BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Perilaku Prososial a. Pengertian Prososial Perilaku prososial merupakan perilaku yang memiliki tujuan positif bagi orang lain, berupa manfaat atau keuntungan untuk meningkatnya kesejahteraan orang lain, baik secara fisik maupun psikologis tanpa memiliki manfaat secara langsung pada yang melakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Fieldman (1998:265) yang mengemukakan prosocial behavior:helping behavior that benefit others. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan perilaku ini adalah untuk orang lain. Ahli lain juga mengemukan pengertian perilaku prososial, menurut Clarke (dalam Rahman 2013:220) perilaku prososial dapat dimengerti juga sebagai tindakan yang bertujuan untuk menguntungkan atau manfaat bagi orang lain atau masyarakat pada umumnya. Perilaku prososial merupakan perilaku bertujuan membantu orang lain, terlepas dari motif si penolong untuk menolong atau ada keuntungan lain yang dapat diambil dari si penolong (Taylor 2009:457). Perilaku ini lebih ditekankan pada menolong orang lain tanpa melihat motif dari pelakunya. Perilaku prososial didefinisikan Baron dan Byrne ( edisi terjemahan oleh Djuwita 2005:92) sebagai berikut: Perilaku prososial adalah segala tindakan apapun yang menguntungkan orang lain. Secara umum, istilah ini diaplikasikan pada tindakan yang tidak menyediakan keuntungan langsung bagi orang yang melakukan tindakan tersebut, bahkan mungkin mengandung derajat resiko tertentu bagi orang yang menolong. Jadi perilaku prososial ini merupakan segala tindakan dalam betuk apapun bertujuan untuk menguntungkan orang lain dalam artian membantu 8

2 9 atau menolong orang lain tanpa mengharap imbalan dan mungkin beresiko bagi penolong itu sendiri. Dahriani (2007:30) mendefinisikan perilaku prososial sebagai berikut: Prososial adalah perilaku yang mempunyai tingkat pengorbanan tertentu yang tujuannya memberikan keuntungan bagi orang lain baik fisik maupun psikologis, menciptakan perdamaian dan meningkatkan toleransi hidup terhadap sesama, namun tidak ada keuntungan yang jelas bagi individu yang melakukan tindakan. Jadi dapat dipahami bahwa dalam perilaku prososial ini bertujuan untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan adanya imbalan. Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa perilaku prososial merupakan perilaku yang bertujuan untuk memberi keuntungan orang lain. Keuntungan yang dimaksudkan adalah pertolongan yang dapat meningkatkan kualitas hidup, tidak ada paksaan untuk melakukan bahkan memungkinkan mendapat resiko dari pertolongan tersebut. b. Macam-macam perilaku prososial Perilaku prososial bukan hanya dilakukan perorangan, bisa dilakukan pada kelompok-kelompok tertentu yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan orang lain. Macam-macam perilaku prososial menurut Fieldman (1998:266 ) menjelaskan bahwa perilaku prososial itu sendiri terbagi menjadi 2 macam yaitu prosocial collectivism and prosocial principlism. 1) Prosocial collectivism Perilaku prososial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok atau kolektif. Perilaku ini dapat dilihat dalam upaya untuk membantu anggota beragam kelompok, bahkan jika seseorang tidak termasuk kelompok. Kelompok tersebut antara lain golongan orang fakir miskin, ras-ras tertindas, yatim piatu dan gelandangan. Hal tersebut dapat dimisalkan seseorang dermawan dari golongan orang yang berpunya memberikan sumbangan pada orang

3 10 kalangan fakir miskin, meski orang tersebut bukan dari kalangan fakir miskin. 2) Prosocial principlism Berbeda dengan prososial kolektif, perilaku prososial ini lebih abstrak karena motivasinya dengan tujuan menegakkan beberapa prinsip moral, meliputi nilai-nilai moral yang baik seperti keadilan dan persamaan derajat antar manusia. Hal ini dapat dicontohkan ada sekelompok mahasiswa yang berdemo menuntut adanya peningkatan kesejahteraan para guru honorer yang dianggap kurang dihargai. Hal ini menunjukan perilaku prososial karena tujuannya untuk keadilan sesama manusia. Dapat dipahami bahwa perilaku prososial itu bukan hanya dangan memberikan bantuan secara langsung pada perorangan, namun sekelompok orang juga dapat dilakukan dengan menegakkan prinsipprinsip moral yang baik. c. Aspek-aspek perilaku prososial Banyak tindakan yang dilakukan untuk orang lain dianggap sebagai tindakan prososial, tindakan tersebut dapat dipahami sebagai tindakantindakan yang bermanfaat serta dapat meningkatkan kesejahteraan orang lain baik secara material maupun psikologis. Hal ini sesuai dengan pendapat Dayakisni &Hudaniah (2009:178) yang mengungkapkan perilaku prososial sebagai bentuk perilaku yang memberikan konsekwensi positif bagi penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya. Ahli lain juga mengungkapkan bentuk perilaku prososial. Menurut Mussen, Conger & Kagan (1979:3) mengemukakan bahwa perilaku prososial dapat berupa honesty, generosity, kindness, altruism, obedience to rules and regulation, resistance to temptation to cheat and lie, consideration of the right and welfare of other.

4 11 Selain itu dalam buku lain Menurut Eisenberg & Mussen,(1989:27) mengemukakan bahwa perilaku prososial mencakup : sharing, cooperative, donating, helping, honesty, genereosity and consideration of the right and welfare of other. Secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Sharing(berbagi): keinginan untuk memberi dukungan baik berupa masukan pengetahuan, dan pengalaman yang dibutuhkan orang lain. 2) Cooperative(kerja sama): Dapat dipahami sebagai tindakan mau bekerja bersama orang lain dalam rangka untuk mencapai satu tujuan yang sama. Dalam kegiatannya setiap orang mengkoordinasi kegiatan untuk mencapai tujuan yang sama. 3) Donating(menyumbang): Memberi dengan suka rela sebagian atau seluruh harta maupun benda yang dimiliki kepada orang yang membutuhkan. 4) Helping(menolong): Suatu kegiatan atau tindakan untuk memberikan keuntungan bagi orang lain atau bantuan bagi orang lain. 5) Honesty(kejujuran): Mampu berkata sesuai dengan keadaan yang ada dan dapat memutuskan yang benar dan salah dengan melihat kontek masalah yang ada, serta kesediaan untuk tidak berbuat curang. 6) Genereosity(kedermawanan): Mampu bersikap murah hati dan dermawan pada orang lain 7) Consideration of the right and welfare of other (Mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain): Berkontribusi dalam menjaga hakhak orang lain yang sering kali dilanggar oleh orang lain. Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa semua perilaku prososial ditujukan untuk kebaikan orang lain dan tidak terlihat manfaat langsung bagi pemberi bantuan. Secara garis besar bentuk perilaku prososial berupa bantuan yang diberikan berupa barang, tindakan dan juga dukungan psikologis. Hal tersebut juga diperkuat pendapat dari Brigham(1991 dalam Dayakisni dan Hudaniah 2009:177) yang memberi pemahaman bahwa perilaku prososial mempunyai maksud untuk menyokong orang lain

5 12 dengan bentuk-bentuk perilakunya antara lain: dermawan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan dan pengorbanan. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan aspek perilaku prososial antara lain: menolong, dermawan, mempertimbangkan hak dan kepentingan orang lain, kejujuran, kerjasama, persahabatan, pengorbanan, berbagi, dan menyumbang. d. Faktor-faktor yang mendasari perilaku prososial: Banyak alasan seseorang untuk bertindak prososial terhadap orang lain, alasan-alasan tersebut dapat berasal dari dalam diri seseorang, situasi maupun lingkungan tergantung dengan kondisi yang menuntut adanya tindakan prososial. Beberapa faktor yang mendasari perilaku prososial: Menurut Sears dkk (diterjemahkan oleh Michael Ardiyanto 1994:61) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial, antara lain : 1) Faktor Situasi: a) Kehadiran orang lain Banyaknya kehadiran orang lain mempengaruhi timbulnya keinginan orang untuk berperilaku prososial, semakin banyak kehadiran orang dalam suatu keadaan akan menurunkan perilaku prososial. Hal ini dikarenakan adanya penyebaran tanggung jawab, semakin banyak orang akan menimbulkan semakin sedikit rasa tanggung jawab yang dirasakan. b) Kondisi lingkungan Kondisi lingkungan juga mempengaruhi seseorang dalam pemberian bantuan, kondisi ini meliputi cuaca, ukuran kota, dan derajat kebisingan. c) Tekanan waktu Tekanan waktu mempengaruhi pemberian bantuan, semakin sedikit waktu luang yang dimiliki seseorang cenderung untuk tidak memberikan pertolongan. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan

6 13 keuntungan dan kerugian dari waktu yang akan dihabiskan untuk membantu orang lain. 2) Faktor penolong a) Faktor kepribadian Kepribadian tertentu mendorong orang untuk memberikan pertolongan diberbagai situasi. Tipe kepribadian yang memiliki empati dan motivasi yang tinggi akan lebih mudah memberikan bantuan pada orang lain. b) Suasana hati Suasana hati dan perasaan positif akan memberi dorongan lebih untuk memberi bantuan kepada orang lain. Dan sebaliknya, suasana hati yang buruk bisa membuat seseorang lebih memusatkan perhatian pada dirinya sendiri dan menurunkan kesediaan membantu orang lain (Thomson,cogan,& Rosenhan, 1980). c) Rasa bersalah Rasa bersalah ini merupakan kegelisahan yang dirasakan sesorang karena melakukan hal yang dianggap salah. Untuk mengurangi rasa bersalah yang timbul adalah melakukan hal yang baik, hal baik dapat berupa menolong orang lain sehingga rasa bersalah ini dapat meningkatkan dalam pemberian bantuan. d) Stress diri dan rasa empatik Distress diri merupakan reaksi dalam diri kita terhadap penderitaan orang lain, perasaan ini berupa ikut cemas, prihatin, tak berdaya atau perasaan apapun yang dirasakan. Distress diri ini dapat dikurangi dengan membantu orang yang membutuhkan maupun menghindari atau mengabaikan perasaan orang lain di sekitar kita. Rasa empati merupakan perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, untuk berbagi pengalaman secara langsung maupun tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Rasa ikut menderita ini hanya dapat dikurangi dengan membatu orang lain yang membutuhkan.

7 14 3) Faktor orang yang membutuhkan a) Menolong orang yang kita sukai Orang yang disukai bisa saja orang yang memang menarik perhatian maupun yang memiliki hubungan yang dekat dengan penolong. Dalam kaitannya pemberian bantuan semakin dekat hubungan dengan seseorang membuat semakin besar kemungkinan menerima bantuan. b) Menolong orang yang pantas ditolong Yang membutuhkan pertolongan juga mempengaruhi minat orang untuk memberikan pertolongan, orang lebih memberi bantuan pada orang yang masalah masalah diluar kendalinya, dan bukan masalah yang dibuat sendiri oleh orang tersebut. Dapat dilihat bahwa faktor yang mepengaruhi perilaku prososial meliputi faktor situasi yang sedang dihadapi baik situasi fisik maupun lingkungan, keadaan diri penolong dalam menghadapi suatu kejadian dan keadaan orang yang membutuhkan pertolongan. Menurut Baron & Byrne (diterjemahkan oleh Ratna Djuwita 2005 :101) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial antara lain : 1) Faktor situasional a) Menolong mereka yang anda sukai Orang akan lebih cenderung menolong orang yang dikenal. Selain itu ketertarikan secara fisik, kesamaan juga akan memungkinkan seseorang untuk merespon dan memberi bantuan. b) Atribusi menyangkut tanggung jawab korban Tanggung jawab pada korban akan mempengaruhi adanya bantuan yang diberikan. Pemikiran seseorang tentang sebab orang meminta bantuan misalnya: seseorang akan lebih menolong orang yang pingsan karena dirampok daripada pingsan karena mabuk. c) Model-model prososial : kekuatan dari contoh positif Model perilaku dari orang lain dapat mempengaruhi pemberian bantuan, jika ada orang yang bertindak dengan menolong orang lain,

8 15 maka akan membuat orang lain yang melihat untuk ikut menolong. Selain perilaku nyata yang dilakukan contoh positif juga bisa berupa media yang berkontribusi dalam pembentukan norma sosial yang menunjang terjadinya perilaku prososial. 2) Motivasi dan moralitas Faktor motivasi dan moralitas dari seseorang juga mempengaruhi adanya perilaku prososial, ada tiga motif utama yang dihadapkan, antara lain : a) Self interest Self interest ini merupakan tingkah laku berdasarkan upaya memberikan kepuasan terbesar bagi diri sendiri sering disebut juga sebagai egois, orang ini hanya melakukan hal yang dirasa terbaik untuk diri sendiri. b) Moral integrity ( Integritas moral) Individu menjunjung tinggi moral sehingga dalam perilakunya akan mempertimbangkan adanya kebaikan dan keadilan, sering kali membutuhkan sejumlah pengorbanan. c) Moral hypocrisy ( hipokrisi moral) Seseorang yang mementingkan diri sendiri tetapi juga mempertimbangkan penampilan luar, mereka bertindak hal-hal agar terlihat peduli dengan lingkungan meskipun tetap mengutamakan diri mereka. Secara umum faktor-faktor yang mendasari perilaku prososial seseorang ada beberapa hal antara lain : faktor dari dalam diri seseorang berkaitan dengan isi hati, kepribadian dan keadaan diri seseorang yang mendukung, faktor situasi baik dari keadaan kondisi fisik dan sosial lingkungan, dan faktor orang yang akan ditolong atau orang yang meminta pertolongan. e. Motivasi untuk bertindak prososial Beberapa teori menerangkan motivasi seseorang untuk berperilaku prososial, antara lain :

9 16 1) Motivasi berperilaku prososial menurut Dayakisni dan Hudaniah (2003:185) menjabarkan : a) Empathy-Altruism Hypotesis Konsep teori ini menerangkan bahwa tindakan prososial hanya berasal dari motivasi atau dorongan hati seseorang (penolong) untuk perhatian dan ingin meningkatkan kesejahteraan orang lain. Seseorang akan lebih mudah berperilaku prososial ketika menghayati apa yang dirasakan oleh orang lain (empati) dibandingkan menilai secara objektif dengan mengabaikan perasaan orang lain. Contohnya adalah ketika ketika seseorang ingin makan, saat itu juga ada seorang pengemis yang kelaparan sedang meminta-minta, maka orang tersebut memberikan makanannya meski dia juga lapar, hal ini dia lakukan murni dikarenakan ingin melihat pengemis tadi dapat makan. Secara objektif seseorang bisa saja tidak memberikan makanan, tapi karena adanya empati maka orang tersebut memberinya makanan. b) Negative state realief hypothesis Teori ini menganggap bahwa perilaku prososial ini sebenarnya berasal dari keinginan seseorang untuk mengurangi perasaan negatif dari seseorang yang timbul jika tidak menolong, bukan karena memperhatikan kesejahteraan orang lain. Jadi untuk mengatasinya seseorang harus menolong. Contohnya jika ada kecelakaan yang membutuhkan pertolongan jika seseorang tidak menolong, orang tersebut akan merasa bersalah, maka untuk menghilangkan perasaan bersalah adalah dengan menolong korban kecelakaan tersebut. c) Empathic joy hipothesis Pendekatan ini mengungkapkan bahwa perilaku prososial berasal dari perasaan positif dari seseorang. Seseorang yang menolong dapat memberikan hadiah bagi dirinya dengan membuat perasaan senang telah melakukan hal yang benar. Contohnya ketika penggalangan dana korban bencana alam, seseorang memberikan sumbangan, secara

10 17 tidak langsung orang tersebut merasa senang karena telah melakukan hal yang benar. 2) Menurut Baron dan Byrne (terj Ratna Djuwita 2003: 125) ada beberapa hal yang menjadi motivasi untuk berperilaku prososial, diantaranya : a) Empati altruisme Menurut teori ini perilaku prososial ini didasari oleh keinginan orang untuk berempatik dan menolong orang lain karena rasanya menyenangkan menolong orang lain. Motivasi menolong orang lain ini sangat kuat sehingga orang yang memberi pertolongan tidak keberatan jika harus mengorbankan sesuatu. Contoh kasus ini adalah seseorang menjadi sukarelawan bencana alam, orang tersebut akan mendapat kepuasan batin karena melihat orang lain terbantu, meskipun harus mengorbankan waktu dan tenaga. b) Mengurangi keadaan negatif Melakukan tindakan prososial dapat mengurangi efek negatif. Hal ini dipahami bahwa seseorang yang menolong orang lain karena mereka sedang dalam suasana hati yang kurang baik dan ingin memperbaiki perasaannya ini menjadi lebih baik, dengan kata lain perilaku prososial ini berfungsi sebagai perilaku self-help untuk mengurangi perasaan negatif dari dalam diri. Contoh kasus ini adalah seseorang yang dalam keadaan sedih dan dia melampiaskannya dengan membantu orang, orang tersebut akan merasakan kepuasan batin yang membuat kesedihan berkurang. c) Kesenangan empatik Pertolongan terhadap orang lain secara umum dapat memberi pengaruh terhadap perasaan dalam diri menjadi lebih baik. Perasaan ini muncul karena seseorang yang menolong orang lain merasa telah mencapai sesuatu dan mengetahui bahwa tindakannya memberi dampak positif terhadap orang lain. Secara singkat dapat dipahami perilaku prososial ini didorong oleh emosi positif yang dihasilkan dari pertolongannya dan memberi pengaruh positif terhadap orang yang

11 18 membutuhkan. Contoh kasus ini adalah seorang guru yang dengan mendidik muridnya dengan baik akan senang karena mengetahui bahwa ilmu yang diberikan akan membuat sang murid menjadi orang yang berhasil. d) Determinisme genetis Teori ini menganggap bahwa dorongan orang untuk menolong orang lain terutama kerabat dekat dipersepsikan sebagai hal yang rasional dan kewajiban, karena menolong orang lain berpengaruh mempertahankan keberlangsungan gen (keturunan). Dengan kata lain didorong oleh genetis yang berevolusi mungkin dapat mewariskan gen seseorang pada generasi berikutnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa motivasi seseorang untuk berbuat prososial dapat berasal dari diri individu sendiri, karena individu memiliki empati yang tinggi, dapat karena murni keinginan untuk melihat orang lain sejahtera maupun dorongan untuk diri sendiri agar mengurangi rasa tidak nyaman yang timbul karena tidak menolong.motivasi inilah yang menjadi dorongan penting, untuk dapat membuat orang lain terbantu serta meningkatkan kesejahteraanya. Selain orang yang menolong juga mendapatkan kepuasan batin. f. Cara meningkatkan perilaku prososial Perilaku prososial seseorang bisa saja dirubah, maupun dibentuk kembali agar perilaku prososial dapat meningkat. Berbagai cara dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku prososial. Menurut Baron dan Byrne, (Diterjemahkan oleh Ratna Djuwita 1994:40) ada beberapa cara untuk meningkatkan perilaku prososial yaitu: 1) Melalui penayangan model perilaku prososial, misalnya dapat dengan media massa atau model tindakan prososial. Perilaku manusia terbentuk melalui belajar sosial terutama dengan meniru perilaku disekitarnya, dengan mengamati model perilaku prososial dapat memiliki positif tentang sifat-sifat manusia dalam diri individu untuk ditiru.

12 19 2) Menciptakan suatu superordinate identity. Superordinate merupakan pandangan bahwa setiap orang adalah bagian dari keluarga manusia secara keseluruhan. Dengan pandangan bahwa semua orang adalah keluarga dapat meningkatkan kemampuan empati diantara anggota kelompok tersebut. 3) Menekankan perhatian terhadap norma-norma prososial, seperti normanorma tentang tanggung jawab sosial. Norma ini ditanamkan oleh orang tua maupun orang lain disekitar sesorang untuk memotivasi orang lain untuk bertindak prososial ketika menyikapi suatu kejadian. 4) Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam melakukan tindakan prososial, seperti memperbanyak latihan mengenai cara menolong orang lain. Dengan memahami cara-cara memberi pertolongan dan ketrampilan lain yang relevan lebih merasa mampu melakukan tindakan ketika menghadapi situasi darurat sehingga mereka lebih bertindak prososial. 5) Meningkatkan pengetahuan seseorang tentang faktor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku prososial. 2. Bimbingan kelompok a. Pengertian bimbingan kelompok Dalam bimbingan dapat digunakan berbagai macam cara, bimbingan kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan yang dapat digunakan dengan suasana kelompok. Prayitno (1999:309) menerangkan bahwa bimbingan kelompok merupakan bentuk layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa bimbingan kelompok ini bimbingan yang melibatkan lebih dari 1 orang atau dalam suasana kelompok. Menurut Gazda (dalam prayitno 1999: 309) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok merupakan kegiatan berupa penyampaian informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu siswa menyusun rencana dan keputusan yang tepat dalam bidang personal, vokasi dan sosial. Dapat

13 20 dipahami bimbingan berkenaan beberapa informasi guna kepentingan tertentu bagi anggota kelompok. Sedangkan menurut Romlah (1989:3) mengemukakan: Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagai salah satu teknik bimbingan, bimbingan kelompok memiliki prinsip, kegiatan dan tujuan yang sama dengan bimbingan. Perbedaannya hanya terletak pada pengelolaannya dalam situasi kelompok. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa bimbingan kelompok merupakan bentuk bimbingan yang dilaksanakan secara berkelompok yang bertujuan untuk mencegah adanya masalah dan mengembangkan potensi siswa. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok merupakan bimbingan dalam situasi kelompok yang bertujuan mencegah permasalahan dan mengembangkan potensi siswa dapat bersifat personal, vokasi dan sosial. b. Tujuan bimbingan kelompok Bimbingan kelompok memiliki tujuan bagi anggotanya. Berikut adalah tujuan bimbingan kelompok dari para ahli: Gazda (dalam Romlah 1989:3) mengungkapkan bahwa perubahan sikap pada anggota-anggota kelompok merupakan tujuan tidak langsung dari bimbingan kelompok. Romlah (1989 :14) juga menjabarkan tujuan bimbingan kelompok sebagai berikut: 1) Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya berkaitan dengan masalah pendidikan, pribadi, pekerjaan dan sosial. 2) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok. 3) Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif daripada menggunakan bimbingan individual. 4) Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif. Dengan mempelajari masalah-masalah yang umum dialami oleh individu dengan meredakan atau menghilangkan hambatan-hambatan emosional

14 21 melalui kegiatan kelompok, maka pemahaman terhadap masalah individu menjadi lebih mudah. Selain itu Prayitno (1995: 178) mengungkapkan tujuan bimbingan kelompok adalah: 1) Mampu berbicara di depan orang banyak 2) Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan dan lain sebagainya kepada orang banyak 3) Belajar menghargai pendapat orang lain, 4) Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya. 5) Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang bersifat negatif). 6) Dapat bertenggang rasa 7) Menjadi akrab satu sama lainnya, 8) Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi kepentingan bersama Dapat dilihat bahwa bimbingan kelompok memiliki banyak tujuan yang.ingin dicapai dalam bimbingan kelompok diantaranya adalah membuat siswa untuk mampu menyampaikan pendapat, perasaan dan pikirannya pada orang lain, selain itu juga dapat melatih tanggung jawab, emosi dan tanggang rasa sehingga dapat mengarahkan diri untuk mencegah maupun menyelesaikan suatu permasalahan. c. Teknik diskusi sebagai teknik bimbingan kelompok Romlah (1989:96) menjelaskan ada beberapa teknik yang sering digunakan dalam bimbingan kelompok, antara lain: teknik pemberian informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan peran, karya wisata. 1) Teknik pemberian informasi Merupakan pemberian penjelasan oleh seseorang pembicara kepada orang lain, dapat dengan metode ceramah maupun tertulis serta menggunakan media.

15 22 2) Diskusi kelompok Merupakan percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau memperjelas suatu persoalan dibawah pimpinan ketua kelompok. 3) Pemecahan masalah Pemecahan masalah berfokus pada proses yang kreatif individu untuk menilai perubahan yang ada dilingkungannya dan membuat pilihan, keputusan dan atau penyesuaian yang selaras dengan tujuan dan nilai-nilai hidupnya. 4) Permainan peran Permainan ini menuntut individu memerankan situasi yang imajinatif dengan tujuan untuk membantu tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan keterampilan-keterampilan, menganalisis perilaku dan menunjukan kepada orang lain bagaimana harus berperilaku. 5) Permainan simulasi Permainan simulasi adalah permainan yang bertujuan untuk merefleksikan situasi-situasi sebenarnya yang ada di masyarakat. 6) Karyawisata Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah untuk mengunjungi objek-objek yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari siswa, dan dilaksanakan untuk tujuan belajar secara khusus. 7) Penciptaan kekeluargaan Teknik ini merupakan teknik untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa yang dilaksanakan diluar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan yang dipimpin oleh guru atau konselor, teknik ini ditekankan untuk menciptakan suasana yang akrab. Dari beberapa bentuk teknik bimbingan kelompok yang dijabarkan, tidak semuanya akan digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya

16 23 menggunakan bimbingan kelompok dengan diskusi kelompok dalam upaya meningkatkan perilaku prososial bagi siswa. 3. Diskusi Kelompok a. Pengertian Diskusi Kelompok Diskusi kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan kelompok yang sering digunakan bahkan hampir selalu ada dalam setiap pemberian layanan bimbingan ketika membahas suatu materi yang berupa percakapan. Hal ini sejalan dengan pengertian menurut Romlah (1989:98) menyatakan bahwa diskusi kelompok merupakan percakapan yang telah direncanakan sekelompok individu untuk memecahkan masalah dibawah seorang pemimpinan kelompok. Sedangkan menurut Bloom (dalam Romlah 1989: 98) mendefinisikan: Diskusi kelompok merupakan usaha bersama untuk memecahkan masalah, yang didasarkan pada sejumlah data, bahan-bahan, pengalaman-pengalaman, dimana masalah ditinjau selengkap dan sedalam mungkin. Secara ideal pemimpin kelompok membantu kelompok untuk memusatkan perhatian pada masalah umum yang dihadapi, membantu meninjau masalah secara luas dan mendalam, membantu memberikan sumber-sumber yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah dan membantu kelompok bilamana masalah itu terpecahkan serta implikasi selanjutnya dari pemecahan tersebut. Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa percakapan yang dilakukan dicari terlebih dahulu bahan-bahannya dan diulas secara mendalam untuk memecahkan suatu masalah secara berkelompok dan dipimpin oleh pemimpin kelompok. Dari beberapa ahli tersebut dapat dipahami bahwa diskusi kelompok merupakan percakapan kelompok yang direncanakan dan dipersiapkan berdasarkan data-data dan bahan yang telah dipersiapkan dan dibahas secara mendalam untuk menemukan pemecahannya dengan dipimpin oleh pemimpin kelompok. b. Jenis jenis teknik diskusi kelompok Teknik dalam diskusi kelompok terdapat berbagai jenis, hal ini disesuaikan dengan situasi, cara pelaksanaan diskusi, banyaknya anggota

17 24 diskusi serta tujuan dilakukannya diskusi. Menurut Romlah (1989:102) ada beberapa bentuk teknik diskusi, antara lain diskusi kelas, diskusi kelompok kecil (buzz group dicussion), dan panel. Jenis teknik diskusi juga dijabarkan lebih lanjut oleh Roestiyah (1989:8) yang merinci beberapa teknik diskusi, sebagai berikut: 1) Whole group, yaitu suatu diskusi yang beranggotakan tidak lebih dari 15 orang. 2) Buzz group, yaitu satu kelompok besar dibagi menjadi 2(dua) sampai 8(delapan) kelompok yang lebih kecil untuk berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusi pada kelompok besar. 3) Panel Group, yaitu pada kelompok kecil mendiskusikan suatu subjek tertentu, mereka duduk dalam suasana semi melingkar dihadapkan pada satu kelompok besar lainnya. 4) Symposium, diskusi ini menyerupai panel grup hanya bersifat lebih formal dan moderator tidak seaktif panel dan hanya mengkoordinir saja. 5) Caologium, teknik diskusi yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang sebagai sumber yang berpendapat menjawab pertanyaanpertanyaan dan tidak untuk berpidato. 6) Informal-debate, diskusi ini dilakukan oleh dua tim yang sama kuat mendiskusikan materi dan mendebatkan hasilnya dengan peraturan yang tidak terlalu banyak sehingga lebih bebas. 7) Fish bowl, diskusi ini dilakukan dengan satu moderator, satu atau tiga narasumber dan peserta diskusi dengan tiga kursi kosong menghadap kelompok. Peserta diskusi dari kelompok besar diminta untuk mengisi kursi kosong dan mengajukan pertanyaan. Dari semua jenis diskusi yang telah diuraikan penelitian ini hanya menggunakan teknik diskusi buzz group. Dalam diskusi ini kelompok kecil yang dibentuk dari kelompok besar bertujuan untuk membahas masalah yang ada, dari kelompok kecil inilah dapat memberikan kesempatan anggota kelompoknya untuk lebih aktif dalam memberikan pendapat-pendapatnya

18 25 dalam kelompok selanjutnya hasil diskusi kelompok kecil dibahas bersama dengan kelompok besar. 4. Teknik Diskusi Buzz Group a. Pengertian teknik diskusi buzz group Teknik diskusi buzz group merupakan salah satu jenis teknik yang terdapat dalam diskusi yang dilakukan diakhir pelajaran atau materi yang disampaikan. Sejalan dengan itu Romlah (1989:89) menyatakan bahwa diskusi kelompok kecil (buzz group) merupakan teknik diskusi yang beraggotakan 4-8orang untuk mendiskusikan suatu topik dengan waktu antara 20-30menit yang nantinya anggota kelompok bergabung menjadi lingkaran besar dan hasil diskusi dilaporkan dan ditarik kesimpulan bersama. Dapat disimpulkan bahwa teknik diskusi ini dilakukan dengan membagi kelompok besar menjadi beberapa kelompok kecil yang nantinya berdiskusi dan dilaporkan pada kelompok besar. Menurut Hasibuan (1985:20) menyatakan bahwa Satu kelompok besar dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri atas 4-5 orang. Tempat diatur agar siswa dapat berhadapan muka dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi diadakan di tengah pelajaran atau di akhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka bahan pelajaran, memperjelas bahan pelajaran atau menjawab pertanyaan-pertanyaan. Dari diskusi model ini dapat dipahami dalam kelompok besar dibagi kembali beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan pokok bahasan. Dari pendapat-pendapat ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa teknik diskusi buzz group merupakan teknik diskusi yang diadakan dengan menjadikan kelas sebagai satu kelompok besar dan membaginya lagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang untuk mendiskusikan suatu topik yang hasilnya akan dipaparkan pada kelompok besar.

19 26 b. Tujuan teknik diskusi buzz group Ada beberapa tujuan penggunaan teknik diskusi menurut Roestiyah (2001:6) memaparkan sebagai berikut : 1) Mendorong siswa menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah tanpa harus mengandalkan pendapat dari orang lain. Perbedaan pandangan menurut dirinya dan orang lain memberi jawaban yang berbeda hal demikian melatih berfikir siswa untuk memecahkan masalah. 2) Mendorong siswa untuk menyatakan pendapatnya secara lisan, mendorong kemampuan siswa untuk mengeluarkan pendapatnya. 3) Memberi kemungkinan bagi siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memecahkan masalah bersama. Menurut Drinkmeyer dan Muro (dalam Romlah 1989:99) menyebutkan tujuan teknik diskusi antara lain: 1) Untuk mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri. Sebelum orang berpendapat tentu orang akan memahami apa yang ada didalam diri baik pikiran maupun perasaan dan potensinya. 2) Untuk mengembangkan kesadaran terhadap diri sendiri dan orang lain. Dengan adanya diskusi, seseorang dapat mengasah kemampuannya memahami potensi diri dan pemahaman dari sudut pandang orang lain, sehingga nantinya akan mengembangkan kesadaran terhadap diri dan orang lain. 3) Mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antar manusia. Dengan adanya interaksi dengan orang lain secara langsung seseorang belajar untuk mengerti dan memahami serta bergaul dengan orang lain. Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa teknik diskusi buzz group memiliki berbagai tujuan, diantaranya adalah membuat siswa dapat mengembangkan pemahaman akan dirinya sendiri, mendorong siswa mengembangkan kesadaran diri untuk berpendapat, serta mengajarkan siswa berpartisipasi dan mengembangkan pandangan baru.

20 27 c. Keuntungan teknik diskusi buzz group Menurut Romlah(1989:100) memaparkan keunggulan dari teknik diskusi, antara lain: 1) Membuat anggota kelompok menjadi aktif karena setiap anggota kelompok memiliki kesempatan untuk berbicara dan memberikan sumbangan pikiran dalam kelompok. 2) Anggota kelompok dapat saling bertukar pengalaman, pikiran, nilainilai yang membuat permasalahan yang didiskusikan menjadi lebih jelas. 3) Anggota kelompok dapat belajar untuk mendengarkan pendapat orang lain dalam kelompok. 4) Dapat meningkatkan pengertian pada diri sendiri dan pengertian terhadap orang lain melalui balikan yang diberikan antar anggota. 5) Memberi kesempatan siswa untuk belajar sebagai pemimpin kelompok. Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa teknik diskusi buzz group dapat meningkatkan potensi serta mengembangkan diri, kelompok diskusi ini membuat siswa lebih aktif dalam penyampaian pendapat dan bertukar pengalaman yang ahirnya mendapat balikan sebagai pemahaman terhadap diri sendiri dan orang lain. d. Langkah-langkah teknik diskusi buzz group Dalam pelaksanaan diskusi buzz group memiliki tahapan atau langkah yang dilakukan agar diskusi dapat berjalan dengan sistematis. Tahapan ini dijelaskan oleh Romlah (1989: 99) tentang langkah dalam teknik diskusi buzz group adalah sebagai berikut : 1) Perencanaan Pada tahap ini fasilitator (guru pembimbing ) melaksanakan : a) Merumuskan tujuan diskusi b) Menentukan jenis diskusi (buzz group) c) Melihat pengalaman dan perkembangan siswa berkaiatan dengan pentingnya pemberian arahan tugas dan waktu d) Memperhitungkan alokasi waktu

21 28 e) Mengemukakan hasil yang diharapkan dari diskusi 2) Tahap pelaksanaan Pada tahap ini terdiri dari : a) Guru pembimbing memberi pembahasan secara klasikal materi di dalam kelas. Seluruh siswa dikelas merupakan satu kelompok besar. b) Guru membagi lagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 siswa. c) Guru memberi masalah yang sama yang harus didiskusikan oleh masing-masing kelompok, hal ini memberikan hasil yang berbedabeda tiap anggota kelompok. d) Setelah waktu diskusi habis siswa diminta untuk melaporkan hasil diskusi pada kelompok besar. 3) Tahap penilaian Pada tahapan ini guru pembimbing memberikan pengamatan terhadap hasil diskusi, memberikan komentar dan membicarakannya dalam kelompok. Selanjutnya mengahiri atau melanjutkan pelajaran. 5. Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi Buzz Group Bimbingan kelompok menurut Prayitno (1999 : 309) merupakan bentuk bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok. Menurut Romlah (1989:98) menyatakan bahwa diskusi kelompok merupakan percakapan yang telah direncanakan sekelompok individu untuk memecahkan masalah dibawah seorang pemimpinan kelompok. Teknik diskusi buzz group menurut Roestiyah (2001:9) merupakan diskusi yang dibuat dari satu kelompok besar dibagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan bahan diskusi dan hasil dari diskusi tersebut dilaporkan pada kelompok besar. Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan kelompok dengan teknik diskusi buzz group adalah bentuk bimbingan yang diberikan dalam situasi kelompok berupa percakapan untuk memecahkan masalah, yang dibuat dari satu kelompok besar dan membaginya menjadi

22 29 beberapa kelompok kecil untuk berdiskusi dan hasil diskusi dilaporkan pada kelompok besar. 6. Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi Buzz Group untuk meningkatkan perilaku prososial siswa Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia akan selalu berinteraksi, saling membutuhkan dan bergantung dengan orang lain, sehingga agar dalam kehidupan sehari-hari berjalan dengan baik, manusia harus menjaga hubungan sosialnya dengan orang lain. Salah satu cara untuk menjaga hubungan baik ini adalah dengan perilaku prososial. Perilaku prososial ini merupakan perilaku yang bertujuan untuk menolong maupun meningkatkan kesejahteraan orang lain. Perilaku prososial juga penting untuk para siswa, hal ini berkaitan dengan perilaku sosial siswa di sekolah yang selalu menuntut siswa untuk beriteraksi dengan orang lain, selain itu dengan memiliki perilaku prososial yang baik siswa dapat menjadi pribadi yang juga bermanfaat bagi orang lain. Kurangnya perilaku prososial siswa akan berdampak pada kehidupan sosial siswa yang kurang baik bahkan dapat meningkatkan kenakalan remaja. Banyak cara dapat digunakan dalam pengubahan dan peningkatan perilaku prososial, salah satunya adalah penekanan perhatian terhadap norma prososial sesuai dengan pendapat Baron dan Byrne (Terj. Ratna Djuwita 1994:40). Bimbingan kelompok merupakan salah satu kegiatan pemberian bimbingan atau informasi yang bertujuan mencegah permasalahan dan mengembangkan potensi siswa dalam suasana kelompok. Informasi yang diberikan dapat berupa penekanan terhadap norma-norma prososial. Sehingga cocok untuk meningkatkan perilaku prososial. Suasana kelompok yang dibentuk dapat melalui diskusi buzz group yang merupakan salah satu bentuk teknik dari bimbingan kelompok dan dilakukan setelah pemberian layanan selesai, didalamnya ada percakapan yang disengaja dalam diskusi ini ada kelompok besar yang terbagi menjadi beberapa kelompok

23 30 kecil yang beranggotakan 4-5 orang untuk mendiskusikan topik-topik tertentu dan hasilnya dipaparkan pada kelompok besar. Pelaksanaan diakusi buzz group yang dilakukan nantinya dengan tiga materi utama yang akan disajikan yaitu tolong menolong, berbagi dan memahami orang lain. Dalam pelaksanaan diskusi buzz group secara langsung siswa akan dituntut untuk bekerja sama dengan orang lain dalam penyelesaian tugas yang berefek pada aspek kerja sama, sisi lain siswa dapat secara jujur menyampaikan pikiran dan pemahamannya akan berdampak juga pada kejujuran. Pada pelaksanaanya juga melatih siswa untuk memberi kesempatan dan hak yang sama pada teman yang lain sehingga mendukung meningkatnya pemahaman tentang pertimbangan hak dan kepentingan orang lain serta memupuk persahabatan, sikap dewasa siswa dalam menerima keadaan ketika pendapatnya tidak digunakan dan diskusi juga meningkatkan perilaku prososial dalam hal pengorbanan. Dengan bentuk kelompok ini siswa lebih intensif dalam pengungkapan pendapatnya dan mendengarkan pendapat dari orang lain sehingga menerima norma-norma dengan lebih baik. Selain itu secara langsung dan tidak langsung dapat meningkatkan keseluruhan aspek perilaku prososial seperti menolong, menyumbang, dermawan, berbagi, mempertimbangkan hak dan kepentingan orang lain, kejujuran, kerja sama, serta menyumbang. B. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah: 1. Intan Kusuma Ningrum.(2014). Skripsi dengan judul Meningkatkan Perilaku Prososial Rendah Melalui Layanan Penguasaan Konten Dengan Teknik Sosiodrama Pada Siswa Kelas VII SMP N 21 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa layanan pengasaan konten dengan teknik sosiodrama dapat meningkatkan perilaku prososial. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa layanan penguasaan konten dengan teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan perilaku prososial rendah. 2. Nur aini. (2013). Jurnal dengan judul Bimbingan kelompok dengan teknik diskusi buzz group untuk meningkatkan interaksi sosial siswa kelas VII SMP

24 31 Muhamaddiyah 1 Gondangrejo Karanganyar tahun ajaran 2012/2013. Simpulan dari penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan bimbingan kelompok teknik diskusi buzz group efektif untuk meningkatkan interaksi sosial siswa. C. KERANGKA BERFIKIR Berdasarkan atas teori teori yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat disusun kerangka berfikir sebagai berikut: Perilaku prososial merupakan perilaku seseorang yang positif kepada orang lain, perilaku ini dapat berupa perbuatan untuk berbagi, menolong, kerjasama, menyumbang, menolong, kejujuran, kedermawanan pada orang lain. Tindakan ini berasal dari dorongan dalam diri seseorang dapat berasal dari rasa empati atau peduli kepada orang lain yang dilakukan secara ikhlas tanpa adanya paksaan maupun mengharap imbalan, dalam tindakan prososial ini bisa mengandung resiko bagi orang yang melakukan. Siswa yang memiliki perilaku prososial yang tinggi memiliki hubungan sosial yang baik. Sedangkan siswa yang memiliki rasa prososial rendah akan berdampak pada hubungan sosial yang kurang baik bahkan timbulnya kenakalan remaja. Untuk meningkatkan perilaku prososial dapat dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan menekankan perhatian terhadap norma-norma prososial dan penayangan model prososial sesuai dengan pendapat Baron dan Byrne (Terj. Ratna Djuwita 1994:40) yang dapat dilakukan dengan menggunakan bimbingan kelompok teknik diskusi buzz group yang juga bertujuan untuk mencegah timbulnya permasalahan dan pengembangan diri. Selain itu bimbingan kelompok teknik diskusi buzz group juga bertujuan untuk mengubah pola pikir dan pandangan siswa dalam menyikapi kejadian, setelah adanya perubahan pola pikir dan pandangan siswa maka akan terbentuk perilaku dan perasaan baru dalam menyikapi kejadian yang menuntut perilaku prososial. Sehingga siswa memahami cara menanggapi situasi yang perlu adanya perilaku prososial yang berdampak pada meningkatnya perilaku prososial. Selanjutnya skema kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut :

25 32 Siswa kelas XI SMK N 1 Kedungwuni Kabupaten Pekalongan Perilaku Prososial Siswa yang memiliki perilaku prososial rendah adalah individu yang rentan memiliki hubungan sosial yang kurang baik bahkan timbulnya kenakalan remaja. Siswa yang memiliki perilaku prososial tinggi berdampak pada dimilikinya hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Bimbingan kelompok teknik diskusi buzz group untuk meningkatkan perilaku prososial Tujuan Perilaku prososial siswa dalam menyikapi kejadian akan meningkat Menekankan perhatian terhadap norma-norma prososial dan penayangan model prososial untuk merubah kognitif siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Dengan perubahan pola pikir dan pandangan siswa dalam menyikapi kejadian, akan terbentuk perilaku dan perasaan baru dalam menyikapi kejadian yang menuntut perilaku prososial. Gambar 2.1 Skema kerangka berfikir

26 33 D. HIPOTESIS Menurut Sugiyono (2012:64) Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawabab yang diberikan didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada teori yang relevan. Dari uraian di atas maka dalam penelitian ini hipotesis penelitian yang diajukan adalah Bimbingan kelompok teknik diskusi buzz group efektif untuk meningkatkan perilaku prososial siswa kelas XI SMK N 1 Kedungwuni Kabupaten Pekalongan tahun ajaran 2015/2016.

27 34

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Manusia sebagai makhluk individu memiliki keunikan tersendiri berbeda satu dengan yang lain, baik dari segi fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Perilaku prososial memiliki arti sebagai sosial positif atau mempunyai konsekuensi positif. Sosial positif ini didasarkan atas

Lebih terperinci

c. Pengalaman dan suasana hati.

c. Pengalaman dan suasana hati. PERILAKU PROSOSIAL Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (1981) membatasi perilaku prososial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dan sesuatu yang bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Perososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai BAB II KAJIAN TEORI 1.1. Motivasi Belajar 1.1.1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2001). Motivasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Prososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Menurut Kartono (2003) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu perilaku prososial yang menguntungkan dimana terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan dengan sempurna dan berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia dilengkapi dengan akal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Brigham (dalam Dayakisni, 2009) menerangkan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku untuk menyokong kesejahteraan orang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sekolah yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu cenderung mengharapkan dirinya berkembang dan menjadi lebih baik. Perkembangan potensi seseorang tidak terwujud begitu saja apabila tidak diupayakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan penelitian 1.3 Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan penelitian 1.3 Kerangka Teori BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menolong merupakan perbuatan yang mulia, sejauh pertolongan itu dibutuhkan sehingga bermanfaat. Namun terkadang pertolongan justru tidak datang saat dibutuhkan. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak kelebihan dibandingkan makhluk lain. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki tersebut antara lain

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA Arni Murnita

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada

Lebih terperinci

PRINSIP DISKUSI, DISKUSI KELOMPOK, DISKUSI KELAS

PRINSIP DISKUSI, DISKUSI KELOMPOK, DISKUSI KELAS PRINSIP DISKUSI, DISKUSI KELOMPOK, DISKUSI KELAS MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Media Pembelajaran yang dibina oleh Bapak Drs. Triastono Imam Prasetyo, M.Pd Oleh : Kelompok 5/ Offering : B-BB

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia disebut juga sebagai makhluk holistik, yaitu bisa berfungsi sebagai makhluk individual, makhluk sosial, dan juga makhluk religi. Manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong, sangat ironis jika realitas yang terjadi menunjukan hal yang sebaliknya, perilaku individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki kebebasan dalam hidupnya. Namun disisi lain, manusia juga adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain. Makhluk sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Chaplin dalam bukunya Dictionary of Psychology yang diterjemahkan oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang ditujukan untuk memberikan keuntungan pada satu atau banyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Sejak jaman dahulu manusia hidup bergotongroyong, sesuai dengan pepatah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA (STUDI KASUS di SMP NEGERI 4 PALU) Irsan 1 Abdul Munir 2 Munifah 3

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA (STUDI KASUS di SMP NEGERI 4 PALU) Irsan 1 Abdul Munir 2 Munifah 3 PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA (STUDI KASUS di SMP NEGERI 4 PALU) Irsan 1 Abdul Munir 2 Munifah 3 Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di mana dapat berkembang dan diperkembangkan (Giri Wiloso dkk, 2012). Sebagai makhluk sosial, manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Menurut Asra, dkk. (2007: 5) belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan untuk mencapai tujuan. Belajar juga bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk. dasarnya ia memiliki ketergantungan. Inilah yang kemudian menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk. dasarnya ia memiliki ketergantungan. Inilah yang kemudian menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan dengan orang lain dan tidak bisa hidup secara individual. Manusia tidak akan mampu hidup sendiri

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak manusia lahir, manusia telah hidup dengan orang lain. Mereka saling membutuhkan dan saling ketergantungan. Sebagai contoh, saat manusia dilahirkan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya,

Lebih terperinci

MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL

MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL 1. Faktor yang Mendasari Terjadinya Interaksi Sosial Enam faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial: sugesti, imitasi, identifikasi, simpati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: SATRIA ANDROMEDA F 100 090 041 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah Nabire, Papua dan Alor, Nusa Tenggara Timur, Aceh pun tak luput dari bencana. Bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan dengan orang lain dan tidak bisa hidup secara individual. Sebagai makhluk sosial hendaknya

Lebih terperinci

PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA. (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus. Abstrak

PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA. (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus. Abstrak PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris perilaku prososial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal 2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan Oleh:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000) BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan Pramuka yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan Pramuka yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan Pramuka yang merupakan singkatan dari Praja Muda Karana yang mempunyai arti orang-orang yang berjiwa muda dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkah laku menolong sering muncul dalam masyarakat, dimana perilaku ini diberikan guna meringankan penderitaan orang lain, misalnya menolong orang lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan

BAB I PENDAHULUAN. manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku saling tolong menolong merupakan perilaku yang dimiliki oleh manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan sosial, bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metode role playing pada proses belajar mengajar jarang atau tidak pernah dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang memahami

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA 1 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Disusun oleh : AHMAD ARIF F 100 030

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja,

BAB I PENDAHULUAN. Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja, tetapi juga mendidik aspek-aspek lainnya, salah satunya aspek sosial perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

TEKNIK & ETIKA DISKUSI ILMIAH.

TEKNIK & ETIKA DISKUSI ILMIAH. TEKNIK & ETIKA DISKUSI ILMIAH Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng. Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng. bambangsulistyo@yahoo.com PENDAHULUAN Kata moral atau moralitas sering digunakan secara sinonim dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, manusia juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai makhluk sosial, itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan sarana paling utama dalam kehidupan manusia, yang berarti tak ada seorangpun yang dapat menarik diri dari proses ini baik dalam fungsinya

Lebih terperinci

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta SIMPOSIUM GURU JUDUL : Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Siswa Kelas X TS A SMK Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application IJGC 3 (3) (2014) Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jbk MENINGKATKAN PERILAKU PROSOSIAL RENDAH MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses hidup, manusia selalu membutuhkan orang lain mulai dari lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses hidup, manusia selalu membutuhkan orang lain mulai dari lingkungan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai arti bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa adanya kehadiran orang lain dilingkungan sekitarnya. Dalam proses hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan batasan yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. dan batasan yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini. BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, peneliti menjabarkan latar belakang, rumusan permasalahan, hipotesis, tujuan dan manfaat penelitian, definisi terminologis dan juga cakupan dan batasan yang akan digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya di motivasi oleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya di motivasi oleh suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan (goal oriented) dengan kata lain, perilaku kita pada umumnya di motivasi oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka digilib.uns.ac.id 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Sikap terhadap Layanan Konseling Individual a. Pengertian Sikap Sikap menurut Sarlito adalah kesiapan seseorang untuk bertindak terhadap

Lebih terperinci

Skripsi. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. oleh. Maftuhatun Ni mah

Skripsi. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. oleh. Maftuhatun Ni mah HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEPRAMUKAAN DENGAN TINGKAT PERILAKU PROSOSIAL SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 2 RANDUDONGKAL TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Skripsi disusun sebagai

Lebih terperinci

SKRIPSI. diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Universitas Negeri Semarang

SKRIPSI. diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Universitas Negeri Semarang PENGARUH LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN TEKNIK PSIKODRAMA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 WARUREJA KABUPATEN TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI diajukan dalam rangka menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku masa remaja

Lebih terperinci

2.1 Perkembangan anak sekolah dasar. Perkembangan anak usia sekolah disebut juga perkembangan masa

2.1 Perkembangan anak sekolah dasar. Perkembangan anak usia sekolah disebut juga perkembangan masa 2.1 Perkembangan anak sekolah dasar Perkembangan anak usia sekolah disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang merupakan kelanjutan dari masa awal anak. 7 Permulaan masa pertengahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Keterbukaan Diri 2.1.1. Pengertian Self Disclasure Keterbukaan diri cenderung bersifat timbal balik dan menjadi semakin mendalam selama hubungan komunikasi berlangsung. Hubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kinerja 2.1.1.1 Definisi Kinerja Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan

Lebih terperinci

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 DISKUSI Berdasarkan hasil analisis pada bab IV, maka hipotesis yang menyatakan bahwa empati dan pola asuh demokratis sebagai prediktor perilaku prososial pada remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, melalui pendidikan akan terbentuk manusia yang cerdas. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap. sikap egoisme, dan ini menjadi ciri dari manusia modern, dimana individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap. sikap egoisme, dan ini menjadi ciri dari manusia modern, dimana individu 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, manusia mulai dihadapkan pada kesibukankesibukan yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap individualis. Individualisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia pada era modern seperti saat ini sangat berbeda jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana dengan tingkat yang tinggi (HPLI, 2014).Bencana yang dimaksud adalah bencana alam, yaitu segala jenis bencana

Lebih terperinci

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Ida Nur Kristianti Kata Kunci : Empati, Layanan Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. forum diskusi ilmiah, mempraktikkan ilmu pengetahuan di lapangan, dan. juga dibutuhkan pula oleh orang lain (Zuhri, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. forum diskusi ilmiah, mempraktikkan ilmu pengetahuan di lapangan, dan. juga dibutuhkan pula oleh orang lain (Zuhri, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan salah satu kaum intelektual yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Di perguruan tinggi, mahasiswa menjalankan tugastugas akademiknya dalam perkuliahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak didik agar dapat menemukan kediriannya agar menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Belajar 1. Pengertian Kemandirian Belajar Hiemstra yang dikutip Darmayanti (2004) menyatakan tentang kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam mencapai kebahagiaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial menurut Asih dan Pratiwi (2010) merupakan salah suatu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

Lebih terperinci