IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian setelah dipanen masih disebut hidup. Suatu kegiatan respirasi dapat diukur dengan cara menetukan, antara lain : jumlah substrat yang hilang, jumlah gas oksigen yang digunakan, jumlah gas karbon dioksida yang dikeluarkan, jumlah panas yang dihasilkan, jumlah energi (ATP) yang dihasilkan Dalam penentuan laju respirasi pada rajangan bengkuang ini, pengukuran laju respirasinya diukur dengan menentukan jumlah gas oksigen yang digunakan dan jumlah gas karbon dioksida yang dilepaskan. Berdasarkan pengukuran, ratarata konsentrasi O 2 pada suhu ruang (27 O C) berkurang dari 21% menjadi 6.6%. Sedangkan pada konsentrasi CO 2 meningkat dari 0.03% menjadi 47.46% selama 30 jam. Pada jam ke 24 rajangan bengkuang sudah tidak layak untuk di konsumsi. Warna dari rajangan bengkuang berubah dari yang semula putih menjadi kekuning-kuningan dan mangeluarkan bau yang tidak sedap semacam bau fermentasi tape. Selain itu rajangan bengkuang juga berlendir. Data keseluruhan nilai konsentrasi O 2 dan CO 2 pada suhu 27 O C disajikan pada grafik dalam Gambar 6 serta tabel nilai konsentrasi pada suhu ruang pada Lampiran 3 30 Konsentrasi gas (%) Konsentrasi O2 Konsentrasi CO Jam ke- Gambar 6. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu ruang. 27

2 Pada suhu 10 O C rata-rata konsentrasi O 2 menurun dari 21% menjadi 7.5% selama 120 jam dengan persamaan Y (O 2 ) = x Sedangkan pada konsentrasi CO 2 mengalami peningkatan dari 0.03% menjadi 26.82% selama 120 jam dengan persamaan Y (CO 2 ) = 0.043x Pada suhu ini perubahanperubahan baik dari segi fisik maupun aroma terlihat pada jam ke 120, sehingga pada jam tersebut pengamatan dihentikan. Data keseluruhan nilai konsentrasi O 2 dan CO 2 pada suhu 10 O C disajikan pada grafik dalam Gambar 7 serta tabel pada Lampiran Konsentrasi gas (%) y = x R² = y = 0.043x R² = Konsentrasi gas O2 Konsentrasi gas CO2 Jam ke- Gambar 7. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 10 O C. Pada suhu 5 O C rata-rata konsentrasi O 2 menurun dari 21% menjadi 14.5% selama 336 jam dengan persamaan y (O 2 ) = x Sedangkan konsentrasi CO 2 meningkat dari 0.03% menjadi 5.96%. pengamatan pada suhu 5 O C dilakukan selama 336 jam dengan persamaan y (CO 2 ) = x Pada jam ke 336 pengamatan dihentikan karena rajangan bengkuang sudah tidak layak untuk di konsumsi. Data keseluruhan nilai konsentrasi O 2 dan CO 2 pada suhu 27 O C disajikan pada grafik dalam Gambar 8 serta tabel pada Lampiran 1. 28

3 25 20 Konsentrasi gas (%) y = x R² = y = 0.018x R² = Jam ke- Konsentrasi gas O2 Konsentrasi gas CO2 Gambar 8. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 5 O C. Hasil pengukuran laju respirasi untuk O 2 pada suhu 5 O C, 10 O C dan suhu ruang berturut-turut adalah 8.85 ml/kg.jam, ml/kg.jam dan ml/kg.jam. Sedangkan hasil pengukuran laju respirasi untuk CO 2 pada suhu 5 O C, 10 O C dan suhu ruang berturut-turut sebagai berikut 6.77 ml/kg.jam, ml/kg.jam dan ml/kg.jam. Perubahan laju respirasi pada suhu 5 O C, 10 O C dan suhu ruang secara lengkap disajikan pada grafik dalam Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11 serta tabel pada Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran Laju respirasi (ml/kg.jam) CO2 O2 Jam ke- Gambar 9. Laju produksi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 5 O C. 29

4 Laju respirasi (ml/kg.jam) Jam ke- CO2 O2 Gambar 10. Laju produksi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 10 O C. 400 Laju respirasi (ml/kg.jam) Jam ke- CO2 O2 Gambar 11. Laju produksi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu ruang (27 O C). Dari grafik laju respirasi terlihat bahwa laju respirasi pada suhu 5 O C, 10 O C, dan suhu ruang memiliki pola yang hampir sama tetapi dengan nilai laju respirasi yang berbeda. Nilai laju respirasi ini sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanannya. Menurut Gytha (2007) kecepatan laju respirasi buah akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Penyimpanan buahbuahan dan sayur-sayuran pada suhu rendah merupakan cara untuk menghambat 30

5 laju respirasi. Semakin tinggi laju respirasi maka waktu penyimpanan akan lebih pendek. Hal ini menyatakan bahwa laju respirasi dapat dijadikan sebagai indikator untuk memperkirakan daya simpan suatu komoditi. Pada pengamatan laju respirasi, berat rata-rata yang digunakan adalah 400 g dengan masa jenis sebesar kg/l. Setelah diketahu nilai masa dan berat jenis dari rajangan bengkuang maka akan diperoleh volume dari rajangan bengkuang ini rata-rata volume dari rajangan bengkuang ini adalah 375 ml dengan volume wadah sebesar 3300 ml maka akan diperoleh volume bebas sebesar 2925 ml. Rasio perbandingan antara volume bebas dengan masa rajangan bengkuang akan digunakan sebagai salah satu formula untuk menentukan laju respirasi. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan 18 untuk konsentrasi O 2 dan persamaan 19 untuk konsentrasi CO 2 diperoleh nilai laju respirasi. Persamaan yang digunakan untuk mengukur laju respirasi konsentrasi O 2 adalah sebagai berikut :....(18) Sedangkan persamaan laju respirasi konsentrasi CO 2 adalah sebagai berikut : -..(19) Hasil perhitungan menunjukkan bahwa laju respirasi rajangan bengkuang pada suhu 5 O C lebih rendah dibandingkan laju respirasi pada suhu 10 O C dan pada suhu ruang. Didasarkan nilai laju respirasi rajangan bengkuang pada suhu 5 O C lebih rendah dari suhu 10 O C dan suhu ruang, maka suhu 5 O C dipilih untuk melakukan penelitian tahap selanjutnya. B. PENENTUAN KOMPOSISI ATMOSFER OPTIMUM UNTUK PENYIMPANAN Pada penelitian sebelumnya diperoleh suhu optimal yang digunakan adalah suhu 5 O C. Mengacu pada grafik konsentrasi O 2 dan CO 2 pada suhu 5 O C 31

6 ditentukan komposisi atmosfer. Komposisi atmosfer yang ditentukan adalah sebagai berikut (1) 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2, (2) 14-16% O 2 dan 4-6% CO 2, (3) 13-15% O 2 dan 3-5% CO 2, (4) 14-16% O 2 dan 3-5% CO 2, (5) 21% O 2 dan 0.03% CO 2 sebagai kontrol. Dari beberapa komposisi atmosfer yang ditentukan tersebut akan ditentukan komposisi atmosfer optimum yang digunakan untuk penyimpanan. Penentuan komposisi atmosfer optimum dapat ditentukan berdasarkan susut bobot, perubahan kekerasan, perubahan nilai kecerahan, total padatan terlarut dan uji kesukaan/organoleptik. Pada kelima parameter tersebut nilai terendah digunakan sebagai dasar untuk uji susut bobot dan uji organoleptik, sedangan perubahan kekerasan, kecerahan, dan total padatan terlarut dipilih berdasarkan nilai tertinggi. 1. Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Terhadap Susut Bobot Rajangan Bengkuang. Komposisi suatu atmosfer memberikan pengaruh pada penurunan bobot pada saat penyimpanan. Penurunan bobot ini bisa diakibatkan karena ada proses respirasi pada komoditas yang disimpan. Pada proses respirasi dihasilkan CO 2 dan uap air (H 2 O), sehingga jika dilakukan pengaturan pada komposisi O 2 dan CO 2 maka akan mempengaruhi jumlah H 2 O. Perhitungan susut bobot pada rajangan bengkuang dilakukan setiap 2 hari sekali selama 10 hari. Pada saat penyimpanan rajangan bengkuang mengalami penurunan bobot. Seperti dijelaskan diatas penurunan bobot bisa diakibatkan oleh penguapan kandungan air selama proses respirasi. Tabel perubahan susut bobot (%) dapat dilihat pada Lampiran 9, sedangkan grafik susut bobotnya dapat dilihat pada Gambar

7 persentase susut bobot Hari ke % O2 dan 4-6%CO % O2 dan 4-6% CO % O2 dan 3-5%CO %O2 dan 3-5% CO2 21 % O2 dan 0.03 % CO2 Gambar 12. Grafik perubahan susut bobot rajangan bengkuang. Dari grafik susut bobot terlihat bahwa besarnya penyusutan bobot untuk tiap-tiap perlakuan komposisi berbeda-beda. Dapat dilihat penyusutan bobot paling rendah terdapat pada komposisi gas 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 dan penyusutan paling besar terdapat pada komposisi 21% O 2 dan 0.03% CO 2. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa prosentase susut bobot dari ke-5 komposisi atmosfer yang diujikan berbeda nyata. Dari uji lanjut duncan susut bobot mulai terlihat berbeda nyata pada hari ke-2 dengan komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 berbeda nyata dengan komposisi lainnya. Pada hari ke-4 susut bobot juga terlihat berbeda nyata dengan komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 yang berbeda nyata dengan komposisi yang lain. Komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 juga terlihat berbeda nyata pada umur simpan hari ke-6, 8, dan 10. Data analisis sidik ragam untuk susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 15. Berdasarkan data yang diperoleh diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada penyimpanan pada suhu 5 O C dengan konsentrasi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 menghasilkan susut bobot yang paling rendah. 33

8 2. Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Terhadap Nilai Kecerahan (L) Rajangan Bengkuang. Salah satu perubahan fisik dari penyimpanan rajangan bengkuang adalah terjadi perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi yaitu perubahan dari yang semula berwarna putih menjadi kekuning-kuningan. Perubahan warna tersebut akan menyebabkan rajangan bengkuang kurang menarik dan akan menjatuhkan nilai dari produk tersebut. Perubahan warna pada rajangan bengkuang dinyatakan dengan nilai L (kecerahan). Nilai L ini menyatakan kecerahan yang diperoleh dari cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam (Gytha, 2007). Nilai L berkisar antara dimana 0 untuk warna hitam dan 100 untuk warna putih, sehingga semakin besar nilai L (mendekati 100) maka dapat dikatakan rajangan bengkuang masih dalam kondisi baik. Sebaliknya semakin kecil nilai L maka kondisi rajangan bengkuang kurang baik. Grafik perubahan kecerahan pada rajangan bengkuang dapat dilihat pada Gambar 133, sedangkan nilai penurunan L dapat dilihat pada tabel pada Lampiran 10. L Waktu 13-15% O2 dan 4-6%CO % O2 dan 4-6% CO % O2 dan 3-5%CO %O2 dan 3-5% CO2 21 % O2 dan 0.03 % CO2 Gambar 13. Grafik perubahan kecerahan rajangan bengkuang. Dari uji anova dan uji lanjut Duncan, menyatakan bahwa pada hari ke-2 komposisi 13-15% O 2 dan 3-5% CO 2 berbeda nyata dengan ke-4 komposisi yang lain. Pada pengamatan terakhir pada hari ke-10 terlihat komposisi 14-16% O 2 dan 34

9 4-6% CO 2 memiliki nilai kecerahan terbesar. Uji anova secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Terhadap Perubahan Kekerasan Rajangan Bengkuang Pada penelitian tahap pertama yaitu ketika pengukuran konsentrasi O 2 dan CO 2 serta penentuan suhu optimum, pengamatn dihentikan dengan salah satu parameter kekerasan pada rajangan bengkuang. Rajangan bengkuang semakin bertambah umur simpannya semakin berkurang kekerasannya. Menurut Bourne (1979) yang dikutip dari Gytha (2007) proses transparasi dan respirasi setelah pemanenan pada buah-buahan akan menyebabkan kehilangan air. Hal ini menyebabkan tekanan turgor yang semakin kecil dan menyebabkan komoditi tersebut menjadi lunak. Dalam pengukuran kekerasan rajangan bengkuang dulakukan dengan menggunakan Rheometer CR-300DX dengan beban maksimal 2 kg, panjang bidang tekan 3 mm dan kecepatan penekanan sebesar 10 mm/m. Tabel perubahan kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan perubahan kekerasan dapat dilihat pada Gambar Kekerasan Waktu 13-15% O2 dan 4-6%CO % O2 dan 4-6% CO % O2 dan 3-5%CO %O2 dan 3-5% CO2 21 % O2 dan 0.03 % CO2 Gambar 14. Grafik perubahan kekerasan rajangan bengkuang. Dari hasil uji anova pada lampiran, kekerasan rajangan bengkuang terlihat nyata pada hari ke-2 dengan komposisi 13-15% O 2 dan 3-5 %CO 2, 13-15% O 2 dan 35

10 4-6% CO 2 berbeda nyata dengan komposisi yang lain. Kemudian pada hari ke-6 hanya komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 yang berbeda nyata. Pada hari ke-10 terlihat komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 memiliki nilai penurunan kekerasan yang paling rendah. Uji statistik pada nilai kekerasan rajangan bengkuang bisa dilihat pada Lampiran Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Terhadap Perubahan Total Padatan Terlarut Rajangan Bengkuang Grafik total perubahan padatan terlarut dapat dilihat pada gambar. Dari grafik perubahan total padatan terlarut tidak terlihat berbeda secara signifikan TPT Waktu 13-15% O2 dan 4-6%CO % O2 dan 4-6% CO % O2 dan 3-5%CO %O2 dan 3-5% CO2 21 % O2 dan 0.03 % CO2 Gambar 15. Grafik perubahan total padatan terlarut pada rajangan bengkuang. Berdasarkan uji anova dan uji lanjut Duncan, total padatan terlarut pada hari ke-2 komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 berbeda nyata dengan komposisi yang lain. Pada hari ke-4 tidak terlihat berbeda nyata. Pada hari ke-6 total padatan terlarut terlihat berbeda nyata, pada hari ke-6 ini terjadi perubahan komposisi 13-15% O 2 dan 3-5% CO 2 terlihat berbeda nyata dengan komposisi yang lainnya. Pada hari ke-8 juga terjadi perubahan komposisi 14-16% O 2 dan 3-5% CO 2 terlihat berbeda nyata dengan komposisi lainnya. Sedangkan pada hari ke-10 total padatan terlarut tidak berbeda nyata. Uji anova dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran

11 5. Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Terhadap Uji Organoleptik Rajangan Bengkuang Uji organoleptik adalah salah satu uji yang digunakan untuk mengetahui bagaimana penerimaan panelis (konsumen) terhadap mutu dari rajangan bengkuang. Uji organoleptik ini dilakukan pada 10 panelis dan para meter yang digunakan adalah warna, rasa, aroma, kekerasan, tekstur, dan penilaian secara keseluruhan. Pada uji organoleptik panelis diminta untuk mengemukakan tingkat kesukaan pada rajangan bengkuang. Pada uji ini digunakan 5 skala kesukaan yang meliputi, 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Nilai kesukaan panelis terhadap mutu dari rajangan bengkuang dapat dilihat di tabel pada Lampiran 11 serta grafik uji organoleptiknya dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai Organoleptik Hari ke % O2 dan 4-6%CO % O2 dan 4-6% CO % O2 dan 3-5%CO %O2 dan 3-5% CO2 21 % O2 dan 0.03 % CO2 Gambar 16. Grafik batas penerimaan konsumen pada rajangan bengkuang. Dari grafik dapat kita lihat secara umum panelis masih menerima mutu dari rajangan bengkuang tersebut sampai hari ke-10. Untuk komposisi 21% O 2 dan 0.03 % CO 2 sebagai kontrol, panelis tidak menerima mulai hari ke-6. Dari uji organoleptik ini rata-rata nilai kesukaan tertinggi berada pada komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2. Dari keseluruhan uji pada penelitian tahap ini disimpulkan komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 adalah komposisi terbaik, dan komposisi tersebut 37

12 digunakan pada penelitian tahap selanjutnya. Hal tersebut bisa dilihat pada tiga uji yaitu uji susut bobot, kekerasan, dan organoleptik komposisi ini memiliki nilai yang terbaik. Sedangkan untuk uji L (kecerahan) dan TPT (Total Padatan Terlarut) tidak digunakan karena data yang diperoleh kurang menunjukkan perbedaan yang signifikan pada tiap-tiap komposisi. Uji statistik pada nilai organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 16. C. PENENTUAN JENIS FILM DAN PERANCANGAN KEMASAN Dari hasil penelitian sebelumnya diambil kesimpulan bahwa komposisi atmosfer yang terbaik adalah 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2. Dari komposisi udara tersebut dilakukan pengeplotan pada kurva kemasan yang dapat dilihat pada Gambar Gambar 17. Jenis film kemasan terpilih untuk rajangan bengkuang pada kurva permeabilitas O 2 dan CO 2. Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa plastik White Stretch Film dan plastik Stretch Film digunakan sebagai plastik kemasan. Pada penelitian 38

13 selanjutnya akan dibahas dan diamati plastik mana yang terbaik untuk pengemasan rajangan bengkuang. Pengemasan rajangan bengkuang ini mengacu pada berat optimumnya. Wadah pengemasan pada rajangan bengkuang menggunakan plastik yang memiliki luas penampang m 2. Berat optimal dihitung berdasarkan persamaan (15). Hasil perhitungan berat optimum rajangan bengkuang dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Berat optimum rajangan bengkuang yang dikemas dalam kemasan Stretch Film. Tabel 6. Berat optimum rajangan bengkuang yang dikemas dalam kemasan White Stretch Film. Dari hasil perhitungan bahwa berat optimum untuk kemasan WSF berkisar antara Kg dan kemasan SF berkisar antara Kg. Dari kisaran tersebut didapat irisan dari kisaran masa tersebut adalah antara interval Kg, dan dipilih berat optimum untuk kemasan WSF dan SF adalah Kg. 39

14 D. PENYIMPANAN RAJANGAN BENGKUANG DALAM KEMASAN FILM DENGAN ATMOSFER TERMODIFIKASI PASIF DAN ATMOSFER TERMODIFIKASI AKTIF Setelah ditentukan jenis film yang akan digunakan, pada tahap ini rajangan bengkuang dikemas pada plastik tersebut dan dilakukan penyimpanan selama 10 hari. Parameter yang diukur pada tahap ini adalah susut bobot, kekerasan, nilai kecerahan (L), TPT (Total Padatan Terlarut), dan nilai organoleptik. Pada penelitian tahap ini juga dilakukan pengecekan konsentrasi CO 2 dan O 2 sehingga dapat diketahui apakah kemasan mencapai kondisi atmosfer optimum yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya yaitu 13-15% O 2 dan 4-6% CO Perubahan Konsentrasi CO 2 dan O 2 Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif Dan Atmosfer Termodifikasi Aktif Perubahan konsentrasi CO 2 dan O 2 pada kemasan baik White Stretch Film (WSF) maupun Stretch Film (SF) dapat dilihat pada tabel di Lampiran 27 dan Lampiran 28. Grafik perubahan konsentrasinya bisa dilihat pada Gambar 18, Gambar 19, Gambar 20, dan Gambar Konsentrasi gas O 2 (%) Stretch film (pasif) Stretch film (aktif) Hari ke- Gambar 18. Grafik perubahan konsentrasi O 2 dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif. 40

15 25.00 Konsentrasi gas O 2 (%) White stretch film (pasif) White stretch film (aktif) Hari ke- Gambar 19. Grafik perubahan konsentrasi O 2 dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif Konsentrasi CO 2 (%) Stretch film (aktif) Stretch film (pasif) Hari ke- Gambar 20. Grafik perubahan konsentrasi CO 2 dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif. 41

16 Konsentrasi gas CO 2 (%) White stretch film (aktif) White stretch film (pasif) Hari ke- Gambar 21. Grafik perubahan konsentrasi CO 2 dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif. Dari grafik dapat dilihat perubahan konsentrasi O 2 pada kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif. Pada kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif perubahan konsentrasi O 2 rajangan bengkuang berkisar antara 13.33% %, dengan rata-rata nilai konsentrasi 16.35% Pada kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif perubahan konsentrasi O 2 rajangan bengkuang berkisar antara 14.33% - 21%, dengan rata-rata nilai konsentrasi Secara umum tidak terlihat perbedaan yang signifikan baik pada kemasan stretch film aktif maupun pasif. Pada kemasan Stretch film aktif terlihat setelah dilakukan input gas pada hari ke-0 mengelami perubahan pada hari ke-1 nya. Dimana konsentrasi berubah dari konsentrasi awal 15% menjadi 19%. Hal tersebut menunjukkan terjadinya respirasi. Pada grafik perubahan konsentrasi O 2 untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif, menunjukkan perubahan konsentrasi O 2 untuk kemasan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif berkisar antara 13.83% %, dengan rata-rata nilai konsentrasi 17.60%. Sedangkan untuk atmosfer termodifikasi pasif berkisar antara 12.33% - 21%, dengan rata-rata nilai konsentrasi 17.23%. Seperti halnya pada kemasan Stretch film pada kemasan White Strecth film juga tidak terlihat 42

17 perbedaan yang signifikan antara kemasan atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif. Pada grafik perubahan konsentrasi CO 2 untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif, menunjukkan perubahan konsentrasi CO 2 untuk kemasan Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif berkisar antara 0.81% %, dengan rata-rata nilai konsentrasi 2.13%. Sedangkan untuk atmosfer termodifikasi pasif berkisar antara 0.03% % dengan rata-rata konsentrasi 1.46%. Pada grafik perubahan konsentrasi CO 2 untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif, menunjukkan perubahan konsentrasi CO 2 untuk kemasan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif berkisar antara 0.95% %, dengan ratarata nilai konsentrasi 2.60%. Sedangkan untuk atmosfer termodifikasi pasif berkisar antara 0.03% %, dengan rata-rata nilai konsentrasi 2.13%. Dari nilai kisaran konsentrasi gas O 2 dan CO 2 baik pada kemasan Stretch Film secara aktif dan pasif maupun kemasan White Strech Film secara aktif dan pasif dapat disimpulkan bahwa konsentrasi yang diharapkan yaitu 13%-15% O 2 dan 4%-6% CO 2 tidak tercapai. Tidak tercapainya konsentrasi tersebut kemungkinan besar terjadi kebocoran saat penyimpanan. Rajangan bengkuang disusun rapi pada wadah plastik dan ditutup dengan plastik yang telah ditentukan yaitu White Stretch Film dan Stretch Film. Pada kedua kemasan perekatan kedua plastik dilakukan dengan menggunakan isolasi sehingga sangat memungkinkan terjadi kebocoran akibat tidak rapatnya perekat antara plastik dan kemasan. Pada proses penyimpanan rajangan bengkuang untuk kemasan atmosfer termodifikasi aktif terlihat bahwa pada penyimpanan hari ke-2 menunjukkan penrubahan grafik yang signifikan hal ini dikarenakan untuk grafik O 2 mengalami peningkatan dari konsentrasi awal yaitu konsentrasi gas yang dipompakan.perubahan ini bisa dikarenakan perbedaan konsentrasi gas di dalam dan diluar kemasan. Jika konsentrasi gas di luar kemasan lebih tinggi menyebabkan terjadi perpindahan gas dari luar ke dalam kemasn. Hal tersebut dibuktikan meningkatnya nilai konsentrasi O 2. Untuk hari ke-4 sampai hari ke-10 43

18 grafik sudah menunjukkan nilai konstan hal tersebut dikarenakan konsentrasi O 2 dari luiar kemasan tinggi diimbangi dengan pengeluaran gas CO 2 yang tingi pula dari rajangan bengkuang oleh karena itu konsentrasi gas terlihat konstan. Dari grafik perubahan konsentrasi gas diatas juga dapat dilihat bahwa pada pengemasan atmosfer termodifikasi aktif maupun termodifikasi pasif terlihat perbedaan khusunya pada pengaturan tekanan gas. Pada pengemasan secara atmosfer termodifikasi pasif kesetimbangan gas O 2 dan CO 2 didapat melalui pertukaran udara. Sedangkan pada kemasan atmosfer termodifikasi aktif untuk mempertahankan komposisi udara yang sesuai dengan kemasan dimungkinkan dengan memasukkan gas O 2 dan mengeluarkan gas CO 2 dengan demikian komoditas yang dikemas akan mengimbangi konsumsi O 2 yang dimasukkan ke kemasan begitu pula dengan pengeluaran CO 2 nya. Oleh sebab itu terlihat pada grafik setelah dilakukan pemasukan udara pada hari ke-0 maka pada hari ke-2 dan seterusnya terjadi perubahan konsentrasi yang cukup signifikan. 2. Perubahan Persentase Susut Bobot Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmorfer Termodifikasi Pasif Dan Atmosfer Termodifikasi Aktif % susut bobot Hari ke- Stretch film (aktif) Stretch film (pasif) Gambar 22. Perubahan susut bobot pada kemasan Stretch film dengan atmosfer termodifikasi aktif dan pasif. 44

19 Perubahan susut bobot dapat dilihat pada tabel susut bobot pada Lampiran 17 dan grafik susut bobot untuk rajangan bengkuang dengan kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif dapat dilihat pada Gambar Dari data dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan nilai susut bobot antara kemasan dengan menggunakan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan secara atmosfer termodifikasi pasif. Kemasan Stretch film dengan atmosfer termodifikasi aktif memiliki nilai susut bobot yang lebih besar jika dibandingkan dengan kemasan Stretch film secara atmosfir termodifikasi pasif. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif. Hal ini terbukti Karen F hitung lebih besar daripada F tabel, dimana F tabel sebesar Analisis sidik ragam susut bobot selama penyimpanan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran % susut bobot Hari ke- WSF (A) WSF (P) Gambar 23. Grafik perubahan susut bobot dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif. Gambar 23 diatas menunjukkan grafik perubahan susut bobot rajangan bengkuang yang dikemas dengan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif. Dari grafik tersebut terlihat bahwa rajangan bengkuang yang 45

20 dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif memiliki susut bobot yang lebih rendah dibandingkan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi pasif. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan rajangan bengkuang yang di kemas dengan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai F hitung lebih besar daripada F tabel. Analisis sidik ragam susut bobot selama penyimpanan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 29. Jika dilihat secara keseluruhan dapat dilihat rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan Stretch film memiliki susut bobot yang lebih besar jika dibandingkan dengan rajangan bengkuang yang dikemas menggunakan White stretch film. Hal tersebut bisa dikarenakan nilai permebialitas kedua plastik yang berbeda. Tingginya nilai permeabilitas membuat tranmisi gas dan uap air hasil respirasi lebih cepat keluar dari kemasan. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara rajangan bengkuang yang dikemas menggunakan Stretch film dan white stretch film. Pada kemasan White stretch film terlihat jelas akumulasi uap air pada plastiknya. Sedangkan pada kemasan Stretch film tidak begitu terlihat adanya akumulasi uap air. Perbedaan ini dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 24 dan Gambar 25. Strech Film White Strech Film Gambar 24. Perbandingan akumulasi uap air pada kemasan Stretch film dan White stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif. 46

21 Strech Film White Strech Film Gambar 25. Perbandingan akumulasi uap air pada kemasan Stretch film dan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif. 3. Perubahan Kekerasan Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif Dan Aktif Perubahan kekerasan rajangan bengkuang dapat dilihat pada Gambar 26 dan 27.Tabel perubahan kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 20. Dari Grafik pada perubahan kekerasan untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan menggunakan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif terlihat pada hari ke-2 rajangan bengkuang mengalami penurunan kekerasan tetapi pada hari ke-4, 6, 8 rajangan bengkuang untuk kemasan stretch film aktif mengelami peningkatan. Untuk stretch film pasif nilai kekerasan mengalami peningkatan pada hari ke-4 tetapi menurun pada hari ke-6, 8, sampai hari ke-10. Pada grafik tersebut juga terlihat perbedaan yang cukup signifikan pada hari ke-8. Pada grafik kekerasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif dapat dilihat bahwa rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi pasif memiliki rata-rata nilai kekerasan yang lebih rendah jika dibandingkan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif. 47

22 Kgf/mm SF (A) SF (P) Hari ke- Gambar 26. Grafik perubahan kekerasan dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Kgf/mm WSF (A) WSF (P) Hari ke- Gambar 27. Grafik perubahan kekerasan dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif. Dari Grafik pada perubahan kekerasan untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan menggunakan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif terlihat kekerasan rajangan bengkuang mengalami penurunan dari hari ke-0 sampai hari ke-4 baik pada kemasan atmosfer termodifikasi aktif maupun secara atmosfer termodifikasi pasif. Rata-rata nilai kekerasan rajangan 48

23 bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif memiliki nilai terbesar jika dibandingkan dengan atmosfer termodifikasi pasif. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova diperoleh bahwa rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif yang diuji pada kemasan Stretch film dan White stretch film dapat dilihat pada Lampiran 30. Dari nilai uji analisis sidik ragam untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan atmosfer termodifikasi pasif penyimpanan hari ke- 8, tetapi tidak berbeda nyata untuk penyimpanan pada hari ke-2, 4, 6, 10. Pada penyimpanan hari ke-8 nilai F hitung lebih besar daripada F tabel. Dimana untuk F hitung sebesar dan untuk F tabelnya 4.49 Untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan menggunakan kemasan White Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif tidak berbeda nyata dengan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi pasif. Hal ini bisa dilihat dengan nilai F hitung lebih kecil dari F tabel. 4. Perubahan Total Padatan Terlarut Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif Dan Aktif Perubahan total padatan terlarut rajangan bengkuang pada kedua kemasan, kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif dan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan hal tersebut bisa dilihat pada tabel perubahan total padatan terlarut di Lampiran 19 dan pada grafik pada Gambar 8 dan Gambar

24 % brixs Hari ke- SF (A) SF (P) Gambar 28. Grafik perubahan total padatan terlarut dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif % brixs Hari ke- WSF (A) WSF (P) Gambar 29. Grafik perubahan total padatan terlarut dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova diperoleh bahwa rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif yang diuji pada kemasan Stretch film dan White stretch film dapat dilihat pada Lampiran 31. Dari analisis tersebut untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi 50

25 pasif pada hari ke-2, 6, dan 8. Tetapi tidak berbeda nyata pada hari ke- 4 dan 10. Hal tersebut bisa dilihat dari nilai F hitung yang lebih besar dari F tabel, dimana F tabel yang digunakan sebesar Rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan White Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif tidak berbeda nyata dengan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi pasif. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan nilai F hitung lebih kecil daripada F tabel. 5. Perubahan Nilai Kecerahan (L) Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif Dan Aktif nilai L Hari ke- SF (A) SF (P) Gambar 30. Grafik perubahan kecerahan dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif. 51

26 nilai L Hari ke- WSF (A) WSF (P) Gambar 31. Grafik perubahan kecerahan dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif. Perubahan nilai L (kecerahan) pada rajangan bengkuang dengan menggunakan kedua kemasan, kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif dan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif dapat dilihat pada Gambar 310 dan Gambar 31 serta tabel di Lampiran 21. Berdasarkan data dan grafik perbedaan nilai kecerahan (L) pada kedua jenis kemasan tidak terlalu terlihat berbeda nyata. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova diperoleh bahwa rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif yang diuji pada kemasan Stretch film dan White stretch film dapat dilihat pada Lampiran 32. Secara umum rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif tidak berbeda nyata dengan rajangan yang disimpan secara atmosfer termodifikasi pasif. Kedua kemasan tersebut hanya berbeda nyata pada penyimpanan hari ke-8, dengan nilai F hitung lebih besar daripada F tabel. F tabel yang digunakan adalah Rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan rajangan bengkuang yang dikemas dengan atmosfer termodifikasi pasif hanya pada hari ke-4. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai F hitung lebih besar daripada F tabel. 52

27 6. Hasil Uji Organoleptik Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif Dan Aktif Parameter yang digunakan dalam pengujian organoleptik adalah berdasarkan : Warna, rasa, aroma, kekerasan, tekstur, dan parameter keseluruan dari pengujian. Dalam Uji organoleptik ini digunakan 5 skala kesukaan yaitu mulai dari 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (netral), 2 (tidak suka), dan 1 (sangat tidak suka). Batas penerimaan konsumen yang digunakan adalah 3 karena terdapat pada batas tenngah dari skala kesukaan. Rata-rata penilaian konsumen terhadap rajangan bengkuang yang disimpan dengan atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif mengalami penurunan baik yang disimpan menggunakan kemasan Stretch film maupun yang dikemas dengan menggunakan kemasan White stretch film. Uji rata-rata organoleptik rajangan bengkuang pada kemasan Strecth film dan White stretch film dapat dilihat pada grafik pada Gambar 32 dan Gambar Nilai organoleptik hari ke- SF (A) SF (P) Gambar 32. Grafik perubahan organoleptik rata-rata keseluruhan dalam kemasan Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif. 53

28 Nilai organoleptik hari ke- WSF (A) WSF (P) Gambar 33. Grafik perubahan organoleptik rata-rata keseluruhan dalam kemasan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif. Dari grafik penerimaan konsumen untuk rajangan bengkuang dengan menggunakan kemasan Stretch film dapat kita lihat bahwa rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif hanya mampu diterima konsumen sampai hari ke 4. Sedangkan untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan Strecth film secara atmosfer termodifikasi pasif diterima konsumen sampai 8 hari Dari grafik penerimaan konsumen untuk rajangan bengkuang dengan menggunakan kemasan White stretch film dapat kita lihat bahwa rajangan bengkuang yang dikemas dengan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif hanya mampu diterima konsumen sampai hari ke 3. Sedangakan untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan White Strecth film secara atmosfer termodifikasi pasif diterima konsumen sampai hari ke 6. Konsumen rata-rata menyukai rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch film dari pada dengan menggunakan White stretch film. Hal ini bisa dikarenakan pada kemasan White stretch film kemasan banyak mengandung uap air karena nilai permeabilitas yang rendah. Dengan banyak uap air tersebut menyebabkan rajangan bengkuang cepat berlendir dan bau yang kurang sedap. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova diperoleh bahwa rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi 54

29 aktif maupun pasif yang diuji pada kemasan Stretch film dan White stretch film dapat dilihat pada Lampiran 33. Dari analisis tersebut rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan penyimpanan secara atmosfer termodifikasi pasif pada hari ke-4. Dimana nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, F tabel yang digunakan sebesar Analisis sidik ragam untuk rajangan bengkuang yang di kemas dengan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata pada hari ke-2 dan 4 dengan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi pasif. Perubahan-perubahan dari hari ke-2 sampai hari ke-10 pada rajangan bengkuang yang dikemas dengan Streach Film dan White Streach Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif dapat dilihat pada Gambar

30 Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film 56

31 Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Gambar 34. Perubahan secara visual pada rajangan bengkuang yang dikemas stretch film dan white stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif pada 10 hari. 57

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan februari sampai april 2010 di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

METODE PENELITIAN. Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober 2013 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

Lebih terperinci

Oleh TITO AD1 DEWANTO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANlAN IMSTITUT PERTANlAN BOGOR BOGOR

Oleh TITO AD1 DEWANTO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANlAN IMSTITUT PERTANlAN BOGOR BOGOR Oleh TITO AD1 DEWANTO F 26.0661 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANlAN IMSTITUT PERTANlAN BOGOR BOGOR RINGKASAN Sayuran Ketimun Jepang (Cucumis sativus) dan Zucchini (Cucurbina maxima) merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada saat musim panen buah duku yaitu Januari sampai dengan Mei 2006. Tempat penelitian di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penentuan waktu hydrocooling dan konsentrasi klorin optimal untuk pak choi Tahap precooling ini dilakukan untuk menentukan kombinasi lama hydrocooling dan

Lebih terperinci

Alasan Perkembangan MAP MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING DEFENISI :

Alasan Perkembangan MAP MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING DEFENISI : DEFENISI : MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa mampu merancang kemasan modifikasi atmosfir untuk produk hortikultura. Pengemasan produk dengan menggunakan bahan kemasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. Buah mudah sekali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor keadaan fisik buah yang

Lebih terperinci

KAJIAN PENYIMPANAN RAJANGAN BENGKUANG DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF

KAJIAN PENYIMPANAN RAJANGAN BENGKUANG DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF KAJIAN PENYIMPANAN RAJANGAN BENGKUANG DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Sido Makmur, Kec. Sipora Utara, Kab. Kep.Mentawai untuk proses penggorengan keripik ikan lemuru. Dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr.

RINGKASAN. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr. TAUFIK HIDAYATULLAH. F 27.0470. Mempelajari Penyimpanan Wortel ( Daucus carota L) dengan "Modified Atmosphere". Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr. RINGKASAN Produksi sayur-sayuran dan buah-buahan

Lebih terperinci

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK CAISIN DENGAN PERLAKUAN PENGATURAN SUHU DIMULAI DARI SESAAT SETELAH PANEN, SELAMA PENGANGKUTAN, HINGGA SETELAH PENYIMPANAN *) Anang Suhardianto FMIPA Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu komoditi yang banyak di budidayakan oleh

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu komoditi yang banyak di budidayakan oleh I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang merupakan salah satu komoditi yang banyak di budidayakan oleh masyarakat Indonesia khususnya di Provinsi Lampung. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya lahan pekarangan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill. BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) 4.1.1 Susut Bobot Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persentase

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan bulan juni 2010 di laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada Oktober

Lebih terperinci

MEMPELAJARI LAJU RESPIRASI BUAH NENAS IRIS DALAM KEADAAN TEROLAH MINIMAL

MEMPELAJARI LAJU RESPIRASI BUAH NENAS IRIS DALAM KEADAAN TEROLAH MINIMAL MEMPELAJARI LAJU RESPIRASI BUAH NENAS IRIS DALAM KEADAAN TEROLAH MINIMAL Oleh : ANANTA PUDJI NUGROHO F 29.0334 1997 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Ananta Pudji Nugroho. F 29.0334.

Lebih terperinci

MEMPELAJARI LAJU RESPIRASI BUAH NENAS IRIS DALAM KEADAAN TEROLAH MINIMAL

MEMPELAJARI LAJU RESPIRASI BUAH NENAS IRIS DALAM KEADAAN TEROLAH MINIMAL MEMPELAJARI LAJU RESPIRASI BUAH NENAS IRIS DALAM KEADAAN TEROLAH MINIMAL Oleh : ANANTA PUDJI NUGROHO F 29.0334 1997 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Ananta Pudji Nugroho. F 29.0334.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Kulit Manggis Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu dari suatu produk hortikultura. Buah manggis merupakan salah satu buah yang mempunyai

Lebih terperinci

Erin Karlina 1, Ratna 2, Zulfahrizal 3 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Erin Karlina 1, Ratna 2, Zulfahrizal 3 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Variasi Ketebalan Kemasan Plastik Polypropylen Pada Pengemasan Vakum Buah Melon (Cucumis Melo L) Terolah Minimal (Variation The Thickness Variation Polypropylen In Plastic Packaging Vacuum Packaging Fruit

Lebih terperinci

DENGAN BOGOR FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR. Oleh. KUO TlTlN MUTlARAWATl F

DENGAN BOGOR FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR. Oleh. KUO TlTlN MUTlARAWATl F DENGAN Oleh KUO TlTlN MUTlARAWATl F 29.0639 1995 FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR BOGOR KElO 8 i 'I IN MUll kliklliki 1. 28 D633 r-'eny imi.,arsa!? niinc; is!;'tt;isi?o Ec~s vulgaris

Lebih terperinci

DENGAN BOGOR FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR. Oleh. KUO TlTlN MUTlARAWATl F

DENGAN BOGOR FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR. Oleh. KUO TlTlN MUTlARAWATl F DENGAN Oleh KUO TlTlN MUTlARAWATl F 29.0639 1995 FAKULTAS TEKNOL061 PERTANLAM INSISTUX PLWTANIAN BQGOR BOGOR KElO 8 i 'I IN MUll kliklliki 1. 28 D633 r-'eny imi.,arsa!? niinc; is!;'tt;isi?o Ec~s vulgaris

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing Tingkat Kesukaam (Warna) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing 4.1.1. Warna Warna merupakan salah satu parameter fisik suatu bahan pangan yang penting. Kesukaan

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Produksi Tanaman dan RGCI, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT Alsuhendra 1, Ridawati 1, dan Agus Iman Santoso 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor, pada bulan November

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk menduga umur simpan dari sampel. Kondisi akselerasi dilakukan dengan mengondisikan sampel pada RH yang tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DAN PENGUJIAN MODEL PENDUGAAN KONSENTRASI O 2 DAN CO 2 DALAM KEMASAN MODIFIED ATMOSPHERE SA YURAN TROPIKA. Oleh.

PENYUSUNAN DAN PENGUJIAN MODEL PENDUGAAN KONSENTRASI O 2 DAN CO 2 DALAM KEMASAN MODIFIED ATMOSPHERE SA YURAN TROPIKA. Oleh. !.!/ i r PENYUSUNAN DAN PENGUJIAN MODEL PENDUGAAN KONSENTRASI O 2 DAN CO 2 DALAM KEMASAN MODIFIED ATMOSPHERE SA YURAN TROPIKA Oleh. FERRY RAMADHANI YUDA YUDIONO PUTRA F 31.()060 7. -,- 11,......:.. '.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia 4 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Wortel dan Kandungan Kimia Wortel (Daucus carota) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu Asia Timur dan Asia Tengah. Ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Produk yang dikemas akan memiliki masa simpan relatif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Organoleptik Ikan Tongkol Asap Uji organoleptik/mutu hedonik ikan tongkol asap dinilai berdasarkan pada kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN PENYIMPANAN DINGIN BUAH MANGGIS SEGAR (Garcinia Mangostana L.) DENGAN PERLAKUAN KONDISI PROSES PENYIMPANAN 1

KAJIAN PENYIMPANAN DINGIN BUAH MANGGIS SEGAR (Garcinia Mangostana L.) DENGAN PERLAKUAN KONDISI PROSES PENYIMPANAN 1 KAJIAN PENYIMPANAN DINGIN BUAH MANGGIS SEGAR (Garcinia Mangostana L.) DENGAN PERLAKUAN KONDISI PROSES PENYIMPANAN 1 Sutrisno 2, Ida Mahmudah 3, Sugiyono 4 ABSTRAK Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi KMnO 4 a. Konsentrasi 0,1% diperoleh dari : 100 mg KMnO 4 pekat yang dilarutkan ke dalam 100 ml akuades

LAMPIRAN. Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi KMnO 4 a. Konsentrasi 0,1% diperoleh dari : 100 mg KMnO 4 pekat yang dilarutkan ke dalam 100 ml akuades 55 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi KMnO 4 a. Konsentrasi 0,1% diperoleh dari : 100 mg KMnO 4 pekat yang dilarutkan ke dalam 100 ml akuades 100 mg/100 ml = 0,1 g/100 ml Jadi, 0,1 g/100 ml x

Lebih terperinci

Kajian Penyimpanan Buah Naga (Hylocereus costaricensis) dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi

Kajian Penyimpanan Buah Naga (Hylocereus costaricensis) dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Technical Paper Kajian Penyimpanan Buah Naga (Hylocereus costaricensis) dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Study of Dragon Fruit (Hylocereus costaricensis) Storage under Modified Atmosphere Packaging

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 42 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Rumput Laut Karakteristik permen jelly rumput laut yang diuji pada optimasi formula meliputi karakteristik sensori, fisik dan kimia. Karakteristik

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres

Lebih terperinci

PENGEMASAN SECARA ATMOSFIR TERMODIFIKASI PADA BUAH PEPAYA (Carica papaya L) TEROLAH MINIMAL RIZKY TRI RUBBI

PENGEMASAN SECARA ATMOSFIR TERMODIFIKASI PADA BUAH PEPAYA (Carica papaya L) TEROLAH MINIMAL RIZKY TRI RUBBI PENGEMASAN SECARA ATMOSFIR TERMODIFIKASI PADA BUAH PEPAYA (Carica papaya L) TEROLAH MINIMAL RIZKY TRI RUBBI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci