BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di
|
|
- Yulia Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di mana dapat berkembang dan diperkembangkan (Giri Wiloso dkk, 2012). Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dan membutuhkan bantuan dari orang lain di dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa bantuan orang lain, seorang manusia tidak dapat berdiri tegak. Selain itu, manusia dikatakan makhluk sosial dikarenakan juga pada diri manusia terdapat dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Dengan bantuan dari orang lain, maka manusia dapat berkomunikasi atau berbicara, menggunakan tangan, berjalan, dan mengembangkan semua potensi kemanusiaan yang dimiliki (Giri Wiloso dkk, 2012). Sears (1991), menegaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang bergantung pada individu lain. Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Manusia perlu memiliki juga kompetensi dan keterampilan sosial yang cukup memadai agar bisa bertahan hidup di masyarakat. Hal itu di tanamkan sejak dini mulai manusia itu lahir hingga usia lanjut. Interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara individu satu sama lain di mana individu yang satu dapat mempengaruhi individu lain sehingga terdapat hubungan saling timbal balik (Bimo Walgito, dalam Dayakisni 2006). Keinginan untuk melakukan kontak dengan orang lain dilandasi terdapat
2 imbalan sosial yang dapat diperoleh individu jika berhubungan dengan orang lain (Dayakisni, 2006). Salah satu tugas perkembangan masa remaja adalah memperoleh hubungan-hubungan baru (penyesuaian baru) dan lebih matang dengan sebaya dari kedua jenis kelamin (Havighurst, dalam Sumantri 2008). Untuk mencapai pola sosialisasi dewasa, remaja perlu membuat penyesuaian baru. Dengan ada kesempatan luas untuk melibatkan diri pada berbagai kegiatan sosial, maka wawasan dan pengetahuan sosial yang dimiliki remaja semakin membaik. Semakin banyak berpartisipasi dalam kegiatan sosial, maka semakin besar kompetensi sosial remaja, seperti terlihat dalam mengadakan pembicaraan dan berperilaku dalam berbagai situasi sosial. Masa remaja merupakan masa peralihan atau transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa. Pemikiran sosial yang dimiliki remaja berkenaan dengan pengetahuan dan keyakinan tentang persoalan pribadi dan sosial. Pada masa sekolah kemampuan untuk mengerti perspektif orang lain dan kemampuan untuk menghubungkan perspektif itu dengan diri sendiri juga berkembang dan hal ini mempengaruhi bagaimana anak melakukan hubungan sosial (Small, 1990). Remaja mulai memiliki pemikiran-pemikiran yang logis, tetapi dalam pemikiran logis ini terkadang masih sering menghadapi kebingungan dengan pemikiran orang lain. Dalam hal ini dapat menimbulkan sikap egosentrisme ketika berhubungan dengan orang lain. Pada masa remaja rasa kepedulian terhadap sesama itu cukup besar, akan tetapi masih dipengaruhi oleh sifat ke egosentrisme. Sebagian remaja masih
3 mengalami kurang keseimbangan antara menyenangkan orang lain atau mementingkan kepentingan diri sendiri. Hal ini dapat berpengaruh pada perilaku remaja di lingkungan masyarakat. Sikap kepedulian atau tolong menolong terhadap sesama merupakan sesuatu yang mulia, namun masih cukup sulit juga dilakukan oleh remaja. Remaja juga merupakan generasi muda penerus bangsa dimana perlu memiliki perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat antara manusia satu dengan yang lain perlu ada sikap saling tolong menolong jika ada seseorang yang memerlukan bantuan baik itu orang asing maupun yang dikenal individu tersebut pada segala usia dan budaya yang berbeda. Di lingkungan keluarga remaja diberikan bekal pemahaman dan pendidikan untuk memiliki rasa empati dan belas kasih terhadap sesama. Begitu pula pendidikan di sekolah juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas generasi muda yang lebih baik lagi sehingga dapat meminimalisir tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan karakter bangsa. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak hanya bertujuan membentuk peserta didik untuk pandai, pintar, berpengetahuan, dan cerdas tetapi juga berorientasi untuk membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur, berpribadi dan besusila (Wibowo, 2012). Perilaku prososial merupakan tindakan yang muncul dalam bidang sosial. Perilaku prososial meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain tanpa memperdulikan motifmotif si penolong (Sears, Freedman & Peplau, 2004). William (dalam
4 Dayakisni, 2006) membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Menurut Staub (dalam Dayakisni, 2006) terdapat tiga indikator yang menjadi tindakan prososial, antara lain tindakan itu berakhir pada diri sendiri dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku, dilahirkan secara sukarela, dan menghasilkan kebaikan. Mussen, dkk (dalam Dayakisni, 2006) menyatakan perilaku prososial mencakup tindakan sharing (berbagi), cooperative (kerjasama), donating (menyumbang), helping (menolong), honesty (kejujuran), generosity (kedermawanan) serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Sebuah studi yang dilakukan oleh Midlarsky dan Midlarsky (1973) telah menunjukkan bahwa internal locus of control memfasilitasi perilaku menolong. Dalam locus of control baik internal maupun eksternal memiliki pengaruh nominal pada perilaku prososial seseorang. Locus of control individu memiliki pengaruh besar pada perilaku. Orang yang memiliki locus of control eksternal menyakini bahwa perilaku sendiri tidak akan membuat perbedaan apapun dalam penguatan yang diterima, tidak akan melihat nilai dalam melakukan usaha untuk memperbaiki situasi. Individu memiliki kepercayaan kecil tentang kemungkinan pengontrolan kehidupan sendiri di masa kini dan akan datang. Sedangkan individu yang terorientasi secara internal percaya bahwa individu memiliki kontrol kuat atas kehidupan diri sendiri, dan berperilaku
5 menurut hal itu. Rotter (1966) riset menunjukkan bahwa individu melakukan usaha pada tingkat tinggi dalam hal tugas-tugas laboratorium, dan tidak begitu rentan terhadap beberapa usaha untuk mempengaruhi, menempatkan nilai yang lebih tinggi dalam skill dan prestasi personal, dan lebih waspada dengan petunjuk-petunjuk lingkungan yang dapat individu gunakan untuk memedomani perilaku. Selain itu, individu yang memiliki locus of control lebih siap untuk mengambil tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan daripada individu orientasi-eksternal. Terdapat juga beberapa bukti yang secara tentatif menunjukkan bahwa individu orientasi-internal bisa jadi memperoleh kesehatan mental yang lebih baik. Locus of control terbentuk karena adanya beberapa faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sosial ekonomi, faktor pengalaman gagal, dan berhasil (Rosaria, 2003). Locus Of Control tidak bersifat statis tapi juga dapat berubah. Locus of control sendiri merupakan suatu konsep yang menunjuk pada keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan. Locus of control mengarah pada suatu ukuran yang menunjukkan bagaimana seseorang memandang kemungkinan ada hubungan antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat atau hasil yang diperoleh (Robins 2007). Dari data US Department Health and Human Services (dalam Wibowo, 2012) diketahui bahwa faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah, termasuk putus sekolah, adalah kurang rasa percaya diri dan keingintahuan, ketidakmampuan mengontrol diri, motivasi rendah, kegagalan
6 bersosialisasi, ketidakmampuan bekerja sama, dan empati anak rendah. Padahal kemampuan sosial dan emosi sangat berperan dalam menentukan kesuksesan belajar anak di masa kini dan yang akan datang. Penelitian Marisa (2010) antara kecerdasan emosi, internal locus of control, dan gender dengan perilaku prososial siswa SMA N 1 Kupang, menemukan signifikasi 0,124 lebih dari 0,05 (ρ < 0,05). Temuan tersebut diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signfikan antara internal locus of control dengan perilaku prososial (signifikansi 0,124 ρ > 0,05). Sedangkan dari penelitian Ervina (2010) yang berjudul hubungan antara locus of control internal dengan perilaku prososial pada remaja Panti Asuhan Muhammadiyah Kediri menemukan nilai signifikasi 0,001 kurang dari 0,05 ( ρ < 0,05), yang berarti ada hubungan yang signifikan antara locus of control internal dengan perilaku prososial. Selain itu, penelitian Rif atul (2012) hubungan antara locus of control dengan perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi menemukan signifikasi 0,000 kurang dari 0,05 ( ρ < 0,05), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara locus of control dengan perilaku prososial. Pada jaman sekarang banyak perubahan yang telah terjadi baik itu dari IPTEK, karakter individu, pemikiran, dan pola tingkah laku individu. Salah satu contoh perubahan yang terjadi adalah individu melakukan perilaku prososial hanya digunakan sebagai modus atau kedok, dimana hanya berkeinginan dilihat oleh orang lain bahwa sudah melakukan perbuatan baik dan tanpa mengharapkan imbalan apapun. Dengan seperti itu individu
7 tersebut memiliki internal locus of control rendah. Individu yang memiliki internal locus of control tinggi dapat melakukan perilaku prososial tanpa merasa dirugikan sama sekali karena apa yang ditanam saat ini maka suatu saat akan menuai hasil. Berdasarkan wawancara dengan guru pembimbing yang memberikan pelayanan bimbingan dan konseling pada kelas XI IPS di SMA Kristen 1 menyatakan bahwa para siswa memiliki locus of control rendah terutama locus of control internal, dimana terdapat perasaan kurang yakin terhadap apa yang akan dilakukan. Sedangkan rata-rata perilaku prososial siswa di SMA Kristen 1 rendah, dimana jika ada teman yang mengalami musibah kalau bukan teman dekat maka tidak mau menjenguk. Kalaupun mau menjenguk karena ada rasa pamrih. Dari hasil pra penelitian yang telah dilakukan penulis pada 32 siswa khusus kelas XI IPS 3 di SMA Kristen 1 Salatiga (dalam satu kelas) diperoleh data sebagai berikut: Tabel 1.1 Hasil penyebaran skala Internal Locus Of Control pada siswa kelas XI IPS 3 Kategori Frekuensi Prosentase (%) Sangat Rendah 0 0% Rendah 12 37,5% Tinggi 11 34,4% Sangat Tinggi 9 28,1% Total %
8 Dan dari tabel 1.1 bahwa sebagian besar siswa kelas XI IPS 3 di SMA Kristen 1 mempunyai tingkat internal locus of control rendah yaitu 37,5% dengan jumlah 12 siswa. Tabel 1.2 Hasil Penyebaran Skala Perilaku Prososial pada siswa kelas XI IPS 3 Kategori Frekuensi Prosentase (%) Sangat Rendah 0 0% Rendah 17 53,1% Tinggi 11 34,4% Sangat Tinggi 4 12,5% Total % Dan dari tabel 1.2 bahwa rata-rata siswa kelas XI IPS di SMA Kristen 1 mempunyai tingkat perilaku prososial rendah 53,1% dengan jumlah 17 siswa. Dengan uraian di atas penulis ingin mengadakan penelitian kembali tentang hubungan antara internal locus of control dengan perilaku prososial siswa kelas XI IPS di SMA Kristen 1 Salatiga. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka penulis mengemukakaan masalah yang dirumuskan sebagai berikut : Adakah hubungan yang signifikan antara internal locus of control dengan perilaku prososial siswa kelas XI IPS di SMA Kristen 1 Salatiga?
9 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan antara internal locus of control dengan perilaku prososial siswa kelas XI IPS di SMA Kristen 1 Salatiga. 1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Jika dalam penelitian ini ditemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara internal locus of control dengan perilaku prososial siswa maka sejalan dengan hasil penelitian Marisa (2010) yang menemukan internal locus of control tidak memiliki korelasi dengan perilaku prososial. Namun, jika hasil penelitian memiliki hasil yang signifikan antara internal locus of control dengan perilaku prososial maka penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Ervina (2010) dan Rif atul (2012) yang terdapat hubungan positif antara locus of control internal dengan perilaku prososial, artinya apabila internal locus of control tinggi maka perlaku prososialpun semkin tinggi. Begitu pula sebaliknya jika internal locus of control rendah maka perilaku prososial pada siswa rendah. b. Manfaat Praktis 1. Bagi Lembaga Diharapkan penelitian ini memberikan informasi tentang hubungan antara internal locus of control dengan perilaku prososial.
10 2. Bagi Peneliti Dapat mengetahui bagaimana dan seberapa besar hubungan antara internal locus of control dengan perilaku prososial siswa. 3. Bagi Siswa Dapat memberikan wacana tentang hubungan antara internal locus of control dengan perilaku prososial untuk dijadikan referensi dalam menyikapi hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari. 1.5 Sistematika Penelitian Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, berisi tentang pengertian perilaku prososial, aspek-aspek perilaku prososial, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial, karakteristik kepribadian yang mendorong perilaku prososial, motivasi untuk bertindak prososial, pengertian internal locus of control, aspek-aspek locus of control, karakteristik kepribadian, hubungan antara internal locus of control dengan perilaku prososial, penelitian yang relevan, dan hipotesis. Bab III Metode Penelitian, berisi tentang jenis penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, populasi penelitian, sampel penelitian, alat ukur penelitian, uji validitas dan realibilitas, dan teknik analisis data. Bab IV Subyek peneltian, prosedur penelitian, hasil dan pembahasan, analisis data, uji hipotesis, dan pembahasan Bab V Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.
BAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Prososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Menurut Kartono (2003) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu perilaku prososial yang menguntungkan dimana terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan dengan sempurna dan berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia dilengkapi dengan akal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tolong menolong. Memberikan pertolongan atau menolong sesama termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia saling bekerja sama dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Perilaku prososial memiliki arti sebagai sosial positif atau mempunyai konsekuensi positif. Sosial positif ini didasarkan atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. mengetahui tingkat internal locus of control siswa dilakukan dengan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Widodo (2004) mengatakan sebuah penelitian dikatakan jenis penelitian korelasional karena penelitian itu ditujukan untuk melihat atau mengetahui hubungan
Lebih terperincic. Pengalaman dan suasana hati.
PERILAKU PROSOSIAL Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (1981) membatasi perilaku prososial
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan untuk
Lebih terperinciBAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 DISKUSI Berdasarkan hasil analisis pada bab IV, maka hipotesis yang menyatakan bahwa empati dan pola asuh demokratis sebagai prediktor perilaku prososial pada remaja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Brigham (dalam Dayakisni, 2009) menerangkan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku untuk menyokong kesejahteraan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1)
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain. Makhluk sosial
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Perososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dan sesuatu yang bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan rela untuk berbuat sesuatu untuk orang lain, tanpa berharap mendapatkan imbalan apa pun, sebaliknya
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR I.1. Latar Belakang
BAB I PENGANTAR Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial memiliki arti bahwa manusia memerlukan bantuan atau pertolongan dari orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu cenderung mengharapkan dirinya berkembang dan menjadi lebih baik. Perkembangan potensi seseorang tidak terwujud begitu saja apabila tidak diupayakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. forum diskusi ilmiah, mempraktikkan ilmu pengetahuan di lapangan, dan. juga dibutuhkan pula oleh orang lain (Zuhri, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan salah satu kaum intelektual yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Di perguruan tinggi, mahasiswa menjalankan tugastugas akademiknya dalam perkuliahan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong, sangat ironis jika realitas yang terjadi menunjukan hal yang sebaliknya, perilaku individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketrampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk bergaul dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketrampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk bergaul dan menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku serta mampu mengatasi segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara yang rasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia disebut juga sebagai makhluk holistik, yaitu bisa berfungsi sebagai makhluk individual, makhluk sosial, dan juga makhluk religi. Manusia sebagai makhluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak pihak sekarang ini yang mengritik tajam sistem pendidikan di Indonesia. Ada yang merasa bahwa sekolah-sekolah di negeri ini hanya menghasilkan manusia-manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (dalam Sarwono, 2007), remaja adalah suatu masa ketika: 1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Remaja pada dasarnya dalam proses perkembangannya membutuhkan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Remaja juga mulai belajar serta mengenal pola-pola sosial salah satunya adalah perilaku
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkah laku menolong sering muncul dalam masyarakat, dimana perilaku ini diberikan guna meringankan penderitaan orang lain, misalnya menolong orang lain yang
Lebih terperinciSkala Sikap Prososial
L A M P I R A N 1 LAMPIRAN 1 Skala Sikap Prososial Petunjuk :Berikut ini terdapat skala psikologi yang berisi beberapa pernyataan. Nama : Jenis Kelamin : Umur: Anda diminta untukmemahami baik-baik setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari- hari dan dalam hubungannya dengan diri sendiri dan dengan orang lain, setiap individu perlu memahami siapa dirinya dan bagaimana ia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain di sekitarnya. Seiring berjalannya waktu, kepedulian orang terhadap orang lain maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Nur Asia F 100 020 212 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu komponen yang dapat membantu perkembangan diri individu adalah pendidikan. Melalui pendidikan individu diharapkan bisa mengarahkan dirinya dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk mengembangkan potensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk mengembangkan potensi diri yang tidak terbatas waktu dan tempat dengan memperhatikan adanya nilai-nilai budaya dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Sejak jaman dahulu manusia hidup bergotongroyong, sesuai dengan pepatah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dan semakin terbukanya pasar dunia, Indonesia dihadapkan pada persaingan yang semakin luas dan berat. Ketidakmampuan dalam meningkatkan
Lebih terperinci1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sesuai dengan tujuan pendidikan yang dijelaskan dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 No.1, yang berbunyi: Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepercayaan diri maka tidak dapat lepas dari kepribadian dan diri (self), karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki kepercayaan diri mulai anak-anak, remaja maupun orang dewasa semua memiliki kepercayaan diri. Jika berbicara tentang kepercayaan diri maka tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk pembentukan konsep diri anak menurut (Burns, 1993). bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada usia remaja, dengan berlangsungnya dan memuncaknya proses perubahan fisik, kognisi, afeksi, sosial, moral, dan mulai matangnya pribadi dalam memasuki dewasa awal,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini perilaku prososial mulai jarang ditemui. Seiring dengan semakin majunya teknologi dan meningkatnya mobilitas, masyarakat terbiasa dengan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: SATRIA ANDROMEDA F 100 090 041 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
Lebih terperinciTINGKAH LAKU PROSOSIAL
TINGKAH LAKU PROSOSIAL Modul ke: Fakultas Psikologi Dasar tingkah pro-sosial; Tahap-tahap perilaku menolong; Respons terhadap keadaan darurat; Pengaruh internal dan eksternal dalam menolong; Komitmen jangka
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan individu yang cerdas, sehat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan individu yang cerdas, sehat dan berakhlak mulia, karena pada dasarnya dengan pendidikan individu akan mengenal dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Indonesia sejak dulu dikenal oleh dunia karena masyarakatnya yang hidup dengan rukun, saling tolong menolong, saling mensejahterakan dan penuh keramahan. Namun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak kelebihan dibandingkan makhluk lain. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki tersebut antara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sebagaimana tertera pada Pembukaannya menegaskan bahwa salah satu tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman di era globalisasi yang terus berkembang saat ini ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar bagi kehidupan manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siswanto (2007) menjelaskan bahwa agresi merupakan salah satu koping tindakan langsung. Koping dalam tindakan langsung merupakan usaha tingkah laku yang dijalankan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. mana kaitan (koefisien korelasi) antara suatu variabel dengan variabel lainnya.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional. Menurut Azwar (2010) penelitian korelasional yaitu penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial, dimana manusia tidak bisa hidup sendiri. Dalam hidup berdampingan dengan orang lain, setiap orang dapat mengalami konflik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional merupakan bagian dari sistem pembangunan Nasional Indonesia, karena itu pendidikan mempunyai peran dan tujuan untuk mencerdasan kehidupan
Lebih terperinciSalah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan fondasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasar kan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasar kan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,270; p= 0,003 (p
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah media penghantar individu untuk menuju masa depan yang lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu solusi atau upaya yang dibuat agar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang evaluasi dirinya sendiri. Konsep
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang evaluasi dirinya sendiri. Konsep diri merupakan potret diri secara mental, yang dapat berubah, yakni bagaimana seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era sekarang ini remaja telah terkontaminasi dengan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era sekarang ini remaja telah terkontaminasi dengan perkembangan jaman dan teknologi. Perkembangan teknologi tidak berarah keperubahan yang positif malah
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh :
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai variabel penelitian, definisi operasional, alat ukur penelitian, populasi, sampel, teknik penentuan sampel, validitas, reliabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang mempunyai kebutuhan untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Manusia sejak lahir sudah berhubungan dengan
Lebih terperinciSKRIPSI. diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Universitas Negeri Semarang
PENGARUH LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN TEKNIK PSIKODRAMA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 WARUREJA KABUPATEN TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI diajukan dalam rangka menyelesaikan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. signifikansi hubungan antara variabel yang diteliti. 45
44 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical atau angka
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan Oleh:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang dikenal dengan keramahtamahannya serta budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap bangsa. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak
7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia sejalan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar usia 18-22 tahun. Menurut Hall (dalam Sarlito, 2001) rentang usia tersebut merupakan fase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa
Lebih terperinciKEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH
KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : YUNITA AYU ARDHANI F 100 060
Lebih terperinciPERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA. (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus. Abstrak
PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris perilaku prososial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mandailing, dan Batak Angkola. Kategori tersebut dibagi berdasarkan nama
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Batak adalah salah satu suku di Indonesia di mana sebagian besar masyarakatnya bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak adalah Batak Toba, Batak
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang memiliki aka! budi dan
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang memiliki aka! budi dan kecerdasan. Sebagai manusia seharusnya dalam diri individu ada keinginan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mengacu pada berbagai macam aktifitas, mulai dari yang sifatnya produktif-material sampai kreatif-spiritual, mulai dari proses peningkatan kemampuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang ditujukan untuk memberikan keuntungan pada satu atau banyak
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penerimaan Diri pada Narapidana Remaja Rutan Negara Kelas II B Salatiga,
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis mengenai Penerimaan Diri pada Narapidana Remaja Rutan Negara Kelas II B Salatiga, maka dapat dirumuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciSkripsi. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. oleh. Maftuhatun Ni mah
HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEPRAMUKAAN DENGAN TINGKAT PERILAKU PROSOSIAL SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 2 RANDUDONGKAL TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Skripsi disusun sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya
Lebih terperinci