BAB IV PINDAH AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KONSELING PASTORAL
|
|
- Susanti Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV PINDAH AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KONSELING PASTORAL 1. Faktor-faktor pendorong Pindah agama dan analisisnya Dari paparan umum tentang GKJW Ponorogo, fenomena perkawinan beda agama, dan kasus pindah agama, tampak bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pindah agama dikarenakan pengaruh faktor sosial seperti adanya pernikahan dengan penganut agama lain, ajakan anggota keluarga, serta pengaruh lingkungan sosial. Kasus pindah agama karena pengaruh faktor sosial tersebut, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Jalaluddin, ia mengatakan bahwa dalam perspektif sosiologis yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah faktor sosial, diantaranya pengaruh hubungan antar pribadi, pengaruh anjuran orangorang dekat, lingkungan tempat tinggal, kawin dengan yang berlainan agama dan sebagainya. 1 Demikian juga Hendropuspito, menyatakan bahwa salah satu penyebab pindah agama adalah aneka pengaruh sosial. 2 Dalam kasus pindah agama di Jemaat Ponorogo nampak jelas bahwa pengaruh faktor sosial cukup menonjol, tetapi faktor psikologis juga memberikan andil kepada seseorang melakukan pindah agama, seperti adanya perasaan-perasaan tertekan, kecewa, gelisah, yang menekan batin sehingga mereka mencari jalan keluar dengan pindah agama, terkait dengan faktor psikologis ini, Hendropuspito, mengatakan bahwa seseorang pindah agama karena adanya tekanan batin. Tekanan itu timbul dari dalam diri seseorang karena pengaruh lingkungan sosial, lalu orang itu mencari jalan keluar dengan masuk agama. 3 dengan demikian faktor yang mempengaruhi seseorang pindah agama tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sosiologis saja, tetapi juga faktor psikologis, bahkan kemungkinan ada faktor lain, seperti faktor pengaruh ilahi. Untuk membuktikan apakah faktor-faktor yang tersebut di atas mempengaruhi seseorang melakukan pindah agama, berikut ini hasil penelitian terhadap empat kasus pindah agama yang terjadi di GKJW Jemaat Ponorogo, yang dikelompokkan menjadi tiga jenis kasus pindah agama : 1 Jalaluddin, (2011), Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm Hendropuspito, D (1983), Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, hlm,80 3 Hendropuspito, D hlm,80 52
2 Kasus jenis pertama: kasus pindah agama dari agama Kristen masuk Islam beberapa tahun kemudian masuk kembali menganut agama Kristen, adapun yang menjadi faktor pendorong pindah agama di antaranya: 1. Pertama, yang menjadi faktor pindah agama adalah perubahan status karena perkawinan dengan seseorang yang beragama Islam, alasan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Jalaluddin, bahwa yang menyebabkan pindah agama karena pengaruh faktor intern dan ekstern, salah satu faktor ekstern yaitu karena adanya perkawinan dengan yang berbeda agama, 4 dengan adanya perkawinan maka statusnya berubah, berubah juga agamanya karena orang itu menikah dengan seseorang yang beda agama, tetapi perlu dikritisi bahwa secara kasat mata yang melakukan perkawinan adalah fisik personalnya, sedangkan agama menyangkut persoalan batin karena menyangkut keyakinan, sehingga bisa terjadi yang kelihatan fisiknya pindah agama, tetapi batin atau keyakinannyatidak berubah, sehingga wajar kalau seseorang itu kembali ke agama yang semula dianutnya. Dari faktor perubahan status ini jelas bahwa pindah agama terjadi karena pengaruh faktor sosial. 2. Kedua, karena pengaruh faktor kecewa dengan suami yang tidak memberikan bimbingan agama Islam yang baru dianutnya, perasaan tersebut mendorong keinginan kembali ke agama yang pernah dianutnya.yaitu agama Kristen. Perasaan kecewa, adalah masalah psikologis, akibat adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dan kenyataan tidak sama, mengharapkan dapat bimbingan tetapi tidak mendapatkan bimbingan agama yang baru dikenalnya. Perasaan tersebut lama-kelamaan menimbulkan keresahan yang berlanjut pada perasan tertekan, dan pada akhirnya mendorong keinginan untuk kembali ke agama Kristen, agama yang pernah dianutnya. Perasaan kecewa ini bisa diakibatkan karena merasa kurang mendapat perhatian dari keluarga (suami) yang beragama Islam, alasan ini sesuai faktor penyebab pindah agama dari faktor psikologis yang berasal dari faktor luar diri, yaitu dari keluarga, diantaranya ketidak harmonisan, kurang mendapat perhatian, kesepian dan sebagainya. 5 Demikian juga perasaan kecewa yang berlarut secara psikologis menimbulkan tekanan batin, yang mendorong seseorang untuk mencari jalan keluar salah satunya dengan caramasuk 4 Jalaluddin (2011), Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm Jalaluddin, hlm
3 agama, pada kasus ini didukung pendapat Hendropuspito yang mengatakan bahwa seseorang pindah agama karena adanya tekanan batin Perasaan berdosa kepada Tuhan, karena masuk agama Islam, perasaan tersebut menjadi beban batin yang menekan seseorang, situasi tersebut akhirnya mendorongnya untuk kembali ke agama Kristen. Perasaan berdosa tersebut secara psikologis mengakibatkan tekanan batin, dan selanjutnya berusaha untuk membebaskan diri daritekanan batin dengan caramasuk agamadengan maksud untuk memperoleh ketenangan batin. Dalam kaitan hal ini Hendropuspito berpendapat bahwa dalam ilmu psikologi: bahwa seseorang pindah agama karena adanya tekanan batin. Tekanan batin itu bisa timbul dari dalam diri, karena pengaruh lingkungan sosial, dan lain-lain. 7 Hal yang perlu dikritisi terkait dengan tekanan batin yang mempengaruhi seseorang untuk pindah agama adalah upaya seseorang untuk membebaskan diri dari tekanan batin, masalahnya apakah dengan pindah agama seseorang itu tidak akan mengalami tekanan batin lagi? Di sisi lain tidak semua orang yang mengalami tekanan batin mencari jalan keluar dengan pindah agama. 4. Kemauan yang kuat untuk kembali ke agama Kristen, faktor ini termasuk faktor dari dalam diri sendiri (intern) yang dilandasi oleh keyakinan yang kuat akan kebenaran agama yang ingin dianutnya, danfaktor ini menyangkut kepribadian yang kuat, yangmendorong seseorang untuk pindah agama. seperti yang dialami oleh Ch dan Ar,mereka mempunyai pendirian kuat untuk kembali ke agama Kristen, dengan demikian faktor ini termasuk faktor psikologis karena menyangkut kepribadian, Jalaludinberpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya pindah agama adalah faktor psikologis, yang ditimbulkan oleh faktor intern seperti kepribadian, keadaan batin maupun juga faktor pengaruh lingkungan. 8 Dengan demikian jelas bahwa salah satu pendorong masuk agama adalah faktor kepribadian. 5. Pengaruh dari kenalan baik, yaitu adanya seorang yang dikenal yang memberikan dorongan untuk kembali ke agama Kristen. Pada kasus Ch dan Ar ketika mereka ada kemauan untuk kembali masuk Kristen mereka dimotivasi oleh seseorang yang dikenalnya yaitu Bg. Dorongan dari kenalan baik tersebut, seakan menjadi 6 Hendropuspito, D,(1983), Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, hlm, 80 7 Hendropuspito, D,hlm.80 8 Jalaluddin, (2011), Psikologi Agama, Rajafindo Persada, Jakarta, hlm
4 tenaga tambahan yang mendorongnya untuk kembali menganut agama Kristen. Pengaruh dari kenalan baik tersebut adalah pengaruh sosial yang menyebabkan seseorang pindah agama, seperti yang dikatakan oleh Jalaluddin, bahwa yang menyebabkan konversi agama adalah pengaruh sosial, 9 di antara pengaruh sosial itu adalah adanya hubungan baik antar pribadi. 6. Pengalaman sembuh dari sakit, yang dipercaya karena pertolongan Tuhan, sehingga kesembuhannya dipahami sebagai anugrah Tuhan. Persoalan ini adalah keyakinan yang tidak bisa dijelaskan secara akal, tetapi bisa dipercaya dan peristiwa tersebut yang mendorong seseorang untuk pindah agama, seperti yang terjadi pada kasus pertama yang dialami Ch. Menurut William James, dari perspektif ahli agama bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya pindah agama adalah faktor ilahi. 10 Faktor tersebut dipercaya berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk pindah agama. 7. Faktor keterlibatan lembaga gereja yang memberikan pendampingan pastoral melalui pelayanan katekisasi pertobatan, walau hal ini merupakan faktor belakangan tetapi keterlibatan gereja yang memberikan katekisasi pertobatan memberikan pengaruh pada seseorang untuk kembali memeluk agama Kristen.Lewis Rambo, mengatakan bahwa pindah agama adalah proses pergantian agama yang terjadi karena adanya suatu dorongan dinamis yang melibatkan masyarakat, kelembagaan, ide-ide, peristiwa-peristiwa dan pengalaman hidup. 11 Pendapat Rambo tersebut memberikan dukngan bahwa seseorang melakukan pindah agama karena ada keterlibatan lembaga, pada kasus ini adalah lembaga gereja, dan secara sosiologis, gereja merupakan institusi sosial. Memperhatikan kasus pertama, di mana terjadinya konversi karena berbagai faktor sosial, seperti pengaruh dari kenalan baik, lembaga gereja, pengalaman hidup, serta pengaruh faktor psikologis, bilamana faktor ini direlasikan dengan teori konversi pertobatan dan tranformasi yang dikemukakan William James, maka proses konversi pada kasus tersebut tidak sejalan dengan teori, karena menurut teori pertobatan, hasil akhir konversi adalah berhenti pada kesadaran adanya perasaan berdosa, dan membutuhkan kebebasan, sedangkan pembebasan 9 Jalaluddin, (2011), Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta,hlm, James, William, The Varieties of Religious experiences, Puplished in United States of America by Longman, Green and Co, 1902, Penerjemah Gunawan Admiranto, PT. Mizan Pustaka, Bandung, hlm Rambo Lewis, R, and Bauman, Steven C, (2012), Psychology of Conversion and Spiritual Transformation, Journal of Pastoral Psychology, v.61, pp
5 yang terjadi pada kasus pertama tidak hanya karena perasaan berdosa saja tetapi juga karena pengaruh sosial, dan tidak ada transformasi, tetapi menghayati dan menjalani kembali ajaran agama yang pernah dianut sebelumnya, sehingga konversi pada kasus ini di satu sisi karena adanya proses sosial seperti pada teori yang disampaikan oleh Thomas T.O Dea, bahwa konversi adalah proses sosial, tetapi di sisi yang lain adalah proses pertobatan, seperti yang dikemukakan William James tentang teori pertobatan, dengan demikian konversi pada kasus jenis pertama ini merupakan penggabungan teori pertobatan, dan konversi sebagai proses sosial. Kasus jenis kedua, kasus pindah agama dari Islam masuk agama Kristen, adapun faktor-faktor yang mendorong masuk agama Kristen, antara lain : 1. Faktor dari dalam diri (intern) yaitu: Kerinduan terhadap hal-hal yang bersifat kerohanian. Kerinduan tersebut menjadi daya dorong yang kuat untuk mencari hal-hal yang bersifat rohani, yang pada akhirnya dapat menemukannya melalui proses membaca Kitab Suci, serta bimbingan (pendidikan) agama Kristen yang dilakukan gereja melalui ketekisasi. Faktor kerinduan ini mengakibatkan responden mengalami keresahan batin yang pada kasus ini mendorong responden untuk mencari solusi, dengan belajar agama Kristen melalui katekisasi, yang pada akhirnya responden menemukan sesuatu yang mententramkan hatinya, yaitu dengan menganut agama Kristen. Dengan demikian ia pindah agama berawal dari keresahan batinnya yang mendorong responden pindah agama, sebagai jawaban atas persoalan batinnya. Dengan demikian ia pindah agama karena pengaruh faktor situasi psikologis. 2. Faktor pendidikan, adanya kerinduan untuk belajar agama Kristen, mendorong responden (Ea) menyediakan diri untuk mendapat bimbingan agama Kristen melalui katekisasi calon warga, karena adanya kemauan dan mendapat bimbingan akhirnya responden (Ea) menganut agama Kristen. Pada kasus ini di satu sisi dipengaruhi faktor intern psikologis, di saat yang sama yang mempengaruhinya adalah faktor sosial yaitu adanya proses bimbingan atau sosialisasi pendidikan agama kristen. dengan demikian faktor ini didukung penggabungan teori 56
6 psikologis, mengenai faktor intern, yaitu kemauan diri, dan faktor ekstern yaitu faktor pendidikan, melalui sosialisasi agama Faktor kesulitan untuk memahami agama Islam, akibat mengalami kesulitan memahami agama Islam berpengaruh terhadap kondisi psikologis responden, ia merasa tidak tenang dengan keadaan tersebut sehingga menimbulkan keresahan, kegelisahan jiwa yang mendorongnya untuk mencari jalan keluar dengan belajar agama Kristen, dan ia dapat memahaminya, sehingga responden akhirnya memutuskan untuk menganut agama Kristen. Dengan demikian yang bersangkutan pindah agama karena pengaruh faktor kondisi psikologis. 4. Faktor pengalaman spiritual, faktor ini dialami oleh responden, (pada kasus ini adalah Ea), ketika membaca isi Alkitab hatinya tersentuh, pengalaman tersebut mendorongnya untuk mengikuti pembinaan agama Kristen. Responden meyakini bahwa ia belajar agama Kristen karena ada campur tangan Tuhan. Perasaan tersebut bersifat subyektif, tidak bisa di jelaskan secara akal, tetapi keyakinannya perlu dihargai. Seperti yang dikemukakan William James : bahwa dari perspektif ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya pindah agama adalah petunjuk ilahi Dukungan dari sahabat yang beragama Kristen. Responden mempunyai sahabat yang beragama Kristen (Hr). Dukungan dari sahabat berperan penting pada terjadinya pindah agama, karena dukungannya memberikan motivasi kepada responden untuk pindah agama Kristen, Faktor ini didukung oleh pendapat Jalaludin yang menyatakan bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial 14, dan pengaruh sosial itu diantaranya adalah adanya hubungan baik, sahabat dekat, anjuran kawan, keluarga dan lain-lain. Adanya dukungan dari kawan seprofesi berarti telah ada hubungan baik diantara mereka. 6. Faktor keterlibatan lembaga gereja. Pada kasus ke dua ini, gereja terlibat melakukan bimbingan agama Kristen terhadap responden yang beragama Islam karena responden berniat masuk Kristen. Bimbingan atau katekisasi yang dilakukan gereja memfasilitasi dan mendorong responden untuk pindah agama Kristen. Adanya keterlibatan lembaga gereja mempengaruhi responden melakukan pindah agama dari Islam ke agama Kristen, didukung penyataan 12 Jalaluddin, (2011), Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, James, William, The Varieties of Religious experiences, Puplished in United States of America by Longman, Green and Co, 1902, Penerjemah Gunawan Admiranto, PT. Mizan Pustaka, Bandung, hlm Jalaluddin, (2011), Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
7 Rambo, yang mengatakan bahwa pindah agama adalah proses pergantian agama yang terjadi karena adanya suatu dorongan dinamis yang melibatkan masyarakat, kelembagaan, ide-ide, peristiwa-peristiwa dan pengalaman hidup 15 pada kasus seorang muslim yang masuk Kristen pada jenis kasus ini melibatkan lembaga gereja, melalui katekisasi. Proses pindah agama seperti tersebut terjadi karena faktor pendidikan, dan hal ini termasuk pengaruh faktor sosial. Pada kasus jenis kedua ini, proses konversinya diawali dengan adanya dorongan dari pelaku pindah agama, sehingga proses konversi dilalui dengan pencarian, setelah menemukan yang sesuai dengan hatinya ditransformasikan dalam kehidupan kesehariannya, bila dilihat dari teori konversi lebih mendekati teori transformasi dari William James, tetapi di sisi lain ada proses sosial seperti teori yang dikemukaan O Dea, bahwa konversi sebagai proses sosial yang berkelanjutan, karena itu konversi pada kasus kedua tersebut tidak seutuhnya sesuai dengan teori tranformasi, maupun teori konversi sebagai proses sosial berkelanjutan. Kasus jenis ketiga, kasus pindah agama dari Kristen masuk Islam, faktor-faktor yang mempengaruhinya di antaranya adalah : 1. Faktor pengaruh lingkungan anggota keluarga yang berbeda agama. responden (Pm) adalah seorang yang semula beragama Kristen tinggal bersama dengan keluarga anaknya yang beragama Islam, keadaan tersebut menjadikan Pm merasa asing berada di tengah keluarga, karena lingkungan keluarga kurang mendukung akhirnya mempengaruhinya untuk pindah agama, apalagi secara jelas responden diajak anaknya untuk pindah agama Islam, dan ia menerimanya. Pindah agama karena faktor lingkungan keluarga ini didukung oleh pendapat Jalaluddin yang menyatakan, dalam perspektif sosiologis yang menyebabkan terjadinya konversi adalah pengaruh sosial, di antaranya pengaruh hubungan antar pribadi, keluarga, famili, sahabat dan sebagainya. 16 Sebagai catatan, pendapat Jallaludin benar, bahwa lingkungan sosial mempengaruhi seseorang untuk pindah agama, tetapi pendapat ini gugur ketika di tengah masyarakat ada keluarga yang berbeda agama 15 Rambo Lewis, R, and Bauman, Steven C, (2012), Psychology of Conversion and Spiritual Transformation, Journal of Pastoral Psychology, v.61, pp Jalaluddin, (2011), Psikologi Agama, Rajafindo Persada Jakarta, hlm,
8 tinggalserumah dan mereka bisa menjaga kerukunan. karena itu persoalan terpengaruh tidaknya untuk pindah agama tergantung pribadinya. 2. Faktor pengaruh ajakan anggota keluarga, pada kasus jenis ketiga ini jelas bahwa responden (Pm) diajak atau dipengaruhi anaknya untuk pindah agama Islam, walaupun pada awalnya merasa berat tetapi akhirnya secara resmi yang bersangkutan menyatakan diri telah masuk Islam. Kasus pindah agama karena ajakan anggota keluarga ini didukung oleh teori Jalaluddin, seperti yang dikemukakan di atas, tetapi perlu juga dikritisi bahwa tidak semua orang Kristen terpengaruh masuk Islam karena ajakan anggota keluarga yang beragama Islam. 3. Faktor perubahan status menjadi duda, setelah ditinggal mati istrinya responden, merasa kesepian, membutuhkan teman, dan yang ada adalah anak dan cucunya yang beragama Islam. Keadaan tersebut membuatnya tidak nyaman apalagi berada di tengah anggota keluarga yang muslim, akhirnya mempengaruhi untuk pindah agama Islam. Perubahan status menjadi duda ini menjadi salah satu pemicu terjadinya tekanan batin, yang pada akhirya menghasilkan keputusan untuk pindah agama. Secara psikologis tekanan batin ini memicu seseorang untuk pindah agama Pengaruh tekanan batin, persaan takut dan kawatir dikucilkan keluarga, kesepian karena sudah duda, adanya ajakan untuk masuk agama Islam memicu terjadinya tekanan batin, dalam keadaan tertekan itulah responden yang sudah usia lanjut berada dalam posisi lemah ia memutuskan untuk pindah agama ke Islam. Secara psikologis ia mengalami tekanan batin, ia mencari jalan keluar dengan memutuskan pindah agama Islam.Dalam tinjauan ilmu psikologi,ia pindah agama karena pengaruh tekanan batin. Tekanan itu timbul dari dalam diri seseorang karena pengaruh lingkungan sosial, tekanan itu bisa dari faktor masalah keluarga, kesepian batin, tidak mendapat tempat dalam kerabat, 18 Dari teori ini jelas bahwa seseorang pindah agama karena adanya faktor tekanan batin, dalam kasus pm pindah agama Islam adalah benar, tetapi tidak semua orang yang mengalami tekanan batin akan melakukan pindah agama. Pada kasus jenis ketiga ini bila ditinjau dari teori konversi lebih mendekati pada konversi sebagai proses sosial, karena pelaku konversi lebih kuat 17 Jalaludin, (2011), Psikologi Agama, Rajafindo Persada, Jakarta, hlm, Hendropuspito, (1983), Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, hlm, 80 59
9 dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, yang berakhir dengan penyesuaian diri dengan agama yang dianut lingkungannya, dengan tujuan keamanan diri, karena itu kelemahan teori ini proses konversinya adalah bias, karena pelaku konversi melakukannya dengan terpaksa, sehingga pada kasus konversi ini sesungguhnya bias dan tidak sesuai dengan teori konversi. Dari ketiga jenis kasus pindah agama yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mendorong seseorang pindah agama adalah pengaruh faktor sosial, dan faktor psikologis. Faktor pengaruh sosial di antaranya : pengaruh lingkungan sosial, faktor dari pengaruh lingkungan keluarga, pengaruh teman baik, perubahan status sosial, dan pengaruh pendidikan, sedangkan pengaruh faktor psikologsi, diantaranya karena faktor internal, seperti kemauan yang kuat untuk pindah agama, kemauan untuk belajar agama lain, perasaan kecewa, takut, gelisah, yang menyebabkan seseorang mengalami tekanan batin. Pada proses pindah agama, seperti pada kasus yang dipaparkan di atas dalam prosesnya membutuhkan waktu yang relatif lama dan bertahap, tidak terjadi secara spontan, karena melibatkan pengaruh sosial dan faktor psikologis. Proses pindah agama yang terjadi secara bertahap ini, oleh William James dikenal dengan tipe Volotional, 19 artinya pindah agama secara bertahap. Di sisi lain mereka yang pindah agama bukan karena ketertarikan seseorang terhadap keunggulan atau kelemahan ajaran atau dogma agama, tetapi karena pengaruh faktor sosial dan faktor psikologis, sedangkan alasan umum mereka melakukan pindah agama adalah untuk memperoleh ketentraman batin. Secara teori, dari tiga jenis kasus konversi yang terjadi di GKJW Jemaat Ponorogo lebih dekat pada teori konversi sebagai proses sosial yang berkelanjutan, seperti yang dikemukakan Thomas F.O Dea, yang proses konversinya nya mengusik kemapanan struktur masyarakat, sedangkan teori konversi sebagai pertobatan dan transformasi kurang mendapatkan tempat. 2. Pindah agama ditinjau dari perspektif Konseling Pastoral Memperhatikan dan mendalami kasus pindah agama dari perspektif konseling pastoral perlu disertai dengan sikap memandang manusia secara utuh, menurut Totok 1919, James, William, The Varieties of Religious Experience, hlm
10 S. Wiryasaputra yang dimaksudkan memandang manusia secara utuh, adalah memperhatikan aspek-aspek phisik, mental, sosial, dan spiritualnya. 20 Dengan memandang secara utuh terhadap kasus seseorang yang pindah agama maka dalam penanganan kasus, berusaha menghindari sikap menyalahkan, atau menghakimi mereka yang pindah agama, dengan lain kata pendampingannya perlu dilakukan secara professional dengan cara memperhatikan fungsi-fungsi pastoral. Fungsi pastoral yang dimaksudkan adalah seperti yang dikemukakan Aart Van Beek, yaitu fungsi membimbing, memperbaiki hubungan, menopang, membebaskan, mengasuh dan mengutuhkan, 21 Fungsi-fungsi tersebut akan nampak dalam proses konseling pastoral, secara psikologis seseorang yang pindah agama didahului dengan krisis, di mana dalam masa krisis seseorang mengalami masa-masa sulit, seperti pada empat kasus pindah agama yang terjadi di GKJW jemaat Ponorogo, pada perspektif pastoral mereka dalam suasana krisis, dan membutuhkan pertolongan melalui pendampingan pastoral. Menurut Lewis S. Rambo, pada setiap kasus pindah agama, secara pastoral membutuhkan penelusuran tentang : kesadaranya, perasaan-perasaannya, relasi yang mempengaruhinya, serta perilakunya, 22 penelusuran dimaksudkan untuk medapatkan informasi mengenai permasalahan dasar yang dialami oleh konseli, sehingga konselor ataupun pendamping dapat memberikan pertolongan pendampingan secara efektif. Memperhatikan tiga jenis kasus pindah agama yang dipaparkan di atas, pada proses pindah agama pada jenis kasus pertama yaitu : Kasus jenis pertama,dalam proses pindah agama dari Kristen pindah ke Islam dan kembali ke Kristen, mereka (Ch, dan Ar), mengalami hal-hal seperti berikut: 1. Mengalami penolakan, karena pindah agama mereka mengalami konflik dengan suami, teman-temanya, saudara-saudaranya, serta dengan tetangga.dalam keadaan ditolak secara pastoral perlu difasilitasi untuk melakukan rekonsiliasi, dalam kaitan dengan kasus inifungsi konseling pastoralnya berupaya untuk memperbaiki hubungan. Pulihnya hubungan yang sehat akan membantu mereka untuk hidup berdamai dengan keluarga, serta kerabat, sehingga mereka bisa saling menerima keperbedaan yang ada diantara mereka. 20 Wiryasaputra, Totok S, (2014), Pengantar Konseling Pastoral, Diandra Pustaka Indonesia,Yogyakarta, hlm Van Beek, Aart, (2003), Pendampingan Pastoral, BPK Gunung Mulia, Jakarta, hlm Rambo, Lewis,R, and Bauman, Stefen C,(2012), Psychology of Conversion and Spiritual Transformation, Journal of Pastoral Psychology, V.61, pp
11 2. Mempunyai kemauan / hasrat yang kuat untuk kembali ke agama Kristen, hasrat tersebut merupakan daya dorong yang perlu diarahkan, dibimbing. Pada situasi tersebut secara konseling pastoral, mereka memerlukan pendampingan untuk mendapatkan bimbingan, sehingga mereka perlu difasilitasi untuk mendapatkan bimbingan dan pengasuhan, agar mereka bertumbuh ke arah aktualisasi diri. 3. Ada perasaan menyesal, merasa bersalah, perasaan berdosa yang dirasakan oleh pelaku pindah agama, hal tersebut menandakan bahwa mereka mengalami sakit, yang mempengaruhi aspek psikologis, sosiologis, mental dan fisiknya, karena itu secara pastoral mereka perlu ditolong untuk disembuhkan, atau dipulihkan, sehingga fungsi pendampingan pastoralnya adalah untuk menyembuhkan, atau memulihkan, agar yang bersangkutan bisa menerima kenyataan. 4. Mendapatkan pengaruh dari seseorang yang dikenal dengan baik yaitu Bg, serta bimbingan dari gereja, melalui katekisasi pertobatan, pengaruh tersebut terjadi karena adanya relasi diantara mereka dengan Bg, dan pihak gereja. Secara konseling pastoral mereka yang pindah agama membutuhkan bimbingan, karena itu perlu difasitasi untuk mengalami bimbingan, dengan bimbingan mereka terdorong untuk aktualisasi diri. Pada kasus ini gereja telah berusaha melakukan penggembalaan terhadap mereka, yang pada akhirnya membawanya kearah kesadaran diri kembali menganut agama Kristen. Dalam hal ini gereja melaksanakan fungsi pembimbingan, dan penopangan. Pada kasus pindah agama dari Kristen masuk Islam dan kembali ke agama Kristen, secara konseling pastoral mereka mengalami krisis batin (psikologis) dan sosial, karena mereka mengalami perasaan resah, tertolak, dipergunjingkan orang, dalam keadaan semacam itu mereka mengalami krisis sehingga memerlukan pendampingan, dengan melaksanakan fungsi-fungsi konseling pastoral, di antaranya pembimbingan dan pemulihan.di sisi lain pendekatan yang dilakukan oleh gereja melalui penggembalaan khusus, dilakukan secara legalitas formal,untuk itu di masa berikutnya petugas pastoral perlu mempunyai ketrampilan dasarkonseling pastoral. Ketrampilan dasar itu menurut Yakub Susabda diantaranya adalah: ketrampilan untuk mengerti, berempati, menerima konseli apa adanya, mendengar permasalahannya, dan ketrampilan untuk merefleksikan apa yang sudah didengar dari konseli. 23 Dengan ketrampilan- 23 Susabda, Yakub, B (2014), Konseling Pastoral, Balai Pustaka, Jakarta, hlm
12 ketrampilan tersebut akan mendukung tercapainya tujuan pendampingan pastoral. Tujuan pendampingan pastoral yang dimaksudkan menurut Totok S, Wiryasaputra adalah: membantu konseli 1) mengalami pengalamannya, dan menerima kenyataan, 2). mengungkapkan diri secara penuh (aktualisasi diri), 3).berubah, bertumbuh secara maksimal, 4), menciptakan komunikasi yang sehat, 5) bertingkahlaku yang baru, 6) bertahan dalam situasi baru, dan 7) menghilangkan gejala disfungsional. 24 Dengan adanya tujuan yang jelas akan membantu konselor dan konseli berproses pada konseling pastoral, sehingga pelaku pindah agama bisa ditolong untuk menerima diri apa adanya, sebagai perwujudan aktualisasi diri mereka. Pada kasus jenis kedua, dalam proses pindah agama, seorang muslim yang pindah agama Kristen, mengalami situasi seperti berikut: 1. Mengalami kegelisahan hidup, dan merindukan bimbingan rohani, dalam proses pencarian ia menemukannya pada ajaran Kristen, dalam perspektif pastoral ia perlu bimbingan, dan topangan. Bimbingan yang dimaksudkan berhubungan dengan pemahaman akan iman Kristen, dankelanjutannya perlu ditopang dengan proses bimbingan yang berkelanjutan. 2. Adanya kemauan yang kuat untuk beralih agama ke agama Kristen, dengan kata lain ada dorongan dari diri sendiri untuk belajar agama Kristen. Pada proses ini seseorang mengalami krisis yang berasal dari dalam diri yang mendorongnya untuk melakukan pindah agama, untuk itu pada situasi tersebut perlu pendampingan yang berfungsi untuk pembimbingan, dan pengasuhan, agar kemauannya terarah dan menumbuhkan rasa percaya diri. 3. Mengalami penolakan dari teman-teman seprofesinya dan sebagian masyarakat yang mengenalnya, disebabkan karena pindah agama ke Kristen, dalam situasi seperti ini maka tugas pastoral adalah melaksanakan fungsi mendamaikan, ia berada dalam suasana konflik, tentu keadaan ini potensi terjadinya krisis sehingga perlu mendapatkan pendampingan, memang tindakan gereja tidak berhenti pada saat pembabtisan, yang selanjutnya memberikan kebebasan untuk terlibat dalam kegiatan gereja, dan masuk pada komunitas baru sebagai warga gereja, tetapi di tengah masyarakat ia mengalami penolakan, hubungan yang 24 Wiryasaputra, Totok S, (2014), Pengantar Konseling Pastoral, Diandra Pustaka, Yogyakarta, hlm
13 selama ini terjalin baik dengan mereka menjadi terganggu, sehingga orang tersebut perlu didampingi dengan memediasi untuk memperbaiki hubungan diantara mereka, dalam hal inilah fungsi pendampinganya adalah fungsi mendamaikan. Dalam hal ini konselor perlu menciptakan ruang bersama yang netral untuk terjadinya pemulihan hubungan. Di sisi lainnya ia perlu mendapatkan pendampingan yang berfungsi untuk pengasuhan, sebagai upaya untuk penyesuaian dengan komunitas baru di jemaat. 4. Percaya diri atas pilihan hidup dengan menganut agama Kristen, walaupun ada penolakan dari teman, masyarakat dan saudaranya, orang yang telah menjadi Kristen itu percaya diri dengan pilihannya, ia juga percaya bahwa menjadi Kristen adalah jalan hidupnya, ia memahami bahwa memeluk agama Kristen adalah anugrah. Keyakinan itulah yang membuatnya percaya diri, karena itu rasa percaya diri yang ada padanya adalah potensi yang perlu ditopang, sehingga fungsi pastoralnya adalah untuk menopang rasa percaya diri. Hal ini dimaksudkan agar seseorang mampu menemukan jati dirinya dan memberi kesempatan baginya untuk mencapai aktualisasi diri, terapinya menurut Carl Roger diberikan dengan cara 1. Memberi penghargaan tanpa syarat dan pandangan positif terhadap konseli, 2. Bersikap empati terhadap apa yang dirasakan konseli. 25 Dengan memberi penghargaan dan pandangan positif, serta bersikap empati terhadap konseli, akan menopang rasa percaya dirinya, sehingga mampu menerima diri tentang kelebihan dan kekurangannya. Kasus jenis ketiga, dalam proses pindah agama responden yang beragama Kristen pindah menganut agama Islam, mengalami hal-hal seperti berikut: 1. Keterasingan, karena tinggal relatif jauh dari warga gereja, setelah ditinggal mati istrinya ia mengalami kesendirian, dalam keadaan sendiri ia tinggal dengan anak dan cucu yang berbeda agama, sehingga ia ada perasaan terasing. Demikian juga keberadaaannya di tengah masyarakat ia secara agama beda dengan masyarakat. Dalam perspektif pastoral ia perlu dibantu agar ia bisa menerima diri keadaannya, dan fungsi pastoralnya adalah dengan melaksanakan fungsi pendamaian.fungsi pendampingan ini tidak dilakukan 25, Susabda, Yakub, B, (2014), Konseling Pastoral, Balai Pustaka, Jakarta, hlm
14 gereja, apalagi setelah pindah agama gereja melakukan penanganan dengan mengeluarkan dari keanggotaan gereja. 2. Kebingungan, kebingungan terjadi ketika ada ajakan dari anaknya agar pindah agama Islam, demikian juga gereja Pentakosta mempengaruhinya untuk pindah menjadi anggotanya, dan akhirnya Pm memilih ajakan anak, dan pindah untuk menganut agama Islam. Seseorang yang dalam keadaan bingung membutuhkan kepastian, dan bimbingan, tetapi gereja atau koleganya tidak mendampingi, gereja bereaksi ketika seseorang sudah beralih agama. Secara pastoral, semestinya gereja melaksanakan fungsi pendampingan dengan membimbing, agar warga tersebut bisa ditolong untuk menentukan pilihannya secara jernih dan mandiri. 3. Merasa tidak aman, terancam. tanda-tandanya ia merasa kawatir tidak diperhatikan anak cucunya, takut diabaikan, kesepian, ada perasaan tidak berdaya. Secara konseling pastoral yang bersangkutan membutuhkan pendampingan agar mengalami rasa aman, sehingga fungsi pastoralnya adalah untuk menyembuhkan, misalnya dengan membantu mencarikan seseorang yang bersedia untuk menemani agar yang bersangkutan merasa aman. 4. Mengalami keterputusan hubungan dengan warga gereja, khususnya dengan komunitas usia lanjut, di sisi lain yang bersangkutan masuk dalam komunitas barumenjadi penganut Islam. Dalam situasi tersebut tentu yang bersangkutan mengalamikrisis, yang secara pastoral memerlukan pendampingan yang berfungsi untuk memulihkan hubungan atau rekonsiliasi agar terbangun kembali hubungan yang sehat, di sisi yang lain perlu dibantu untuk dapat menerima kenyataan bahwa yang bersangkutan telah pindah agama.sementara itu gereja memutuskan tidak melakukan penggembalaan khusus terhadap yang telah pindah agama Islam,hal itu berarti gereja telah melakukan pemutusan hubungan, dan tidak melaksanakan fungsi pendampingan terhadap seseorang yang pindah agama Islam. Pendekatan konseling pastoral yang dilakukan oleh gereja terhadap kasus pindah agama yang berlandaskan Tata Pranata, (Tata Gereja), dengan memberikan penggembalaan khusus, dimana pelaksanaannya tergantung pertimbangan majelis, hasilnya cenderung bersifat legalistik, dan formal, meskipun pendekatan itu lugas, tetapi ada baiknya pada kasus pindah agama dilaksanakan dengan memperhatikan 65
15 funsi-fungsi pastoral, dengan tidak mengabaikan ketrampilan dasar pastoral, yaitu ketrampilan untuk mendengar, memperhatikan dan ketrampilan untuk berempati. Dari uraian tentang tiga jenis kasus pindah agama bila ditinjau dari perspektif konseling pastoral seseorang yang pindah agama pada dasarnya mengalami dua situasi : Pertama, situasi krisis, yang dimaksudkan adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami masa-masa sulit, mereka mengalami tekanan batin, mendapatkan pengaruh baik dari faktor intern maupun ekstern, secara konseling pastoral mereka perlu ditolong untuk mendapatkan pendampingan. Kedua, mereka memutuskan pindah agama adalah bentuk aktualisasi diri,karena itu mereka berusaha untuk mendapatkan pengakuan. Keberadaan mereka perlu didengar, perlu mendapatkan empati, dan penghargaan. Dengan adanya beberapa kasus pindah agama, maka gereja perlu bijak dalam memberikan pendampingan, dan tidak terfokus pada pendekatan legalitas formal saja, serta tidak terjatuh pada pendekatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dasar mereka yang pindah agama. Gereja perlu membuka diri untuk memberikan alternatif-alternatif pendekatan konseling pastoral yang humanis, dengan memperhatikan fungsi-fungsi pastoral seperti fungsi membimbing, mendamaikan, menopang, menyembuhkan, mengasuh dan mengutuhkan. Memperhatikan hasil analisis dan kajian tentang kasus pindah agama dari perspektif konseling pastoral, untuk mendampingi seseorang yang melakukan konversi memerlukan metode konseling pastoral yang memberikan penghargaan dan menerima keberadaan mereka tanpa syarat, serta dengan sikap optimis terhadap potensi mereka maka alternatif-alternatif metode konseling pastoral yang sesuai adalah pendekatan lintas budaya, person centered, serta mengembangkan metode konseling pastoral konversi. Kesimpulan Bab Empat, ditinjau dari perspektif pastoral seseorang yang pindah agama adalah pribadi yang mengalami krisis, sehingga memerlukan pendampingan pastoral, adapun faktor yang berpengaruh terhadap kasus pindah agama yang dominan adalah faktor sosial, yang berpengaruh juga terhadap faktor psikologis. Pada analisis teori menunjukkan bahwa teori konversi tidak sepenuhya sama dengan kenyataan, dan dalam perspektif pastoral mereka yang pindah agama memerlukan pendampingan dengan pendekatan yang sesuai dengan kontek kasus. 66
BAB II PINDAH AGAMA DARI PERSPEKTIF KONSELING PASTORAL
BAB II PINDAH AGAMA DARI PERSPEKTIF KONSELING PASTORAL 1. Definisi pindah agama Menurut Jalaluddin, pengertian pindah agama disebut dengan konversi agama. Ia mengemukakan bahwa konversi agama (religious
Lebih terperinciBAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI
BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.
BAB I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis baru
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I 1. Latar Belakang PENDAHULUAN Salah satu fenomena keagamaan yang terjadi di tengah masyarakat beragama adalah pindah agama. Pindah agama menurut Hendropuspito, diartikan sama dengan pengertian masuk
Lebih terperinciBAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya
BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan
Lebih terperinciBAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan
BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap
Lebih terperinciBAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran
BAB V Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran I. Refleksi Kehadiran saksi Yehova di tengah masyarakat Kelurahan Kawua yang merupakan bagian dari wilayah pelayanan GKST, pada akhirnya telah melahirkan tanggapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan berkembangnya jaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Maka kehidupan manusia juga
Lebih terperinciBab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.
Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Selama ini di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dilakukan Perjamuan Kudus sebanyak empat kali dalam satu tahun. Pelayanan sebanyak empat kali ini dihubungkan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengalaman Beragama. Pengalaman beragama menurut Glock & Stark (Hayes, 1980) adalah
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGALAMAN BERAGAMA 1. Pengertian Pengalaman Beragama Menurut Jalaluddin (2007), pengalaman beragama adalah perasaan yang muncul dalam diri seseorang setelah menjalankan ajaran
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang berpendapat bahwa siklus hidup manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menikah, mendapatkan keturunan, tua dan mati. Oleh karena itu pernikahan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang yang merencanakan untuk berkeluarga biasanya telah memiliki impian-impian akan gambaran masa depan perkawinannya kelak bersama pasangannya.
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah
BAB V PENUTUP Dari penjelasan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah Pendampingan Pastoral terhadap Pelayanan Kerohanian di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. 5.1 Kesimpulan 1. Tidak dapat dipungkiri persoalan dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk menghadapi siklus kehidupan, salah satunya kematian. Didalamnya terdapat nilai-nilai
Lebih terperinciUKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik
Lebih terperinciBAB III GKJW JEMAAT PONOROGO DAN KASUS PINDAH AGAMA
BAB III GKJW JEMAAT PONOROGO DAN KASUS PINDAH AGAMA 1. Gambaran umum GKJW Jemaat Ponorogo GKJW jemaat Ponorogo, adalah salah satu jemaat yang lahir dan diresmikan oleh Majelis Agung ( Sinode ) GKJW pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam perjalanannya akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini dapat dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan normal sebagai pribadi, maupun
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.
1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang merupakan landasan ilmiah dalam
Lebih terperinci1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam kehidupannya memiliki banyak kebutuhan, antara lain : kebutuhan untuk diperhatikan, mendapatkan bimbingan, pemeliharaan, asuhan, penghiburan,
Lebih terperinciBAB II GEREJA DAN PASTORAL
BAB II GEREJA DAN PASTORAL 2.1. Pengertian Gereja Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada ditengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat
Lebih terperinciPerceraian, Perkawinan Kembali, dan Komunitas yang Kurang Piknik
Perceraian, Perkawinan Kembali, dan Komunitas yang Kurang Piknik Timothy Athanasios CHAPTER 1 PERCERAIAN SEBAGAI ISU PASTORAL Pertama-tama izinkanlah saya untuk mengakui bahwa saya bukanlah seorang praktisi
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1. Permasalahan
1 Bab I Pendahuluan 1. Permasalahan Tidak ada yang kekal dalam kehidupan ini selain perubahan. Artinya, manusia setiap hari diperhadapkan pada serangkaian perubahan baik itu perubahan di dalam maupun di
Lebih terperinciBAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN
BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,
Lebih terperinciBAB IV REFLEKSI TEOLOGIS
BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang di dunia lahir dan tumbuh dalam keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga asuh. Peran keluarga memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP Kesimpulan. Persoalan perselingkuhan dalam hubungan pernikahan merupakan sebuah
BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Persoalan perselingkuhan dalam hubungan pernikahan merupakan sebuah pengkhianatan terhadap komitmen yang telah diikrarkan dan berdampak serius terhadap individu dan hubungan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS A. Analisis Pelaksanaan Metode SEFT Total Solution dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan
100 BAB IV ANALISIS A. Analisis Pelaksanaan Metode SEFT Total Solution dalam Menangani Trauma Remaja Korban Perkosaan Hasil yang dapat diketahui dari pelaksanaan metode SEFT Total Solution dalam menangani
Lebih terperinciBab I Pendahuluan UKDW
Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Gereja memiliki tugas untuk memelihara kehidupan warga jemaatnya secara utuh melalui berbagai kegiatan yang meliputi dimensi fisik, sosial, psikologis dan spiritual.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentunya pernah merasakan dan berada dalam keadaan sakit, baik itu sakit yang sifatnya hanya ringan-ringan saja seperti flu, batuk, pusing
Lebih terperinciBAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA TERHADAP KASUS GRIGUYUS AGUNG DARI ISLAM KE KATOLIK
BAB IV ANALISA KONVERSI AGAMA TERHADAP KASUS GRIGUYUS AGUNG DARI ISLAM KE KATOLIK A. Kronologi Pindah Agama Griguyus Agung Dari Islam ke Katolik Hasil dari penelitian bahwa kronologi pindah agama Griguyus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita, yang bersama-sama menjalin hubungan sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk
Lebih terperinciPentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu)
Pentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu) 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan ialah ikatan lahir batin
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap manusia pasti menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Namun dalam kenyataan kehidupan ini, manusia tidak bisa terhindar dari pergumulan hidup. Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi
Lebih terperinciSecara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling
A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara
Lebih terperinci@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai jemaat dewasa di GKJ, pasti mengenal tentang istilah pamerdi. 1 Jemaat awam menganggap bahwa pamerdi adalah semacam perlakuan khusus yang diberikan kepada
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kasus konversi agama di Bukitsari maka dapat disimpulkan bahwa beberapa kepala keluarga (KK) di daerah tersebut dinyatakan benar melakukan pindah agama
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENANGANAN KLEPTOMANIA DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM. Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar maupun kecil harus di
BAB IV ANALISIS PENANGANAN KLEPTOMANIA DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar maupun kecil harus di selesaikan, sebab setiap permasalahan akan berdampak pada psikis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH A.1. Latar belakang masalah Gereja merupakan sebuah kehidupan bersama yang di dalamnya terdiri dari orang-orang percaya yang tumbuh dan berkembang dari konteks yang berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB II KONVERSI AGAMA DAN PENGALAMAN KEAGAMAAN
BAB II KONVERSI AGAMA DAN PENGALAMAN KEAGAMAAN A. KONVERSI AGAMA Konversi berasal dari kata Conversion (bahasa inggris) yang berarti berlawanan arah dengan sendirinya konversi agama berarti terjadinya
Lebih terperinciBAB 4 TINJAUAN EKKLESIOLOGIS TERHADAP MODEL HUGH F. HALVERSTADT. mempertahankan keutuhan sebagai sebuah komunitas.
BAB 4 TINJAUAN EKKLESIOLOGIS TERHADAP MODEL HUGH F. HALVERSTADT 4. 1. Pendahuluan Kehidupan para murid (gereja mula-mula) bukan hanya menunjukkan tentang bagaimana perjuangan mereka melawan penaniayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu gambaran tentang keluarga dan keluarga harmonis. Keluarga merupakan sistem sosial dari hubungan utama, yang memungkinkan
Lebih terperinciBab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah
Bab Empat Penutup 1. Kesimpulan Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah peraturan/tata gereja definitif yang berisi uraian teologis-eklesiologis tentang identitas GTM secara menyeluruh
Lebih terperinciKEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI
KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (10/2), mencatat ekonomi Indonesia tumbuh
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi
Lebih terperinciKONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT?
JTA 4/6 (Maret 2002) 15-24 KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT? Agung Gunawan D i pertengahan tahun 30an, ada beberapa pemimpin gereja mulai tertarik dalam bidang konseling untuk dipakai di dalam pelayanan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Menurut Erik Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Dari pendekatan teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut oleh kasih sayang dan cinta orang tua yang siap berkorban apa saja agar bisa memberi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN DI GKJW SE-KABUPATEN JEMBER (Suatu Analisa dengan Menggunakan Teori Pertukaran Sosial) Tesis Diajukan kepada Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, seperti perubahan pola pikir, perubahan gaya hidup, perubahan sosial, perubahan teknologi, dan sebagainya, memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seringkali kita mendengar dan membaca bahwa negara kita yaitu negara Indonesia adalah negara yang beragama. Dikatakan demikian, karena pada umumnya setiap warga negara
Lebih terperinciModul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA
Pengertian dan manfaat Psikologi Agama Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami perkembangan
Lebih terperinci1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah Gereja?
LAMPIRAN INSTRUMENT PERTANYAAN KEPADA PENDETA JEMAAT 1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 2. Apa itu TIM DOA? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciBAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak
7 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Prestasi Belajar a. Pengertian prestasi belajar Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif,
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM
BAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM BAGI PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG Fisik dan psikis adalah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar belakang. Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam keluarga memiliki ikatan yang sangat kuat, bahkan disebut sebagai kekerabatan yang sangat mendasar
Lebih terperinciBAB IV PENTINGNYA KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA DI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA. A. Realitas Konseling Pastoral Antarbudaya di GMI Wesley
BAB IV PENTINGNYA KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA DI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA A. Realitas Konseling Pastoral Antarbudaya di GMI Wesley Jakarta Dalam kehidupan bergereja, keutuhan jemaat baik individu maupun
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini pertanyaan perihal Siapa Allah? merupakan bagian dari sebuah problematika yang sangat sensitif begitu pun ketika kita berbicara mengenai iman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan dewasa awal (Potter & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono, 2001), tugas perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang paling sulit untuk dipelajari dan dimengerti dari segala makhluk di bumi. Meskipun memiliki bentuk dan organ tubuh yang sama namun sifat
Lebih terperinciPEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan
PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.
BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan memberi sesuai dengan kemampuannya. Gereja adalah tempat setiap orang dalam menemukan belas kasih
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Dalam suatu masyarakat terdapat sebuah sistem dan komponen yang mendukung eksistensi komunitas. Komponen itu antara lain agama, kewarganegaraan, identitas suku,
Lebih terperinci