IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh menggunakan kemasan aktif. Sedangkan penentuan kemasan bahan penyerap dilakukan untuk mengetahui jenis kemasan bahan penyerap terbaik sesuai dengan karakteristik zeolit. Dosis zeolit (%) Tabel 4. Hasil pengamatan penentuan dosis zeolit Hasil pengamatan Mulai timbul kapang pada buah, tekstur daging buah sedikit lembek, warna daging buah kuning kecokelatan, dan terdapat banyak gas di dalam kemasan. Penampakan secara keseluruhan buah baik, tekstur daging buah segar, warna dan bau netral, dan ada sedikit gas di dalam kemasan. Penampakan secara keseluruhan buah baik, tekstur daging buah segar, warna dan bau netral, dan ada sedikit gas di dalam kemasan. Penampakan secara keseluruhan baik, mulai timbul bintik hitam pada daging buah, warna buah kuning kecoklatan, aroma sedikit lebih asam, dan kemasan normal. Pada Tabel 4. dapat dibandingkan beberapa parameter fisik buah salak pondoh yang disimpan menggunakan kemasan aktif dengan dosis zeolit yang berbeda. Setelah hari ke-7 penyimpanan, buah salak pondoh yang dikemas dengan plastik polietilen dan polipropilen tanpa menggunakan tambahan bahan penyerap mulai timbul kapang pada buah salak yang disimpan. Selain itu, tekstur daging buah sedikit lebih lembek dan kemasan menjadi mengembang akibat adanya tekanan gas yang ada di dalam kemasan. Buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan aktif dosis zeolit 5 dan 1% memiliki hasil yang hampir sama, dimana keadaan buah salak pondoh yang disimpan sama seperti buah salak pada awal penyimpanan dilakukan. Pada dosis bahan penyerap ini, keadaan utuh buah salak masih baik, tekstur daging buah masih segar, warna dan aroma yang dihasilkan juga masih normal yakni warna dan aroma khas salak pondoh. Namun terdapat sedikit gas di dalam kemasannya, sehingga kemasan plastik menjadi sedikit mengembang. Sedangkan buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan aktif dosis zeolit 15%, memiliki penampakan buah salak secara utuh cukup baik, tetapi mulai timbul bintik-bintik hitam di sekitar daging buahnya, selain itu mulai timbula aroma asam pada buah. Berbeda halnya dengan dosis zeolit 5 dan 1%, kemasan aktif dosis zeolit 15% kondisi kemasan cenderung lebih stabil dan tidak mengembang. Beberapa bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas zeolit adalah kertas saring, kain kasa (kain mori), dan keras multi polietilen. Zeolit yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam masing-masing bahan kemasan dan selanjutnya dikelim sehingga membentuk kemasan sachet. 14

2 Kertas saring Tabel 5. Hasil pengamatan penentuan kemasan bahan penyerap Kemasan Kain kasa (mori) Kertas berlapis polietilen Hasil pengamatan Tidak dapat dikelim dengan panas (seal), ketersediaan cukup, kurang tahan terhadap air. Tidak dapat dikelim dengan panas (seal), ketersediaan cukup, tahan terhadap air. Dapat dikelim dengan panas (seal), ketersediaan cukup, tahan terhadap air. Jika dilihat dari pengamatan yang dilakukan berdasarkan pada Tabel 5. maka kertas berlapis polietilen menjadi pilihan yang paling tepat untuk diaplikasikan secara komersial. Selain mudah dalam aplikasinya, karena dapat dikelim dengan panas (seal) kertas berlapis polietilen lebih tahan terhadap air, sehingga kerusakan akibat air yang dihasilkan dari proses respirasi buah dan pengaruh kelempaban pada lingkungan penyimpanan dapat diminimalkan. Kertas saring dan kain mori sebagai kemasan bahan penyerap pada dasarnya memiliki tingkat daya serap yang relatif baik, namun dalam aplikasinya kedua jenis kemasan tersebut memiliki kelemahan yaitu tidak dapat dikelim atau seal sehingga sulit dalam aplikasinya. Berdasarkan perbandingan yang telah dilakukan pada perlakuan suhu penyimpanan dan dosis bahan penyerap maka diperoleh hasil terbaik adalah penyimpanan suhu dingin dengan dosis zeolit 5 dan 1%. Penyimpanan suhu dingin menjadi pilihan karena salah satu cara untuk menjaga kesegaran buah-buahan adalah penyimpanan pada suhu rendah. Penyimpanan dibawah suhu 15ºC dan diatas titik beku adalah dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilled storage). Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara untuk menghambat turunnya mutu buah-buahan disamping pengaturan kelembapan dan komposisi udara serta penambahan zat-zat pengawet kimia. Pendinginan juga akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada buah yang disimpan. Selain itu, dengan menggunakan suhu rendah juga akan menghambat atau mencegah reaksi kimia, reaksi enzimatis atau pertumbuhan mikroba (Winarno dan Jenie, 1983). Dosis zeolit 5 dan 1% menjadi pilihan karena keduannya memiliki hasil yang sama baik selama penyimpanan. Sedangkan kemasan bahan penyerap yang dipilih adalah kertas berlapis polietilen karena memiliki ketahanan yang baik dan mudah diaplikasikan. Hasil terbaik yang dipilih pada tahap ini, selanjutnya akan dijadikan taraf perlakuan pada penelitian selanjutnya untuk penyimpanan buah salak pondoh dengan menggunakan teknik kemasan aktif. B. KARAKTERISTIK BUAH SALAK PONDOH LUMUT Buah salak pondoh di Indonesia terdiri dari berbagai macam jenis yang berbeda, baik pada kondisi fisik buah seperti ukuran, warna kulit dan jumlah biji, maupun karakteristik komponen kimia yang ada di dalamnya. Perbedaan jenis dan tingkat kematangan yang ada pada buah salak pondoh akan berpengaruh terhadap masa simpan buahnya. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah salak pondoh lumut yang diperoleh dari Banjarnegara, Jawa Tengah dengan tiga tingkat kematangan yaitu kematangan 8%, 9% dan campuran. Pemilihan tiga kematangan tersebut didasarkan pada ketersediaan buah salak yang sesuai dengan minat konsumen atau kebutuhan pasar. Hasil karakterisasi buah salak pondoh lumut disajikan pada Tabel 6. untuk mengetahui komposisi yang terkandung dalam buah, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan atau pembanding terjadinya perubahan-perubahan selama penyimpanan. 15

3 Tabel 6. Karakteristik buah salak pondoh lumut (dalam 1 g bahan) Komponen Kematangan (%) 8 9 Campuran Kadar air (%) Kadar serat (%) TPT ( o Brix) Vitamin C (mg/1 g) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Organoleptik : - Kesukaan Panelis (1%) - Warna Kulit - Warna Daging Buah - Tekstur - Rasa.8 1 Cokelat kekuningan Putih kekuningan Getas dan renyah Manis.7 1 Cokelat Kuning Masir Manis.8 1 Cokelat kekuningan Kuning Masir Manis Dari Tabel 6. dapat diketahui bahwa komponen penyusun tertinggi buah salak pondoh lumut adalah air. kadar air tertinggi sebesar % adalah buah salak pondoh kematangan 9%, diikuti oleh kematangan campuran sebesar % dan kematangan 8% sebesar 77.5 %. Kadar air buah salak pondoh lumut tinggi karena salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah tempat budidaya tanaman tersebut, dimana pada umumnya salak pondoh lumut dibudidayakan di daerah pegunungan. Kandungan kadar air yang tinggi inilah yang membuat ketahanan dan daya simpan buah salak jenis ini sangat rendah. Dalam hal ini, buah salak pondoh kematangan 9% memiliki tingkat ketahanan yang paling rendah dibandingkan dengan kematangan campuran dan 8%. Berbeda dengan kandungan kadar airnya, kandungan serat tertinggi buah salak pondoh lumut dimiliki oleh buah dengan kematangan 8% sebesar 1.24 % yang diikuti oleh kematangan campuran sebesar 9.9 % dan kematangan 9% sebesar 7.93 %. Perbedaan kandungan serat ini dikarenakan perbedaan tekstur buah salak pada masing-masing tingkat kematangan. Buah salak kematangan 8% dan campuran cenderung memiliki tekstur yang renyah dan getas, sedangkan buah salak kematangan 9% tekstur buahnya lebih lembut atau masir. Hasil pengujian nilai total padatan terlarut nilai tertinggi adalah buah salak pondoh kematangan 9% sebesar 18. º Brix, sedangkan kematangan campuran sebesar 17. º Brix dan kematangan 8% sebesar 15. º Brix. Tinggi rendahnya nilai º Brix ini berpengaruh pada tingkat kemanisan buah salak pondoh. Dalam hal ini berarti buah salak kematangan 9% memiliki tingkat kemanisan yang paling tinggi dibandingkan dengan kematangan campuran dan 8%. Berdasarkan hasil uji organoleptik, tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur buah, warna daging buah, dan rasa buah salak pondoh menunjukkan respon yang positif dengan nilai 1% suka. Warna daging buah pada tingkat kematangan 8% dan 9% yaitu berwarna putih kekuningan dan kuning. Untuk warna daging buah pada kematangan campuran bervarisai mulai dari putih, putih kekuningan hingga yang berwarna kuning. Tekstur buah salak renyah dan getas dihasilkan dari buah salak pondoh kematangan 8%, dan tekstur masir serta lembut dihasilkan dari buah salak pondoh kematangan 9%. Buah salak kematangan campuran, tekstur buah menunjukkan hasil yang bervariasi mulai dari getas dan renyah hingga lembut dan masir. Hal ini dapat terjadi dikarenakan buah salak pondoh kematangan campuran merupakan buah salak yang diperoleh dari hasil panen tanpa dilakukan grading, sehingga di dalamnya terdapat berbagai macam tingkat kematangan berdasarkan usia pemanenan. Jika dilihat dari rasa buah, buah salak pondoh memiliki rasa yang manis baik buah salak pada tingkat kematangan 8%, 9% maupun campuran. 16

4 C. PERUBAHAN FISIK BUAH SALAK PONDOH Selama penyimpanan pada umumnya buah-buahan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimia. Perubahan yang terjadi dapat diakibatkan oleh berbagai macam hal, diantaranya dikarenakan kondisi kemasan dan lingkungan penyimpanan yang kurang mendukung, maupun proses alami yang dilakukan oleh buah-buahan itu sendiri seperti respirasi dan transpirasi. Dalam penyimpanan buah salak pondoh dengan menggunakan teknik kemasan aktif, perubahan-perubahan fisik yang terjadi dapat diketahui dari beberapa parameter pengujian seperti besarnya tingkat kerusakan dan susut bobot yang terjadi selama penyimpanan. 1. Tingkat Kerusakan Tingkat kerusakan merupakan salah satu parameter uji yang digunkan untuk melihat perubahan yang terjadi selama penyimpanan dengan menghitung besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan yang terjadi pada bahan pertanian seperti halnya buah salak pondoh bermacam-macam penyebabnya, diantaranya kerusakan yang diakibatkan karena over ripe (lewat matang), kerusakan akibat cendawan, maupun kerusakan fisik dan mekanis seperti kerusakan akibat adanya benturan dan gesekan. Sedangkan yang dimaksud buah rusak adalah apabila buah menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera yang dimanifestasikan seperti buah sudah layu, ditumbuhi oleh jamur yang tampak secara visual, menimbulkan bau busuk, daging buah lunak, berair serta tidak layak untuk dikonsumsi. Pada Gambar 6. disajikan histogram yang menunjukkan besarnya tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan. Laju perubahan tingkat kerusakan (%kerusakan/hari) 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1,, 8% 9% campuran Keterangan : A1 = % zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A3 = 1% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang Gambar 6. Laju perubahan tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan Tingkat kerusakan menggambarkan jumlah persentase buah salak pondoh yang mengalami kerusakan selama penyimpanan dalam tiap-tiap hari pengamatan. Berdasarkan histogram pada Gambar 6. Dapat dilihat bahwa kerusakan tertinggi adalah buah salak yang disimpan tanpa menggunakan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap etilen (kontrol). Pada hari ke-17 penyimpanan buah salak pondoh yang disimpan tanpa menggunakan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap etilen kerusakan yang terjadi telah mencapai 1%. Sedangkan beberapa perlakuan penyimpanan buah salak pondoh lainnya yang disimpan dengan menggunakan teknik kemasan aktif dengan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap etilen besarnya kerusakan yang terjadi kurang dari 5% hingga hari ke-17 penyimpanan, dan beberapa perlakuan mampu bertahan hingga hari ke-23 penyimpanan (Lampiran 3). 17

5 Tingkat kerusakan terendah untuk buah salak pondoh kematangan 8% adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen dan polietilen normal (tanpa lubang) dosis zeolit 5% dengan laju perubahan 2.1 % kerusakan per hari. Buah salak pondoh kematangan 9% dan campuran tingkat kerusakan terendah adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 5 dan 1% dengan laju perubahan masing-masing sebesar dan 3.22 % kerusakan per hari. Gambar 7. Kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan (hari ke-21 penyimpanan) Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% (α=.5) perlakuan dosis bahan penyerap berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan yang terjadi selama penyimpanan, sedangkan jenis dan kondisi kemasan serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan yang terjadi (Lampiran 3). Berdasarkan hasil uji lanjut dengan metode Duncan, perlakuan A1 dengan laju prubahan sebesar % keruakan per hari yaitu penyimpanan buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol) berbeda signifikan terhadap perlakuan A2 dan A3 yaitu penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan aktif dosis zeolit 5 dan 1% (Lampiran 3). Dosis zeolit 5 dan 1% tidak berbeda secara signifikan, dengan laju perubahan masing-masing sebesar.4576 dan.4325 % kerusakan per hari. Hal ini menunjukkan bahwa zeolit mampu menenakan laju etilen yang dihasilkan oleh buah selama penyimpanan berlangsung. Etilen merupakan suatu gas yang dihasilakan oleh buah-buahan diamana etilen bertindak sebagai hormon dalam tanaman yang memiliki efek fisiologi yang berbeda-beda pada buah dan sayuran segar. Etilen dapat mempercepat respirasi yang mengarah pada pematangan dan penuaan banyak jenis buah (Ahvenainen, 23). Dengan adanya etilen maka pematangan buah akan semakin cepat, sehingga kerusakan buah yang banyak diakibatkan oleh buah yang kelewat matang (over ripe) selama penyimpanan akan semakin besar. Cara yang paling umum dan efektif untuk mengurangi jumlah laju etilen yaitu menggunakan bahan penyerap etilen, salah satu bahan yang dapat digunakan adalah zeolit. Dengan struktur tiga dimensi yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga yang berisi ion logam maka zeolit dapat digunakan sebagai bahan yang efektif untuk menekan laju etilen yang dihasilkan buah, sehingga penuaan dini atau kerusakan yang diakibatkan karena over ripe dapat diminimalkan. 2. Susut Bobot Selama proses penyimpanan buah-buahan berlangsung, akan terjadi perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air ke lingkungan penyimpanan. Dari peristiwa iniliah pada saat penyimpanan akan terjadi penyusutan susut bobot pada saat fase menuju kematangan. Kehilangan air bukan saja berpengaruh langsung terhadap kehilangan secara kualitatif, tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan tekstur (pelunakan dan pelembekan), kerusakan kandungan gizi dan kerusakan lainnya (kelayuan dan pengerutan) (Kader, 1992). Susut bobot yang terjadi selama penyimpanan dapat digunakan sebagai salah satu indikator penurunan mutu buah yang disimpan, dimana pada umumnya selama penyimpanan akan terjadi kenaikan susut bobot seiring 18

6 berlangsungnya waktu penyimpanan. Laju peningkatan susut bobot penyimpanan buah salak pondoh disajikan pada Gambar 8. Laju perubahan susut bobot (% susut bobot/hari),6,5,4,3,2,1, 8% 9% campuran Keterangan : A1 = % zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A3 = 1% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang Gambar 8. Laju perubahan susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan Dari Gambar 8. secara umum dapat diketahui peningkatan susut bobot buah salak pondoh yang disimpan tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol), lebih tinggi dibandingkan dengan buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan aktif penyerap etilen. Buah salak pondoh kematangan 8% yang disimpan dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 1% memiliki susut bobot paling rendah dibandingkan buah salak pondoh kematangan 8% dengan perlakuan yang lain, dengan laju perubahan sebesar.24 % susut bobot per hari. Buah salak kematangan 9% susut bobot terendah yaitu penyimpanan buah salak dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 5% dengan laju perubahan sebesar.3 % susut bobot per hari. Sedangkan buah salak kematangan campuran susut bobot terendah adalah penyimpanan dalam kemasan polietilen vakum dosis zeolit 5 dan 1% dengan laju perubahan sebesar.5 % susut bobot per hari. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan dosis bahan penyerap serta jenis dan kondisi kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot yang terjadi selama penyimpanan, namun hasil interaksi diantara keduanya tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap perubahan susut bobot yang terjadi (Lampiran 4). Uji lanjut dosis bahan penyerap dengan metode Duncan menunjukkan bahwa perlakuan A1 dengan laju perubahan sebesar.373 % susut bobot per hari yaitu penyimpanan buah salak pondoh tanpa bahan penyerap (kontrol) berbeda signifikan dengan perlakuan A3 dan A2 yaitu penyimpanan buah salak pondoh dengan dosis zeolit 1 dan 5%. Hal ini dapat terjadi diduga karena adanya perbedaan fungsi kemasan yang digunakan. Dimana dalam penyimpanan dengan teknik kemasan aktif, kemasan dikombinasikan dengan zeolit yang dapat aktif menyerap etilen yang dihasilkan buah sehingga susut bobot yang terjadi selama penyimpanan dapat ditekan seminimal mungkin. Sedangkan untuk perlakuan dosis bahan penyerap keduanya tidak berbeda signifikan antara dosis zeolit 1 dan 5% dengan laju perubahan masing-masing sebesar.86 dan.57 % susut bobot per hari (Lampiran 4). Menurut pendapat Wills (1981), selama penyimpanan buah akan mengalami proses repirasi dan transpirasi, sehingga senyawa-senyawa kompleks yang terdapat di dalam sel seperti karbohidrat dipecah menjadi molekul-molekul sederhana seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap. Dari peristiwa inilah, peningkatan susut bobot buah-buahan selama 19

7 penyimpanan terjadi. Zeolit sebagai bahan penyerap etilen mampu mengurangi laju produksi etilen yang dihasilkan buah, sehingga proses respirasi yang juga dipengaruhi oleh kerja etilen dapat dihambat. Oleh karena itu, buah salak pondoh yang disimpan menggunakan kemasan aktif penyerap etilen memiliki susut bobot lebih rendah dibandingkan dengan penyimpanan buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap etilen. Hasil uji lanjut jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan menunjukkkan bahwa perubahan susut bobot tertinggi adalah perlakuan B3 yaitu kemasan polipropilen lubang dengan laju perubahan sebesar.21 % susut bobot per hari. Kemasan ini tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan B4 dan B1 yaitu kemasan polietilen vakum dan polietilen lubang dengan laju perubahan masing-masing sebesar.18 dan.16 % susut bobot per hari. Hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena dalam kemasan berlubang sering terjadi kontaminasi dari lingkungan luar tempat penyimpanan ke dalam kemasan melalui lubang yang ada dalam kemasan. Sehingga selama penyimpanan berlangsung, buah salak yang disimpan sering mengalami kerusakan mikrobilogi yang diakibatkan oleh adanya cendawan atau jamur. Kerusakan yang terjadi akibat mikroorganisme inilah yang menyebabkan tingginya peningkatan susut bobot yang terjadi. Sedangkan susut bobot terendah adalah perlakuan B2 yaitu kemasan polipropilen normal dengan laju perubahan sebesar.15 % susut bobot per hari. Jenis kemasan ini berbeda secara signifikan dengan perlakuan B3, B4, dan B1 namun tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan B5 dan B6 yaitu kemasan polietilen normal dan lubang (Lampiran 4). Kemasan polipropilen normal memiliki perubahan susut bobot terendah diduga karena selain kemasan polipropilen memiliki permeabilitas yang baik, dalam kemasan normal atau tanpa lubang tidak ada celah bagi mikroorganisme untuk masuk ke dalam kemasan sehingga kerusakan mikrobiologi yang diakibatkan oleh mikroorganisme seperti kapang dan jamur dapat diminimalkan. Pada umumnya kemasan vakum dipilih karena pengemasan secara vakum merupakan salah satu pengemasan dengan atmosfer modifikasi untuk memperpanjang masa simpan buah dan sayuran. Namun dalam penyimpanan buah salak, kemasan vakum tidak dapat berfungsi dengan baik karena dalam aplikasinya banyak kemasan yang bocor atau lepas vakum. Hal ini dikarenakan kemasan sering rusak akibat gesekan dengan kulit buah salak yang kasar dan sedikit berduri. Oleh karena itu perlakuan kemasan vakum dalam penyimpanan buah salak susut bobot yang terjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan normal (tanpa lubang). D. PERUBAHAN KIMIA BUAH SALAK PONDOH 1. Total Asam Kandungan asam pada buah merupakan salah satu parameter dalam penentuan cita rasa. Menurut Suter (1988), berdasarkan hasil pemisahan kromatografi gas dapat diidentifikasi 4 jenis asam organik pada buah salak yaitu asam sitrat, asam suksinat, asam malat dan asam adipat. Selama penyimpanan berlangsung kandungan total asam buah salak pondoh cenderung mengalami penurunan. Secara keseluruhan hasil analisa perubahan total asam penyimpanan buah salak pondoh disajikan dalam Lampiran 5. Analisa perubahan total asam selama penyimpanan menunjukkan hasil yang fluktuatif dari tiga tingkat kematangan buah salak pondoh yang diujikan. Buah salak pondoh kematangan 8% laju penurunan total asam tertinggi adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5% dengan laju penurunan sebesar.26 mg/1 g bahan per hari. Sedangkan penurunan total asam terendahnya adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen normal tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol) dengan laju perubahan sebesar.1 mg/1 g bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan 9%, penurunan total asam tertinggi adalah 2

8 penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen lubang zeolit 1% dengan laju penurunan sebesar.76 mg/ 1 g bahan per hari dan penurunan terendahnya adalah kemasan polietilen normal tanpa lubang dosis zeolit 1% dengan laju penurunan sebesar.17 mg/1 g bahan per hari. Adapun untuk buah salak pondoh kematangan campuran, penurunan total asam tertinggi dengan laju penurunan sebesar.22 mg/1 g bahan per hari adalah penyimpanan buah slaak pondoh dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5%, sedangkan penurunan terendahnya dengan laju penurunan sebesar.5 mg/1 g bahan per hari adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 1%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis bahan penyerap serta jenis dan kondisi kemasan berpengaruh nyata terhadap perubahan total asam selama penyimpanan, sedangkan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadapa perubahan total asam yang terjadi (Lampiran 5). Laju perubahan total asam (mg/1 g bahan/hari) -,5 -,1 -,15 -,2 A1 A2 A3 -,25 Keterangan : A1 = zeolit % (kontrol) A2= zeolit 5% A3= zeolit 1% Gambar 9. Histogram laju perubahan total asam terhadap dosis bahan penyerap Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 9. laju perubahan perlakuan kontrol sebesar -.76 mg/1 g bahan per hari lebih rendah diabandingkan dengan perlakuan dosis zeolit 1 dan 5% sebesar dan -.21 mg/1 g bahan per hari. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan (Lampiran 5), maka perlakuan dosis bahan penyerap menunjukkan bahwa dosis 5 dan 1% bahan penyerap tidak berbeda secara signifikan antara satu dengan yang lainnya, namun keduanya berbeda signifikan dengan perlakuan penyimpanan tanpa bahan penyerap (kontrol). Hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena pada akhir penyimpanan, beberapa perlakuan penyimpanan tanpa menggunakan bahan penyerap mengalami kenaikan total asam yaitu beberapa perlakuan pada tingkat kematangan campuran. Sedangkan pada perlakuan penyimpanan menggunakan bahan penyerap baik 5 dan 1% keduannya mengalami penurunan kandungan asam pada seluruh perlakuan disemua tingkat kematangan. Pada umumnya selama penyimpanan buah-buahan mengalami penurunan kandungan asam, hal ini dikarenakan sebagian besar kandungan asam pada buah akan digunakan dalam kegiatan repirasi untuk menghasilkan energi yang dapat digunakan sebagai media mempertahankan hidup hingga buah mengalami kebusukan. Hal ini sesuai dengan pendapat suter (1998), dimana selama penyimpanan kandungan asam pada buah salak akan menurun yang diakibatkan karena adanya penurunan asam sitrat yang diubah menjadi senyawa lain atau sebagai substrat untuk respirasi dalam siklus krebs. Sedangkan kenaikan total asam yang terjadi ini dapat diakibatkan oleh adanya pembentukan asam sitrat pada saat respirasi. Pada saat respirasi berlangsung akan terjadi pemecahan 21

9 polisakarida menjadi gula kemudian oksidasi gula menjadi menjadi asam piruvat dan setelah itu transformasi asam piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO 2, air, dan energi. Asam sitrat dapat dibentuk dari asam piruvat karena asam sitrat merupakan salah satu asam organik yang dibentuk pada siklus krebs (Phan et al., 1986). Laju perubahan total asam (mg/1 g bahan/hari) -,5 -,1 -,15 -,2 -,25 -,3 B1 B2 B3 B4 B5 B6 Keterangan : B1 = polipropilen vakum B2 = polipropilen normal B3 = polipropilen lubang B4 = polietilen vakum B5 = polietilen normal B6 = polietilen lubang Gambar 1. Histogram laju perubahan total asam terhadap jenis dan kondisi kemasan Gambar 1. menunjukkan bahwa perubahan total asam tidak dipengaruhi oleh jenis kemasan, namun perubahannya lebih cenderung dipengaruhi oleh kondisi kemasan. Kondisi kemasan berlubang baik pada jenis kemasan polipropilen maupun polietilen menunjukkan penurunan total asam tertinggi. Berdasarkan uji lanjut dengan metode Duncan (Lampiran 5), perlakuan jenis dan kondisi kemasan menunjukkan bahwa penurunan kandungan asam terendah adalah perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen vakum dengan laju perubahan sebesar -.12 mg/1 g bahan per hari dan jenis kemasan ini tidak berbeda dengan perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen normal, polietilen normal, dan polietilen vakum. Namun beberapa jenis dan kondisi perlakuan penyimpanan menggunakan tipe kemasan tersebut semuanya berbeda signifikan dengan perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen dan polietilen lubang. Hal ini dapat terjadi diduga karena adanya perubahan yang dipengaruhi oleh proses respirasi dan besarnya laju kerusakan yang terjadi selama penyimpanan. Pada kondisi normal buah salak mengandung asam, namun dalam jumlah yang sedikit. Selama penyimpanan buah akan mengalami kegiatan alami yakni metabolisme, termasuk di dalamnya adalah proses respirasi. Selama proses respirasi berlangsung asam yang terkandung dalam buah akan dipecah menjadi rantai pendek yang bersifat volatil sehingga secara tidak langsung kandungan asam akan menurun. Dalam kemasan berlubang kegiatan respirasi lebih besar terjadi dibandingkan pada kemasan vakum dan kemasan normal, hal ini dapat diketahui dari besarnya tingkat kerusakan yang terjadi pada kemasan berlubang baik polipropilen maupun polietilen. Semakin cepat kegiatan respirasi berlangsung, maka semakin banyak jumlah kandungan asam yang akan dirombak untuk menghasilkan energi yang digunakan buah-buahan mempertahankan hidup hingga buah mengalami kebusukan. 2. Vitamin C Nilai Vitamin C menunjukkan banyaknya mg asam askorbat dalam 1 g bahan berupa salak pondoh. Kandungan Vitamin C salak pondoh diawal penyimpanan sebesar 2.2 mg /1 gram buah 22

10 untuk buah salak kematangan 8%, 2.24 mg/1 gram buah untuk buah salak kematangan 9%, dan 2.6 mg/1 gram buah untuk buah salak kematangan campuran. Pada umumnya akan terjadi penurunan kadar Vitamin C dalam penyimpanan buah-buahan. Dalam penyimpanan salak pondoh ini selama penyimpanan juga terjadi penurunan kadar Vitamin C baik pada buah salak pondoh tingkat kematangan 8%, 9% maupun campuran. Buah salak pondoh kematangan 8%, penurunan kadar vitamin C paling tinggi adalah penyimpanan dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5% dengan nilai laju penurunan sebesar.62 mg/1 g bahan per hari. Dan nilai penurunan kadar Vitamin C terendah adalah penyimpanan buah salak dalam kemasan polietilen vakum dosis zeolit 1% dengan nilai laju penurunan sebesar.5 mg/1 g bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan 9%, penurunan kadar Vitamin C tertinggi adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen vakum tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol) dengan nilai laju penurunan sebesar.119 mg/1 g bahan per hari. Sedangkan nilai penurunan kadar Vitamin C terendahnya adalah buah salak pondoh yang dikemas dalam kemasan polietilen vakum dosis zeolit 1% dengan nilai laju penurunan sebesar.1 mg/1 g bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan campuran menunjukkan bahwa penurunan kadar Vitamin C tertinggi dengan nilai laju penurunan sebesar.123 mg/1 g bahan per hari adalah buah salak yang disimpan dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5%. Sedangkan laju penurunan terendahnya dengan nilai laju penurunan sebesar.42 mg/1 g bahan per hari adalah buah salak yang dikemas dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 5%. Berdasarkan hasil uji statistik pada tingkat kepercayaan 95% (α=.5) menunjukkan bahwa seluruh perlakuan yang diberikan baik dosis bahan penyerap, jenis dan kondisi kemasan, maupun interaksi antara keduanya semua berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar Vitamin C selama penyimpanan (Lampiran 6). Laju perubahan Vitamin C (mg/1 g bahan per hari) -,2 -,4 -,6 -,8 -,1 -,12 -,14 -,16 -,18 A3 A2 A1 Keterangan : A1 = zeolit % (kontrol) A2= zeolit 5% A3= zeolit 1% Gambar 11. Histogram laju perubahan Vitamin C terhadap dosis bahan penyerap Dari Gambar 11. dapat diketahui penurunan kadar Vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu penyimpanan buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol) yaitu sebesar mg/1g bahan per hari. Selanjutnya disusul oleh perlakuan A2 dan A1 yaitu perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dengan dosis zeolit 1% dan 5%, dengan nilai laju penurunan masing-masing perlakuan adalah dan mg/1 g bahan per hari. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan, menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis yang diberikan, berbeda siginifikan antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Baik perlakuan dosis zeolit % (kontrol), 23

11 dosis zeolit 5%, maupun dosis zeolit 1% (Lampiran 6). buah salak pondoh yang disimpan tanpa menggunakan bahan penyerap (dosis %), memiliki penurunan kandar Vitamin C paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan penyimpanan dengan menggunakan bahan penyerap. Hal ini dapat terjadi diduga karena ada kaitannya dengan besarnya laju kerusakan yang terjadi selama penyimpanan. Selama penyimpanan, buah salak pondoh yang disimpan cenderung mengalami penurunan kadar Vitamin C yang bisa diakibatkan karena adanya proses oksidasi pada saat buah mengalami kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Smith (1963), dimana saat penyimpanan berlangsung kerusakan yang terjadi dapat mengakibatkan terjadinya proses oksidasi. Proses oksidasi selanjutnya akan mendegradasi asam askorbat yang terkandung dalam buah menjadi asam dehidroaskorbat, sehingga menyebabkan kandungan Vitamin C dalam buah berkurang. Laju perubahan Vitamin C (mg/1 g bahan/hari) -,1 -,2 -,3 -,4 -,5 -,6 -,7 -,8 -,9 B1 B2 B5 B4 B3 B6 Keterangan : B1 = polipropilen vakum B2 = polipropilen normal B3 = polipropilen lubang B4 = polietilen vakum B5 = polietilen normal B6 = polietilen lubang Gambar 12. Histogram laju perubahan Vitamin C terhadap jenis dan kondisi kemasan Dari gambar 12. dapat diketahui bahwa perubahan kadar Vitamin C selama penyimpanan tidak disebabkan karena jenis kemasan, tetapi disebabkan karena kondisi kemasan. Berdasarkan hasil uji lanjut perlakuan jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan, menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen dan polietilen tidak berbeda signfikan, namun keduanya berbeda signifikan dengan beberapa perlakuan lainnya (Lampiran 6). Kemasan polietilen dan polipropilen lubang memiliki penurunan kandungan Vitamin C tertinggi dibandingkan dengan beberapa perlakuan lainnya pada jenis kemasan yang sama dengan kondisi pengemasan secara vakum dan normal, hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena dipengaruhi oleh besarnya tingkat kerusakan dan susut bobot yang terjadi pada tipe pengemasan tersebut. Kondisi pengemasan dengan lubang memiliki tingkat kerusakan dan susut bobot paling tinggi dibandingkan dengan kondisi pengemasan lainnya seperti vakum dan normal (tanpa lubang). Semakin tinggi kerusakan yang terjadi, maka oksidasi Vitamin C akan berlangsung cepat sehingga menyebabkan penurunan kadar Vitamin C yang tajam. Menurut pendapat Niam RK (29), Vitamin C mudah teroksidasi dan dipercepat oleh panas, alkali, enzim, oksidator, serta katalis tembaga dan besi. Enzim oksidatif akan aktif jika terjadi perubahan sel akibat adanya kerusakan mekanis dan pembusukan ataupun pelayuan. Jika tidak ada enzim, oksidasi Vitamin C masih akan berlangsung namun dalam kecepetan yang lebih lambat. 24

12 Laju perubahan Vitamin C (mg/1 g bahan/hari),2 -,2 -,4 -,6 -,8 -,1 Keterangan : A1 = % zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A3 = 1% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang Gambar 13. Histogram perubahan Vitamin C terhadap dosis dan jenis serta kondisi kemasan Dari gambar 13. dapat diketahui bahwa penurunan kadar Vitamin C tertinggi dihasilkan oleh seluruh perlakuan pengemasan tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol). Selain itu penurunan kadar Vitamin C tertinggi juga dihasilkan pada penyimpanan buah salak pondoh dalam kondisi kemasan berlubang baik polipropilen mapun polietilen dengan dosis zeolit 5 dan 1%. Penurunan kandungan Vitamin C terendah adalah perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen vakum dengan dosis zeolit 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut interaksi jumlah dosis bahan penyerap dengan jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan, seluruh perlakuan penyimpanan tanpa menggunakan bahan penyerap tidak berbeda secara signifikan antara satu dengan yang lainnya dan seluruhnya berbeda signifikan dengan perlakuan lain yang menggunakan bahan penyerap. Berdasarkan Gambar 13. Interaksi antara jumlah dosis bahan penyerap dengan jenis dan kondisi kemasan ada beberapa perlakuan yang mengalami kenaikan kadar Vitamin C pada akhir penyimpanan. Pristiwa ini dapat terjadi karena dalam beberapa kondisi, asam askorbat dapat terbentuk dari substrat hasil proses respirasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Phan et al., (1986) dimana banyak senyawa-senyawa penting disintesis dari hasil-hasil daur glikolitik dan daur krebs pada proses respirasi. Glukosa-6-PO4 yang dihasilkan dari pemecahan polisakarida dapat berperan sebagai substrat dalam pembentukan asam askorbat. 3. Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut terdiri atas komponen yang larut dalam air seperti glukosa, fruktosa, sukrosa dan protein yang larut dalam air. Total padatan terlarut menunjukkan kadar gula yang terkandung pada buah. Semakin tinggi nilai total padatan terlarut maka semakin besar pula kadar kemanisan buah. Analisis mengenai total padatan terlarut disajikan pada Lampiran 7. Buah salak pondoh kematangan 8%, penurunan total padatan terlarut tertinggi yaitu buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit % (kontrol) dengan nilai laju penurunan sebesar.115 ºBrix per hari, sedangkan penurunan terendahnya adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 1% dengan nilai laju penurunan sebesar.1 ºBrix per hari. Selanjutnya untuk buah salak pondoh kematangan 9%, penurunan total padatan terlarut tertinggi adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 1% dengan nilai laju penurunan sebesar.35 ºBrix per hari, sedangkan penurunan terendahnya adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen lubang dosis zeolit 1% dengan nilai 25

13 laju penurunan sebesar.75 ºBrix per hari. Adapun untuk buah salak pondoh kematangan campuran, penurunan total padatan terlarut tertinggi dengan nilai laju penurunan sebesar.155 ºBrix adalah buah salak yang disimpan dalam kemasan polipropilen lubang dosis zeolit % (kontrol). Sedangkan penurunan total padatan terlarut terendah dengan nilai laju penurunan sebesar.6 ºBrix adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen normal dosis zeolit 1%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis bahan penyerap berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan. Sedangkan jenis dan kondisi kemasan serta interaksi antara jumlah dosis bahan penyerap dengan jenis dan kondisi kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan (Lampiran 7). Laju perubahan total padatan terlarut ºBrix/hari) -,2 -,4 -,6 -,8 A3 A2 A1 -,1 Keterangan : A1 = zeolit % (kontrol) A2= zeolit 5% A3= zeolit 1% Gambar 14. Histogram laju perubahan total padatan terlarut terhadap dosis bahan penyerap Berdasarkan histogram pada Gambar 14. dosis bahan penyerap % (kontrol) memiliki penurunan total padatan terlarut tertinggi dengan laju penurunan sebesar ºBrix per hari. Selanjutnya adalah dosis dosis zeolit 1% dengan laju penurunan sebesar ºBrix, dan dosis zeolit 5% yang memiliki penurunan total padatan terlarut terendah dengan laju penurunan sebesar ºBrix. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis bahan penyerap 5 dan 1% tidak berbeda signifikan, namun keduanya berbeda signifikan dengan perlakuan jumlah dosis % (kontrol) (Lampiran 7). Kandungan total padatan terlarut pada buah salak pondoh akan meningkat saat buah mengalami pematangan dan akan terus mengalami penurunan seiring bertambahnya waktu penyimpanan. Penurunan tersebut dapat terjadi dikarenakan kadar gula sederhana pada daging buah salak yang mengalami perubahan menjadi alkohol, aldehid, dan asam amino. Semakin lama penyimpanan, komponen gula yang terurai akan semakin banyak sehingga gula yang merupakan komponen utama dari total padatan terlarut akan mengalami penurunan. Dari hasil pengujian yang dilakukan, penurunan total padatan terlarut tertinggi adalah perlakuan jumlah dosis % atau penyimpanan buah salak tanpa menggunakan bahan penyerap. hal ini dapat terjadi diduga karena pengaruh dari peningkatan laju respirasi yang terjadi pada buah salak pondoh yang disimpan. Produksi etilen yang seharusnya dapat ditekan seminimal mungkin oleh bahan penyerap tidak dapat dilakuakan dalam kemasan tanpa bahan penyerap, sehingga etilen tetap diproduksi dalam jumlah besar dan dapat mempercepat kegiatan respirasi. Semakin cepat respirasi maka pemecahan polimer karbohidrat akan semakin cepat pula terjadi. 26

14 E. ORGANOLEPTIK Pengujian organoleptik merupakan salah satu cara uji yang dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap mutu produk yang akan dipasarkan. Uji organoleptik pada umumnya dilakukan dengan metode hedonik atau metode tingkat kesukaan. Organoleptik merupakan penilaian seseorang mengenai sifat ataupun kulaitas suatu bahan, dengan beberapa parameter mutu yang diberikan kepada panelis untuk memberikan penilaian (Soekarto, 1985). Dalam penelitian ini pengujian organoleptik dilakukan pada hari ke-1, ke-1 dan ke-2 penyimpanan, sedangkan beberapa parameter uji yang diberikan adalah penilaian terhadap tekstur, aroma, rasa dan penerimaan secara umum terhadap sampel yang diberikan yaitu berupa buah salak pondoh. 1. Tekstur Parameter uji tekstur yang diberikan kepada panelis digunakan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap tekstur utuh buah salak pondoh secara utuh. Penilaian tekstur dapat dilihat dari segi penampakan kulit buah, kesegaran buah dan kekerasan buah. Selama penyimpanan, buah salak pondoh cenderung mengalami penurunan susut bobot yang ditandai dengan perubahan-perubahan pada bentuk dan kesegaran buahnya. Menurut Pantastico (1986), penilaian tekstur akan mempengaruhi rasa buah bila diraba sebab tekstur akan menentukan ketegaran, kelunakan, kandungan cairan buah, berserabut, dan bertepung bagi buah dan sayuran. Tingkat kematangan buah salak pondoh juga berpengaruh pada tekstur buah. Buah salak pondoh kematangan 8% memiliki tektur yang lebih keras dibandingkan dengan buah salak pondoh kematangan 9%. Buah salak pondoh kematangan campuran, tekstur buah lebih bervariasi dan beragam tergantung usia pemanenan buahnya. Pada hari ke-1 penyimpanan, tekstur buah salak pondoh masih sama seperti pada awal penyimpanan dilakukan, dan penilaian panelis masih menunjukkan respon yang positif. Adanya zeolit sebagai bahan penyerap dapat menghambat laju etilen yang dihasilkan buah, sehingga pelunakan buah atau perubahan tekstur buah akibat pematangan dan adanya reaksi metabolisme dapat diminimalkan. Berikut pada Gambar 15. disajikan histogram persentase tingkat kesukaan panelis terhadap tektur buah salak pondoh dengan tingkat kematangan 8%. 1 % Kesukaan H H H Keterangan : A1 = % zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A3 = 1% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang Gambar 15. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh tingkat kematangan 8% 27

15 Berdasarkan persentase tingkat kesukaan panelis untuk tekstur buah salak pondoh dengan kematangan 8%, perlakuan menggunakan dosis zeolit 5% dalam kemasan polietilen vakum dan dosis zeolit 1% dalam kemasan polipropilen normal lebih disukai panelis dibanding dengan beberapa perlakuan lainnya. Pada umumnya hingga hari ke-1 penyimpanan, tekstur buah salak pondoh masih sama seperti pada awal buah salak pondoh disimpan sehingga beberapa panelis memberikan respon yang positif. Pada hari ke-21 penyimpanan, penilaian panelis terhadap tekstur buah salak mulai berkurang. Sedangkan sampai hari ke-21 penyimpanan tektur buah salak yang disimpan dengan dosis zeolit 5 dan 1% dengan kemasan polietilen lubang masih menjadi pilihan paling disukai panelis. Pada tingkat kematagan 9%, tekstur buah salak pondoh hingga hari ke-1 penyimpanan paling disukai panelis adalah perlakuan penyimpanan dengan dosis zeolit 5% dalam kemasan polipropilen normal. Berbeda dengan kematangan 8%, kematangan 9% penurunan kesukaan panelis terhadap tekstur buah salak lebih tinggi hingga hari ke-21 penyimpanan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada dasarnya buah salak kematangan 8% memiliki tekstur buah yang lebih keras pada awal penyimpanan, sedangkan buah salak kematangan 9% telah memasuki tahap matang sehingga tekstur buah masir atau sedikit lebih lembek. Berikut pada Gambar 16. disajikan histogram persentase kesukaan panelis terhadap tekstur buah salak pondoh kematangan 9%. % Kesukaan H H H Keterangan : A1 = % zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A3 = 1% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang Gambar 16. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh kematangan 9% Persentase kesukaan untuk kematangan campuran sesuai pada Gambar 17. dimana hingga hari ke-21 penyimpanan, perlakuan dosis zeolit 1% dalam kemasan polipropilen normal paling disukai panelis. Kematangan campuran pada dasarnya terdiri dari beberapa macam buah salak dengan umur panen yang bermacam dan bervariasi, namun dalam penelitian kali ini sebagaian besar yang ada dalam kematangan campuran adalah buah salak dengan umur panen antara bulan dari masa penyerbukan bunga atau sama dengan kematangan 9%. Oleh karena itu, maka penilaian panelis pada tingkat kematangan ini tidak jauh berbeda dengan tingkat kematangan 9%, sehingga penurunan respon penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan lebih tinggi dibandingkan buah salak kematangan 8%. 28

16 % Kesukaan H H H Keterangan : A1 = % zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A3 = 1% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang Gambar 17. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh kematangan campuran Pada umumnya tekstur buah salak akan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu penyimpanan. Pelunakan tekstur buah salak disebabkan karena degradasi komponen-komponen dinding sel seperti pektin. Pektin yang tidak larut dalam air berupa protopektin akan berubah menjadi pektin yang larut dalam air selama penyimpanan akibat adanya proses metabolisme, sehingga menyebabkan pelunakan pada buah. Pada suhu dingin, aktifitas enzim yang berperan dalam degradasi tersebut dapat dihambat sehingga tekstur buah salak pondoh yang disimpan relatif lebih keras. Namun kandungan pektin dalam buah salak tidak terlalu besar sehingga penurunan kekerasan lebih banyak disebabkan karena kehilangan air selama penyimpanan. Menurut Broune (1976), pengaruh lunaknya buah-buahan karena terjadinya perubahan komposisi dinding sel akibat perubahan tugor dinding sel yang memengaruhi kerenyahan dan kesegaran buah. Kehilangan tugor disebabkan membesarnya vakuola karena sel perenkim yang menyerap air. 2. Aroma Aroma yang khas selalu timbul di sekitar buah-buahan yang sedang masak. Senyawa-senyawa utama yang ditemuakan adalah ester-ester alkohol alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek. Melalui indera penciuman, aroma biasanya digunakan sebagai parameter untuk menentukan rasa. Aroma khas buah salak pondoh dapat mengalami perubahan selama penyimpanan berlangsung. Perubahan ini terjadi lebih banyak diakibatkan oleh adanya akumulasi gas CO 2 yang ada di dalam kemasan sehingga terjadi reaksi fermentasi yang dapat merusak aroma buah yang disimpan. Aroma yang dihasilkan buah salak berbeda antara satu kematangan dengan kematangan lainnya. Buah salak kematangan 9%, aroma khas buah lebih tajam terasa dibandingkan dengan buah salak kematangan 8%. Hal ini dikarenakan buah salak kematangan 9% kondisi buah dalam keadaan matang dan masir sehingga aroma yang dihasilkan oleh buah ini lebih tajam. Dari berbagai perlakuan yang diberikan, untuk buah salak pondoh kematangan 8% aroma buah salak yang disimpan sampai hari ke-1 paling disukai panelis adalah penyimpanan buah salak dengan dosis zeolit 1% dalam kemasan polipropilen vakum dan normal (tanpa lubang). Selama penyimpanan cenderung terjadi penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma buah salak yang disimpan, hingga hari ke-21 penyimpanan aroma buah salak yang paling disukai panelis adalah perlakuan penyimpanan dengan 29

17 dosis zeolit 1% yang dikemas dalam kemasan polipropilen normal atau tanpa lubang. Persentse kesukaan panelis terhadap aroma buah salak kematangan 8% disajikan pada Gambar %Kesukaan H H H Keterangan : A1 = % zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A3 = 1% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang Gambar 18. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh kematangan 8% 1 % Kesukaan H H H Keterangan : A1 = % zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A3 = 1% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang Gambar 19. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh pada tingkat kematangan 9% Berdasarkan Gambar 19. dapat diketahui bahwa buah salak kematangan 9%, aroma buah salak paling disukai panelis hingga hari ke-1 adalah perlakuan penyimpanan dengan dosis zeolit 5% dalam kemasan polietilen normal atau tanpa lubang. Namun perubahan persentase kesukaan terjadi pada hari ke-21. Pada hari ke-21 penyimpanan, pilihan konsumen terhadap aroma buah salak paling disukai adalah penyimpanan buah salak dengan dosis zeolit 5 dan 1% dalam kemasan polipropilen dan polietilen lubang. Hal ini dapat terjadi diduga karena dalam kemasan, kandungan oksigen rendah 3

18 dan kandungan karbondiokasida tinggi sehingga terjadi akumulasi karbon dioksida yang menyebabkan terjadinya fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ulrich (1986), perubahan aroma selama penyimpanan dapat disebabkan juga oleh adanya kandungan oksigen yang terlalu rendah. Bila selama penyimpanan tidak terdapat oksigen atau rendahnya konsentrasi oksigen maka buah akan tercekik (pernafasan terhenti) sehingga akan timbul alkohol dan aroma yang buruk. Dalam kemasan berlubang karbondioksida yang dihasilkan buah selama respirasi dapat keluar melalui lubang dalam kemasan, selain itu kebutuhan oksigen juga dapat tercukupi sehingga akumulasi karbondioksida dapat dicegah. Berbeda pada kemasan tanpa lubang, ketika oksigen telah habis digunakan dalam proses metabolisme tidak ada asupan oksigen dari luar kemasan, begitu juga karbondioksida yang tidak dapat keluar dari kemasan karena tidak adanya lubang sebagai media sirkulasi. % Kesukaan H H H Keterangan : A1 = % zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A3 = 1% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang Gambar 2. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh kematangan campuran. Berbeda dengan dua tingkat kematangan sebelumnya, buah salak pondoh kematangan campuran (Gambar 2) hasil penilaian uji hedonik aroma buah salak menunjukkan bahwa buah salak yang disimpan tanpa menggunakan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap (kontrol), menjadi pilihan yang paling disukai oleh panelis hingga hari ke-1 penyimpanan. Namun pada hari ke-21 buah salak tanpa bahan penyerap sudah tidak mampu bertahan (rusak atau busuk). Hal ini dapat terjadi mungkin dikarenakan dalam perlakuan kontrol hingga hari ke-1 kebutuhan O 2 masih tersedia dan belum terjadi akumulasi CO 2. Selama penyimpanan berlangsung, buah-buahan akan melakukan proses metabolisme, termasuk respirasi di dalamnya. Proses respirsi yang dilakukan, selain karena pengaruh etilen yang dihasilkan oleh buah, proses respirasi juga memerlukan oksigen untuk mengahsilkan energi. Ketika oksigen di dalam kemasan telah habis digunakan dalam kegiatan respirasi, maka respirasi yang terjadi akan bersifat anaerobik. Proses respirasi yang bersifat anaerobik inilah yang akan mempengaruhi aroma dan rasa pada buah yang disimpan dalam kemasan, karena respirasi anaerobik akan menghasilkan atanol dan etanal akibat akumulasi karbondioksida yang ada di dalam kemasan. Pada umumnya selama penyimpanan terjadi penurunan penilain skor panelis terhadap aroma buah salak yang disimpan. Menurut Ulrich (1986), penurunan atau penyimpangan aroma dapat 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Kulit Manggis Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu dari suatu produk hortikultura. Buah manggis merupakan salah satu buah yang mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu 3 TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu Pisang (Musa spp. L) merupakan tanaman asli Asia Tenggara. Pisang termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, keluarga Musaceae.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ASPEK FISIKO-KIMIA SELAMA PENYIMPANAN 1. Persen Kerusakan Persen kerusakan menyatakan persentase jumlah buah yang rusak setiap pengamatan. Semakin lama penyimpanan, jumlah buah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Penyakit Pascapanen Salak Pondoh Berdasarkan pengamatan identifikasi dapat diketahui bahwa salak pondoh yang diserang oleh kapang secara cepat menjadi busuk

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT

TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT II. TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT Secara sistematis tanaman tomat dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Sub Divisi : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas

Lebih terperinci

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mengetahui prinsip penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui tujuan penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui jenis

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Salak Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini tumbuh subur di daerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam keluarga Palmae yang diduga dari Pulau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. Buah mudah sekali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor keadaan fisik buah yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu 4 TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu Pisang merupakan tanaman yang termasuk kedalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas monokotiledon (berkeping satu) ordo Zingiberales dan famili Musaseae.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Wortel Segar Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respirasi Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENYIMPANAN DINGIN Diperlukan untuk komoditi yang mudah rusak, karena dapat mengurangi Kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya Proses penuaan karena

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses respirasi setelah pemanenan. Klimakterik menghasilkan etilen lebih banyak sehingga mempercepat terjadinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. PISANG CAVENDISH Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Di Indonesia, pisang ini lebih dikenal dengan sebutan pisang ambon

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae

TINJAUAN PUSTAKA. Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae yang berasal dari daerah subtropis. Buah terung belanda saat ini telah banyak dibudidayakan oleh petani

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan. Penentuan kadar serat kasar Kadar serat kasar dianalisa dengan menggunakan metode Sudarmadji dkk, 1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml kemudian ditambahkan 200 ml H 2 SO4

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) memiliki ciri diameter sekitar 3,1 cm. Panen pisang Cavendish dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang Cavendish memiliki nilai gizi yang tinggi, kaya karbohidrat, antioksidan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu tanaman yang cukup penting di Indonesia, yang

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu tanaman yang cukup penting di Indonesia, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pisang merupakan salah satu tanaman yang cukup penting di Indonesia, yang tergolong ke dalam famili Musaceae. Daerah sentra produksi pisang di Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kosentrasi Kalsium Klorida (CaCl 2 ) terhadap Pematangan dan Kualitas Buah Pisang Ambon Kuning ( Musa paradisiaca Var Sapientum) Berdasarkan penelitian yang telah

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai

I. TINJAUAN PUSTAKA. kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tomat Rampai Tomat rampai memiliki banyak sebutan nama antara lain: tomat ranti,tomat kismis, cung, tomat liar atau currant tomato. Bentuk tanaman tomat rampai sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci