BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi"

Transkripsi

1 % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi pf pf ialah logaritma dari tegangan air tanah yang dinyatakan dalam sentimeter tinggi kolom air. Pori-pori dalam suatu masa tanah merupakan rongga-rongga diantara partikel-partikel tanah yang dapat berisi air atau udara. Proporsi antara air dan udara dalam pori-pori tanah tergantung dari kadar air tanah. Semakin tinggi kadar air tanah, maka semakin rendah pori-pori yang dapat diisi oleh udara atau sebaliknya. Untuk mengetahui distribusi pori dalam tanah di tetapkan kurva pf, yaitu suatu kurva yang menyatakan hubungan antara kandungan air tanah dengan pf. Tahap pekerjaannya sebagai berikut: a. Mengambil tanah dari lapang dalam ring setebal 1, cm di bagian tengah ring b. Kemudian membaginya menjadi 3, masing-masing untuk pf 1 (tekanan 1 cm air), pf (tekanan 1 cm air), dan pf,4 (tekanan 1/3 atm). Untuk pf 4, (tekanan 1 atm) digunakan contoh tanah kering udara berukuran < mm. c. Tanah untuk penetapan pf 1, dan,4 diletakan diatas piringan (plate) dalam pressure plate apparatus, kan tanah untuk penetapan pf 4, diletakan diatas piringan dalam pressure membrane apparatus. d. Memenuhi contoh tanah ini dengan air sampai berlebihan. dibiarkan selama 48 jam. e. Menutup alat rapat-rapat, kemudian diberikan tekanan sesuai dengan pf yang dikehendaki. f. Keseimbangan tercapai setelah kira-kira 48 jam tekanan-tekanan tersebut bekerja. g. Setelah keseimbangan tercapai keluarkan contoh tanah tersebut untuk ditetapkan kadar airnya. h. Terakhir membuat kurva pf pada excel, kandungan air sebagai absis dan pf sebagai ordinat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi Parameter Infiltrasi Dari hasil pengukuran laju infiltrasi selama 4 fase pertumbuhan tanaman padi, dapat diduga parameter-parameter infiltrasinya (Tabel 8.). Nilai setiap parameter sangat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah sawah terutama permeabilitas, porositas dan tekstur. Pada setiap fase laju infiltrasi juga akan bergantung dari kondisi lahan dan pertumbuhan sistem perakaran tanaman padi. Dari data pengukuran dapat diketahui laju infiltrasi rata-rata terbesar terjadi pada fase 3 di teras tengah sebesar 16, mm/jam (Tabel 8.) kondisi lahan pada fase ini dalam keadaan kering dan umur tanaman padi sudah mencapai 49 hari. Selain lahan yang kering, perakarannya pun sudah cukup untuk membuka ruang pori dalam tanah. Tabel 8. Parameter infiltrasi Teras fo mm/jam fc mm/jam t jam A 37,3 14,7 6173,61 T 1,6 191 B 179, 76, 3383,98 A 3,3 66 T 1,9 93 B 16,7 436 A 743, 367, 13,44 T 886, 16, 166,8 B 3,3 1,9 49,784 A 19,3 183 T 7,4,1 91 1,61 B 1, Catatan: t adalah waktu pada saat laju infiltrasi konstan. Laju infiltrasi rata-rata terkecil terjadi pada fase sebesar 1,9 mm/jam (Tabel 8.) masih di teras tengah dimana pada fase ini kondisi lahan dalam keadaan tergenang dan dalam masa pelumpuran, pertumbuhan padi masih dalam masa pematangan dan pemanjangan batang. Padi baru berumur ± hari setelah semai. Pada fase ini padi dalam pemupukan. K 11

2 Dengan adanya pemupukan pori-pori tanah akan terisi oleh pupuk dan terjadi pemampatan tanah oleh pupuk sehingga proses infiltrasi menjadi lebih terganggu dan menghasilkan laju infiltrasi yang kecil dibandingkan dengan fase-fase yang lain. Pada Tabel 8. ada beberapa kolom yang kosong. Kosongnya kolom tersebut dikarenakan infiltrasi sudah dalam keadaan konstan atau sudah mencapai kapasitas infiltrasi, sehingga f = fo = fc. Konstannya nilai infiltrasi disebabkan oleh lahan yang sudah jenuh. Pada saat infiltrasi sudah dalam keadaan konstan, maka dapat ditentukan juga kelas infiltrasinya. Tabel 9. Kelas infiltrasi konstan rata-rata pada 4 fase Laju & Kelas infiltrasi konstan Level (mm/jam) Sangat Cepat Lambat Atas Cepat Lambat Sangat Lambat Sedang Tengah Lambat Cepat Bawah Cepat Lambat Cepat Lambat pelumpuran dan kejenuhan lahan. Di level atas dan bawah pelumpuran tidak begitu dalam, yaitu ± 1 cm pada teras atas dan ± cm pada teras bawah, kan pada infiltrasi (mm/jam) 3 1 Teras Atas U waktu (dtk) Teras Tengah U Teras Bawah U3 Liu (1) menyebutkan bahwa laju infiltrasi awal di lahan sawah pada kondisi kering akan lebih besar dan perbedaannya akan signifikan pada saat lahan sawah itu berada dalam kondisi yang lain, seperti penggenangan dan pelumpuran. Kondisi teras yang berbeda pada tiap ketinggian membuat pergerakan air dari teras atas ke teras tengah lalu ke teras bawah tidak terlihat, sehingga laju infiltrasi tiap teras tidak saling berhubungan. Hal ini disebabkan posisi bawah pada masingmasing teras. Posisi bawah di teras atas dan tengah diisi oleh batuan-batuan yang padat membuat pergerakan air di dalam tanah terhambat akibatnya air bergerak ke teras bawah hanya melalui limpasan permukaan Gambar 4. Infiltrasi pada fase 1 Teras Atas U Kurva infiltrasi Untuk mengetahui lebih jelas laju infiltrasi di tiap teras dan fase disajikan melalui kurva infiltrasi pada Gambar 4,, 6, dan 7. yang mewakili teras dan fasenya. Gambar 4. merupakan kurva infiltrasi terhadap waktu pada fase 1, di tiap teras. Pada fase ini terlihat variasi dari tiap teras, infiltrasi terbesar pada teras atas diikuti teras bawah kemudian teras tengah. Variasi ini disebabkan oleh faktor Teras Bawah U Gambar. Infiltrasi pada fase 1

3 Teras Atas U3 Teras Atas U1 Infiltrasi (m m/j am ) Infiltrasi (m m /jam ) Teras Tengah U1 Teras Tengah U3 Infiltrasi (m m/j am ) Infiltrasi (m m /jam ) Infiltrasi (m m/j am ) Teras Bawah U Infiltrasi (m m /jam ) Teras Bawah U Gambar 6. Infiltrasi pada teras tengah pelumpuran mencapai 6 cm. Pelumpuran menyebabkan lahan menjadi basah, semakin berlumpur lahan semakin jenuh karena kandungan air pada lahan semakin besar. Pada Gambar. infiltrasi yang terukur hanya pada dua teras, yaitu teras atas dan bawah. Pada pengukuran infiltrasi fase, proses pengukuran lebih lama dari proses pengukuran infiltrasi fase 1. Pada fase satu kali ulangan membutuhkan waktu 4- jam itupun pemberian air pada ring dalam tidak lebih dari 4 kali. Dari Gambar. tidak lebih dari 4 data yang bisa diambil. Hal ini menunjukan tanah sudah mencapai kapasitas infiltrasi. Gambar 7. Infiltrasi pada Pada pengukuran infiltrasi fase 3, padi pada lahan sawah sudah berumur kurang lebih 49 hari setelah semai dimana biji-biji pada tanaman padi sudah terbentuk namun masih hijau dengan jarak tanam padi cm. Data yang dihasilkan dari pengukuran ini terlihat pada Gambar 6. dimana laju infiltrasi terbesar terjadi di teras tengah diikuti teras atas kemudian bawah. Perlakuan pada lahan di teras atas sama dengan teras bawah, yaitu sebagian kering, sebagian basah dan sebagian lagi tergenang. Sedangkan pada teras tengah lahan sebagian besar kering. Secara kebetulan titik-titik pengukuran pada teras atas dan tengah mewakili semua kondisi lahan tapi untuk teras tengah titik pengukuran tepat berada pada lahan yang kering. 13

4 Pada fase ini perakaran tanaman padi sudah bisa membuka ruang pori tanah sehingga air bisa dengan mudah terinfiltrasi. (Gambar 7.) merupakan fase pengukuran terkahir. Pada fase ini data yang dihasilkan dari masing-masing teras tidak berbeda jauh dengan fase 1 dan fase. Pengukuran infiltrasi fase 4 dilakukan setelah sawah panen dengan asumsi keadaan lahan kering kerontang. Namun yang terjadi adalah kondisi lahan basah seperti pada pengukuran fase 1. Pada fase 4 ini sawah oleh petani setelah panen langsung diairi dengan alasan agar keadaan lahan tetap basah dan mudah untuk diolah, hal ini dilakukan karena air yang setiap saat tersedia. lahan sawah menyisakan sisa-sisa perakaran dan jerami padi sehingga mengganggu proses pengukuran infiltrasi Variasi infiltrasi pada setiap fase dan level di salah satu lahan sawah di wilayah mikro DAS Cibojong memperlihatkan bahwa infiltrasi dapat dipengaruhi oleh masa pertumbuhan tanaman khususnya sistem perakaran, kondisi lahan (pelumpuran) dan sisa-sisa perakaran dan jerami setelah panen. Data hasil pengukuran infiltrasi selama 4 fase terlampir. 4.. Pengaruh Sifat Fisik Tanah terhadap Laju Infiltrasi Porositas, permeabilitas, dan tekstur Sifat fisik tanah yang paling dominan dalam mempengaruhi proses infiltrasi adalah porositas, permeabilitas, dan tekstur. Ruang pori yang terdapat dalam tanah sangat menentukan pergerakan air dalam tanah, ukuran ruang pori yang dapat meloloskan air dengan kean sampai dengan berukuran diatas 8,8 µm (Rachim, ). Ruang pori ini akan bertambah besar apabila terdapat sistem perakaran tanaman. Pada fase 3 pertumbuhan sistem perakaran tanaman padi pada kondisi lahan yang kering mampu meningkatkan laju infiltrasi yang signifikan pada tiap teras. Sedangkan tiga fase yang lain, yaitu 1,, dan 4 tidak begitu terpengaruh dikarenakan lahan sudah jenuh air dimana tanahnya sudah mencapai kapasitas infiltrasi. Sifat fisik tanah lain yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah permeabilitas. Permeabilitas ini merupakan ukuran yang menunjukkan kemudahan air di dalam tanah untuk bergerak atau mengalir. Penentuan permeabilitas ini sangat tergantung dari kondisi sampel. Sampel yang baik adalah sampel pada kondisi tanah yang stabil. Dari data hasil analisis pada Tabel 1. nilai permeabilitas berada pada kisaran kelas permeabilitas dan. Nilai permeabilitas terbesar pada fase 3 dimana rata-rata kisaran nilainya seragam untuk tiap teras sebesar mm/jam. Permeabilitas juga dipengaruhi oleh ruang pori dalam tanah. Sehingga baik permeabilitas maupun laju infiltrasi yang terukur pada fase 3 memberikan nilai yang besar. Sebagai pembanding pada Tabel 1. dapat dilihat kelas permeabilitas dan kelas laju infiltrasi pada tiap teras dan fase. Besar kecilnya laju infiltrasi akan selalu mengikuti permeabilitas tanahnya dalam meloloskan air. Tabel 1. Perbandingan kelas infiltrasi dengan kelas permeabilitas Fase Level Atas Tengah P I lambat P I lambat P Bawah I lambat Catatan: P: Permeabilitas; I: Infiltrasi Sangat sangat lambat lambat Kelas tekstur pada lahan sawah hampir sama di setiap teras dan fase, yaitu didominasi oleh kelas lempung pada teras atas dan tengah dan sedikit kelas tekstur lempung liat pada teras bawah. Tabel 11. Tekstur dan kelas tekstur Tekstur (%) Level Pasir Debu Liat Kelas Atas 4,63 48,79 6,9 Lempung Tengah 7, 41,3 3,4 Lempung Bawah 39, 3,81 4,67 Lempung berliat Apabila dikaitkan dengan kelas permeabilitas, kelas tekstur ini menunjukan permeabilitas. Permeabilitas merupakan karakter tanah bertekstur atau tanah berlempung. Tekstur pada lahan sawah yang terukur termasuk tanah bertekstur tetapi halus dan 14

5 masuk ke dalam kelas tekstur lempung pada level atas dan tengah dan kelas lempung berliat pada level bawah. Pengaruh tekstur terhadap laju infiltrasi akan terlihat pada waktu tektsur tanah pada kondisi kering. Kelas teksur lempung akan mudah pecah atau retak-retak apabila dalam kondisi kering. Pada saat itulah laju infiltrasi akan besar selain itu beda potensi kapiler lapisan tanah atas dan bawah pada kondisi kering akan menyebabkan air jatuh di permukaan tanah akan diserap dengan. Sedangkan pada fase 1,, dan 4 walaupun masih memiliki kelas tekstur yang sama namun penggenangan lahan telah membuat pengaruh sifat fisik tanah tidak terlihat berpengaruh pada laju infiltrasi. Data lengkap hasil pengukuran baik untuk nilai porositas, permeabilitas, dan tekstur terlampir. pf Kurva pf 4 Fase pada Teras Atas Kadar Air (%vol) Kurva pf 4 Fase pada Teras Tengah Kadar Air (%vol) Kurva pf 4 Fase pada Teras Bawah Kadar Air (%vol) Gambar 8. Kurva pf pada setiap fase Rachim () menyebutkan bahwa pori-pori dalam suatu masa tanah merupakan rongga-rongga diantara partikelpartikel tanah yang dapat berisi air atau udara. Proporsi antara air dan udara dalam pori-pori tanah tergantung dari kadar air tanah. Semakin tinggi kadar air tanah, maka semakin rendah pori-pori yang dapat diisi oleh udara atau sebaliknya. Agar tanaman dapat tumbuh dengan baik diperlukan proporsi atau perimbangan antara pori-pori yang terisi air dan udara Untuk mengetahui distribusi pori dalam tanah ditetapkan kurva pf, yaitu logaritma dari tegangan air tanah yang dinyatakan dalam sentimeter tinggi kolom air. (Gambar 8.). Kadar air pada tiap-tiap teras di tiap fase memberikan variasi yang kecil jumlahnya, namun nilai kadar airnya menurun dari fase 1 ke fase 4. Penurunan nilai ini menunjukkan kadar air yang dibutuhkan oleh tanaman akan semakin berkurang selama proses pertumbuhan tanaman berlangsung. 4 fase pertumbuhan tanaman padi memberikan pengaruh terhadap ketersediaan air pada lahan, menjelang panen air pada lahan akan dikurangi untuk memper pematangan biji dan untuk mencegah kelebihan air yang bisa menyebabkan biji padi membusuk. Tabel 1. Kadar air tanah pada berbagai nilai pf (mm) Teras AT pf 1 pf pf.4 pf4. A T B A T B Fae 3 A T B A T B Catatan: AT (air tersedia) 1

6 yang penting bagi pertumbuhan tanaman, yaitu pf,4 dan pf 4,. Karena air tersedia berada diantara kedua nilai ini. pf,4 sebagai nilai kapasitas lapang dan pf 4, sebagai nilai titik layu permanen, kan air tersedia dilapangan didapatkan dari selisih antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Sedangkan untuk pf 1 dan pf tidak terlalu berpengaruh karena keduanya pemegang pori drainase dan, air tidak akan tersimpan dalam tanah melainkan diloloskan. Jumlah air tersedia hasil pengukuran mengindikasikan pada lahan sawah itu cukup air dan bahkan lebih dari cukup sehingga resiko cekaman air untuk tanaman kecil. Laju infiltrasi terlihat terpengaruh oleh besarnya kadar air pada lahan. Laju infiltrasi meningkat seiring dengan berkurangnya kadar air pada lahan sawah (fase 3) walaupun penurunan kadar airnya tidak terlalu signifikan. Data lengkap nilai pf terlampir Berat Isi dan Kedalaman serta Peranan Lapisan Kedap Air Sawah di kampung Cikalong menurut petani setempat telah di buka belasan tahun yang lalu (informasi dari hasil wawancara). Awal mulanya lahan sawah merupakan areal hutan yang kemudian digunduli untuk dijadikan areal persawahan. Dikarenakan tanahnya yang miring, maka petani setempat mengisi lapisan tanah dengan batu sungai agar tidak terjadi erosi. Dari data hasil analisis nilai berat Isi untuk teras atas dan tengah semakin dalam semakin besar (Gambar 9.) karena lapisan di bawahnya merupakan batuan. Sedangkan untuk teras bawah sampai dengan kedalaman 3-4 cm nilai berat isi meningkat namun pada kedalaman 4- cm nilai berat isi berkurang. Susilowati (4) menyatakan pada umumnya setelah sawah mencapai umur lebih dari 4 atau tahun, kekedapan tanah di sawah semakin stabil, karena telah terbentuk lapisan kedap air yang sempurna. Suganda (199) juga menyatakan lapisan kedap dapat ditemukan pada lahan yang telah lama disawahkan. Lapisan ini tebalnya kira-kira cm, nilai berat isi lebih besar daripada lapisan tanah di atas dan di bawahnya. Nilai berat isi pada teras bawah menunjukkan ada lapisan dimana lapisan itu lebih padat dibandingkan lapisan di atas maupun di bawahnya, yang berada pada kedalaman 3-4 cm. Data ini mengindikasikan pada lahan sawah tersebut terdapat suatu lapisan yang ciri-cirinya mirip dengan lapisan kedap air. Kedalaman (cm) Kedalaman (cm) Kedalaman (cm) Berat Isi 4 Fase Teras Atas Berat Isi (g/cm3) Berat Isi 4 Fase pada Teras Tengah Berat Isi (g/cm3) Berat Isi 4 Fase pada Teras Bawah Berat Isi (g/cm3) Gambar 9. Berat Isi pada setiap fase Peranan lapisan kedap air dalam proses infiltrasi ini adalah sebagai penahan air agar air yang terinfiltrasi tidak langsung terpekolasi ke lapisan jenuh, sehingga air akan tetap tersedia untuk dimanfaatkan oleh tanaman. Apabila air terpekolasi ke lapisan jenuh, maka air tersedia akan mendekati nilai titik layu permanen dan akan menyebabkan lahan kekurangan air dan perlu diberi tambahan air. Dengan adanya lapisan kedap air tersedia untuk tanaman akan tetap dipertahankan hingga mencapai nilai kapasitas lapang, dengan demikian pada lahan tersebut tidak perlu ditambahkan air. Namun dampak dari lapisan kedap akibat pengolahan tanah sawah yang terus menerus tanpa memperhatikan perbaikan kedalaman zone perakaran, mengakibatkan lapisan tersebut akan semakin dangkal (< 16

Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian

Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian Lahan Laju Infiltrasi (mm/jam) Referensi Pertanian 6-3 Agnihorti and Yadav (1995) Pertanian 57-10 Navar and Synnot (000) Sawah 0,0-0,15 Liu (001)

Lebih terperinci

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2)

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2) TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2) Nama : Sonia Tambunan NIM : 105040201111171 Kelas : I UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan perhitungan kapasitas infiltrasi dari tiga lokasi pengujian lapangan di DAS Krasak, tiga lokasi tersebut terdiri berdasarkan peta kawasan rawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Umum

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Umum BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Umum Pada bab ini akan diuraikan hasil perhitungan kapasitas infiltrasi dari tiga lokasi pengujian lapangan yang telah ditentukan berdasarkan wilayah kawasan rawan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun

Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun LAMPIRAN 111 Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun Minggu Setelah Tanam Cara Aplikasi Dosis (g) Jenis pupuk 5 Siram 0.5 NPK 15.15.6.4.TE *) (150

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

15. PENETAPAN RETENSI AIR TANAH DI LABORATORIUM

15. PENETAPAN RETENSI AIR TANAH DI LABORATORIUM Penetapan Retensi Air Tanah di Laboratorium 167 15. PENETAPAN RETENSI AIR TANAH DI LABORATORIUM Sudirman, S. Sutono, dan Ishak Juarsah 1. PENDAHULUAN Penilaian kondisi fisik tanah di lapangan sebaiknya

Lebih terperinci

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH. MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH-AIR-TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2013) Lab. Fisika Tanah FPUB TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM FISIKA TANAH

PENUNTUN PRAKTIKUM FISIKA TANAH PENUNTUN PRAKTIKUM FISIKA TANAH Oleh Ir. I Nyoman Puja, M.S. JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2008 KATA PENGANTAR Usaha untuk memantapkan dan memahami teori yang diperoleh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan tanah untuk penelitian berupa tanah podsolik yang diambil dari Jasinga, Kabupaten Bogor. Pengambilan bahan tanah podsolik dilakukan pada minggu ke-3 bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Parameter Infiltrasi Metode Horton Tabel hasil pengukuran laju infiltrasi double ring infiltrometer pada masingmasing lokasi dapat dilihat pada Lampiran A. Grafik

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang dimiliki oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bisa mendapatkan bahan pangan, sandang, papan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut (Soemarto,1999). Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak pasti), melalui permukaan dan secara vertikal. Setelah beberapa waktu kemudian,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012 Nama : Yudhistira Wharta Wahyudi NIM : 105040204111013 Kelas : J, Jumat 09:15 Dosen : Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soemarto (1999) infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak pasti), melalui permukaan dan secara vertikal. Setelah beberapa waktu kemudian,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan model tanggul adalah tanah jenis Gleisol yang berasal dari Kebon Duren, Depok, Jawa Barat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG, SUKABUMI. Gian Gardian Sudarman

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG, SUKABUMI. Gian Gardian Sudarman LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG, SUKABUMI Gian Gardian Sudarman DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah Bab 4. AIR TANAH Foto : Kurniatun Hairiah Apa yang dipelajari? Kapilaritas dan Air Tanah Konsep Enerji Air Tanah Kadar Air dan Potensial Air Mengukur Kadar dan Potensial Air Macam-macam aliran air di dalam

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian 2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini

Lebih terperinci

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur No. Parameter Sifat Fisik Metode 1. 2. 3. 4. 5. Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur Gravimetri Gravimetri pf Pengayakan Kering dan Basah Bouyoucus (Hidrometer) 6.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April 2017 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian. Alat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Umum

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Umum BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Umum Pada bab ini akan diuraikan perhitungan kapasitas infiltrasi dari tiga lokasi pengujian lapangan yang telah ditentukan berdasarkan wilayah kawasan rawan bencana (KRB).

Lebih terperinci

DASAR ILMU TA AH M ter e i r i : 6 D i amik i a A ir i r T T nah

DASAR ILMU TA AH M ter e i r i : 6 D i amik i a A ir i r T T nah DASAR ILMU TA A Materi 06: Dinamika Air Tanah Apa yang dipelajari? Kapilaritas dan Air Tanah Konsep Enerji Air Tanah Kadar Air dan Potensial Air Mengukur Kadar dan Potensial Air Macam-macam aliran air

Lebih terperinci

Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi Kemampuan Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan M10 KLASIFIKASI KEMAMPUAN LAHAN Widianto, 2010 Klasifikasi Kemampuan Lahan TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Mampu menjelaskan arti kemampuan lahan dan klasifikasi kemampuan lahan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume tanah ini termasuk butiran padat dan pori-pori tanah diantara partikel tanah.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik Awal Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm -3, pori air tersedia < 20%, pori drainase

Lebih terperinci

Foto : Kurniatun Hairiah

Foto : Kurniatun Hairiah Bab 6. AIR TANA Foto : Kurniatun airiah Apa yang dipelajari? Kapilaritas dan Air Tanah Konsep Enerji Air Tanah Kadar Air dan Potensial Air Mengukur Kadar dan Potensial Air Macam-macam aliran air di dalam

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG, SUKABUMI. Gian Gardian Sudarman

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG, SUKABUMI. Gian Gardian Sudarman LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG, SUKABUMI Gian Gardian Sudarman DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 1 (2016), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 1 (2016), Hal ISSN : PRISM FISIK, Vol. IV, No. (26), Hal. 28-35 ISSN : 2337-824 Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Konduktivitas Hidrolik Jenuh pada ahan Pertanian Produktif di Desa rang imbung Kalimantan Barat Tri Handayani,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah 1314151022 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Dokuchnev

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi 12 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai peristiwa masuknya air ke dalam tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah terdiri atas bahan padat dan ruang pori di antara bahan padat,

BAB I PENDAHULUAN. Tanah terdiri atas bahan padat dan ruang pori di antara bahan padat, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah terdiri atas bahan padat dan ruang pori di antara bahan padat, dalam berbagai bentuk dan ukuran. Bahan padat terdiri atas bahan organic pada berbagai tingkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Media Terhadap Drainase Lapangan Sepakbola Sebelum tahun 1940an media tanam rumput dalam lapangan sepakbola terdiri dari media campuran yang banyak mengandung liat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK -, EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK Oleh KUSNI BINTARI F. 29 1492 1997 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOCOR BOCOR Kusni Bintari. F 29 1492. EVALUASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Stabilitas Agregat Stabilitas agregat adalah kemampuan tanah untuk menahan tekanan yang dapat menyebabkan terjadinya pemisahan agregat seperti penggemburan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta tanggapannya terhadap pengelolaan

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Tetes Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi semakin disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. Irigasi tetes merupakan metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Mulsa Vertikal terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1 Infiltrasi Kumulatif Hasil analisis sidik ragam menunjukan pemberian mulsa vertikal tidak berbeda nyata

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK -, EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK Oleh KUSNI BINTARI F. 29 1492 1997 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOCOR BOCOR Kusni Bintari. F 29 1492. EVALUASI

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014 JURNAL PENGARUH PENAMBAHAN MATERIAL HALUS BUKIT PASOLO SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN PASIR TERHADAP KUAT TEKAN BETON dipersiapkan dan disusun oleh PRATIWI DUMBI NIM: 5114 08 051 Jurnal ini telah disetujui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Klasifikasi Tanaman Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L.) Merr. memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Fisika dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisik dan kimia tanah tempat pelaksanaan penelitian di Dutohe Kecamatan Kabila pada lapisan olah dengan

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI. Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP

PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI. Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2017 PRAKATA Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat,

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*) MODEL PENANGGULANGAN BANJIR Oleh: Dede Sugandi*) ABSTRAK Banjir dan genangan merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi masyarakat baik secara social, ekonomi maupun lingkungan.

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara = V U Massa Padatan

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI

BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang pengertian infiltrasi dan perkolasi serta cara pengukuran kapasitas infiltrasi. Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Pemadatan tanah adalah penyusunan partikel-partikel padatan di dalam tanah karena ada gaya tekan pada permukaan tanah sehingga ruang pori tanah menjadi sempit. Pemadatan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PENGAIRAN Tujuan peembelajaran

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Penilaian kinerja lahan (land performance) untuk penggunaan tertentu Kegiatan Evaluasi Lahan meliputi survai lahan interpretasi data hasil survai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Hasil Pengujian Sampel Tanah Berdasarkan pengujian yang dilakukan sesuai dengan standar yang tertera pada subbab 3.2, diperoleh hasil yang diuraikan pada

Lebih terperinci

Keteknikan Pertanian J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No. 3 Th. 2014

Keteknikan Pertanian J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No. 3 Th. 2014 KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI SEI KRIO KECAMATAN SUNGGAL DAN DI PTPN II KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN (Permeability study of Several

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91 77 BAB V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini diuraikan hasil hasil penelitian berupa hasil pengamatan, perhitungan formula limpasan air permukaan, perhitungan formula prediksi erosi dan perhitungan program

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =

Lebih terperinci

Pengambilan sampel tanah Entisol di lapangan

Pengambilan sampel tanah Entisol di lapangan Lampiran 1. Flowchart penelitian Mulai Pengambilan sampel tanah Entisol di lapangan Pelaksanaan penelitian di rumah kaca Pengujian sampel di laboratorium Dianalisis data yang diperoleh - Tekstur tanah

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan

Lebih terperinci