HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 18 Gambar 8 Kuadran 10 cm x 10 cm dari stik es krim digunakan saat pengamatan kepadatan pucuk dan pengambilan bobot pangkasan 4. Verdure dihitung dari bobot kering seluruh bagian rumput selain akar, yang diambil bersamaan dengan bobot kering akar. Setelah dipisahkan dari akar, verdure diperlakukan sama dengan bobot kering akar yaitu dicuci dan dikeringkan dengan suhu 80 C selama satu hari kemudian ditimbang bobotnya. 5. Panjang akar diambil dari dua sampel acak tiap petak menggunakan plug cutter bersamaan dengan pengamatan bobot kering akar. Panjang akar diukur dari pangkal akar teratas sampai akar terbawah pada pekan terakhir penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung selama bulan Juni hingga September Secara umum keadaan lapang dalam kondisi baik dan tidak mengalami masalah yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dua faktor, yaitu pemupukan dan campuran media tanam serta dibagi menjadi tiga kelompok. Masing-masing faktor terdiri dari tiga perlakuan sehingga terdapat 27 jumlah petak percobaan. Di awal masa penanaman, rumput selalu dijaga dalam keadaan cukup air sehingga tidak mengalami kekeringan yang dapat mengganggu pertumbuhan. Tindakan ini dinilai cukup efektif karena rumput dapat menutup secara merata dalam 4 MST. Pengambilan data peubah kualitas visual dan fungsional dimulai saat rumput berumur 4 MST. Peubah penutupan tajuk tanaman dan warna daun dimulai sejak 1 dan 2 MST. Pada minggu terakhir pengamatan, diambil pula data peubah panjang dan berat kering akar serta sampel tanah untuk diuji sifat fisiknya. Kemunculan hama dan gulma tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hama yang sering muncul adalah belalang (Valanga nigricornis

2 Burmeister.), semut (Dolichoderus thoracicus Smith) dan ulat tentara (Pseudelatia unipuncta Haworth). Gulma yang sering tumbuh di lapangan adalah rumput teki (Cyperus rotundus Linn), rumput paetan (Axonopus compressus (Sw.). P. Beauv), rumput bahia (Paspalum notatum Flugge), gulma berdaun lebar, lumut yang terbawa dari tempat pembelian rumput, serta tumbuhnya biji pohon petai cina di petak percobaan. Namun, kemunculan hama dan gulma masih dapat ditangani secara manual sehingga tidak menggunakan herbisida atau insektisida. 19 a b Gambar 9 Hama dan gulma yang ada pada petak pengamatan (a) ulat tentara (Pseudelatia unipuncta Haworth) dan (b) gulma berdaun lebar Sifat Fisik Media Tanam Sifat fisik media tanam yang diuji pada penelitian ini meliputi bobot isi, permeabilitas dan porositas. Hasil pengujian ketiga sifat fisik media tanam pada penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 10. Gambar 10 Sifat fisik tiap perlakuan media tanam

3 20 Keterangan : m0 : media 100% pasir m1 : media campuran 87.5% pasir % bentonit 25 mesh m2 : media campuran 75% pasir + 25% bentonit 25 mesh Sifat-sifat fisik tanah secara keseluruhan ditentukan oleh: ukuran dan komposisi partikel-partikel hasil pelapukan bahan penyusun tanah; jenis dan proporsi komponen-komponen penyusun partikel-partikel ini; keseimbangan antara suplai air, energi dan bahan dengan kehilangannya; serta intensitas reaksi kimiawi dan biologis yang telah atau sedang berlangsung (Hanafiah 2005). Bobot Isi Bobot isi atau bulk density (BD) merupakan bobot per satuan volume tanah yang dikeringkan dengan oven yang dinyatakan dalam g/cm 3 (Foth 1988). Menurut Turgeon (2005) bobot isi berarti volume bobot kering tanah yang utuh atau tidak terganggu. Bobot isi pada media tanam yang digunakan di penelitian ini memiliki nilai antara 1.02 g/cm 3 hingga 1.11 g/cm 3. Perlakuan m2 yaitu faktor perlakuan campuran media pasir 75% + bentonit 25% ukuran 25 mesh memberikan hasil bobot isi terbesar pada penelitian ini. Bobot isi terendah dimiliki oleh perlakuan media tanam 100% pasir (m0) sehingga secara umum penggunaan bentonit sebagai campuran media tanam bersama pasir cenderung memperbesar bobot isi. Hal yang sama terjadi pula dengan penelitian Martana (2002). Penelitian Wuryanti dan Nasrullah (2013) juga menghasilkan bobot isi lebih tinggi dibanding media tanam pasir 100% saat menggunakan campuran media tanam pasir 75% + bentonit 25%. Tanah pasir yang diberi campuran bentonit yang sudah dimodifikasi keadaan kationnya (cation bentonite benefication) pada penelitian Croker et al (2004) cenderung memiliki bobot isi yang lebih tinggi dibanding media 100% tanah pasir (sandy soil). Bobot isi yang baik menurut Beard (1982) berdasarkan standar United States Golf Association (USGA) untuk zona akar adalah 1.4 g/cm 3 dengan nilai bobot isi terendah yang masih diterima adalah 1.2 g/cm 3 dan tertinggi 1.6 g/cm 3. Penelitian ini menghasilkan bobot isi yang belum sesuai dengan standar USGA karena rentang nilai yang masih dibawah 1.2 g/cm 3. Porositas Porositas atau ruang pori total adalah persentase volume ruang pori total dari tanah yang ditempati oleh udara dan air (Foth 1988). Hanafiah (2005) menjelaskan bahwa porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara sehingga dapat sebagai indikator kondisi aerasi dan drainase tanah. Persentase ruang pori menurut Turgeon (2005) hanya menunjukkan jumlah porositas total dan tidak dapat menunjukkan secara langsung distribusi pori yang berbeda ukuran (makropori, mesopori, dan mikropori). Porositas tertinggi dimiliki oleh perlakuan m0, yaitu sebesar 61.81% sedangkan porositas terendah didapatkan perlakuan m2 yaitu sebesar 58.22%. Hal

4 ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara porositas dan bobot isi. Semakin besar ruang pori total maka bobot isi media tanam akan semakin ringan karena media tanam dominan terisi oleh udara dan air. Nilai porositas lebih tinggi saat menggunakan media pasir 100% (m0) dan pasir 87.5% + bentonit 12.5% (m1). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa penambahan bentonit dapat mengurangi porositas media tanam tetapi tidak sampai mengganggu pertumbuhan akar. Padahal menurut Foth (1988), tanah dengan permukaan berpasir memiliki porositas yang lebih kecil dibanding tanah dengan permukaan liat. Komposisi 75% pasir + 25% bentonit (ukuran 25 mesh dan 100 mesh) juga memberikan porositas lebih rendah dibandingkan pasir 100% pada penelitian Wuryanti dan Nasrullah (2013). Namun, pemberian 25% sekam padi pada 50% pasir + 25% bentonit memberikan porositas tertinggi. Penelitian ini menghasilkan porositas dengan rentang 58.22% sampai 61.81% yang melebihi nilai ideal standar dari USGA. Zona akar yang baik harus memiliki porositas (gabungan mikropori dan makropori) antara 40 sampai 55 persen. Distribusi ideal dari komposisi tersebut hedaknya terdiri dari 25% pori kapiler dan 25% ruang pori nonkapiler. Hal ini agar zona akar selalu bisa dilewati air yang perkolasi setiap saat (Beard 1982). Permeabilitas Permeabilitas adalah tingkat kesarangan tanah untuk dilalui aliran massa air. Permeabilitas ini sangat berkaitan dengan porositas dan kecepatan aliran air untuk melewati massa tanah atau perkolasi (Hanafiah 2005). Hasil yang ditampilkan pada Gambar 10 menunjukkan nilai permeabilitas tercepat dimiliki oleh media campuran 87.5% pasir % bentonit 25 mesh (m1) yakni sebesar cm/jam. Selanjutnya permeabilitas yang lebih lambat dimiliki oleh perlakuan m2 (77.85 cm/jam), dan yang permeabilitas yang paling lambat adalah perlakuan media pasir 100% (m0) dengan nilai cm/jam. Berdasarkan kriteria kelas laju permeabilitas mengacu pada United States Soil Conservation Service (USSCS), rentang permeabilitas yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong kelas cepat yang sangat cepat (Tabel 4). Permeabilitas yang sangat cepat ini menunjukkan bahwa media tanam sulit menahan air, sehingga air melalu dengan cepat. Hanafiah (2005) menambahkan bahwa dengan permeabilitas yang cepat, harus diperhatikan pula suplai pupuk dan bahan amelioran karena akan sering tercuci bersama aliran massa air. Penelitian Croker et al (2004) menunjukkan bahwa pencampuran tanah pasir dengan bentonit yang sudah digunakan untuk meng-klarifikasi minyak kelapa (soil + palm oil bentonite) sebanyak 5-10 ton/ha masih dapat meneruskan air dengan baik. Namun, bila semakin tinggi taraf bentonit yang digunakan, yaitu ton/ha media tanam tersebut permeabilitasnya sangat rendah sehingga sudah tidak dapat lagi meneruskan air atau sangat menahan air (extremely water repellent). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa bila sama-sama dibandingkan dengan media yang dicampur bentonit, penambahan bentonit yang lebih banyak akan mengurangi permeabilitas media pasir sehingga lebih dapat menahan air. Namun, bila dibanding dengan media pasir 100%, penelitian ini menunjukkan bahwa pasir masih lebih baik dalam menahan air. 21

5 22 Kombinasi perlakuan yang paling dapat menahan aliran massa air (permeabilitas terendah) adalah perlakuan dosis pupuk 5 gram N/m 2 /aplikasi dengan media tanam 100% pasir (M2m0), yaitu sebesar cm/jam. Permeabilitas terendah kedua sebesar 74.3 cm/jam diperoleh kombinasi dosis pupuk sedang dengan campuran media tanam bentonit terbanyak (M1m2). Hal ini menunjukkan pasir masih dapat menahan air lebih baik dibanding dengan mencampurnya dengan bentonit. Menurut Hanafiah (2005), pasir memiliki kemampuan permeabilitas yang cepat. Kemunduran jadwal pengambilan data sifat fisik tanah akibat keterbatasan yang ada, diduga menjadi penyebab hasil permeabilitas mengalami beberapa penyimpangan. Tabel 4 Kriteria kelas laju permeabilitas dan perkolasi tanah (USSCS) a Kelas Permeabilitas (cm/jam) Perkolasi (menit/inchi) Lambat 1. Sangat lambat < < Lambat Sedang 3 Agak lambat Sedang Agak cepat Cepat 6. Cepat Sangat cepat >25 < 6 a Sumber : Hanafiah (2005) Persentase Penutupan Tajuk Kualitas Visual Persentase penutupan tajuk menunjukkan kecepatan tumbuh rumput menutup petakan yang diamati sejak 1 MST hingga 3 MST. Persentase awal rumput saat ditanam (0 HST) adalah 36%. Besarnya 36% ini didapat dari lebar lempengan rumput yang diberikan saat awal penanaman yaitu persegi berukuran 60 cm x 60 cm. Selanjutnya lempengan dipotong berukuran 5 cm untuk kemudian ditanam secara menyebar pada petak berukuran 1 m x 1 m. Data persentase penutupan tajuk rumput dari umur satu minggu setelah tanam hingga berumur tiga minggu disajikan dalam Tabel 5. Perlakuan dosis pupuk pada penelitian ini memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil perluasan penutupan tajuk rumput saat 1 hingga 3 MST. Perlakuan campuran media tanam memberikan pengaruh yang berbeda nyata positif terhadap hasil hanya pada minggu pertama. Pemberian dosis pupuk yang tinggi terbukti memberikan pengaruh positif terhadap penutupan tajuk rumput. Dosis pupuk 5 gram N/m 2 /aplikasi (M2) memberikan pengaruh nyata menaikkan penutupan tajuk rumput saat 2 dan 3 MST sedangkan dosis 10 gram N/m 2 /aplikasi (M3) memberikan pengaruh nyata positif terhadap penutupan tajuk rumput sejak 1 MST hingga 3 MST. Perlakuan campuran media tanam yang memberikan pengaruh nyata menambah penutupan tajuk rumput hanya terjadi saat 1 MST, yaitu pada taraf

6 campuran media pasir 87.5% % bentonit 25 mesh (m1). Campuran media tanam tidak menunjukkan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap hasil pada 2 MST dan 3 MST (Tabel 5). 23 Tabel 5 Persentase Penutupan Tajuk Umur 1 MST 3 MST (%) Perlakuan Minggu ke Dosis pupuk M b 91.20b 94.46b M b 93.27a 96.35a M a 94.29a 96.72a Media tanam m ab 93.12b 96.39b m a 93.07b 95.93b m b 92.57b 95.20b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Berdasarkan pengamatan, kombinasi perlakuan yang paling rendah penutupan tajuknya pada 1 MST adalah M2m2, yaitu kombinasi dosis pupuk sedang dengan campuran media tanam pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh. Penutupan tajuk rumput tertinggi dimiliki oleh M3m0, yaitu kombinasi perlakuan dosis pupuk 10 g N/m2/aplikasi dengan campuran media tanam pasir 100%. Kombinasi perlakuan M1m1, yaitu pupuk NPK dosis 2.5 gram N/m 2 /aplikasi dan campuran media tanam 87.5% pasir % bentonit 25 mesh memiliki penutupan tajuk rumput yang buruk pada 2 MST. Namun perlakuan M3m0 tetap memberikan hasil penutupan tajuk rumput terbaik saat 2 MST. Penutupan tajuk rumput yang paling baik pada 3 MST tetap dihasilkan dari kombinasi perlakuan M3m0, yaitu sebesar 97.50% berdasarkan data hasil pengamatan. Kombinasi perlakuan yang memberikan hasil penutupan tajuk rumput terburuk pada 3 MST adalah kombinasi M1m2 (93.81%), yaitu dosis pupuk terendah dengan campuran media tanam pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh. Dengan demikian secara konsisten kombinasi perlakuan pupuk 10 g N/m2/aplikasi dan media tanam 100% pasir menghasilkan tajuk rumput yang paling cepat menutup tanah. Laju penutupan tajuk rumput tercepat terjadi saat 0 HST menuju 1 MST. Seluruh rumput percobaan mengalami pertumbuhan pesat yang ditunjukkan dari laju penutupan tajuk naik rata-rata sebesar 44.42% dalam waktu satu minggu

7 24 dengan laju tercepat dimiliki oleh perlakuan M3m0. Laju penutupan tajuk rumput pada 1 MST menuju 2 MST sebesar 12.5% dan pada 2 MST menuju 3 MST laju penutupan rumput hanya sebesar 2.92%. Pemberian pupuk dosis lebih tinggi memberikan pengaruh yang baik terhadap pertambahan penutupan tajuk karena rumput memperoleh lebih banyak nutrisi dari suplai pupuk. Nutrisi ini digunakan untuk rumput untuk tumbuh sehingga dapat menyebar dan menutup tajuk dengan lebih cepat. Media tanam pasir yang dicampur dengan bentonit umumnya tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap perluasan penutupan tajuk rumput diduga karena bentonit sudah menyediakan air untuk akar sehingga akar tidak harus bergerak lebih meluas. Warna Warna adalah indikator yang berguna untuk mengetahui kondisi tanaman secara umum (Turgeon 2005). Rumput yang memberikan respons warna yang kurang hijau dari biasanya dapat diperkirakan bahwa rumput mengalami kekurangan nutrisi, air, cahaya, ataupun terserang penyakit. Hasil pengamatan tingkat kehijauan warna daun disajikan dalam Tabel 6. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang dapat dilihat di Tabel 6, faktor dosis pupuk memberikan hasil yang berbeda nyata meningkatkan kehijauan warna daun pada 3 MST hingga 9 MST. Faktor campuran media tanam juga memberikan hasil yang berbeda nyata pada 3, 4, 5, 6, 7 dan 9 MST. Tingkat kehijauan warna daun saat pengamatan pada penelitian ini memiliki skor antara atau dari hijau kekuningan hingga hijau sangat tua. Tabel 6 Tingkat Kehijauan Warna Daun Umur 2 MST - 9 MST (skor) Perlakuan Minggu ke Dosis pupuk M1 4.22b 4.33b 4.00b 3.89b 5.00a 4.00b 3.78b 4.33b M2 4.56b 4.44b 4.33ab 4.11b 4.33b 4.22b 4.22b 4.60b M3 4.56b 4.89a 4.89a 4.67a 4.89a 4.78a 4.78a 5.11a Media tanam m0 4.22b 4.22b 3.89b 3.78b 4.11b 4.11b 4.22b 4.22b m1 4.56b 4.44b 4.67a 4.44a 5.00a 4.56a 4.11b 4.78a m2 4.56b 5.00a 4.67a 4.44a 5.11a 4.33ab 4.44b 5.00a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

8 Penambahan bentonit relatif memberikan pengaruh yang berbeda nyata untuk meningkatkan kehijauan warna daun. Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT di Tabel 6, warna daun yang diberikan bentonit pada campuran media tanamnya berkisar antara hijau tua hingga hijau sangat tua (Gambar 11). Warna ini umumnya adalah kisaran warna yang disukai oleh pemain golf. 25 Gambar 11 Warna yang ditampilkan rumput saat 9 MST Bentonit merupakan batuan dengan kandungan mineral didominasi oleh montmorillonit sehingga memiliki KTK yang tinggi. Kation yang umumnya dipertukarkan adalah Ca, Na, Mg, Fe, dan Li (Murray 1999) serta kemampuan jerap yang dimiliki bentonit sebagai koloid tanah menjadikan kation tersebut lebih mudah tersedia sebagai nutrisi bagi tanaman (Hanafiah 2005). Campuran bentonit pada media pasir diduga membuat N dari suplai pupuk menjadi mudah tersedia bagi rumput sehingga rumput tampak lebih hijau. Hal ini karena unsur N yang disuplai dari pemupukan tidak mudah hilang tercuci karena terjerap oleh bentonit dibandingkan dengan media yang tidak memiliki campuran bentonit. Menurut Christians (2004) N merupakan komponen penting dalam proses biokimia tanaman dan berperan penting dalam produksi klorofil. Namun, keberadaannya sangat mobil (mudah berpindah atau hilang) dan mudah mengalami perubahan susunan kimia baik di tanah maupun di atmosfer. Peran N

9 26 dalam memproduksi klorofil ini membuat N mampu membuat rumput tampak lebih hijau sehingga pemupukan N untuk rumput sangat diperlukan. Penambahan bentonit dalam media tanam pasir pada lapangan rumput terutama untuk lapangan golf diharapkan dapat mengurangi frekuensi ataupun jumlah pemupukan yang berlebihan. Hal ini diduga karena N yang terjerap oleh bentonit menjadi mudah tersedia karena terhindar dari pencucian dalam tanah sehingga warna hijau pada rumput dapat dipertahankan dan pemupukan N yang berlebihan dapat dihindari. Secara umum tingkat warna hijau terendah dimiliki oleh M1m0, yakni perlakuan dengan kombinasi dosis pupuk NPK terendah dan media tanam 100% pasir. Warna hijau pada perlakuan ini cenderung lebih terang dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Asupan nitrogen dari pupuk yang lebih sedikit dan media tanam tidak mengandung bentonit yang dapat membantu tersedianya unsur N sebagai pembentuk klorofil diduga sebagai faktor penyebab terangnya warna rumput pada perlakuan M1m0. Perlakuan dosis pupuk tinggi (M3) menunjukkan respons terbaik, yaitu memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata sehingga memperoleh skor warna hijau tertinggi pada penelitian ini. Hal ini karena asupan nitrogen yang mencukupi dapat memberikan warna hijau yang menarik. Selain itu, campuran media tanam dengan bentonit memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap warna rumput. Perlakuan campuran media tanam, baik pada taraf 12.5% bentonit 25 mesh ataupun 25% bentonit 25 mesh, memberikan respons semakin meningkatnya warna hijau rumput sehingga dalam hal peubah tingkat kehijauan warna daun rumput direkomendasikan untuk mengaplikasikan kombinasi dosis pupuk 10 g N/m 2 /aplikasi dengan campuran media tanam 82.5% pasir % bentonit 25 mesh (M3m1). Terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan dosis pupuk dengan campuran media tanam pada peubah warna saat 6 MST. Bentuk interaksi antar perlakuan saat 6 MST dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Interaksi antar perlakuan pada peubah warna rumput saat 6 MST Perlakuan m0 m1 m2 M1 4.00d 6.00a 5.00bc M2 4.00d 4.33cd 4.67cd M3 4.33cd 4.67cd 5.67ab Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Tabel 7 menunjukkan bahwa pada 6 MST, perlakuan pupuk pada berbagai taraf yang diaplikasikan pada media tanam bercampur bentonit secara bersama-

10 sama berinteraksi menaikkan tingkat kehijauan daun dibanding bila diaplikasikan pada media tanpa bentonit. Kombinasi perlakuan M1m1 menghasilkan kualitas warna daun terbaik, yaitu pada skala 6. Hal ini berarti apabila kedua perlakuan berinteraksi secara nyata, tingkat kehijauan warna rumput terbaik bisa diperoleh dengan mengaplikasikan dosis 2.5 g N/m2/aplikasi pada campuran media 87.5% pasir % bentonit. Pemberian pupuk dan bentonit yang lebih banyak (M3m2) menjadi tidak efisien saat kedua perlakuan menunjukkan interaksi yang nyata. Faktor cuaca dan waktu pengamatan diduga ikut mempengaruhi kualitas visual rumput terutama tampilan warna. Cuaca dengan awan yang mendung cenderung menghasilkan warna yang lebih gelap. Begitu pula bila pengamatan dilakukan pada waktu yang terlalu pagi atau menuju sore hari, cenderung lebih gelap karena sinar matahari yang direfleksikan rumput tidak maksimal. Oleh karena itu pengamatan peubah warna pada penelitian ini dilakukan saat pagi menjelang siang hari. Tinggi Rumput Perlakuan dosis pupuk pada penelitian ini memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kenaikan tinggi rumput saat 5, 7, 8, dan 9 MST serta tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada 4 dan 6 MST. Dosis pupuk taraf sedang dan tinggi (M2 dan M3), yaitu 5 g N/m2/aplikasi dan 10 g N/m 2 /aplikasi memberikan masing-masing pengaruhnya saat 5, dan 8 MST. Namun pada 7 MST, perlakuan M2 dan M3 memberikan respon yang sama. Pada 9 MST dosis pupuk 10 g N/m 2 /aplikasi (M3) memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap kenaikan tinggi rumput (Tabel 8). Perlakuan campuran media tanam juga memberikan pengaruhnya dalam meningkatkan tinggi rumput yang berbeda nyata, yaitu saat di 4 dan 5 MST. Perlakuan campuran media tanam taraf 75% pasir + 25% bentonit 25 mesh (m2) inilah yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kenaikan tinggi rumput. Namun saat di 5 MST, perlakuan campuran media tanam 87.5% pasir % bentonit 25 mesh (m1) turut memberikan pengaruh yang sama dengan perlakuan campuran media tanam taraf m2. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bentonit sebagai campuran media pasir memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap ketinggian rumput golf. 27 Tabel 8 Tinggi Rumput Umur 4 MST - 9 MST (cm) Perlakuan Minggu Dosis pupuk M1 3.17b 3.62c 2.86c 2.07b 2.44c 2.11b M2 3.53b 4.10b 3.06c 2.29a 2.72b 2.24b M3 3.28b 4.68a 3.31c 2.43a 3.02a 2.58a Media tanam m0 3.11b 3.68b 2.88b 2.19b 2.69b 2.20b m1 3.20b 4.19a 3.07b 2.28b 2.84b 2.36b m2 3.67a 4.53a 3.27b 2.33b 2.65b 2.37b

11 28 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Berdasarkan hasil selama pengamatan, kombinasi perlakuan dosis pupuk rendah tanpa campuran bentonit dalam media tanam (M1m0) pada peubah tinggi rumput relatif memberikan hasil yang buruk. Perlakuan kombinasi pupuk dosis 10 g N/m 2 /aplikasi dengan media pasir bercampur bentonit (M3m1 dan M3m2) terbukti lebih sering memberikan hasil tinggi rumput terbaik pada penelitian ini. Kombinasi lain yang memberikan hasil terbaik pada peubah tinggi tanaman adalah M2m2. Kombinasi M2m2, yaitu perlakuan dosis pupuk 5 g N/m 2 /aplikasi dengan campuran media tanam 75% pasir + 25% bentonit 25 mesh memberikan hasil tinggi rumput terbaik pada 4 MST. Hal ini memperlihatkan peranan bentonit memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman. Selain itu, antar perlakuan pada peubah tinggi rumput juga menunjukkan interaksi saat rumput berumur 7 MST. Interaksi antar perlakuan tersebut disajikan dalam Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9 Interaksi antar perlakuan peubah tinggi rumput saat 7 MST Perlakuan m0 m1 m2 M1 2.00c 2.06bc 2.14bc M2 2.31bc 2.47ab 2.11bc M3 2.25bc 2.30bc 2.75a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Tabel 9 menunjukkan bahwa interaksi yang nyata dari perlakuan pupuk NPK dosis 5 gram N/m 2 /aplikasi dengan media tanam 87.5% pasir % bentonit 25 mesh (M2m1) memberikan respon yang sama baiknya dengan kombinasi M3m2. Hal ini menunjukkan penggunaan dosis pupuk dan campuran bentonit taraf sedang sudah dapat menghasilkan respon ketinggian rumput yang sama baiknya dengan kombinasi pupuk dan media tanam bercampur bentonit taraf tinggi. Oleh karena itu penggunaan dosis pupuk yang lebih tinggi dan campuran bentonit yang lebih banyak menjadi tidak efisien.

12 29 Kepadatan Pucuk Kepadatan pucuk menunjukkan tingkat pertumbuhan dan penyerapan nutrisi oleh rumput. Kombinasi perlakuan pupuk yang tinggi dengan jumlah bentonit yang cukup banyak dalam campuran media tanam memiliki kepadatan pucuk yang tinggi. Hal ini karena jumlah nutrisi yang tersedia lebih banyak dibanding dengan perlakuan dosis pupuk rendah. Kepadatan pucuk yang tinggi akhirnya menyebabkan pola pertumbuhan rumput meninggi ke atas karena tidak tersedia lagi ruang untuk rumput bergerak menyebar. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 10), terdapat perlakuan dosis pupuk yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kepadatan pucuk saat 5 hingga 9 MST. Begitu pula dengan perlakuan campuran media tanam, saat 4, 5, dan 7 MST terdapat perlakuan campuran media tanam yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata yang menaikkan jumlah kepadatan pucuk. Tabel 10 Kepadatan Pucuk Umur 4 MST 9 MST (pucuk/100cm 2 ) Perlakuan Minggu Dosis pupuk M c 82.67c 87.44b 95.07b b b M c 92.10b 97.05a a a a M c 98.63a 99.93a a a a Media tanam m ab 86.56b 94.81b 98.93b b b m b 88.82a 92.00b ab b b m a 98.04a 97.59b a b b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Kepadatan pucuk menunjukkan peningkatan jumlah dari minggu ke minggu. Pada minggu keempat, campuran media tanam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan kepadatan pucuk. Sebaliknya, perlakuan dosis pupuk tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kepadatan pucuk. Pemberian dosis pupuk tertinggi (M3) pada 4 MST menghasilkan kepadatan pucuk tertinggi, yaitu sebanyak pucuk/100 cm 2. Pengaruh yang sangat nyata pada 4 MST diberikan oleh perlakuan campuran media tanam 75% pasir + 25% bentonit 25 mesh. Perlakuan taraf m2 ini juga menunjukkan hasil kepadatan pucuk tertinggi, yakni sebanyak pucuk/100 cm 2.

13 30 Saat rumput berumur 5 MST, masing-masing perlakuan dosis pupuk memberikan pengaruh yang berbeda dalam menaikkan jumlah kepadatan pucuk. Dosis pupuk taraf ketiga yaitu dengan pemberian dosis tertinggi (M3), memberikan hasil kepadatan pucuk terbaik sebesar pucuk/m 2 di 5 MST. Perlakuan campuran media tanam taraf m1 dan m2 pada 5 MST memberikan respon yang sama terhadap pertambahan tinggi rumput tetapi berbeda nyata terhadap m0. Perlakuan pasir 100% (m0) memberikan respon hasil kepadatan pucuk terburuk. Perlakuan dosis pupuk taraf sedang dan tinggi (M2 dan M3) memberikan pengaruh yang sama terhadap pertambahan jumlah pucuk sejak 6 MST hingga 9 MST tetapi berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk rendah (M1). Selama pengamatan, perlakuan pupuk dosis 2.5 g N/m 2 /aplikasi (M1) mendapatkan hasil yang paling sedikit. Secara umum perlakuan dosis tinggi, yaitu 10 g N/m2/aplikasi (M3) memberikan hasil yang terbaik terhadap peubah kepadatan pucuk selama pengamatan pada penelitian ini. Penggunaan campuran media tanam pasir dengan bentonit juga terlihat memberikan pengaruh positif terhadap pertambahan kepadatan pucuk. Perlakuan m2, yaitu penggunaan media tanam 75% pasir + 25% bentonit 25 mesh relatif memberikan hasil yang terbaik bagi peubah kepadatan pucuk. Peubah kepadatan pucuk juga mengalami interaksi di antara perlakuannya. Interaksi ini terjadi saat rumput berumur 7 MST dan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Interaksi antar perlakuan peubah kepadatan pucuk saat 7 MST Perlakuan m0 m1 m2 M c 97.33bc b M b b b M b b a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Tabel 11 menunjukkan bahwa pada umur 7 MST perlakuan kombinasi M3m2, yaitu pupuk NPK dosis 10 gram N/m 2 /aplikasi dan media tanam 75% pasir + 25% bentonit 25 mesh memperoleh kepadatan pucuk tertinggi sebesar pucuk/100 cm 2. Kombinasi perlakuan yang mendapat kepadatan pucuk terendah saat 7 MST adalah perlakuan M1m0, yaitu kombinasi dosis pupuk terendah dengan media tanam pasir 100% sebesar pucuk/100cm 2. Seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 12 berdasarkan kriteria kelas kepadatan pucuk menurut Beard (1982), penelitian ini mendapatkan hasil kepadatan pucuk kelas kepadatan rendah sampai sedang. Saat awal penelitian

14 yaitu umur 4 MST hingga 6 MST, kepadatan pucuk termasuk kelas kepadatan rendah. Namun, memasuki 7 MST kepadatan pucuk mulai tergolong kelas sedang yang menunjukkan rumput memberikan respon yang baik dalam peningkatan jumlah pucuk. 31 Tabel 12 Kriteria kelas kepadatan pucuk menurut Beard (1982) Kriteria kelas kepadatan pucuk per 100 cm 2 Jumlah pucuk per 100 cm 2 Rendah <100 Sedang Tinggi > 200 Gelindingan Bola Kualitas Fungsional Perbedaan pola pertumbuhan rumput yang menyebar dan meninggi pada penelitian ini diduga memberikan pengaruh terhadap jarak gelindingan bola. Menurut Turgeon (2005) gelindingan bola yang baik diperoleh apabila rumput mampu menyerap kejutan/tekanan yang diberikan tanpa mengubah sifat permukaannya (memiliki kepegasan yang baik). Selain itu rumput juga dikatakan memiliki gelindingan bola yang baik bila dapat menggelindingkan bola golf lebih jauh sehingga gaya dan usaha yang dikeluarkan oleh pemain lebih sedikit. Perlakuan dengan pupuk rendah dan bentonit yang sedikit cenderung memiliki gelindingan bola yang lebih baik karena pola pertumbuhannya yang menyebar (creeping). Pola pertumbuhan rumput yang menyebar mampu menyerap tekanan dari bola golf tanpa berubah sifat permukaannya. Sifat permukaan rumput yang tidak berubah inilah yang membuat permukaan lapangan tetap rata sehingga bola dapat tetap meluncur tanpa hambatan. Berbeda dengan perlakuan dosis pupuk dan jumlah campuran media bentonit yang sedikit, perlakuan dosis pupuk dan campuran bentonit yang tinggi cenderung memiliki jarak gelindingan bola yang pendek. Hal ini diduga karena pola pertumbuhan rumput yang meninggi ke atas kurang dapat menyerap dan menahan kejutan yang dimiliki bola golf. Akibatnya setelah bola golf sampai pada permukaan rumput, sifat permukaan rumput berubah menjadi tidak tegar sehingga permukaan rumput yang masih tegar dapat menghambat bola meluncur. Gelindingan bola menurun pada 9 MST diduga karena pertambahan pucuk seiring bertambahnya umur tanaman yang menjadikan permukaan rumput semakin kasar sehingga menghambat bola meluncur Perlakuan dosis pemupukan memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata pada 5 MST dan berpengaruh yang berbeda nyata pada 6 hingga 7 MST. Perlakuan pupuk NPK dosis 2.5 gram N/m 2 /aplikasi (M1) berpengaruh nyata terhadap perlakuan M2 dan M3 pada 5 hingga 7 MST. Namun perlakuan campuran media tanam tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil gelindingan bola di seluruh minggu pengamatan. Hasil pengamatan peubah gelindingan bola dapat dilihat dalam Tabel 13.

15 32 Tabel 13 Gelindingan Bola Umur 5 MST - 9 MST (cm) Perlakuan Minggu Dosis pupuk M a 95.23a a 95.11c 97.54c M b 91.26bc 96.42ab 97.79c 94.81c M b 86.06c 92.96b 97.88c 92.31c Media tanam m b 93.34b 98.23b 96.93b 96.03b m b 90.45b 98.71b 95.93b 94.29b m b 88.74b 95.40b 97.91b 94.33b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Gelindingan bola erat kaitannya dengan istilah green speed pada lapangan golf. Berdasarkan kelas kecepatan bola di area green (green speed) menurut Beard (1982), hasil gelindingan bola yang dihasilkan pada penelitian ini masih tergolong di bawah kelas speed slow (Tabel 14). Rumput bermuda varietas Tifway umum digunakan pada fairways, dengan pukulan bola yang dibutuhkan adalah pukulan melambung sehingga gelindingan bola yang lambat tidak menjadi kendala. Oleh karena itu rekomendasi dari penelitian ini adalah dengan mengaplikasikan pupuk NPK dosis 10 gram N/m 2 /aplikasi dengan media tanam 87.5% pasir % bentonit 25 mesh. Tabel 14 Kelas kecepatan bola di area green (green speed) menurut Beard (1982) Relative Green Speed Rata-rata panjang gelindingan Permainan reguler (cm) Turnamen (cm) Fast Medium fast Medium Medium slow Slow

16 Mutaqin (2007) mendefinisikan kecepatan green atau green speed adalah ukuran laju kecepatan bola yang dihasilkan oleh pukulan putter yang menggelinding di permukaan green. Pegolf pada umumnya lebih memperhatikan kondisi kecepatan green dibandingkan area lainnya seperti teebox atau fairway. Hal ini karena 50% - 70% skor permainan dihasilkan oleh putter di daerah green. Kecepatan green di tiap lapangan golf berbeda karena ditentukan oleh banyak faktor. Menurut Mutaqin (2007), kecepatan green salah satunya ditentukan oleh jenis rumput, tinggi potongan rumput, kelembaban atau kondisi cuaca, topografi, intensitas perawatan, dan arah pukulan. Jenis rumput bermuda umumnya lebih lambat dibanding rumput bentgrass di daerah dingin. Semakin rendah potongan rumput, green akan semakin licin. Selain itu, green akan terasa semakin licin di wilayah pegunungan walaupun dengan kemiringan yang sama dengan green di dataran rendah. Intensitas pemeliharaan seperti pemupukan yang diberikan, akumulasi thatch, dan kekerasan media rumput juga mempengaruh hasil gelindingan bola. Arah petumbuhan rumput umumnya mengikuti arah matahari atau aliran air. Hasil pukulan putter yang searah dengan pertumbuhan rumput relatif lebih cepat menggelinding dibanding bola yang menggelinding berlawanan arah pertumbuhan rumput (Mutaqin 2007). Interaksi antar perlakuan dosis pupuk dan campuran media tanam pada 5 MST yang berpengaruh nyata terhadap hasil gelindingan bola golf dapat dilihat dalam Tabel Tabel 15 Interaksi antar perlakuan peubah gelindingan bola saat 5 MST (cm) Perlakuan m0 m1 m2 M ab 78.00abc 82.25a M ab 74.33abc 66.33c M c 77.29abc 70.08bc Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Saat 5 MST rentang jarak gelindingan bola pada penelitian ini berada di antara cm cm. Perlakuan kombinasi M1m2, yaitu pupuk NPK dosis 2.5 gram N/m 2 /aplikasi dengan media tanam 75% pasir + 25% bentonit 25 mesh memperoleh hasil jarak gelindingan tertinggi. Namun, interaksi nyata perlakuan pupuk NPK dosis 2.5 gram N/m 2 /aplikasi dengan media tanam 100% pasir (M1m0) juga menghasilkan gelindingan yang sama baiknya dengan M1m2 sehingga penambahan bentonit pada media tanam menjadi tidak efisien.

17 34 Bobot Kering Pangkasan Bobot kering pangkasan pada penelitian ini memberikan hasil yang terus bertambah seiring pertambahan umur tanaman tetapi menurun pada 9 MST. Hal ini diduga karena penyerapan nutrisi dari pupuk yang tidak maksimal akibat adanya kompetisi di dalam spesies rumput bermuda sejalan dengan bertambahnya jumlah pucuk. Penurunan bobot kering pangkasan juga terjadi pada penelitian Rizki (2010). Perlakuan campuran media tanam pada umur 4 MST tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering pangkasan. Namun perlakuan dosis pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil. Perlakuan M3, yakni pemberian dosis pupuk tertinggi (10 g N/m 2 /aplikasi) menghasilkan bobot kering pangkasan terbaik serta memberikan pengaruh yang sangat nyata pada umur rumput 4 MST. Hal ini karena suplai nutrisi yang mencukupi dari pupuk NPK akan membantu pertumbuhan rumput semakin baik. Tidak hanya pada 4 MST dan 5 MST saja, seperti yang disajikan dalam Tabel 16 bahwa pemberian dosis pupuk tertinggi (M3) menghasilkan bobot kering pangkasan terbaik sejak awal pengamatan hingga umur 9 MST. Tabel 16 Bobot Kering Pangkasan Umur 4 MST 9 MST (g) Perlakuan Minggu Dosis pupuk M1 0.22b 0.42b 0.56b 0.55b 0.66b 0.53b M2 0.28b 0.48ab 0.64b 0.62b 0.84b 0.70a M3 0.35a 0.56a 0.68b 0.79a 0.87b 0.74a Media tanam m0 0.26b 0.43b 0.60b 0.63b 0.71b 0.61b m1 0.27b 0.50b 0.70b 0.68b 0.83b 0.71b m2 0.32b 0.52b 0.58b 0.64b 0.83b 0.65b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Perlakuan m2, yaitu pemberian campuran 25% bentonit 25 mesh pada media tanam pasir memberikan hasil bobot kering pangkasan terbaik saat 4 dan 5 MST. Pencampuran bentonit 12.5% bentonit 25 mesh ke dalam media pasir (m1) menghasilkan bobot kering pangkasan yang baik sejak 6 hingga 9 MST. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pemberian bentonit ke dalam media tanam relatif akan memberikan respon positif terhadap bobot kering pangkasan.

18 Penelitian Nasrullah dan Tunggalini (2000) menunjukkan bahwa di bulan pertama dan kedua pengamatan, dosis pupuk urea 13.5 g N/m 2 /aplikasi memberikan respons terbaik untuk bobot kering pangkasan. Hasil laporan ini mengindikasikan bahwa rumput masih memberikan respons pertumbuhan positif sampai dosis urea 13.5 g N/m 2 /aplikasi. Menurut penelitian Schmidt (2003), pemupukan N pada rumput bermuda memberikan hasil yang optimum pada dosis 7 g N/m 2 /bulan. Bobot Kering Akar Perlakuan dosis pupuk dan campuran media tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot akar di 13 MST pada penelitian ini. Keterbatasan alat yang terjadi mengakibatkan mundurnya waktu pengambilan data verdure, bobot akar dan panjang akar. Hal ini diduga memberikan pengaruh buruk atau penyimpangan terhadap hasil yang didapat. 35 Tabel 17 Perbandingan Bobot Akar (g) dan Panjang Akar (cm) di 13 MST Perlakuan Bobot Akar (g) Panjang Akar (cm) Dosis pupuk M1 0.05b 9.22b M2 0.04b 7.75b M3 0.04b 7.83b Media tanam m0 0.05b 8.46b m1 0.04b 7.94b m2 0.04b 8.41b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Bobot kering akar terbaik untuk perlakuan faktor dosis pupuk diperoleh pupuk NPK dosis 2.5 gram N/m 2 /aplikasi (M1), yaitu sebesar 0.05 g. Faktor perlakuan campuran media tanam yang memiliki hasil bobot kering akar terbaik adalah m0, yaitu media tanam 100% pasir sebesar 0.05 g. Berdasar uji DMRT kombinasi yang menghasilkan bobot akar terbaik adalah kombinasi M1m0 sedangkan kombinasi perlakuan yang memperoleh bobot kering akar terendah adalah M3m0 (Tabel 17).

19 36 Verdure Pengamatan verdure pada penelitian ini dilihat dari bobot kering seluruh bagian rumput selain akar, yaitu stolon, rhizoma, daun, dan pucuk. Tabel 18 Verdure Rumput (g) Umur 13 MST Perlakuan Bobot Verdure (g) Bobot Akar (g) Rasio Bobot Verdure : Bobot Akar Dosis pupuk M1 0.66b 0.05b 13.2 M2 0.60b 0.04b 15 M3 0.61b 0.04b Media tanam m0 0.67a 0.05b 13.4 m1 0.65a 0.04b m2 0.55b 0.04b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Perlakuan dosis pupuk tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan bobot verdure (Tabel 18). Bobot verdure terbesar untuk perlakuan faktor dosis pupuk dimiliki oleh perlakuan M1 yaitu faktor dosis pupuk 2.5 gram N/m 2 /aplikasi. Namun pemberian dosis pupuk lebih tinggi, yaitu pupuk NPK dosis 5 gram N/m 2 /aplikasi (M2) memberikan bobot verdure terendah pada penelitian ini. Campuran media tanam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan bobot verdure. Perlakuan pasir 100% (m0) memberikan hasil terbaik untuk peubah bobot kering verdure sedangkan pemberian campuran bentonit terbanyak (m2) dalam penelitian ini memperoleh hasil bobot kering verdure terkecil. Perbandingan antara bobot verdure dengan bobot akar menghasilkan rasio bobot. Rasio bobot verdure dan bobot akar menunjukkan proporsi pesebaran nutrisi yang ditranslokasikan. Rasio bobot akan semakin kecil bila bobot akar lebih besar dibanding bobot verdure, yang berarti bahwa nutrisi lebih banyak ditranslokasikan ke akar dibanding untuk pertumbuhan verdure. Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan media tanam 87.5% pasir % bentonit 25 mesh (m1) menghasilkan rasio bobot terbesar. Hal ini mengindikasikan bahwa hasil fotosintat lebih banyak ditranslokasikan ke verdure dibanding untuk pertumbuhan akar.

20 Selain itu, peubah verdure juga mengalami interaksi antar perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pertambahan bobot kering verdure yang disajikan dalam Tabel 19. Seperti yang dapat dilihat di Tabel 19, interaksi antara pupuk NPK dosis 2.5 gram N/m 2 /aplikasi dengan media tanam 100% pasir memberikan hasil bobot verdure terbaik. 37 Tabel 19 Interaksi antar perlakuan peubah bobot verdure pada 13 MST m0 m1 m2 M1 0.72a 0.59ab 0.68a M2 0.60ab 0.65a 0.55ab M3 0.68a 0.71a 0.43b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Panjang Akar Panjang akar menunjukkan usaha akar dalam memperoleh nutrisi di dalam media tanam. Hasil panjang akar dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 17. Panjang akar tertinggi dimiliki oleh kombinasi perlakuan dosis pupuk tertinggi dengan media tanam pasir 100% (M3m0). Hal ini diduga karena tekstur pasir yang remah memberikan ruang gerak akar yang lebih leluasa dibanding dengan media tanam yang dicampur dengan bentonit. Namun pemberian bentonit tidak memberikan pengaruh yang nyata pada peubah panjang akar. Panjang akar diambil menggunakan plug cutter (Gambar 12). Gambar 12 Pengambilan sampel peubah panjang akar, bobot akar, dan bobot verdure menggunakan plug cutter Saat air lolos dengan cepat pada media tanam pasir, akar berperan penting dalam adaptasi tanaman. Nio dan Torey (2013) mengungkapkan bahwa beberapa

21 38 karakter morfologi akar yang menunjukkan resistensi tanaman terhadap kekurangan air adalah pemanjangan akar ke lapisan media yang lebih dalam, pertambahan luas dan kedalaman sistem perakaran, perluasan distribusi akar secara horizontal dan vertikal, lebih besarnya berat kering akar pada genotipe tanaman yang seharusnya tahan kekeringan, pertambahan volume akar, daya tembus akar yang tinggi, lebih rendahnya rasio akar dengan tajuk serta rasio panjang akar dengan tinggi tanaman. Panjang akar yang disajikan dalam Tabel 17 menunjukkan bahwa media pasir 100% menghasilkan akar yang paling panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa akar terus memanjang untuk mencari sumber air. Rendahnya rasio bobot akar dengan verdure juga mengindikasikan bahwa media tanam pasir 100% sangat cepat meneruskan air. Keberadaan bentonit sebagai soil amendment memberikan respon yang baik terhadap panjang akar karena menghasilkan panjang akar yang lebih pendek. Hal ini diduga karena sifat bentonit yang baik dalam menyerap air sehingga lebih banyak air tersedia bagi rumput. Berdasarkan nilai porositas yang diuji pada sifat fisik tanah sebelumnya, m0 memperoleh nilai porositas tertinggi. Menurut Hanafiah (2005) semakin poreus tanah, akan makin mudah akar untuk bergerak menelusup, serta makin mudah air dan udara untuk bersirkulasi. Drainase dan aerasi baik, yaitu air dan udara banyak tersedia bagi tanaman, tetapi makin mudah pula air untuk hilang. Pori makro yang tinggi ini juga diduga menyebabkan M3m0 memiliki panjang akar tertinggi. Korelasi Antar Peubah Berdasarkan hasil uji korelasi, didapatkan hasil bahwa porositas memiliki korelasi yang berbanding terbalik dengan bulk density. Hasil menunjukkan korelasi yang sangat nyata, yaitu semakin besar bobot isi maka semakin menurunkan nilai porositas dan sebaliknya. Hasil selanjutnya menunjukkan warna daun dan tinggi rumput memiliki korelasi dengan permeabilitas. Korelasi ini bernilai positif yang berarti warna daun dan tinggi rumput akan semakin baik bila permeabilitas media tanam juga bernilai tinggi. Tinggi rumput juga memiliki korelasi yang berbanding lurus dengan warna daun. Hasil penelitian Waryanti (2004) juga menunjukkan korelasi positif yang sama antara tinggi rumput dengan warna daun. Selain warna dan tinggi, bobot kering akar juga memiliki korelasi dengan permeabilitas. Namun dengan hasil mengindikasikan bahwa bobot kering akar berbanding terbalik dengan permeabilitas. Semakin tinggi permeabilitas media tanam, akan semakin menurunkan nilai bobot kering akar. Korelasi terbalik juga dimiliki bobot kering akar dengan warna daun dan tinggi rumput, yaitu semakin besar bobot kering akar maka warna daun dan tinggi rumput akan semakin buruk karena hasil fotosintat yang lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan akar. Bobot kering pangkasan semakin meningkat bila tinggi tanaman semakin meningkat pula. Namun, bobot kering pangkasan memiliki korelasi terbalik dengan gelindingan bola. Gelindingan bola juga berkorelasi negatif dengan tinggi rumput dan kepadatan pucuk. Hal ini selaras dengan pernyataan Mutaqin (2007) bahwa semakin rendah potongan rumput maka green akan semakin licin. Hasil uji korelasi antar peubah dapat dilhat dalam Tabel 20.

22 39 Tabel 20 Korelasi antar peubah yang diamati BI (g/cm3) BI (g/cm3) 1 Porositas (%) Porositas (%) -0,997 1 Permeabilitas (cm/jam) Warna Daun (Munsell Chart) Permeabilitas (cm/jam) -0,02 0,033 1 Warna Daun (Munsell Chart) -0,201 0,191 0,62 1 Tinggi Rumput (cm) Tinggi Rumput (cm) -0,379 0,402 0,702 0,808 1 Gelindingan Bola (cm) Kepadatan Pucuk (pucuk/100cm 2 ) Bobot Kering Pangkasan (g) Gelindingan Bola (cm) 0,442-0,446-0,166-0,541-0,62 1 Kepadatan Pucuk (pucuk/100cm) 0,107-0,092 0,056 0,499 0,564-0,609 1 Bobot Kering Pangkasan (g) -0,236 0,265 0,481 0,588 0,661-0,716 0,53 1 Bobot Kering Akar (g) Bobot Kering Akar (g) -0,328 0,319-0,646-0,763-0,666 0,343-0,562-0,392 1 Bobot verdure (g) Bobot verdure (g) -0,214 0,218 0,066-0,354-0,375 0,48-0,753-0,035 0,586 1 Panjang Akar (cm) -0,135 0,131-0,105-0,289-0,136-0,063-0,391-0,456 0,092-0,219 1 Panjang Akar (cm)

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN sehingga terdapat sembilan kombinasi perlakuan yang diberikan pada petakan rumput dengan tiga blok. Perlakuan tersebut dirinci sebagai berikut: M1 : pupuk NPK dosis 2.5 gram N/m 2 /aplikasi M2 : pupuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Media Terhadap Drainase Lapangan Sepakbola Sebelum tahun 1940an media tanam rumput dalam lapangan sepakbola terdiri dari media campuran yang banyak mengandung liat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (a)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (a) 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai ini dilakukan di tiga lokasi lapangan bola yang dipakai dalam Kompetisi Liga Super (Gambar 10) yaitu Stadion Singaperbangsa yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 36 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Media Tanam Lapangan Media tanam yang digunakan pada ketiga lapangan berbeda. Perbedaan dan ciri masing-masing media tanam lapangan ini dapat terlihat pada Tabel 9. Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk majemuk NPK berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun, bobot segar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN. Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika

HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN. Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika LIMBAH SERAT BATANG AREN SEBAGAI SUBSTRAT ORGANIK PADA HIDROPONIK

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan penelitian terdiri atas pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang dilakukan di luar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA A. TA AH Istilah tanah (soil) berasal dari kata latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman jagung manis nyata dipengaruhi oleh jarak tanam. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 sampai 8 dan rataan uji BNT 5% pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di lahan kering terbuka timur Greenhouse C Fakultas Pertanian UNS dengan ketinggian 95 meter dpl, pada koordinat 7º 33

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis 2.1. Kajian Teoritis BAB II TELAAH TEORI 2.1.1. Lapangan Sepakbola Sepakbola adalah permainan bola kaki yang dimainkan antar dua tim dengan jumlah 11 orang pemain per tim. Dalam permainan ini pemain kecuali

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang 4.1.1 Kondisi Lingkungan Tempat Penelitian Lokasi percobaan bertempat di desa Jayamukti, Kec. Banyusari, Kab. Karawang mendukung untuk budidaya tanaman

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur No. Parameter Sifat Fisik Metode 1. 2. 3. 4. 5. Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur Gravimetri Gravimetri pf Pengayakan Kering dan Basah Bouyoucus (Hidrometer) 6.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tajuk Indikator pertumbuhan tanaman dapat diketahui dengan bertambahnya volume dan juga berat suatu biomassa yang dihasilkan selama proses pertunbuhan tanaman.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Buah Kualitas fisik buah merupakan salah satu kriteria kelayakan ekspor buah manggis. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kualitas fisik buah meliputi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Kualitas Turfgrass

TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Kualitas Turfgrass TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Menurut Emmons (2000) tufgrass ialah tanaman penutup tanah dalam fase vegetatif yang dapat menahan pengunaan yang keras dan menyediakan permukaan yang ideal untuk lapangan olah

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, TINJAUAN PUSTAKA Limbah Pabrik Kelapa Sawit Dalam proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit (TBS) menjadi minyak sawit mentah (MSM) dihasilkan sisa produksi berupa limbah. Limbah padat dengan bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian 2 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Pada saat penelitian berlangsung suhu dan RH di dalam Screen house cukup fluktiatif yaitu bersuhu 26-38 o C dan berrh 79 95% pada pagi hari pukul 7.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian Tanah yang digunakan sebagai media tanam kelapa sawit tergolong ke dalam jenis tanah Latosol. Analisis tanah di pembibitan menunjukkan bahwa tanah

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA

PENGARUH MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura PENGARUH MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon. L.) The Effect of Sand Media on Visual and Fungsional

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap jenis makhluk hidup termasuk tanaman. Proses ini berlangsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK PENENTUAN BULK DENSITY Fauziah Mas ud Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRAK Bulk density merupakan berat suatu massa tanah per satuan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang

I. PENDAHULUAN. Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang berumbi. Dibandingkan dengan sayuran berumbi yang lain, misalnya wortel (Daucus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari tanah tidak terlepas dari pandangan, sentuhan dan perhatian kita. Kita melihatnya, menginjaknya, menggunakannya dan memperhatikannya. Kita

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam pada penelitian ini berupa densitas partikel, kerapatan lindak dan porositas, tahanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar Agroforestri jarak pagar di bawah tegakan mahoni di BKPH Babakan Madang berada di dua macam jenis tegakan yaitu mahoni muda dan mahoni tua.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci