c. Pengalaman dan suasana hati.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "c. Pengalaman dan suasana hati."

Transkripsi

1 PERILAKU PROSOSIAL Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (1981) membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perilaku prososial bertujuan untuk membantu meningkatkan well being orang lain. Lebih jauh lagi, pengertian perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan: sharing (membagi), cooperative (kerjasama), donating (menyumbang), helping (menolong), honesty (kejujuran), generosity (kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Perilaku prososial meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong, tanpa memperhatikan motif penolongnya. Perilaku prososial mencakup kategori yang lebih luas yaitu meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Beberapa jenis perilaku prososial tidak merupakan tindakan altruistik(tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun). Lebih tandas, Brigham (1991) menyatakan bahwa perilaku peososial mempunyai maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain. Ada tiga indikator yang menjadi tindakan prososial, yaitu: 1. tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keunrungan pada pihak pelaku. 2. tindakan itu dilahirkan secara sukarela. 3. tindakan itu menghasilkan kebaikan. Berdasarkan batasan-batasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan konsekwensi positif bagi penerima, baik dalam bentuk materi, fisik maupun psikologis, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya. Menurut Staub (1978) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu: 1. Self-gain Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu. 2. Personal values and norms Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasi oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial.

2 3. Empathy Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitanya dengan pengambilalihan peran. Jadi prasyarat untuk mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran. Ada beberapa faktor personal maupun situasional yang menetukan tindakan prososial. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya perilaku prososial, yaitu: 1. karakteristik situasional, seperti situasi yang kabur atau samar-samar dan jumlah orang yang melihat kejadian. 2. karakteristik orang yang melihat kejadian seperti usia, gender, ras, kemampuan untuk menolong, dan 3. karakteristik korban seperti jenis kelamin, ras, daya tarik Dengan demikian beberapa faktor yang termasuk dalam faktor situasional yaitu a. Kehadiran orang lain Penelitian yang dilakukan oleh Darley dan Latane kemudian Darley dan Latane (1969) menunjukkan hasil bahwa orng yng melihat kejadian darurat akan lebih suka memberikan pertolongan apabila mereka sendirian daripada bersama orang lain. Sebab dalam situasi kebersamaan, seseorang akan mengalami kekaburan tanggung jawab. b. Pengorbanan yang harus dikeluarkan Meskipun calon penolong tidak mengalami kekaburan tanggung jawab, tetapi bila pengorbanan (misalnya; uang, tenaga, waktu, resiko terluka fisik) diantisipasikan terlalu banyak, maka kecil kemungkinan baginya untuk bertindak prososial. Biasanya seseorang akan membandingkan antara besarnya pengorbanan jika ia menolong dengan besarnya pengorbanan jika ia tidak menolong. Jika pengorbanan untuk menolong rendah, sedangkan jika pengorbanan jika tidak menolong tinggi, tindak pertolongan secara langsung akan terjadi. Jika pengorbanan untuk menolong tinggi dan pengorbanan jika tidak menolong rendah, ia mungkin akan menghindari atau meninggalkan situasi darurat itu. Jika keduanya relatif sama tinggi kemungkinan ia akan melakukan pertolongan secara tidak langsung, atau mungkin akan melakukan interpretasi ulang secara kognitif terhadap situasi tersebut. Demikian pula sebaliknya jika keduanya, baik pengorbanan untuk menolong atau pun tidak menolong diinterpretasikan sama rendahnya, ia akan menolong atau tidak tergantung normanorma yang dipersepsi dalam situasi itu. c. Pengalaman dan suasana hati.

3 Seseorang akan lebih suka memberikan pertolongan pada orang lain, bila sebelumnya mengalami kesuksesan atau hadiah dengan menolong. Sedang pengalaman gagal akan menguranginya. Demikian pula orang yang mengalami suasana hati yang gembira akan lebih suka gembira. Sedangkan dalam suasana hati yang sedih, orang akan kurang suka memberikan pertolongan. d. Kejelasan stimulus semakin jelas stimulus dari situasi darurat, akan meningkatkan kesiapan calon penolong untuk bereaksi. Sebaliknya situasi darurat yang sifatnya samar-samar akan membingungkan dirinya dan membuatnya ragu-ragu, sehingga ada kemungkinan besar ia akan mengurungkan niatnya untuk memberikan pertolongan. e. Adanya norma-norma sosial. Norma sosial yang berkaitan dengan tindakan prososial adalah resipprokal (timbal balik) dan norma tanggung jawan sosial, artinya seseorang cenderung memberikan bantuan kepada mereka yang pernah memberikan bantuan kepadanya sehingga dengan ini dapat dipertahankan adanya keseimbangan dalam hubungan interpersonal. Biasanya didalam masyarakat berlaku pula norma bahwa kita harus menolong orang yang membutuhkan pertolongan. Masing-masing orang memiliki tanggung jawab sosial untuk menolong mereka yang lemah. f. Hubungan antara calon penolong dengan si korban makin jelas dan dekat hubungan antara calon penolong dengan calon penerima bantuan akan memberi dorongan yang cukup besar pada diri calon penolong untuk lebih cepat dan bersedia terlibat secara mendalam dalam melakukan tindakan pertolongan. Kedekatan hubungna ini dapat terjadi karena adanya pertalian keluarga, kesamaan latar belakang atau ras. Tingkah Laku Prososial Tingkah laku Prososial (Prosocial behavior) adalah segala tindakan menolong yang menguntungkan orang lain, tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukannya,dan mungkin membahayakan dirinya sendiri. Misalnya: Santi lari ke dalam rumah yang sedang terbakar demi menyelamatkan seorang anak kecil yang terperangkap di dalamnya. Dalam hal ini, perilaku Santi disebut dengan perilaku Prososial. Lain ceritanya bila yang masuk ke rumah tersebut adalah ibu dari anak yang terperangkap itu, karena ibunya samasama diuntungkan karena tidak kehilangan anaknya. Sementara itu Altruisme (Altruism) adalah melakukan tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri demi kebaikan orang lain. Dalam studi tingkah laku prososial, dikenal konsep bystander yang didalamnya ada efek bystander fakta menunjukkan bahwa kecenderungan untuk berespons prososial pada keadaan

4 darurat dipengaruhi oleh jumlah bystander yang ada. Sejalan dengan meningkatnya jumlah bystander, probabilitas bahwa seorang bystander akan menolong menurun dan lamanya waktu sebelum pertolongan diberikan meningkat. Contoh: di tengah kerumunan orang banya di pasar, seorang ibu terjatuh dan barang belanjaannya tercecer kemana-mana. Dalam kondisi banyak orang seperti itu, besar kemungkinan tidak ada yang menolong ibu tersebut karena terjadi penyebaran tanggung jawab suatu pendapat bahwa jumlah tanggung jawab yang diasumsikan oleh bystander pada suatu keadaan darurat dibagi di antara mereka. Jika hanya ada 1 orang bystander, dia menanggung keseluruhan tanggung jawab. Jika hanya ada 2 orang bystander, masing-masing menanggung 50% dari tanggung jawab. Jika ada 100 orang bystander, masingmasing menanggung 1% tanggung jawab. Makin banyak bystander, mereka makin merasa kurang bertanggung jawab untuk bertindak. Beberapa Istilah : Altruisme : Tingkah laku yang murni dilakukan untuk menolong orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imblan Restitusi : Tingkah laku menolong yang melibatkan pemikiran tentang akibat dari tingkah lakunya terhadap relasi sosial Terdapat 5 langkah yang dapat menentukan untuk melakukan tindakan prososial atau tindakan berdiam diri saja: 1. Menyadari adanya keadaan darurat. Contoh: Di jalan tol Susi mendengar teriakan minta tolong, dan ternyata ada kecelakaan di jalan tol,lalu dia juga mendengar anak kecil yang menangis. Namun, seseorang yang terlalu sibuk untuk memperhatikan lingkungan sekitarnya gagal untuk menyadari situasi darurat yang nyata-nyata terjadi. Pertolongan tidak diberikan karena tidak adanya kesadaran bahwa keadaan darurat itu terjadi. Contoh: bisa saja saat itu Susi terlalu asyik dengan mp4 nya sehingga tidak memperhatikan tanda-tanda akan adanya keadaan darurat. 2. Menginterpretasikan keadaan sebagai keadaan darurat. Contoh: setelah menyadari adanya keadaan darurat di jalan tol tadi, Susi kemudian menilai apakah kejadian tersebut darurat? Seberapa daruratnya kah?, dst. Ketika orang yang potensial menolong tidak yakin sepenuhnya apa yang terjadi, mereka cenderung untuk menahan diri dan menunggu informasi lebih lanjut. Kecenderungan yang berada dalam sekelompok orang asing untuk menahan diri dan tidak berbuat apa pun disebut sebagai pengabaian majemuk (pluralistic ignorance). Yaitu, karena bystander tidak tahu dengan jelas apa yang sedang terjadi, masing-masing bergantung pada yang lain untuk memberi petunjuk. 3. Mengasumsikan bahwa dirinya bertanggung jawab untuk menolong. Contoh: setelah Susi menginterpretasik bahwa kejadian itu adalah bahaya yaitu terjadi kecelakaan di jalan tol dia kemudian akan berpikir: apakah saya harus menolongnya? Berapa banyak orang yang bisa datang membantu? Apakah saya harus ikut membantu?. Salah satu alasan bahwa bystander yang

5 seorang diri lebih mungkin untuk bertindak prososial adalah karena tidak ada orang lain yang dapat bertanggung jawab. 4. Mengetahui apa yang harus dilakukan. Contoh: setelah mengasumsikan bahwa dirinya harus menolong, Susi berpikir tindakan apa yang harus dilakukan? Pertama dia akan menelpon nomor darurat 911 dan ambulance lalu dia akan mencari korban yang mungkin tertindih di selasela mobil. Beberapa keadaan darurat membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang tidak dimiliki oleh ebanyakan bystander, seperti menolong korban tenggelam. 5. Mengambil keputusan untuk menolong. Contoh: Susi akhirnya memutuskan untuk menolong korban kecelakaan tersebut. Ini adalah tahap yang paling menentukan: apakah bystander akhirnya memutuskan untuk menolong korban tersebut atau hanya berdiam diri? Factor-faktor yang mendorong tindakan prososial ada 7, yaitu: 1, Daya tarik fisik. Apa pun factor yang dapat meningkatkan ketertarikan bystander pada korban akan meningkatkan kemungkinan terjadinya respons prososial apabila individu tersebut membutuhkan pertolongan atau orang menolong orang lain karena orang tersebut punya kemiripan dengan kita. 2. Atribusi pada korban. Contoh: ketika Santi melihat ada orang terjatuh, dan setelah melihat ternyata orang tersebut membawa botol minuman keras, Santi akan menilai bahwa orang tersebut terjatuh karena kesalahannya sendiri sehingga tidak perlu ditolong. 3. Pengalaman pada kejadian prososial. Contoh: Susi pernah membantu seorang ibu-ibu yang terjatuh di pasa. Ternyata ib tersebut adalah seorang pencopet dan langsung saja setelah ditolong ia merampas dompet Susi dan melarikan diri. Kejadian ini dapat mempengaruhi Susi untuk melakukan tindakan prososial di masa mendatang. 4. Kondisi emosional bystander. Kondisi suasana hati yang baik akan meningkatkan peluang terjadinya tingkah laku menolong orang lain, sedangkan kondisi suasana hati yang tidak baik akan menghambat pertolongan. Namun, Jika tingkah laku prososial dapat merusak suasana baik hati seseorang, suasana hati yang baik menyebabkan berkurangnya perilaku menolong. Sebaliknya juga bila perilaku prososial dapat memberikan pengaruh positif pada emosi yang negatif, makasuasana hati yang buruk dapat menyebabkan meningkatnya perilaku menolong. Rasa kesedihan dan kehilangan juga dapat meningkatkan perilaku prososial karena dapat menjadi kompensasi atas rasa kehilangannya. 5. Empati respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distress emosional orang lain. Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Perososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Brigham (dalam Dayakisni, 2009) menerangkan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku untuk menyokong kesejahteraan orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Perilaku prososial memiliki arti sebagai sosial positif atau mempunyai konsekuensi positif. Sosial positif ini didasarkan atas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dan sesuatu yang bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Prososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Menurut Kartono (2003) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu perilaku prososial yang menguntungkan dimana terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di mana dapat berkembang dan diperkembangkan (Giri Wiloso dkk, 2012). Sebagai makhluk sosial, manusia

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU PROSOSIAL

TINGKAH LAKU PROSOSIAL TINGKAH LAKU PROSOSIAL Modul ke: Fakultas Psikologi Dasar tingkah pro-sosial; Tahap-tahap perilaku menolong; Respons terhadap keadaan darurat; Pengaruh internal dan eksternal dalam menolong; Komitmen jangka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Sejak jaman dahulu manusia hidup bergotongroyong, sesuai dengan pepatah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang ditujukan untuk memberikan keuntungan pada satu atau banyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan penelitian 1.3 Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan penelitian 1.3 Kerangka Teori BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menolong merupakan perbuatan yang mulia, sejauh pertolongan itu dibutuhkan sehingga bermanfaat. Namun terkadang pertolongan justru tidak datang saat dibutuhkan. Banyak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Chaplin dalam bukunya Dictionary of Psychology yang diterjemahkan oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia disebut juga sebagai makhluk holistik, yaitu bisa berfungsi sebagai makhluk individual, makhluk sosial, dan juga makhluk religi. Manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

Perilaku Menolong, Prosocial dan Altruisme

Perilaku Menolong, Prosocial dan Altruisme Perilaku Menolong, Prosocial dan Altruisme Prepared by: Prof. DR. Koentjoro bin Soeparno Visiting Professor School of Psychology and Human Development Faculty of Social Sciences and Humanities University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. penerima sedemikian rupa, sehingga orang yang menolong akan merasa bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. penerima sedemikian rupa, sehingga orang yang menolong akan merasa bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Setiap manusia diciptakan Allah SWT untuk saling mengasihi, mencintai, dan menolong sesama. perilaku prososial dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya di motivasi oleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya di motivasi oleh suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan (goal oriented) dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya di motivasi oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses hidup, manusia selalu membutuhkan orang lain mulai dari lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses hidup, manusia selalu membutuhkan orang lain mulai dari lingkungan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai arti bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa adanya kehadiran orang lain dilingkungan sekitarnya. Dalam proses hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tahun 1990-an. Sebelumnya Gardner (Goleman, 2009:51-53)

BAB II KAJIAN TEORI. tahun 1990-an. Sebelumnya Gardner (Goleman, 2009:51-53) BAB II KAJIAN TEORI A. Kecerdasan Emosi 1. Pengertian Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosional muncul secara luas pada pertengahan tahun 1990-an. Sebelumnya Gardner (Goleman, 2009:51-53) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Konstruk yang dideskripsikan sebagai Locus of control pertama-tama

BAB II KAJIAN TEORI. Konstruk yang dideskripsikan sebagai Locus of control pertama-tama BAB II KAJIAN TEORI A. Locus Of Control 1. Pengertian Locus Of Control Konstruk yang dideskripsikan sebagai Locus of control pertama-tama muncul dengan terpublikasinya sebuah monograf oleh Rotter. Dalam

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah Nabire, Papua dan Alor, Nusa Tenggara Timur, Aceh pun tak luput dari bencana. Bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak kelebihan dibandingkan makhluk lain. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki tersebut antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR I.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR I.1. Latar Belakang BAB I PENGANTAR Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial memiliki arti bahwa manusia memerlukan bantuan atau pertolongan dari orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang dikenal dengan keramahtamahannya serta budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Pokok bahasan: 1. Merespon keadaan darurat. 2. Penolong dan mereka yg menerima pertolongan.

Pokok bahasan: 1. Merespon keadaan darurat. 2. Penolong dan mereka yg menerima pertolongan. Pokok bahasan: 1. Merespon keadaan darurat 2. Penolong dan mereka yg menerima pertolongan. 3. Menjelaskan tingkah laku prososial: mengapa orang menolong? Perilaku prososial: Adl tindakan menolong yang

Lebih terperinci

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 DISKUSI Berdasarkan hasil analisis pada bab IV, maka hipotesis yang menyatakan bahwa empati dan pola asuh demokratis sebagai prediktor perilaku prososial pada remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain. Makhluk sosial

Lebih terperinci

PENGARUH KEMATANGAN EMOSI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL REMAJA PENGGUNA GADGET DI SMP N 2 YOGYAKARTA

PENGARUH KEMATANGAN EMOSI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL REMAJA PENGGUNA GADGET DI SMP N 2 YOGYAKARTA PENGARUH KEMATANGAN EMOSI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL REMAJA PENGGUNA GADGET DI SMP N 2 YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan batasan yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. dan batasan yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini. BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, peneliti menjabarkan latar belakang, rumusan permasalahan, hipotesis, tujuan dan manfaat penelitian, definisi terminologis dan juga cakupan dan batasan yang akan digunakan

Lebih terperinci

Skripsi. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. oleh. Maftuhatun Ni mah

Skripsi. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. oleh. Maftuhatun Ni mah HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEPRAMUKAAN DENGAN TINGKAT PERILAKU PROSOSIAL SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 2 RANDUDONGKAL TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Skripsi disusun sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui tingkat internal locus of control siswa dilakukan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui tingkat internal locus of control siswa dilakukan dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Widodo (2004) mengatakan sebuah penelitian dikatakan jenis penelitian korelasional karena penelitian itu ditujukan untuk melihat atau mengetahui hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir

BAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Indonesia sejak dulu dikenal oleh dunia karena masyarakatnya yang hidup dengan rukun, saling tolong menolong, saling mensejahterakan dan penuh keramahan. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah inklusi merupakan salah bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dan sebagai upaya pensosialisasian ABK kepada masyarakat. Crockett

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain baik orang terdekat seperti keluarga ataupun orang yang tidak dikenal, seperti

BAB I PENDAHULUAN. lain baik orang terdekat seperti keluarga ataupun orang yang tidak dikenal, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain di sekitarnya. Dalam kehidupannya, manusia pasti membutuhkan bantuan orang lain baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial menurut Asih dan Pratiwi (2010) merupakan salah suatu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Perilaku Prososial a. Pengertian Prososial Perilaku prososial merupakan perilaku yang memiliki tujuan positif bagi orang lain, berupa manfaat atau keuntungan untuk

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. untuk mendirikan bangunan sehingga sangat banyak bangunan yang di padati oleh

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. untuk mendirikan bangunan sehingga sangat banyak bangunan yang di padati oleh BAB I A. Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk bertambah pula lahan yang dibutuhkan untuk mendirikan bangunan sehingga sangat banyak bangunan yang di padati oleh penduduk. Bahkan banyak kelalaian

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PROSOSIAL MELALUI TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII C SMP N 3 NGADIROJO KAB. PACITAN SKRIPSI

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PROSOSIAL MELALUI TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII C SMP N 3 NGADIROJO KAB. PACITAN SKRIPSI UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PROSOSIAL MELALUI TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VII C SMP N 3 NGADIROJO KAB. PACITAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk

Lebih terperinci

SKRIPSI. diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Universitas Negeri Semarang

SKRIPSI. diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Universitas Negeri Semarang PENGARUH LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN TEKNIK PSIKODRAMA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 WARUREJA KABUPATEN TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI diajukan dalam rangka menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana dengan tingkat yang tinggi (HPLI, 2014).Bencana yang dimaksud adalah bencana alam, yaitu segala jenis bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang besar terdiri atas ribuan kepulauaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang besar terdiri atas ribuan kepulauaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang besar terdiri atas ribuan kepulauaan yang terpencar sepanjang Nusantara, diperkaya dengan suku, bahasa, agama dan budaya yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong, sangat ironis jika realitas yang terjadi menunjukan hal yang sebaliknya, perilaku individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan menolong ini berarti memberikan sesuatu yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial, dimana manusia tidak bisa hidup sendiri. Dalam hidup berdampingan dengan orang lain, setiap orang dapat mengalami konflik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. suatu konsep yang sekarang kita sebut sebagai remaja (adolescence). Ketika buku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. suatu konsep yang sekarang kita sebut sebagai remaja (adolescence). Ketika buku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Remaja Pada akhir abad ke-19 dan pada awal abad ke-20, para ahli menemukan suatu konsep yang sekarang kita sebut sebagai remaja (adolescence). Ketika buku

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA Abdul Wahid Hasyim didirikan pada tahun 1975 dan berada di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA Abdul Wahid Hasyim didirikan pada tahun 1975 dan berada di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Lembaga 1. Sejarah Singkat SMA Abdul Wahid Hasyim didirikan pada tahun 1975 dan berada di bawah naungan Yayasan Hasyim Asy ari Tebuireng. Sejak awal berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi yang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir yang sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahap anak-anak merupakan salah satu tahapan kehidupan yang pasti

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahap anak-anak merupakan salah satu tahapan kehidupan yang pasti 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tahap anak-anak merupakan salah satu tahapan kehidupan yang pasti dilalui oleh seseorang. Anak-anak merupakan aset penting milik negara yang akan menjadi

Lebih terperinci

PENANAMAN NILAI ECO (EMPATHY AND COOPERATION) DALAM MENUMBUHKAN PERILAKU PROSOSIAL PADA DIRI SISWA

PENANAMAN NILAI ECO (EMPATHY AND COOPERATION) DALAM MENUMBUHKAN PERILAKU PROSOSIAL PADA DIRI SISWA PENANAMAN NILAI ECO (EMPATHY AND COOPERATION) DALAM MENUMBUHKAN PERILAKU PROSOSIAL PADA DIRI SISWA Rosalia Dewi Nawantara Universitas Nusantara PGRI Kediri rosaliadewi11@gmail.com ABSTRAK Perilaku prososial

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan masuk dalam aspek perilaku prososial. Prososial memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan masuk dalam aspek perilaku prososial. Prososial memiliki arti 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hakikatnya adalah mahkluk individu sekaligus mahkluk sosial. Manusia dalam menjalani kehidupannya akan senantiasa bersama, bergantung dan membutuhkan manusia

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA Arni Murnita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Orientasi Kancah dan Persiapan Pengumpulan Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Orientasi Kancah dan Persiapan Pengumpulan Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Orientasi Kancah dan Persiapan Pengumpulan Data Sebelum pengumpulan data dilakukan, tahap awal yang harus dilakukan adalah menentukan tempat dimana penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menjawab pertanyaan penelitian pada Bab I, berikut ini dijelaskan beberapa teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menjawab pertanyaan penelitian pada Bab I, berikut ini dijelaskan beberapa teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam menjawab pertanyaan penelitian pada Bab I, berikut ini dijelaskan beberapa teori yang terkait, dinamika antar variabel dan hipotesis penelitian. Teori- teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu cenderung mengharapkan dirinya berkembang dan menjadi lebih baik. Perkembangan potensi seseorang tidak terwujud begitu saja apabila tidak diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: SATRIA ANDROMEDA F 100 090 041 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain di sekitarnya. Seiring berjalannya waktu, kepedulian orang terhadap orang lain maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, manusia juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai makhluk sosial, itu

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SOSIAL 1 MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 13

PSIKOLOGI SOSIAL 1 MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 13 MODUL PERKULIAHAN PSIKOLOGI SOSIAL 1 Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 13 MK10230 Irfan Aulia, M.Psi. Psi Abstract Tingkah Laku Pro Sosial Kompetensi Dasar tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama adalah hal yang penting sehingga harus tertanam kuat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama adalah hal yang penting sehingga harus tertanam kuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan agama adalah hal yang penting sehingga harus tertanam kuat dan diberikan sedini mungkin kepada anak-anak. Pemahaman yang tepat mengenai nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sendiri tanpa mengharapkan sesuatu dari si penolong itu sendiri. Perilaku

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sendiri tanpa mengharapkan sesuatu dari si penolong itu sendiri. Perilaku BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Sears, Jhonathan, Anne (1994), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam mencapai kebahagiaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke tahun terus bertambah, BNN (Badan Narkotika Nasional) Indonesia telah mendata untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan rela untuk berbuat sesuatu untuk orang lain, tanpa berharap mendapatkan imbalan apa pun, sebaliknya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA 1 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Disusun oleh : AHMAD ARIF F 100 030

Lebih terperinci

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan fondasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Social Learning

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Social Learning BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Social Learning Theory (Bandura). Perilaku Prososial yang merupakan salah satu bidang kajian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak masih zaman Yunani kuno. Para filsuf klasik berpandangan bahwa bagian

BAB I PENDAHULUAN. sejak masih zaman Yunani kuno. Para filsuf klasik berpandangan bahwa bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandangan bahwa manusia sebagai individu merupakan satu kesatuan dari aspek fisik atau jasmani dan psikis atau rohani atau jiwa yang tidak dapat dipisahkan, sesungguhnya

Lebih terperinci

Yang Paling Diberkati Secara Melimpah

Yang Paling Diberkati Secara Melimpah Yang Paling Diberkati Secara Melimpah Aku meminta kekuatan kepada Tuhan, supaya aku berhasil, aku dibuat lemah, supaya aku dengan rendah hati belajar untuk taat. Aku meminta kesehatan, supaya aku berbuat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PERILAKU ALTRUISTIK. kebaikan orang lain. Akert, dkk (dalam Taufik, 2012) mengatakan bahwa

BAB II LANDASAN TEORI PERILAKU ALTRUISTIK. kebaikan orang lain. Akert, dkk (dalam Taufik, 2012) mengatakan bahwa BAB II LANDASAN TEORI PERILAKU ALTRUISTIK 1. Definisi Perilaku Altruistik Menurut Baron (2005) perilaku altruistik adalah tingkah laku yang merefleksikan pertimbangan untuk tidak mementingkan diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang hidup dengan berinteraksi satu sama lain, ia tidak dapat hidup sendiri tanpa memerlukan bantuan orang lain, mereka hidup dengan orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Definisi Pemaafan Secara terminologis, kata dasar pemaafan adalah maaf dan kata maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- Qur an terulang

Lebih terperinci

PERILAKU PROSOSIAL ANAK YANG DIASUH OLEH NENEKNYA. NAMA : ERIKA ERMAWATY NPM : KELAS : 3PA07 DOSEN : ERIK SAUT H. HUTAHAEAN, S.Psi, M.

PERILAKU PROSOSIAL ANAK YANG DIASUH OLEH NENEKNYA. NAMA : ERIKA ERMAWATY NPM : KELAS : 3PA07 DOSEN : ERIK SAUT H. HUTAHAEAN, S.Psi, M. PERILAKU PROSOSIAL ANAK YANG DIASUH OLEH NENEKNYA NAMA : ERIKA ERMAWATY NPM : 12510393 KELAS : 3PA07 DOSEN : ERIK SAUT H. HUTAHAEAN, S.Psi, M.Si BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH Perubahan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap. sikap egoisme, dan ini menjadi ciri dari manusia modern, dimana individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap. sikap egoisme, dan ini menjadi ciri dari manusia modern, dimana individu 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, manusia mulai dihadapkan pada kesibukankesibukan yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap individualis. Individualisme merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. a. Variabel terikat (Y), yaitu Perilaku Prososial. b. Variabel bebas (X), yaitu Gender

BAB III METODE PENELITIAN. a. Variabel terikat (Y), yaitu Perilaku Prososial. b. Variabel bebas (X), yaitu Gender BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Variabel variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : a. Variabel terikat (Y), yaitu Perilaku Prososial

Lebih terperinci

KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU PROSOSIAL ATAS KEJADIAN KECELAKAAN DI JALAN RAYA PADA MAHASISW UMSIDA

KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU PROSOSIAL ATAS KEJADIAN KECELAKAAN DI JALAN RAYA PADA MAHASISW UMSIDA KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU PROSOSIAL ATAS KEJADIAN KECELAKAAN DI JALAN RAYA PADA MAHASISW UMSIDA Danang Kurniawan, Nur Habibah Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ABSTRACT

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PERAWAT

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PERAWAT HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PERAWAT SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratGuna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN ALTRUISME PADA PENDONOR DARAH (PMI) : Siti Sara NPM : : Dr. Mahargyantari Purwani Dewi, M.

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN ALTRUISME PADA PENDONOR DARAH (PMI) : Siti Sara NPM : : Dr. Mahargyantari Purwani Dewi, M. HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN ALTRUISME PADA PENDONOR DARAH (PMI) NAMA : Siti Sara NPM : 16510617 DOSEN : Dr. Mahargyantari Purwani Dewi, M.Si BAB I PENDAHULUAN Makhluk sosial Altruisme Tolong Menolong

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan dengan sempurna dan berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia dilengkapi dengan akal

Lebih terperinci

ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai. Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai. Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : IKA IRYANA F.100110078 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya di Indonesia. Di Indonesia sekarang ini masih banyak orang-orang yang hidup

BAB I PENDAHULUAN. satunya di Indonesia. Di Indonesia sekarang ini masih banyak orang-orang yang hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan persoalan yang terdapat di banyak Negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Di Indonesia sekarang ini masih banyak orang-orang yang

Lebih terperinci

PERILAKU PROSOSIAL BERDASARKAN JENIS KELAMIN PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMP NEGERI 20 PADANG ARTIKEL

PERILAKU PROSOSIAL BERDASARKAN JENIS KELAMIN PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMP NEGERI 20 PADANG ARTIKEL PERILAKU PROSOSIAL BERDASARKAN JENIS KELAMIN PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMP NEGERI 20 PADANG ARTIKEL Oleh: BUNGA AFASLI NPM: 12060238 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Aspek Kemanusiaan Aspek Pencegahan Kerugian: Aspek Komersial:

Aspek Kemanusiaan Aspek Pencegahan Kerugian: Aspek Komersial: 1. Sebuah perusahaan yang tidak memikirkan safety dapat membahayakan karyawan. Selain itu, karyawan di dalam perusahaan merupakan salah satu aset perusahaan. Jika tidak memikirkan tentang safety bisa jadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Manusia sebagai makhluk individu memiliki keunikan tersendiri berbeda satu dengan yang lain, baik dari segi fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial yaitu mahluk yang membutuhkan orang lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia hidup dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ia tidak memiliki kemampuan untuk hidup tanpa orang lain karena setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. ia tidak memiliki kemampuan untuk hidup tanpa orang lain karena setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sikap tolong menolong merupakan sikap yang penting. Ketika manusia lahir ia tidak memiliki kemampuan untuk hidup tanpa orang lain karena setiap manusia bukanlah

Lebih terperinci