BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Susanti Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana dengan tingkat yang tinggi (HPLI, 2014).Bencana yang dimaksud adalah bencana alam, yaitu segala jenis bencana yang dimana sumber dan faktor penyebabnya berasal dari alam (Pusat Pendidikan Mitigasi Bencana, 2014).Berbagai peristiwa bencana alam terjadi di Indonesia seperti gempa bumi di Sumatera Barat, meletusnya Gunung Merapi dan banjir di Jakarta. Adanya peristiwa bencana alam tersebut mengundang banyak perhatian dari berbagai masyarakat, khususnya kaum relawan. Berbagai relawan turut berpartisipasi, baik secara individualmaupun bergabung dalam organisasike lokasi bencana alam. Para relawan tersebut berpartisipasi untuk memberikan berbagai bantuan kepada seluruh korban bencana alam, seperti membantu mengevakuasi korban, memberikan fasilitas darurat yang diperlukan untuk keselamatan korban, dan sebagainya. Gempa bumi yang mengguncang kawasan Sumatera Barat pada tahun 2009 lalu,tercatat sebanyak 15 relawan TAGANA (Taruna Siaga Bencana)dari Jakarta diterjunkan ke lokasi bencana.relawan tersebut diterjunkan untuk memberikan bantuan berupa sumbangan dana, bantuan logistik dan melakukan trauma healing. Trauma healing ialah membantu memulihkan trauma pada korban gempa bumi terutama pada anak-anak dengan cara bermain sambil bernyanyi. Selain relawan TAGANA, terdapat pula relawan lain yangturut berpartisipasi untuk membantu korban gempa bumi di Sumatera Barat, yakni relawan dari Mustang 88 FM yang berjumlah 21 orang. Peristiwa meletusnya Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010lalu, tercatat 150 relawan TAGANA dari Jakarta ikutberpartisipasi. Mereka berpartisipasi untuk membantu mengevakuasi korban bencana dan memberi bantuan berupa fasilitas dapur umum. Terdapat pula tim relawan yang merupakan mahasiswadari salah satu universitas di Indonesia dengan jumlah kurang lebih 20 orang dan tim relawan dari BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia) yang juga turut berpartisipasi membantu korban meletusnya Gunung Merapi. Selain peristiwa meletusnya Gunung Merapi, relawan TAGANA juga turut membantu para korbanbanjir di Jakarta yang terjadi diawal tahun 2014.
2 Peristiwa banjir di Jakarta yang terjadi diawal tahun 2014, mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama pemerintah.sekretaris Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Andi Asnandar, Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Margowiyono dan Tim Reaksi Cepat (TRC) Kemensoslangsung menyebar ke beberapa titik pengungsian untuk melihat dapur umum denganberkontribusi pada seluruh relawan kemanusiaan TAGANA di Jakarta yang berjumlah orang. Tidak hanya sekedar mengawaki dapur umum, relawan TAGANA juga ikut mengevakuasi warga Jakarta yang terkena banjir dan turut membantu membersihkan rumah warga yang tergenang banjir.terdapat pula relawan lain yang berkontribusi pada peristiwa banjir di Jakarta, yakni relawan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang berjumlah 50 orang. Relawan tersebut berkontribusi untuk memberikan bantuan berupa perlengkapan mandi dan tidur. Dengan adanya kasus bencana yang telah dikemukakan diatas, terlihat adanya pertumbuhan dari para relawan yang ikut berpartisipasi saat terjadi peristiwa bencana alam khususnya pada relawan TAGANA di Jakarta.Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah relawan yang ikut terjun ke lokasi bencana mulai dari peristiwa gempa bumi di Sumatera Barat, meletusnya Gunung Merapi hingga peristiwa banjir di Jakarta.Adanya pertumbuhan tersebut, dapat menggambarkan bahwa setiap orang memiliki niat tanpa melihat dan mempertimbangkan untung maupun rugi ketika terjun menjadi relawan. Himpsi (dalam Gunawan & Sulistyorini, 2007)mengatakan bahwa relawan merupakan seseorang yang memiliki niat untuk membantu individuatausekelompok individu yang memerlukan bantuan, termotivasi oleh kemauan sendiri dan tidak bermaksud untuk menerima harta atau benda.basuki (2013) juga menambahkan bahwa relawan adalah seseorang yang secara sukarela menyumbangkan waktu, tenaga, pikiran dan keahliannya untuk menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan serta sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atas sesuatu yang telah disumbangkan. Hal ini juga terjadi pada relawan TAGANA yang memiliki kepedulian dan aktif dalam kegiatan penanggulangan bencana bidang bantuan sosial. TAGANA merupakan perwujudan dari penanggulangan bencana bidang bantuan sosial berbasis masyarakat yang beranggotakan seluruh rakyat Indonesiabaik pria maupun wanita (Tagana, 2014).Peran TAGANA disesuaikan dengan UU 24/2007
3 tentang Penanggulangan Bencana, pasal 27 yaitu mengamanatkan setiap orang berkewajiban melakukan kegiatan penanggulangan bencana.selanjutnya, peran TAGANA juga disesuaikan dengan UU 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial, pasal 1 ayat 9 yaitu perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan sosial (keadaan tidak stabil yang terjadi secara tiba-tiba sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik dan bencana alam). Maraknya organisasi-organisasi sosial yang menyediakan berbagai pelayanan sosial, seperti TAGANA, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), BSMI dan sebagainya patut untuk diberi dukungan dan disambut gembira oleh seluruh warga masyarakat.hal ini menunjukkan tingginya tingkat kepedulian relawan yang telah bergabung dan berkontribusi dalam organisasi sosial tersebut untuk mengupayakan pelayanan sosial bagi warga masyarakat yang memerlukan bantuan.waters & Bortree (2007) mengatakan bahwa terdapat empat komponen yang melandasi hubungan antara relawan dengan organisasinya, yaitu kepercayaan, komitmen, keseimbangan dari kekuatan dan kepuasan. Kontribusidari relawan yang bergabung dalam organisasi TAGANA dinilai sangat positif.karena kontribusi relawan berfungsisebagai pilar penyangga tegaknya mentalitas para korban bencana alam.hal ini diwujudkan melaluiadanya dukungan dalam bentukperilaku menolong yang diberikan relawanuntuk para korban bencana alam tanpa memandang latar belakang, suku, agama maupun ras.sehinggadengan adanya perilaku menolong dari relawan terhadap korbandapat meringankan beban yang dialami oleh korban bencana alam.eisenberg, Spinrad, & Sadowsky (dalam Aronson, Wilson& Akert, 2007)mengatakan bahwa kualitas yang ada didalam diri seseorang yang dapat menyebabkan orang tersebut maumenolong orang laindinamakan altruisme. Nindihong (2013)juga menambahkan bahwa altruisme merupakan salah satu karakteristik yang ada di dalam diri relawan. Myers & Batson (dalamtanjung, 2014)mengatakan bahwa terdapat tiga komponen didalam hati seseorang yang memiliki kecenderungan altruisme diantaranya ialah empati yaitu kemampuan merasakan apayang dialami oleh orang lain, sukarela yaitu tidak mengharapkan imbalan, dan keinginan untuk memberikan bantuan kepada orang lain tanpa orang tersebut mengetahui bentuk bantuan yang diberikannya. Adanya karakteristik altruisme dapat mewujudkanketahanan mentalyang kuat selain ketahanan
4 fisik yang ada dalam dirirelawan ketika sedang melaksanakan tugasnya.seperti yang kita ketahui bahwa untuk menjadi seorang relawan bukan pekerjaan yang mudah.hal ini dikarenakan selain tidak diberi upah atau gaji atas jasa yang telah diberikan, menjadi seorang relawan juga memiliki resiko yang sangat tinggi dari tugas kemanusiaan yang diemban. Dengan demikian, peran karakteristikyang ada didalam diri relawan merupakan faktor utama yang sangat penting supaya relawan mampu melakukan pekerjaan kemanusiaan secara efektif dan dapat berperilaku yang mengarah pada perilaku prososial. Twenge,Ciarocco, & Bartels (2007)mengatakan bahwa perilaku prososial dilakukan untuk kepentingan orang lain dan tidak menguntungkanbagi diri sendiri,serta memerlukan resiko.serupa dengan pernyataan tersebut, Baron& Byrne (2005) mengatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menolong yang menguntungkan bagi orang lain, tanpa memberi keuntungan langsung dan melibatkan resiko bagi orang yang melakukannya. Eisenberg (1989)juga menambahkan bahwa perilaku prososial adalah tindakan yang dilakukan secara sukarela dan dimaksudkan untuk membantu maupun memberi keuntungan kepada individu atau sekelompok individu. Perilaku prososial mencakup berbagai bentuk tindakan-tindakan.eisenberg &Mussen(1989) mengatakan bahwa perilaku prososial mencakup pada tindakantindakan diantaranya ialahberbagi (sharing), kerjasama (cooperative), menyumbang (donating), menolong (helping), kejujuran (honesty), dan kedermawanan (generosity).bringham (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009)menambahkan bahwa tindakan-tindakan dalam perilaku prososial meliputi menolong, kerjasama, persahabatan, kedermawanan, menyelamatkan dan pengorbanan. Selanjutnya, Wispe (dalam Luthfi, 2009) juga mengatakan bahwa tindakan-tindakan dalam perilaku prososial meliputi simpati (sympathy), kerjasama (cooperation), menolong (helping), menyumbang (donating), dan altruistik (altruism). Eisenberg & Mussen (1989) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang berkontribusiterhadap perilaku prososial. Selanjutnya,Eisenberg & Mussen (1989) menambahkan bahwa faktor-faktor tersebut diantaranya faktor biologis, budaya masyarakat setempat, pengalaman sosialisasi, proses kognitif, respon emosional, faktor situasional, dan faktor karakteristik individu khususnya kepribadian. Piliavin (dalam
5 Dayakisni& Hudaniah, 2009)juga menambahkan bahwa faktor yang terdapat didalam diri seseorang,yaknikepribadianmemiliki kecenderungan terhadap individu untuk berperilaku prososial. Kepribadian merupakan suatupola yang relatif menetap didalam diri individu yang menghasilkan beberapa ukuran konsisten tentang perilaku (Feist & Feist, 2009).Fieldman (dalam Endah, 2005) mengatakan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang dikemukakan para ahli untuk memahami kepribadian,salah satunya dengan menggunakan teori trait.para peneliti menyetujui teori trait yang mengelompokkan trait menjadi lima besar dengan dimensi bipolar, yang disebut Big Five(Beaumont & Stout, 2003). Penelitian-penelitian mengenai big five factor yang dilakukan oleh para ahli menjadikan big five factor sebagai satu-satunya dimensi kepribadian yang dapat direplikasi dalam bentuk bahasa maupun budaya. McCrae & Costa (1997), big five dapat digunakan dalam berbagai bentuk bahasa, baik dalam bentuk bahasa Inggris maupun bahasa lainnya.piedmont & Chae (1997)juga berpendapat berbagai penelitian lintas budaya mengenai kepribadian big five ini dilakukan, salah satunya di Korea.Feist & Feist (2009)mengatakan bahwa big five adalah salah satu bentuk kepribadian yang dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku individu.moberg (1999)menambahkan bahwa Big Five atau FFM didasarkan pada kategori sifat individu, yang dapat digunakan untuk mengevaluasi diri sendiri maupun orang lain. Dalam Five Factor Model (FFM), trait kepribadian digambarkan dalam bentuk lima dimensi dasar (McCrae & Costa dalam Pervin, 2005). Kelima dimensi dasar diantanya pertama,neuroticism adalah individu yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir.kedua, extraversion adalahindividu yang memiliki emosi yang positif, energik, senang bergaul, tertarik dengan banyak hal dan ramah dengan orang lain.ketiga,opennes to experience adalah individu yang memiliki kapasitas untuk menyerap informasi, fokus pada berbagai pikiran maupun perasaan.keempat, agreeablenessadalah individu yang ramah, rendah hati, tidak menuntut, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Kelima,conscientiousness adalah individu yang memiliki kontrol terhadap lingkungan sosial, mengikuti aturan dan norma, terencana, dan memprioritaskan tugas.
6 Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, terdapat dua trait kepribadian dari lima trait kepribadian dalam big five yang dikemukakan oleh McCrae & Costa (dalam Pervin, 2005), yaitu extraversiondan agreeableness sama-sama memiliki kepribadian yakni ramah dengan orang lain. Dalam tabel karakteristik skor tinggi dan skor rendah pada dimensibig five, terlihat bahwa agreeableness dan extrovertionmemiliki skor tinggi pada karakteristik suka menolong (Moberg, 1999).Artinya, individu yang memiliki karakteristik agreeableness dan extrovertion ialah individu yang suka menolong.menolong merupakan bentuk yang paling jelas dari perilaku prososial.eisenberg dan Mussen (1989) menambahkan bahwa menolong merupakan salah satu bentuk tindakan dari perilaku prososial.maka para relawan TAGANA di Jakarta yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana bidang bantuan sosial, dapat dikatakan memiliki karakteristik yang menonjol baik itu extraversion atau agreeableness maupun keduanya. Pada kenyataannya, tidak semua relawan TAGANA memiliki karakteristik yang menonjol baik itu pada extraversion maupun agreeableness.hal ini dikarenakan bisa saja relawan tersebut memiliki karakteristik yang menonjol baik itu pada openness to experience, conscientiousness, atau neuroticism.dengan variasi yang cukup besar, maka peneliti ingin melihat kepribadian big five mana yang memiliki kecenderungan pada relawan TAGANA untuk beperilaku prososial.dengan demikian, peneliti mengangkat penelitian ini untuk membahas apakah kepribadian big fivememiliki hubungan yang signifikan atau tidak signifikan denganperilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. 1.2 Rumusan Permasalahan Menjadi seorang relawan merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena memerlukan resiko yang sangat tinggi daritugas kemanusiaan yang diemban. Untuk itu karakteristik dari relawan sangat penting demi terwujudnya ketahanan mental dalam diri relawan agar mampu melakukan pekerjaan kemanusiaan secara efektif dan dapat berperilaku yang mengarah pada perilaku prososial.pertanyaan penelitian yang dapat ditarik ialah Apakah ada hubungan antara kepribadian big five dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta?.
7 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat ada atau tidak adanyahubungan yang signifikan antara kepribadian big five dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta.
HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA RELAWAN TAGANA DI JAKARTA. Rizka Mutia Kartika.
HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA RELAWAN TAGANA DI JAKARTA Rizka Mutia Kartika Rizkamutia4@gmail.com ABSTRACT The aim of the research was to investigate the relationship
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Big Five 2.1.1 Definisi Kepribadian Feist & Feist (2009)mengatakan bahwa kepribadian suatupola yang relatif menetap didalam diri individu yang menghasilkan beberapa
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab terakhir ini, peneliti akan menguraikan mengenai kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta diskusi mengenai hasil-hasil penelitian yang diperoleh dalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Perilaku prososial memiliki arti sebagai sosial positif atau mempunyai konsekuensi positif. Sosial positif ini didasarkan atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Palang Merah Indonesia adalah organisasi kemanusiaan yang bergerak dalam bidang penanggulangan dan mitigasi bencana alam di Indonesia. Selain itu, Palang Merah Indonesia
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah Nabire, Papua dan Alor, Nusa Tenggara Timur, Aceh pun tak luput dari bencana. Bencana
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai variabel dan definisi operasional penelitian. Selain itu, akan diuraikan juga desain penelitian yang digunakan untuk membantu kelancaran didalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Brigham (dalam Dayakisni, 2009) menerangkan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku untuk menyokong kesejahteraan orang
Lebih terperincic. Pengalaman dan suasana hati.
PERILAKU PROSOSIAL Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (1981) membatasi perilaku prososial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial Remaja. yang bersifat nyata (Sarwono, 2002).Perilaku merupakan respon individu terhadap
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dan sesuatu yang bersifat nyata (Sarwono, 2002).Perilaku
Lebih terperinciTAGANA Relawan Sosial Penanggulangan Bencana
TAGANA Relawan Sosial Penanggulangan Bencana Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI Kementerian Sosial Visi Terwujudnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku saling tolong menolong merupakan perilaku yang dimiliki oleh manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan sosial, bukan
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor LSM di Indonesia kini tengah menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini termasuk perubahan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak berubah dan selalu dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain. Makhluk sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, manusia juga memiliki akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Sebagai makhluk sosial, itu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di mana dapat berkembang dan diperkembangkan (Giri Wiloso dkk, 2012). Sebagai makhluk sosial, manusia
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dan sesuatu yang bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang ditujukan untuk memberikan keuntungan pada satu atau banyak
Lebih terperincimenjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang hidup dengan berinteraksi satu sama lain, ia tidak dapat hidup sendiri tanpa memerlukan bantuan orang lain, mereka hidup dengan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mandailing, dan Batak Angkola. Kategori tersebut dibagi berdasarkan nama
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Batak adalah salah satu suku di Indonesia di mana sebagian besar masyarakatnya bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak adalah Batak Toba, Batak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan dengan sempurna dan berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia dilengkapi dengan akal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Sejak jaman dahulu manusia hidup bergotongroyong, sesuai dengan pepatah
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Prososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Menurut Kartono (2003) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu perilaku prososial yang menguntungkan dimana terdapat
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Perososial 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1220, 2012 KEMENTERIAN SOSIAL. Taruna. Siaga Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM TARUNA SIAGA BENCANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Indonesia sejak dulu dikenal oleh dunia karena masyarakatnya yang hidup dengan rukun, saling tolong menolong, saling mensejahterakan dan penuh keramahan. Namun
Lebih terperinciALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai. Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi
ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : IKA IRYANA F.100110078 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciEMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK
EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki 129 gunung api aktif, atau dikenal dengan ring of fire. Kondisi letak geografis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terkenal dengan kekayaan alam dan keindahan hayati salah satunya memiliki 129 gunung api aktif, atau dikenal dengan ring of fire. Kondisi letak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan untuk
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skripsi ini menganalisis tentang partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi pada saat ini semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi pada saat ini semakin banyak individu yang mementingkan dirinya sendiri atau berkurangnya rasa tolong menolong
Lebih terperinciBUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Perilaku Prososial a. Pengertian Prososial Perilaku prososial merupakan perilaku yang memiliki tujuan positif bagi orang lain, berupa manfaat atau keuntungan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan dengan orang lain dan tidak bisa hidup secara individual. Sebagai makhluk sosial hendaknya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong, sangat ironis jika realitas yang terjadi menunjukan hal yang sebaliknya, perilaku individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh aktifitas lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Lempeng tektonik mengalami dislokasi atau pemindahan/pergeseran
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia
10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)
Lebih terperinciSekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam
Sekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam Dwi Utari Nugroho *), Nurulia Unggul P.R *), Nur Shinta Rengganis *), Putri Asmita Wigati **) *) Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL
1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam mencapai kebahagiaan,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. PERILAKU PROSOSIAL 1. Definisi Perilaku Prososial Perilaku prososial merupakan tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu dan menguntungkan individu atau kelompok individu
Lebih terperinciKERELAWANAN. Agak kesulitan mencari informasi dan literature yang membahas. tentang kerelawanan. Kerelawanan muncul dari kegiatan di masyarakat yang
KERELAWANAN I. PENDAHULUAN Agak kesulitan mencari informasi dan literature yang membahas tentang kerelawanan. Kerelawanan muncul dari kegiatan di masyarakat yang tumbuh atas prakarsa dan niat masyarakat,
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. forum diskusi ilmiah, mempraktikkan ilmu pengetahuan di lapangan, dan. juga dibutuhkan pula oleh orang lain (Zuhri, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan salah satu kaum intelektual yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Di perguruan tinggi, mahasiswa menjalankan tugastugas akademiknya dalam perkuliahan.
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA
1 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Disusun oleh : AHMAD ARIF F 100 030
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN ALTRUISME PADA PENDONOR DARAH (PMI) : Siti Sara NPM : : Dr. Mahargyantari Purwani Dewi, M.
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN ALTRUISME PADA PENDONOR DARAH (PMI) NAMA : Siti Sara NPM : 16510617 DOSEN : Dr. Mahargyantari Purwani Dewi, M.Si BAB I PENDAHULUAN Makhluk sosial Altruisme Tolong Menolong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hidayat (2013) pendidikan adalah suatu upaya sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dianugrahkan tuhan kepada manusia dan diarahkan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerugian terjadi ketika dua belah pihak yang terlibat tidak dapat mencapai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pertikaian sangat sering terjadi di Indonesia, ada yang mengatasnamakan kelompok bahkan personal. Tiga hal utama yang dapat menimbulkan pertikaian adalah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU
PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menjawab pertanyaan penelitian pada Bab I, berikut ini dijelaskan beberapa teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam menjawab pertanyaan penelitian pada Bab I, berikut ini dijelaskan beberapa teori yang terkait, dinamika antar variabel dan hipotesis penelitian. Teori- teori yang digunakan
Lebih terperinciPENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA
PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
Lebih terperinciBUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BANTUAN TERHADAP KORBAN BENCANA PADA SAAT TANGGAP DARURAT BENCANA BUPATI MALANG,
1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BANTUAN TERHADAP KORBAN BENCANA PADA SAAT TANGGAP DARURAT BENCANA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penanggulangan kejadian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya keteraturan, kedamaian, keamanan dan kesejahteraan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya keteraturan, kedamaian, keamanan dan kesejahteraan dalam bermasyarakat, sangat dibutuhkan sikap saling tolong-menolong, perasaan senasib seperjuangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal abad ke 20 istilah organisasi non pemerintah atau disebut sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai digunakan untuk membedakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. a. Variabel terikat (Y), yaitu Perilaku Prososial. b. Variabel bebas (X), yaitu Gender
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Variabel variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : a. Variabel terikat (Y), yaitu Perilaku Prososial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami rasa kesepian dalam dirinya, yang menjadi suatu pembeda adalah kadarnya, lamanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS,
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak dahulu hingga saat ini terdapat penyakit yang dapat menimbulkan kesakitan secara mendalam bagi penderitanya, baik fisik maupun psikis. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan rela untuk berbuat sesuatu untuk orang lain, tanpa berharap mendapatkan imbalan apa pun, sebaliknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia disebut juga sebagai makhluk holistik, yaitu bisa berfungsi sebagai makhluk individual, makhluk sosial, dan juga makhluk religi. Manusia sebagai makhluk
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPowered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan yang sejahtera merupakan harapan terbesar bagi setiap negara beserta masyarakatnya. Sebagai upaya untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang
17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin
Lebih terperinciQANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH
QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain dilakukan tes psikologi. Salah satu pengukuran yang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan untuk mempelajari proses mental dan perilaku manusia. Untuk mempelajari perilaku manusia, para
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI 1. DEFINISI MOTIVASI Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
Lebih terperinciPost Disaster Management Sebuah Pembelajaran dari Desa Sekoci, Besitang, Langkat
Post Disaster Management Sebuah Pembelajaran dari Desa Sekoci, Besitang, Langkat BENCANA sejak awal adalah sesuatu yang tak bisa ditebak. Itu adalah salah satu wujud keesaan Tuhan dalam perspektif religiusitas.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah
Lebih terperinciRANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN
Lebih terperinciPENGARUH TIPE KEPRIBADIAN THE BIG FIVE DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA
PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN THE BIG FIVE DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA SKRIPSI Oleh: Ria Indi Setia Nugrahini 201210230311172 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2016 PENGARUH TIPE
Lebih terperinciWates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.
BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara MELEPAS SAR LINMAS DALAM KARYA BHAKTI REKONSTRUKSI PASCA ERUPSI MERAPI DI KALIURANG Wates, 2 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.
No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT
Lebih terperinci