BAB IV RELEVANSI KITAB AYUB DENGAN PENDAMPINGAN PASTORAL KEDUKAAN. sampai kehilangan yang sangat menyesakkan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV RELEVANSI KITAB AYUB DENGAN PENDAMPINGAN PASTORAL KEDUKAAN. sampai kehilangan yang sangat menyesakkan."

Transkripsi

1 BAB IV RELEVANSI KITAB AYUB DENGAN PENDAMPINGAN PASTORAL KEDUKAAN Pengertian kedukaan. Setiap manusia pernah mengalami kehilangan. Kehilangan dapat terjadi mulai dari yang dianggap remeh dan sederhana, misal kehilangan uang receh sampai kehilangan yang sangat menyesakkan. Kehilangan dapat berupa berujud banyak, mulai dari dari hal-hal kecil sampai hal yang menyangkut kehidupan. Kehilangan dapat berupa sakit, baik yang ringan maupun yang tak tersembuhkan, yang menyebabkan kehilangan kesehatan. Kehilangan dapat berupa kematian dari orang-orang di sekitar kita dan orang-orang terdekat. Kehilangan dapat melanda seluruh aspek kehidupan manusia. Kehilangan menimbulkan kedukaan. Kamus webster s ninth New Collegiate Dictionary, kata grief (kedukaan) berarti a deep and poignant distress caused by or as if by bereavement, kedukaan adalah penderitaan batin yang sangat dalam karena peristiwa kehilangan. Kedukaan adalah reaksi terhadap suatu kehilangan. Baker Encyclopedia of Psychology, memberi definisi bahwa kedukaan (grief) adalah the cognitive anda emotional process of working throught a significant loss, kedukaan adalah proses kognitif (pikiran, logika) dan emotif 54

2 (perasaan) dalam menghadapi kehilangan sesuatu yang berharga. Totok Wiryosaputra (2003) menambahkan bahwa bukan hanya kognitif dan emotif, tetapi menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia (fisik, mental: kognitif dan mental, spiritual dan sosial). Robert E. Neale dalam Loneliness: Depression, Grief, and Alienation, mengutip pendapat Maris tentang kedukaan. Kedukaan adalah akibat dari suatu kehilangan dan merupakan proses peralihan dari situasi terkejut dan ketidakmampuan melupakan masa lalu menuju situasi sedih yang sangat dalam atas peristiwa kehilangan itu, kemudian berusaha memanfaatkan apa yang berharga pada masa lalu sebagai dasar pola hubungan yang baruyang berguna. Maris menggambarkan kedukaan sebagai suatu proses peralihan dari tahap terkejut, tidak dapat menerima kenyataan dan merasakan kesedihan yang sangat dalam sampai mencapai keseimbangan yang baru: bertumbuh. Granger Westberg (1971) menyebut kedukaan sebagai nafas. Kedukaan seperti gerakan simultan dalam bernafas, ada nafas ringan, ada nafas berat. Demikian juga dengan kedukaan, ada kedukaan ringan dan ada kedukaan berat. David A. Tomb (1981) menyebutkan kedukaan sebagai sebuah reaksi normal terhadap peristiwa kehilangan atas sesuatu yang berharga. Ia mengartikan kedukaan kecil sebagai kedukaan normal dan kedukaan besar sebagai kedukaan abnormal atau kedukaan yang tidak terpecahkan. Kedukaan merupakan reaksi manusiawi untuk mempertahankan diri ketika sedang mengalami peristiwa kehilangan. Kedukaan bukan hanya 55

3 merupakan tanggapan seseorang secara kognitif dan emotif terhadap kehilangan, tetapi juga merupakan tanggapan secara holistik terhadap kehilangan atas sesuatu yang dianggap bernilai, berharga atau penting. Tanggapan secara holistik berarti menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia: fisik, mental, spiritual dan sosial. Kedukaan merupakan tanggapan holistik karena seseorang mengerahkan seluruh aspek keberadaannya sebagai satu kesatuan yang utuh untuk menghadapi sebuah peristiwa kehilangan yang terjadi. 1 Kedukaan adalah fakta universal. Kedukaan adalah fakta dalam kehidupan manusia dalam semua kurun waktu, budaya, ras, maupun agama. Kedukaan adalah proses normal dalam kehidupan manusia. Orang yang berduka akan melewati proses kedukaan (normal grief) dengan wajar pada kurun waktu tertentu. 2 Proses kedukaan dapat dikatakan selesai apabila orang yang berduka sudah dapat mengingat dan menceriterakan dengan jelas peristiwa kehilangan tanpa perasaan sedih atau dalam penderitaan batin dan dapat menyesuaikan diri lagi dengan kehidupan barunya secara normal. Orang yang telah menyelesaikan kedukaaannya berarti telah mengalami pengalaman kedukaan secara penuh dan utuh. 3 Kedukaan bisa menjadi kedukaan yang tidak normal ( pathological grief) apabila orang yang berduka tidak mampu mengelola kedukaannya, sehingga hidupnya terganggu. Gangguan itu dapat berupa perubahan perilaku, tindakan 1 Totok S. Wiryasaputra, Mengapa Berduka, Kreatif Mengelola Perasaan Duka (Yogyakarta: Kanisius, 2023), Totok S. Wiryasaputra memberikan ancar-ancar waktu sekitar 1 tahun,ibid, sedangkan Yakub B. Susabda memberikan batas waktu paling lama 3 tahun (Yakub B. Susabda, Pastoral Konseling,jilid 2 (Malang: Gandum Mas, 2008). 3 Ibid. 56

4 yang berbeda sesudah dan sebelum peristiwa kehilangan. Biasanya gejala-gejala kedukaan patogenik muncul secara berkepanjangan. Kedukaan patogenik menunjuk pada kedukaan normal yang berubah menjadi kedukaan yang tidak terselesaikan (unresolved grief). Kedukaan patogenik adalah kedukaan yang menjerat sehingga orang tidak dapat melepaskan dari keterikatan emosinya dengan yang hilang. 4 C.M. Parker menyebutkan ada empat fase yang umumnya dialami oleh setiap orang yang berduka: 5 1. Fase numbness. Fase yang berupa pengalaman shock atas berita kehilangan, diikuti dengan masa di mana realita kehilangan itu belum dapat menyentuh dan menggerakkan emosi. Pada fase ini rasio dan emosi belum bekerja secara harmonis, salah satu bentuknya adalah penduka berusaha menangis tetapi air mata belum dapat keluar. Fase ini biasanya terjadi pada kehilangan secara mendadak. 2. Fase Yearning. Fase di mana penduka mencoba mengatasi realita kehilangan. Hal ini bisa diekspresikan dalam bentuk penyangkalan diri (denial), tawar menawar (bargaining), menutup diri (isolation). 3. Fase disorganization dan despair. Pada fase ini penduka mulai menyadari realita yang tidak dapat diubah dan tidak ada lagi tuntutan untuk membatalkan realita tersebut. 4. Fase reorganization. Fase penyesuaian dengan kondisi yang baru 4 Yakub B. Susabda, Pastoral Konseling,jilid 2, buku Pegangan untuk Pemimpin Gereja (Malang: Gandum Mas, 2008), Ibid. 57

5 Faktor faktor yang memengaruhi kedalaman kedukaan.kedalaman kedukaan dipengaruhi: pertama, obyek yang hilang: kasat mata (maujud) dan tidak kasat mata (mujarad). Semakin bernilai obyek yang hilang semakin dalam kedukaan yang ditimbulkan dan kehilangan yang tidak kasat mata lebih mendalam daripada yang kasat mata. Kedua, cara kehilangan: biasa atau tragis. Kehilangan secara tragis menimbulkan kedukaan yang lebih dalam dibandingkan kehilangan secara biasa. Ketiga, jangka waktu kehilangan: sementara atau selamanya. Kehilangan untuk waktu selamanya menimbulkan kedukaan yang lebih dalam dibandingkan kehilangan untuk sementara. Keempat, lapisan kedukaan: tunggal atau bertumpuk. Kedukaan yang disebabkan karena kehilangan secara bertumpuk, lebih dalam dibandingkan yang tunggal. Kelima, nilai obyek yang hilang: rendah atau tinggi. Semakin tinggi nilai obyek yang hilang menimbulkan kedukaan yang lebih dalam dibanding yang rendah. 6 Orang yang mengalami kedukaan membutuhkan pendampingan. Pendamping yang dibutuhkan adalah orang yang mampu mengerti, mampu mendengar, dan memperhatikan (caring) dibanding dengan nasehat-nasehat verbal. Pendamping akan mampu mendampingi orang yang berduka (terdamping) apabila mampu: 7 1. Mendorong terdamping untuk mengekspresikan dengan perasaan dan pikirannya atas kehilangan yang dialami. Mampu mengerti apa yang 6 Totok S. Wiryasaputra, Mengapa Berduka, Kreatif Mengelola Perasaan Duka (Yogyakarta: Kanisius, 2023), Yakub B. Susabda, Pastoral Konseling, buku Pegangan untuk Pemimpin Gereja (Malang: Gandum Mas, 2008),

6 dirasakan dan dipikirkan terdamping akan menjadi modal bagi terdamping untuk berani menghadapi realita. 2. Terdamping dapat merasakan bahwa pendamping menyertai dan siap membantu. Kehadiran pendamping dengan maksud siap membantu pada saat dibutuhkan. 3. Pendamping mampu menempatkan diri sebagai pendengar dan teman bicara. terdamping dalam kedukaannya ingin mengungkapkan pikiran dan perasaannya berkaitan dengan peristiwa yang dialaminya. Diperlukan pendamping yang mau dan mampu mendengar tanpa interupsi dan tanpa keinginan untuk cepat-cepat memberi jawab, resep dan nasehat, teguranteguran. Pengertian dan fungsi pendampingan pastoral. Kata pendampingan umumnya dikaitkan dengan kata care yang artinya asuhan, perawatan, penjagaan, perhatian penuh. Istilah pastoral berasal dari bahasa Latin pastor, yang berarti gembala. Jika kata ini dikaitkan dengan pelaku atau seseorang yang bersifat pastoral artinya seseorang yang mempunyai sifat gembala, yang bersedia merawat, menjaga, memelihara, melindungi dan menolong orang lain. Pendampingan pastoral mempunyai arti sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang yang bersedia untuk memberikan perhatian, perawatan, pemeliharaan, perlindungan kepada seseorang yang membutuhkan. Bagi umat Kristen, Tuhan Yesus menjadi acuan dan ukuran dalam melakukan tindakan pastoral. Beberapa kali Tuhan Yesus diperkenalkan sebagai sebagai gembala yang baik (Yohanes 10). Makna gembala yang baik adalah 59

7 seseorang yang lemah lembut, yang bersedia menjadi penolong, pemelihara manusia, sekaligus pada waktu yang sama memberikan kebebasan kepada manusia yang ditolongnya untuk mengambil sikap dan mengambil keputusan sendiri. Tuhan Yesus memandang manusia yang ditolong dan didampingi-nya sebagai pribadi yang utuh. 8 Aart Van Beek memberikan pengertian pendampingan pastoral adalah suatu kegiatan kemitraan, bahu membahu, menemani, berbagai dengan tujuan untuk saling menumbuhkan dan mengutuhkan yang bersifat pastoral. Pendampingan pastoral merupakan bentuk pertolongan kepada sesama yang utuh mencakup jasmani, mental, sosial dan spiritual (Aart Van Beek, 2007). William A. Clebsch memberi pengertian pendampingan pastoral (pastoral care) sebagai tindakan pelayanan pertolongan yang dilakukan orang Kristen yang memiliki kemampuan, yang bertujuan untuk menyembuhkan (healing), mendukung (sustaining), mengarahkan (guiding) dan memulihkan (reconsciling) orang yang memiliki masalah yang ultima (ultimate meaning). Penyembuhan adalah fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia ke arah yang lebih baik daripada kondisi sebelumnya. Setiap orang yang mengalami penderitaan tidak dapat menerima apa yang terjadi terutama perubahan dari fungsi hidupnya. Luka batin, kerusakan tubuh seringkali tidak memampukan seseorang menerima keadaannya dengan baik, 8 Aart Van Beek, Konseling Pastoral, Sebuah Buku Pegangan bagi Para Penolong di Indonesia (Semarang: Penerbit Satyawacana, 1987),

8 mereka merasa tidak berguna dengan keadaan yang dialami. Fungsi penyembuhan menyakinkan kembali bahwa masih ada pengharapan baru didalam kerusakan tubuhnya atau luka batinnya. Penopangan berarti, menolong orang lain yang terluka untuk bertahan dan melewati suatu keadaan yang didalamnya pemulihan kepada kondisi semula atau penyembuhan dari penyakitnya tidak mungkin atau tipis kemungkinannya. Penopangan dilakukan supaya orang yang mengalami penderitaan berat tidak mudah kehilangan keyakinannya terutama kepada Tuhan. Seseorang yang sudah tua dan mengalami penyakit menahun seringkali menghadapi situasi yang demikian. Oleh karena itu bagi yang menderita dan orang-orang terdekat ditopang supaya mampu mempertahankan semangat hidupnya, agar tetap bertahan dalam pengharapannya. Pembimbingan, berarti membantu orang-orang yang kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif, jika pilihan-pilihan demikian dipandang sebagai yang mempengaruhi keadaan jiwanya sekarang dan yang akan datang. Seseorang yang mengalami penderitaan baik kehilangan anggota tubuhnya, kehilangan keluarganya, kehilangan harta bendanya seringkali mengalami situasi sulit untuk menentukan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Kebanyakan seseorang yang kehilangan tidak siap menerima perubahan yang terjadi akibatnya mereka menjadi kehilangan arah. Fungsi pembimbingan memampukan mereka yang kehilangan agar dapat menentukan pilihan yang paling baik untuk kelanjutan hidupnya. 61

9 Pendamaian, berupaya membangun ulang relasi manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan Allah. Secara tradisi sejarah, pendamaian menggunakan dua bentuk yaitu pengampunan dan disiplin, tentunya dengan didahului oleh pengakuan. Pendamaian berfungsi menuntun mereka kembali untuk menemukan arti kediriannya diantara relasi dengan manusia lain dan dengan Tuhan. Supaya mereka kembali berfungsi sebagaimana manusia pada umumnya. Howard Clinebell menambahkan satu fungsi pendampingan pastoral yaitu: pemeliharaan atau pengasuhan (nurturing). Pengasuhan bertujuan untuk memampukan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada mereka, di sepanjang kehidupan manusia. Di sisi lain, menurut Totok S. Wiryasaputra di dalam bukunya Ready to Care, Pendampingan dan Konseling Psikologi, manusia dapat dipahami sebagai mahluk holistik dan mahkluk perjumpaan. Manusia sebagai mahkluk holistik adalah manusia dalam kondisi seutuhnya yang meliputi aspek fisik, mental, spiritual dan sosial. Pengertian manusia yang sehat berarti manusia memiliki kondisi sehat secara utuh, sejahtera dalam aspek fisik, mental, spiritual dan sosial. Aspek fisik berkaitan dengan bagian yang nampak (badan, wadhag, Jawa) dari hidup manusia. Aspek ini terutama mengacu pada hubungan manusia dengan bagian luar dirinya. Dengan aspek fisik ini manusia dapat dilihat, diraba, disentuh, dan diukur. Kedua, aspek mental. Aspek ini berkaitan dengan pikiran, emosi, dan 62

10 kepribadian manusia. Aspek mental ini juga berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, motivasi, dan integrasi diri manusia. Selanjutnya, aspek mental mengacu pada hubungan seseorang dengan bagian dalam dari dirinya (batin, jiwa). Sesungguhnya, aspek ini tidak tampak, sehingga tidak dapat diraba, disentuh, dan diukur. Aspek mental memampukan manusia berhubungan dengan diri sendiri dan lingkungannya secara utuh, memberadakan, membuat jarak (distansi), membedakan diri, dan bahkan dengan diri sendiri. Aspek spiritual. Dalam hal ini, aspek spiritual berhubungan dengan jati diri manusia. Manusia secara khusus dapat berhubungan dengan sang Pencipta sejati, Allah. Aspek ini mengacu pada hubungan manusia dengan sesuatu yang berada jauh di luar jangkauannya. Aspek ini juga tidak tampak. Inilah aspek vertikal dari kehidupan manusia. Dalam hal ini manusia bergaul dengan sesuatu yang agung, yang berada di luar dirinya, dan mengatasi kehidupannya. Aspek ini memungkinkan manusia berhubungan dengan dunia lain, yang transenden. Aspek sosial. Aspek ini berkaitan dengan keberadaan manusia yang tidak mungkin berdiri sendiri. Dia tidak pernah berhenti pada dirinya sendiri. Manusia harus dilihat dalam hubungannya dengan pihak luar secara horizontal, yakni dunia sekelilingnya. la harus berada bersama dengan sesuatu atau seseorang lain. la selalu hidup dalam sebuah interelasi dan interaksi yang berkesinambungan. Seluruh aspek hidup manusia saling berkaitan dan mempengaruhi secara sistemik dan sinergik membentuk eksistensi manusia sebagai keutuhan yang bertumbuh mencapai 63

11 kepenuhannya. Kita dapat membedakan satu aspek dari aspek yang lain, namun pada dasarnya kita tidak dapat memisahkannya. 9 Manusia juga merupakan makhluk perjumpaan, artinya keberadaannya adalah bersama dengan sesuatu atau seseorang yang lain. Hakikat keberadaan manusia adalah selalu berhadapan dengan yang lain. Manusia bertumbuh dalam proses menjumpai dan dijumpai. 10 Pendampingan merupakan bentuk langsung dari hakekat manusia sebagai makhluk perjumpaan. Ketrampilan dalam Pendampingan Pastoral. Pendampingan pastoral sebagai tindakan membutuhkan ketrampilan. Ketrampilan merupakan kemampuan pendamping dalam proses pendampingannya. Ketrampilan dasar yang harus dimiliki pendamping adalah: Hadir. Pendamping hadir baik secara fisik maupun psikologis. Secara fisik, melalui penampilannya pendamping meyakinkan terdamping, bahwa ia ada dengan (being with) terdamping secara total. Pendamping siap bersama terdamping dengan konsentrasi penuh. Secara psikologis, pendamping mampu mendengarkan terdamping dengan penuh perhatian dan konsentrasi. Pendamping mampu mendengarkan yang tersurat (lisan) maupun tersirat (non lisan) dari terdamping yang didampinginya. 9 Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care (Yogyakarta: Galangpress, 2006), Ibid, Mesach Krisetya, Tahap-tahap Konseling Pastoral Jangka Panjang, dalam Aart Van Beek, Konseling Pastoral, Sebuah Pegangan bagi Para Penolong di Indonesia (Semarang: Penerbit Satyawacana, 1987),

12 2. Empati. Secara etimologis kata empati berasal dari bahasa Yunani, em dan pathete yang berarti di dalam dan merasakan. Empati berarti turut merasakan dan memasuki serta memahami dunia terdamping sebagaimana adanya dalam rangka menolong terdamping untuk memecahkan masalahnya sendiri. Dengan empati, pendamping mampu melihat dunia terdamping dari perspektif dan kerangka terdamping (discriminate) dan mampu mengkomunikasikan bahwa pendamping telah menangkap perasaan dan tingkah laku serta pengalaman terdamping (communicate). 3. Ketrampilan ketrampilan lain, antara lain : - Penghargaan: pendamping menghargai terdamping, menerima dan ada untuk menolong dan melayani. - Keaslian: kesediaan untuk menolong adalah asli, bukan kepurapuraan. - Konfrontasi : pendamping menantang hal-hal yang tidak jelas bagi terdamping, dengan tujuan menolongnya mengembangkan pengertian yang membawa kepada tingkah laku yang konstruktif. Kedukaan Sebagai Bagian dari Krisis Hidup Manusia. Krisis dipahami sebagai suatu situasi, di mana manusia ada dalam persimpangan jalan untuk mengambil keputusan atau tindakan. Krisis terjadi ketika manusia mengalami goncangan batin yang melewati ambang batas 65

13 mekanisme pertahanan psikologisnya, sehingga dapat mengganggu kondisi batin seorang, yang menyebabkan tidak dapat berfungsi normal. 12 Krisis terutama berkaitan dengan aspek mental. Aspek mental terdiri dari perasaan (afeksi), pikiran (kognisi) dorongan (motivasi) dan kepribadian. Secara holistik aspek mental juga berkaitan dengan aspek fisik, spiritual dan sosial. Pada umumnya krisis berkaitan dengan penderitaan, keprihatinan, gangguan, konflik, ketidaknyamanan batin dan kesedihan yang dialami oleh seseorang. Secara konkrit krisis berkaitan dengan kehilangan, kedukaan, sakit berkepanjangan, kegagalan hidup baik dalam relasi dengan sesama (pacar, keluarga, masyarakat) maupun karena pekerjaan. Ada tiga kategori kritis. Pertama, krisis perkembangan (developmental crisis). Krisis ini berkaitan dengan tahap perkembangan hidup manusia, dari lahir, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, pernikahan, tengah baya, matang, lanjut usia dan meninggal. Kedua, krisis situasional (situasional/accidental crisis), krisis yang tejadi karena adanya yang dianggap kecelakaan (accident), misalnya sakit, kehilangan jabatan, perceraian, tidak lulus ujian, kematian pada usia muda. Ketiga, krisis eksistensial (existensial crisis). Krisis eksistensial berkaitan dengan konflik dan tekanan batin yang disebabkan kehilangan harga diri, tidak mendapat kesempatan dalam pengambilan keputusan, perendahan nilai-nilai kemanusiaan Ibid. 13 Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care (Yogyakarta: Galangpress, 2006),

14 Kedukaan merupakan bagian dari krisis hidup manusia. Kedukaan dapat dipahami penderitaan batin yang sangat dalam karena suatu peristiwa kehilangan. 14 Menurut Totok S. Wiryasaputra kedukaan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia (aspek holistik). Aspek itu adalah: aspek fisik, mental (kognitif dan emotif), spiritual dan sosial. Kedukaan merupakan reaksi manusiawi untuk mempertahankan diri ketika kita sedang menghadapi peristiwa kehilangan. Sebenarnya, kedukaan bukan hanya merupakan tanggapan seseorang secara kognitif dan emotif terhadap kehilangan, tetapi juga merupakan tanggapan seseorang secara holistik terhadap kehilangan atas sesuatu yang dianggap bernilai, berharga, atau penting. Tanggapan secara holistik berarti menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia (fisik, mental, spiritual, dan sosial). Kedukaan merupakan tanggapan holistik karena seseorang mengerahkan seluruh aspek keberadaannya sebagai satu kesatuan yang utuh untuk menghadapi sebuah peristiwa kehilangan yang terjadi. Dr. Elisabeth Kubler-Ross, menyimpulkan bahwa orang yang berduka mengalami lima fase kedukaaa (stages of grief). Fase-fase itu adalah: Pertama, Penolakan dan isolasi (Denial and Isolation). Fase ini adalah fase di mana orang yang berduka menolak atas peristiwa yang terjadi padanya dan karena penolakan itu kemudian menutup diri. Kedua, marah (anger) merupakan fase di mana orang yang berduka merasa bahwa keterkejutan, ketidakpercayaan dan isolasi yang dilakukan tidak berpengaruh apa-apa. Meskipun secara rasional 14 Definisi asli dari kamuswebster s Ninth New Collegiate Dictionary: a deep and poingnant distress caused by or as if by bereavement, dikutip dari Totok S. Wiryasaputra dalam bukunya Mengapa Berduka, Kreatif Mengelola perasaan Duka (Yogyakarta: Kanisius, 2003),

15 penderita dapat menerima tetapi secara emosional, perasaan hatinya memberontak, kecewa dan menimbulkan kemarahan. Rasa marah dapat ditujukan pada diri sendiri, pada orang-orang terdekat, pada orang lain bahkan kepada Tuhan. Ekspresi kemarahan dapat dimunculkan dengan nyata, atau dalam bentuk kemarahan yang tersembunyi. Ketiga Tawar menawar (bargaining). Pada fase ini orang yang berduka mulai mengadakan tawar menawar. "kalau boleh...", merupakan ungkapan yang dilontarkan. Tahap tawar menawar dapat diarahkan kepada siapa saja baik perorangan, lembaga bahkan kepada Tuhan. Tahap tawar menawar ini biasanya tidak bertahan lama. Keempat, depresi (depression), fase depresi adalah fase di mana orang yang berduka merasa sangat tertekan secara psikologis. Secara psikologis, gejala-gejala depresi antara lain, diam, tidak mau beraktivitas, tidak ada semangat hidup, tidak ada napsu makan, tidak dapat berpikir jernih, merasa sendirian, dan sebagainya. Kelima, penerimaan (acceptance). Tahap ini dapat disebut pasrah atau berserah. Pasrah dalam tahap ini adalah pasrah yang positif. Orang yang berduka dapat menerima keadaannya, ia siap menjemput masa depan. 15 Relevansi Kitab Ayub dengan Pendampingan Pastoral Kedukaan. Kitab Ayub adalah sebuah kitab kebijaksanaan dengan tema utama tentang penderitaan. Tokoh Ayub dalam kitab Ayub adalah seseorang yang hidupnya benar yang mengalami penderitaan yang bertubi-tubi. Penderitaan yang dialami 15 Catatan: Fase-fase tersebut di atas tidak selalu nampak Jelas, kadang fasefase itu bisa melompat-melompat,atau kembali ke fase sebelumnya. 68

16 Ayub merupakan penderitaan karena kehilangan semua yang menjadi miliknya dan yang sangat berarti baginya. 16 Dalam pengertian kedukaan, penderitaan yang dirasakan dan dialami karena kehilangan yang dianggap berharga dan berarti dimengerti sebagai kedukaan. Tokoh Ayub dalam kitab Ayub adalah tokoh yang mengalami kedukaan. Relevansi kitab Ayub dengan pendampingan pastoral kedukaan : 1. Kitab Ayub sebuah kitab kebijaksanaan tentang penderitaan. penderitaan adalah suatu fakta universal. Penderitaan terjadi pada setiap manusia dalam berbagai jaman, ras, agama, jenis kelamin. Apa yang dialami tokoh Ayub bisa juga dialami oleh setiap manusia pada level yang berbeda-beda. 2. Tokoh Ayub adalah kita. Tokoh Ayub dalam kitab Ayub bukanlah figur historis. 17 Karena bukan figur historis, pengalaman penderitaan Ayub adalah pengalaman penderitaan kita sebagai manusia. Setiap manusia dapat menjadi Ayub ketika mengalami penderitaan. 3. Penderitaan yang dialami Ayub menimbulkan kedukaan. Penderitaan Ayub adalah penderitaan karena kehilangan hal-hal yang sangat berarti dan berharga. Kedukaan adalah penderitaan batin yang sangat dalam karena peristiwa kehilangan. Kedukaan merupakan reaksi terhadap suatu 16 Dalam kitab Ayub 1:13-2:13, digambarkan bentuk kehilangan yang dialami Ayub berupa: harta-benda, anggota keluarga (anak-anak), kesehatan, keberadaan dan identitas sosialnya. 17 Dalam ceritera-ceritera rakyat di daerah Mesopotamia, Timur Tengah, babel, ada ceritera tentang Ayub yang digambarkan sebagai sheik yang kaya-raya yang hidupnya benar, yang mengalami penderitaan. Tokoh dalam ceritera rakyat itu dipakai oleh pengarang Kitab Ayub untuk menggambarkan penderitaan, mempermudah pengertian pembacanya dan sebagai legitimasi pemahaman pengarang tentang penderitaan. 69

17 kehilangan. Dengan demikian Ayub yang mengalami penderitaan adalah juga Ayub yang mengalami kedukaan. 4. Kedukaan Ayub juga dapat terjadi pada setiap manusia, sama seperti penderitaan, kedukaan adalah fakta universal. 5. Ayub yang berduka membutuhkan pendampingan. Kedukaan yang dialami adalah kedukaan penuh, karena kedukaan itu menyentuh seluruh aspek kehidupannya. Ayub kehilangan harta-benda (fisik-ekonomi), kehilangan anak-anak karena kematian (mental), kehilangan penghargaan dari istri, masyarakat (sosial) dan kehilangan dengan goyahnya keyakinan akan kebaikan Allah (spiritual). Kedukaan Ayub adalah kedukaan yang mendalam, ia kehilangan segala-galanya dan bahkan semua terjadi secara beruntun. Ayub mengalami krisis dalam hidupnya. krisis yang terjadi menyebabkan Ayub mengalami depresi. 18 Dalam situasi tersebut di atas, dibutuhkan pertolongan dari pihak lain. Pertolongan itu berujud pendampingan. 6. Dalam perspektif pendampingan, ada dua bentuk pendampingan yang ada dalam kitab Ayub: 1. Pendampingan yang dilakukan ketiga teman Ayub (Elifas, Bildad dan Zopar). Pada awalnya tindakan yang dilakukan teman-teman Ayub menunjukkan ketrampilan pada awal pendampingan yaitu hadir (Ayub 2:11). Teman-teman Ayub hadir secara fisik, tetapi tidak hadir secara psikologis yang nampak dalam Ayub. 18 Ayub 3 dapat dilihat sebagai ungkapan dalam situasi depresi yang dialami tokoh 70

18 ketidakmampuan untuk mendengar keluhan dan pergumulan dibalik kondisi Ayub. Para teman Ayub tidak memiliki ketrampilan empati, yang mereka miliki hanyalah simpati, 19 seperti yang nampak dalam Ayub 2:12-13: Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi.lalu menangislah mereka dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya dan menaburkan debu di kepala terhadap langit. Lalu mereka duduk bersama-sama dia selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya. Kegagalan berempati menyebabkan teman-teman Ayub tidak dapat memahami yang dirasakan Ayub. Mereka menjadi subyektif melihat persoalan yang dialami Ayub dan mendasarkan persoalan yang dialami Ayub tersebut dengan perspektif pemahaman mereka. Teman-teman Ayub melakukan kesalahan dalam pendampingan yaitu, dalam perspektif mereka tentang penderitaan, mereka menuduh, mendakwa, bahkan menghakimi Ayub dengan vonis: penderitaan Ayub karena dosa yang dilakukan. Pendampingan yang dilakukan teman-teman Ayub merupakan gambaran pendampingan yang gagal dalam perspektif pendampingan pastoral. Pemulihan kedukaan tidak 19 Simpati diartikan larut dan menjadi bagian dari hal-hal yang dialami orang lain, sehingga tertarik amat kuat dalam situasi yang dialami, yang menyebabkan tidak dapat berlaku obyektif. 71

19 terjadi bahkan kedukaan menjadi semakin mendalam, karena tuduhan dan dakwaan yang merusak integritas. 2. Pendampingan yang dilakukan Allah sendiri. Allah mendampingi dalam ujud : hadir, kehadiran-nya bukan dalam ujud fisik saja tetapi juga psikologis, melalui ungkapan sabda: Apakah engkau memperhatikan hambaku Ayub... (Ayub 2: 3a). Kehadiran Allah juga nampak dalam ungkapan ciptaan-ciptaan-nya (Ayub 38-39). Allah juga menunjukkan empati kepada Ayub. Menurut penulis ungkapan sabda:... ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan (Ayub 2: 3c) dan Maka berfirmanlah TUHAN kepada iblis: Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya (Ayub 2:6), menunjukkan empati Allah. Allah turut merasakan dan memasuki serta memahami dunia Ayub. Ketrampilan lain yang ditunjukan oleh Allah adalah menghargai. Penghargaan Allah ditunjukkan dengan kesediaan-nya untuk berbicara dengan Ayub (Ayub 38-39). Allah juga menampakkan ketrampilan menantang. Allah menantang Ayub untuk melihat keberadaanya yang sesungguhnya (Ayub 40-41). Dengan ketrampilan yang ditampilkan dalam pendampingan- Nya, Ayub dapat melihat dirinya dengan lebih baik dan mampu mengambil keputusan untuk masa depannya. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam 72

20 debu dan abu (Ayub 42:6). Pendampingan yang dilakukan Allah berhasil memulihkan kedukaan Ayub dan ia bersiap menyongsong masa depan: Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu (Ayub 42:10). 7. Melalui kitab Ayub bukan saja menolong kita untuk memahami makna penderitaan tetapi juga dapat belajar untuk dapat melakukan pendampingan pastoral bagi sesama yang berduka karena penderitaan yang dialami. 73

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentunya pernah merasakan dan berada dalam keadaan sakit, baik itu sakit yang sifatnya hanya ringan-ringan saja seperti flu, batuk, pusing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penderitaan, dan kebanyakan datang terlalu cepat". 1

BAB I PENDAHULUAN. dan penderitaan, dan kebanyakan datang terlalu cepat. 1 BAB I PENDAHULUAN Pengantar Woody Allen menyatakan, hidup penuh dengan kesengsaraan,kesepian dan penderitaan, dan kebanyakan datang terlalu cepat". 1 Pernyataan ini sebenarnya juga merupakan pernyataan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam perjalanannya akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini dapat dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan normal sebagai pribadi, maupun

Lebih terperinci

BAB II GEREJA DAN PASTORAL

BAB II GEREJA DAN PASTORAL BAB II GEREJA DAN PASTORAL 2.1. Pengertian Gereja Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada ditengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN

BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN Setiap manusia pasti mengalami kematian, hal ini karena kematian merupakan bagian dari hidup manusia yang tidak bisa dihindari. Walaupun setiap

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi. BAB I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Menurut Erik Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Dari pendekatan teori

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari BERDUKA DAN KEHILANGAN Niken Andalasari DEFENISI KEHILANGAN adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi, dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang.

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas 1.2 Karakteristik Spiritualitas 1.3

Lebih terperinci

Prinsip Pemulihan Tuhan

Prinsip Pemulihan Tuhan Prinsip Pemulihan Tuhan Pendahuluan Kitab Ayub sangat baik karena mengandung pelajaran penting bagaimana kita menghadapi kesulitan dan tragedi dalam hidup kita. Beberapa mengajarkan bahwa kitab Ayub tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Rasa sakit ternyata tidak hanya dipahami sebagai alarm bagi tubuh kita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa teologi (frater) pada beberapa rumah

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat d

Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat d KEHILANGAN & BERDUKA Oleh Mfm Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat diartikan juga sebagai

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Di negara maju, penyakit stroke pada umumnya merupakan penyebab

BABI PENDAHULUAN. Di negara maju, penyakit stroke pada umumnya merupakan penyebab BAE~ I PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakaog Masalah Di negara maju, penyakit stroke pada umumnya merupakan penyebab kematian nomor tiga pada kelompok usia lanjut, setelah penyakit jantung dan

Lebih terperinci

Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya

Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya Judul Skripsi : Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya Pembimbing: Dr. Hendro Prabowo, S.Psi Oleh : Monica Lutfy Setyawan 14511602 Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi

Lebih terperinci

Selamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II

Selamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II Selamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II KEMATIAN oleh : Triana Noor Edwina DS Fakultas Psikologi Univ Mercu Buana Yogyakarta Persepsi mengenai kematian Persepsi yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang paling sulit untuk dipelajari dan dimengerti dari segala makhluk di bumi. Meskipun memiliki bentuk dan organ tubuh yang sama namun sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

PENYAKIT TERMINAL PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN, 1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian

PENYAKIT TERMINAL PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN, 1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian PENYAKIT TERMINAL PENGERTIAN Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Gereja memiliki tugas untuk memelihara kehidupan warga jemaatnya secara utuh melalui berbagai kegiatan yang meliputi dimensi fisik, sosial, psikologis dan spiritual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

Dying & Bereavement. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi

Dying & Bereavement. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi Dying & Bereavement Unita Werdi Rahajeng, M.Psi www.unita.lecture.ub.ac.id Kematian Berakhirnya fungsi-fungsi biologis tertentu, seperti pernafasan dan tekanan darah, serta kekakuan tubuh dianggap sebagai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan

Lebih terperinci

KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT?

KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT? JTA 4/6 (Maret 2002) 15-24 KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT? Agung Gunawan D i pertengahan tahun 30an, ada beberapa pemimpin gereja mulai tertarik dalam bidang konseling untuk dipakai di dalam pelayanan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,

Lebih terperinci

Bagaimana Berjalan Dalam Roh Bagian ke-3

Bagaimana Berjalan Dalam Roh Bagian ke-3 Bagaimana Berjalan Dalam Roh Bagian ke-3 Pengantar Dalam dua bagian pertama pelajaran ini, kita telah belajar pentingnya menerima Roh Kudus, membaca Alkitab, dan berkembang di mana kita ditanamkan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang

BAB I PENDAHULUAN. Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan seorang anak sangat besar. Anak akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

Lebih terperinci

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). PENYAKIT TERMINAL Pengertian Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1. Permasalahan

Bab I Pendahuluan 1. Permasalahan 1 Bab I Pendahuluan 1. Permasalahan Tidak ada yang kekal dalam kehidupan ini selain perubahan. Artinya, manusia setiap hari diperhadapkan pada serangkaian perubahan baik itu perubahan di dalam maupun di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vol.65, Jakarta: YPJ, 2010), hal. 17 1

BAB I PENDAHULUAN. vol.65, Jakarta: YPJ, 2010), hal. 17 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya Tuhan menciptakan mahluk ciptaannya secara sempurna, termasuk manusia sebagai salah satu di antaranya, bahkan dikatakan sebagai mahluk segambar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Kematian terlihat sebagai konsep sederhana untuk dijelaskan yaitu waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Tiri Istilah ibu tiri secara harfiyah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ibu merupakan panggilan yang takzim kepada wanita, sedangkan tiri berarti bukan darah daging

Lebih terperinci

Kesalehan Ayub (Ayub 1-2) Ev. Bakti Anugrah, M.A.

Kesalehan Ayub (Ayub 1-2) Ev. Bakti Anugrah, M.A. Kesalehan Ayub (Ayub 1-2) Ev. Bakti Anugrah, M.A. Kesalehan menjadi sesuatu yang langka di zaman kita. Barang langka cenderung menjadi mahal atau dianggap aneh. Seorang yang saleh itu dapat menjadi aneh

Lebih terperinci

BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAK. tentang keluarga broken home yang meliputi definisi, faktor penyebab keluarga broken

BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAK. tentang keluarga broken home yang meliputi definisi, faktor penyebab keluarga broken BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAK Pada bab yang kedua ini akan dipaparkan teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini. Teori-teori tersebut dijabarkan dalam beberapa bagian. Bagian pertama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. cerebral palsy, maka peneliti dapat memberi kesimpulan dari ketiga subjek terkait

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. cerebral palsy, maka peneliti dapat memberi kesimpulan dari ketiga subjek terkait BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai bagaimana gambaran proses penerimaan ibu dengan anak yang mengalami cerebral palsy,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (3/6)

Siapakah Yesus Kristus? (3/6) Siapakah Yesus Kristus? (3/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus adalah Allah Sejati dan Manusia Sejati Tanpa Dosa Kode Pelajaran : SYK-P03 Pelajaran 03 - YESUS ADALAH ALLAH SEJATI

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL BAB II KERANGKA KONSEPTUAL Dalam bab ini akan dibahas tentang beberapa pengertian, di antaranya yaitu beberapa pengertian para ahli tentang pastoral, teologi pastoral, tindakan pastoral, dasar tindakan

Lebih terperinci

Tuhan mengasihi kita bukan karena kita yang lebih dulu mengasihi Dia; tetapi "ketika kita masih berdosa" Ia telah mati bagi kita.

Tuhan mengasihi kita bukan karena kita yang lebih dulu mengasihi Dia; tetapi ketika kita masih berdosa Ia telah mati bagi kita. MENOLONG YANG TERGODA Tuhan mengasihi kita bukan karena kita yang lebih dulu mengasihi Dia; tetapi "ketika kita masih berdosa" Ia telah mati bagi kita. Ia tidak memperlakukan kita sesuai dengan ganjaran

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap temuan-temuan di lapangan pada bab IV,

BAB V PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap temuan-temuan di lapangan pada bab IV, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap temuan-temuan di lapangan pada bab IV, pada bab ini saya akan menyimpulkan seluruh temuan yang diperoleh dari hasil penelitian studi kasus

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm. Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Selama ini di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dilakukan Perjamuan Kudus sebanyak empat kali dalam satu tahun. Pelayanan sebanyak empat kali ini dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk menghadapi siklus kehidupan, salah satunya kematian. Didalamnya terdapat nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perasaan khawatir pada umumnya dikenal sebagai perasaan takut atau cemas. Tetapi perasaan khawatir akan lebih tepat apabila dimaknai sebagai perasaan cemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

PEMAHAMAN ORANG YAHUDI TERHADAP PENDERITAAN MENURUT KITAB AYUB DAN RELEVANSINYA BAGI PENDAMPINGAN PASTORAL KEDUKAAN TESIS

PEMAHAMAN ORANG YAHUDI TERHADAP PENDERITAAN MENURUT KITAB AYUB DAN RELEVANSINYA BAGI PENDAMPINGAN PASTORAL KEDUKAAN TESIS PEMAHAMAN ORANG YAHUDI TERHADAP PENDERITAAN MENURUT KITAB AYUB DAN RELEVANSINYA BAGI PENDAMPINGAN PASTORAL KEDUKAAN TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen

Lebih terperinci

Mengampuni dan Menerima Diri Sendiri 1

Mengampuni dan Menerima Diri Sendiri 1 Modul 9: Mengampuni dan Menerima Diri Sendiri Mengampuni dan Menerima Diri Sendiri 1 Diterjemahkan dari Out of Darkness into Light Wholeness Prayer Basic Modules 2014, 2007, 2005, 2004 Freedom for the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian seorang ayah. Kematian adalah keadaan hilangnya semua tanda tanda kehidupan secara permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menjalani proses kehidupan, peristiwa kematian tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Namun, peristiwa kematian sering menjadi tragedi bagi orang

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss). BAB II LANDASAN TEORITIS A. GRIEF 1. Definisi Grief Menurut Rando (1984), grief merupakan proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB IV PINDAH AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KONSELING PASTORAL

BAB IV PINDAH AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KONSELING PASTORAL BAB IV PINDAH AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KONSELING PASTORAL 1. Faktor-faktor pendorong Pindah agama dan analisisnya Dari paparan umum tentang GKJW Ponorogo, fenomena perkawinan beda agama, dan kasus

Lebih terperinci

formal, non formal, dan informal. Taman kanak-kanak (TK) adalah pendidikan

formal, non formal, dan informal. Taman kanak-kanak (TK) adalah pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses yang terus menerus berlangsung dan menjadi dasar bagi kelangsungan kehidupan manusia. Undangundang nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan berkembangnya jaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Maka kehidupan manusia juga

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua.

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. BAB III TEMUAN PENELITIAN Dalam bab ini saya akan membahas temuan hasil penelitian terkait studi kasus kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. Mengawali deskripsi hasil

Lebih terperinci

Galatia 6: 1-10 berisi beberapa saran tentang bagaimana orang Kristen harus memperlakukan sesama orang percaya lainnya.

Galatia 6: 1-10 berisi beberapa saran tentang bagaimana orang Kristen harus memperlakukan sesama orang percaya lainnya. Lesson 13 for September 23, 2017 Galatia 6: 1-10 berisi beberapa saran tentang bagaimana orang Kristen harus memperlakukan sesama orang percaya lainnya. Memulihkan yang jatuh. Galatia 6:1a. Waspada terhadap

Lebih terperinci

Pelajaran untuk Murid STUDENT LESSON KEPATUHAN Hanya Percaya Kepadaku 3 November, 2012

Pelajaran untuk Murid STUDENT LESSON KEPATUHAN Hanya Percaya Kepadaku 3 November, 2012 Pelajaran untuk Murid STUDENT LESSON KEPATUHAN Hanya Percaya Kepadaku 3 November, 2012 Hanya Percaya kepadaku (Apa kira-kira hubungan ilustrasi berikut dengan ayat-ayat Alkitab di pelajaran hari Rabu?)

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada kekurangan baik fisik maupun mentalnya. Akan tetapi, terkadang terjadi keadaan dimana

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah BAB V PENUTUP Dari penjelasan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah Pendampingan Pastoral terhadap Pelayanan Kerohanian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

1. LATAR BELAKANG MASALAH

1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam kehidupannya memiliki banyak kebutuhan, antara lain : kebutuhan untuk diperhatikan, mendapatkan bimbingan, pemeliharaan, asuhan, penghiburan,

Lebih terperinci

MENGUNGKAPKAN PERASAANMU (Semuanya, Sekitar Naik, Turun), 15 Desember B. Apa yang dikatakan tentang Mengungkapkan Perasaanmu

MENGUNGKAPKAN PERASAANMU (Semuanya, Sekitar Naik, Turun), 15 Desember B. Apa yang dikatakan tentang Mengungkapkan Perasaanmu Pelajaran 11 MENGUNGKAPKAN PERASAANMU Semuanya Sekitar, Naik, Turun 15 Desember 2012 1. Persiapan A. Sumber Matius 7:12 Yohanes 15:11 2 Samuel 6:14 Efesus 4:26-32 Yohanes 2:13-15 Matius 26:38 Mazmur 6:6,7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

ANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal Paul Suparno, S.J.

ANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 ANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal 28-31 Paul Suparno, S.J. Sr. Bundanita mensharingkan pengalamannya bagaimana ia pernah mempunyai anak mas waktu mengajar di Sekolah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KEHIDUPAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG HIDUP LEBIH LAMA DARI PROGNOSIS MEDIS DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA.

BAB IV ANALISA KEHIDUPAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG HIDUP LEBIH LAMA DARI PROGNOSIS MEDIS DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA. BAB IV ANALISA KEHIDUPAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG HIDUP LEBIH LAMA DARI PROGNOSIS MEDIS DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA. Setelah mendeskripsikan kehidupan keenam subjek penderita gagal ginjal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada pengertian kemandirian yaitu bahwa manusia dengan keutuhan

Lebih terperinci

Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus.

Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus. Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #30 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #30 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008)

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika putri saya meninggal dunia, saya merasa kehilangan bagian dari diri saya. Saya merasa tidak utuh dan segala sesuatu tidak akan pernah sama lagi. Beberapa hari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya. A.1. Perkawinan Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan, maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya kehidupan dewasa ini disemaraki oleh banyaknya kegagalan dalam membina rumah tangga yang utuh. Seringkali banyak keluarga memilih untuk berpisah dari hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kasus hamil sebelum menikah saat ini bukan lagi menjadi hal yang aneh dan tabu dalam masyarakat. Dalam pemikiran banyak orang hasil akhirnya yang sangat menentukan

Lebih terperinci