Sejarah lahan - Sumber air - Degradasi kesuburan lahan Dari sisi proses (Budi daya) : - Ganguan dan penanganan Hama - Peralatan yang digunakan - penanganan lahan - Proses pemanenan - tempat penyimpanan sementara Dari sisi permintaan (demand) : - Tidak terpenuhi permintaan - kelebihan pasokan - Pengembalian hasil panen - Kepastian pasar Dari sisi harga (pricing) : - Harga jual yang sesui - Penurunan harga jual produk - peningkatan harga bahan baku - Kenaikan biaya tenaga kerja - Kenaikan harga input penunjang - kecukupan modal Dari sisi suply : - jumlah pasokan - Kualitas pasokan Dari sisi proses : - Sumber air - Peralatan yang digunakan - penanganan kopi cerri - tempat penyimpanan sementara Dari sisi permintaan (demand) : - Tidak terpenuhi permintaan - kelebihan pasokan - Pengembalian hasil penjualan Dari sisi harga (pricing) : - Peningkatan harga beli kopi - peningkatan harga bahan baku - Kenaikan biaya tenaga kerja - Kenaikan harga input penunjang - penurunan harga jual Dari sisi suply : - jumlah pasokan - Kualitas pasokan Dari sisi proses : - Sumber air - Peralatan yang digunakan - penanganan kopi cerri - tempat penyimpanan sementara Dari sisi suply : - jumlah pasokan - Kualitas pasokan Dari sisi proses : - Sumber air - Peralatan yang digunakan - penanganan kopi labu - Gudang penyimpanan - Penanganan transportasi Dari sisi permintaan (demand) : - Pengemasan - Tidak terpenuhi permintaan Dari sisi permintaan (demand) : - kelebihan pasokan - Tidak terpenuhi permintaan - Pengembalian hasil penjualan - kelebihan pasokan Dari sisi harga (pricing) : - Pengembalian hasil penjualan - Peningkatan harga beli kopi Dari sisi harga (pricing) : - peningkatan harga bahan baku - Peningkatan harga beli kopi - Kenaikan biaya tenaga kerja - peningkatan harga bahan baku - Kenaikan harga input penunjang - Kenaikan biaya tenaga kerja - penurunan harga jual - Kenaikan harga input penunjang - penurunan harga jual - Biaya transportasi Gambar 18 Parameter variabel risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Dari struktur hirarki kemudian dilakukan perbandingan tingkat kepentingan dengan melibatkan beberapa pengukuran secara kuantitatif terhadap variabel risiko pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Berdasarkan tujuan dari

76 46 manajemen risiko rantai pasok maka dilakukan pendistribusian terhadap variabel risiko yang mempunyai dampak terhadap peningkatan kualitas pasokan, peningkatan profit (harga) serta peningkatan kuantitas pasokan (Tabel 6) Tabel 6 Distribusi risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok Aktor Risiko kualitas pasokan (%) Risiko kuantitas pasokan (%) Risiko Harga (%) Petani 68,90 7,75 23,34 Prosesor 0,00 32,50 67,50 Kolektor 37,90 0,00 62,03 Koperasi 28,20 55,90 158,00 Sumber: Data primer 2012 Dari Tabel 4 terlihat bahwa risiko kualitas pasokan mempunyai persentase tertinggi yaitu 68.9 % yang disusul dengan risiko kuantitas pasokan 55.9 %. Faktor risiko ini mendominasi hampir pada semua tingkatan pelaku rantai pasok. Risiko harga harga sebagai faktor dalam peningkatan total profit pelaku rantai pasok turut mendominasi dan mempunyai bobot yang cukup tinggi pada beberapa tingkatan pelaku rantai pasok. Ketika dikaji secara lebih mendalam terlihat bahwa persentase risiko yang tinggi pada setiap tingkatan rantai pasok berada pada level strategis berdasarkan peranan pelaku di dalam rantai pasok. Di tingkat petani terlihat nyata dari persentase keseluruhan risiko, nilai risiko tertinggi terdapat pada kualitas pasokan. Faktor ini disebabkan tidak terjadinya pendistribusian total profit rantai pasok yang baik ke petani sehingga kemampuan untuk melakukan budidaya pertanian organik tidak sanggup dipenuhi oleh petani. Penyebab utamanya terdapat pada faktor biaya operasional budidaya kopi organik yang lebih tinggi dari budidaya kopi konvensional. Penurunan kualitas sebenarnya diikuti dengan penurunan terhadap produktifitas petani dalam menghasilkan kopi organik atau bahan baku bagi koperasi sebagai distributor dan pelaku kunci dalam menentukan besar profit yang akan diperoleh pelaku dibawahnya. Sehingga dampak penurunan kuantitas pasokan baru terlihat di tingkat koperasi sebagai eksportir produk kopi organik yaitu 55.9 %. Dari total keseluruhan nilai persentase risiko koperasi ternyata konsentrasi dari variabel risiko terletak di risiko kuantitas pasokan dari petani sebagai pemasok utama bahan baku.

77 47 Sementara dari sisi harga yang mempengaruhi perolehan profit koperasi, terlihat bobot risiko sangat rendah. Hal ini membuktikan bahwa koperasi sebagai pelaku yang mempunyai peranan penting dalam menentukan total profit pelaku rantai pasok tidak mendistribusikan profit dengan baik ke pelaku di bawahnya (downstream). Sebaliknya, efek ini langsung terasa ketika produktifitas petani menurun sehingga jumlah pasokan merosot secara tajam. Sementara dua pelaku rantai pasok lainnya hanya yaitu prosesor dan kolektor faktor risiko terbesar ada pada risiko harga sebagai akibat pendistribusian marjin profit yang tidak baik dari koperasi. Ditingkat prosesor risiko kualitas sama sekali tidak ada karena memang terjadi proses pemberian nilai tambah (pengolahan) di tingkat pelaku ini. Sementara pelaku berikutnya yaitu kolektor selain risiko yang paling tinggi berada di harga, serta risiko pada kualitas pasokan karena adanya proses pemberian nilai tambah (pengolahan). Faktor lainnya yang akan diuraikan secara lebih mendalam pada pembahasan identifikasi risiko dibawah ini. Distribusi risiko pelaku untuk setiap sphere bisa ditabulasikan dalam bentuk risiko pelaku dalam jaringan rantai pasok secara umum. Hasil ini bisa memberikan pemahaman yang jelas berkaitan dengan risiko pelaku ketika dikaji dalam konsep rantai pasok secara lebih umum (Tabel 7). Tabel 7 Distribusi risiko pelaku dalam jaringan rantai pasok Aktor Risiko kualitas Risiko kuantitas Risiko harga pasokan (%) pasokan (%) (%) Petani 17,23 1,94 5,84 Prosesor 0,00 8,13 16,88 Kolektor 9,48 0,00 15,52 Koperasi 7,06 13,99 3,95 Total risiko dalam jaringan rantai pasok 33,77 24,05 42,18 Sumber : Data primer 2012 Pada Tabel 7 terlihat bahwa variabel risiko harga mempunyai bobot yang paling besar di dalam jaringan rantai pasok. Hal ini sesuai dengan hasil tabulasi pada tabel 6 bahwa semua pelaku rantai pasok menanggung beban risiko terhadap mekanisme pengaturan harga di dalam jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Dari proses identifikasi risiko jaringan rantai pasok ini terlihat bahwa beban risiko yang ditanggung oleh pelaku lebih dominan disebabkan tidak

78 48 terjadinya pendistribusian profit yang baik sehingga mekanisme pengaturan harga tidak sebanding dengan risiko yang harus ditangung pelaku untuk setiap sphere rantai pasok Identifikasi Risiko Tingkat Petani Petani sebagai sumber pasokan produk kopi organik di Aceh Tengah tersebar di 13 kecamatan berbeda. Konsentrasi pasokan berada di delapan kecamatan yang berbeda yaitu : kecamatan Pegasing, Bintang, Silih Nara, Rusip Antara, Bebesan, Atu Lintang, Kebayakan dan Jagong. Ketidakseimbangan risiko yang ditanggung petani dengan profit yang diperoleh mengakibatkan jumlah dan kualitas pasokan semakin menurun. Besarnya biaya yang diperlukan untuk melaksanakan budidaya organik tidak sebanding dengan nilai harga jual yang diperoleh. Penentuan mekanisme besaran profit yang diperoleh pelaku rantai pasok sepenuhnya berada di tingkat koperasi sebagai distributor kopi yang secara berantai turun ke pelaku di bawahnya. Ketidak seimbangan antara risiko yang ditanggung dengan profit yang diperoleh membuat produktifitas dan kulitas pasokan petani menurun. Faktor lain penurunan kuantitas pasokan juga diakibatkan karena penurunan jumlah petani kopi organik yang berpindah ke sistem pengolahan budidaya kopi konvensional. Budidaya kopi konvensional dianggap menguntungkan bagi petani karena membutuhkan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan budidaya kopi organik. Secara lebih detail variabel risiko yang menyebabkan rendahnya kualitas dan kuantitas pasokan dari petani dapat dilaihat dari Tabel 8. Tabel 8 Variabel risiko tingkat petani Fakor risiko Variabel risiko * Peluang risiko (%) Pasokan Standarisasi bibit organik 81,63 Sejarah lahan 96,94 Sumber air 66,33 Degradasi kesuburan lahan 79,59 Proses Standarisasi penanganan hama organik 86,73 Penanganan hama secara umum 19,39 Standarisasi organik perlakuan peralatan 71,43 Standarisasi organik penanganan lahan 83,67 Standarisasi organik pemanenan 100,00 Standarisasi proses 42,86

79 49 Tabel 8 Variabel risiko tingkat petani (lanjutan) Fakor risiko Variabel risiko * Peluang risiko (%) Standarisasi organik inventori 48,98 Ketinggian tempat 38,78 Permintaan Pemenuhan pesanan 91,84 Kelebihan pasokan ke downstream 0,00 Kepastian pasar 97,96 Harga Kesesuian harga jual 86,73 Penurunan harga jual produk 50,00 Harga bahan baku 98,70 Kenaikan biaya tenaga kerja 93,40 Kenaikan harga peralatan penunjang 97,90 Kecukupan modal 91,84 Sumber : Data primer 2012 *) Daftar periksa standar mutu organik internasional PT. XYZ Ketika dilihat dari variabel risiko penyebab rendahnya kualitas produk kopi organik ternyata penyebab utamanya disebabkan budidaya standarisasi organik yang tidak diikuti dengan baik oleh petani. Bahkan dari variabel risiko pemanenan standarisasi organik sebagai salah satu faktor penentu kualitas organik produk nilai peluang risikonya hampir 100 %. Artinya, belum ada sama sekali petani kopi organik di Aceh Tengah yang mengikuti prosedur ini. Dominasi risiko dari sisi kualitas organik produk telihat melalui nilai variabel risiko yang tinggi pada penanganan hama secara organik, perlakuan peralatan, inventori, penanganan lahan serta variabel risiko yang berhubungan dengan kualitas organik produk lainnya. Penurunan kuantitas pasokan juga terjadi yang baru dirasakan dampaknya ketika berada di tingkat koperasi selaku distributor kopi organik karena petani merupakan opsi tunggal untuk pasokan bahan baku kopi organik. Pertanian kopi organik yang mewajibkan petani untuk tidak melakukan penanganan lahan dan budidaya yang melibatkan penggunaan bahan kimia menyebabkan produktifitas lahan menurun drastis. Pengolahan lahan pertanian organik dilakukan seadanya tanpa ada pemupukan dan penanganan hama karena faktor biaya yang tidak mencukupi dari hasil penjualan kopi organik. Penanganan lahan yang buruk berakibat terhadap produktifitas lahan semakin lama semakin menurun. Dari observasi di lapangan, rata-rata produktifitas lahan kopi organik hanya 50 % dari total produktifitas kopi konvensional. Idealnya untuk satu ha lahan kopi organik menghasilkan minimal 2 ton gabah basah kopi organik setiap

80 50 tahunnya. Belum lagi kalau ditelaah lebih jauh, dari keseluruhan jumlah petani kopi organik yang ada di Aceh Tengah hanya sebagian yang mampu mencapai 50 % total produktifitas ideal sementara sebagian lagi berada jauh dibawah standar tersebut. Permasalahan inilah yang menyebabkan petani kopi organik banyak yang berpindah ke budidaya kopi secara konvensional dengan rata-rata produktifitas lahannya masih berada di batas ideal. Nilai variabel risiko yang tinggi pada risiko pesanan (jumlah pasokan kopi dari petani) merupakan nilai implisit yang baru terlihat ketika berada di tingkat koperasi. Oleh karena itu diperlukan diperlukan mekanisme yang bisa menyeimbangkan antara risiko yang ditanggung petani dengan profit yang diterimanya. Mekanisme yang mengatur tranparansi informasi harga jual di tingkatan koperasi sebagai faktor penentu jumlah profit yang diterima petani juga sangat diperlukan Identifikasi Risiko Tingkat Prosesor Pelaku tingkat prosesor tidak semuanya terlibat di dalam jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Hanya untuk wilayah dengan jumlah petani kopi organik yang besar keberadaan prosesor dibutuhkan oleh kolektor untuk membantu proses pengumpulan kopi organik dari petani. Dari prosesor yang ada hanya sedikit sekali yang mempunyai tenaga kerja untuk membantu usaha yang dilakukannya. Sehingga penelitian ini seperti yang telah diuraikan sebelumya hanya mengambil sampel untuk wilayah dengan jaringan rantai pasok yang melibatkan prosesor sebagai salah satu pelaku rantai pasok. Peranan prosesor di dalam rantai pasok hanya terbatas sebagai perantara sehingga konsentrasi risiko lebih terfokus kepada risiko harga dan risiko pasokan (Tabel 9). Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa pada tingkatan pelaku prosesor nilai bobot risiko yang paling tinggi berada pada risiko harga karena pendistribusian profit yang tidak adil pada jaringan rantai pasok. Indikasi ini terlihat dari dominasi dan tingginya variabel risiko harga pada tingkat prosesor. Dominasi terlihat dari variabel risiko harga bahan baku dengan persentase 90,82 % sampai kepada variabel risiko kenaikan biaya tenaga kerja hampir 100 % untuk prosesor yang membutuhkan tenaga kerja dalam membantu pelaksanaan usahanya.

81 51 Tabel 9 Variabel risiko tingkat prosesor. Fakor risiko Variabel risiko Peluang risiko (%) Variabel pasokan Kuantitas pasokan 72,45 Sumber air 0,00 Proses Standarisasi organik perlakuan peralatan 75,51 Standarisasi proses 0,00 Standarisasi organik inventori 42,86 Permintaan Pemenuhan pesanan 89,80 Kelebihan pasokan ke downstream 0,00 Produk reject 2,04 Harga Harga bahan baku 90,82 Harga jual produk 12,24 Kenaikan biaya tenaga kerja 100,00 Kenaikan biaya peralatan penunjang 98,98 Sumber : Data primer 2012 Perbandingan antara marjin keuntungan yang diperoleh dengan biaya operasional yang diperlukan untuk mobilisasi pengumpulan kopi dari petani menjadi faktor penyebab risiko harga di tingkat prosesor menjadi sangat tinggi. Kondisi ini diperparah dengan jumlah pasokan yang tidak memadai dari petani yang ditandai dengan persentase variabel risiko kuantitas pasokan yang tinggi yaitu 72,45 %. Perolehan profit yang tidak seimbang dengan biaya operasional menyebabkan kinerja prosesor menjadi sangat rendah. Kompleksitas permasalahan ini bermuara kepada penurunan profit koperasi yang juga ikut dirasakan oleh pelaku di bawahnya (Upstream). Untuk risiko kualitas poduk organik tidak begitu tinggi karena dalam prakteknya semua pasokan dari prosesor kepada kolektor belum ada pemeriksaan standar kualitas organik produk. Sehingga hampir semua pasokan dari prosesor lolos dan diterima oleh kolektor. Indikasi ini dapat dilihat dari variabel risiko produk reject yang sangat rendah yaitu 2,04 % yang berarti peluang terjadinya risiko pengembalian produk dari kolektor sangat rendah. Mekanisme pendistribusian harga yang adil berdasarkan risiko usaha yang ditanggung prosesor perlu dilakukan untuk mengatasi persoalan ini melalui mekanisme penetapan harga jual yang berimbang.

82 Identifikasi Risiko Tingkat Kolektor Berdasarkan hasil identifikasi risiko tingkat kolektor ternyata risiko harga mempunyai bobot yang paling tinggi. Penggelembungan risiko kualitas produk kopi organik dari petani ikut dirasakan oleh pelaku tingkat kolektor. Secara lebih rinci variabel risiko yang menjadi penyebab tingginya bobot risiko di tingkat kolektor dapat dilihat dari Tabel 10. Tabel 10 Variabel risiko tingkat kolektor. Fakor risiko Variabel risiko Peluang risiko (%) Pasokan Kuantitas pasokan 73,09 Sumber air 50,00 Proses Standarisasi organik perlakuan peralatan 80,77 Standarisasi proses 76,92 Standarisasi organik inventori 69,23 Permintaan Pemenuhan pesanan 88,46 Kelebihan pasokan 0,00 Harga Harga bahan baku 86,15 Kenaikan biaya tenaga kerja 100,00 Kenaikan harga input penunjang 100,00 Penurunan harga jual kopi 54,23 Biaya transportasi 46,15 Sumber : Data primer 2012 Persentase variabel risiko kuantitas pasokan yang tinggi yaitu 73,.08 % tidak berdampak nyata terhadap kolektor disebabkan dominasi variabel risiko yang rendah terhadap faktor risiko yang ada. Penurunan kualitas organik produk di tingkat kolektor sebagian disebabkan karena risiko pada proses penjemuran yang merupakan bagian dari variabel risiko standarisasi proses yaitu 76,92 % diikuti variabel risiko penanganan peralatan serta inventori sesuai prosedur masing-masing 80,77 % dan 69,23 % sehingga kualitas organik produk ikut menurun. Sementara sebagian besar risiko lainnya disebabkan faktor penggelembungan risiko kualitas organik produk dari petani. Risiko harga di tingkat kolektor disebabkan karena nilai harga jual produk yang belum sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Kenaikan biaya tenaga kerja, biaya input penunjang, biaya transportasi serta mahalnya harga bahan baku menjadi penyebab risiko harga di tingkat kolektor menjadi tinggi. Fluktuasi harga jual dengan indikasi variabel risiko penurunan harga jual yang

83 53 cukup tinggi yaitu 54,23 % ikut menjadi penyebab tingginya risiko harga. Penetrasi dari eksportir di luar struktur jaringan rantai pasok juga menjadi penyebab terjadinya fluktuasi harga di tingkat kolektor. Oleh karena itu mekanisme penyeimbangan risiko (balancing risk) dengan profit yang diperoleh melalui penetapan harga jual yang berimbang diperlukan utuk mengatasi persoalan ini. Koordinasi rantai pasok yang baik sangat diperlukan untuk mengontrol mekanisme penyeimbangan risiko (balancing risk) dan distribusi profit. Koordinasi juga bermanfaat untuk memproteksi jaringan rantai pasok terhadap gangguan eksportir dari luar struktur yang ada sehingga mekanisme penyeimbangan risiko (balancing risk) yang dilakukan bekerja dengan baik Identifikasi Risiko Tingkat Koperasi Berdasarkan hasil identifikasi risiko tingkat koperasi diperoleh faktor risiko dominan terdapat pada kuantitas, kualitas serta harga. Rendahnya kuantitas pasokan merupakan penyebab risiko pasokan di tingkat koperasi menjadi tinggi. Risiko pasokan juga berdampak kepada variabel risiko kontrak yang menyebabkan bobot risiko harga di tingkat koperasi ikut meningkat. Tingkat frekuensi penalti kontrak yang tinggi dari pihak importir kepada koperasi selaku eksportir disebabkan karena koperasi tidak mampu memenuhi kuantitas pasokan yang disepakati selama periode yang telah ditetapkan. Akibatnya koperasi harus menanggung risiko pemotongan sejumlah harga dari harga jual normal yang belaku di kontrak. Koperasi telah berusaha melakukan perbaikan dengan meninjau ulang periode kontrak serta kuantitas pasokan yang telah disepakati tetapi hasilnya tidak signifikan dalam mengurangi bobot risiko pasokan dan harga yang ditanggung koperasi. Jumlah pasokan yang semakin menurun mengakibatkan nilai kuantitas pasokan yang disepakati didalam kontrak dalam peride bersangkutan tetap tidak terpenuhi. Kualitas pasokan yang rendah dari kolektor sebagai akibat faktor penggelembungan risiko dari kualitas pasokan petani yang rendah mengakibatkan terjadinya penurunan harga jual produk ditingkat koperasi. Indikasi ini yang menyebabkan risiko harga di tingkat koperasi tinggi yaitu %. Koordinasi yang buruk menyebabkan ketidakstabilan jumlah pasokan sehingga kinerja

84 54 koperasi dalam memenuhi permintaan exportir juga menjadi rendah. Rincian dari variabel risiko yang menyebabkan bobot risiko pasokan dan harga di tingkat koperasi menjadi tinggi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Variabel risiko tingkat koperasi. Fakor risiko Variabel risiko Peluang risiko (%) Pasokan Kuantitas pasokan 40,85 Sumber air 0,00 Proses Standarisasi organik perlakuan peralatan 8,00 Proses standarisasi organik 15,00 Pengolahan kopi 12,50 Permintaan Pengemasan 0,00 Pengananan transportasi sesuai standar organik 0,00 Permintaan 40,85 Harga Kenaikan biaya transportasi 29,30 Kontrak 46,67 Kelebihan pasokan 0,00 Harga bahan baku 30,56 Kenaikan biaya tenaga kerja 5,63 Kenaikan harga input penunjang 4,23 Penurunan harga jual 29,01 Sumber : Data primer 2012 Mekanisme koordinasi rantai pasok untuk mengatur jalur pasokan agar tetap stabil sangat diperlukan koperasi dalam mengurangi variabel-variabel risiko yang menyebabkan rendahnya kualitas dan kuantitas pasokan. Peningkatan kemampuan petani dalam melaksanakan budidaya pertanian secara organik dapat dilakukan melalui mekanisme penyeimbangan risiko (balancing risk) dengan penetapan harga jual yang berimbang Evaluasi risiko rantai pasok Evaluasi risiko rantai pasok dilakukan untuk mengetahui bobot risiko yang ditanggung oleh setiap tingkatan pelaku rantai pasok dengan melakukan agregasi terhadap variabel risiko pada masing masing tingkatan pelaku rantai pasok. Untuk menghindari efek bias dalam penilaian bobot risiko tingkatan pelaku rantai pasok maka beberapa variabel risiko yang merupakan faktor penggelembungan risiko tidak diperhitungkan kecuali berdampak langsung terhadap pelaku rantai

85 55 pasok. Proses agregasi juga dilakukan terhadap beberapa variabel risiko berdasarkan dampak dari risiko terhadap pelaku rantai pasok (Tabel 12) Tabel 12 Evaluasi bobot risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok Variabel risiko * Petani (%) Prosesor (%) Kolektor (%) Koperasi (%) Standarisasi bibit organik 81, Sejarah lahan 96, Sumber air 66, Degradasi kesuburan lahan 79, Standarisasi penanganan hama organik 86, Penanganan hama secara umum 19, Standarisasi organik perlakuan peralatan 71, ,00 Standarisasi organik penanganan lahan 83, Standarisasi organik pemanenan 100, Standarisasi proses 42,86-11,20 15,00 Standarisasi organik inventori 48, Ketinggian tempat 38, Pemesanan 91, ,60 Kuantitas pasokan ,41 Kepastian pasar 97, Kesesuian harga jual 86,73 4,24 9,10 12,90 Penurunan harga jual produk Kecukupan modal 91, Product reject - 2, Harga bahan baku Biaya Transportasi - - 9,20 - Kontrak ,60 Bobot risiko pelaku -0,74 0,03 0,1 0,14 Sumber : Data primer 2012 *) Daftar periksa standar mutu organik internasional PT. XYZ Dari Tabel 11 diketahui ternyata bobot risiko yang ditanggung oleh petani didalam struktur rantai pasok sangat tinggi yaitu 0,74 sementara profit yang dperoleh dari harga jual produk kopi organik tidak sebanding dengan besarnya risiko yang ditanggung. Nilai bobot risiko petani berbanding terbalik dengan koperasi sebagai distributor kopi yang hanya menanggung bobot risiko sebesar 0,32. Kondisi ini tidak seimbang dengan konsentrasi profit rantai pasok yang lebih banyak berada di tingkat koperasi. Dari uraian risiko dan dampak yang terjadi terhadap setiap pelaku rantai pasok diatas terlihat bahwa model mitigasi risiko melalui pendekatan distribusi

86 56 risiko sangat diperlukan dalam membangun rancangan rantai pasok agroindustri kopi organik di Aceh Tengah. Rancangan model distribusi risiko tidak lagi harus terfokus untuk menjaga kesinambungan pasokan tetapi sekaligus bisa meningkatkan profit pelaku rantai pasok. Mekanisme seperti ini akan mempermudah proses transparansi harga di tingkat koperasi kepada pelaku dibawahnya (Upstream). Pendekatan model distribusi risiko juga memberikan keuntungan kepada koperasi dalam hal posisi tawar (bargaining position) terhadap importir. Posisi tawar bisa diartikan sebagai peningkatan nilai harga jual produk di tingkat koperasi maupun pengurangan risko penalti kontrak. Kerangka kerja model distribusi risiko dalam menanggulangi kompleksitas risiko pelaku rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 19. Peningkatan kualitas pasokan Peningkatan kuantitas pasokan petani prosesor kolektor Koperasi pendistribusi profit Transparansi harga jual Model risk sharing? Gambar 19 Kerangka kerja model distribusi risiko rantai pasok kopi organik

87 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) digunakan untuk menentukan apa yang akan diukur dan dimonitor serta menciptakan kesesuaian antara tujuan manajemen risiko rantai pasok dan metode atau model mitigasi risiko yang ingin dilakukan. Pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dilakukan dengan membandingkan antara satu pelaku dengan pelaku yang lainnya di dalam satu wilayah (sphere) rantai pasok. Setiap atribut kinerja mempunyai indikator kinerja yang berguna untuk mengetahui efisiensi kinerja dari sebuah organisasi. Di dalam pengukuran kinerja melalui pendekatan DEA, atribut kinerja terdiri dari variabel input dan output. Berdasarkan hasil perancangan model pengukuran kinerja pada pembahasan sebelumnya, maka faktor input dan output yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja para pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah dengan mengunakan pendekatan DEA adalah : 1. Faktor input yang terdiri atas metrik: a. Risiko indeks b. Biaya total c. Siklus pemenuhan pesanan d. Harga produk 2. Faktor output yang terdiri atas metrik : a. Kualitas b. Fulfill order c. Jumlah pasokan Penentuan variabel input dan output yang menjadi parameter pengukuran kinerja DEA diselaraskan dengan tujuan manajemen risiko rantai pasok yang telah ditetapkan sebelumnya. Setiap parameter dalam pengukuran merupakan indikator bagi tujuan manajemen risiko rantai pasok (Gambar 20). Pada penelitian ini pengukuran kinerja tidak dilakukan terhadap koperasi dengan alasan : 1) model distribusi risiko (Risk Sharing) mempunyai tolak ukur satu stakeholder untuk mengkoordinasikan mekanisme model distribusi risiko terhadap pelaku di

88 58 bawahnya (upstream); 2) karena hanya terdapat satu pelaku maka tidak bisa diperoleh efisiensi pelaku karena tidak ada unit (DMU) pembanding di dalam proses Benchmarking. manjemen risiko rantai pasok Tujuan manajemen risiko Peningkatan kuantitas pasokan Peningkatan kualitas pasokan Peningkatan total profit rantai pasok Menjamin kontinuitas pasokan Parameter pengukuran Kinerja DEA Risiko indeks Siklus pemenuhan pesanan Biaya total Harga produk kualitas Jumlah pasokan Fulfill order Gambar 20 Relasi atribut kinerja pengukuran terhadap tujuan manajemen risiko rantai pasok Pengukuran kinerja terhadap kolektor seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya hanya melibatkan lima pelaku (DMU). Kelima DMU kolektor ini mewakili wilayah sampel 20 pelaku rantai pasok yang berada di diatasnya (upstream). Sehingga, keterunutan sampel sesuai dengan kondisi objek penelitian yang ada di Aceh Tengah. Dari gambar 17 terlihat bahwa parameter risiko indeks mempunyai relasi atau kaitan terhadap semua tujuan manajemen rantai pasok. Sistematika konsep mitigasi risiko dengan pendekatan distribusi risiko seperti ini memberikan sistematika yang jelas terhadap penelusuran parameter dan indikator model. Pengukuran kinerja yang digunakan di dalam studi adalah Multiple Input Multiple Output Charness Cooper Rhodess Data Envelopment analysis (MIMO CCR DEA) dengan mekanisme untuk memaksimalkan output pada setiap unit pengukuran (DMU) Risiko Indeks Risiko indeks merupakan nilai risiko (Value at Risk) tingkatan pelaku rantai pasok dengan variabel pengukuran meliputi : 1) konsekuensi dari rantai pasok

89 59 yang harus masing-masing pelaku dalam satu sphere rantai pasok (α x ); 2) persentase nilai tambah yang diberikan pelaku rantai pasok tingkat ke-x (β x ) serta probabilitas kegagalan komponen ke-i yang merupakan persentase variabel risiko setiap pelaku rantai pasok yang telah dihitung pada pembahasan sebelumnya. 1. Konsekuensi risiko, dalam studi ini risiko kopi organik pada semua tingkatan (α) adalah (1.0) karena pada pengunaannya tidak terdapat produk pengganti kopi organik Arabika Gayo. Keberadaan kopi jenis Arabika dari daerah lain tidak dapat menggantikan posisi kopi organik Gayo dalam fungsionalitas produk di negara tujuan ekspor. 2. Persentase nilai tambah, dari pengukuran nilai tambah menggunakan metode Hayami maka didapatkan persentase nilai tambah (β) pada setiap tingkatan rantai pasok yang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Persentase nilai tambah pelaku rantai pasok Aktor Nilai tambah (%) Petani 100,00 Prosesor 1,51 Kolektor 43,19 Koperasi 33,11 Sumber : Data primer 2012 Dari persentase nilai tambah terlihat jelas bahwa kontribusi petani terhadap persentase nilai tambah produk sangat tinggi dengan persentase hampir 100 %. Faktor ini menyebabkan kompleksitas risiko di tingkat petani sangat tinggi dengan banyaknya tahapan proses yang harus dilalui sebelum produk siap dijual. Sebaliknya Koperasi sebagai pelaku dengan nila total profit yang paling tinggi hanya memberikan persentase nilai tambah 33,11 %. Artinya koperasi menanggung risiko yang jauh lebih kecil dibanding petani karena tahapan proses untuk pemberian nilai tambah terhadap produk lebih sedikit. Sehingga, probabilitas kegagalan atau risiko disepanjang tahapan proses jauh lebih sedikit. Fungsi prosesor yang hanya sebagai perantara antara petani dengan kolektor tergambar dari persentase nilai tambah yang sangat kecil yaitu 1,51 %. 3. Probabilitas variabel risiko, merupakan nilai variabel risiko setiap pelaku rantai pasok yang telah didefinisikan pada pembahasan sebelumnya

90 60 Berdasarkan hasil pengukuran pada variabel risiko indeks maka didapatkan nilai nilai risiko indeks untuk setiap tingkatan pelaku rantai pasok sebagai berikut (Tabel 14) Tabel 14 Rekapitulasi risiko indeks pelaku rantai pasok Aktor Risiko indeks (%) Petani 0,99 Prosesor 0,02 Kolektor 0,43 Sumber : Data primer Biaya Total Biaya total pelaku rantai pasok adalah total biaya yang dibutuhkan pelaku dalam melakukan material handling dari pemasok hingga ke konsumen mulai dari pengolahan sampai dengan biaya pengiriman ke pelaku berikutnya di dalam struktur rantai pasok. Khusus untuk petani, tidak terdapat komponen biaya pengiriman atau transportasi karena produk kopi organik diambil langsung ke lokasi petani. Tabel 14 menerangkan biaya total pelaku rantai pasok untuk setiap DMU pengukuran. Sampel kolektor terdiri atas lima unit (DMU) pengukuran karena keterbatasan kepada wilayah yang memiliki prosesor sebagai bagian pelaku rantai pasok. Untuk setiap DMU kolektor memiliki empat sampel prosesor dan petani. Tabel 15 Rekapitulasi total biaya pelaku rantai pasok DMU Petani (Rp/ha/thn) Prosesor (Rp/ha/thn) Kolektor (Rp/ha/thn) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 -

91 61 Tabel 15 Rekapitulasi total biaya pelaku rantai pasok (lanjutan) DMU Petani (Rp/ha/thn) Prosesor (Rp/ha/thn) Kolektor (Rp/ha/thn) , , , , , , , , , , , , , , , ,00 - Sumber : Data primer Siklus Pemenuhan Pesanan Siklus pemenuhan pesanan adalah periode kemampuan pelaku untuk bisa memenuhi pasokan kepada pelaku berikutnya minimal dengan kuantitas tertentu.kemampuanpemenuhan pesanan untuk setiap pelaku rantai pasok berbeda-beda tergantung dari jumlah pekerja yang digunakan, kondisi cuaca, tingkat kadar air jumlah pasokan dan jarak lokasi bahan baku. Untuk memudahkan penentuan siklus periode pemesanan maka kuantitas pasokan setiap pelaku digeneralisir ke dalam satuan jumlah yang sama sehingga bisa diketahui kecepatan setiap pelaku dalam memenuhi pesanan. Detail siklus pemenuhan pesanan setiap pelaku rantai pasok dapat dilihat dari Tabel 16. Tabel 16 Rekapitulasi siklus pemenuhan pesanan pelaku rantai pasok DMU Petani (jam/ha)* Prosesor (hari) Kolektor (hari) 1 69, , , , , , , , , , , , ,00 2 -

92 62 Tabel 16 Rekapitulasi siklus pemenuhan pesanan pelaku rantai pasok (lanjutan) DMU Petani (jam/ha)* Prosesor (hari) Kolektor (hari) 14 46, , , , , , , Sumber : Data primer 2012 *) periode waktu ketika buah kopi selesai dipetik Kuantitas dari siklus pemenuhan pesanan petani dihitung berdasarkan kuantitas pemetikan satu hari yang sanggup dipenuhi berdasarkan jumlah pekerja yang dibayar. Sementara untuk prosesor dan kolektor kuantitas dari siklus pemenuhan pesanan dihitung berdasarkan standar minimal pengiriman yaitu 500 kg biji kopi Harga Produk Harga jual produk kopi berbeda beda untuk setiap pelaku dalam sphere rantai pasok tergantung dari kualitas, ketinggian tempat, jarak lokasi (Tabel 17). Petani yang mempunyai lahan pada ketinggian diatas 1400 diatas permukaan laut (Dpl) secara umum memiliki rata-rata kualitas produk yang cukup baik. Semakin tinggi lokasi areal pertanian maka biji kopi yang dihasilkan semakin besar dan tingkat terase juga semakin rendah. Terase adalah cacat pada biji kopi yang diakibatkan hama penggerek buah, proses pulper yang tidak baik, cacat pada biji kopi dan proses fermentasi yang tidak sempurna. Pada umumnya lahan dengan ketinggian diatas 1400 Dpl berada jauh dari areal koperasi sehingga distributor harus mengeluarkan biaya transportasi yang dibebankan kepada harga jual produk terhadap koperasi. Sebagian biaya transportasi bisa dinegosiasikan agar ditanggung koperasi jika kualitas produk secara umum dapat diterima oleh koperasi. Tabel 17 Rekapitulasi harga jual produk pelaku rantai pasok. DMU Petani (Rp/kg) Prosesor (Rp/kg) Kolektor (Rp/kg)

93 63 Tabel 17 Rekapitulasi harga jual produk pelaku rantai pasok (lanjutan). DMU Petani (Rp/kg) Prosesor (Rp/kg) Kolektor (Rp/kg) Sumber : Data primer Kualitas Kualitas pasokan dari kopi organik sangat ditentukan oleh pelaku tingkat petani dan sebagian kecil lagi oleh kolektor dan koperasi yang melakukan pengolahan lebih lanjut. Penentuan kualitas produk yang di hasilkan oleh setiap tingkatan pelaku rantai pasok dilakukan melalui proses agregasi terhadap beberapa variabel risiko yang telah dijustifikasi pada tahapan sebelumnya. Pemilihan variabel risiko ditentukan berdasarkan dampak yang terjadi terhadap kualitas produk. Konsentrasi variabel risiko yang mempunyai dampak terhadap kualitas produk kopi organik terdapat pada faktor risiko pasokan, faktor risiko proses dan sebagian kecil pada faktor risiko permintaan. Tabel 18 menjelaskan secara rinci dari persentase kualitas produk pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok. Tabel 18 Rekapitulasi kualitas produk pelaku rantai pasok. DMU Petani (%) Prosesor (%) Kolektor (%) 1 21,00 30,00 40, ,00 14,48 43, ,00 20,22 41,24

94 64 Tabel 18 Rekapitulasi kualitas produk pelaku rantai pasok (lanjutan). DMU Petani (%) Prosesor (%) Kolektor (%) 4 14,00 15,14 42, ,00 16,54 60, ,00 17, ,00 29, ,00 18, ,00 19, ,80 14, ,00 13, ,00 14, ,90 14, ,60 13, ,50 13, ,20 13, ,00 17, ,00 13, ,00 13, ,00 35,12 - Sumber : Data primer 2012 Berdasarkan rincian kualitas produk pada Tabel 17 terlihat bahwa nilai kualitas produk dari petani sangat rendah. Rendahnya kualitas produk ini disebabkan oleh petani tidak mampu melaksanakan budidaya pertanian organik sesuai dengan standar dan panduan yang telah ditetapkan Fulfill Order Persentase pemenuhan pesanan (fulfill order) dilihat dari kemampuan pelaku dalam memenuhi pesanan produk dari koperasi. Nilai patok dalam menentukan besarnya kuantitas pasokan yang harus dipenuhi oleh pelaku mulai dari petani sampai kolektor ditentukan berdasarkan rasio antara produktifitas lahan petani yang sebenarnya dengan data prediksi koperasi. Karena petani merupakan pelaku kunci dalam memenuhi jumlah pasokan yang diinginkan, maka persentase pemenuhan pesanan dari petani akan berimbas terhadap prosesor dan kolektor dalam memenuhi pesanan terhadap koperasi. Data pada Tabel 19 memberikan rincian persentase pemenuhan pesanan pada setiap pelaku rantai pasok.

95 65 Tabel 19 Rekapitulasi fulfill order pelaku rantai pasok DMU Petani (%) Prosesor (%) Kolektor (%) 1 55,56 73,02 86, ,79 77,32 88, ,38 82,47 73, ,04 85,91 73, ,41 52,45 78, ,48 93, ,00 88, ,50 86, ,48 71, ,43 42, ,74 80, ,50 98, ,00 71, ,67 52, ,88 67, ,96 79, ,13 84, ,00 92, ,46 79, ,00 97,14 - Sumber : Data primer 2012 Berdasarkan gambaran data pada Tabel 19, kinerja pelaku rantai pasok dalam memenuhi pesanan sangat rendah. Indikasi ini memperkuat hipotesa sebelumnya kalau produktifitas petani juga sangat rendah. Persentase fulfill order pada tingkatan pelaku prosesor dan kolektor terlihat lebih baik karena dalam prakteknya pelaku tersebut menerima dan mengumpulkan pasokan tidak hanya dari wilayah domain mereka tetapi juga dari wilayah lain. Akibatnya, berdampak terhadap keseragaman kualitas produk dari suatu wilayah, sehingga tingkat kepercayaan koperasi ikut menurun terhadap kualitas produk suatu wilayah yang sebenarnya bagus tetapi teridentifikasi buruk ketika dilakukan pemeriksaan kualitas di tingkat koperasi. Indikasinya berujung terhadap semakin menurunnya perolehan profit pelaku dari tingkat petani sampai kolektor karena degradasi kualitas akibat ketidakseragaman mutu produk.

96 Jumlah Pasokan Jumlah pasokan pelaku rantai pasok diukur secara kuantitatif selama satu tahun periode pengiriman dari pelaku rantai pasok (Tabel 20) Tabel 20 Rekapitulasi jumlah pasokan pelaku rantai pasok. DMU Petani (kg/thn) * Prosesor (kg/thn)* Kolektor (kg/thn)* , , , , , Sumber : Data primer 2012 *) dikonversi kedalam kopi green bean 5.2. Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dilakukan terhadap tiga mitra tani yang menjadi pelaku di dalam struktur rantai pasok yaitu : petani, prosesor, dan kolektor. Pemilihan pelaku rantai pasok berdasarkan data petani, prosesor dan kolektor yang bernaung di bawah lembaga koperasi Baburrayyan. Pengukuran kinerja dilakukan pada satu tahun terakhir atribut pengukuran DEA pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok. Pengukuran efisiensi pelaku rantai pasok dengan pendekatan DEA dilakukan dengan bantuan solver excel 2007 (Ragsdale 2008). Data yang dimasukkan ke dalam solver merupakan variabel atribut input dan

97 67 output DEA yang telah dilakukan perhitungan nilai kuantitatifnya selama setahun terakhir Kinerja Pelaku Tingkat Petani Perhitungan kinerja petani melibatkan 20 sampel yang terdapat di tujuh kecamatan berbeda. Dari hasil pengukuran efisiensi pelaku ternyata terdapat lima sampel petani yang mempunyai kinerja yang paling baik diantara 15 pelaku (DMU) lainnya (Tabel 21). Dari hasil perhitungan terlihat jelas kalau fluktuasi nilai efisiensi petani sangat tinggi. Artinya, kinerja antara satu pelaku dengan pelaku lainnya sangat jauh berbeda. Nilai fluktuasi kinerja pelaku mulai dari rentang terendah yaitu sampel petani ke 16 dengan nilai efisiensi 49,74 % sampai dengan lima petani lainnya dengan nilai efisiensi 100 %. Dari hasil perhitungan ini dapat disimpulkan bahwa kualitas produk organik tingkat petani sangat bervariasi dengan mutu jauh di bawah standar yang ditetapkan. Produktifitas petani juga sangat rendah akibat penetapan harga jual yang tidak berimbang. Distribusi profit yang tidak seimbang dengan risiko yang ditanggung mengakibatkan kinerja petani sangat rendah dalam memenuhi tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pasokan. Fluktuasi kinerja petani yang tinggi juga berakibat kepada penggelembungan risiko di tingkat pelaku akhir yaitu koperasi.

98 62 68 Tabel 21 Hasil perhitungan efisiensi petani menggunakan pendekatan DEA Unit Kualitas (%) Output Input Jumlah Biaya Total Pasokan RI Proses (Rp) (thn) Fulfill order (%) Siklus Pemenuhan Pesanan (jam) Harga produk (Rp ) Bobot output Bobot input Selisih DEA efisiensi petani 1 21,00 55, , ,00 69, ,45 0,56-0,11 0,81 petani 2 10,00 61, , ,00 30, ,76 0,77 0,00 1,00 petani 3 21,00 54, , ,00 54, ,49 0,68-0,19 0,80 petani 4 14,00 37, , ,00 148, ,23 0,72-0,50 0,52 petani 5 11,00 53, , ,00 106, ,37 0,72-0,35 0,58 petani 6 12,00 49, , ,00 49, ,49 0,57-0,08 0,55 petani 7 13,00 50, , ,00 100, ,37 0,37 0,00 0,58 petani 8 15,00 42, , ,00 21, ,67 0,91-0,24 1,00 petani 9 8,10 34, , ,33,00 22, ,49 0,80-0,31 0,75 petani 10 8,80 31, , ,67 20, ,45 0,97-0,52 0,75 petani 11 8,00 55, , ,00 27, ,72 0,78-0,07 1,00 petani 12 9,00 62, , ,00 62, ,51 1,07-0,57 0,64 petani 13 8,90 45, , ,00 45, ,43 1,07-0,64 0,50 petani 14 8,60 46, , ,00 46, ,45 1,07-0,63 0,50 petani 15 8,50 46, , ,00 93, ,34 0,72-0,38 0,51 petani 16 7,20 47, , ,00 95, ,35 0,87-0,52 0,50 petani 17 14,00 78, , ,00 156, ,57 0,87-0,30 0,78 petani 18 16,00 72, , ,00 144, ,53 0,92-0,40 0,72 petani 19 19,00 38, , ,00 38, ,51 1,04-0,53 1,00 petani 20 29,00 100, , ,00 50, ,00 1,00 0,00 1,00 Sumber : Data primer 2012

99 Kinerja Pelaku Tingkat Prosesor Pengukuran kinerja pelaku tingkat prosesor melibatkan 20 sampel pelaku yang yang berhubungan langsung dengan kolektor. Dari hasil perhitungan efisiensi menggunakan pendekatan DEA, dari 20 sampel pelaku ternyata tujuh diantara pelaku tingkat prosesor dinyatakan efisien. Sementara 13 pelaku lainnya belum mampu menyamakan kinerja dengan pelaku yang sudah mencapai nilai efisiensi 100 %. Akan tetapi selisih kinerja pelaku yang tidak efisien tidak terlalu besar sehingga fluktuasi nilai efisiensi pelaku yang tidak efisien tidak begitu besar. Dari data nilai efisiensi prosesor pada Tabel 22 bisa disimpulkan bahwa kemampuan prosesor dalam memenuhi kuantitas pasokan hampir sama. Begitu juga dengan keseragaman mutu pasokan prosesor tidak terlalu bervariasi. Indikasi ini disebabkan karena fungsi prosesor yang hanya bersifat sebagai perantara distribusi pasokan petani ke kolektor, sehingga tidak ada indikator yang menyebabkan ketidakseragaman atribut yang menyebabkan perbedaan efisiensi. Perbedaan nilai efisiensi disebabkan karena kinerja yang berbeda dari setiap pelaku sehingga nilai efisiensi pelaku sedikit berbeda antara satu pelaku dengan yang lainnya. Perbedaan nilai efisiensi yang cukup tinggi pada sampel pelaku ke 14 yaitu 0,63 karena penggunaan variabel input total biaya proses sebesar tidak diiringi dengan peningkatan nilai variabel output jumlah pasokan yaitu sebesar kg. Sehingga, jika dibandingkan dengan pelaku prosesor lain dengan penggunaan input yang relatif sama nilai output pelaku ke 14 jauh lebih kecil. Persentase pemenuhan pesanan sampel prosesor ke 14 dengan nilai % juga tidak seimbang dengan penggunaan input total biaya proses yang tinggi. Sebagai perbandingan sampel prosesor ke 16 dengan penggunaan variabel input total biaya proses yang relatif hampir sama yaitu ,- mampu memenuhi total pesanan sebesar 79,40 %. Mekanisme proses benchmarking seperti inilah yang menentukan tingkat efisiensi suatu DMU. Kesimpulan yang didapat dari hasil pengukuran efisiensi ini tingkat kinerja prosesor satu dengan yang lain relatif hampir sama terkecuali untk sampel prosesor ke 5 dan 14. Nilai bobot risiko tingkatan pelaku rantai pasok tingkat

100 70 prosesor yang sangat kecil yaitu 0,03 terbukti selaras dengan capaian nilai efiiensi yang relatif sama Kinerja Pelaku Tingkat Kolektor Pemilihan sampel kolektor diselaraskan dengan jalur distribusi pasokan di dalam satu wilayah sehingga penetapan jumlah sampel kolektor yang akan menjadi unit pengukuran dibatasi dalam lingkup sampel petani dan prosesor sebelumnya. Dari lima unit sampel tingkat kolektor, tiga diantaranya teridentifikasi efisien sedangkan dua lainnya tidak efisien. Fluktuasi nilai efisiensi di tingkat kolektor yang tidak terlalu tinggi sebanding dengan bobot risiko pelaku di dalam struktur rantai pasok sebesar 0,098. Indikasi ini menyebabkan tingkat keseragaman mutu dan kuantitas pasokan antara satu kolektor dengan kolektor yang lainnya relatif sama. Hipotesa faktor penggelembungan dari petani terbukti pada pengukuran efisiensi tingkat kolektor. Rendahnya kualitas dan jumlah pasokan dari petani berdampak terhadap hampir pada semua kolektor sehingga nilai fluktuasi efisiensi relatif kecil. Tingkat penggelembungan risiko kualitas dan kuantitas pasokan semakin besar pada tingkatan prosesor sehingga kinerja kolektor relatif hampir sama. Kesimpulannya semakin besar tingkat penggelembungan risiko dari pelaku bagian hulu (upstream) maka peningkatan kinerja pelaku berikutnya dalam sphere rantai pasok semakin sulit dilakukan. Kualitas dan kuantitas pasokan yang rendah dari petani tidak dapat diperbaiki secara signifikan oleh pelaku tingkatan kolektor di dalam struktur rantai pasok kopi organik. Tabel 23 memberikan rincian lengkap nilai efisiensi pelaku rantai pasok tingkatan kolektor.

101 65 71 Tabel 22 Hasil perhitungan efisiensi prosesor menggunakan pendekatan DEA Unit Kualitas (%) Output Input Jumlah Biaya Total pasokan RI proses (Rp) (thn) Fulfill order (%) Siklus pemenuhan pesanan (hari) Harga produk (Rp) Bobot output Bobot input Selisih DEA efisiensi Prosesor 1 30,00 73, , ,68 0,84-0,16 0,97 Prosesor 2 14,48 77, , ,72 0,89-0,16 0,83 Prosesor 3 20,22 82, , ,77 0,85-0,08 0,94 Prosesor 4 15,14 85, , ,80 0,87-0,07 0,94 Prosesor 5 16,54 52, , ,45 0,79-0,34 0,69 Prosesor 6 17,00 93, , ,80 0,80 0,00 1,00 Prosesor 7 29,47 88, , ,76 0,77-0,01 1,00 Prosesor 8 18,07 86, , ,74 0,86-0,12 0,93 Prosesor 9 19,88 71, , ,86 0,99-0,14 0,95 Prosesor 10 14,05 42, , ,51 0,89-0,38 0,84 Prosesor 11 13,79 80, , ,96 1,04-0,08 0,98 Prosesor 12 14,24 98, , ,18 1,18 0,00 1,00 Prosesor 13 14,03 71, , ,81 1,00-0,20 0,91 Prosesor 14 13,74 52, , ,60 1,03-0,43 0,63 Prosesor 15 13,55 67, , ,76 0,94-0,18 0,91 Prosesor 16 13,47 79, , ,90 1,014-0,12 0,94 Prosesor 17 17,55 84, , ,87 0,98-0,11 1,00 Prosesor 18 13,27 91, , ,95 1,01-0,06 1,00 Prosesor 19 13,27 79, , ,82 0,96-0,15 1,00 Prosesor 20 35, , ,82 0,96-0,15 1,00 Sumber : Data primer 2012

102 6572 Tabel 23 Hasil perhitungan efisiensi prosesor menggunakan pendekatan DEA Unit Kualitas Output Input Jumlah Biaya Total pasokan RI proses (Rp) (thn) Fulfill order (%) Siklus pemenuhan pesanan (hari) Harga produk (Rp) Bobot output Bobot input Selisih DEA efisiensi Processor 1 40,38 86, ,28 0, , ,73 0,75-0,02 1,00 Processor 2 43,21 88, ,11 0, , ,77 0,77 0,00 1,00 Processor 3 41,24 73, ,85 0, ,72 0,78-0,06 0,92 Processor 4 42,11 73, ,47 0, , ,73 0,79-0,06 0,97 Processor 5 60,32 78, ,40 0, , ,00 1,00 0,00 1,00 Sumber : Data primer 2012

103 73 Dari proses pengukuran kinerja psetiap pelaku rantai pasok menghasilkan kesimpulan yang sama dengan sub model analisis risiko bahwa mekanisme mitiasi melalui pendekatan model distribusi risiko (risk sharing) diperlukan dalam merancang rantai pasok yang memiliki kontinuitas pasokan serta profitabilitas. Sub model pengukuran kineja menggunakan pendekatan DEA selain berfungsi sebagai parameter penentu dalam sub model berikutnya yaitu distribusi risiko juga memberikan pembuktian yang kuat mengenai hubungan kinerja dengan bobot risiko. Faktor penggelembungan risiko menjadi indikasi nyata bahwa semakin besar risiko yang diterima dari pelaku bagian hulu rantai pasok maka, semakin sulit untuk melakukan peningkatan kinerja pelaku tingkatan rantai pasok dalam satu sphere rantai pasok.

104 (Halaman ini sengaja dibiarkan kosong)

105 74 VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) 6.1. Penyempurnaan Model Distribusi Risiko Model peyeimbangan risiko (Balancing Risk) rantai pasok yang dijadikan bahan rujukan dari penelitian ini adalah model intermediasi risiko yang diusulkan oleh Wu dan Blackhurst (2009) sebagai penyempurnaan usulan model risk sharing yang pernah diajukan oleh Seshadri dan Chen (2006). Berdasarkan kajian literatur, telah banyak peneliti yang mengajukan model risk sharing (RS) sebagai salah satu pendekatan yang baik dalam menanggulangi risiko rantai pasok. Cachon (2003) mereview ulang semua bentuk model distribusi risiko berikut dengan usulan kontraknya. Chen dan Seshadri (2006) melakukan perbaikan terhadap mekanisme pemeberian insentif pada model distribusi risiko. Chen et al (2006), Tsay (2001) dan Li et al (2009) melakukan pemodelan mitigasi risiko melalui pendekatan distribusi risiko melalui penetapan mekanisme insentif yang berbeda. Model Distribusi risiko terbukti berhasil mengatasi persoalan manajemen risiko rantai pasok di banyak kasus industri manufaktur (Cachon, 2003) sehingga menjadi banyak pilihan para ahli manajemen risiko perusahaan perusahaan besar dalam mengatasi persoalan risiko di sepanjang jalur rantai pasok (Wu dan Blackhurst 2009). Tujuan utama dari model (RS) yang ada selama ini adalah untuk menjaga kesinambungan pasokan dari mitra pelaku rantai pasok agar keberlanjutan organisasi dan rantai pasok sendiri tetap terjaga. Secara sederhana mekanisme model RS bekerja dengan mendistribusikan sebagian profit kepada pelaku rantai pasok untuk mengurangi bobot beban risiko yang ditanggung melalui mekanisme pengaturan harga jual unit produk selama periode pemesanan tertentu (Original Newsvendor Problem). Pengaturan harga ini biasanya selalu dikaitkan dengan persoalan inventori di tingkat vendor (pemasok) dengan fluktuasi permintaan konsumen di tingkat ritel. Mekanisme pengaturan harga yang menjadi tolak ukur dalam model RS adalah pada nilai insentif yang dberikan. Mekanisme pengaturan insentif dan besarnya nilai yang insentif yang harus

106 75 diberikan merupakan dasar pemikiran dari model RS yang banyak diajukan peneliti selama ini. Kebanyakan kasus RS yang dijadikan fokus penelitian adalah pada industri manufaktur. Konsep model RS di industri manufakur agak sedikit berbeda dengan model RS yang ada pada agroindustri pertanian. Pada umumnya pelaku yang menanggung bobot risiko paling besar pada industri manufaktur adalah pemasok (vendor) sebagai akibat fluktuasi permintaan di tingkat ritel sehingga persediaan sulit diramalkan (penggelembungan risiko). Sebaliknya pada Agroindustri pertanian risiko pemasok (petani) disebabkan karena transparansi informasi harga sehingga profit tidak merata ke tingkat petani. Ketergantungan petani kepada agroindustri (distributor) untuk mendistribusikan pasokan membuat posisi tawar (bargaining position) petani menjadi lemah. Konsep model RS rantai pasok kopi organik menjadi sedikit berbeda dari rantai pasok agroindustri serta industri manufaktur pada umumnya bila ditinjau dari segi kuantitas pasokan. Hal ini disebabkan karena Jumlah pasokan tidak mencukupi permintaan produk yang tinggi dari konsumen. Cara pandang konsep rantai pasok yang berbeda dari distributor mebuat model RS yang diajukan sebelumnya sulit diaplikasikan pada manajemen risiko rantai pasok pertanian. Model RS rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah memberikan pendekatan yang berbeda dari model RS yang pernah diajukan sebelumnya. Penyempurnaan model dilakukan dengan menambahkan parameter kinerja pada mekanisme penentuan harga jual. Sehingga, ouput yang dihasilkan tidak lagi fokus bertujuan menjaga keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah tetapi sekaligus memberikan penawaran peningkatan total profit distributor (koperasi) pada saat yang bersamaan. Mekanisme model RS seperti inilah yang mengakomodir agar posisi tawar petani menjadi lebih kuat kepada distributor sehingga bersedia untuk mendistribusikan sebagian profit yang diperolehnya kepada petani sehigga keseimbangan risiko rantai pasok dapat dioptimalkan. Gambar 21 memberikan perbandingan antara model RS Wu dan Blackhurst (2009) dengan model RS rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah.

107 Bargaining position model lebih baik Minimalisir loss profit Keberlajutan rantai pasok Peningkatan total profit Pergeseran risiko optimal Model RS sebelumnya Model RS belum optimal Umum Penetapan harga jual unit produk Keberlajutan rantai pasok Penyempurnaan Model RS Pergeseran risiko tidak optimal Model RS Wu dan Blackhurst Penetapan harga jual unit produk Bargaining position model masih lemah Minimalisir loss profit Model RS kopi organik Penetapan harga jual unit produk Pembayaran tetap Insentif Keberlajutan rantai pasok Pembayaran tetap Parameter kinerja Spesifik risiko pelaku Pergeseran risiko optimal Insentif Legenda : Koordinasi melalui kontrak Koordinasi melalui kontrak Spesifik risiko pelaku RS : risk sharing (distribusi risiko) : penjelasan terhadap aktivitas utama : penurunan terhadap model dalam penelitian : pengelompokan aktivitas model : pengelompokan aktivitas perbaikan dari model sebelumnya : penurunan terhadap aktivitas berikutnya Gambar 21 Kerangka pikir penyempurnaan model distribusi risiko

108 77 Dari alur pikir model RS pada Gambar 19 terlihat ada tiga perbaikan model RS pada studi ini terhadap penyempurnaan model RS yang diusulkan oleh Wu dan Blackhurst (2009) yaitu : 1. Perubahan dilakukan pada mekanisme pemberian insentif dengan menambahkan parameter kinerja sehingga perbaikan tidak lagi hanya bertumpu pada perubahan cara pemberian insentif seperti yang banyak diusulkan pada model RS sebelumnya, akan tetapi kepada formulasi fungsi insentif. 2. Penambahan parameter kinerja menghasilkan dualisme output model RS yaitu menjaga keberlanjutan rantai pasok serta meningkatkan total profit pelaku terutama distributor pada saat bersamaan. 3. Perubahan pada model RS memberikan keuntungan dalam hal posisi tawar (bargaining position) pemasok (vendor) terhadap distributor maupun bargaining position model khususnya terhadap distributor dan pelaku rantai pasok pada umumnya. Penggunaan kata distributor pada penjelasan diatas merujuk kepada pelaku rantai pasok yang menerima profit paling besar di dalam rantai pasok tetapi sebaliknya menanggung bobot risiko yang relatif kecil. Sehingga pelaku rantai pasok seperti ini yang pada umumnya harus mendistribusikan sebagian profit yang diperolehnya kepada pelaku dengan risiko lebih besar sehingga keseimbangan risiko (balancing risk) bisa dilakukan dalam model RS 6.2. Kondisi Awal Struktur Rantai Pasok Penetapan kondisi awal struktur rantai pasok bermanfaat sebagai patokan dasar dalam merancang model RS kopi organik di Aceh Tengah. Penafsiran yang salah terhadap kondisi permasalahan objek yang akan dimodelkan berakibat fatal terhadap output yang dihasilkan model. Penafsiran yang salah menyebabkan model tidak mewakili kompleksitas permasalan objek penelitian dalam hal ini kopi organik di Aceh Tengah. Adapun kondisi awal yang teridentifikasi dalam perancangan model RS kopi organik adalah : 1. Pasokan atau supply (S) kopi organik dari petani ke koperasi sebagai distributor tidak mencukupi. Artinya semua pasokan kopi organik terserap oleh pasar. Kondisi ini membuat permasalahan model RS rantai pasok kopi

109 78 organik di Aceh Tengah berbeda dari rantai pasok di level industri manufaktur ataupun agroindistri pertanian lainnya. 2. Harga produk (c) di musim panen dengan pasca panen tidak berimbang, sehingga dari permasalahan ini dapat disimpulkan model RS kopi organik membutuhkan koordinasi terhadap semua pelaku yang ada. 3. Kinerja (θ) masing-masing pelaku terutama petani tidak sama sehingga dibutuhkan model pengukuran kinerja yang dapat bekerja secara simultan dan berkesinambungan dalam mengatasi permasalahan ini. 4. Tidak ada perlakuan yang berbeda dari distributor terhadap petani maupun pelaku lainnya yang memiliki kualitas dan kuantitas pasokan (kinerja) lebih baik. Dari kondisi ini dibutuhkan mekanisme penetapan harga yang memperhitungkan kinerja pelaku sehingga peningkatan kualitas dan kuantitas pasokan bagi distributor dalam meningkatkan total profit Pelaku rantai pasok bisa dilaksanakan Analisis Model Distribusi risiko Rantai Pasok Kopi Organik Penetapan sejumlah asumsi dan tujuan atau output model bermanfaat untuk menyelaraskan bentuk model RS untuk produk kopi organik di Aceh Tengah dengan kondisi sebenarnya pada objek penelitian Tujuan Pembuatan Model Distribusi Risiko Tujuan model RS dibuat berdasarkan excisting condition model sehingga model bisa mewaikili permasalahan pada objek yang dimodelkan. Adapun tujuan dari model RS kopi organik di Aceh Tengah adalah : 1. Untuk meminimalisir kehilangan loss profit di tingkat distributor (koperasi). 2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pasokan sebagai posisi tawar petani ke koperasi sehingga koperasi bersedia mendistribusikan sebagian profit ke pelaku bagian hulu rantai pasok melalui mekanisme yang diatur dalam model. 3. Meningkatkan kinerja pelaku 4. Menetapkan perubahan skenario harga jual berdasarkan kuantitas dan kualitas pasokan melalui pemilihan model parameter kinerja yang tepat.

110 79 Dari tujuan pembuatan model RS diatas terlihat bahwa permasalahan utama adalah mengatur mekanisme pendistribusian profit melalui penetapan harga jual yang tepat. Pemilihan model pengukuran kinerja (DEA) yang tepat juga menjadi elemen penting dalam merancang model RS kopi organik di Aceh Tengah Asumsi Model Distribusi Risiko Penetapan asumsi model bertujuan untuk membatasi parameter-parameter pengukuran sesuai dengan excisting condition dan tujuan pemodelan yang telah didefinisikan terlebih dahulu. Sehingga, konsep rancangan model tidak keluar dari kerangka permasalahan yang ada. 1. Petani sebagai pemasok (vendor) dibedakan berdasarkan nilai kinerja baik pada saat penetapan harga maupun pengelompokan pelaku di dalam menu kontrak. 2. Harga akhir (FP yi ) dependen terhadap parameter pengukuran kinerja. 3. Harga awal sebagai tolak ukur harga dasar dalam mekanisme penetapan harga, dijustifikasi dari harga jual produk di tingkat distributor atau pelaku akhir dalam struktur rantai pasok kopi organik. Berdasarkan asumsi ini maka harga awal ditetapkan dari harga jual koperasi ke importir. 4. Non diskriminasi mekanisme penetapan harga pada semua tingkatan pelaku rantai pasok dengan opsi pada menu kontrak. 5. Mekanisme peningkatan profit pelaku rantai pasok diatur dalam fungsi harga yang terdiri atas sejumlah pembayaran tetap (F yi ) dan insentif. 6. Fungsi insentif diatur berdasarkan nilai kinerja terhadap sejumlah nilai harga jual. 7. Harga akhir yang merupakan harga jual optimal bagi setiap pelaku rantai pasok berfluktuasi terhadap nilai harga awal Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Kopi Organik Model distribusi risiko (risk sharing) sebagai metode untuk meyeimbangkan risiko (balancing risk) pelaku rantai pasok mengambil ide dari model intermediasi risiko yang telah disempurnakan oleh Wu dan Blackhurst (2009). Formulasi awal yang menjadi ide pemodelan distribusi risiko pada penelitian ini adalah

111 80 menentukan bentuk formulasi insentif sebagai pengembangan model dasar dari model Wu dan Blackhurst (2009). Nilai insentif dirumuskan berdasarkan perolehan kinerja yang diukur melalui pendekatan DEA (persamaan 3). Nilai insentif akan menjadi indikator yang menentukan tingkat keuntungan koperasi (persamaan 7) maupun petani, prosesor dan kolektor (persamaan 8). Setelah formulasi insentif didapatkan, maka baru kemudian digabungkan dengan formulasi pembayaran tetap. Rumusan formulasi pembayaran tetap merupakan pengembangan yang dilakukan dalam studi ini berdasarkan kondisi permasalahan objek penelitian.penentuan sejumlah pembayaran tetap ditentukan berdasarkan formulasi rancangan kontrak pada persamaan (9). Rancangan kontrak dirumuskan dalam bentuk kuantitatif model sebagai bagian implementasi model RS. Ide dasar rancangan kontrak diambil dari model kontrak intermediasi risiko yang diajukan Wu dan Blackhurst (2009). Pada umumnya rancangan struktur kontrak akan selalu diikuti sejumlah penawaran tetap kepada konsumen agar bersedia menjadi bagian dari kontrak. Penawaran inilah yang didefinisikan sebagai nilai reservation utility (r i ) konsumen ketika menerima tawaran isi kontrak. Nilai r i merupakan sejumlah imbalan terhadap risiko konsumen ketika berada dalam mekanisme kontrak. Nilai r i kemudian diambil sebagai tolak ukur dalam menentapkan sejumlah pembayaran tetap dalam model RS (persamaan 10). Penambahan parameter kinerja dalam fungsi insentif memberikan pendekatan dan pemahaman yang berbeda mengenai model RS. Mekanisme pendistribusian risiko dilakukan melalui penetapan harga jual yang optimal bagi setiap pelaku rantai pasok. Perubahan pada skenario penetapan harga jual mengakibatkan sebagian besar profit rantai pasok yang terkonsentrasi pada satu pelaku bergeser ke pelaku lainnya berdasarkan bobot risiko yang ditanggungnya. Proses penetapan harga dilakukan dengan memberikan sejumlah pembayaran tetap (F yi ) yang dipadukan dengan pemberian insentif (F yi - ( [ρ] +. F yi )). Parameter kinerja melalui pendekatan DEA berfungsi untuk mengukur tingkat kinerja pelaku yang didefinisikan melalui efisiensi ( ). konflik tujuan antara koperasi selaku distributor dengan petani sebagai pemasok dimediasi melalui fungsi pemberian insentif. Semakin tinggi tingkat kinerja pelaku yang dinyatakan

112 81 dengan nilai efisiensi 100 %. Maka semakin besar nilai harga jual setiap unit produk yang dijualnya. ( ([ ] )) (( ) ) ((( ) ) (( ) (( ) ))), Sehingga Nilai harga jual (profit) yang optimal untuk setiap pelaku melalui mekanisme model RS bisa dilihat dengan jelas melalui persamaan 10 : n o Oij. wij j i FPyi WRi. Fy / 2 WRi. Fy / 2 1. WR. / 2 n o i Fy I.... (10) ij vij j i s.t. Dimana : F yi FP yi F y = Harga pembayaran tetap distributor y (koperasi) unit ke i = Harga jual optimal pelaku tingkatan y unit ke i = Harga jual finish good tingkat distributor = koofisien risk aversion pelaku rantai pasok = nilai kinerja (efisiensi DEA) pelaku tingkatan ke y unit ke i

113 82 WR i = Bobot risiko pelaku di dalam tingkatan rantai pasok. O ij = Variabel output j unit ke i. w ij = bobot output j unit ke i. I ij v ij = variabel input ke j unit ke i = bobot input ke j unit ke i Model RS yang diwakili oleh persamaan 10 merupakan prinsip membagi mekanisme harga jual berdasarkan temuan risiko pada bab sebelumnya. Harga jual optimal (FP yi ) didapat dari bobot risiko yang ditanggung pelaku setiap sphere dikalikan dengan harga jual akhir (finish good) di tingkat koperasi (F y ). Artinya semakin besar bobot risiko yang ditanggung pelaku di dalam sphere rantai pasok, maka semakin besar nilai harga jual optimal yang mungkin diperolehnya. Mekanisme ini dilanjutkan dengan memperhatikan kinerja dari setiap pelaku di dalam sphere rantai pasok. Nilai jual optimal yang sudah ditetapkan untuk setiap sphere rantai pasok akan ditinjau secara lebih spesifik terhadap masing-masing pelaku didalam sphere tersebut. Atribut yang menjadi indikator pengaturan harga spesifik di setiap pelaku dalam sphere rantai pasok terdiri atas dua yaitu pembayaran tetap (F yi ) dan insentif (I). Pembagian antara sejumlah pembayaran tetap (F yi ) dan insentif (I) ditetapkan sama besar. Artinya, 50 % dari total harga jual yang telah ditetapkan berdasarkan risiko pelaku untuk setiap sphere akan dibayarkan dengan jumlah yang sama terhadap semua pelaku. Sementara, 50 % dari total nilai harga jual optimal yang akan diterima pelaku diberikan dalam bentuk insentif. Nilai insentif akan berfluktuatif, tergantung dari perolehan nilai kinerja (efisiensi relatif) pelaku di setiap sphere. Semakin baik nilai kinerja pelaku, maka nilai insentif yang akan didapatkan juga semakin optimal. Penetapan harga berdasarkan spesifik risiko pelaku diwakili oleh nilai koofisien risk aversion (ρ) yang merupakan bagian dari fungsi insentif. Koofisien risk aversion (ρ) mewakili sejumlah risiko yang harus diminimalisir pelaku. Nilai risiko di dalam koofisien risk aversion (ρ) merupakan ketidakmampuan pelaku untuk memperoleh kinerja maksimal. Nilai kinerja (θ) atau efisiensi relatif pelaku yang paling maksimal dari setiap pelaku rantai pasok akan bernilai 1. Artinya, jika pelaku memperoleh nilai θ sama dengan 1 maka tentu saja nilai koofisien risk

114 83 aversion (ρ) akan bernilai 0. Sehingga nilai insentif pelaku rantai pasok akan optimal atau (WR i. F y )/2 Dari persamaan (10), terlihat bahwa harga jual untuk setiap pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah terdiri atas dua bagian yaitu sejumlah pembayaran tetap dan insentif. Pembayaran tetap adalah nilai harga yang bersifat permanen untuk pelaku rantai pasok setiap kali transaksi harga dilakukan. Sementara nilai insentif tergantung dari pencapaian kinerja pelaku rantai pasok. Artinya dari mekanisme pengaturan harga jual sebagian risiko pelaku didistribusikan melalui mekanisme pemberian insentif. Berdasarkan mekanisme pengaturan harga diatas maka masalah selanjutnya adalah bagaimana menentukan besaran harga insentif sehingga dapat mewakili pendistribusian risiko pelaku berdasarkan tujuan manajemen risiko rantai pasok yang dihubungkan dengan kompleksitas permasalahan di lapangan. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kuantitas pasokan petani rata-rata hanya 50 % dari kuantitas pasokan ideal suatu lahan pertanian. Artinya 50 % risiko pasokan masih ditanggung pelaku rantai pasok terutama koperasi. Berdasarkan kajian inilah maka 50 % dari mekanisme harga jual pelaku akan diatur melalui pemberian insentif. Sehingga dari total harga jual (FP yi ) pada setiap tingkatan maka setengah dari jumlah harga akan diatur oleh mekanisme penetapan harga di dalam fungsi insentif. Pembayaran tetap ditentukan berdasarkan kajian atribut perancangan kontrak untuk setiap pelaku rantai pasok. Nilai pembayaran tetap akan sama dengan nilai variabel Reservation utility (r i ) didalam sebuah kontrak. Pembayaran tetap akan diterima pelaku apabila sudah menerima aturan mekanisme kontrak dari koperasi atau distributor. Nilai r i merupakan sejumlah imbalan (reward) yang akan diterima pelaku jika menerima kontrak dari koperasi. Sebagi konsekuensi pelaku harus bisa memaksimalkan nilai kinerja (θ > 0), jumlah pasokan harus selalu ada ( S > 0). Nilai r i relatif berada di bawah harga pasar jika pelaku tidak berada dalam mekanisme kontrak koperasi. Akan tetapi jikan nilai kinerja (θ) pelaku semakin maksimal, maka perolehan harga jual akan jauh diatas harga

115 84 pasar. Berdasarkan kajian inilah, maka prinsip kompetisi dari setiap pelaku di dalam sphere rantai pasok akan terlaksana. Penentuan besarnya nilai harga jual optimal pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok ditetapkan berdasarkan bobot risiko yang ditanggung oleh setiap pelaku di dalam rantai pasok (WR i. F y ). Metode pengukuran kinerja melalui pendekatan DEA bekerja secara simultan dan berkesinambungan sehingga nilai atribut variabel pengukuran kinerja DEA akan selalu berkompetisi untuk mencapai nilai terbaik. Mekanisme ini selaras dengan pelaku rantai pasok yang berusaha mendapatkan nilai harga jual optimal melalui peningkatan kinerja dengan perbaikan nilai atribut pengukuran ke arah yang lebih baik. Secara bersamaan model RS memberikan penawaran (bargaining position) yang lebih baik kepada koperasi sebagai distributor dan petani sebagai pemasok (vendor). Prinsip inilah yang menjadi kekuatan dan penyempurnaan model dari yang pernah diusulkan oleh banyak peneliti sebelumnya. Perubahan tidak saja pada parameter model RS tetapi sekaligus pada output yang dihasilkan yaitu keberlanjutan dan peningkatan profit rantai pasok secara bersamaan Penyeimbangan Risiko Tingkat Petani Berdasarkan perhitungan nilai kinerja dan formulasi dari model RS maka didapatkan nilai harga jual untuk tingkat petani (Tabel 24) Tabel 24 Rekapitulasi nilai harga jual tingkat petani Pelaku F Efisiensi WR y F Fi Ρ I FP Fi rantai pasok F (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Petani 1 0,81 0, , , ,07 Petani 2 1,00 0, , , ,00 Petani 3 0,80 0, , , ,85 Petani 4 0,52 0, , , ,10 Petani 5 0,58 0, , , ,43 Petani 6 0,55 0, , , ,33 Petani 7 0,58 0, , , ,67 Petani 8 1,00 0, , , ,00 Petani 9 0,75 0, , , ,00 Petani 10 0,75 0, , , ,00 Petani 11 1,00 0, , , ,00 Petani 12 0,64 0, , , ,02,00 Petani 13 0,50 0, , , ,00

116 85 Tabel 24 Rekapitulasi nilai harga jual tingkat petani (lanjutan) Pelaku F Efisiensi WR Y F Fi I FP rantai pasok F ρ Fi (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Petani 14 0,50 0, , , Petani 15 0,50 0, , , ,92 Petani 16 0,50 0, , , ,65 Petani 17 0,78 0, , , ,00 Petani 18 0,72 0, , , ,00 Petani 19 1,00 0, , , ,00 Petani 20 1,00 0, , , ,00 Sumber : Data primer 2012 Nilai harga finish good (F y ) merupakan harga jual yang berlaku di tingkat distributor sebagai eksportir pada saat sekarang. Nilai ini dapat berubah sesuai dengan nilai harga jual kolektor kepada importir. Penetapan nilai harga finish good (F y ) akan berlaku untuk perhitungan nilai harga jual untuk tingkat pelaku berikutnya yaitu prosesor dan kolektor. Jumlah pelaku tingkat petani yang mendapatkan nilai harga jual paling optimal (FP yi ) sebanding dengan bobot risiko yang ditanggung pelaku di dalam rantai pasok (WR i ). Bobot risiko sebagai penentu harga jual secara umum untuk satu tingkatan hanya bersifat sebagai patokan dasar dalam model RS. Besarnya harga jual produk masing-masing pelaku di dalam satu sphere rantai pasok tetap tergantung dari pencapaian nilai kinerja masing-masing pelaku rantai pasok. Semakin baik capaian nilai kinerja semakin tinggi nilai harga jual yang diperoleh. Semua hipotesa dan kajian ini akan berbanding sama pada penetapan harga jual tingkat prosesor dan kolektor melaui model RS Penyeimbangan Risiko Tingkat Prosesor Melalui model RS diketahui posisi harga jual optimal untuk kolektor berada pada harga Rp 3.121,63 yang merupakan nilai jual akibat proses pemberian nilai tambah diluar harga beli bahan baku kopi organik dari petani (Tabel 25). sementara pada kondisi saat ini pelaku tingkat prosesor hanya menerima keuntungan rata-rata Rp 1.000,-. Penetapan harga jual untuk tingkat prosesor dan kolektor sedikit berbeda karena hanya dihitung berdasarkan nilai profit diluar

117 86 pembelian harga bahan baku. Artinya, nilai keuntungan maksimal yang bisa diperoleh prosesor dari penjualan kopi organik adalah Rp Tabel 25 Rekapitulasi nilai harga jual tingkat prosesor Pelaku Rantai Ρ FP Efisiensi WR Pasok P F y (Rp) F Pi (Rp) I (Rp) Pi (Rp) (Rp) Prosesor 1 0,97 0, ,82 0, , ,27 Prosesor 2 0,83 0, ,82 0, , ,82 Prosesor 3 0,94 0, ,82 0, , ,20 Prosesor 4 0,94 0, ,82 0, , ,64 Prosesor 5 0,69 0, ,82 0, , ,38 Prosesor 6 1,00 0, ,82 0, , ,63 Prosesor 7 1,00 0, ,82 0, , ,63 Prosesor 8 0,93 0, ,82 0, , ,26 Prosesor 9 0,95 0, ,82 0, , ,96 Prosesor 10 0,84 0, ,82 0, , ,53 Prosesor 11 0,98 0, ,82 0, , ,16 Prosesor 12 1,00 0, ,82 0, , ,63 Prosesor 13 0,91 0, ,82 0, , ,49 Prosesor 14 0,63 0, ,82 0,37 990, ,06 Prosesor 15 0,91 0, ,82 0, , ,41 Prosesor 16 0,94 0, ,82 0, , ,77 Prosesor 17 1,00 0, ,82 0, , ,63 Prosesor 18 1,00 0, ,82 0, , ,63 Prosesor 19 1,00 0, ,82 0, , ,63 Prosesor 20 1,00 0, ,82 0, , ,63 Sumber : Data primer Penyeimbangan Risiko Tingkat Kolektor Analisa yang sama berlaku untuk penetapan nilai harga jual tingkat kolektor. Pada penentuan harga jual tingkat kolektor melalui mekanisme model RS, diketahui bahwa posisi harga jual yang optimal adalah pada harga Rp 9774,55,- diluar pembelian harga bahan baku pada tingkatan pelaku sebelumnya (Tabel 26). Melalui mekanisme penetapan harga jual dengan pendekatan model RS diketahui bahwa nilai harga jual tingkatan pelaku prosesor dan kolektor adalah nilai keuntungan kotor diluar pembelian bahan baku.

118 87 Tabel 26 Rekapitulasi nilai harga jual tingkat kolektor Pelaku Rantai WR Efisiensi P F y F Pi Ρ I FP Pi Pasok (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Kolektor 1 1,00 0, ,27 0, , ,55 Kolektor 2 1,00 0, ,27 0, , ,55 Kolektor 3 0,92 0, ,27 0, , ,25 Kolektor 4 0,97 0, ,27 0, , ,82 Kolektor 5 1,00 0, ,27 0, , ,55 Sumber : Data primer 2012 Hasil ini diperoleh sesuai dengan proses identifikasi risiko pada model awal yang terfokus kepada risiko yang terjadi pada setiap pelaku selama proses pemberian nilai tambah dari produk kopi organik. Mekanisme koordinasi yang tepat perlu dilakukan agar jalur rantai pasokan dapat diprediksi dengan baik. Koordinasi rantai pasok juga diperlukan untuk menghilangkan gangguan dan faktor penggelembungan risiko yang terjadi di sepanjang jalur pasokan ke tingkat distributor Koordinasi Rantai Pasok Kopi Organik Koordinasi rantai pasok diperlukan untuk menyelaraskan konflik kepentingan tujuan antar pelaku di dalam rantai pasok agar sesuai dengan tujuan rancangan rantai pasok yang diinginkan (Cachon, 2003). Pada studi ini tujuan desain rantai pasok kopi organik di Aceh tengah adalah untuk menciptakan kontinuitas pasokan dan profitabilitas pelaku rantai pasok melalui proses manajemen risiko dengan pendekatan model distribusi risiko. Tujuan dari sub model analisis risiko yang telah ditetapkan di awal pembahasan diperkuat dengan pembuktian sub model pegukuran kinerja. Output tujuan sub model analisis risiko menjadi parameter dalam menentukan variabel atribut sub model pengukuran kinerja. Penyempurnaan model RS dilakukan berdasarkan penambahan parameter kinerja dijadikan masukan (input) bagi sub model RS dalam menentukan mekanisme penetapan harga jual di setiap tingkatan pelaku rantai pasok. Koordinasi rantai pasok dilakukan melalui mekanisme kontrak dengan mengelompokkan pelaku kedalam dua grup yaitu pelaku yang bebas risiko dan pelaku berisiko dipandang dari perspektif kontrak. Pelaku bebas risiko berarti pelaku yang mampu memaksimalkan kinerja dengan nilai efisiensi satu sehingga

119 88 memperoleh nilai harga jual paling optimal yang bisa ditawarkan kontrak. Sebaliknya pelaku berisiko dipandang dari sisi kinerja yang belum optimal menurut konsep DEA sehingga nilai koofisien risiko (ρ i ) pelaku masih bernilai positif. Berdasarkan penjelasan pada bab dua bahwa setiap pelaku rantai pasok yang mempunyai peranan sebagai pemasok (vendor) akan berusaha memaksimalkan nilai jual produk sehingga perolehan profit dari setiap penjualan unit produk meningkat (expected value). Sebaliknya distributor dalam hal ini koperasi mempunyai tujuan yang berbeda yaitu untuk meningkatkan nilai utilitas pasokan produk melalui pengurangan harga jual (expected utility). Semakin tinggi nilai EV petani maka akan berdampak terhadap pengurangan nilai EU pada tingkat koperasi. Untuk mengatasi konflik kepentingan ini maka diperlukan kontrak yang bisa mengakomodir tujuan ke dua pelaku sehingga profit yang diinginkan bisa berimbang. Berdasarkan persamaan (9), maka diperoleh nilai EV petani dengan mekanisme penetapan harga jual melalui model RS. [ ( ( ))] ( ([ ] ))...(11) Artinya nilai (value) produk petani akan dihargai berdasarkan formulasi yang telah disusun dalam model RS. Dengan berpatokan pada tujuan petani untuk meningkatkan nilai jual produk (EV), maka profit maksimum yang bisa diperoleh koperasi dengan memaksimalkan nilai EU melalui mekanisme kontrak (M(Q)) adalah sebagai beikut : ( * ( ( )) +) ( ) s.t. jika i ( ) ( * ( ( )) +) ( ([ ] )) ( ([ ] )) ( )

120 89 Persamaan (12) menjelaskan bahwa profit petani bisa dimaksimalkan dari setiap anggota (pelaku rantai pasok) yang berada dalam kontrak ( max i M ( Q) ). Total profit yang bisa diperoleh koperasi dengan sejumlah (Π) pembelian unit produk melalui kontrak dapat ditingkatkan melalui cara : 1) meminimalisir tingkat loss profit melalui penetapan harga jual spesifik bedasarkan risiko pelanggan ( ( )) dan sejumlah pelaku yang bebas risiko (k), 2) pengontrolan nilai harga jual optimal setiap pelaku diatur melalui parameter kinerja. Formulasi kontrak mendefinisikan dengan jelas bahwa tujuan koperasi sebagai distributor untuk memaksimalkan nilai utilitas (EU) produk diperoleh melalui pendekatan penetapan harga jual berdasarkan risiko spesifik dan kinerja pelaku rantai pasok. Sebaliknya bila ditinjau dari kendala pertama kontrak, pelaku rantai pasok dalam hal ini petani, prosesor dan kolektor hanya akan menerima Kontrak (M(Q)) jika nilai harga jual produk kopi organik di setiap tingkatan pelaku minimal sama dengan nilai reservation utility (ri). Artinya kalau dihubungkan lagi dengan formulasi model RS maka nilai r i yang berada dibawah koordinasi kontrak dari koperasi adalah sama dengan nilai pembayaran tetap (F yi ). Sehingga meski pelaku memiliki kinerja paling buruk sekalipun akan tetap menerima sejumlah pembayaran dari koperasi untuk setiap unit produk kopi organik yang dijualnya. Kalau dikaji lebih jauh lagi, batasan kontrak pada kendala kedua menyatakan bahwa petani, prosesor dan kolektor sebagai pelaku yang menerima ikatan kontrak akan selalu menerima harga jual produk yang optimal sesuai dalam struktur menu kontrak berdasarkan kinerja masing-masing. Proses pengkarakterisasian pelaku seperti inilah yang menjadi salah satu dasar dalam merancang struktur menu kontrak di bawah ini : 1. Koperasi bertujuan memaksimalkan nilai EU dari semua kontrak yang ditawarkan. 2. Pelaku ke 1, 2,..., k-1 mendapatkan EV produk sama denga F yi + I sementara pelaku yang lainnya memperoleh nilai EV F yi bernilai setengah dari nilai WR i. F y. Q

121 90 4. F yi yang dibayarkan akan selalu bernilai tetap pada setiap pelaku dimana penambahan insentif diberikan atas dasar fungsi kinerja terhadap harga (IF yi ([ ] ). 5. Peningkatan nilai EU koperasi berbanding sama dengan peningkatan kinerja pelaku rantai pasok ( ). 6. Koperasi akan selalu melakukan mekanisme transparansi informasi harga terkait nilai F y. 7. Peningkatan nilai efisiensi pelaku ke i berbanding terbalik terhadap nilai ρ dan WR i dan berbanding lurus terhadap FP yi, E (x) serta jumlah k didalam M(Q) Implikasi Manajerial Model Risk Sharing Implikasi dari model RS terhadap pelaku rantai pasok berpatokan pada konsep formulasi RS serta formulasi kontrak (M(Q)) yaitu dengan mendistribusikan sebagian risiko melalui fungsi insentif (Fyi ([ρ] +. Fyi). Dampak dari model RS dijustifikasi dari pelaku rantai pasok yang bebas risiko menurut perspektif kontrak (k). Pendistribusian risiko diatur oleh parameter kinerja dari setiap pelaku rantai pasok ( ). Sehingga, jika M(Q) untuk pelaku ke i nilai ekspektasinya (E (x) = k) maka diperoleh nilai pergeseran bobot risiko dan marjin untuk setiap pelaku rantai pasok. Secara lebih jelas bisa dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Implikasi model risk sharing terhadap pelaku rantai pasok Pelaku Bobot risiko Sebelum distribusi risiko setelah distribusi risiko Selisih bobot risiko pelaku Implikasi Margin Petani 0,74 0,49-0,25 menurunan meningkat sebesar Rp ,45 Prosesor 0,03 0,06 0,03 meningkat menurun sebesar Rp 3.007,23 Kolektor 0,10 0,19 0,09 meningkat menurun sebesar Rp 9.416,33 Koperasi 0,16 0,27 0,13 meningkat menurun sebesar Rp ,89 Sumber : Data primer 2012 Dari Tabel 26 terlihat terjadi penurunan risiko petani yang signifikan sebesar 25,43 %. Indikasi ini berbanding dengan profit yang diterima petani sebesar 73,4 % dari total harga jual / harga jual finish goods (F y ). sehingga penerimaan profit yang cukup besar dari total profit yang bisa didapatkan oleh

122 91 petani di dalam rantai pasok akan sebanding dengan nilai risiko pelaku tingkatan yaitu sebesar 48,2 %. Risiko petani bisa saja diturunkan secara lebih tajam dengan konsekuensi persentase penerimaan profit petani dari total profit pelaku rantai pasok dikurangi. Implikasi lebih jauh harus dilakukan pengaturan ulang terhadap mekanisme penentuan harga jual optimal dimana bisa diterapkan asumsi seberapa besar nilai risiko yang diinginkan untuk diterima petani di dalam rantai pasok (WR i ) terhadap nilai E(x) = k untuk penentuan fixed payment (Fyi) dan insentif. Hipotesa ini akan berlaku sama untuk pelaku tingkatan prosesor dan kolektor Rencana Implementasi Model Model RS di dalam studi ini bertujuan untuk menjembatani kesepakatan perpektif model antara pelaku bagian hulu rantai pasok dengan koperasi sebagai distributor. Hasil dari pemodelan RS yang pernah diusulkan pada penelitian sebelumnya menjadi sulit di implementasikan ke dalam desain rantai pasok karena tidak ada keuntungan lebih yang didapat pelaku tingkat distributor. Konsep model RS sebelumnya yang hanya bertujuan untuk menjaga keberlanjutan rantai pasok ternyata tidak mempunyai posisi tawar yang cukup baik bagi koperasi selaku distributor. Mekanisme model RS yang menyebabkan koperasi harus berbagi profit berimplikasi terhadap output model RS. Kendala tersebut yang menjadi ide penyempurnaan model RS pada penelitian ini melalui dualisme ouput model. Output pertama bertujuan menjaga kesinambungan pasokan sehingga keberlanjutan rantai pasok dapat terjamin. Sedangkan output kedua mekanisme model RS dapat meningkatkan profit pelaku rantai pasok terutama sekali koperasi sebagai distributor. Peningkatan profit yang dimaksud disini bukan disebabkan oleh karena fluktuasi positif harga produk pada mekanisme pasar, akan tetapi peningkatan profit akibat mekanisme kerja model RS ketika diimplementasikan ke dalam rantai pasok Mekanisme Kerja DEA Dalam Model Distribusi Risiko (Risk Sharing) Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan metode pengukuran kinerja berbasis pemrograman linier berdasarkan tingkat pencapaian nilai efisiensi relatif yang diperoleh melalui tahapan proses perbandingan (benchmarking) antar pelaku

123 92 rantai pasok (DMU). Nilai efisiensi pelaku ditetapkan berdasarkan garis batas (efficient frontier) dari setiap unit yang memperoleh nilai efisiensi tertinggi. Sehingga, sejumlah pelaku dengan nilai efisiensi tertinggi yaitu 100 % akan membentuk garis batas efisien yang melingkupi (envelope) nilai efisiensi pelaku yang kurang dari 100 %. Prinsip inilah yang menjadi tolak ukur metode DEA untuk membedakan antara pelaku yang efisien dan tidak efisien. Pelaku yang berada di dalam lingkup garis batas efisiensi akan ditetapkan sebagai pelaku yang tidak efisien (Gambar 22). (%) Pelaku 1 a Pelaku 4 Pelaku 7 Output/input Pelaku 5 Pelaku 2 b c Pelaku 6 Pelaku 2 Garis batas efisiensi Output/input (%) Gambar 22 Ilustrasi prinsip benchmarking DEA dalam model distribusi risiko Berdasarkan persamaan 10 diketahui bahwa garis a, b, c merupakan rentang nilai ketidakefisienan pelaku rantai pasok yang didefinisikan model RS sebagai koofisien risk aversion ( ). Pelaku 2, 5, dan 6 merupakan pelaku dengan nilai EV yang belum optimal karena kinerja yang belum maksimal. Mekanisme ini akan menyebabkan perolehan nilai harga jual untuk pelaku ke 2, 5 dan 6 menjadi tidak maksimal. Hal ini disebabkan nilai efisiensi (θ) yang menjadi parameter dalam penetapan jumlah insentif belum optimal sehingga jumlah harga yang didapatkan pelaku menjadi tidak maksimal. Prinsip yang telah dijelaskan diatas yang menjadi indikator dalam peningkatan profit pelaku rantai pasok terutama sekali koperasi. Ketika diimplementasikan ke dunia nyata, model RS akan bekerja berdasarkan mekanisme kompetisi antar pelaku dalam memperoleh nilai harga jual yang optimal. Peningkatan nilai harga jual diperoleh dengan perbaikan kinerja sehingga

124 93 jumlah insentif yang diterima pelaku bisa dioptimalkan. Garis batas efisiensi pada model DEA akan didefinisikan sebagai batas harga jual optimal yang bisa diberikan koperasi sebagai distributor melalui sharing profit dalam mekanisme model RS. Perbaikan kinerja bisa dilakukan pelaku jika terjadi peningkatan nilai atribut pada model DEA sehingga indikator tersebut akan menjadi parameter tolak ukur koperasi dalam meningkatkan profit yang diinginkan. Peningkatan kuantitas dan kualitas pasokan dari petani sebagai salah satu atribut model DEA akan berimplikasi terhadap peningkatan profit koperasi. Sebaliknya, petani sebagai pelaku sentral yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pasokan kopi organik akan memperoleh keuntungan karena terjadi peningkatan terhadap harga jual produk yang dipasok. Total profit pelaku bagian hulu rantai pasok dapat meningkat jika nilai harga jual tingkat koperasi (FP yi ) ikut meningkat. Indikatornya dapat dilihat pada perbaikan atribut kualitas sehingga posisi harga jual koperasi ikut meningkat. Studi ini tidak dapat memberikan gambaran nyata sampai ke negosiasi harga pada tingkat importir dengan exportir (koperasi) akibat perbaikan kualitas produk Analisis Sensitivitas Model Distribusi Risiko Terhadap Pelaku Rantai Pasok Analisis sensitivitas model RS akan diterapkan pada petani dengan asumsi peningkatan kuantitas dan kualitas secara bertingkat. Pemilihan pelaku petani dalam analisis sensitivitas dianggap tepat karena merupakan pelaku kunci dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas pasokan. Setiap kajian dalam analisis sensitivitas model RS terhadap petani akan berlaku sama terhadap pelaku tingkatan prosesor dan kolektor. Peningkatan kuantitas dan kualitas pasokan akan berimplikasi sama terhadap peningkatan profit semua pelaku rantai pasok. Akan tetapi pada kajian ini akan difokuskan terhadap koperasi sebagai bargaining position model RS. Peningkatan terhadap jumlah pasokan bisa langsung dijustifikasi secara positif sebagai peningkatan profit terutama terhadap koperasi dan pelaku lainnya. Sementara untuk peningkatan kualitas produk kopi organik perlu kajian lebih mendalam mengenai proses peningkatan harga beli di tingkat importir berkaitan dengan peningkatan kualitas produk. Secara implisit kenaikan kualitas akan bebanding lurus terhadap kenaikan harga produk.

125 94 Peningkatan kualitas dan kuantitas produk akan ditetapkan pada angka 5 % untuk perhitungan model RS terhadap petani. Dari tahapan ini akan dilihat berapa kemungkinan peningkatan profit pelaku rantai pasok terutama koperasi. analisa akan dihubungkan langsung terhadap koperasi sebagai pihak yang akan mendistribusikan profit sebagai konsekuensi model RS. Hasil pemodelan RS terhadap petani pada tahapan sebelumnya merupakan evaluasi terhadap kinerja pada periode sebelumnya. Dalam analisis ini diasumsikan model RS sudah diterapkan dengan penetapan harga yang adil. Mekanisme analisis sensitivitas model dimulai dari pengukuran kinerja petani dengan peningkatan kualitas dan kuantitas pasokan 5 % sebagaimana dapat dapat dilihat pada Tabel 28. Peningkatan kinerja melalui atribut kualitas dan kuantitas di asumsikan terhadap pelaku tingkatan petani yang pada pengukuran sebelumnya teridentifikasi tidak efisien. nilai atribut kualitas dan kuantitas untuk petani dengan nilai efisiensi sama dengan satu pada pengukuran sebelumnya akan bernilai tetap. Tabel 28 Analisis sensitivitas peningkatan kualitas dan kuantitas pasokan 5 % DMU terhadap perhitungan efisiensi petani Nilai atribut awal Kualitas (%) Kuantitas (%) Nilai setelah terjadi peningkatan atribut Kualitas (%) Kuantitas (%) Efisiensi awal pelaku petani Efisiensi pelaku petani setelah simulasi Petani 1 21, ,05 756,00 0,81 0,85 Petani 2 10, , ,00 1,00 1,00 Petani 3 21, ,05 913,50 0,80 0,77 Petani 4 14, ,70 210,00 0,52 0,55 Petani 5 11, ,55 493,50 0,58 0,58 Petani 6 12, ,60 997,50 0,55 0,57 Petani 7 13, ,65 525,00 0,58 0,58 Petani 8 15, , ,00 1,00 1,00 Petani 9 8, , ,00 0,75 0,76 Petani 10 8, , ,00 0,75 0,75 Petani 11 8, , ,00 1,00 0,99 Petani 12 9, ,45 840,00 0,64 0,64 Petani 13 8, ,35 850,50 0,50 0,50 Petani 14 8, ,03 882,00 0,50 0,50 Petani 15 8, , ,50 0,50 0,50 Petani 16 7, ,56 493,50 0,50 0,50 Petani 17 14, ,70 787,50 0,78 0,78

126 95 Tabel 28 Analisis sensitivitas peningkatan kualitas dan kuantitas pasokan 5 % DMU terhadap perhitungan efisiensi petani (lanjutan) nilai atribut awal Kualitas (%) Kuantitas (%) nilai setelah terjadi peningkatan atribut Kualitas (%) Kuantitas (%) Efisiensi awal pelaku petani Efisiensi pelaku petani setelah simulasi Petani , ,72 0,72 Petani , ,00 0,81 Petani , ,00 1,00 Sumber : Data primer 2012 Dari Tabel 28 terlihat jelas pergeseseran pelaku petani yang teridentifikasi efisien, yaitu dari pelaku petani ke 2, 8, 11, 19 dan 20 menjadi pelaku ke 2, 8 dan 3. Hal ini berdampak terhadap pergeseran nilai efisiensi pelaku yang tidak efisien sehingga perolehan harga pada model RS juga ikut berubah. Pergeseran nilai efisiensi itu dapat dilihat pada pelaku ke 3, 11, 13, 14, 15, 19 yang mengalami penurunan nilai efisiensi. Sebaliknya pelaku 1, 4,, 6, 9 mengalami peningkatan nilai efisiensi sehingga profit yang didapatkan juga meningkat. Mekanisme pengukuran kinerja inilah yang akan menciptakan kompetisi antar pelaku dalam memperoleh nilai profit yang diinginkan. Peningkatan profit pelaku rantai pasok bisa juga diperoleh melalui peningkatan harga jual produk kopi organik di tingkat koperasi (finish good). Peningkatan nilai harga finish good (F y ) pada koperasi akan meningkatkan nilai harga pada fungsi isenstif dan pembayaran tetatp sehingga profit pelaku rantai pasok juga ikut meningkat. Peningkatan total profit dan loss profit koperasi melalui analisis sensitivitas model RS dapat dilihat pada Tabel 29 Tabel 29 Peningkatan profit koperasi melalui mekanisme model distribusi risiko Harga pembelian awal (Rp) harga pembelian setelah simulasi (Rp) Selisih (Rp) Pengurangan Loss profit koperasi (Rp) Total peningkatan profit koperasi (Rp) , , , , , , ,00 0, , ,94 878, , ,70-956, , ,40 0, , ,57-690,24 - -

127 96 Tabel 29 Peningkatan profit koperasi melalui mekanisme model distribusi risiko (lanjutan) Harga pembelian awal (Rp) Harga Pembelian setelah simulasi (Rp) Selisih (Rp) Pengurangan Loss profit koperasi (Rp) Total peningkatan profit koperasi (Rp) , ,67 0, ,00 73,60 0, , ,82-339, , ,79-2, , ,88 1, , ,02 0, , ,74 0, , ,68 1, , ,92 0, , ,58 0, ,00 65,55 0, ,00 63,30 0, , , , ,00 73,60 0, Sumber : Data primer 2012 Dari rincian data pada Tabel 29 dapat dilihat bahwa dari poses pembayaran yang dilakukan oleh koperasi terhadap kopi organik kepada petani terjadi pengurangan loss profit profit sebesar Rp 4294,73 untuk setiap kg gabah kopi. Pengurangan ini didapatkan karena model RS telah berhasil memberikan fungsi pembayaran koperasi terhadap pelaku rantai pasok berdasarkan spesifik risiko masing-masing pelaku. Model pendekatan DEA bekerja dengan baik dalam mengakomodir formulasi penentuan risiko spesifik pelaku rantai pasok sehingga tingkat loss profit pada koperasi bisa dihindari. Dari analisis sensitivitas model RS diketahui, jika peningkatan nilai atribut kuantitas dan kualitas produk sebesar 5 % maka koperasi mengalami peningkatan total profit sebesar Rp ,95. Nilai peningkatan merupakan justifikasi dari 20 sampel pelaku rantai pasok pada 3 sphere yang ada. Peningkatan total profit koperasi sebesar Rp ,95 merupakan nilai total peningkatan profit koperasi ketika diakumulasikan dengan selisih marjin pembayaran total koperasi dari total pasokan yang diberikan petani. Dalam mekanisme ini secara implisit juga telah diperhitungkan fungsi pembayaran spesifik terhadap bobot risiko yang ditanggung masing-masing pelaku.

128 97 Kesimpulannya, Model RS bisa memberikan posisi tawar yang lebih baik dari model sebelumnya terhadap pelaku yang akan mendistribusikan profit akibat penerapan mekanisme. Proses perbaikan yang menjadi pertimbangan disini ditinjau dari tolak ukur ouput model sebelumnya yang hanya terfokus kepada keberlanjutan rantai pasok. Perbaikan yang diberikan antara lain : 1. Model telah berhasil meminimalisir kehilangan profit di tingkat distributor (koperasi) akibat fungssi pembayaran yang bersifat generik terhadap semua pelaku. Melalui mekanisme pembayaran berdasarkan risiko spesifik pelaku ditambah dengan proses benchmarking DEA semakin memperjelas alur perbaikan yang diberikan terhadap fungsi pembayaran di tingkat distributor. Implikasinya secara langsung akan berpengaruh terhadap aplikasi model RS karena distributor juga menerima keuntungan akibat konsekuensi model yang mewajibkan distributor harus berbagi profit. 2. Model telah berhasil meningkatkan profit koperasi sebagai distributor ketika kuantitas pasokan meningkat. Hasil ini diperoleh karena prinsip mekanisme benchmarking DEA dalam model RS sehingga walaupun kuantitas pasokan meningkat akan tetapi nilai pembayaran optimal yang akan diterima pelaku akan selalu sama. Perbedaan terhadap profit pelaku terjadi akibat perubahan efisiensi ketika nilai atribut juga berubah. Akan tetapi nilai harga jual optimal yang bisa diberikan akan selalu sama. 3. Model RS akan memberikan peningkatan profit secara explisit terhadap pelaku rantai pasok di bagian hulu ketika terjadi peningkatan kualitas produk sehingga harga di tingkat koperasi (F y ) juga ikut meningkat. Model RS bisa lebih detail memberikan nilai kuantitatif peningkatan pelaku rantai pasok di bagian hulu ketika penelitian bisa menyentuh sampai ke level importir. Kesulitan dalam studi ini karena posisi importir yang berada di luar negri sehingga jangkauan analisis penelitian tidak bisa diberikan sampai ke level pelaku importir. Walaupun secara implisit peningkatan nilai F y akan terjadi seiring peningkatan kualitas pasokan dari petani tetapi nilai kuantitatifnya belum bisa dipetakan dengan baik.

129 98 Perbaikan model juga diikuti oleh beberapa kajian lebih lanjut yang perlu dipertimbangkan sebelum diimplementaikan ke lapangan. Diantara beberapa kelemahan model yang perlu ditelaah lebih lanjut adalah : 1. Model belum bisa mendeskripsikan dengan jelas seberapa besar peningkatan profit di sisi pelaku petani, prosesor dan kolektor sebagai bagian jaringan rantai pasok akibat peningkatan kualitas pasokan produk. Kajian ini diperlukan berkaitan dengan salah satu indikasi harga yang berlaku dikoperasi pada saat ini masih bisa ditingkatkan jika kualitas standar oganik produk diperbaiki lagi. Perbaikan harga di tingkat koperasi pasti akan mempengaruhi harga jual di tingkat pelaku upstream rantai pasok. 2. Model RS belum bisa menjelaskan dengan lebih jelas siklus periode penilaian efisiensi pelaku rantai pasok. 3. Model RS belum bisa mendeskripsikan model kuantitatif untuk analisis kelembagaan yang akan menyertai proses implementai model. Mekanisme tranparansi harga juga menjadi salah satu indikator yang harus dikaji ketika akan mengaplikasikan model RS dalam penelitian ini. Koordinasi rantai pasok telah diberikan sebagai panduan yang jelas dalam melakukan proses tranparansi harga. Struktur kontrak dalam penelitian ini diberikan dalam bentuk model kuantitatif sehingga bisa menjadi parameter acuan yang jelas dalam merancang model atau mekanisme tranparansi harga dari distributor (koperasi) ke level Upstream rantai pasok. Permasalahan ini akan menjadi fokus riset selanjutnya dalam memperbaiki model RS yang diusulkan dalam penelitian ini.

130 (Halaman ini sengaja dibiarkan kosong)

131 99 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Mengacu pada tujuan dari penelitian ini dalam mendesain rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah untuk optimalisasi Balancing Risk, maka dapat disimpulkan bahwa : a) Hasil identifikasi risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah diketahui terdapat empat komponen faktor risiko yaitu risiko pasokan, kualitas, permintaan dan harga. Risiko harga dan kualitas merupakan faktor risiko yang paling besar pengaruhnya terhadap keberlanjutan rantai pasok. Total persentase risiko harga dalam jaringan rantai pasok untuk ke empat pelaku adalah 42,18 % sementara risiko kualitas %. Dari hasil evaluasi risiko diketahui pelaku tingkatan petani merupakn pelaku yang paling berisiko dengan bobot sebesar 0.74 diikuti dengan koperasi Sementara pelaku tingkatan prosesor dan kolektor relatif menanggung bobot risiko yang kecil masing-masing 0,03 dan 0,09. b) Metode penanggulangan risiko dilakukan melalui model distribusi risiko atau RS dengan mekanisme penentuan harga jual optimal untuk setiap pelaku di dalam rantai pasok berdasarkan tingkat pencapaian kinerja dari masingmasing pelaku.. Dari proses pendistribusian profit diketahui model RS berhasil menggeser bobot risiko petani sebesar 0,25 Sementara peningkatan marjin untuk pelaku petani untuk setiap kg penjualan kopi meningkat sebesar Rp ,45. Dari model juga diperoleh pendistribusian risiko bisa dioptimalkan dalam rangka menciptakan penyeimbangan risiko (balancing risk) antar pelaku rantai pasok. c) Perancangan rantai pasok berkelanjutan diperoleh melalui mekanisme model RS dan rancangan struktur kontrak yang terbukti mampu meningkatkan total profit koperasi, petani, prosesor dan kolektor. Peningkatan marjin total koperasi diketahui Rp untuk 20 orang pelaku rantai pasok. Sementara peningkatan total marjin petani, kolektor dan prosesor bisa dicapai melalui peningkatan kinerja masing-masing pelaku. Melalui model ini secara signifikan terbukti mampu meningkatkan total profit pelaku yang

132 100 berimplikasi terhadap kesinambungan pasokan sehingga tercipta rantai pasok kopi organik yang berkelanjutan Saran Penyempurnaan mekanisme aplikasi model distribusi risiko perlu dikaji lebih mendalam, sehingga model bisa bekerja secara maksimal. Adapun saran yang perlu ditindak lanjuti dari penelitian ini adalah : a) Diperlukan pemetaan dan perhitungan nilai variabel risiko yang lebih spesifik terhadap gangguan yang dihadapi masing-masing pelaku di dalam sphere sehingga akurasi perolehan bobot risiko setiap stakeholder di dalam jaringan rantai pasok bisa lebih baik. Implikasinya akan menghasilkan proses keputusan yang lebih tepat. b) Proses transparansi informasi terutama masalah harga dari koperasi ke pelaku di bagian hulu rantai pasok perlu dikaji lebih mendalam sehingga mekanisme distribusi risiko sesuai dengan harapan. Lebih lanjut analisis terhadap evaluasi periode kontrak diperlukan untuk memberikan akurasi penentuan harga jual optimal bagi setiap pelaku di dalam jaringan rantai pasok. c) Diperlukan analisis kelembagaan jaringan rantai pasok dengan pemerintah terkait dengan regulasi proteksi kopi organik di Aceh Tengah sehingga mekanisme distribusi risiko yang terdapat di dalam rancangan struktur kontrak bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan

133 101 DAFTAR PUSTAKA Bernroider E, Stix V A Method Using Weight Restrictions In Data Envelopment Analysis For Ranking And Validity Issues In Decions Making. Elsevier. 34: Bird L, Bounds W Stores Demand Squeeze Apparel Companies. Wall Street Journal 15: 3. Borge D The Book of Risk. New York. Wiley. Cachon GP Supply Chain Coordination with Contracts. Chapter 6, Handbook in OR and MS. Elsevier 11: Cachon G, Laviere M Contracting to Essure Supply: How to Share Demand Forecasts in A Supply Chain. Management Science 47(5): Chan FTS, Kumar N Global Supplier Development Considering Risk Factors Using Fuzzy Extended AHP-Based Approach. Omega 35: Chapman RJ Enterprise Risk Management :Simple Tools and Techniques. New York: John Wiley & Sons, Ltd.. Chen HY, Chen J, Chen YH A Coordination Mechanism for Supply Chain with Demand Information Updating. Int J of Production Economics 103: Chen YJ, Seshadri S Supply Chain Structure and Demand risk. Automatica 42(18): Chopra S, Meindl P Supply Chain Management:Strategy, Planning & Operations. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Christopher M, Peck H Building the Resilient Suplly Chain. Int J Logistics Management 15 : Choi KK, Kim NH Structural Sensitivitys Analisys And Optimization 1: Linier System. New York: Springer Cooper W, Seiford LM, Tone K Data envelopment Analysis. New York: Kluwer Academic Publisher Culp, Christopher L The art of Risk Management-Alternative risk Transfer, Capital Structure, and the Convergence of Insurance and Capital Markets. New York: John Wiley & Sons, Inc.

134 102 Gunasekaran A, Patel C, Titiroglu E Performance Measure and Metrics in Supply Chain Environment. Int J of Production and Operation Management 21(12): Gunasekaran A, Patel C, McGaughey R A Framework for Supply Chain Performance Measurement. Int J of Production Economics 87(3): Halikas J, Virolainen VM, Tuomien M Risk Analysis And Assessment In Network Environment. Int journal production economic 90: Hallikas JL, Karvonen U, Pulkkinen VM, Virolainen, Tuomine M Risk Management Processes in Supplier Networks, Int J Production Economics 78: Handfield RB, Mccormack K Supply Chain Risk Management:Minimizing Disruption in Global Sourcing, New York: Auerbach publications. He Y, Zhang J Random Yield Risk Sharing In A Two Level Supply Chain. International Journal of Production Economics 112 (2): Hubbard D How to Measure anything: Finding The Value of intangibles in Business. New Jersey: John Wiley & Sons. Hubbard D The Failure of Risk Management:Why it's Broken and How to Fix It. New Jersey: John Wiley & Sons. Huirne O, Van K. Springer Science Business Media. Bab 2: Kersten W., Horath P., Boger M. Year An Empirical Approach To Supply Chain Risk Management: Development of A Strategic Framework. In : POMS. Hamburg Kirkpatrick D Now Everyone in PC Wants to be Like Mike. Fortune 136 (5): Klimov RA, Merkuryev YA Simulation Model for Supply Chain Reliability Evaluation. Technological and Economic Development of Economy 14(3): Koeppl TV Optimal Dynamic Risk Sharing When Enforecement Is a Decision Variable. Journal of Economic Theory 134: Kordic V Supply Chain Theory and Applications. Croatia : I-Tech Education and Publishing. Kumar SK, Tiwari MK, Babiceanu RF Minimisation of Supply Chain Cost With Embedded Risk Using Computational Intelligence Approaches. Int J of Production Research 48:

135 103 Laviere M, Porteus Selling to The Newsvendor An Analysis of Price Only Contracts. Manufacturing and Service Operations Management 3(4): Lee CC, Chu WH Who Should Control Inventory In a Supply Chain. European Journal of Operation Research 164: Li G, Wang S, Yan H, Yu G Information Transformation in Supply Chain: a Simulation Study. Int Journal of Computers and Operation Research 32: Liang L, Yao C, Feng Y A DEA Game Model Approach to Supply Chain Efficiency. Springer Science. 145: Luhmann N Modern Society Shock by it Risks. Social Science Research centre Occasional Paper 17 Marimin, Maghfiroh N Teknik Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen Rantai Pasok. Edisi 1. Bogor : IPB Press Meuwissen MPM, Hardaker JB, Huirne RBM, Dijkhuizen AA Sharing Risk in Agriculture: Principles and Empirical Result. Netherland Journal of Agricultural Science 49: Norman A, Lindroth R Chategorization of Supply Chain Risk and Risk Management. In Brindley, C. (Ed.) Supply Chain Risk. Hamsphire, England: Ashgate Publishing Ltd. Pujawan I N Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya. Ragsdale CT Spreadsheed Modelling and Decision Analysis: a Practical Introduction to Management Science. Virginia: Thomson South Western Corp. Saltelli A, Tarantola S, Campolongo F, Ratto M Sensitivity Analysis in Practice: A guide to Assesing Scientific Models. Chicester: John Wiley & Sons, Ltd. Setiawan A Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih Di Jawa Barat. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Tsay A Managing Retail Chanel Overstock: Markdown Money and return Policies. Journal of Retailing 77: Vorst JGAJ van der Performance Measurement in Agrifood Supply Chain Networks: An Overview. Quantifying the Agrigood Suplly Chain.

136 104 Ondersteijn AJ, Wijnands R, Wu T, Blackhurst J Managing Supply Chain Risk and Vulnerability. London: Springer. Wu T, Blachurst J Managing Supply Chain Risk and Vulnerability: Tools and Method for Supply Chain Decision Makers. New York: Springer. Zsidisin GA, Bob R Supply Chain Risk: A Hand Book of assessment, management and Performance. New York : Springer.

137 105 LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan Thesis mengenai Desain rantai pasok agroidustri kopi organik di Aceh tengah untuk optimalisasi balancing risk oleh Arie Saputra (F ). Mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mohon kesediaan Bapak/Ibu/saudara meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap dan jelas. Semua informasi yang diterima dari hasil kuesioner ini diperuntukan untuk keperluan akademis. Atas kerjasama Bapak/Ibu/saudara, saya ucapkan terima kasih. Gambaran Umum Manajemen rantai pasok secara umum bisa diartikan sebagai koordinasi dan kolaborasi dari keselurahan jaringan organisasi bisnis yang terlibat dalam menghantar produk akhir (kopi beras organik) ketangan konsumen dengan tujuan meningkatkan keuntungan pada setiap pelaku bisnis yang berada di dalam jaringan usaha tersebut dan keberlanjutan dari usaha setiap pelaku bisnis (anggota rantai pasok) di masa yang akan datang. Kinerja dan keuntungan setiap pelaku bisnis (rantai pasok) diharapkan dapat meningkat jika terdapat perlakuan yang adil bagi setiap anggota yang berada dalam jaringan rantai pasok sesuai dengan proporsi dan perannya dalam menghantarkan produk akhir. Aspek resiko yang ditanggung oleh setiap organisasi (pelaku) bisnis adalah parameter utama dalam menilai kinerja, keuntungan, dan perlakuan yang adil bagi setiap anggota rantai pasok sehingga keberlanjutan bisnis dapat dicapai. Oleh karena itu penelitian ini ditekankan pada bagaimana mengidentifikasi resiko yang muncul di setiap level (pelaku) rantai pasok. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung besaran resiko yang sebenarnya ditanggung serta bagaimana mendistribusikan resiko tersebut secara merata dan adil berdasarkan bobot dan peran dari masing-masing anggota (pelaku) dalam rantai pasok sendiri. Bentuk distribusi resiko itu sendiri nantinya akan dituangkan dalm bentuk kontrak kerjasama yang akan mengikat setiap pelaku bisnis dalam rantai pasok demi tercapainya keuntungan bersama dan keberlanjutan usaha dimasa yanga akan datang. Keseluruhan model identifikasi dan pengukuran kinerja resiko tersebut pada akhirnya akan disusun dalam sebuah portofolio kinerja dan resiko rantai pasok produk kopi organik. Diharapkan dengan adanya portofolio tersebut dapat dijadikan pedoman untuk membangun suatu rantai pasok yang tahan (robust) terhadap gangguan.

138 106 Tahapan penelitian Tahap 1. Idetifikasi resiko Pada tahapan ini dilakukan pengklasteran pelaku dengan harapan bisa diketahui interaksi parameter-parmeter yang dianggap berpengaruh terhadap resiko yang nantinya akan timbul. Selanjutnya akan dilakukan identifikasi resiko di setiap elemen (level) rantai pasok ditinjau dari sisi pasokan (supply side), sisi proses (process side) dan sisi permintaan (demand side) dan harga (pricing). Rincian dari setiap kategori akan dituangkan dalam bentuk variabel yang dapat menimbulkan resiko karena kinerja (efisiensi) yang diinginkan tidak tercapai (Probabilitas kegagalan). Selanjutnya diidentifikasi variabel nilai tambah yang diberikan pelaku. Semua variabel tadi akan dirincikan melaui kuisioner untuk setiap pelaku rantai pasok. Tahap 2. Penilaian resiko Nilai probabilitas kegagalan dan nilai tambah akan menjadi acuan dalam perhitungan indeks resiko di masing-masing level rantai pasok dan untuk selanjutnya menjadi dasar untuk pembagian resiko (risk Sharing) Tahap 3. Distribusi resiko/ risk sharing/ balancing risk Distribusi risiko berfungsi membagi risiko secara adil berdasarkan bobot dan proporsi dari masing-masing pelaku yang berada dalam setiap sphere rantai pasok. Konsep ini akan mewujudkan capaian tujuan dari rantai pasok untuk meningkatkan keuntungan bagi setiap pelaku sehingga keberlanjutan dari rantai pasok akan tercipta dengan sendirinya. Tahap 4 Rancangan kontrak farming Kontrak farming adalah salah satu bentuk cara dalam mengikat setiap pelaku yang berada didalam rantai pasok agar selalu mematuhi aturan-aturan yang disepakati sebelumnya terutama sekali dalam konsep pemikiran yang sekarang ini dalam hal pembagian risiko. Penalti dan hukuman akan berlaku bagi setiap pelaku yang tidak mematuhi aturan yang telah disepakati sebelumnya yang akan mengancam kontinuitas dan profitabilitas rantai pasok. Sangsi dan uturan yang dibuat dan disepakati akan dituangkan dalam bentuk kontrak farming yang bertujuan untuk menguntungkan kedua belah pihak dalam hal ini petani dan agroindustri. KUISIONER UNTUK PETANI KOMODITAS KOPI ORGANIK Identitas responden 1. Nama :. 2. Jenis kelamin : 3. Usia :. 4. Pendidikan : a. Formal [ ] Tidak sekolah [ ] D-3 [ ] SD [ ] S-1 [ ] SLTP/ Tsanawiyah [ ] lain-lain, sebutkan.. [ ] SMU/ MTSN b. Non Formal : [ ] pernah [ ] Tidak pernah

139 107 Jika pernah sebutkan.. 5. Sejak kapan perkebunan organik ini dimulai di daerah anda (tahun/bulan). 6. Sejak kapan anda menjalani usaha perkebunan organik ini (bulan/tahun) Luas kebun yang anda miliki saat ini (Ha) :.. 8. Bagaimana status kepemilikan lahan anda tersebut : [ ] Milik sendiri [ ] sewa 9. Jika sewa isilah pertanyaan dibawah ini : a. bagaimana sistem pembayaran sewa lahan per Ha : [ ] Tahun [ ] lainnya, sebutkan.... b. berapa ongkos/ biaya sewa per Ha/tahun : Rp Jumlah Tenaga kerja.(orang) : (dalam keluarga) (luar keluarga) 11. Sistem upah : [ ] Bulanan (Rp/bulan) [ ] Bagi Hasil...(%) [ ] lainnya Apakah anda punya usaha lain : [ ] ya [ ] Tidak Jika ya, sebutkan jenis usaha :. KUISIONER NILAI TAMBAH A. Musim panen raya 1. Berapa luas lahan yang anda garap (Ha) 3. Berapa rata-rata panen kopi yang dihasilkan lahan anda a. dalam satu hari Kg b. satu kali periode pengiriman Kg c. satu kali musim panen..kg d. lainnya 4. Berapa lama waktu yang digunakan tenaga kerja yang anda dalam satu hari (jam/hari). 5. Berapa biaya tenaga kerja yang digunakan (hari) a. Tenaga kerja untuk menggarap lahan Rp.. b. Tenaga kerja untuk memanen Rp.. c. Tenaga kerja untuk proses lainnya (jika ada) Rp Berapa harga jual kopi yang anda hasilkan (Rp/kg). 7. Berapa total harga bahan baku utama yang anda gunakan untuk menanami lahan yang digarap (bibit) Rp..

140 Berapa total Biaya bahan baku penunjang yang digunakan selam satu kali musim panen, isilah tabel berikut ini Uraian Jumlah (satuan) Harga/satuan (Rp) B. Musim pasca panen raya 1. Berapa luas lahan yang anda garap (Ha) 2. Berapa rata-rata panen kopi yang dihasilkan lahan anda a. dalam satu hari Kg b. satu kali periode pengiriman Kg c. satu kali musim panen..kg d. lainnya 3. Berapa lama waktu yang digunakan tenaga kerja yang anda gunakan dalam satu hari (jam/hari). 4. Berapa biaya tenaga kerja yang digunakan (hari) d. Tenaga kerja untuk menggarap lahan Rp.. e. Tenaga kerja untuk memanen Rp.. f. Tenaga kerja untuk proses lainnya (jika ada) Rp Berapa harga jual kopi yang anda hasilkan (Rp/kg). 6. Berapa total harga bahan baku utama yang anda gunakan untuk menanami lahan yang digarap (bibit) Rp.. 7. Berapa total Biaya bahan baku penunjang yang digunakan selam satu periode musim panen (isilah tabel berikut) Uraian Jumlah (satuan) Harga/satuan (Rp) KUISIONER IDENTIFIKASI RESIKO Aspek supply 1. Apakah lahan yang anda Tanami menggunakan bibit organik [ ] ya [ ] tidak 2. Darimana anda mendapatkan bibit organik [ ] Lembaga, sebutkan..

141 109 [ ] Individu, sebutkan Apakah lahan yang digunakan benar benar bebas dari kontaminasi bahan kimia [ ] ya [ ] tidak, sebutkan : a. Faktor pencemar b. Persentase kontaminasi. 4. Darimana sumber air yang digunakan untuk mengairi lahan perkebunan yang anda garap [ ] air sumur [ ] air sungai, apakah lokasi areal sumber air dari tanah bebas dari kontaminasi kimia 5. Apakah lokasi areal lahan yang digunakan memiliki area pembatas dengan lahan yang lain [ ] ya [ ] tidak 6. Apakah sumber air yang digunakan bebas dari kontaminasi zat kimia [ ] ya [ ] tidak, sebutkan : a. Faktor pencemar b. Persentase kontaminasi. 7. Sudah berapa tahun anda mengelola lahan perkebunan yang digarap sekarang.. th. 8. Selama kurun waktu pengelolaan lahan tersebut, dengan kuantitas dan penanganan lahan yang sama apakah terjadi dari penurunan produktifitas dari tahun ke tahun [ ] tidak [ ] ya Aspek proses (budidaya) 1. Apakah pengendalian penyakit dilakukan sesuai dengan persyaratan organik [ ] ya [ ] tidak 2. Apakah pengendalian penyakit menggunakan fungisida [ ] ya, apakah sesuai dengan persyaratan organik.. [ ] tidak 3. Apakah jalan atau pematang disemprot dengan herbisida [ ] ya [ ] tidak

142 Apakah peralatan hanya menggunakan input yang diperbolehkan (untuk budidaya tanaman organik) a. Peralatan semprot [ ] ya [ ]tidak, apakah proses pencucian setelah menggunakan bahan kimia sesuai dengan pesyaratan organik b. Peralatan tanam [ ] ya [ ]tidak, apakah proses pencucian setelah menggunakan bahan kimia sesuai dengan pesyaratan organik c. Peralatan panen [ ] ya [ ]tidak, apakah proses pencucian setelah menggunakan bahan kimia sesuai dengan pesyaratan organik d. peralatan pengangkut [ ] ya [ ] tidak, apakah proses pencucian setelah menggunakan bahan kimia sesuai dengan pesyaratan organik e. apakah proses pemanenan dilakukan oleh orang yang mengerti cara pemanenan yang bisa menjaga kualitas organik produk (kopi) 5. Apakah area lahan yang ditanami memiliki zona pembatas [ ] ya [ ] tidak 6. Apakah kopi sebelum dikirim ke pembeli, anda melakukan penyimpanan sementara terlebih dahulu [ ] tidak [ ] ya, jika ya maka lanjutkan pengisian kuisioner no 7, 8, 9, Apakah tempat penyimpanan sementara penyimpanan hanya digunakan untuk produk organik [ ] ya [ ] tidak 8. Apakah gudang penyimpanan berada dalam kondisi baik [ ] ya [ ] tidak 9. Apakah gudang penyimpanan cukup luas untuk menampung semua produk organik [ ] ya [ ] tidak 10. Apakah seluruh gudang penyimpanan berlokasi di areal organik [ ] ya [ ] tidak, apakah lokasi tersebut bebas dari kontaminasi zat kimia

143 111 Aspek permintaan (demand) 1. Selama anda melakukan usaha budidaya kopi organik ini, apakah seluruh jumlah kuota permintaan pembeli terhadap kopi yang anda tanam terpenuhi [ ] ya [ ] tidak, jika tidak sudah berapa kali. kuota tersebut tidak terpenuhi dan berapa rata-rata yang tidak terpenuhi..(kg) 2. Apakah anda pernah mengalami kelebihan jumlah kopi organik yang harus anda pasok ke pembeli [ ] Ya [ ] tidak 3. Apakah pernah terjadi pengembalian kopi organik yang anda jual ke pembeli karena tidak sesuia kualitas [ ] pernah, apakah frekuensinya sering terjadi ( ) ya ( ) tidak [ ] tidak pernah 4. Apakah anda mempunyai pembeli yang sudah memiliki perjanjian dengan anda dengan harga yang telah disepakati untuk selalu membeli kopi organik yang anda miliki [ ] ada, apakah harga yang disepakati itu selalu menguntungkan anda ( ) ya ( ) tidak [ ] tidak ada Aspek harga (pricing) 1. Apakah harga jual kopi organik selalu menguntungkan anda [ ] tidak [ ] ya 2. Apakah terjadi penurunan harga jual terhadap harga beli kopi organik yang anda tanam [ ] tidak [ ] ya, jika ya maka a. biasanya terjadi pada bulan ke berapa.. b. berapa rata-rata penurunan harga jual tersebut dari harga jual rata-rata biasa Rp. 3. Dari bahan-bahan baku utama yang anda gunakan apakah terjadi peningkatan harga beli [ ] tidak [ ] ya, apakah sebanding dengan harga harga jual dari kopi organik yang anda budidayakan 4. Dari bahan-bahan baku tambahan yang anda gunakan apakah terjadi peningkatan harga beli [ ] tidak

144 112 [ ] ya, apakah sebanding dengan harga harga jual dari kopi organik yang anda budidayakan 5. Jika anda menggunakan tambahan tenaga kerja dalam melakukan budidaya sampai hasil panen siap dikirim [ ] tidak [ ] ya, maka a. Apakah peningkatan upah tersebut diikuti dengan peningkatan harga jual pada periode musim panen berikutnya b. Apakah sebanding dengan peningkatan harga jual produk c. Apakah peningkatan upah ini selalu naik dari waktu ke waktu d. Apakah harga jual juga akan selalu meningkat dari waktu ke waktu.. 6. Apakah modal yang anda gunakan untuk melakukan proses budidaya ini dari awal membuka lahan sampai proses pemanenan dan produk siap dikirim mencukupi [ ] ya [ ] tidak, maka a. apakah alternatif modal dengan melakukan pinjaman b. apakah pinjaman tersebut sifatnya mengikat anda dalam hal penjualan harus dilakukan kepada pihak yang memberikan pinjaman c. jika ya, apakah harga beli pihak yang memberikan pinjaman sesuai dengan harga pasar.. d. apakah setelah pinjaman dikembalikan menurut anda usaha yang dilakuka menguntungkan KUISIONER PERHITUNGAN EFISIENSI 1. Aspek biaya roduksi Berapa biaya yang anda keluarkan untuk pemenuhan sarana produksi selama satu musim panen Jenis alat jumlah Harga satuan Umur ekonomis Pulper Parang Mesin babat Gunting Gergaji Cangkul Terpal Karung Pengeluaran untuk tenaga kerja Uraian kegiatan Jumlah (orang) Status Upah Lam kerja (jam/hari) DK LK (Harian/Rp) Lain Jmlh

145 113 Persemaian dan pembibitan (jika dilakukan) Penyemprotan Perawatan Panen dan pasca panen Total Ket : DK : dalam keluarga LK : luar keluarga Pengeluaran untuk bahan baku bibit (jika disemaikan) Uraian Jumlah (satuan) Harga/satuan(Rp) Pengeluaran untuk bahan baku penunjang (fungisida, dan lain-lain) sampai tanaman siap panen Uraian Jumlah/satuan Harga/satuan (Rp) 2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memetik kopi a. Musim panen raya.. b. Pasca panen raya. 3. Sampai tahapan mana pengolahan kopi yang bapak lakukan 4. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memisahkan buah hijau, kuning dan kering a. Per kg gelondong merah b. Satuan lain. 5. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untukpenelupasan kulit merah (pulper) a. Per kg gelondong merah b. Satuan lain. 6. Berapa lama waktu untuk perambangan (menghilangkan kulit kopi, buah kopi biji hampa, biji cacat dan kotoran lainnya a. Per kg gelondong merah b. Satuan lain. 7. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pencucian a. Per kg gelondong merah b. Satuan lain. 8. Berapa lama lama waktu yang dibutuhkan untuk penjemuran kopi gabah basah (sampai kadar air 40 %) 9. Berapa lama waktu yang anda butuhkan dari mulai pembibitan sampai dengan kopi siap di panen Hari

146 Berapa lama waktu yang dibutuhkan sejak kopi di di panen sampai, dikemas (dalam goni) sampai kopi berada di tangan pembeli..hari. 11. Berapa lama waktu transportasi kopi mulai dari tempat penyimpanan sementara sampai di tangan pembeli (hari/jam) Apakah pernah kopi yang anda kirim dikembalikan (dibayar setengah harga) karena tidak sesuai dengan persyaratan kualitas yang ditentukan [ ] tidak [ ] ya, jika ya mohon diisi butir dibawah ini a. Berapa kali pengiriman yang sudah anda lakukan selama melakukan budidaya kopi organik ini. b. Dari total pengiriman yang anda isi pada butir a, berapa kali yang tidak sesuia kualitas c. Jika anda lupa dengan total pengiriman dan total yang tidak sesuai dengan kualitas, maka lebih sering mana dari pengiriman yang anda lakukan tersebut diklaim tidak sesuai kualitas daripada yang sesuai kualitas [ ] sesuai kualitas [ ] tidak sesuai kualitas *catatan : pengiriman dianggap tidak sesuai kualitas walaupun hanya sebagian produk yang dikatakan cacat. 13. Apakah jumlah permintaan pembeli selalu terpenuhi [ ] ya [ ] tidak 14. Berapa rata-rata jumlah kopi dalam satu kali pengiriman.(kg) 15. Berapa kali anda bisa melakukan selama satu kali periode musim panen. 16. Berilah tanda (X) pada kolom skor yang sesuai untuk penilaian pemilihan metriks prioritas pengukuran kinerja pengiriman kopi yang anda lakukan. Skor yang digunakan terdiri dari 1-9 dengan criteria sebagai berikut : Tingkat kepentingan Definisi 1 Sama penting (SP) 3 Sedikit lebih penting (SLP) 5 Sangat penting (SGP) 7 Jelas lebih penting (JLP) 9 Mutlak lebih penting (MLP) Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan dengan pengiriman Kolom kiri Nilai tambah Nilai tambah Diisi bila sama penting Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan pada faktor kolom kanan Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan pada faktor kolom kanan Kolom kanan Kualitas resiko

147 115 Kolom kiri Kualitas Diisi bila sama penting Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan pada faktor kolom kanan Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan pada faktor kolom kanan Kolom kanan Resiko

148

149 116 KUISIONER PENELITIAN Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan Thesis mengenai Desain rantai pasok agroidustri kopi organik di Aceh tengah untuk optimalisasi balancing risk oleh Arie Saputra (F ). Mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mohon kesediaan Bapak/Ibu/saudara meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap dan jelas. Semua informasi yang diterima dari hasil kuesioner ini diperuntukan untuk keperluan akademis. Atas kerjasama Bapak/Ibu/saudara, saya ucapkan terima kasih. Gambaran Umum Manajemen rantai pasok secara umum bisa diartikan sebagai koordinasi dan kolaborasi dari keselurahan jaringan organisasi bisnis yang terlibat dalam menghantar produk akhir (kopi beras organik) ketangan konsumen dengan tujuan meningkatkan keuntungan pada setiap pelaku bisnis yang berada di dalam jaringan usaha tersebut dan keberlanjutan dari usaha setiap pelaku bisnis (anggota rantai pasok) di masa yang akan datang. Kinerja dan keuntungan setiap pelaku bisnis (rantai pasok) diharapkan dapat meningkat jika terdapat perlakuan yang adil bagi setiap anggota yang berada dalam jaringan rantai pasok sesuai dengan proporsi dan perannya dalam menghantarkan produk akhir. Aspek resiko yang ditanggung oleh setiap organisasi (pelaku) bisnis adalah parameter utama dalam menilai kinerja, keuntungan, dan perlakuan yang adil bagi setiap anggota rantai pasok sehingga keberlanjutan bisnis dapat dicapai. Oleh karena itu penelitian ini ditekankan pada bagaimana mengidentifikasi resiko yang muncul di setiap level (pelaku) rantai pasok. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung besaran resiko yang sebenarnya ditanggung serta bagaimana mendistribusikan resiko tersebut secara merata dan adil berdasarkan bobot dan peran

150 117 dari masing-masing anggota (pelaku) dalam rantai pasok sendiri. Bentuk distribusi resiko itu sendiri nantinya akan dituangkan dalm bentuk kontrak kerjasama yang akan mengikat setiap pelaku bisnis dalam rantai pasok demi tercapainya keuntungan bersama dan keberlanjutan usaha dimasa yanga akan datang. Keseluruhan model identifikasi dan pengukuran kinerja resiko tersebut pada akhirnya akan disusun dalam sebuah portofolio kinerja dan resiko rantai pasok produk kopi organik. Diharapkan dengan adanya portofolio tersebut dapat dijadikan pedoman untuk membangun suatu rantai pasok yang tahan (robust) terhadap gangguan. Tahapan penelitian Tahap 1. Idetifikasi resiko Pada tahapan ini dilakukan pengklasteran pelaku dengan harapan bisa diketahui interaksi parameter-parmeter yang dianggap berpengaruh terhadap resiko yang nantinya akan timbul. Selanjutnya akan dilakukan identifikasi resiko di setiap elemen (level) rantai pasok ditinjau dari sisi pasokan (supply side), sisi proses (process side) dan sisi permintaan (demand side) dan harga (pricing). Rincian dari setiap kategori akan dituangkan dalam bentuk variabel yang dapat menimbulkan resiko karena kinerja (efisiensi) yang diinginkan tidak tercapai (Probabilitas kegagalan). Selanjutnya diidentifikasi variabel nilai tambah yang diberikan pelaku. Semua variabel tadi akan dirincikan melaui kuisioner untuk setiap pelaku rantai pasok. Tahap 2. Penilaian resiko Nilai probabilitas kegagalan dan nilai tambah akan menjadi acuan dalam perhitungan indeks resiko di masing-masing level rantai pasok dan untuk selanjutnya menjadi dasar untuk pembagian resiko (risk Sharing) Tahap 3. Distribusi resiko/ risk sharing/ balancing risk Distribusi risiko berfungsi membagi risiko secara adil berdasarkan bobot dan proporsi dari masing-masing pelaku yang berada dalam setiap sphere rantai pasok. Konsep ini akan mewujudkan capaian tujuan dari rantai pasok untuk meningkatkan keuntungan bagi setiap pelaku sehingga keberlanjutan dari rantai pasok akan tercipta dengan sendirinya.

151 118 Tahap 4 Rancangan kontrak farming Kontrak farming adalah salah satu bentuk cara dalam mengikat setiap pelaku yang berada didalam rantai pasok agar selalu mematuhi aturan-aturan yang disepakati sebelumnya terutama sekali dalam konsep pemikiran yang sekarang ini dalam hal pembagian risiko. Penalti dan hukuman akan berlaku bagi setiap pelaku yang tidak mematuhi aturan yang telah disepakati sebelumnya yang akan mengancam kontinuitas dan profitabilitas rantai pasok. Sangsi dan uturan yang dibuat dan disepakati akan dituangkan dalam bentuk kontrak farming yang bertujuan untuk menguntungkan kedua belah pihak dalam hal ini petani dan agroindustri. KUISIONER UNTUK PROSESOR KOMODITAS KOPI ORGANIK Identitas responden 1. Nama :. 2. Jenis kelamin : 3. Usia :. 4. Pendidikan : a. Formal [ ] Tidak sekolah [ ] D-3 [ ] SD [ ] S-1 [ ] SLTP/ Tsanawiyah [ ] lain-lain, sebutkan.. [ ] SMU/ MTSN b. Non Formal : [ ] pernah [ ] Tidak pernah Jika pernah sebutkan.. 5. Sejak kapan usaha ini dimulai di daerah saudara (tahun/bulan). 6. Sejak kapan saudara menjalani usaha ini (bulan/tahun) Berapa kapasitas produksi usaha yang saudara miliki.(kg) 8. Bagaimana status kepemilikan usaha anda ini : [ ] Milik sendiri

152 119 [ ] kerjasama dengan pihak lain, berapa pihak yang telibat (tandai dengan X) Satu, sebutkan. Dua, sebutkan.. Tiga, sebutkan.. Lebihdari tiga, sebutkan. 9. Jika kerjasama, bagaimana sistem pembagian keuntungan 10. Berapa jumlah petani yang anda klaim menjadi mitra kerja dalm menyediakan pasokan kopi bagi kegiatan usaha anda ini. 11. Jumlah Tenaga kerja.(orang) : (dalam keluarga) (luar keluarga) 12. Sistem upah : [ ] Bulanan (Rp/bulan) [ ] Bagi Hasil...(%) [ ] lainnya Apakah anda punya usaha lain : [ ] ya [ ] Tidak Jika ya, sebutkan jenis usaha :. KUISIONER NILAI TAMBAH A. Musim panen raya 1. Berapa rata-rata jumlah pasokan kopi organik yang anda bisa anda kumpulkan (Kg) a. Satu bulan. b. Satu hari 3. Berapa rata-rata anda sanggup memasok kopi organik ke pembeli (kg) a. Satu bulan. b. Satu hari

153 Berapa lama waktu yang digunakan tenaga kerja yang anda pakai dalam satu hari (jam/hari). 5. Berapa biaya tenaga kerja yang digunakan (hari) a. Tenaga kerja untuk mengumpulkan kopi organik Rp.. b. Tenaga kerja untuk proses pengolahan (jika ada proses pengolahan) Rp.. c. Tenaga kerja untuk proses lainnya (jika ada) Rp. 6. Berapa harga jual kopi yang anda hasilkan (Rp/kg). 7. Berapa rata-rata harga jual petani terhadap kopi organik yang dipasok untuk usahah anda ini Rp 8. Berapa total Biaya bahan baku penunjang yang digunakan selam satu kali musim panen, isilah tabel berikut ini Uraian Jumlah (satuan) Harga/satuan (Rp) B. Musim pasca panen raya 1. Berapa rata-rata jumlah pasokan kopi organik yang anda bisa anda kumpulkan (Kg) c. Satu bulan. d. Satu hari 9. Berapa rata-rata anda sanggup memasok kopi organik ke pembeli (kg) c. Satu bulan. d. Satu hari

154 Berapa lama waktu yang digunakan tenaga kerja yang anda pakai dalam satu hari (jam/hari). 11. Berapa biaya tenaga kerja yang digunakan (hari) d. Tenaga kerja untuk mengumpulkan kopi organik Rp.. e. Tenaga kerja untuk proses pengolahan (jika ada proses pengolahan) Rp.. f. Tenaga kerja untuk proses lainnya (jika ada) Rp. 12. Berapa harga jual kopi yang anda hasilkan (Rp/kg). 13. Berapa rata-rata harga jual petani terhadap kopi organik yang dipasok untuk usaha anda ini Rp 14. Berapa total Biaya bahan baku penunjang yang digunakan selama satu kali musim panen, isilah tabel berikut ini Uraian Jumlah (satuan) Harga/satuan (Rp) KUISIONER IDENTIFIKASI RESIKO Aspek supply 1. Apakah jumlah kopi organik melalui beberapa petani yang anda klaim melakukan kerjasama selama ini mencukupi a. [ ] ya b. [ ] tidak, jika tidak sebutkan minimal jumlah pasokan kopi yang memadai untuk usaha anda ini Per hari..kg Per bulan Kg

155 Apakah pernah terjadi masalah kekurangan jumlah pasokan kopi organik dari petani selama anda menekuni usaha ini [ ] Tidak [ ] ya 3. Apakah anda wajib memenuhi kuota jumlah pasokan tertentu kepada pembeli berikutnya (pedagang pengumpul) dalam satu kali pengiriman. [ ] ya [ ] tidak, apakah ada rata-rata standar dari anda mengenai jumlah minimal kopi organik (Kg) sebelum dikirim ke pembeli berikutnya. 4. Jika jumlah pasokan berkurang dari petani apakah memberikan pengaruh terhadap usaha anda [ ] tidak [ ] ya, jika demikian beri tanda (X) terhadap poin di bawah ini perihal pengaruhnya terhadap usaha anda ( ) lama waktu proses pengumpulan kopi organik ( ) Lama waktu proses pengolahan (jika ada) ( ) waktu/jadwal pengiriman 5. Apakah pernah terjadi complain terhadap kopi organik yang anda jual [ ] tidak [ ] ya, apakah frekuensinya sering Apek proses 6. Apakah dalam melakukan usaha ini, anda menggunakan bahan baku air dalam proses kegiatannya. [ ] Tidak [ ] ya, jika demikian isilah (X) poin di bawah ini Dalam kegiatan apa saja yang melibatkan bahan baku air ( ) proses pengumpulan ( ) proses pengolahan ( ) proses transportasi Darimana sumber air yang saudara gunakan

156 123 ( ) PDAM ( ) Air hujan ( ) campuran air hujan dan PDAM ( ) lainnya, sebutkan Apakah air yang anda gunakan bebas dari kontaminasi zat kimia ( ) ya ( ) tidak 7. Apakah ada pemisahan peralatan yang digunakan untuk kopi organik dengan no organik [ ] ya [ ] tidak 8. Apakah peralatan yang anda gunakan bebas dari kontaminasi zat kimia [ ] ya [ ] tidak, apakah proses pencucian setelah menggunakan bahan kimia sesuai dengan persyaratan organik. 9. Apakah bahan yang digunakan untuk mengemas kopi organik hanya digunakan untuk produk organik saja [ ] ya [ ] tidak, apakah proses pencucian setelah menggunakan bahan kimia sesuai dengan persyaratan organik. 9. Apakah dalam proses pengolahan kopi organik yang anda lakukan menggunakan bahan-bahan yang mengandung zat kimia [ ] ya [ ] tidak 10. Apakah kopi sebelum dikirim ke pembeli, anda melakukan penyimpanan sementara terlebih dahulu [ ] tidak [ ] ya, jika ya maka lanjutkan pengisian kuisioner no 7, 8, 9, Apakah tempat penyimpanan sementara penyimpanan hanya digunakan untuk produk organik [ ] ya

157 124 [ ] tidak 12. Apakah gudang penyimpanan berada dalam kondisi baik [ ] ya [ ] tidak 13. Apakah gudang penyimpanan cukup luas untuk menampung semua produk organik [ ] ya [ ] tidak 14. Apakah seluruh gudang penyimpanan berlokasi di areal organik [ ] ya [ ] tidak, apakah lokasi tersebut bebas dari kontaminasi zat kimia Aspek permintaan 1. Apakah pernah terjadi kegagalan anda dalam memenuhi pesanan pembeli [ ] pernah, berilah tanda (X) pada isian di bawah ini ( ) apakah frekuensinya sering terjadi ( ) biasanya terjadi pada musim panen raya. ( ) biasanya terjadi pada musim pasca panen raya. [ ] tidak pernah 2. Apakah anda pernah mengalami kelebihan jumlah kopi organik yang harus anda pasok ke pembeli [ ] Ya [ ] tidak 3. Apakah pernah terjadi pengembalian kopi organik yang anda jual ke pembeli karena tidak sesuia kualitas [ ] pernah, apakah frekuensinya sering terjadi ( ) ya ( ) tidak [ ] tidak pernah Aspek harga (pricing) 1. Apakah terjadi penurunan harga jual terhadap produk kopi organik anda [ ] tidak [ ] ya, jika ya maka a. biasanya terjadi pada bulan ke berapa..

158 125 b. berapa rata-rata penurunan harga jual tersebut dari harga jual rata-rata biasa Rp. 2. Dari bahan-bahan baku utama yang anda gunakan apakah terjadi peningkatan harga beli [ ] tidak [ ] ya, apakah sebanding dengan harga harga jual dari kopi organik yang anda budidayakan 3. Dari bahan-bahan baku tambahan yang anda gunakan apakah terjadi peningkatan harga beli [ ] tidak [ ] ya, apakah sebanding dengan harga harga jual dari kopi organik yang anda budidayakan 5. Jika anda menggunakan tambahan tenaga kerja dalam melakukan budidaya sampai hasil panen siap dikirim [ ] tidak [ ] ya, maka a. Apakah peningkatan upah tersebut diikuti dengan peningkatan harga jual pada periode musim panen berikutnya b. Apakah sebanding dengan peningkatan harga jual produk c. Apakah peningkatan upah ini selalu naik dari waktu ke waktu d. Apakah harga jual juga akan selalu meningkat dari waktu ke waktu.. KUISIONER PERHITUNGAN EFISIENSI 1. Aspek biaya roduksi Berapa biaya yang anda keluarkan untuk pemenuhan sarana produksi selama satu musim panen Jenis alat jumlah Harga satuan Umur ekonomis Pengeluaran untuk tenaga kerja Uraian kegiatan Jumlah (orang) Status Upah Lam kerja (jam/hari) Proses pengangkutan DK LK (Harian/Rp) Lain Jmlh

159 126 Proses pengolahan Proses pengiriman Lainnya Ket : DK : dalam keluarga LK : luar keluarga Pengeluaran untuk bahan baku (kopi organik) Uraian Jumlah (Kg) Harga/Kg (Rp) Pengeluaran untuk bahan baku penunjang Uraian Jumlah/satuan Harga/satuan (Rp) 2. Berapa lama waktu yang anda butuhkan dari mulai pengumpulan sampai dengan kopi siap di kirim ke pembeli untuk satu kali periode pengiriman Hari 3. Berapa lama waktu yang dibutuhkan sejak kopi di proses (diolah) sampai kopi berada di tangan pembeli..hari. 4. Berapa lama waktu transportasi kopi mulai dari tempat penyimpanan sementara sampai di tangan pembeli (hari/jam).. 5. Apakah pernah kopi yang anda kirim dikembalikan (dibayar setengah harga) karena tidak sesuai dengan persyaratan kualitas yang ditentukan [ ] tidak [ ] ya, jika ya mohon diisi butir dibawah ini a. Berapa kali pengiriman yang sudah anda lakukan selama melakukan budidaya kopi organik ini. b. Dari total pengiriman yang anda isi pada butir a, berapa kali yang tidak sesuia kualitas c. Jika anda lupa dengan total pengiriman dan total yang tidak sesuai dengan kualitas, maka lebih sering mana dari pengiriman yang anda lakukan tersebut diklaim tidak sesuai kualitas daripada yang sesuai kualitas [ ] sesuai kualitas [ ] tidak sesuai kualitas

160 127 *catatan : pengiriman dianggap tidak sesuai kualitas walaupun hanya sebagian produk yang dikatakan cacat. 6. Apakah jumlah permintaan pembeli selalu terpenuhi [ ] ya [ ] tidak 7. Berapa rata-rata jumlah kopi dalam satu kali pengiriman.(kg) 8. Berapa kali anda bisa melakukan selama satu kali periode musim panen. 9. Berilah tanda (X) pada kolom skor yang sesuai untuk penilaian pemilihan metriks prioritas pengukuran kinerja pengiriman kopi yang anda lakukan. Skor yang digunakan terdiri dari 1-9 dengan criteria sebagai berikut : Tingkat kepentingan Definisi 1 Sama penting (SP) 3 Sedikit lebih penting (SLP) 5 Sangat penting (SGP) 7 Jelas lebih penting (JLP) 9 Mutlak lebih penting (MLP) Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan dengan pengiriman Kolom kiri Nilai tambah Nilai tambah Diisi bila sama penting Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan pada faktor kolom kanan Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan pada faktor kolom kanan Kolom kanan Kualitas resiko Kolom kiri Kualitas Diisi bila sama penting Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan pada faktor kolom kanan Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan pada faktor kolom kanan Kolom kanan Resiko

161 128 KUISIONER PENELITIAN Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan Thesis mengenai Desain rantai pasok agroidustri kopi organik di Aceh tengah untuk optimalisasi balancing risk oleh Arie Saputra (F ). Mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mohon kesediaan Bapak/Ibu/saudara meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap dan jelas. Semua informasi yang diterima dari hasil kuesioner ini diperuntukan untuk keperluan akademis. Atas kerjasama Bapak/Ibu/saudara, saya ucapkan terima kasih. Gambaran Umum Manajemen rantai pasok secara umum bisa diartikan sebagai koordinasi dan kolaborasi dari keselurahan jaringan organisasi bisnis yang terlibat dalam menghantar produk akhir (kopi beras organik) ketangan konsumen dengan tujuan meningkatkan keuntungan pada setiap pelaku bisnis yang berada di dalam jaringan usaha tersebut dan keberlanjutan dari usaha setiap pelaku bisnis (anggota rantai pasok) di masa yang akan datang. Kinerja dan keuntungan setiap pelaku bisnis (rantai pasok) diharapkan dapat meningkat jika terdapat perlakuan yang adil bagi setiap anggota yang berada dalam jaringan rantai pasok sesuai dengan proporsi dan perannya dalam menghantarkan produk akhir. Aspek risiko yang ditanggung oleh setiap organisasi (pelaku) bisnis adalah parameter utama dalam menilai kinerja, keuntungan, dan perlakuan yang adil bagi setiap anggota rantai pasok sehingga keberlanjutan bisnis dapat dicapai. Oleh karena itu penelitian ini ditekankan pada bagaimana mengidentifikasi risiko yang muncul di setiap level (pelaku) rantai pasok. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung besaran risiko yang sebenarnya ditanggung serta bagaimana mendistribusikan risiko tersebut secara merata dan adil berdasarkan bobot dan peran dari masing-masing anggota (pelaku) dalam rantai pasok sendiri. Bentuk distribusi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual tertinggi di dunia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan

Lebih terperinci

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok Menurut (Pujawan 2005) rantai pasok adalah jaringan perusahaanperusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu

Lebih terperinci

VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING)

VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) 74 VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISK SHARING) 6.1. Penyempurnaan Model Distribusi Risiko Model peyeimbangan risiko (Balancing Risk) rantai pasok yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 43 IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Struktur Rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, prosesor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah dalam penelitian dan sistematika penulisan pada penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi perusahaan yang ingin berkembang. Saat ini teknologi telah berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi perusahaan yang ingin berkembang. Saat ini teknologi telah berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada era globalisasi seperti saat ini, teknologi merupakan kebutuhan pokok bagi perusahaan yang ingin berkembang. Saat ini teknologi telah berkembang sangat pesat sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tidak dapat lepas dari persoalan transportasi, baik untuk pengadaan bahan baku ataupun dalam mengalokasikan barang jadinya. Salah satu metode yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, distribusi dan logistik telah memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan perdagangan dunia. Terlebih lagi persaingan

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain MANAJEMEN OPERASIONAL BAB VI Supply Chain Pengertian Supply Chain Supply chain adalah jaringan perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Supply Chain Management Pada saat ini perusahaan-perusahaan tak terkecuali perusahaan agribisnis, dituntut untuk menghasilkan suatu produk

Lebih terperinci

III METODOLOGI 3.1. Kerangka Penelitian

III METODOLOGI 3.1. Kerangka Penelitian III METODOLOGI 3.1. Kerangka Penelitian Sebuah manajemen rantai pasok yang baik memerlukan berbagai keputusan yang berhubungan dengan aliran informasi, produk dan dana. Rancang bangun rantai pasokan untuk

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN

X. KESIMPULAN DAN SARAN X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan Penelitian ini telah berhasil merancang model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung yang diberi nama

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI Steven 1, Richard Ch Ali 2, Ratna Setiawardani Alifen 3 ABSTRAK : Pengadaan material dalam sebuah proyek konstruksi merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN

LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN 105 LAMPIRAN KUISIONER PENELITIAN Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan Thesis mengenai Desain rantai pasok agroidustri kopi organik di Aceh tengah untuk optimalisasi balancing risk oleh Arie

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Frida Agro yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka kebutuhan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka kebutuhan atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka kebutuhan atau perilaku konsumen akan semakin diperhatikan. Untuk sekarang ini, selain menginginkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi kompetisi bisnis, diperlukan kemampuan untuk mengakomodasikan ketidakpastian internal maupun eksternal dalam mengambil keputusan. Ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun perekonomian dan perindustrian nasional kini dihadapkan kepada dampak krisis ekonomi global, namun bisnis ritel di Indonesia tidak terkendala bahkan masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LAPORAN E-BISNIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : PHAZA HENDRA KUMARA (08.11.2243) S1 TI 6F JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap perusahaan, baik itu perusahaan jasa ataupun perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, pengusaha akan dihadapkan pada resiko

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Supply Chain Management Pembahasan yang berkaitan tentang Supply Chain Management sudah banyak diangkat dalam penulisan penulisan sebelumnya. Menurut Fortune Megazine (artikel

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengembangan Perumahan Pengembangan perumahan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengembang secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain untuk mencapai tujuan ekonomi dan

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada masa sekarang ini industri manufaktur telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada masa sekarang ini industri manufaktur telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa sekarang ini industri manufaktur telah berkembang sangat pesat. Persaingan dalam dunia industri menjadi sangat ketat. Untuk menyikapi fenomena tersebut perusahaan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA BULLWHIP EFFECT DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA PT. MONDRIAN KLATEN

TUGAS AKHIR ANALISA BULLWHIP EFFECT DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA PT. MONDRIAN KLATEN TUGAS AKHIR ANALISA BULLWHIP EFFECT DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA PT. MONDRIAN KLATEN Diajukan Guna Memenuhi dan Melengkapi Syarat Gelar Sarjana Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan Pendahuluan Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadian yang saling bergantung dan mempengaruhi suatu sama lain itulah akan

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadian yang saling bergantung dan mempengaruhi suatu sama lain itulah akan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditengah bentuk koordinasi yang kompleks dan juga berbagai aktivitas dan kejadian yang saling bergantung dan mempengaruhi suatu sama lain itulah akan muncul

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin berkembangnya jumlah permintaan produk pangan, semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi perusahaan untuk memproduksi pangan

Lebih terperinci

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH PENENTUAN BESARNYA PREMI UNTUK SEBARAN RISIKO YANG BEREKOR GEMUK (FAT-TAILED RISK DISTRIBUTION) ADRINA LONY SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang, banyak perusahaan mengalami perkembangan dalam dunia bisnisnya dan berusaha untuk meningkatkan kinerjanya dengan memanfaatkan kecanggihan

Lebih terperinci

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rantai Pasokan Menurut Indrajit dan Pranoto (2002), rantai pasokan adalah suatu tempat sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) EPI RATRI ZUWITA PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Manajemen inventory merupakan suatu faktor yang penting dalam upaya untuk mencukupi ketersediaan stok suatu barang pada distribusi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari gelombang globalisasi menuntut para pelaku usaha atau perusahaan untuk lebih responsif dalam menghadapi

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, bisnis kian berfluktuasi dan persaingan bisnis semakin ketat. Fluktuasi bisnis ini disebabkan oleh ketidakpastian lingkungan bisnis dan stabilitas perekonomian.

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

Dwi Hartanto, S,.Kom 03/04/2012. E Commerce Pertemuan 4 1

Dwi Hartanto, S,.Kom 03/04/2012. E Commerce Pertemuan 4 1 1.Pengertian E Market Place 2.Pertimbangan Bergabung g ke dalam E Market Place Suatu lokasi diinternet, di mana suatu perusahaan dapat memperoleh atau memberikan informasi, mulai transaksi pekerjaan, atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan dalam dunia perindustrian di era globalisasi saat ini semakin ketat dengan kemajuan teknologi informasi. Kemajuan dalam teknologi informasi menjadikan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan bisnis yang kompetitif dan turbulen mengakibatkan persaingan bisnis yang begitu ketat. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, kebutuhan manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah produk akan sampai ketangan pemakai akhir setelah setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah produk akan sampai ketangan pemakai akhir setelah setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah produk akan sampai ketangan pemakai akhir setelah setidaknya melalui beberapa proses dari pencarian bahan baku, proses produksi, dan proses distribusi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu rantai yang disebut Supply Chain. Saat ini bukan merupakan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. suatu rantai yang disebut Supply Chain. Saat ini bukan merupakan persaingan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan di bidang industri (barang dan jasa) semakin ketat, sebagai akibat dari globalisasi dan ekonomi pasar bebas yang diberlakukan oleh beberapa organisasi perdagangan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

Copyright Rani Rumita

Copyright Rani Rumita Strategi Distribusi Topik yang Dibahas Bagaimana sifat saluran pemasaran dan mengapa saluran pemasaran penting? Bagaimana perusahaan saluran berinteraksi dan diatur untuk melakukan pekerjaan saluran? Masalah

Lebih terperinci

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL Pemilihan pemasok merupakan proses penting dan diperhatikan karena hasilnya mempengaruhi kualitas produk, performa perusahaan dan rantai pasok. Karena pasar yang kompetitif pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi telah mendorong terciptanya persaingan yang sengit diantara para pelaku bisnis di setiap bidang. Kemampuan perusahaan dalam merespon perubahan secara cepat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFORMATION SHARING PADA DUA LEVEL RANTAI PASOK

ANALISIS PENGARUH INFORMATION SHARING PADA DUA LEVEL RANTAI PASOK ANALISIS PENGARUH INFORMATION SHARING PADA DUA LEVEL RANTAI PASOK Nurul Chairany 1, Imam Baihaqi 2 dan Nurhadi Siswanto 2 1) Program Studi Teknik Industi,Pascasarjana Teknik Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun belakangan ini, keunggulan optimasi dan integrasi supply chain menjadi fokus dari beberapa organisasi perusahaan besar di dunia, Persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Grafik Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : bappedajakarta.go.id

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Grafik Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : bappedajakarta.go.id BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk di Indonesia khususnya di Ibukota Jakarta semakin bertambah Setiap harinya. Berdasarkan dari data yang ada, terhitung pada tahun 2013 jumlah penduduk di Jakarta

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT MAKALAH E-BUSINESS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : Nama : Frizky Ramadhan NIM : 08.11.2135 Kelas : S1TI-6D JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk mencapai efisiensi mutu,

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menghadapi era pasar bebas, setiap perusahaan harus siap untuk bersaing secara global. Persaingan merupakan sebuah tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi yang semakin pesat di Indonesia membuat persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini menunjukan perubahan

Lebih terperinci

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN (Achieving Operational Excellence and Customer Intimacy: Enterprise Applications) Rangkuman ini akan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI CROSS FUNCTIONAL MANAGEMENTS Materi Bahasan Pertemuan 6 Konsep Dasar CRM Contoh Aliran Informasi CRM Konsep Dasar SCM Contoh Aliran Informasi SCM 1 CRM Customer Relationship Management Konsep Dasar CRM

Lebih terperinci

KAJIAN POLA RANTAI PASOK PENGEMBANGAN PERUMAHAN TESIS ERY RADYA JUARTI NIM :

KAJIAN POLA RANTAI PASOK PENGEMBANGAN PERUMAHAN TESIS ERY RADYA JUARTI NIM : KAJIAN POLA RANTAI PASOK PENGEMBANGAN PERUMAHAN TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERY RADYA JUARTI NIM : 25005004 Program

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Integrasi rantai pasok dalam organisasi 2. Dinamika rantai

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI KONTROL STOK RETAIL (STUDI KASUS) CV. TRI JAYA ABADI

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI KONTROL STOK RETAIL (STUDI KASUS) CV. TRI JAYA ABADI RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI KONTROL STOK RETAIL (STUDI KASUS) CV. TRI JAYA ABADI SKRIPSI Oleh : SYAMSUL ARIF 0834010215 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari peneliti yang didasarkan atas pengetahuan, teori dan dalil dalam upaya menjawab tujuan

Lebih terperinci