KAJIAN PENYIMPANAN RAJANGAN BENGKUANG DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENYIMPANAN RAJANGAN BENGKUANG DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF"

Transkripsi

1 KAJIAN PENYIMPANAN RAJANGAN BENGKUANG DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: AGOENG PRAYITNO LESTARIANTO F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR i

2 Judul Skripsi Nama NIM : Kajian Penyimpanan Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi Aktif : Agoeng Prayitno Lestarianto : F Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik I Dosen Pembimbing Akademik II (Ir. Putiati Mahdar, M. App. Sc) (Prof. Dr. Hadi K. Purwadaria, M. Sc) NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen (Dr. Ir. Desrial, M. Eng) NIP : Tanggal Lulus : ii

3 RINGKASAN AGOENG PRAYITNO LESTARIANTO. F Kajian Penyimpanan Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Aktif. Dibawah bimbingan Ir. Putiati Mahdar, M.App.Sc dan Prof. Dr. Ir. Hadi K Purwandaria, M.Sc Bengkuang merupakan salah satu umbi yang cukup digemari oleh masyarakat, karena rasanya yang segar, harganya murah dan dalam bentuk mentah dapat dikonsumsi langsung. Di Indonesia sendiri ada 24 jenis bengkuang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu bengkuang masih sangat potensial untuk dikembangkan, baik sebagai bahan pangan maupum obatobatan. Umbi bengkuang selain mengandung karbohidrat juga cukup kaya akan mineral, terutama kalsium dan fosfor. Kandungan vitamin C-nya juga cukup tinggi bila dibandingkan dengan umbi jenis lain, yaitu sebanyak 20 mg dalam 100 g bahan yang dapat dimakan. Disamping itu tanaman ini memiliki beberapa kelebihan dari tanaman sejenis lainnya yaitu dapat hidup di sembarang tanah baik tanah kering maupun tanah basah, tahan dengan air hujan, mampu menghambat pertumbuhan alang-alang, dapat menyuburkan tanah seperti suku Leguninosae lainnya, dan umbinya dapat diambil sepanjang tahun Namun demikian, banyak petani yang enggan untuk mengembangkannya, hal ini disebabkan oleh karena rendahnya harga jual terutama pemanfaatan yang belum banyak dikembangkan menjadi produk olahan yang lebih menarik. Pada saat ini pemanfaatan umbi bengkuang masih terbatas sebagai bahan pencampur yang tidak bersifat memperpanjang daya simpan seperti rujak, asinan, atau dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Sedangkan pengolahan dalam bentuk tahan lama, seperti dikalengkan, dibuat manisan, tepung, kripik, sari umbi dan lain-lain belum dilakukan. Dalam penelitian ini, dipelajari pengaruh perlakuan atmosfer termodifikasi terhadap penyimpanan rajangan bengkuang dalam kemasan atmosfer termodifikasi aktif. Pada penelitian awal dilakukan pengamatan terhadap laju respirasi rajangan bengkuang pada tiga kondisi yang berbeda yaitu suhu 5 O C, 10 O C, dan suhu ruang. Laju repirasinya untuk O 2 berturut-turut adalah 8.85 ml/kg.jam, ml/kg.jam dan ml/kg.jam. Sedangkan hasil pengukuran laju respirasi untuk CO 2 pada suhu 5 O C, 10 O C dan suhu ruang berturut-turut sebagai berikut 6.77 ml/kg.jam, ml/kg.jam dan ml/kg.jam. Dari data laju respirasi ditentukan suhu 5 O C sebagai suhu penyimpanan. Tahap selanjutnya, berdasarkan nilai konsentrasi O 2 dan CO 2 pada suhu 5 O C telah ditentukan komposisi gas yang akan digunakan dalam pengemasan rajangan bengkuang adalah sebagai berikut (1) 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2, (2) 14-16% O 2 dan 4-6% CO 2, (3) 13-15% O 2 dan 3-5% CO 2, (4) 14-16% O 2 dan 3-5% CO 2, (5) 21% O 2 dan 0.03% CO 2. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 6, 8, dan 10 yang meliputi susut bobot, kekerasan, L (kecerahan), TPT (Total Padatan terlarut), dan nilai organoleptik. Penentuan pengaruh komposisi atmosfer dan suhu penyimpanan produk diuji menggunakan analisis statistik uji Anova dan analisis iii

4 Duncan. Dari pengamatan tahap ini berdasarkan perubahan organoleptik dan susut bobot maka ditentukan komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 sebagai komposisi optimum yang digunakan pada penelitian tahap selanjutnya. Pada tahap ini berdasarkan komposisi gas terpilih maka dipilihlah plastik Stretch Film dan White Stretch Film sebagai kemasan. Pada penyimpanan berdasarkan atmosfer termodifikasi pasif kondisi optimum rajangan bengkuang yang disimpan pada kedua kemasan tidak tercapai. Komposisi atmosfer pada kemasan Komposisi atmosfer termodifikasi pasif pada kemasan stretch film berkisar antara 14.33% % untuk O 2 dan berkisar antara 0.14% % untuk CO 2. Sedangkan pada kemasan white stretch film konsentrasi O 2 berkisar antara 12.33% % dan berkisar antara 0.72% % untuk konsentrasi CO 2 selama penyimpanan sampai hari ke-10. Sedangkan komposisi atmosfer termodifikasi aktif pada kemasan stretch film berkisar antara 14.33% % untuk O 2 dan berkisar antara 0.14% % untuk CO 2. Sedangkan pada kemasan white stretch film konsentrasi O 2 berkisar antara 12.33% % dan berkisar antara 0.72% % untuk konsentrasi CO 2. selama penyimpanan sampai hari ke-10. Rajangan bengkuang yang dikemas dengan stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif memiliki umur simpan sampai 8 hari. Sedangkan White stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif memiliki umur simpan sampai 6 hari. Untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif memiliki umur simpan sampai 3 hari dan rajangan bengkuang yang dikemas dengan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif memiliki umur simpan sampai 4 hari. Dari hasil penelitian ini secara umum kemasan atmosfer termodifikasi pasif lebih baik dalam menyimpan rajangan bengkuang dari pada kemasan atmosfer termodifikasi aktif. iv

5 RIWAYAT HIDUP Penulis memulai pendidikan formal di TK Dhama Wanita 06 pada tahun Selanjutnya pada tahun 1993 sampai dengan 1999 penulis melanjutkan pendidikannya di SDN Kidangbang 1. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikannya di SLTPN 01 Wajak pada tahun Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikannya ke SMAN 01 Gondanglegi dan lulus pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor malalui jalur USMI dan progam studi yang dipilih adalah Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahun 2007 penulis memilih laboratorium Teknik Pengolahan Pangan Hasil Pertanian. Penulis melakukan praktek lapangan di PG. Krebet Baru II Malang, Jawa Timur. Topik yang dipelajari adalah Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula Pasir Pada PG Krebet Baru II Malang, Jawa Timur. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam beberapa organisasi seperti BEM TPB, KOPMA IPB, AREMA IPB, HIMATETA, ESC CLUB TEP. Penulis pernah mengikuti Kontes Robot Cerdas Indonesia selama 2 tahun berturut-turut pada tahun 2008 dan Penulis juga mewakili IPB dalam Lomba Cipta Elektronik Indonesia di Institut Teknologi Sepuluh November pada tahun Sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian dengan judul Kajian Penyimpanan Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Aktif di bawah bimbingan Ir. Putiati Mahdar, M.App.sc dan Prof. Dr. Ir. Hadi K Purwandaria, M.Sc. v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, kekuatan, perlindungan dan pertolongan yang telah diberikan-nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KAJIAN PENYIMPANAN RAJANGAN BENGKUANG DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama kami melaksanakan praktek lapang, terutama kepada: 1. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang telah memberikan dukungan sehingga memperlancar dan mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini 2. Ir. Putiati Mahdar, M.App.Sc dan Prof. Dr. Hadi K Purwadaria, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. 3. Dr. Ir Lilik Pujiantoro M. Agr Selaku dosen penguji yang memberikan saran dan koreksi kepada penulis 4. Bapak Sulyaden yang telah banyak membantu dalam melaksanakan penelitian. 5. Staf Departemen Teknik Pertanian yang telah memberikan ilmunya selama penulisan di IPB. 6. Seluruh keluarga besar TEP khususnya TEP 42 dan RC (Rumah Cinta) atas doa dan semangatnya 7. Nila Rosa Puewanti atas perhatian dan semangatnya. Semoga skripsi ini dapat digunakan sebagai referensi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan bermanfaat dalam meleksanakan penelitian selanjutnya. Penyusun i

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. BOTANI... 4 B. LAJU RESPIRASI PADA TANAMAN... 8 C. PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH... 9 D. KESETIMBANGAN KONSENTRASI GAS O 2 DAN CO E. PENYIMPANAN DENGAN ATMOSFER TERMODIFIKASI F. PENYIMPANAN SISTEM ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF DAN PASIF G. PENGOLAHAN MINIMAL H. KEMASAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT B. BAHAN DAN ALAT C. PROSEDUR PENELITIAN D. PENGAMATAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI ii

8 B. PENENTUAN KOMPOSISI ATMOSFER OPTIMUM UNTUK PENYIMPANAN C. PENENTUAN JENIS FILM DAN PERANCANGAN KEMASAN D. PENYIMPANAN RAJANGAN BENGKUANG DALAM KEMASAN FILM DENGAN ATMOSFER TERMODIFIKASI PASIF DAN ATMOSFER TERMODIFIKASI AKTIF V. SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi zat gizi umbi bengkuang... 7 Tabel 2. Karateristik penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran Tabel 3. Permeabilitas terhadap O 2 dan CO 2 berbagai jenis film plastik Tabel 4. Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan 17 Tabel 5. Berat optimum rajangan bengkuang yang dikemas dalam kemasan Stretch Film Tabel 6. Berat optimum rajangan bengkuang yang dikemas dalam kemasan White Stretch Film iv

10 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Klasifikasi ilmiah bengkuang Gambar 2. Ilustrasi botani bengkuang Gambar 3.Bunga tanaman bengkuang Gambar 4. Skema pengemasan atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Gambar 5. Bagan prosedur penelitian Gambar 6. perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu ruang Gambar 7. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 10 O C Gambar 8. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 5 O C Gambar 9. Laju produksi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 5 O C Gambar 10. Laju produksi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 10 O C Gambar 11. Laju produksi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu ruang (27 O C) Gambar 12. Grafik perubahan susut bobot rajangan bengkuang Gambar 13. Grafik perubahan kecerahan rajangan bengkuang Gambar 14. Grafik perubahan kekerasan rajangan bengkuang Gambar 15. Grafik perubahan total padatan terlarut pada rajangan bengkuang Gambar 16. Grafik batas penerimaan konsumen pada rajangan bengkuang Gambar 17. Jenis film kemasan terpilih untuk rajangan bengkuang pada kurva permeabilitas O 2 dan CO Gambar 18. Grafik perubahan konsentrasi O 2 dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif Gambar 19. Grafik perubahan konsentrasi O 2 dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif v

11 Gambar 20. Grafik perubahan konsentrasi CO 2 dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif Gambar 21. Grafik perubahan konsentrasi CO 2 dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif Gambar 22. Perubahan susut bobot pada kemasan Stretch film dengan atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Gambar 23. Grafik perubahan susut bobot dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Gambar 24. Perbandingan akumulasi uap air pada kemasan Stretch film dan White stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif Gambar 25. Perbandingan akumulasi uap air pada kemasan Stretch film dan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif Gambar 26. Grafik perubahan kekerasan dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Gambar 27. Grafik perubahan kekerasan dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Gambar 28. Grafik perubahan total padatan terlarut dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif Gambar 29. Grafik perubahan total padatan terlarut dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif Gambar 30. Grafik perubahan kecerahan dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif Gambar 31. Grafik perubahan kecerahan dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif Gambar 32. Grafik perubahan organoleptik rata-rata keseluruhan dalam kemasan Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif Gambar 33. Grafik perubahan organoleptik rata-rata keseluruhan dalam kemasan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif vi

12 Gambar 34. Perubahan secara visual pada rajangan bengkuang yang dikemas stretch film dan white stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif pada 10 hari vii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Tabel konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang pada suhu 5 O C 62 Lampiran 2. Tabel konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang pada suhu 10 O 63 Lampiran 3. Tabel konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang pada suhu ruan 64 Lampiran 4. Tabel laju respirasi rajangan bengkuang pada suhu 5 O C Lampiran 5. Tabel laju respirasi rajangan bengkuang pada suhu 10 O C Lampiran 6. Tabel laju respirasi rajangan bengkuang pada suhu ruang Lampiran 7. Tabel Total Padatan Terlarut rajangan bengkuang pada beberapa komposisi atmosfer selama penyimpanan Lampiran 8. Tabel kekerasan rajangan bengkuang pada beberapa komposisi atmosfer selama penyimpanan Lampiran 9. Tabel susut bobot rajangan bengkuang pada beberapa komposisi atmosfer selama penyimpanan Lampiran 10. Tabel nilai L (kecerahan) rajangan bengkuang pada beberapa komposisi atmosfer selama penyimpanan Lampiran 11. Tabel nilai organoleptik rajangan bengkuang pada beberapa komposisi atmosfer selama penyimpanan Lampiran 12. Analisis sidik ragam dan uji lanjut duncan perubahan kekerasan pada rajangan bengkuang selama penyimpanan Lampiran 13. Analisis sidik ragam dan uji lanjut duncan perubahan Total Padatan Terlarut pada rajangan bengkuang selama penyimpanan Lampiran 14. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan perubahan kecerahan pada rajangan bengkuang selama penyimpanan Lampiran 15. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan perubahan susut bobot pada rajangan bengkuang selama penyimpanan Lampiran 16. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan perubahan organoleptik pada rajangan bengkuang selama penyimpanan Lampiran 17. Tabel susut bobot (gram) rajangan bengkuang selama penyimpana pada kemasan stretch film dan white stretch film dalam atmosfer termodifikasi pasif viii

14 Lampiran 18. Tabel susut bobot (gram) rajangan bengkuang selama penyimpana pada kemasan stretch film dan white stretch film dalam atmosfer termodifikasi aktif Lampiran 19. Tabel Total Padatan Terlarut (% brix) rajangan bengkuang selama penyimpana pada kemasan stretch film dan white stretch film dalam atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Lampiran 20. Tabel kekerasan (kgf) rajangan bengkuang selama penyimpana pada kemasan stretch film dan white stretch film dalam atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Lampiran 21. Tabel perubahan nilai L (kecerahan) rajangan bengkuang selama penyimpana pada kemasan stretch film dan white stretch film dalam atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Lampiran 22. Tabel perubahan nilai organoleptik warna rajangan bengkuang selama penyimpana pada kemasan stretch film dan white stretch film dalam atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Lampiran 23. Tabel perubahan nilai organoleptik rasa rajangan bengkuang selama penyimpana pada kemasan stretch film dan white stretch film dalam atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Lampiran 24. Tabel perubahan nilai organoleptik aroma rajangan bengkuang selama penyimpana pada kemasan stretch film dan white stretch film dalam atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Lampiran 25. Tabel perubahan nilai organoleptik kekerasan rajangan bengkuang selama penyimpana pada kemasan stretch film dan white stretch film dalam atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Lampiran 26. Tabel perubahan nilai organoleptik tekstur rajangan bengkuang selama penyimpana pada kemasan stretch film dan white stretch film dalam atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Lampiran 27. Nilai konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan stretch film dan white stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif Lampiran 28. Nilai konsentrasi CO 2 dan O 2 pada kemasan stretch film dan white stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif ix

15 Lampiran 29. Analisis sidik ragam perubahan susut bobot rajangan bengkuang selama penyimpaan Lampiran 30. Analisis sidik ragam perubahan kekerasan rajangan bengkuang selama penyimpaan Lampiran 31. Analisis sidik ragam perubahan Total Padatan Terlarut rajangan bengkuang selama penyimpaan Lampiran 32. Analisis sidik ragam perubahan L (kecerahan) rajangan bengkuang selama penyimpaan Lampiran 33. Analisis sidik ragam perubahan Organoleptik rajangan bengkuang selama penyimpaan x

16 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Banyak sekali umbi-umbian yang dapat ditanam di Indonesia, baik umbiumbian tropis maupun umbi-umbian subtropis. Namun hanya umbi-umbian tertentu saja yang sudah dikembangkan secara besar-besaran sebagai usaha perkebunan, seperti ketela pohon, ketela rambat dan lain-lain. Sebetulnya masih banyak jenis umbi lain yang belum dimanfaatkan secara optimal sebagai salah satu sumber nutrisi yang murah. Bengkuang merupakan salah satu umbi yang cukup digemari oleh masyarakat, karena rasanya yang segar, harganya murah dan dalam bentuk mentah dapat dikonsumsi langsung. Di Indonesia sendiri ada 24 jenis bengkuang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu bengkuang masih sangat potensial untuk dikembangkan, baik sebagai bahan pangan maupum obatobatan. Umbi bengkuang selain mengandung karbohidrat juga cukup kaya akan mineral, terutama kalsium dan fosfor. Kandungan vitamin C-nya juga cukup tinggi bila dibandingkan dengan umbi jenis lain, yaitu sebanyak 20 mg dalam 100 g bahan yang dapat dimakan. Disamping itu tanaman ini memiliki beberapa kelebihan dari tanaman sejenis lainnya yaitu dapat hidup di sembarang tanah baik tanah kering maupun tanah basah, tahan dengan air hujan, mampu menghambat pertumbuhan alang-alang, dapat menyuburkan tanah seperti suku Leguninosae lainnya, dan umbinya dapat diambil sepanjang tahun Namun demikian, banyak petani yang enggan untuk mengembangkannya, hal ini disebabkan oleh karena rendahnya harga jual terutama pemanfaatan yang belum banyak dikembangkan menjadi produk olahan yang lebih menarik. Pada saat ini pemanfaatan umbi bengkuang masih terbatas sebagai bahan pencampur yang tidak bersifat memperpanjang daya simpan seperti rujak, asinan, atau dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Sedangkan pengolahan dalam bentuk tahan lama, seperti dikalengkan, dibuat manisan, tepung, kripik, sari umbi dan lain-lain belum dilakukan. Dalam penelitian ini akan dicoba untuk memanfaatkan umbi bengkuang menjadi rajangan (olahan minimal) berupa salad. Hal tersebut dilakukan karena 1

17 rajangan berbentuk salad akhir-akhir ini banyak diminati oleh konsumen. Rajangan berbentuk salad ini selain sebagai salad biasanya digunakan sebagai asinan, rujak di daerah-daerah tertentu, lumpia, dan masih banyak makananmakanan lainnya. Rajangan bengkuang tersebut akan dilakukan penyimpanan dalam kemasan atmosfer termodifikasi aktif. Diharapkan rajangan bengkuang ini memiliki daya simpan yang lebih lama dan tampilan kemasan yang lebih menarik serta siap untuk dikonsumsi. Manfaat buah dan sayuran yang diolah minimal adalah untuk memudahkan produk dikonsumsi dan didistribusikan dalam keadaan segar ke konsumen. Kelemahan dari pengolahan minimal yaitu produk akan mengalami penurunan kualitas terutama pada warna dan tekstur yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme, sehingga masa simpan menjadi berkurang. Modified Atmosphere Packaging (MAP) merupakan suatu pengendalian lingkungan dalam kemasan yang dapat mengurangi kadar O 2 dan menaikkan kadar CO 2 sehingga laju respirasi bahan menurun sehingga diperlukan jenis film yang dapat mengatur gas seperti CO 2 dan O 2 yang dapat masuk kedalam kemasan. Selain itu juga harus diperhitungkan cara pemilihan yang tepat untuk jenis kemasan film yang akan digunakan pada penelitian ini. Dengan teknik tersebut dapat diharapkan diperoleh jenis kemasan film yang dapat mencapai kondisi optimum dari umbi bengkuang sehingga dapat memperpanjang kesegaran dan umur simpan. Laju respirasi dapat diekspresikan sebagai laju konsumsi O 2 sehingga laju respirasi dalam kemasan atmosfir termodifikasi selalu dikembangkan dengan berbasiskan penurunan konsentrasi O 2. 2

18 B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu umur simpan terbaik pada sistem atmosfir termodifikasi untuk rajangan segar bengkuang. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Pengukuran laju respirasi pada rajangan bengkuang. 2. Menentukan konsentrasi gas CO 2 dan O 2 dalam teknik penyimpanan MAP aktif untuk rajangan bengkuang. 3. Menentukan jenis film kemasan. 4. Menentukan kualitas dan waktu umur simpan rajangan bengkuang dalam kemasan atmosfer termodifikasi pasif. 5. Menentukan kualitas dan waktu umur simpan rajangan bengkuang dalam kemasan atmosfer termodifikasi aktif. 6. Membandingkan kualitas dan waktu umur simpan rajangan bengkuang dalam kemasan atmosfer termodifikasi aktif dan atmosfer termodifikasi pasif. 3

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI Bengkuang atau bengkoang (Pachyrhizus erosus) dikenal dari umbi (cormus) putihnya yang bisa dimakan sebagai komponen rujak dan asinan atau dijadikan masker untuk menyegarkan wajah dan memutihkan kulit. Tumbuhan yang berasal dari Amerika tropis ini termasuk dalam suku polong-polongan atau Fabaceae. Di tempat asalnya, tumbuhan ini dikenal sebagai xicama atau jícama. Orang Jawa menyebutnya sebagai besusu. (Anonim, 2009). Tanaman bengkuang masuk ke Indonesia dari Manila melalui Ambon. Berawal dari Ambon, bengkuang kemudian dibudidayakan di seluruh pelosok negeri ini. Sentra produksi bengkuang saat ini adalah Jawa, Madura, dan di beberapa daerah lain, terutama di dataran rendah. Varietas yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah bengkuang gajah dan bengkuang badur. Perbedaan di antara kedua jenis bengkuang ini adalah waktu panennya. Varietas bengkuang gajah dapat dipanen ketika usia tanam memasuki empat sampai lima bulan. Varietas bengkuang badur memiliki waktu panen lebih lama. Jenis ini baru dapat dipanen ketika tanamannya berusia tujuh sampai sebelas bulan. Dalam praktik budi daya, tanaman bengkuang sering ditanam di sela-sela tanaman lada. Hal ini dikarenakan akar tanaman bengkuang memiliki kemampuan untuk bersimbiosis dengan Rhizobium yang dapat menambat nitrogen dari udara. Bengkuang merupakan tanaman tahunan yang dapat mencapai panjang 4-5 m, sedangkan akarnya dapat mencapai 2 m. Batangnya menjalar dan membelit, dengan rambut-rambut halus yang mengarah ke bawah. Ilustrasi botani bengkuang menurut blanco dapat dilihat pada Gambar 2. 4

20 Tanaman Bengkuang dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Gambar 1. Klasifikasi ilmiah bengkuang. Daun majemuk menyirip beranak daun 3, bertangkai 8,5-16 cm, anak daun bundar telur melebar, dengan ujung runcing dan bergigi besar, berambut di kedua belah sisinya; anak daun ujung paling besar, bentuk belah ketupat, cm. Gambar 2. Ilustrasi botani bengkuang. 5

21 Bunga berkumpul dalam tandan di ujung atau di ketiak daun, sendiri atau berkelompok 2-4 tandan, panjang hingga 60 cm, berambut coklat. Tabung kelopak bentuk lonceng, kecoklatan, panjang sekitar 0,5 cm, bertaju hingga 0,5 cm. Mahkota putih ungu kebiru-biruan dan gundul. Tangkai sari pipih, dengan ujung sedikit menggulung; kepala putik bentuk bola, di bawah ujung tangkai putik, tangkai putik di bawah kepala putik berjanggut. Buah polong bentuk garis, pipih, panjang 8-13 cm, berambut, berbiji 4-9 butir. Bentuk dari bunga bengkuang dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3.Bunga tanaman bengkuang. Tumbuhan ini membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat seperti gasing dengan berat dapat mencapai 5kg. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbi ini juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86-90%. Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin, yang tidak bisa dicerna tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes atau orang yang berdiet rendah kalori. Umbi bengkuang biasa dijual orang untuk dijadikan bahan rujak, asinan, manisan, atau dicampurkan dalam masakan tradisional seperti tekwan. Umbi bengkuang sebaiknya disimpan pada tempat kering bersuhu 12 C hingga 16 C. 6

22 Suhu lebih rendah mengakibatkan kerusakan. Penyimpanan yang baik dapat membuat umbi bertahan hingga 2 bulan. Bila diperhatikan bentuk umbinya, ternyata ada dua macam yaitu bulat pipih dan bulat panjang. Umbi yang berbentuk bulat pipih lebih baik dari pada yang berbentuk bulat panjang. Kelebihan umbi yang bentuknya bulat pipih antara lain : kulitnya tipis, mudah dikupas, berwarna putih, berair banyak, serat sedikit, mudah dipecah dan rasanya manis. Sedang umbi yang berbentuk bulat panjang kulitnya lebih tebal, sulit dikupas, berwarna sedikit kekuningan, berkadar air rendah, berserat, sulit dipecah dan rasanya tawar (Agus,1993). Umbi bengkuang sering dikonsumsi karena dianggap memberi efek segar. Efek ini muncul karena kandungan air pada umbi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 86 hingga 90 persen. Kadar air yang tinggi dapat menggantikan cairan tubuh, sehingga kita merasa segar. Sifat kimiawi dan efek farmakologis umbi bengkuang adalah manis, dingin, sejuk, dan berkhasiat mendinginkan. Kandungan kimianya adalah pachyrhizon, rotenon, vitamin B1, dan vitamin C, komposisi zat gizi bengkuang bisa dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Komposisi zat gizi umbi bengkuang 7

23 Selain itu, bengkuang juga mengandung mineral tinggi. Mineral yang terkandung dalam bengkuang yang paling dominan adalah fosfor, zat besi, serta kalsium. B. LAJU RESPIRASI PADA TANAMAN Setelah dipanen ternyata sayuran dan buah-buahan juga masih melangsungkan proses respirasi dan artinya sayuran dan buah-buahan setelah dipanen masih hidup (Dede, 2008). Respirasi adalah produksi CO 2, air dan energi dengan mengambil O 2 dari lingkungan. Respirasi adalah suatu proses untuk mengubah zat-zat menjadi energi pada organisme, menjadi perhatian karena pernapasan adalah suatu bagian dasar proses hidup (Danu, 2008). Proses respirasi secara sederhana dapat digambarkan pada reaksi kimia sebagai berikut : C 6 H 12 O 6 + 6O 2 6CO 2 + 2H 2 O + Energi Menurut Pantastico (1989) respirasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan : 1. Pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, 2. Oksidasi gula menjadi asam piruvat, 3. Transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobic menjadi CO 2, air dan energi. Selain itu suatu respirasi juga dapat ditentukan dari jumlah substrat yang hilang, jumlah O 2 yang diserap, CO 2 yang dikeluarkan panas yang dihasilkan serta energi yang ditimbulkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari : 1. Tingkat perkembangan 2. Komposisi kimia jaringan 3. Ukuran produk 4. Pelapisan alami 5. Jenis jaringan Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi respirasi terdiri dari : 1. Etilen 2. Ketersediaan Oksigen 3. Karbondioksida 4. Senyawa pengatur pertumbuhan 8

24 Laju respirasi irisan bit pada suhu 0 O C, 5 O C dan ruang berturut-turut adalah 2.81 ml/kg.jam CO 2 dan 2.59 ml/kg.jam O 2, 5.48 ml/kg.jam CO 2 dan 6.46 ml/kg.jam O 2 dan ml/kg.jam CO 2 dan ml/kg.jam O 2 (Riany, 2008). C. PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH Salah satu cara untuk meningkat masa simpan dari suatu produk pertanian adalah dengan menyimpan produk tersebut dalam suhu rendah. Proses pendinginan dan pembekuan banyak diaplikasikan untuk pengawetan produk segar dan olahan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpannya. Agar umur simpan bahan dan produk pangan dapat optimum, didalam aplikasi pendinginan dan pembekuan, perlu diperhatikan beberapa hal teknis yang dapat mempengaruhi proses pengawetan yang dialami bahan dan produk pangan tersebut. Penyimpanan suhu rendah ini dilakukan pada lemari pendingin atau refrigerator. Ashari (1995), menyatakan rata-rata buah-buahan disimpan pada suhu 0-15 O C dengan kelembapan relatif 80-95%, sedangkan sayuran rata-rata disimpan pada suhu 0-5 O C dengan kelembaban relatif 85-95%. Sedangkan untuk umbi bengkoang disarankan disimpan pada suhu O C, karena jika disimpan pada suhu dibawah suhu tersebut maka bengkoang akan mengalami kerusakan (www. Wikipedia.org.2008). Karateristik penyimpanan buah-buahan dan sayuran disajikan pada Tabel 2. Penyimpanan bahan dan produk pangan pada suhu -2 O C sampai 10 O C diharapkan dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu juga mencegah terjadinya reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan (Muchtadi dan Wulandari, 2008). 9

25 Tabel 2. Karateristik penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran. D. KESETIMBANGAN KONSENTRASI GAS O 2 DAN CO 2 Penyimpanan buah dalam film permeabel merupakan sistem dinamis. Oksigen secara terus menerus digunakan oleh buah untuk melakukan respirasi dan akan menghasilkan gas CO 2, akibat terjadi perbedaan kandungan O 2 antara bagian dalam dan bagian luar kemasan sehingga O 2 akan masuk kedalam kemasan dan akan keluar kemasan (Deily and Rizvi, 1981). Laju respirasi merupakan bagian penting dalam perhitungan pada proses pengemasan produk hortikultura dalam atmosfir termodifikasi. Dengan penggambaran secara matematik untuk mengetahui kesetimbangan masa melalui pendekatan persamaan diferensial ordo pertama, dengan mengasumsikan laju respirasi konstanta sebagai berikut : dy SxKyx( y 1 y) WxRy...(1) dt V V 10

26 dz SxKyx( z 1 z) WxRz...(2) dt V V dimana : K = permeabilitas (ml/m 2.jam) R = laju konsumsi dan produksi O 2 dan CO 2 S = luas permukaan kemasan (m2) T = waktu (jam) V = volume bebas kemasan (ml) W = berat produk (kg) y1 = konsentrasi O 2 normal (%) y = konsentrasi O 2 dalam kemasan (%) z1 = konsentrasi CO 2 normal (%) z = konsentrasi CO 2 dalam kemasan (%) Dari persamaan (1) untuk O 2 diperoleh : Vdy dt SxKyx( y 1 y) WxRy...(3) Kondisi kesetimbangan : dy dt 0 ; y 1 Sehingga : [S x K y x (y 1 y)]= [W x R y ]...(4) W y y1 xry...(5) SKy Dengan persamaan differensial diperoleh : y Sk yt V y( t) ( y ( y1 y)) x...(6) Dengan cara yang sama diperoleh : W z z1 xrz...(7) SKy Sk zt V z( t) ( z ( z1 z)) x...(8) Dimana : 11

27 y = konsentrasi kesetimbangan O 2 yang diduga (%) y(t) = konsentrasi O 2 dalam kemasan sesaat yang diduga (%) z = konsentrasi kesetimbangan CO 2 yang diduga (%) z(t) = konsentrasi CO 2 dalam kemasan sesaat yang diduga (%) Untuk menentukan permeabilitas film kemasan dapat dihitung dengan mentransformasikan persamaan (5) dan (7) sehingga diperoleh persamaan: 1. Permeabilitas film terhadap O 2 WxRy Ky...(9) Sx( y 1 y) 2. Permeabilitas film terhadap CO 2 WxRz Kz...(10) Sx( z 1 z) E. PENYIMPANAN DENGAN ATMOSFER TERMODIFIKASI Penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi adalah metode penyimpanan dengan sistem udara yang terkendali. Biasanya dicirikan dengan menurunkan konsentrasi oksigen dan meningkatkan konsentrasi karbondioksida. Dengan kondisi seperti ini proses metabolisme pada produk dihambat sehingga terjadi penundaan pembusukan (Shohib,2009). Menurut Winarno dan Aman (1981), dengan meningkatnya CO 2 dalam penyimpanan, maka proses pematangan akan terhambat. Hal itu terjadi karena kelebihan CO 2 dapat menggantikan etilen dalam ikatan komplek metalo-enzim, sehingga etilen sudah tidak aktif lagi. Penyimpanan atmosfer termodifikasi terbagi menjadi dua cara yaitu cara aktif dan cara pasif. Pada penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi cara pasif, kesetimbangan antara gas CO 2 dan O 2 didapat melalui perembesan udara kedalam dan keluar ruang kemasan. Untuk mendapatkan dan mempertahankan komposisi udara yang sesuai dalam kemasan maka digunakan film kemasan dengan laju yang sesuai dengan konsumsi O 2 dari komuditas yang disimpan. Sedangkan pada penyimpanan atmosfer termodifikasi cara aktif, kesetimbangan antara gas CO 2 dan 12

28 O 2 pada awal pengemasan dengan komposisi yang sesuai dengan komuditas yang akan disimpan (Maryanti 2007). Finn (1997) memaparkan penyimpanan dalam atmosfer termodifikasi mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan : 1. Umur simpan meningkat % 2. Lebih murah dibandingkan metode lain 3. Distribusi produk lebih luas 4. Kualitas produk sangat baik Kerugian : 1. Membutuhkan kontrol suhu 2. Komposisi gas berbeda untuk setiap produk 3. Membutuhkan peralatan khusus dan operator terlatih. Beberapa hasil penelitian penyimpanan dan atmosfir termodifikasi menghasilkan rekomendasikan sebagai berikut. (Riany, 2008) Untuk penyimpanan irisan bit adalah 1-3% CO 2 dan 7-9 % O 2 pada suhu penyimpanan 0 O C, untuk penyimpanan wortel terolah minimal adalah 2% O 2 dan 2% CO 2 pada suhu penyimpanan 5 O C (Yanie, 2006). F. PENYIMPANAN SISTEM ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF DAN PASIF Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk yang segar, alami dan baik, beberapa usaha telah dilakukan dalam mengembangkan metode baru untuk pengolahan minimal dan kemasan atmosfer termodifikasi. Penelitian tentang sistem atmosfer termodifikasi pada umumnya berhubungan dengan pengaruh komposisi gas dalam kemasan terhadap produk. Pengaturan atmosfer ini dilakukan dengan banyak contoh yang berulang-ulang. Atmosfer termodifikasi mempengaruhi respirasi buah. Hal ini dapat dibuktikan bahwa kehilangan karbohidrat rata-rata oleh respirasi antara 1.2 dan 1.4 kali lebih cepat dalam udara biasa daripada dalam N 2 yang mengandung 10% O 2 dan diantaranya 1.35 dan 1.4 lebih cepat bila tidak ada CO 2 daripada kalau ada 10% CO 2. Jadi buah yang diambil dari penyimpanan dingin biasa menunjukkan laju 13

29 respirasi yang lebih tinggi daripada buah yang disimpan dalam udara terkendali (Pantastico, 1975). Penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi ini dibedakan menjadi dua, yaitu teknik pasif dan teknik aktif. Penelitian-penelitian umum biasa dilakukan untuk teknik penyimpanan ini adalah atmosfir termodifikasi pasif (MAP pasif) dimana udara langsung dimasukkan kedalam kemasan film yang terpilih. Kemasan film yang digunakan akan membatasi perpindahan gas kedalam atau keluar kemasan sesuai permeabilitas terhadap O 2 dan CO 2. Seiring dengan waktu sistem akan mencapai titik keseimbangan atmosfir termodifikasi dimana konsentrasi O 2 lebih rendah dan CO 2 lebih tinggi dibandingkan kondisi udara normal awal (CO 2 : 0.03%, O 2 : 21%). Berbeda dengan atmosfir termodifikasi pasif, pada atmosfir termodifikasi aktif (MAP aktif) ini, komposisi gas dalam kemasan ditentukan terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengontrol udara dalam kemasan dengan menambahkan CO 2 atau mengurangi O 2 dibantu dengan alat Continous Gas Analyzer sehingga komposisi gas awal dalam kemasan yang dapat tercapai. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan MAP aktif ini adalah pada holy basil (ocimum sanctuml. khao ) sejenis tumbuhan herba disimpan dalam kemasan PE dengan memasukkan 5% CO2 dan ethylene absorbent mempertahankan kualitas produk terbaik selama penyimpanan. (Wongs-Aree and Jirapong, 2007). Pada kubis dengan kombinasi kemasan film PFP dengan memasukkan 5-8% O 2 dan suhu 5 0 C pada MAP aktif dapat mengurangi laju kerusakan kubis selama penyimpanan (Hu, et al., 2007). Skema perbedaan pengemasan rajangan bengkuang pada kemasan atmosfer termodifikasi aktif dan pasif dapat dilihat pada Gambar 4. 14

30 Gambar 4. Skema pengemasan atmosfer termodifikasi aktif dan pasif G. PENGOLAHAN MINIMAL Produk olah minimal dari buah dan sayuran adalah proses pengolahan buah dan sayuran dengan aplikasi pemanasan yang minimal sehingga masih mampu mempertahankan kesegaran buah dan sayuran. Produk dengan teknologi olah minimal ini dikenal pula dengan istilah fresh cut product atau produk irisan buah dan sayuran segar yang didefinisikan sebagai buah dan sayuran atau kombinasinya yang telah mengalami perubahan fisik dari bentuk awalnya tetapi masih dalam kondisi segar. Buah dan sayuran tersebut mengalami tahapan proses pengupasan, pencucian, dan pemotongan atau pengirisan sehingga menghasilkan 100% produk olahan yang dapat langsung digunakan atau dikonsumsi. Produk tersebut biasanya dikemas baik dalam kemasan besar maupun kecil dengan keunggulan dari segi nutrisi, kenyamanan dan bernilai tinggi terutama dari segi kesegarannya. Menurut Shewfelt (1989), Teknologi olah minimal didefinisikan mencakup operasi seperti : pencucian, sortasi, trimming, pengupasan, pengirisan, coring (pembuangan yang tidak perlu) yang tidak mempengaruhi kualitas produk dari keadaan segarnya. Menurut Shohib (2009), pengolahan minimal atau sering 15

31 disebut juga fresh cut merupakan penanganan pada produk holtikultura dengan membuang bagian yang tidak dapat dikonsumsi sehingga menjadi produk yang siap dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Produk terolah minimal memiliki resiko pembususkan lebih besar dengan waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan komoditas yang tidak diolah. Hal ini dikarenakan pelindung alami (kulit buah) dibuang saat pengupasan. Produk fresh cut memiliki beberapa keunggulan diantaranya sedikit menghasilkan sampah, mutu jelas terlihat dan dapat dibeli sesuai jumlah kebutuhan (Shohib, 2009). Menurut Zagory (1998) memaparkan penyebab keunggulan ini tidak lepas dari penanganan berupa penanganan suhu rendah dalam atmosfer yang termodifikasi. Kedua faktor ini berperan dalam pemeliharaan kesegaran dan memperpanjang umur simpan H. KEMASAN Kemasan merupakan bagian penting dalam penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi. Pengemasan yang baik akan melindungi produk akibat kerusakan fisik, kehilangan air serta mencegah kerusakan akibat infeksi oleh mikroorganisme (Ashari, 1995). Pada penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi digunakan plastik film dengan nilai permeabilitas yang berbedabeda terhadap laju perembesan gas dan uap air. Nilai permeabilitas beberapa kemasan terhadap laju perembesan gas dan uap air disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Permeabilitas terhadap O 2 dan CO 2 berbagai jenis film plastik 16

32 Permebilitas ini disesuaikan dengan produk yang akan disimpan berdasarkan laju respirasi produk terkait. Dalam Anonim (2009) diterangkan plastik film memiliki beberapa keuntungan diantaranya: 1. Dapat menyesuaikan dengan produk 2. Tidak berbahaya karena apabila dibuka/disobek tidak meninggalkan ujung runcing 3. Mudah ditutup 4. Penampilan luar yang lebih menarik 5. Atmosfer dalam kemasan dapat disesuaikan dengan keinginan produsen dalam pengaturan masa kadarluarsa Faktor-faktor kandungan yang mempengaruhi kandungan O 2 dan CO 2 dalam kemasan atmosfir termodifikasi antara lain kelembaban suhu, lama penyimpanan, jenis dan jumlah bahan (Hall et al., 1973). Sifat film kemasan yang cocok untuk penyimpanan buah dan sayuran terutama untuk pembentukan atmosfir di dalam kemasan adalah film-film yang bersifat permeabel terhadap CO 2 daripada O 2. Koefisien permebilitas kemasan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan Keterangan ; 1) hasil perhitungan. 2) hasil penetapan. 17

33 III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini akan dilaksanakan mulai April sampai dengan Juni 2009 dan dilaksanakan di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan adalah bengkuang bogor yang dirajang menyerupai salad yang berukuran panjang 5 cm dan tebal 0.25 cm. Bengkuang ini didapat dari pasar anyar yang letaknya tidak jauh dari Stasiun Bogor dan dari petani di Situgede Bogor. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pisau untuk mengupas kulit bengkuang. 2. Alat untuk mengiris dan menyerut bengkuang. 3. Continous Gas Analyzer merk Shimadzu tipe IRA-170 untuk mengukur komposisi gas CO Continous Gas Analyzer merk Shimadzu type Portable Oxygen Tester untuk pengukuran komposisi gas O Rheometer merk Sun model CR-300DX untuk mengukur tingkat kekerasan bahan. 6. Chromameter untuk mengetahui perubahan warna buah yang terjadi. 7. Timbangan digital mettler type PM4800 untuk mengetahui susut bobot. Selain peralatan yang telah disebutkan diatas, peralatan pendukung yang digunakan adalah selang palstik ¼ inchi, stoples kaca dengan diameter lubang 9.6 cm, plasik film polietilen dan strecth film, plasticin (malam), thermometer, lemari pendingin, gas O 2, CO 2 dan N 2. 18

34 C. PROSEDUR PENELITIAN Gambar 5. Bagan prosedur penelitian Pada penelitian ini, bagan prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 5, dimana : 1. Pelaksanaan SOP perajangan bengkuang Pelaksanaan prosedur operasional baku (SOP) sebagai berikut : a. Bengkuang yang baru dibawa dari pasar atau lahan dimasukkan ke dalam kardus. b. Penanganan umbi yang akan diuji dilakukan dengan menggunakan masker dan sarung tangan. c. Alat-alat yang bersentuhan langsung dengan produk dibersihkan menggunakan alkohol 96%. d. Mengupas kulit bengkuang. e. Memarut atau merajang bengkuang dengan panjang sekitar 5-8 cm dan tebal 0,25 cm. f. Mencuci bengkuang yang telah dirajang dengan air yang mengalir lalu ditiriskan. 19

35 2. Pengukuran Laju Respirasi Pengukuran laju respirasi dilakukan dalam wadah tertutup dengan prosedur sebagai berikut: a. Bengkuang dipilih berdasarkan ukuran, tingkat kematangan seragam dan sehat. b. Bengkuang dikupas dan dibersihkan dari kotoran atau cacat buah. c. Bengkuang dirajang dengan panjang 5-8 cm dan tebal 0.25 cm. d. Bengkuang yang telah dirajang dibersihkan dengan air yang mengalir kemudian ditiriskan. e. Bengkuang diambil minimal 400 gram lalu dimasukkan ke dalam toples. Tutup toples dilapisi lilin malam guna menghindari kebocoran gas. f. Tutup toples diberi lubang untuk memasukkan pipa plastik ¼ inchi guna mengukur konsentrasi O 2 dan CO 2. g. Pengukuran konsentrasi O 2 dan CO 2 dilakukan setiap 3 jam pada hari pertama, setiap 6 jam pada hari kedua, setiap 12 jam pada hari ketiga selanjutnya setiap 24 jam sampai bengkuang mengalami kerusakan (busuk). Untuk mengukur laju respirasi dilakukan pada tiga suhu penyimpanan yang berbeda yaitu 5 O C, 10 O C, dan suhu ruang. Untuk setiap perlakuan ini dilakukan sebanyak dua kali ulangan, dan diamati setiap 3 jam pada hari pertama, tiap 6 jam pada hari kedua, tiap 12 jam pada hari ketiga dan 24 jam pada hari-hari berikutnya sampai buah mengalami kerusakan. Laju respirasi dihitung menggunakan persamaan yang dikembangkan Mannaperumma dan Singh (1989)....(11) Dimana : R = laju respirasi (ml/kg.jam) V = Volume bebas (l) W = berat sampel (kg) dx/dt = perubahan konsentrasi gas terhadap waktu (%) 20

36 3. Penentuan Komposisi O 2 dan CO 2 pada kemasan atmosfer termodifikasi Tahap ini dilakukan untuk menentukan kondisi atmosfir optimum yang mampu memberikan mutu penyimpanan yang baik untuk rajangan bengkuang. Menurut Riany (2008) konsentrasi CO 2 untuk golongan umbiumbian harus lebih dari 1-2%, karena di bawah konsentrasi tersebut maka umbi-umbian akan mengalami kerusakan. Penentuan kombinasi kadar O 2 dan CO 2 optimum dilakukan pada suhu terpilih hasil penelitian tahap pertama. Perlakuan konsentrasi gas masing-masing a. Komposisi 1 : (13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 ) b. Komposisi 2 : (14-16% O 2 dan 4-6% CO 2 ) c. Komposisi 3 : (13-15% O 2 dan 3-5% CO 2 ) d. Komposisi 4 : (14-16% O 2 dan 3-5% CO 2 ) e. Sebagai kontrol berupa udara (21% O 2 dan 0.03% CO 2 ). Pengaturan kombinasi atmosfer dalam stoples dilakukan dengan mengatur debit gas O 2, N 2 dan CO 2 menggunakan flowmeter. Debit flowmeter dipertahankan setelah mendapatkan komposisi yang diinginkan. Pengendalian konsentrasi gas O 2 dan CO 2 pada selang taraf konsentrasi dilakukan setiap satu hari untuk mencegah kelebihan atau kekurangan gas O 2 dan CO 2. Pengamatan dan pengujian dari masingmasing perlakuan komposisi pada hari ke-0, 2, 4, 6, 8, dan 10. Pengamatan dilakukan terhadap kekerasan, susut bobot, uji organoleptik dan uji warna pada buah. Prosedur percobaan dijelaskan sebagai berikut : a. Rajangan bengkuang yang telah diserut dimasukkan kedalam stoples. b. Tutup stoples kemudian diberi lubang untuk memasukkan pipa plastik ¼ inchi untuk mengukur konsentrasi O 2 dan CO 2. c. Tutup stoples yang telah dimasukkan rajangan bengkuang kemudian dilapisi lilin malam untuk menghindari kebocoran. d. Komposisi dalam stoples diatur sehingga berada pada komposisi yang dikehendaki. Stoples disimpan dalam lemari pendingin pada suhu terpilih hasil percobaan tahap pengukuran laju respirasi. 21

37 e. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 6, 8, dan 10 meliputi pengamatan kekerasan, susut bobot, uji organoleptik dan uji warna pada bengkuang. Penentuan pengaruh komposisi atmosfir terhadap pengamatan yang dilakukan diuji menggunakan analisis statistik. Rancangan percobaan yang digunakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 1 faktor. Setiap perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Jumlah satuan percobaan 4 x 2 x 4 = 32 unit. Perlakuan yang diujikan adalah komposisi atmosfir penyimpanan, yaitu (1) 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2, (2) 14-16% O 2 dan 4-6% CO 2, (3)13-15% O 2 dan 3-5% CO 2, (4)14-16% O 2 dan 3-5% CO 2, (5) 21% O 2 dan 0.03% CO 2. Perlakuan uji kedua adalah suhu penyimpanan yang didapat dari percobaan sebelumnya. Model umum matematika rancangan yang digunakan adalah (steel and Torie, 1989) : Yil = µ + Bj + Σil...(12), dimana Yil = Nilai hasil pengukuran pada bengkuang yang menerima perlakuan komposisi udara taraf ke-i pada ulangan ke-1. µ = Nilai rata-rata umum pengamatan Bj = Pengaruh faktor komposisi udara taraf ke-i Σil = Pengaruh galat faktor komposisi udara ulangan ke-1 Data masukan berupa data tiap parameter kualitas produk. Uji ANOVA digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan satu dan pengaruh perlakuan dua terhadap produk. Dari hasil uji ANOVA disimpulkan apakah sangat berpengaruh. Uji ini juga digunakan untuk menentukan apakah setiap perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap mutu produk dalam setiap periode pengamatan dan pengukuran. Uji statistik lanjut yang digunakan adalah analisis Duncan yang digunakan untuk menentukan nilai parameter dan mutu periode pengamatan dan pengukuran ke-berapa yang mempunyai perbedaan ratarata yang tidak berbeda secara signifikan. Pengolahan statistik dilakukan menggunakan program SPSS. 22

38 4. Penentuan Jenis Film Kemasan Jenis film kemasan ditentukan setelah dari percobaan tahap kedua diketahui kadar komposisi O 2 dan CO 2 yang optimum yang disesuaikan terhadap bobot bahan yang dikemas dan luas permukaan kemasan menggunakan persamaan K y =...(13) K y =...(14) Untuk mendapatkan rancangan kemasan berupa berat produk yang dikemas dilakukan perhitungan menggunakan persamaan sebagai berikut (Mannapperuma dan Singh, 1989) : W= (15) Dimana : A : Luas permukaan kemasan (m 2 ) W : Berat bahan yang dikemas (kg) K y, P y : Permeabilitas terhadap O 2 (ml.mil/m 2.jam.atm) Y a : Konsentrasi O 2 udara normal (%) Y : Konsentrasi O 2 udara dalam kemasan (%) R y K z P z : Laju konsumsi O 2 (ml O 2 /kg.jam) : Permeabilitas terhadap CO 2 (ml.mil/m 2.jam.atm) z a : Konsentrasi CO 2 udara normal (%) z : Konsentrasi CO 2 dalam kemasan (%) R z B : Laju konsumsi CO 2 (ml O 2 /kg.jam) : Tebal kemasan (mm) Penentuan pengaruh kemasan terhadap warna, kekerasan, aroma dan rasa produk diuji menggunakan analisis statistik Rancangan percobaan yang digunakan menggunakan rancangan acak lengkap. Setiap perlakuan diulang sebanyak 2 kali, dengan 2 jenis kemasan yang akan diujikan. Jumlah satuan percobaan 2 x 2 = 4 unit. Model umum matematika rancangan yang digunakan adalah (steel and Torie, 1989) : 23

39 Yil = µ + Bj + Σil...(16), dimana Yil = Nilai hasil pengukuran pada rajangan bengkuang yang menerima perlakuan komposisi udara taraf ke-i pada ulangan ke-1. µ = Nilai rata-rata umum pengamatan Bj = pengaruh faktor komposisi udara taraf ke-i Σil = pengaruh galat faktor komposisi udara ulangan ke-1 Data masukan berupa data tiap parameter kualitas produk. Uji ANOVA digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan satu dan pengaruh perlakuan dua terhadap produk. Dari hasil uji ANOVA disimpulkan apakah sangat berpengaruh. Uji ini juga digunakan untuk menentukan apakah setiap perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap mutu produk dalam setiap periode pengamatan dan pengukuran. Uji statistik lanjut yang digunakan adalah analisis Duncan yang digunakan untuk menentukan nilai parameter dan mutu periode pengamatan dan pengukuran ke-berapa yang mempunyai perbedaan ratarata yang tidak berbeda secara signifikan. Pengolahan statistik dilakukan menggunakan program SAS. 5. Penyimpanan bahan dalam kemasan film terpilih secara MAP pasif dan aktif Rajangan bengkuang dimasukkan kedalam kemasan film hasil pada penentuan kemasan film tahap ke-4 yang telah ditentukan terlebih dahulu konsentrasi gasnya pada tahap ke-3 dan sebagai kontrol digunakan MAP pasif dengan konsentrasi udara (21% O 2 dan 0.03s% CO 2 ). Suhu penyimpanan yang akan diamati berdasarkan suhu terpilih pada pengukuran laju respirasi. Pengamatan perubahan pada rajangan pepaya muda yang yang telah dikemas berupa susut bobot, perubahan kekerasan, perubahan warna, perubahan organoleptik dan juga ditentukan lama simpannya hingga produk mengalami kerusakan. 24

40 Penentuan pengaruh penyimpanan dalam kemasan terpilih secara MAP pasif dan aktif terhadap pengamatan yang dilakukan diuji menggunakan analisis statistik. Rancangan percobaan yang digunakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 1 faktor. Setiap perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Jumlah satuan percobaan 2 x 2 = 4 unit. Perlakuan yang diujikan adalah penyimpanan dalam kemasan terpilih dengan ditentukan terlebih dahulu konsentrasi gasnya (MAP pasif dan aktif) serta kemasan terpilih dengan komposisi udara (21% O 2 dan 0.03s% CO 2 ) atau MAP pasif. Model umum matematika rancangan yang digunakan adalah (Steel and Torie, 1989) : Yil = µ + Bj + Σil...(17), dimana Yil = Nilai hasil pengukuran pada rajangan bengkuang yang menerima perlakuan komposisi udara taraf ke-i pada ulangan ke-1. µ = Nilai rata-rata umum pengamatan Bj = pengaruh faktor komposisi udara taraf ke-i Σil = pengaruh galat faktor komposisi udara ulangan ke-1 Data masukan berupa data tiap parameter kualitas produk. Uji ANOVA digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan satu dan pengaruh perlakuan dua terhadap produk. Dari hasil uji ANOVA disimpulkan apakah sangat berpengaruh. Uji ini juga digunakan untuk menentukan apakah setiap perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap mutu produk dalam setiap periode pengamatan dan pengukuran. Uji statistik lanjut yang digunakan adalah analisis Duncan yang digunakan untuk menentukan nilai parameter dan mutu periode pengamatan dan pengukuran ke-berapa yang mempunyai perbedaan ratarata yang tidak berbeda secara signifikan. Pengolahan statistik dilakukan menggunakan program SPSS. 25

41 D. PENGAMATAN Pengamatan dilakukan dengan menggunakan lima parameter yaitu: 1. Susut bobot Perhitungan penurunan susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. 2. Perubahan Total Padatan Terlarut Perhitungan total padatan terlarut dilakukan dengan alat pengukur brix. Cara menggunakan alat ini yaitu dengan meneteskan sari dari bengkuang tersebut. 3. Perubahan kekerasan Pengukuran kekerasan buah jambu dilakukan dengan alat Rheometer tipe CR 300DX, menggunakan jarum berdiameter 5 mm, dengan kecepatan tusukan 60 mm/menit, beban maksimum 2 kg dan kedalaman tusukan 10 mm. 4. Perubahan warna Pengujian warna menggunakan Chromameter CR-200. Data warna dinyatakan dengan nilai L (kecerahan) dan nilai a (merah-hijau). Nilai L menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam), bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar menunjukkan buah yang semakin rusak karena warnanya semakin pucat, Nilai a menyatakan warna akromatik merah-hijau, bernilai +a dari untuk warna merah dan bernilai a dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai a buah yang semakin besar menunjukkan buah semakin mendekati kebususkan. 5. Uji organoleptik Jumlah panelis sebanyak 10 orang. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi antara lain warna, aroma, kekerasan, dan penerimaan secara keseluruhan dari produk. Uji organoleptik ini merupakan uji hedonik atau uji kesukaan. Digunakan 5 skala hedonik berurutan mulai dari; 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = netral, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka. Uji ini dilakukan oleh 10 orang penelis yang dilakukan sekali dalam 5 hari. Skor 3 dijadikan sebagai batas penolakan konsumen yang berada pada bagian netral tidak suka. 26

42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian setelah dipanen masih disebut hidup. Suatu kegiatan respirasi dapat diukur dengan cara menetukan, antara lain : jumlah substrat yang hilang, jumlah gas oksigen yang digunakan, jumlah gas karbon dioksida yang dikeluarkan, jumlah panas yang dihasilkan, jumlah energi (ATP) yang dihasilkan Dalam penentuan laju respirasi pada rajangan bengkuang ini, pengukuran laju respirasinya diukur dengan menentukan jumlah gas oksigen yang digunakan dan jumlah gas karbon dioksida yang dilepaskan. Berdasarkan pengukuran, ratarata konsentrasi O 2 pada suhu ruang (27 O C) berkurang dari 21% menjadi 6.6%. Sedangkan pada konsentrasi CO 2 meningkat dari 0.03% menjadi 47.46% selama 30 jam. Pada jam ke 24 rajangan bengkuang sudah tidak layak untuk di konsumsi. Warna dari rajangan bengkuang berubah dari yang semula putih menjadi kekuning-kuningan dan mangeluarkan bau yang tidak sedap semacam bau fermentasi tape. Selain itu rajangan bengkuang juga berlendir. Data keseluruhan nilai konsentrasi O 2 dan CO 2 pada suhu 27 O C disajikan pada grafik dalam Gambar 6 serta tabel nilai konsentrasi pada suhu ruang pada Lampiran 3 30 Konsentrasi gas (%) Konsentrasi O2 Konsentrasi CO Jam ke- Gambar 6. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu ruang. 27

43 Pada suhu 10 O C rata-rata konsentrasi O 2 menurun dari 21% menjadi 7.5% selama 120 jam dengan persamaan Y (O 2 ) = x Sedangkan pada konsentrasi CO 2 mengalami peningkatan dari 0.03% menjadi 26.82% selama 120 jam dengan persamaan Y (CO 2 ) = 0.043x Pada suhu ini perubahanperubahan baik dari segi fisik maupun aroma terlihat pada jam ke 120, sehingga pada jam tersebut pengamatan dihentikan. Data keseluruhan nilai konsentrasi O 2 dan CO 2 pada suhu 10 O C disajikan pada grafik dalam Gambar 7 serta tabel pada Lampiran Konsentrasi gas (%) y = x R² = y = 0.043x R² = Konsentrasi gas O2 Konsentrasi gas CO2 Jam ke- Gambar 7. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 10 O C. Pada suhu 5 O C rata-rata konsentrasi O 2 menurun dari 21% menjadi 14.5% selama 336 jam dengan persamaan y (O 2 ) = x Sedangkan konsentrasi CO 2 meningkat dari 0.03% menjadi 5.96%. pengamatan pada suhu 5 O C dilakukan selama 336 jam dengan persamaan y (CO 2 ) = x Pada jam ke 336 pengamatan dihentikan karena rajangan bengkuang sudah tidak layak untuk di konsumsi. Data keseluruhan nilai konsentrasi O 2 dan CO 2 pada suhu 27 O C disajikan pada grafik dalam Gambar 8 serta tabel pada Lampiran 1. 28

44 25 20 Konsentrasi gas (%) y = x R² = y = 0.018x R² = Jam ke- Konsentrasi gas O2 Konsentrasi gas CO2 Gambar 8. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 5 O C. Hasil pengukuran laju respirasi untuk O 2 pada suhu 5 O C, 10 O C dan suhu ruang berturut-turut adalah 8.85 ml/kg.jam, ml/kg.jam dan ml/kg.jam. Sedangkan hasil pengukuran laju respirasi untuk CO 2 pada suhu 5 O C, 10 O C dan suhu ruang berturut-turut sebagai berikut 6.77 ml/kg.jam, ml/kg.jam dan ml/kg.jam. Perubahan laju respirasi pada suhu 5 O C, 10 O C dan suhu ruang secara lengkap disajikan pada grafik dalam Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11 serta tabel pada Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran Laju respirasi (ml/kg.jam) CO2 O2 Jam ke- Gambar 9. Laju produksi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 5 O C. 29

45 Laju respirasi (ml/kg.jam) Jam ke- CO2 O2 Gambar 10. Laju produksi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu 10 O C. 400 Laju respirasi (ml/kg.jam) Jam ke- CO2 O2 Gambar 11. Laju produksi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang selama penyimpanan pada suhu ruang (27 O C). Dari grafik laju respirasi terlihat bahwa laju respirasi pada suhu 5 O C, 10 O C, dan suhu ruang memiliki pola yang hampir sama tetapi dengan nilai laju respirasi yang berbeda. Nilai laju respirasi ini sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanannya. Menurut Gytha (2007) kecepatan laju respirasi buah akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Penyimpanan buahbuahan dan sayur-sayuran pada suhu rendah merupakan cara untuk menghambat 30

46 laju respirasi. Semakin tinggi laju respirasi maka waktu penyimpanan akan lebih pendek. Hal ini menyatakan bahwa laju respirasi dapat dijadikan sebagai indikator untuk memperkirakan daya simpan suatu komoditi. Pada pengamatan laju respirasi, berat rata-rata yang digunakan adalah 400 g dengan masa jenis sebesar kg/l. Setelah diketahu nilai masa dan berat jenis dari rajangan bengkuang maka akan diperoleh volume dari rajangan bengkuang ini rata-rata volume dari rajangan bengkuang ini adalah 375 ml dengan volume wadah sebesar 3300 ml maka akan diperoleh volume bebas sebesar 2925 ml. Rasio perbandingan antara volume bebas dengan masa rajangan bengkuang akan digunakan sebagai salah satu formula untuk menentukan laju respirasi. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan 18 untuk konsentrasi O 2 dan persamaan 19 untuk konsentrasi CO 2 diperoleh nilai laju respirasi. Persamaan yang digunakan untuk mengukur laju respirasi konsentrasi O 2 adalah sebagai berikut :....(18) Sedangkan persamaan laju respirasi konsentrasi CO 2 adalah sebagai berikut : -..(19) Hasil perhitungan menunjukkan bahwa laju respirasi rajangan bengkuang pada suhu 5 O C lebih rendah dibandingkan laju respirasi pada suhu 10 O C dan pada suhu ruang. Didasarkan nilai laju respirasi rajangan bengkuang pada suhu 5 O C lebih rendah dari suhu 10 O C dan suhu ruang, maka suhu 5 O C dipilih untuk melakukan penelitian tahap selanjutnya. B. PENENTUAN KOMPOSISI ATMOSFER OPTIMUM UNTUK PENYIMPANAN Pada penelitian sebelumnya diperoleh suhu optimal yang digunakan adalah suhu 5 O C. Mengacu pada grafik konsentrasi O 2 dan CO 2 pada suhu 5 O C 31

47 ditentukan komposisi atmosfer. Komposisi atmosfer yang ditentukan adalah sebagai berikut (1) 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2, (2) 14-16% O 2 dan 4-6% CO 2, (3) 13-15% O 2 dan 3-5% CO 2, (4) 14-16% O 2 dan 3-5% CO 2, (5) 21% O 2 dan 0.03% CO 2 sebagai kontrol. Dari beberapa komposisi atmosfer yang ditentukan tersebut akan ditentukan komposisi atmosfer optimum yang digunakan untuk penyimpanan. Penentuan komposisi atmosfer optimum dapat ditentukan berdasarkan susut bobot, perubahan kekerasan, perubahan nilai kecerahan, total padatan terlarut dan uji kesukaan/organoleptik. Pada kelima parameter tersebut nilai terendah digunakan sebagai dasar untuk uji susut bobot dan uji organoleptik, sedangan perubahan kekerasan, kecerahan, dan total padatan terlarut dipilih berdasarkan nilai tertinggi. 1. Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Terhadap Susut Bobot Rajangan Bengkuang. Komposisi suatu atmosfer memberikan pengaruh pada penurunan bobot pada saat penyimpanan. Penurunan bobot ini bisa diakibatkan karena ada proses respirasi pada komoditas yang disimpan. Pada proses respirasi dihasilkan CO 2 dan uap air (H 2 O), sehingga jika dilakukan pengaturan pada komposisi O 2 dan CO 2 maka akan mempengaruhi jumlah H 2 O. Perhitungan susut bobot pada rajangan bengkuang dilakukan setiap 2 hari sekali selama 10 hari. Pada saat penyimpanan rajangan bengkuang mengalami penurunan bobot. Seperti dijelaskan diatas penurunan bobot bisa diakibatkan oleh penguapan kandungan air selama proses respirasi. Tabel perubahan susut bobot (%) dapat dilihat pada Lampiran 9, sedangkan grafik susut bobotnya dapat dilihat pada Gambar

48 persentase susut bobot Hari ke % O2 dan 4-6%CO % O2 dan 4-6% CO % O2 dan 3-5%CO %O2 dan 3-5% CO2 21 % O2 dan 0.03 % CO2 Gambar 12. Grafik perubahan susut bobot rajangan bengkuang. Dari grafik susut bobot terlihat bahwa besarnya penyusutan bobot untuk tiap-tiap perlakuan komposisi berbeda-beda. Dapat dilihat penyusutan bobot paling rendah terdapat pada komposisi gas 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 dan penyusutan paling besar terdapat pada komposisi 21% O 2 dan 0.03% CO 2. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa prosentase susut bobot dari ke-5 komposisi atmosfer yang diujikan berbeda nyata. Dari uji lanjut duncan susut bobot mulai terlihat berbeda nyata pada hari ke-2 dengan komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 berbeda nyata dengan komposisi lainnya. Pada hari ke-4 susut bobot juga terlihat berbeda nyata dengan komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 yang berbeda nyata dengan komposisi yang lain. Komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 juga terlihat berbeda nyata pada umur simpan hari ke-6, 8, dan 10. Data analisis sidik ragam untuk susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 15. Berdasarkan data yang diperoleh diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada penyimpanan pada suhu 5 O C dengan konsentrasi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 menghasilkan susut bobot yang paling rendah. 33

49 2. Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Terhadap Nilai Kecerahan (L) Rajangan Bengkuang. Salah satu perubahan fisik dari penyimpanan rajangan bengkuang adalah terjadi perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi yaitu perubahan dari yang semula berwarna putih menjadi kekuning-kuningan. Perubahan warna tersebut akan menyebabkan rajangan bengkuang kurang menarik dan akan menjatuhkan nilai dari produk tersebut. Perubahan warna pada rajangan bengkuang dinyatakan dengan nilai L (kecerahan). Nilai L ini menyatakan kecerahan yang diperoleh dari cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam (Gytha, 2007). Nilai L berkisar antara dimana 0 untuk warna hitam dan 100 untuk warna putih, sehingga semakin besar nilai L (mendekati 100) maka dapat dikatakan rajangan bengkuang masih dalam kondisi baik. Sebaliknya semakin kecil nilai L maka kondisi rajangan bengkuang kurang baik. Grafik perubahan kecerahan pada rajangan bengkuang dapat dilihat pada Gambar 133, sedangkan nilai penurunan L dapat dilihat pada tabel pada Lampiran 10. L Waktu 13-15% O2 dan 4-6%CO % O2 dan 4-6% CO % O2 dan 3-5%CO %O2 dan 3-5% CO2 21 % O2 dan 0.03 % CO2 Gambar 13. Grafik perubahan kecerahan rajangan bengkuang. Dari uji anova dan uji lanjut Duncan, menyatakan bahwa pada hari ke-2 komposisi 13-15% O 2 dan 3-5% CO 2 berbeda nyata dengan ke-4 komposisi yang lain. Pada pengamatan terakhir pada hari ke-10 terlihat komposisi 14-16% O 2 dan 34

50 4-6% CO 2 memiliki nilai kecerahan terbesar. Uji anova secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Terhadap Perubahan Kekerasan Rajangan Bengkuang Pada penelitian tahap pertama yaitu ketika pengukuran konsentrasi O 2 dan CO 2 serta penentuan suhu optimum, pengamatn dihentikan dengan salah satu parameter kekerasan pada rajangan bengkuang. Rajangan bengkuang semakin bertambah umur simpannya semakin berkurang kekerasannya. Menurut Bourne (1979) yang dikutip dari Gytha (2007) proses transparasi dan respirasi setelah pemanenan pada buah-buahan akan menyebabkan kehilangan air. Hal ini menyebabkan tekanan turgor yang semakin kecil dan menyebabkan komoditi tersebut menjadi lunak. Dalam pengukuran kekerasan rajangan bengkuang dulakukan dengan menggunakan Rheometer CR-300DX dengan beban maksimal 2 kg, panjang bidang tekan 3 mm dan kecepatan penekanan sebesar 10 mm/m. Tabel perubahan kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan perubahan kekerasan dapat dilihat pada Gambar Kekerasan Waktu 13-15% O2 dan 4-6%CO % O2 dan 4-6% CO % O2 dan 3-5%CO %O2 dan 3-5% CO2 21 % O2 dan 0.03 % CO2 Gambar 14. Grafik perubahan kekerasan rajangan bengkuang. Dari hasil uji anova pada lampiran, kekerasan rajangan bengkuang terlihat nyata pada hari ke-2 dengan komposisi 13-15% O 2 dan 3-5 %CO 2, 13-15% O 2 dan 35

51 4-6% CO 2 berbeda nyata dengan komposisi yang lain. Kemudian pada hari ke-6 hanya komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 yang berbeda nyata. Pada hari ke-10 terlihat komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 memiliki nilai penurunan kekerasan yang paling rendah. Uji statistik pada nilai kekerasan rajangan bengkuang bisa dilihat pada Lampiran Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Terhadap Perubahan Total Padatan Terlarut Rajangan Bengkuang Grafik total perubahan padatan terlarut dapat dilihat pada gambar. Dari grafik perubahan total padatan terlarut tidak terlihat berbeda secara signifikan TPT Waktu 13-15% O2 dan 4-6%CO % O2 dan 4-6% CO % O2 dan 3-5%CO %O2 dan 3-5% CO2 21 % O2 dan 0.03 % CO2 Gambar 15. Grafik perubahan total padatan terlarut pada rajangan bengkuang. Berdasarkan uji anova dan uji lanjut Duncan, total padatan terlarut pada hari ke-2 komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 berbeda nyata dengan komposisi yang lain. Pada hari ke-4 tidak terlihat berbeda nyata. Pada hari ke-6 total padatan terlarut terlihat berbeda nyata, pada hari ke-6 ini terjadi perubahan komposisi 13-15% O 2 dan 3-5% CO 2 terlihat berbeda nyata dengan komposisi yang lainnya. Pada hari ke-8 juga terjadi perubahan komposisi 14-16% O 2 dan 3-5% CO 2 terlihat berbeda nyata dengan komposisi lainnya. Sedangkan pada hari ke-10 total padatan terlarut tidak berbeda nyata. Uji anova dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran

52 5. Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam Kemasan Terhadap Uji Organoleptik Rajangan Bengkuang Uji organoleptik adalah salah satu uji yang digunakan untuk mengetahui bagaimana penerimaan panelis (konsumen) terhadap mutu dari rajangan bengkuang. Uji organoleptik ini dilakukan pada 10 panelis dan para meter yang digunakan adalah warna, rasa, aroma, kekerasan, tekstur, dan penilaian secara keseluruhan. Pada uji organoleptik panelis diminta untuk mengemukakan tingkat kesukaan pada rajangan bengkuang. Pada uji ini digunakan 5 skala kesukaan yang meliputi, 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Nilai kesukaan panelis terhadap mutu dari rajangan bengkuang dapat dilihat di tabel pada Lampiran 11 serta grafik uji organoleptiknya dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai Organoleptik Hari ke % O2 dan 4-6%CO % O2 dan 4-6% CO % O2 dan 3-5%CO %O2 dan 3-5% CO2 21 % O2 dan 0.03 % CO2 Gambar 16. Grafik batas penerimaan konsumen pada rajangan bengkuang. Dari grafik dapat kita lihat secara umum panelis masih menerima mutu dari rajangan bengkuang tersebut sampai hari ke-10. Untuk komposisi 21% O 2 dan 0.03 % CO 2 sebagai kontrol, panelis tidak menerima mulai hari ke-6. Dari uji organoleptik ini rata-rata nilai kesukaan tertinggi berada pada komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2. Dari keseluruhan uji pada penelitian tahap ini disimpulkan komposisi 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 adalah komposisi terbaik, dan komposisi tersebut 37

53 digunakan pada penelitian tahap selanjutnya. Hal tersebut bisa dilihat pada tiga uji yaitu uji susut bobot, kekerasan, dan organoleptik komposisi ini memiliki nilai yang terbaik. Sedangkan untuk uji L (kecerahan) dan TPT (Total Padatan Terlarut) tidak digunakan karena data yang diperoleh kurang menunjukkan perbedaan yang signifikan pada tiap-tiap komposisi. Uji statistik pada nilai organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 16. C. PENENTUAN JENIS FILM DAN PERANCANGAN KEMASAN Dari hasil penelitian sebelumnya diambil kesimpulan bahwa komposisi atmosfer yang terbaik adalah 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2. Dari komposisi udara tersebut dilakukan pengeplotan pada kurva kemasan yang dapat dilihat pada Gambar Gambar 17. Jenis film kemasan terpilih untuk rajangan bengkuang pada kurva permeabilitas O 2 dan CO 2. Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa plastik White Stretch Film dan plastik Stretch Film digunakan sebagai plastik kemasan. Pada penelitian 38

54 selanjutnya akan dibahas dan diamati plastik mana yang terbaik untuk pengemasan rajangan bengkuang. Pengemasan rajangan bengkuang ini mengacu pada berat optimumnya. Wadah pengemasan pada rajangan bengkuang menggunakan plastik yang memiliki luas penampang m 2. Berat optimal dihitung berdasarkan persamaan (15). Hasil perhitungan berat optimum rajangan bengkuang dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Berat optimum rajangan bengkuang yang dikemas dalam kemasan Stretch Film. Tabel 6. Berat optimum rajangan bengkuang yang dikemas dalam kemasan White Stretch Film. Dari hasil perhitungan bahwa berat optimum untuk kemasan WSF berkisar antara Kg dan kemasan SF berkisar antara Kg. Dari kisaran tersebut didapat irisan dari kisaran masa tersebut adalah antara interval Kg, dan dipilih berat optimum untuk kemasan WSF dan SF adalah Kg. 39

55 D. PENYIMPANAN RAJANGAN BENGKUANG DALAM KEMASAN FILM DENGAN ATMOSFER TERMODIFIKASI PASIF DAN ATMOSFER TERMODIFIKASI AKTIF Setelah ditentukan jenis film yang akan digunakan, pada tahap ini rajangan bengkuang dikemas pada plastik tersebut dan dilakukan penyimpanan selama 10 hari. Parameter yang diukur pada tahap ini adalah susut bobot, kekerasan, nilai kecerahan (L), TPT (Total Padatan Terlarut), dan nilai organoleptik. Pada penelitian tahap ini juga dilakukan pengecekan konsentrasi CO 2 dan O 2 sehingga dapat diketahui apakah kemasan mencapai kondisi atmosfer optimum yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya yaitu 13-15% O 2 dan 4-6% CO Perubahan Konsentrasi CO 2 dan O 2 Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif Dan Atmosfer Termodifikasi Aktif Perubahan konsentrasi CO 2 dan O 2 pada kemasan baik White Stretch Film (WSF) maupun Stretch Film (SF) dapat dilihat pada tabel di Lampiran 27 dan Lampiran 28. Grafik perubahan konsentrasinya bisa dilihat pada Gambar 18, Gambar 19, Gambar 20, dan Gambar Konsentrasi gas O 2 (%) Stretch film (pasif) Stretch film (aktif) Hari ke- Gambar 18. Grafik perubahan konsentrasi O 2 dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif. 40

56 25.00 Konsentrasi gas O 2 (%) White stretch film (pasif) White stretch film (aktif) Hari ke- Gambar 19. Grafik perubahan konsentrasi O 2 dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif Konsentrasi CO 2 (%) Stretch film (aktif) Stretch film (pasif) Hari ke- Gambar 20. Grafik perubahan konsentrasi CO 2 dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif. 41

57 Konsentrasi gas CO 2 (%) White stretch film (aktif) White stretch film (pasif) Hari ke- Gambar 21. Grafik perubahan konsentrasi CO 2 dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan atmosfer termodifikasi aktif. Dari grafik dapat dilihat perubahan konsentrasi O 2 pada kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif. Pada kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif perubahan konsentrasi O 2 rajangan bengkuang berkisar antara 13.33% %, dengan rata-rata nilai konsentrasi 16.35% Pada kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif perubahan konsentrasi O 2 rajangan bengkuang berkisar antara 14.33% - 21%, dengan rata-rata nilai konsentrasi Secara umum tidak terlihat perbedaan yang signifikan baik pada kemasan stretch film aktif maupun pasif. Pada kemasan Stretch film aktif terlihat setelah dilakukan input gas pada hari ke-0 mengelami perubahan pada hari ke-1 nya. Dimana konsentrasi berubah dari konsentrasi awal 15% menjadi 19%. Hal tersebut menunjukkan terjadinya respirasi. Pada grafik perubahan konsentrasi O 2 untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif, menunjukkan perubahan konsentrasi O 2 untuk kemasan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif berkisar antara 13.83% %, dengan rata-rata nilai konsentrasi 17.60%. Sedangkan untuk atmosfer termodifikasi pasif berkisar antara 12.33% - 21%, dengan rata-rata nilai konsentrasi 17.23%. Seperti halnya pada kemasan Stretch film pada kemasan White Strecth film juga tidak terlihat 42

58 perbedaan yang signifikan antara kemasan atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif. Pada grafik perubahan konsentrasi CO 2 untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif, menunjukkan perubahan konsentrasi CO 2 untuk kemasan Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif berkisar antara 0.81% %, dengan rata-rata nilai konsentrasi 2.13%. Sedangkan untuk atmosfer termodifikasi pasif berkisar antara 0.03% % dengan rata-rata konsentrasi 1.46%. Pada grafik perubahan konsentrasi CO 2 untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif, menunjukkan perubahan konsentrasi CO 2 untuk kemasan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif berkisar antara 0.95% %, dengan ratarata nilai konsentrasi 2.60%. Sedangkan untuk atmosfer termodifikasi pasif berkisar antara 0.03% %, dengan rata-rata nilai konsentrasi 2.13%. Dari nilai kisaran konsentrasi gas O 2 dan CO 2 baik pada kemasan Stretch Film secara aktif dan pasif maupun kemasan White Strech Film secara aktif dan pasif dapat disimpulkan bahwa konsentrasi yang diharapkan yaitu 13%-15% O 2 dan 4%-6% CO 2 tidak tercapai. Tidak tercapainya konsentrasi tersebut kemungkinan besar terjadi kebocoran saat penyimpanan. Rajangan bengkuang disusun rapi pada wadah plastik dan ditutup dengan plastik yang telah ditentukan yaitu White Stretch Film dan Stretch Film. Pada kedua kemasan perekatan kedua plastik dilakukan dengan menggunakan isolasi sehingga sangat memungkinkan terjadi kebocoran akibat tidak rapatnya perekat antara plastik dan kemasan. Pada proses penyimpanan rajangan bengkuang untuk kemasan atmosfer termodifikasi aktif terlihat bahwa pada penyimpanan hari ke-2 menunjukkan penrubahan grafik yang signifikan hal ini dikarenakan untuk grafik O 2 mengalami peningkatan dari konsentrasi awal yaitu konsentrasi gas yang dipompakan.perubahan ini bisa dikarenakan perbedaan konsentrasi gas di dalam dan diluar kemasan. Jika konsentrasi gas di luar kemasan lebih tinggi menyebabkan terjadi perpindahan gas dari luar ke dalam kemasn. Hal tersebut dibuktikan meningkatnya nilai konsentrasi O 2. Untuk hari ke-4 sampai hari ke-10 43

59 grafik sudah menunjukkan nilai konstan hal tersebut dikarenakan konsentrasi O 2 dari luiar kemasan tinggi diimbangi dengan pengeluaran gas CO 2 yang tingi pula dari rajangan bengkuang oleh karena itu konsentrasi gas terlihat konstan. Dari grafik perubahan konsentrasi gas diatas juga dapat dilihat bahwa pada pengemasan atmosfer termodifikasi aktif maupun termodifikasi pasif terlihat perbedaan khusunya pada pengaturan tekanan gas. Pada pengemasan secara atmosfer termodifikasi pasif kesetimbangan gas O 2 dan CO 2 didapat melalui pertukaran udara. Sedangkan pada kemasan atmosfer termodifikasi aktif untuk mempertahankan komposisi udara yang sesuai dengan kemasan dimungkinkan dengan memasukkan gas O 2 dan mengeluarkan gas CO 2 dengan demikian komoditas yang dikemas akan mengimbangi konsumsi O 2 yang dimasukkan ke kemasan begitu pula dengan pengeluaran CO 2 nya. Oleh sebab itu terlihat pada grafik setelah dilakukan pemasukan udara pada hari ke-0 maka pada hari ke-2 dan seterusnya terjadi perubahan konsentrasi yang cukup signifikan. 2. Perubahan Persentase Susut Bobot Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmorfer Termodifikasi Pasif Dan Atmosfer Termodifikasi Aktif % susut bobot Hari ke- Stretch film (aktif) Stretch film (pasif) Gambar 22. Perubahan susut bobot pada kemasan Stretch film dengan atmosfer termodifikasi aktif dan pasif. 44

60 Perubahan susut bobot dapat dilihat pada tabel susut bobot pada Lampiran 17 dan grafik susut bobot untuk rajangan bengkuang dengan kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif dapat dilihat pada Gambar Dari data dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan nilai susut bobot antara kemasan dengan menggunakan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan secara atmosfer termodifikasi pasif. Kemasan Stretch film dengan atmosfer termodifikasi aktif memiliki nilai susut bobot yang lebih besar jika dibandingkan dengan kemasan Stretch film secara atmosfir termodifikasi pasif. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif. Hal ini terbukti Karen F hitung lebih besar daripada F tabel, dimana F tabel sebesar Analisis sidik ragam susut bobot selama penyimpanan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran % susut bobot Hari ke- WSF (A) WSF (P) Gambar 23. Grafik perubahan susut bobot dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif. Gambar 23 diatas menunjukkan grafik perubahan susut bobot rajangan bengkuang yang dikemas dengan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif. Dari grafik tersebut terlihat bahwa rajangan bengkuang yang 45

61 dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif memiliki susut bobot yang lebih rendah dibandingkan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi pasif. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan rajangan bengkuang yang di kemas dengan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai F hitung lebih besar daripada F tabel. Analisis sidik ragam susut bobot selama penyimpanan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 29. Jika dilihat secara keseluruhan dapat dilihat rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan Stretch film memiliki susut bobot yang lebih besar jika dibandingkan dengan rajangan bengkuang yang dikemas menggunakan White stretch film. Hal tersebut bisa dikarenakan nilai permebialitas kedua plastik yang berbeda. Tingginya nilai permeabilitas membuat tranmisi gas dan uap air hasil respirasi lebih cepat keluar dari kemasan. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara rajangan bengkuang yang dikemas menggunakan Stretch film dan white stretch film. Pada kemasan White stretch film terlihat jelas akumulasi uap air pada plastiknya. Sedangkan pada kemasan Stretch film tidak begitu terlihat adanya akumulasi uap air. Perbedaan ini dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 24 dan Gambar 25. Strech Film White Strech Film Gambar 24. Perbandingan akumulasi uap air pada kemasan Stretch film dan White stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif. 46

62 Strech Film White Strech Film Gambar 25. Perbandingan akumulasi uap air pada kemasan Stretch film dan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif. 3. Perubahan Kekerasan Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif Dan Aktif Perubahan kekerasan rajangan bengkuang dapat dilihat pada Gambar 26 dan 27.Tabel perubahan kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 20. Dari Grafik pada perubahan kekerasan untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan menggunakan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif terlihat pada hari ke-2 rajangan bengkuang mengalami penurunan kekerasan tetapi pada hari ke-4, 6, 8 rajangan bengkuang untuk kemasan stretch film aktif mengelami peningkatan. Untuk stretch film pasif nilai kekerasan mengalami peningkatan pada hari ke-4 tetapi menurun pada hari ke-6, 8, sampai hari ke-10. Pada grafik tersebut juga terlihat perbedaan yang cukup signifikan pada hari ke-8. Pada grafik kekerasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif dapat dilihat bahwa rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi pasif memiliki rata-rata nilai kekerasan yang lebih rendah jika dibandingkan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif. 47

63 Kgf/mm SF (A) SF (P) Hari ke- Gambar 26. Grafik perubahan kekerasan dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif Kgf/mm WSF (A) WSF (P) Hari ke- Gambar 27. Grafik perubahan kekerasan dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif. Dari Grafik pada perubahan kekerasan untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan menggunakan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif terlihat kekerasan rajangan bengkuang mengalami penurunan dari hari ke-0 sampai hari ke-4 baik pada kemasan atmosfer termodifikasi aktif maupun secara atmosfer termodifikasi pasif. Rata-rata nilai kekerasan rajangan 48

64 bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif memiliki nilai terbesar jika dibandingkan dengan atmosfer termodifikasi pasif. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova diperoleh bahwa rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif yang diuji pada kemasan Stretch film dan White stretch film dapat dilihat pada Lampiran 30. Dari nilai uji analisis sidik ragam untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan atmosfer termodifikasi pasif penyimpanan hari ke- 8, tetapi tidak berbeda nyata untuk penyimpanan pada hari ke-2, 4, 6, 10. Pada penyimpanan hari ke-8 nilai F hitung lebih besar daripada F tabel. Dimana untuk F hitung sebesar dan untuk F tabelnya 4.49 Untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan menggunakan kemasan White Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif tidak berbeda nyata dengan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi pasif. Hal ini bisa dilihat dengan nilai F hitung lebih kecil dari F tabel. 4. Perubahan Total Padatan Terlarut Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif Dan Aktif Perubahan total padatan terlarut rajangan bengkuang pada kedua kemasan, kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif dan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan hal tersebut bisa dilihat pada tabel perubahan total padatan terlarut di Lampiran 19 dan pada grafik pada Gambar 8 dan Gambar

65 % brixs Hari ke- SF (A) SF (P) Gambar 28. Grafik perubahan total padatan terlarut dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif % brixs Hari ke- WSF (A) WSF (P) Gambar 29. Grafik perubahan total padatan terlarut dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova diperoleh bahwa rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif yang diuji pada kemasan Stretch film dan White stretch film dapat dilihat pada Lampiran 31. Dari analisis tersebut untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi 50

66 pasif pada hari ke-2, 6, dan 8. Tetapi tidak berbeda nyata pada hari ke- 4 dan 10. Hal tersebut bisa dilihat dari nilai F hitung yang lebih besar dari F tabel, dimana F tabel yang digunakan sebesar Rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan White Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif tidak berbeda nyata dengan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi pasif. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan nilai F hitung lebih kecil daripada F tabel. 5. Perubahan Nilai Kecerahan (L) Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif Dan Aktif nilai L Hari ke- SF (A) SF (P) Gambar 30. Grafik perubahan kecerahan dalam kemasan plastik Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif. 51

67 nilai L Hari ke- WSF (A) WSF (P) Gambar 31. Grafik perubahan kecerahan dalam kemasan plastik White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif. Perubahan nilai L (kecerahan) pada rajangan bengkuang dengan menggunakan kedua kemasan, kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif dan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif dapat dilihat pada Gambar 310 dan Gambar 31 serta tabel di Lampiran 21. Berdasarkan data dan grafik perbedaan nilai kecerahan (L) pada kedua jenis kemasan tidak terlalu terlihat berbeda nyata. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova diperoleh bahwa rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif yang diuji pada kemasan Stretch film dan White stretch film dapat dilihat pada Lampiran 32. Secara umum rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif tidak berbeda nyata dengan rajangan yang disimpan secara atmosfer termodifikasi pasif. Kedua kemasan tersebut hanya berbeda nyata pada penyimpanan hari ke-8, dengan nilai F hitung lebih besar daripada F tabel. F tabel yang digunakan adalah Rajangan bengkuang yang dikemas dengan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan rajangan bengkuang yang dikemas dengan atmosfer termodifikasi pasif hanya pada hari ke-4. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai F hitung lebih besar daripada F tabel. 52

68 6. Hasil Uji Organoleptik Rajangan Bengkuang Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif Dan Aktif Parameter yang digunakan dalam pengujian organoleptik adalah berdasarkan : Warna, rasa, aroma, kekerasan, tekstur, dan parameter keseluruan dari pengujian. Dalam Uji organoleptik ini digunakan 5 skala kesukaan yaitu mulai dari 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (netral), 2 (tidak suka), dan 1 (sangat tidak suka). Batas penerimaan konsumen yang digunakan adalah 3 karena terdapat pada batas tenngah dari skala kesukaan. Rata-rata penilaian konsumen terhadap rajangan bengkuang yang disimpan dengan atmosfer termodifikasi aktif maupun pasif mengalami penurunan baik yang disimpan menggunakan kemasan Stretch film maupun yang dikemas dengan menggunakan kemasan White stretch film. Uji rata-rata organoleptik rajangan bengkuang pada kemasan Strecth film dan White stretch film dapat dilihat pada grafik pada Gambar 32 dan Gambar Nilai organoleptik hari ke- SF (A) SF (P) Gambar 32. Grafik perubahan organoleptik rata-rata keseluruhan dalam kemasan Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif. 53

69 Nilai organoleptik hari ke- WSF (A) WSF (P) Gambar 33. Grafik perubahan organoleptik rata-rata keseluruhan dalam kemasan White Stretch Film secara atmosfer termodifikasi pasif dan aktif. Dari grafik penerimaan konsumen untuk rajangan bengkuang dengan menggunakan kemasan Stretch film dapat kita lihat bahwa rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif hanya mampu diterima konsumen sampai hari ke 4. Sedangkan untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan Strecth film secara atmosfer termodifikasi pasif diterima konsumen sampai 8 hari Dari grafik penerimaan konsumen untuk rajangan bengkuang dengan menggunakan kemasan White stretch film dapat kita lihat bahwa rajangan bengkuang yang dikemas dengan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif hanya mampu diterima konsumen sampai hari ke 3. Sedangakan untuk rajangan bengkuang yang dikemas dengan White Strecth film secara atmosfer termodifikasi pasif diterima konsumen sampai hari ke 6. Konsumen rata-rata menyukai rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch film dari pada dengan menggunakan White stretch film. Hal ini bisa dikarenakan pada kemasan White stretch film kemasan banyak mengandung uap air karena nilai permeabilitas yang rendah. Dengan banyak uap air tersebut menyebabkan rajangan bengkuang cepat berlendir dan bau yang kurang sedap. Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa Berdasarkan Uji Anova diperoleh bahwa rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi 54

70 aktif maupun pasif yang diuji pada kemasan Stretch film dan White stretch film dapat dilihat pada Lampiran 33. Dari analisis tersebut rajangan bengkuang yang dikemas dengan Stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata dengan penyimpanan secara atmosfer termodifikasi pasif pada hari ke-4. Dimana nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, F tabel yang digunakan sebesar Analisis sidik ragam untuk rajangan bengkuang yang di kemas dengan kemasan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif berbeda nyata pada hari ke-2 dan 4 dengan rajangan bengkuang yang dikemas secara atmosfer termodifikasi pasif. Perubahan-perubahan dari hari ke-2 sampai hari ke-10 pada rajangan bengkuang yang dikemas dengan Streach Film dan White Streach Film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif dapat dilihat pada Gambar

71 Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film 56

72 Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Stretch Film White Stretch Film Gambar 34. Perubahan secara visual pada rajangan bengkuang yang dikemas stretch film dan white stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif dan pasif pada 10 hari. 57

73 V. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1. Laju repirasi rajangan bengkuang pada suhu 5 O C lebih kecil daripada laju respirasi rajangan bengkuang pada suhu 10 O C. Laju respirasi pada suhu 10 O C lebih kecil daripada rajangan bengkuang pada suhu ruang. Hasil pengukuran laju O 2 pada suhu 5 O C, 10 O C, dan suhu ruang berturut-turut adalah 8.85 ml/kg.jam, ml/kg.jam dan ml/kg.jam. Sedangkan hasil pengukuran laju respirasi untuk CO 2 pada suhu 5 O C, 10 O C dan suhu ruang berturut-turut sebagai berikut 6.77 ml/kg.jam, ml/kg.jam dan ml/kg.jam 2. Komposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan rajangan bengkuang adalah 13-15% O 2 dan 4-6% CO 2 pada suhu 5 O C 3. Berdasarkan kemasan atmosfer termodifikasi pasif jenis kemasan stretch film sebagai plastik pengemas menghasilkan rajangan bengkuang yang lebih baik dibandingkan rajangan bengkuang yang dikemas dengan menggunakan white stretch film 4. Berdasarkan kemasan atmosfer termodifikasi aktif Jenis kemasan stretch film sebagai plastik pengemas menghasilkan rajangan bengkuang yang lebih baik dibandingkan rajangan bengkuang yang dikemas dengan menggunakan white stretch film 5. Rajangan bengkuang yang dikemas dengan stretch film dan White stretch film secara atmosfer termodifikasi pasif memiliki umur simpan berturut-turut adalah 8 hari dan 6 hari 6. Rajangan bengkuang yang dikemas dengan stretch film dan White stretch film secara atmosfer termodifikasi aktif memiliki umur simpan berturut-turut adalah sampai 4 hari dan 3 hari 7. Secara umum kemasan atmosfer termodifikasi pasif lebih baik dalam menyimpan rajangan bengkuang dari pada kemasan atmosfer termodifikasi aktif 58

74 SARAN 1. Penelitian komposisi atmosfer untuk penyimpanan bengkuang utuh 2. Pengkajian penyimpanan rajangan bengkuang pada suhu di bawah 5 O C 3. Perlu perhatian khusus pada saat pemompaan gas saat proses pengemasan atmosfer termodifikasi aktif. 59

75 DAFTAR PUSTAKA Musfira, RA Kajian penyimpanan Irisan Bit (Beta vulgaris L.) Segar Terolah Minimal Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor. Anonim, Jurnal penelitian dan pengembangan pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Anonim (Standar Kemasan Untuk Produk Pangan). (30 Maret 2009) Anonim Bengkuang (Tanaman). tanama) (30 maret2009). Ashari, S Holtikultura Aspek Budidaya. UI-press Jakarta Deily, K. R. and S.S. Rizvi Optimization of parameter for packaging of fresh peaches in polymeric films. J Food Process Eng. 5 : Finn, Mary Safety of Modified Atmosphere Packaged Vegetables. Htm. (1 januari 2008). Heyne, K Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. (terjemahan). Hu, W. Z., A.L. Jiang, K. Pang and H.P. Qi Atmospheric Composition, Respiration Rate and Quality of Fresh-cut Cabbages in Active Modified Atmosphere Packaging. Acta Hort Kurniawan, Agung Multivariate analysis of morphological traits in yam beab Pachyrhizus erosus. Zuriat. J pemuliaan Indones. Pantastico, E. B Fisiologi Pasca Panen dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Penerjemah Kamariyani. Gadjah Mada Universitty Press, Yogyakarta. Prihatin, Yanie Kajian Susut Mutu Wortel Terolah Minimal Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi Dengan Penyimpanan Dingin. Skripsi, Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor. 60

76 Qomad, Shohib Kajian Penyimpanan Irisan Buah Campuran Nenas, Kedondong dan Jambu Air Dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor. Sukara, G. N Kajian penyimpanan irisan sirsak (Annona muricata Lina) segar terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB. Bogor. Sunanto, R Penyimpanan Potongan Buah Pepaya Dalam Sistem Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor. Supriyono, Agus Pengukuran panas jenis, konduktivitas panas buah bengkuang dalam rangka penentuan nilai difusivitas panas. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor. Winarno, F.G. dan M. Aan Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta. Maryanti, Tessy Teknik Pengemasan atmosfer Termodifikasi untuk mempertahankan Mutu Sayuran Campuran Terolah Minimal. Tesis. Progam Studi Teknologi Pasca Panen, IPB, Bogor. Zagory, D. dan A.A. Kader Modified atmosfir packaging of fresh produce. J Food Technol. 42 (9) :

77 Lampiran 1. Tabel konsentrasi O 2 dan CO 2 rajangan bengkuang pada suhu 5 O C LAMPIRAN 62

BAB I BENGKUANG (Pachyrhizus erosus)

BAB I BENGKUANG (Pachyrhizus erosus) BAB I BENGKUANG (Pachyrhizus erosus) Gambar 1. Bengkuang Sumber: http://www.google.com/search?gs_rn=21&gs_ri=tanaman+bengkuang A. Sekilas Tanaman Bengkuang atau bengkoang (Pachyrhizus erosus) dikenal dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan februari sampai april 2010 di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG. OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP

INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG. OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP Bengkuang merupakan buah yang kaya akan zat gizi yang mempunyai peranan yang penting untuk kesehatan terutama vitamin

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada saat musim panen buah duku yaitu Januari sampai dengan Mei 2006. Tempat penelitian di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI Oleh : Keny Damayanti NPM.0533010023 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan bulan juni 2010 di laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik

I. PENDAHULUAN. Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik berkulit tipis, memiliki rasa yang manis dan menyegarkan, juga memiliki kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$)

PENDAHULUAN. Tabel 1 Ekspor komoditas hortikultura tahun Volume. Nilai (US$) PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu hasil pertanian yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Perkembangan volume dan nilai perdagangan tanaman hias, sayur-sayuran, buah-buahan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI Oleh : ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain karena bentuknya yang eksotik, buah naga juga memiliki rasa yang manis dan beragam manfaat untuk

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

RINGKASAN. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr.

RINGKASAN. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr. TAUFIK HIDAYATULLAH. F 27.0470. Mempelajari Penyimpanan Wortel ( Daucus carota L) dengan "Modified Atmosphere". Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sutrisno M. Agr. RINGKASAN Produksi sayur-sayuran dan buah-buahan

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI

KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI Oleh Junita Fitrianti F14102086 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam genus Lycopersicon, sub genus Eulycopersicon. Genus Lycopersicon merupakan genus sempit yang terdiri atas

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER INPUT SELAMA PENYIMPANAN PEPAYA IPB 1 (Carica papaya L.) DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIK ISMI MAKHMUDAH EDRIS

OPTIMASI PARAMETER INPUT SELAMA PENYIMPANAN PEPAYA IPB 1 (Carica papaya L.) DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIK ISMI MAKHMUDAH EDRIS OPTIMASI PARAMETER INPUT SELAMA PENYIMPANAN PEPAYA IPB 1 (Carica papaya L.) DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIK ISMI MAKHMUDAH EDRIS DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

METODE PENELITIAN. Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober 2013 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) I ndonesia merupakan salah satu negara produsen pisang yang penting di dunia, dengan beberapa daerah sentra produksi terdapat di pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan N TB. Daerah-daerah ini beriklim hangat

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU (The Time Effect Of Vacuum Frying Towards The Amount Of Water And Organoleptic Ingredients

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 hingga Mei 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Buah cepat sekali rusak oleh pengaruh mekanik, kimia dan mikrobiologi sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cakupan pangan di Indonesia secara mandiri masih merupakan masalah serius yang harus kita hadapi saat ini dan masa yang akan datang. Bahan pokok utama masih bertumpu

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

MANISAN BASAH BENGKUANG

MANISAN BASAH BENGKUANG MANISAN BASAH BENGKUANG 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR i t 7. ;"! C '.qs 0) "!. *,,I:,..-. < ",, *. ~- [ '~,Jl MEMPELAJARI PENGARUH KONDlSl DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR ( Volvariella volvacea ) * 7 01eh DlAN SUWAIDA F 24. 1120 1991

Lebih terperinci

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR i t 7. ;"! C '.qs 0) "!. *,,I:,..-. < ",, *. ~- [ '~,Jl MEMPELAJARI PENGARUH KONDlSl DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR ( Volvariella volvacea ) * 7 01eh DlAN SUWAIDA F 24. 1120 1991

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA TERHADAP SHELF-LIFE DAN KARAKTERISTIK BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SELAMA PENYIMPANAN

PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA TERHADAP SHELF-LIFE DAN KARAKTERISTIK BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SELAMA PENYIMPANAN PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA TERHADAP SHELF-LIFE DAN KARAKTERISTIK BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SELAMA PENYIMPANAN RELA SARTIKA A24050014 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk hortikultura seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci