6. PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6. PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM"

Transkripsi

1 6. PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM 6.1 Pendahuluan Model regresi SD dinyatakan y = f(x) ε dimana y adalah peubah respon (curah hujan observasi, beresolusi tinggi:titik/wilayah), x peubah penjelas (GCM dengan resolusi rendah) dan ε sisaan. Banyaknya peubah x yang saling berkorelasi antar grid (korelasi spasial) dan berkorelasi antar peubah GCM seringkali melanggar asumsi dasar metode regresi baku. Di samping itu data pengamatan deret waktu menyebabkan kasus autokorelasi. Bentuk fungsi yang tidak diketahui juga merupakan permasalahan tersendiri dalam metode regresi. Adanya kompleksitas permasalahan dalam model SD seringkali dilakukan penanganan satu per satu. Untuk mengatasi korelasi antar grid GCM dilakukan reduksi dimensi dengan analisis komponen utama, sehingga model regresinya y = f(z) ε, dimana z adalah skor komponen utama. Demikian juga untuk mengatasi korelasi antar peubah GCM digunakan metode regresi komponen utama dan regresi bertatar (stepwise). Namun demikian peubah GCM tidak hanya berkorelasi, namun saling berinteraksi satu dengan yang lain. Sampai pada tahapan ini penggunaan metode regresi baku masih memungkinkan digunakan namun pada penanganan bentuk fungsi yang tidak diketahui, metode baku mengalami collapse. Metode regresi yang memungkinkan digunakan adalah regresi nonparametrik. Metode ini tidak terlalu ketat terhadap asumsi dasar (soft modelling) dan informasi model lebih berdasar pada data (data mining). Beberapa metode nonparametrik yang digunakan dalam SD, khususnya model regresi diantaranya jaringan syaraf tiruan (Hewitson dan Crane 1996; Cavazos dan Hewitson 2002; Cavazos dan Hewitson 2005; Sutikno dan Boer 2005), regresi projection pursuit (Chan dan Shi 1997; Wigena 2006). Metode nonparametrik lain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah regresi splines adaptif berganda (RSAB) atau seringkali disebut multivariate adaptive regression splines (MARS). Metode RSAB telah berkembang sejak 1991 dan digunakan diberbagai bidang, terutama pemodelan lingkungan, iklim, kesehatan dan sebagainya.

2 37 Beberapa penelitian menggunakan RSAB, diantaranya: Leathwick et al. 2005; Keppenne dan Lall 1996; Richard et al. 1993; Finizio dan Palmieri Khusus digunakan untuk pemodelan SD, diantaranya: Fischer et al. 2004; Corte-Real et al Metode ini mempunyai daya kemampuan prediksi yang lebih baik dibandingkan metode kuadrat terkecil, generalized aditive mode : GAM (Sutikno et al. 2001; Sutikno dan Boer 2005; Sutikno et al. 2004; Jesús dan Angel 2004). Regresi splines adaptif berganda (RSAB), yang dikenal dengan metode MARS (multivariate adaptive regression splines) merupakan metode yang dikembangkan oleh Friedman pada tahun Pembentukan model RSAB melalui proses bertatar (stepwise) berdasarkan recursive partitioning dengan splines (Friedman 1991). Metode ini mampu menganalisis data yang besar (50 N ), dengan jumlah peubah penjelas yang banyak dan dapat menerangkan dengan baik pola-pola nonliner dinamik dan interaksinya (Finizio dan Palmieri 1998). Regresi Splines Adaptif Berganda Konsep Dasar Misalkan y menunjukkan peubah respon tunggal bergantung pada p peubah penjelas x, dimana x = (x 1, x 2, x 3,., x p ), maka dapat digambarkan model regresi sebagai berikut : y = f x, x,..., x ) ε (6.1) ( 1 2. p Diasumsikan model regresi f digambarkan sebagai kombinasi linear dari fungsi basis BBk(x), k=1, 2,..., K. K f ( x) = a a B ( ) (6.2) 0 k k x k= 1 dimana a o, a 1, a 2,...a K adalah koefisien regresi yang diduga. Setiap fungsi basis adalah fungsi truncated power splines. Univariate truncated power basis dapat digambarkan sebagai fungsi step (indikator). Fungsi univariate splines basis dari kiri dan kanan: ( ) [ ( )] m x, c = x c, ( x, c) = ( x c) (6.3a) b m [ ] m b m

3 38 atau dinyatakan dalam satu notasi: m b m ( x, s, c) = [ s( x c) ] (6.3b) Gambar 6.1 menunjukkan pasangan basis linear (m=1) truncated splines. m=0 menghasilkan step atau piecewise basis konstanta. Multivariate splines dapat dinyatakan dalam perkalian univariate basis (pers. 6.3), sehingga basis fungsi tunggal dinyatakan: B ( x) k m [ s ( x c )] Lk = kl ( k, l ) l= 1 kl (6.4) dimana [x] bagian bernilai positif dari x, [x] = x jika x >0 dan [x] = 0 jika x 0, m adalah orde dari splines. L k banyaknya interaksi pada fungsi basis K, S kl nilainya 1 atau 1 jika knotnya terletak di kanan atau kiri subregion. x (k,l) adalah peubah penjelas yang terdapat dalam fungsi basis, dan c kl posisi titik knot. Penentuan lokasi titik knot dan jumlah peubah ditentukan berdasarkan pada data dengan menggunakan kriteria lack- of- fit (LOF). b ( x, ) b ( x, ) 1 c 1 c c x c x Gambar 6.1 Truncated linear fungsi basis. Dalam algoritma RSAB terdapat dua tahapan, yaitu tahap forward digunakan untuk mendapatkan subregion subregion agar dapat menentukan fungsi basis. Tahap backward, mengeluarkan suku model (basis fungsi) yang kontribusinya terhadap nilai dugaan respon kecil (Friedman 1991). Tahap forward: Inisialisasi, untuk menduga koefisien konstanta, B 0 =1 Misalkan terdapat K1 fungsi basis BB0, B 1 (x),..., B k (x). Ditambahkan dua fungsi basis baru: B B [ ( x c ] m K 1 ( x) Bk ( x) ( k, l) = ) kl [ ( x c ] m K 2 ( x) Bk ( x) ( k, l) = ) kl

4 Dimana Bk(x) adalah fungsi basis awal (parent), x (k,l) adalah peubah yang tidak terdapat dalam fungsi basis B k B (x) dan c kl adalah posisi titik knot { x } i 1,2,... ) ( ckl i( k, l) = n. Semua penentuannya berdasarkan meminimumkan kriteria lack-of-fit. Penambahan fungsi basis dilanjutkan hingga K fungsi basis maksimum. Tahap backward: Memilih satu fungsi basis (kecuali B 0 ) dan mengeluarkan (pruning) jika kontribusinya kecil. Proses ini dilanjutkan hingga tidak ada fungsi basis yang dapat dikeluarkan. Ukuran kontribusi yang digunakan tahap backward adalah modifikasi kriteria validasi silang (generalized cross validation: GCV) Craven dan Wahba (1979), diacu dalam Lewis (1991) yakni : GCV * N i 1 2 [ y ˆ i f s ( x i )] (1 / N ) ( K ) = = (6.5) [ 1 ( C ( K ) *)/ N ] 2 Pembilang persamaan 6.5 tersebut adalah rataan jumlah kuadrat galat (average sum square of residual: ASR), s jumlah subregion yang ditentukan pada tahap forward, dan penyebutnya merupakan penalti fungsi model kompleks. C(K)* adalah nilai kompleksitas model yang terdiri atas K basis fungsi. Model terbaik jika nilai GCV* minimum. 39 B 0 (x) =1 Level 0 B 1 (x) = B 2 (x) = B 3 (x) = B 4 (x) = B 0 (x).(x 1- c 1 ) B 0 (x).-(x 1- c 1 ) B 0 (x).(x 2- c 2 ) B 0 (x).-(x 2- c 2 ) Level 1 B 5 (x) = B 6 (x) = B 2 (x).(x 3- c 3 ) B 2 (x).-(x 3- c 3 ) Level 2 Gambar 6.2. Ilustrasi tahapan pembentukan fungsi basis.

5 B 40 Gambar 6.2 di atas memberikan contoh tahapan dalam pembentukan fungsi basis metode RSAB. Hasil dugaan model RSAB adalah: fˆ( X ) = 6 k = 1 a B ( x) k k (6.6) Kedalaman dari pohon menunjukkan tingkat interaksi. Pohon pada level pertama menunjukkan model aditif (tanpa interaksi), level 2 menunjukkan model dengan interaksi 2, dan seterusnya. Misalkan fungsi basis BBk(x), k =0, 1, 2,..., K, untuk menduga koefisien regresi (a k ) dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square), ( ) T T T a = a a,...,, aˆ ( B B ) B Y 0, 1 a K MKT K K 1 =, dimana ( ) T K Y = y1, y2,..., y n dan B K matriks komponen Bk(x i ). Banyak peubah penjelas yang digunakan memungkinkan terjadinya kasus multikolinearitas pada matriks BK. Untuk mengatasi masalah ini Friedman (1991) menyarankan pembentukan model secara bertahap, yaitu model aditif (maksimum interaksi, m i =1), kemudian dilanjutkan dengan model interaksi (m i =2) dan seterusnya. Di samping itu, Friedman (1991) menambahkan suatu faktor penalty (γ) pada algoritma tahap forward. L 1 K LOF( f ) LOF( f ) 1 γ I x U{ x( k, l) } l 1 (6.7) l= 1 Pada iterasi ke L terdapat L-1 fungsi basis yang ada dalam model dan fungsi indikator (I) bernilai nol jika paling sedikit satu peubah penjelas masuk, dan lainnya bernilai satu. Besarnya nilai γ (bernilai > 0) menunjukkan kekuatan penalty yang digunakan sebagai kontrol dari peubah penjelas yang akan dimasukan. Besarnya nilai γ yang optimum bergantung pada kondisi tertentu (tingkat kolinearitas) dan besarnya goodness -of- fit yang digunakan oleh pengguna dalam membentuk model yang sederhana (parsimony models). Hal ini dapat dilakukan dengan simulasi beberapa γ (secara meningkat), kemudian dilakukan evaluasi melalui nilai GCV akhir. Interpretasi model RSAB seringkali melalui dekomposisi analisis ragam (ANOVA), asalkan maksimum interaksinya tidak terlalu tinggi (banyak).

6 41 Dekomposisi analisis ragam merupakan penjumlahan (regrouping) dari fungsi aditif: f ˆ ( x) = a K 0 ak Bk ( x) k = 1 d = a0 f i ( xi ) f ij ( xi, x j )... (6.8) i= 1 d i, j= 1 Jumlah fungsi pertama (f i ) adalah jumlah fungsi basis yang hanya satu peubah penjelas, jumlah fungsi kedua (f ij ) menunjukkan jumlah fungsi basis yang terdiri atas dua peubah penjelas (interaksi dua), dan seterusnya. Adaptive Splines Threshold Autoregression Adaptive Splines Threshold Autoregression (ASTAR) adalah metode runtun waktu nonlinear yang menggunakan algoritma metode RSAB dengan peubah penjelas nilai lag data deret waktu. Salah satu model ASTAR dinyatakan: Z t ( Z t d t ) φ ( Z t d t ) φ ( Z t d t )( Z t d t ) ε t = c φ (6.9) dimana c adalah konstanta, t 1, t 2 masing-masing nilai knot peubah Z t-d1 dan Z t-d2, d 1 dan d 2 merupakan lag 1 dan Bahan dan Metode Bahan Data GCM dan data curah hujan yang digunakan sama seperti penelitian sebelumnya yang disajikan pada Bab 4 (lihat Tabel 4.1). Metode Analisis Peubah-peubah penjelas (parameter GCM) dilakukan pereduksian dimensi dengan mengunakan analisis komponen utama. Banyaknya komponen utama didasarkan pada nilai akar ciri (eigen value:λ) 1 dan melalui scree plot. Prosedur ini dilakukan untuk mengatasi kasus multikolinearitas. Selanjutnya, skor komponen yang terbentuk digunakan sebagai peubah penjelas pada pemodelan dengan metode RSAB dan regresi komponen utama (RKU).

7 42 Pada tahap awal, pembentukan model dilakukan dengan metode RSAB. Pada proses pembentukan dimulai dari model yang paling sederhana (tanpa interaksi) hingga model kompleks (interaksi dua dan tiga). Pemilihan model terbaik dilakukan dengan simulasi melalui pemasukan (input): jumlah fungsi basis, banyaknya interaksi, minimal pengamatan di setiap subregion. Penentuan jumlah fungsi basis berdasarkan banyaknya peubah penjelas yang digunakan. Dan Stenberg (2001) menyarankan jumlah fungsi basis paling sedikit dua sampai empat kali jumlah peubah penjelas. Jumlah basis fungsi yang digunakan adalah 80, 120, dan 160, karena jumlah peubah penjelasnya sebanyak 40. Jumlah minimal pengamatan di setiap subregion sampai saat ini masih belum jelas, karena terbatasnya penelitian mengenai permasalahan tersebut. Sutikno dan Boer (2005) menggunakan minimal 5 pada setiap subregion. Semakin kecil banyaknya pengamatan (misal n=1) maka model semakin bergerigi, sehingga akan menghasilkan model yang baik pada saat verifikasi, namun pada validasi model menurun tingkat ketepatannya. Penentuan jumlah minimal pengamatan dilakukan simulai, n=5, 10, dan 20. Untuk mengatasi atau mengurangi terjadinya kasus multikolinearitas dilakukan penambahan penalty (γ). Penentuan besarnya nilai γ dilakukan disimulasi, yaitu: γ = 0.00 (tidak korelasi), 0.05 (moderat) dan 0.1 (berat). Pemilihan besarnya γ mengikuti metode yang dilakukan oleh Friedman (1991), karena penelitian untuk kasus iklim (terutama pemodelan SD) sangat terbatas. Dalam proses pemodelan, data dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk verifikasi model ( ) dan validasi model ( ). Kriteria pemilihan model terbaik digunakan R 2, dan R 2 -terkoreksi. Model terbaik jika memiliki R 2, dan R 2 -terkoreksi terbesar. Di samping itu pemilihan model terbaik digunakan data bebas (data validasi), dengan kriteria RMSEP, MAEP, dan korelasi antara data aktual (observasi) dan nilai dugaan. Semakin kecil nilai RMSEP dan MAEP semakin baik model yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin besar nilai korelasi semakin baik model tersebut. Langkah berikutnya adalah pemodelan dengan menggunakan regresi berganda komponen utama (RKU). Untuk mengetahui tingkat ketepatan model

8 dari kedua metode digunakan kriteria RMSEP, MAEP, dan analisis korelasi antara data aktual (observasi) dan nilai dugaan Hasil dan Pembahasan Pendugaan model dengan RSAB Untuk mendapatkan model optimum, yaitu model yang mampu menjelaskan keragaman data dan mempunyai ketepatan tinggi saat validasi model, dilakukan simulasi masukan model RSAB. Hasil simulasi mununjukkan bahwa sebagian besar basis fungsi berjumlah 80, maksimum interaksinya=2-3, dan minimal observasi pada setiap subregion adalah Besarnya penalty (γ) sebagian besar 0.10 untuk musim hujan (MH) dan 0.05 untuk musim kemarau (MK). Hasil validasi model dengan berbagai penalty selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Perbedaan nilai γ menunjukkan bahwa hubungan antar peubah penjelas pada musim hujan lebih erat daripada musim kemarau. Tabel 6.1 Nilai basis fungsi (BF), maksimum interaksi (MI), minimal observasi di setiap subregion (Min.obs), dan besarnya nilai penalty (γ) yang menghasilkan nilai R 2, dan R 2 terkoreksi tinggi (model optimum) menurut musim dan stasiun Musim Stasiun Penalty BF MI Min. Obs. R 2 R 2 terkoreksi Hujan % 33.10% % 47.10% % 26.00% % 65.00% % 59.70% Kemarau % 56.60% % 70.70% % 56.80% % 30.70% % 72.40% Model RSAB menghasilkan R 2 berkisar 28.00%-75.80% dan R 2 terkoreksi berkisar 26.00% %. Lebih lanjut, nilai R 2 musim hujan berkisar 28.00% % dan R 2 terkoreksi berkisar 26.00%-65.00%, sedangkan musim kemarau R 2 berkisar 32.90%-75.80% dan R 2 terkoreksi berkisar 30.70%-72.40%. Nilai R 2 dan R 2 terkoreksi musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan (Tabel 6.1).

9 Hal ini menunjukkan bahwa model RSAB musim kemarau mempunyai potensi tingkat ketepatan dugaan yang tinggi daripada model musim hujan. Berikut disajikan contoh model RSAB stasiun untuk musim hujan (pers. 6.10) dan musim kemarau (pers. 6.11). Model musim hujan terdiri atas 22 basis fungsi meliputi: 4 pengaruh utama (tanpa interaksi), 8 interaksi level dua dan 10 interaksi tiga. Model musim kemarau terdiri atas 30 basis fungsi, meliputi: 6 pengaruh utama, 17 interaksi level dua, dan 7 interaksi level tiga. Hasil pengujian masing-masing parameter basis fungsi menunjukkan nyata pada α=5% untuk semua parameter baik musim hujan maupun musim kemarau (lihat Tabel 6.2). Model musim hujan: Y = BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF60 dimana: BF1 = max(0, UA1_ ) BF2 = max(0, UA1_ ) BF4 = max(0, PRW1_ ) BF2 BF5 = max(0, PRW1_5 ) BF2 BF6 = max(0, HUS1_ ) BF5 BF7 = max(0, HUS1_6 ) BF5 BF8 = max(0, PRW1_ ) BF5 BF9 = max(0, PRW1_2 ) BF5 BF11 = max(0, HUS1_2 ) BF4 BF12 = max(0, PRW1_ ) BF1 BF14 = max(0, HUS1_6 ) BF12 BF16 = max(0, HUS1_ ) BF2 BF18 = max(0, PRW1_ ) BF16 BF24 = max(0, HUS1_6 ) BF1 BF35 = max(0, PRW1_3 ) BF5 BF37 = max(0, PRW1_3 ) BF24 BF38 = max(0, PRW1_ ) BF40 = max(0, UA1_ ) BF38 BF42 = max(0, PRW1_ ) BF40 BF43 = max(0, VA1_ ) BF45 = max(0, HUS1_ ) BF43 BF60 = max(0, PRW1_ ) BF43 (6.10) Model musim kemarau: Y = BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF BF55 dimana: BF1 = max(0, HUS2_ ) 44

10 BF2 = max(0, HUS2_3 ) BF3 = max(0, HUS2_ ) BF4 = max(0, HUS2_3 ) BF6 = max(0, PRW2_1 ) BF3 BF7 = max(0, PRW2_ ) BF3 BF8 = max(0, PRW2_1 ) BF3 BF10 = max(0, HUS2_9 ) BF11 = max(0, HUS2_ ) BF10 BF12 = max(0, HUS2_10 ) BF10 BF14 = max(0, HUS2_3 ) BF10 BF15 = max(0, VA2_ ) BF10 BF18 = max(0, UA2_ ) BF2 BF19 = max(0, UA2_2 ) BF2 BF20 = max(0, UA2_ ) BF8 BF21 = max(0, UA2_ ) BF22 = max(0, HUS2_ ) BF21 BF23 = max(0, HUS2_9 ) BF21 BF24 = max(0, UA2_ ) BF4 BF26 = max(0, HUS2_ ) BF24 BF28 = max(0, UA2_ ) BF10 BF29 = max(0, UA2_6 ) BF10 BF31 = max(0, HUS2_3 ) BF28 BF32 = max(0, UA2_ ) BF11 BF37 = max(0, VA2_7 ) BF21 BF40 = max(0, UA2_ ) BF3 BF42 = max(0, UA2_ ) BF40 BF44 = max(0, VA2_3 ) BF37 BF50 = max(0, HUS2_ ) BF21 BF55 = max(0, VA2_1 ) BF18 (6.11) 45 Tabel 6.2 Sidik ragam model RSAB musim hujan (A) dan musim kemarau (B) Stasiun Parameter Koefisien Simp. baku koef. T-ratio P-value Musim hujan (A) Constant Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function F-Statistic = S.E. of regression = P-Value = Residual sum of squares = [MDF,NDF] = [ 13,155 ] Regression sum of squares =

11 Tabel 6.2 Sidik ragam model RSAB musim hujan (A) dan musim kemarau (B) Stasiun (lanjutan) 46 Parameter Koefisien Simp. baku koef. T-ratio P-value Musim kemarau (B) Constant Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function Basis Function F-Statistic = S.E. of regression = P-Value = Residual sum of squares = [MDF,NDF] = [ 21,149 ] Regression sum of squares = Validasi Model dan Pembandingan Metode Untuk melakukan validasi model digunakan data bebas 12 bulan (dua musim yang sama) dan 6 bulan (satu musim) tahun Hasil validasi model RSAB menunjukkan bahwa model musim kemarau mempunyai tingkat ketepatan yang lebih tinggi jika dibandingkan model musim hujan. Ini ditunjukkan dengan nilai RMSEP dan MAEP musim kemarau yang lebih kecil daripada musim hujan. Demikian juga dengan nilai korelasi antara data observasi dan dugaan, nilai korelasi musim kemarau lebih besar dari musim hujan (Gambar 6.3). Salah satu contoh di stasiun, model RSAB dengan n=12 pada musim hujan, diperoleh nilai RMSEP=122.86, MAEP=86.34, dan r=-0.26, sedangkan pada musim kemarau, nilai RMSEP= 42.83, MAEP=26.47, dan r=

12 Selanjutnya pada n=6, diperoleh nilai RMSEP=111.54, MAEP=98.78, dan r=-0.45, sedangkan pada musim kemarau, nilai RMSEP=52.03, MAEP=27.12, dan r=0.93. Hasil yang sama ditunjukkan dengan menggunakan metode RKU. Beberapa penyebab tingkat ketepatan model musim hujan kurang memuaskan diantarannya: (1) peningkatan proses pada grid, seperti konveksi yang tidak tertangkap (captured) oleh peubah penjelas (dalam skala rendah), dan (2) ketidaksempurnaan GCM (CSIRO Mk3) dalam menyimulasikan peubah penjelas, khususnya untuk wilayah tropis (Cavazos dan Hewitson 2005). Demikian juga, Busuioc et al. (2001) menyatakan bahwa SD akan berhasil jika peubah penjelas (GCM) disimulasikan dengan baik oleh GCM tersebut. 140,00 1,00 RMSEP, MAEP 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00-0,20-0,40 Korelasi 0,00-0,60 (a) MH MK MH MK RSAB RMSEP MAEP r RKU RMSEP, MAEP 200,00 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00-0,20-0,40 Korelasi (b) MH MK MH MK RSAB RMSEP MAEP r RKU Gambar 6.3 Nilai RMSEP, MAEP, dan korelasi (r) dengan panjang data untuk validasi model : 6 bulan (a) dan 12 bulan (b).

13 48 Bila ditinjau dari panjang periode validasi model, periode dugaan 6 bulan (satu musim) menghasilkan nilai dugaan dengan ketepatan yang relatif tinggi jika dibandingkan periode dua musim yang sama atau 12 bulan, baik musim hujan maupun musin kemarau. Seperti di stasiun, khususnya model RSAB, pada musim hujan dengan n=12, nilai RMSEP=125.65, MAEP= 94.00, dan r= 0.56, sedangkan n=6, nilai RMSEP=103.67, MAEP=79.63, dan r=0.73. Demikian juga pada musim kemarau dengan n=12, diperoleh nilai RMSEP=85.57, MAEP= 50.13, dan r=0.39, sedangkan n=6, diperoleh nilai RMSEP= 6.97, MAEP=38.49, dan r=0.72. Hasil yang sama diperoleh dengan metode RKU, dimana periode panjang validasi antara 12 bulan dan 6 bulan menunjukkan perbedaan tingkat ketepatan yang nyata (Gambar 6.3). Curah hujan (mm) Observasi RSAB RKU Bulan Curah hujan (mm) Observasi RSAB RKU Bulan Gambar 6.4a Plot antara nilai observasi dan nilai dugaan metode RSAB dan RKU (Catatan: Nilai dugaan metode RKU Stasiun ada yang bernilai negatif).

14 49 Curah hujan (mm) Observasi RSAB RKU Bulan Curah hujan (mm) Observasi RSAB RKU Bulan Curah hujan (mm) Observasi RSAB RKU Bulan Gambar 6.4b Plot antara nilai observasi dan nilai dugaan metode RSAB dan RKU. (Catatan: Nilai dugaan metode RKU Stasiun ada yang bernilai negatif).

15 50 Gambar 6.3 juga menunjukkan bahwa secara umum tingkat ketepatan model RSAB lebih tinggi daripada model metode RKU baik musim hujan maupun musim kemarau. Nilai RMSEP dan MAEP metode RSAB lebih kecil daripada metode RKU. Demikian juga nilai korelasi (r) antara data observasi dan data dugaan metode RSAB lebih besar daripada metode RKU. Selain itu ditunjukkan melalui plot antara observasi dan nilai dugaan, dimana pola dugaan metode RSAB lebih mengikuti pola data observasi, khususnya pada musim kemarau (Gambar 6.4). Hasil yang sama diperoleh, bila dilakukan penggabungan antara musim hujan dan kemarau dalam satu tahun. Nilai RMSEP dan MAEP metode RSAB lebih kecil daripada metode RKU. Demikian juga nilai korelasi (r) antara data observasi dan data dugaan metode RSAB lebih besar daripada metode RKU (Gambar 6.5) Korelasi RMSEP, MAEP RSAB RKU RMSEP MAEP r Stasiun RSAB RKU RMSEP MAEP r RMSEP MAEP r Rataan Simp. baku Gambar 6.5 Nilai RMSEP, MAEP, dan korelasi (r) menurut stasiun dan metode.

16 51 Seperti disajikan pada Tabel 6.3, ternyata untuk model RSAB dan RKU di Stasiun, dugaan model RKU lebih overestimated daripada model RSAB. Tabel 6.3 Nilai observasi dan hasil dugaan model RSAB dan RKU di stasiun (tahun 1999) Bulan Observasi RSAB RKU Dugaan Sisaan Dugaan Sisaan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Modifikasi model (Model hybrid) Modifikasi model yang akan dilakukan adalah memodelkan sisaan dari model yang terbangun. Didefinisikan bahwa: Data = komponen sistematik komponen acak (sisaan), dimana komponen sistematik adalah model yang terbangun: y ˆ = f ( z), z skor komponen utama. Sehingga model yang dihasilkan adalah model gabungan (hybrid) antara model awal (komponen sistematik) dan model sisaan (error). Identifikasi awal dilakukan dengan pengujian sisaan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi serial (autokorelasi). Pendeteksian autokorelasi dilakukan melalui dua cara yaitu secara visual (plot antara residual dan urutan observasi) dan pengujian statistik Ljung Box Q (LBQ). Sisaan model yang dilakukan pengujian autokorelasi adalah model RSAB. Gambar 6.6 menunjukkan bahwa sebaran sisaan model musim kemarau (MK) lebih berfluktuasi di sekitar garis nol jika dibandingkan model musim hujan (MH). Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya titik sisaan yang melampaui batas atas

17 52 dan membentuk pola tertentu. Dengan demikian sisaan model MK lebih berpeluang untuk berautokorelasi daripada sisaan model MH. Adanya autokorelasi ditunjukkan dengan penggujian statistik LBQ. Berdasarkan hasil pengujian ini, sisaan model MK stasiun dan menunjukkan autokorelasi pada α =5%, sedangkan Stasiun dan ber-autokorelasi pada α =10%. Untuk sisaan model MH autokorelasi terjadi pada Stasiun dan, sedangkan di Stasiun,, dan tidak terjadi kasus autokorelasi (lihat Tabel 6.4). Tabel 6.4 Nilai autokorelasi (ACF) #, Ljung Box Q (LBQ), dan p-value pada masing-masing lag menurut musim dan stasiun Stasiun Lag Nilai korelasi LBQ p-value MH b a a a a a a MK b b b a a b a nyata pada α=5%, b nyata pada α=10%, # nilai ACF tertinggi pada masing-masing lag dan dipilih untuk pendeteksian autokorelasi

18 Gambar 6.6 Plot antara residual dan urutan observasi untuk pendeteksian autokorelasi. 53

19 54 Pemodelan sisaan dengan ASTAR Seperti halnya metode RSAB, langkah awal pemodelan dengan metode ASTAR dilakukan simulasi masukan agar mendapatkan model yang optimun, yaitu model dengan RMSE (untuk data validasi) yang terkecil. Masukan model ASTAR adalah maksimum jumlah interaksi (MI), maksimum jumlah basis fungsi (BF), minimal observasi pada subregion (Min Obs.) dan kriteria penyeleksian model. Kriteria penyeleksian model digunakan validasi silang umum (general cross validation: GCV). Lampiran 8 menyajikan masukan model untuk mendapatkan model optimum pada masing-masing stasiun, dimana model MK sebagian besar mempunyai MI=2, BF=10-15, dan Min Obs.= 5-10, sedangkan model MH mempunyai MI=1-3, BF=15-30, dan Min Obs.= Model sisaan MK dan MH lebih banyak dipengaruhi oleh lag 4, artinya nilai dugaan saat t (X t ) dipengaruhi oleh nilai pengamatan pada t-4 (X t-4 ). (Tabel 6.5). Tabel 6.5 Model sisaan (ASTAR) menurut musim dan stasiun Stasiun Musim Model MH - MK X t = (X t ) (X t ) ( X t-3 ) 0.02 (X t ) (X t ) (X t ) (X t ) (X t ) MH X t = (X t ) ( X t-7 ) (X t ) (X t ) ( X t-1 ) (-37 - X t-3 ) 0 (X t ) MK X t = ( X t-2 ) (X t ) 0.75 (X t ) 1.02 ( X t-6 ) MH X t = (X t ) MK - Catatan: model dibangun hanya pada stasiun yang ada autokorelasi sisaannya Validasi model hybrid antara RSAB dan ASTAR Model hybrid yang dimaksud adalah gabungan antara model RSAB dan model ASTAR. Sisaan dari model RSAB dilakukan pemodelan ASTAR. Hasil validasi model hybrid menunjukkan adanya perbaikan tingkat ketepatan per musim maupun gabungan musim. Seperti di Stasiun, model hybrid mempunyai RMSEP=70.65, MAEP=60.29, dan korelasi antara nilai aktual dan dugaan (r)=0.67, sedangkan model non hybrid mempunyai RMSEP=75.97,

20 55 MAEP=65.45, dan r=0.61 (Tabel 6.7 dan 6.8). Demikian juga di terjadi kenaikan tingkat ketepatan meskipun tidak sebesar di. Untuk Stasiun tidak terjadi perubahan tingkat ketepatan antara model hybrid dan non hybrid (Tabel 6.6 dan 6.7). Salah satu penyebabnya adalah tidak semua musim terjadi autokorelasi sisaannya, seperti hanya musim hujan saja yang terjadi autokorelasi sisaan. Di samping itu sisaannya tidak terlalu kuat kasus autokorelasinya. Tabel 6.6 Nilai RMSEP, MAEP, korelasi (r) menurut model non hybrid dan model hybrid Stasiun Model non hybrid Model hybrid RMSEP MAEP r RMSEP MAEP r tidak dilakukan pemodelan sisaan karena tidak nyata pada pengujian sisaan dengan Ljung-Box Q 6.4 Simpulan 1. Model untuk musim kemarau mempunyai tingkat ketepatan lebih tinggi daripada musim hujan, baik model RSAB maupun RKU. 2. Nilai RMSEP dan MAEP metode RSAB lebih kecil daripada metode RKU, khususnya dalam jangka waktu 6 bulan (satu musim). Demikian juga nilai korelasi (r) antara data observasi dan data dugaan metode RSAB lebih besar daripada metode RKU. 3. Model hybrid antara RSAB dan ASTAR akan meningkatkan ketepatan dugaan, pada kondisi autokorelasi.

21 56 Tabel 6.7 Nilai RMSEP, MAEP, dan korelasi (r) per musim menurut model non hybrid dan model hybrid Stasiun n Model non-hybrid Model hybrid MH MK MH MK RMSEP MAEP r RMSEP MAEP r RMSEP MAEP r RMSEP MAEP r n= n= n= n= n= n= n= n= n= n=

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Regresi 2.2 Model Aditif Terampat ( Generalized additive models , GAM)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Regresi 2.2 Model Aditif Terampat ( Generalized additive models , GAM) II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode Regresi Analisis regresi merupakan bagian dalam analisis statistika yang digunakan untuk memodelkan hubungan antara peubah tidak bebas (respon) dengan satu atau beberapa peubah

Lebih terperinci

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN 5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN 5.1 Pendahuluan Dalam pemodelan statistical downscaling (SD), khususnya fungsi transfer diawali dengan mencari model hubungan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sampai saat ini, GCM (general circulation models) diakui banyak pihak sebagai alat penting dalam upaya memahami sistem iklim. GCM dipandang sebagai metode yang paling

Lebih terperinci

RMSE = dimana : y = nilai observasi ke-i V PEMBAHASAN. = Jenis kelamin responden (GENDER) X. = Pendidikan responden (EDU) X

RMSE = dimana : y = nilai observasi ke-i V PEMBAHASAN. = Jenis kelamin responden (GENDER) X. = Pendidikan responden (EDU) X pembilang persamaan (3) adalah rataan jumlah kuadrat galat, N jumlah pengamatan dan M jumlah himpunan bagian. Penyebutnya merupakan fungsi nilai kompleks, dengan C(M) adalah nilai kompleksitas model yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Penerimaan Masyarakat terhadap Bank Syariah

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Penerimaan Masyarakat terhadap Bank Syariah 4 TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pasar Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2009 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau

Lebih terperinci

5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS

5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS 5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS Pendahuluan Pada model VARX hubungan peubah penjelas dengan peubah respon bersifat parametrik. Stone (1985) mengemukakan pemodelan yang bersifat fleksibel

Lebih terperinci

HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang ABSTRAK

HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang ABSTRAK Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 1 HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang 1 Bisyri Effendi, 2 Sutikno,

Lebih terperinci

PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DENGAN METODE PRINCIPAL COMPONENT REGRESSION (PCR) DAN PROJECTION PURSUIT REGRESSION (PPR)

PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DENGAN METODE PRINCIPAL COMPONENT REGRESSION (PCR) DAN PROJECTION PURSUIT REGRESSION (PPR) PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DENGAN METODE PRINCIPAL COMPONENT REGRESSION (PCR) DAN PROJECTION PURSUIT REGRESSION (PPR) 1 Meika Anitawati, 2 Sutikno 1 Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS

Lebih terperinci

REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING

REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING Aji Hamim Wigena Departemen Statistika, FMIPA Institut Pertanian Bogor Jakarta, 23 Juni 2011 Pendahuluan GCM (General Circulation Model) model

Lebih terperinci

Jurnal Matematika Vol. 3 No. 1, Juli ISSN :

Jurnal Matematika Vol. 3 No. 1, Juli ISSN : Jurnal Matematika Vol. 3 No. 1, Juli 2013. ISSN : 1693-1394 Pemodelan Angka Harapan Hidup di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 dan 2011 Berdasarkan Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah, dan Pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberi penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberi penjelasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberi penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua peubah atau lebih (Draper dan Smith, 1992).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Belajar Menurut Dalyono (2007), ada beberapa definisi belajar dari para ahli, antara lain, yaitu: a) Witherington, dalam buku educational psychology mengemukakan:

Lebih terperinci

Sutikno, Rokhana Dwi Bekti, Putri Susanti, dan Istriana Jurusan Statistika FMIPA ITS ABSTRACT

Sutikno, Rokhana Dwi Bekti, Putri Susanti, dan Istriana Jurusan Statistika FMIPA ITS   ABSTRACT Prakiraan Cuaca dengan Metode...(Sutikno et al.) PRAKIRAAN CUACA DENGAN METODE AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE, NEURAL NETWORK, DAN ADAPTIVE SPLINES THRESHOLD AUTOREGRESSION DI STASIUN JUANDA

Lebih terperinci

3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN

3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN 3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN 15 Berbagai model ramalan produksi tanaman pangan (khususnya padi) telah dikembangkan di Indonesia. Model-model tersebut secara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang menjadi dasar dan landasan dalam penelitian sehingga membantu mempermudah pembahasan selanjutnya. Teori tersebut meliputi arti dan peranan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK PERAMALAN INDEKS ENSO DAN HUJAN BULANAN

PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK PERAMALAN INDEKS ENSO DAN HUJAN BULANAN PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK PERAMALAN INDEKS ENSO DAN HUJAN BULANAN Nurul Astuty Yensy.B Program Studi Matematika FKIP Universitas Bengkulu, Jl Raya Kandang Limun Bengkulu, Telp (0736)

Lebih terperinci

HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang

HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang 1 Bisyri Effendi, 2 Sutikno, dan 3 Bambang Widjanarko Otok 1 Mahasiswa S2 Jurusan Statistika FMIPA ITS 2,3

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian yang berjudul Penerapan Metode Multivariate Adaptive Regression Splines

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian yang berjudul Penerapan Metode Multivariate Adaptive Regression Splines BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Penelitian tentang MARS telah banyak dilakukan. Salah satunya yaitu penelitian yang berjudul Penerapan Metode Multivariate Adaptive Regression Splines

Lebih terperinci

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

PEMBAHASAN ... (3) RMSE = 7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan

Lebih terperinci

REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK PERAMALAN SUHU DAN KELEMBABAN ADITYA KRESNA PRIAMBUDI

REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK PERAMALAN SUHU DAN KELEMBABAN ADITYA KRESNA PRIAMBUDI REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK PERAMALAN SUHU DAN KELEMBABAN ADITYA KRESNA PRIAMBUDI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 006 ABSTRAK ADITYA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan data menggunakan software MARS.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan data menggunakan software MARS. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengolahan data menggunakan software MARS. Berdasarkan Lampiran 2 dapat dilihat bahwa Plot hubungan Angka Kematian Bayi dengan beberapa prediktor belum menunjukkan pola

Lebih terperinci

STK 511 Analisis statistika. Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi

STK 511 Analisis statistika. Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi STK 511 Analisis statistika Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi 1 Pendahuluan Kita umumnya ingin mengetahui hubungan antar peubah Analisis Korelasi digunakan untuk melihat keeratan hubungan linier antar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Metode Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Untuk Pra-Pemrosesan Data Luaran GCM CSIRO Mk-3

TUGAS AKHIR. Metode Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Untuk Pra-Pemrosesan Data Luaran GCM CSIRO Mk-3 TUGAS AKHIR Metode Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Untuk Pra-Pemrosesan Data Luaran GCM CSIRO Mk-3 Oleh: Alin Fitriani 1306 100 066 Pembimbing: Dr.Ir. Setiawan, M.S NIP 198701 1 001 JURUSAN STATISTIKA

Lebih terperinci

BAB III REGRESI SPLINE = + dimana merupakan fungsi pemulus yang tidak spesifik, dengan adalah

BAB III REGRESI SPLINE = + dimana merupakan fungsi pemulus yang tidak spesifik, dengan adalah BAB III REGRESI SPLINE 3.1 Fungsi Pemulus Spline yaitu Fungsi regresi nonparametrik yang telah dituliskan pada bab sebelumnya = + dimana merupakan fungsi pemulus yang tidak spesifik, dengan adalah faktor

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MODEL ADITIF TERAMPAT DAN REGRESI SPLINE ADAPTIF BERGANDA

PERBANDINGAN MODEL ADITIF TERAMPAT DAN REGRESI SPLINE ADAPTIF BERGANDA PERBANDINGAN MODEL ADITIF TERAMPAT DAN REGRESI SPLINE ADAPTIF BERGANDA (Studi kasus: Pemodelan Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa IPB dan STAIN Purwokerto) MARIA ULPAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMODELAN KURS RUPIAH TERHADAP MATA UANG EURO DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPLINE. Sulton Syafii Katijaya 1, Suparti 2, Sudarno 3.

PEMODELAN KURS RUPIAH TERHADAP MATA UANG EURO DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPLINE. Sulton Syafii Katijaya 1, Suparti 2, Sudarno 3. PEMODELAN KURS RUPIAH TERHADAP MATA UANG EURO DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPLINE Sulton Syafii Katijaya 1, Suparti 2, Sudarno 3 1 Mahasiswa Jurusan Statistika FSM UNDIP 2,3 Staff Pengajar Jurusan Statistika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI perpustakaanunsacid digilibunsacid BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian pertama bab kedua ini diberikan tinjuan pustaka yang berisi penelitian sebelumnya yang mendasari penelitian ini Pada bagian kedua bab

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian pertama bab ini diberikan tinjauan pustaka yang berisi penelitian sebelumnya yang mendasari penelitian ini Pada bagian kedua bab ini diberikan teori penunjang yang berisi

Lebih terperinci

STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PERAMALAN PRODUKSI PADI SUTIKNO

STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PERAMALAN PRODUKSI PADI SUTIKNO STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PERAMALAN PRODUKSI PADI SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mendapatkan model dan faktor-faktornya, terlebih dahulu akan dibahas. bagaimana mendapatkan sampel dalam penelitian ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mendapatkan model dan faktor-faktornya, terlebih dahulu akan dibahas. bagaimana mendapatkan sampel dalam penelitian ini. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan hasil dari penelitian yang meliputi model terbaik dari indeks prestasi kumulatif mahasiswa dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PREDIKSI LUAS AREA KEBAKARAN HUTAN BERDASARKAN DATA METEOROLOGI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINES (MARS)

PREDIKSI LUAS AREA KEBAKARAN HUTAN BERDASARKAN DATA METEOROLOGI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINES (MARS) PREDIKSI LUAS AREA KEBAKARAN HUTAN BERDASARKAN DATA METEOROLOGI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINES (MARS) Winalia Agwil 1, Izzati Rahmi HG 2, Hazmira Yozza 2 Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n SBAB III MODEL VARMAX 3.1. Metode Analisis VARMAX Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n dengan variabel random Z n yang dapat dipandang sebagai variabel random berdistribusi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan digunakanan sebagai acuan pencegah yang mendasari suatu keputusan untuk yang akan datang dalam upaya meminimalis kendala atau memaksimalkan pengembangan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis regresi linier berganda merupakan analisis yang digunakan untuk menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah respon Y yang

Lebih terperinci

Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda

Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda Pengantar Pada sesi sebelumnya kita hanya menggunakan satu buah X, dengan model Y = b 0 + b 1 X 0 1 Dalam banyak hal, yang mempengaruhi X bisa lebih dari satu.

Lebih terperinci

Kata Kunci: Penciri Tingkat Kesejahteraan, Kemiskinan, bagging MARS

Kata Kunci: Penciri Tingkat Kesejahteraan, Kemiskinan, bagging MARS Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 4 Hal. 34 42 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENCIRI TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA MENGGUNAKAN BOOTSTRAP AGREGATING

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1  ( ) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi ramalan curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisipasi kemungkinan kejadian-kejadian ekstrim (kekeringan akibat El- Nino dan kebanjiran akibat

Lebih terperinci

PREDIKSI INFLASI DI INDONESIA MENGGUNAKAN REGRESI NONPARAMETRIK B-SPLINE

PREDIKSI INFLASI DI INDONESIA MENGGUNAKAN REGRESI NONPARAMETRIK B-SPLINE PREDIKSI INFLASI DI INDONESIA MENGGUNAKAN REGRESI NONPARAMETRIK B-SPLINE Annita Nur Kusumastuti, Sri Sulistijowati Handajani, dan Respatiwulan Program Studi Matematika FMIPA UNS ABSTRAK. Inflasi identik

Lebih terperinci

Reduksi Data Luaran GCM Stasiun Amahai Dengan Menggunakan Analisis Komponen Utama

Reduksi Data Luaran GCM Stasiun Amahai Dengan Menggunakan Analisis Komponen Utama Reduksi Data Luaran GCM Stasiun Amahai Dengan Menggunakan Analisis Komponen Utama Ferry Kondo Lembang Jurusan Matematika FMIPA UNPATTI ferrykondolembang@yahoo.co.id Abstrak Reduksi dimensi adalah bagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Penelitian ini diawali dengan melihat ketergantungan antar lokasi dan waktu. Lokasi-lokasi dalam penelitian ini saling berhubungan, hal ini ditunjukkan dengan nilai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Data Deret Berkala Suatu deret berkala adalah himpunan observasi yang terkumpul atau hasil observasi yang mengalami peningkatan waktu. Data deret berkala adalah serangkaian

Lebih terperinci

REGRESI LINIER GANDA. Fitriani Agustina, Math, UPI

REGRESI LINIER GANDA. Fitriani Agustina, Math, UPI REGRESI LINIER GANDA 1 Pengertian Regresi Linier Ganda Merupakan metode yang digunakan untuk memodelkan hubungan linear antara variabel terikat dengan dua/lebih variabel bebas. Regresi linier untuk memprediksi

Lebih terperinci

5. UJI KONSISTENSI MODEL STATISTICAL DOWNSCALING BERBASIS PROJECTION PURSUIT DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN

5. UJI KONSISTENSI MODEL STATISTICAL DOWNSCALING BERBASIS PROJECTION PURSUIT DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN 5. UJI KONSISTENSI MODEL STATISTICAL DOWNSCALING BERBASIS PROJECTION PURSUIT DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN 5.1. Pendahuluan Model SD dengan metode PPR memberikan hasil pendugaan yang lebih akurat atau perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regresi Linear Sederhana Analisis regresi linear sederhana dipergunakan untuk mengetahui pengaruh antara satu buah variabel prediktor terhadap satu buah variabel respon. Model

Lebih terperinci

VI PERAMALAN PENJUALAN AYAM BROILER DAN PERAMALAN HARGA AYAM BROILER

VI PERAMALAN PENJUALAN AYAM BROILER DAN PERAMALAN HARGA AYAM BROILER VI PERAMALAN PENJUALAN AYAM BROILER DAN PERAMALAN HARGA AYAM BROILER 6.1. Analisis Pola Data Penjualan Ayam Broiler Data penjualan ayam broiler adalah data bulanan yang diperoleh dari bulan Januari 2006

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Metode klasifikasi merupakan salah satu metode statistika untuk mengelompok atau mengklasifikasi suatu data yang disusun secara sistematis ke dalam suatu kelompok sehingga

Lebih terperinci

PENGGUNAAN REGRESI SPLINE ADAPTIF BERGANDA UNTUK DATA RESPON BINER AZWIRDA AZIZ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

PENGGUNAAN REGRESI SPLINE ADAPTIF BERGANDA UNTUK DATA RESPON BINER AZWIRDA AZIZ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 PENGGUNAAN REGRESI SPLINE ADAPTIF BERGANDA UNTUK DATA RESPON BINER AZWIRDA AZIZ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini diuraikan beberapa tinjauan pustaka sebagai landasan teori pendukung penulisan penelitian ini. 2.1 Analisis Regresi Suatu pasangan peubah acak seperti (tinggi, berat)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi data Tahap pertama dalam pembentukan model VAR adalah melakukan eksplorasi data untuk melihat perilaku data dari semua peubah yang akan dimasukkan dalam model. Eksplorasi

Lebih terperinci

Kata Kunci: Komponen Akreditasi, Multivariate Adaptive Regression Spline (MARS)

Kata Kunci: Komponen Akreditasi, Multivariate Adaptive Regression Spline (MARS) Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 2 Hal. 44 53 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENERAPAN METODE MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINE (MARS) UNTUK MENGIDENTIFIKASI KOMPONEN YANG BERPENGARUH

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Iklim Iklim ialah suatu keadaan rata-rata dari cuaca di suatu daerah dalam periode tertentu. Curah hujan ialah suatu jumlah hujan yang jatuh di suatu daerah pada kurun waktu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan bentuk topografi yang sangat beragam, dilewati garis katulistiwa, diapit dua benua dan dua samudera. Posisi ini menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hardle (1994) analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hardle (1994) analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Regresi Menurut Hardle (1994) analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan hubungan antara variabel respon dengan satu atau beberapa variabel

Lebih terperinci

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Penentuan Domain

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Penentuan Domain 7. PEMBAHASAN UMUM Pembahasan ini merupakan rangkuman dari hasil bahasan dan kajian dalam Bab 2, 3, 4, 5, dan 6 sebelumnya. Secara umum pembahasan meliputi perkembangan metode-metode peramalan untuk SD

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ARILANGGA BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ARILANGGA BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Statistika Deskriptif Statistika deskriptif merupakan metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data sehingga memberikan informasi yang berguna. Metode

Lebih terperinci

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8.1 Pendahuluan Padi merupakan makanan utama sekaligus mempunyai nilai politis yang tinggi bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Regresi Linier Sederhana Dalam beberapa masalah terdapat dua atau lebih variabel yang hubungannya tidak dapat dipisahkan karena perubahan nilai suatu variabel tidak selalu terjadi

Lebih terperinci

Analisis Regresi 2. Multikolinier & penanganannya

Analisis Regresi 2. Multikolinier & penanganannya Analisis Regresi 2 Pokok Bahasan : Multikolinier & penanganannya TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Mahasiswa dapat menjelaskan adanya multikolinieritas pada regresi linier berganda serta prosedur penanganannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Model Regresi Linier Ganda

TINJAUAN PUSTAKA. Model Regresi Linier Ganda TINJAUAN PUSTAKA Model Regresi Linier Ganda Hubungan antara y dan X dalam model regresi linier umum adalah y = X ß + e () dengan y merupakan vektor pengamatan pada peubah respon (peubah tak bebas) berukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Algoritma Cepat Penduga GS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Algoritma Cepat Penduga GS HASIL DAN PEMBAHASAN Algoritma Cepat Penduga GS Sebagaimana halnya dengan algoritma cepat penduga S, algoritma cepat penduga GS dikembangkan dengan mengkombinasikan algoritma resampling dan algoritma I-step.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Koreksi Pencaran Multiplikatif Data persen transmitan diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan FTIR pada 1866 bilangan gelombang yang berkisar antara 4000 400 cm -1. Grafik

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI DENGAN PENDEKATAN BAGGING MARS

PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI DENGAN PENDEKATAN BAGGING MARS PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI DENGAN PENDEKATAN BAGGING MARS Alif Yuanita 1, Bambang Widjanarko Otok 2, dan Sutikno 3 1 Mahasiswa Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2,3 Dosen Statistika,

Lebih terperinci

Oleh : Fuji Rahayu W ( )

Oleh : Fuji Rahayu W ( ) Oleh : Fuji Rahayu W (1208 100 043) JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2012 Indonesia sebagai negara maritim Penduduk Indonesia

Lebih terperinci

MODEL REGRESI NONPARAMETRIK SPLINE TRUNCATED PADA DATA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI INDONESIA. 1. Pendahuluan

MODEL REGRESI NONPARAMETRIK SPLINE TRUNCATED PADA DATA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI INDONESIA. 1. Pendahuluan MODEL REGRESI NONPARAMETRIK SPLINE TRUNCATED PADA DATA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI INDONESIA Kornelius Ronald Demu, Dewi Retno Sari Saputro, Purnami Widyaningsih Program Studi Matematika FMIPA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Data 5 korelasi diri, dan plot korelasi diri parsial serta uji Augmented Dickey- Fuller b. Identifikasi Model dengan metode Box-Jenkins c. Pemutihan deret input d. Pemutihan deret output berdasarkan hasil pemutihan

Lebih terperinci

MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINES (MARS) UNTUK KLASIFIKASI STATUS KERJA DI KABUPATEN DEMAK Kishartini 1, Diah Safitri 2, Dwi Ispriyanti 3

MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINES (MARS) UNTUK KLASIFIKASI STATUS KERJA DI KABUPATEN DEMAK Kishartini 1, Diah Safitri 2, Dwi Ispriyanti 3 ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 711-718 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINES (MARS) UNTUK KLASIFIKASI

Lebih terperinci

BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER

BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER 21 BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER 3.1 Model Variasi Kalender Liu (Kamil 2010: 10) menjelaskan bahwa untuk data runtun waktu yang mengandung efek variasi kalender, dituliskan pada persamaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. : Ukuran sampel telah memenuhi syarat. : Ukuran sampel belum memenuhi syarat

BAB II LANDASAN TEORI. : Ukuran sampel telah memenuhi syarat. : Ukuran sampel belum memenuhi syarat BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uji Kecukupan Sampel Dalam melakukan penelitian ini yang berhubungan dengan kecukupan sampel maka langkah awal yang harus dilakukan adalah pengujian terhadap jumlah sampel. Pengujian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data panel ini, penulis menggunakan definisi, teorema dan konsep dasar yang berkaitan dengan pendugaan parameter,

Lebih terperinci

Universitas Negeri Malang

Universitas Negeri Malang 1 Penerapan Metode Regresi New Stepwise untuk Mengetahui Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Metallic Box (Studi Kasus di PT. PINDAD (Persero) Turen) Universitas Negeri Malang E-mail: Nisahidayatul@gmail.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tujuan Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tujuan Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi Cobb-Douglas dengan galat aditif merupakan salah satu fungsi produksi yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan antara hasil produksi dan faktor-faktor produksi.

Lebih terperinci

Aplikasi Spline Kuadrat Terkecil dalam Pemodelan Pertumbuhan Anak Berdasarkan Indeks Antropometri

Aplikasi Spline Kuadrat Terkecil dalam Pemodelan Pertumbuhan Anak Berdasarkan Indeks Antropometri Vol. 6, No.1, 0-8, Juli 009 Aplikasi Spline Kuadrat Terkecil dalam Pemodelan Pertumbuhan Anak Berdasarkan Indeks Antropometri Wahidah Sanusi Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi model pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisis Regresi 1. Pokok Bahasan Pengujian pada Regresi Ganda

Analisis Regresi 1. Pokok Bahasan Pengujian pada Regresi Ganda Analisis Regresi Pokok Bahasan Pengujian pada Regresi Ganda Model Regresi Linier Berganda Model Regresi Linier Berganda, dengan k peubah penjelas : Y β β X β X β X k k Parameter regresi sebanyak k+ diduga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dari data sembilan indikator

Lebih terperinci

ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN UNTUK DATA KEMISKINAN. Rita Rahmawati 1, Anik Djuraidah 2.

ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN UNTUK DATA KEMISKINAN. Rita Rahmawati 1, Anik Djuraidah 2. ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN UNTUK DATA KEMISKINAN Rita Rahmawati 1, Anik Djuraidah 2 1) Program Studi Statistika, FMIPA Universitas Diponegoro 2) Jurusan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINE (MARS) UNTUK MENENTUKAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASA STUDI MAHASISWA FPMIPA UPI

PENERAPAN METODE MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINE (MARS) UNTUK MENENTUKAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASA STUDI MAHASISWA FPMIPA UPI PENERAPAN METODE MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINE (MARS) UNTUK MENENTUKAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASA STUDI MAHASISWA FPMIPA UPI Mardiah Annur, Jarnawi Afgani Dahlan, Fitriani Agustina Departemen

Lebih terperinci

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah Vol. 9, No., 9-5, Januari 013 Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah Fitriani, Erna Tri Herdiani, M. Saleh AF 1 Abstrak Dalam analisis deret waktu

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : 1 7 ISBN :

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : 1 7 ISBN : Hal : 1 7 ISBN : 978-62-8853-29-3 MODEL LINIER BERDASARKAN SEBARAN GAMMA DENGAN REGULARISASI PERSENTIL L1 DAN L2 UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN EKSTRIM (Linear Model based on Gamma Distribution with Percentile

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 menguji kelayakan model sehingga model sementara tersebut cukup memadai. Salah satu caranya adalah dengan menganalisis galat (residual). Galat merupakan selisih antara data observasi dengan data hasil

Lebih terperinci

KOEFISIEN DETERMINASI REGRESI FUZZY SIMETRIS UNTUK PEMILIHAN MODEL TERBAIK. Iqbal Kharisudin. Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang

KOEFISIEN DETERMINASI REGRESI FUZZY SIMETRIS UNTUK PEMILIHAN MODEL TERBAIK. Iqbal Kharisudin. Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang KOEFISIEN DETERMINASI REGRESI FUZZY SIMETRIS UNTUK PEMILIHAN MODEL TERBAIK S-33 Iqbal Kharisudin Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Email: iqbal_kh@staff.unnes.ac.id Abstrak: Dalam analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi merupakan suatu teknik statistika untuk menyelidiki dan

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi merupakan suatu teknik statistika untuk menyelidiki dan TINJAUAN PUSTAKA Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi merupakan suatu teknik statistika untuk menyelidiki dan memodelkan hubungan diantara peubah-peubah, yaitu peubah tak bebas (respon) dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL HOLT-WINTER DAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL HOLT-WINTER DAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL HOLT-WINTER DAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK 3.1 Metode Pemulusan Eksponensial Holt-Winter Metode rata-rata bergerak dan pemulusan Eksponensial dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

3. PENENTUAN DOMAIN GCM DALAM PENYUSUNAN MODEL STATISTICAL DOWNSCALING

3. PENENTUAN DOMAIN GCM DALAM PENYUSUNAN MODEL STATISTICAL DOWNSCALING 3. PENENTUAN DOMAIN GCM DALAM PENYUSUNAN MODEL STATISTICAL DOWNSCALING 3.1. Pendahuluan Domain GCM berperan penting dalam pemodelan SD. Data pada domain ini dijadikan sebagai faktor yang menentukan pendugaan

Lebih terperinci

Korelasi Linier Berganda

Korelasi Linier Berganda Korelasi Linier Berganda Analisa Korelasi Untuk mengukur "seberapa kuat" atau "derajat kedekatan yang terjadi antar variabel. Ingin mengetahui derajat kekuatan tersebut yang dinyatakan dalam koefisien

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT Model fungsi transfer multivariat merupakan gabungan dari model ARIMA univariat dan analisis regresi berganda, sehingga menjadi suatu model yang mencampurkan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis hubungan fungsional antara variabel prediktor ( ) dan variabel

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis hubungan fungsional antara variabel prediktor ( ) dan variabel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan fungsional antara variabel prediktor ( ) dan variabel respon ( ), dimana

Lebih terperinci

PEMILIHAN PARAMETER PENGHALUS DALAM REGRESI SPLINE LINIER. Agustini Tripena Br.Sb.

PEMILIHAN PARAMETER PENGHALUS DALAM REGRESI SPLINE LINIER. Agustini Tripena Br.Sb. JMP : Volume 3 Nomor 1, Juni 2011 PEMILIHAN PARAMETER PENGHALUS DALAM REGRESI SPLINE LINIER Agustini Tripena Br.Sb. Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Indonesia ABSTRAK.

Lebih terperinci

DATA DAN METODE. Peubah yang digunakan dalarn penelitian adalah rata - Sandkan ( ), dan Rembiga-Ampenan ( ),

DATA DAN METODE. Peubah yang digunakan dalarn penelitian adalah rata - Sandkan ( ), dan Rembiga-Ampenan ( ), DATA DAN METODE Peublah Respon dan Prediktor Peubah yang digunakan dalarn penelitian adalah rata - bular~an dari 3 (tiga) tipe hujan yaitu :(a) tipe monsoon meliputi TI Sandkan (1 958-1996), dan Rembiga-Ampenan

Lebih terperinci

BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)

BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) 3.1 Data Spasial Data spasial memuat informasi tentang atribut dan informasi lokasi. Sedangkan data bukan spasial (aspatial data) hanya memuat informasi

Lebih terperinci

Analisis Regresi 2. Pokok Bahasan : Asumsi sisaan dan penanganannya

Analisis Regresi 2. Pokok Bahasan : Asumsi sisaan dan penanganannya Analisis Regresi 2 Pokok Bahasan : Asumsi sisaan dan penanganannya Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan asumsi-asumsi yang melandasi analisis regresi linier sederhana dan berganda,

Lebih terperinci

BAB III GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE. Model GSTAR adalah salah satu model yang banyak digunakan untuk

BAB III GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE. Model GSTAR adalah salah satu model yang banyak digunakan untuk BAB III GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE 3.1 Indeks Gini Model GSTAR adalah salah satu model yang banyak digunakan untuk memodelkan dan meramalkan data deret waktu dan lokasi. Model ini merupakan

Lebih terperinci

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

Bab IV. Metode dan Model Penelitian Bab IV Metode dan Model Penelitian 4.1 Spesifikasi Model Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti adalah pengaruh real exchange rate, pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan ekonomi Jepang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis Regresi adalah analisis statistik yang mempelajari bagaimana memodelkan sebuah model fungsional dari data untuk dapat menjelaskan ataupun meramalkan suatu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 2 5. Pemilihan Pohon Contoh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan tabel volume ini adalah jenis nyatoh (Palaquium spp.). Berikut disajikan tabel penyebaran pohon contoh

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank Indonesia. Sampel adalah wakil dari populasi yang diteliti. Dalam

Lebih terperinci

Kurniawati, Sri Sulistijowati Handajani, dan Purnami Widyaningsih Program Studi Matematika FMIPA UNS

Kurniawati, Sri Sulistijowati Handajani, dan Purnami Widyaningsih Program Studi Matematika FMIPA UNS PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE DENGAN PEMBOBOT INVERS JARAK DAN NORMALISASI KORELASI SILANG PADA LAJU INFLASI DI KOTA SURAKARTA, YOGYAKARTA, DAN SURABAYA Kurniawati,

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN METODE REGRESI NON PARAMETRIK B-SPLINE

ANALISIS INFLASI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN METODE REGRESI NON PARAMETRIK B-SPLINE ANALISIS INFLASI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN METODE REGRESI NON PARAMETRIK B-SPLINE SKRIPSI Oleh : ALVITA RACHMA DEVI 24010210120017 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci