PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DENGAN METODE PRINCIPAL COMPONENT REGRESSION (PCR) DAN PROJECTION PURSUIT REGRESSION (PPR)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DENGAN METODE PRINCIPAL COMPONENT REGRESSION (PCR) DAN PROJECTION PURSUIT REGRESSION (PPR)"

Transkripsi

1 PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DENGAN METODE PRINCIPAL COMPONENT REGRESSION (PCR) DAN PROJECTION PURSUIT REGRESSION (PPR) 1 Meika Anitawati, 2 Sutikno 1 Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS 2 Dosen Pembimbing, Staff Pengajar Jurusan Statistika FMIPA-ITS 1 mei_k@ statistika.its.ac.id, 2 sutikno@statistika.its.ac.id Abstrak Pemodelan Statistical Downscaling (SD) disusun berdasarkan adanya hubungan fungsional antara skala lokal (respon) dengan skala global GCM (General Circulation Model) sebagai variabel prediktor seperti pada model regresi. Namun, terdapat beberapa permasalahan dalam pemodelan SD, salah satu diantaranya adalah reduksi dimensi. Pada penelitian ini, metode reduksi dimensi yang digunakan adalah Principal Component Analysis (PCA). Kemudian hasil reduksi dimensi PCA yang disebut dengan komponen-komponen utama akan digunakan dalam pemodelan SD menggunakan metode Principal Component Regression (PCR) dan Projection Pursuit Regression (PPR). Kedua metode tersebut kemudian dibandingkan dengan kriteria RMSEP dan R 2 prediction untuk mendapatkan model terbaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa validasi pemodelan SD dengan metode PPR memberikan hasil dugaan yang lebih baik dibandingkan metode PCR terutama untuk domain 3x3 dan 8x8 dengan nilai rata-rata RMSEP = 82,1 dan R 2 prediction =68,3% untuk domain 3x3 dan rata-rata RMSEP = 81,5 dan R 2 prediction =68,5% untuk domain 8x8. Kata Kunci : GCM, Statistical Downscaling, PCA, PCR, dan PPR. 1. Pendahuluan Proyeksi iklim menggunakan General Circulation Model (GCM) berguna untuk mengetahui dan memahami sistem iklim. GCM merupakan alat prediksi utama iklim dan cuaca secara numerik dan sebagai sumber informasi primer untuk menilai pengaruh perubahan iklim (Wigena, 2006). Kemampuan GCM adalah mensimulasikan iklim pada masa lampau, sekarang, dan memprediksi perubahan-perubahan iklim di masa mendatang. Namun informasi GCM masih berskala global dan beresolusi terlalu rendah untuk memprediksi iklim lokal, sehingga untuk memperoleh informasi skala lokal atau regional digunakan teknik statistical downscaling. Statistical downscaling (SD) adalah proses downscaling yang bersifat statik dimana data pada grid-grid berskala besar dalam periode dan jangka waktu tertentu digunakan sebagai dasar untuk menentukan data pada grid yang berskala kecil (Wigena, 2006). Teknik SD digunakan untuk pemanfaatan kajian iklim, salah satu kegunaannya yaitu untuk memprediksi curah hujan pada skala lokal berdasarkan data GCM berskala global. Salah satu keuntungan utama dari teknik ini adalah komputasinya lebih murah dan dapat dengan mudah diaplikasikan pada luaran berbagai simulasi dan eksperimen berbasis GCM (Sutikno, 2008). Terdapat beberapa permasalahan dalam pemodelan SD, salah satu diantaranya adalah reduksi dimensi. Pada penelitian ini, metode reduksi dimensi yang digunakan adalah Principal Component Analysis (PCA). Selanjutnya hasil reduksi dimensi PCA yang disebut dengan komponen-komponen utama digunakan dalam pemodelan SD menggunakan metode Principal Component Regression (PCR) dan Projection Pursuit Regression (PPR). Penggunaan metode PPR ini sesuai dengan pola data GCM dan curah hujan yang bersifat nonlinear, tidak berdistribusi normal, atau tidak mempunyai sebaran yang baku. Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun model SD data curah hujan bulanan dengan data luaran GCM dengan metode PCR dan PPR, kemudian membandingkan hasil kinerja kedua metode tersebut dengan kriteria RMSEP dan R 2 prediction untuk mendapatkan model terbaik. 1

2 2. Tinjauan Pustaka Pada bagian ini akan dijelaskan tentang teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain Principal Component Analysis (PCA), Projection Pursuit Regression (PPR), dan Statistical Downscaling. Principal Component Analysis (PCA) Principal Component Analysis (PCA) adalah suatu prosedur untuk mereduksi dimensi data melalui transformasi variabel-variabel asal yang berkorelasi menjadi sekumpulan variabel baru yang tidak berkorelasi. Variabel-variabel baru itu disebut dengan komponen utama atau principal component (PC). Misalkan vektor random = [X 1,X 2,, X p ] yang terdiri atas sejumlah observasi sebanyak p variabel, maka PC adalah kombinasi linear dari p variabel tersebut yang merupakan sistem koordinat baru yang didapat dari hasil rotasi sistem asal X 1, X 2,, X p sebagai sumbu koordinat. Sumbu baru (Z 1, Z 2,, Zp) merupakan arah dengan variabilitas maksimum yang memberikan struktur kovariansi yang lebih sederhana dan Z 1, Z 2,, Zp adalah PC yang tidak berkorelasi (Johnson dan Winchern, 2002). PC dapat diperoleh dari pasangan eigenvalue-eigenvektor matriks kovarian maupun matriks korelasi. Selanjutnya bila Σ adalah matriks varian-kovarian dari vektor random = [X 1,X 2,, X p ], Σ didapatkan berdasarkan rumus, = µ µ (1) dengan µ= = observasi ke-i n = jumlah observasi dan Σ memiliki pasangan eigen value-eigen vektor,,, dengan 0. Maka model PC dapat ditulis sebagai berikut : = = = = = = (2) dengan: Z 1 = PC pertama, yang mempunyai varians terbesar Z 2 = PC kedua, yang mempunyai varians terbesar kedua Z p = PC ke-p, yang mempunyai varians terbesar ke-p X 1 = variabel asal pertama X 2 = variabel asal kedua X p = variabel asal ke-p dan diperoleh: = =1,2,. (3), = (4) PC tidak berkorelasi dan mempunyai varians yang sama dengan eigenvalue dari Σ, sehingga: = = = (5) Apabila total variansi populasi adalah = + + +, maka: Proporsi varian ke-i = Apabila PC yang diambil sebanyak k dengan (k<p), maka: (6) Proporsi varian k PC = (7) Apabila yang digunkan di awal adalah matriks kovariansi dari data yang distandarkan, karena diagonal utama matriks berisi nilai satu, maka total variansi populasi untuk variabel distandarkan adalah p, yang merupakan jumlah elemen diagonal matriks ρ. Sehingga: 2

3 Proporsi varian ke-i = λ p i (8) Projection Pursuit Regression (PPR) Model Projection Pursuit Regression (PPR) termasuk kategori model berbasis regresi nonlinear, nonparametrik, berbasis proyeksi, dan tidak mempunyai bentuk model yang baku serta tidak memerlukan asumsi yang ketat seperti pada model regresi parametrik. Penggunaan model PPR dapat mengatasi masalah-masalah pada rataan lokal, fungsi polinomial, dan recursive partitioning, yaitu dengan cara menggunakan sejumlah fungsi pemulus dari hasil proyeksi atau reduksi dimensi (Friedman dan Stuetzle, 1989). Pemodelan PPR diawali dengan memaksimumkan indeks proyeksi, menentukan fungsi-fungsi variabel tunggal secara empirik berdasarkan proyeksi-proyeksi optimum, serta menjumlahkan fungsifungsi tersebut. Metode PPR dapat melakukan pendugaan dengan fungsi-fungsi ridge yang kontinu dan f dengan penjumlahan sebanyak M fungsi ridge, dengan M<p. Berdasarkan Friedman dan Stuetzle (1989) algoritma pembentukan model PPR adalah sebagai berikut : 1. Penentuan nilai awal residual dan nilai M (banyaknya fungsi). r i y i, i=1,2,...,n M 0 dengan y i =0 (variabel respon dibakukan). 2. Penentuan α dan fungsi S α dalam model. Untuk kombinasi linear Z = α m X, tentukan fungsi pemulus S α (Z) sesuai dengan nilai-nilai Z. Gunakan indeks proyeksi I(α), pada persamaan berikut: =1 (9) Kemudian, tentukan vektor koefisien α M+1 yang memaksimumkan I(α) atau α M+1 = argmax α (I(α)) dan fungsi pemulusnya, S (z). α M Akhir algoritma. Jika I(α) lebih kecil dari nilai threshold, maka stop; jika tidak, ubah nilai residual dan nilai M sebagai berikut, kemudian lanjutkan ke langkah 2. r i r i - S α (Z), i=1,2,...,n M M+1. Hubungan antara variabel respon dan Z dengan fumgsi pemulus dapat ditulis dalam bentuk umum sebagai berikut: = + (10) Nilai ditentukan berdasrkan rataan lokal, yaitu: = (11) dengan bandwith (lebar jendela) k tertentu dan AVE merupakan median atau rata-rata. Pemilihan nilai k sangat menentukan keragaman penduga dan besarnya bias, nilai k yang terlalu besar akan memperbesar bias, sedangkan nilai k yang terlalu kecil akan memperbesar ragam penduga. Hall (1989) diacu dalam Wigena (2006) menguraikan model PPR secara matematik berdasarkan fungsi kernel (kernel-based PPR) dan sifat penduga PP. Berikut adalah pendugaan PP untuk mendapatkan proyeksi pertama Apabila S( ) merupakan fungsi pemetaan R p R, f( ) adalah fungsi kepekatan dalam R p, dan X adalah variabel acak berdimensi p, maka untuk suatu skalar z adalah, = { =} (12) Proyeksi pertama terhadap f(x) adalah fungsi x = z dengan meminimumkan L(α), yaitu = [{ } ] (13) maka penduga α 1 akan meminimumkan penduga L(α), yaitu: = (14) sehingga penduga proyeksi pertamanya adalah : = (15) 3

4 Penduga S z konvergen terhadap S z dan konsisten, dengan juga konvergen terhadap α. Bentuk model SD adalah: = + (16) dengan t=1,2,...,n; g=1,2,...,p sedangkan untuk model PPR adalah: =+ + (17) dengan: = suatu fungsi yang tidak diketahui; α m = (α m1, α m2,..., α mp ) = vektor satuan (arah projection pursuit); X tg = (x t1, x t2,..., x tp ) = variabel prediktor; = rata-rata variabel respon; y t = variabel respon; ε t = faktor acak dengan E(ε t ) = 0 dan Var(ε t ) = σ 2 ; X tg dan ε t bebas. Validasi Model Kriteria kebaikan model untuk validasi dapat menggunakan nilai Root Mean Square Error Prediction (RMSEP). RMSEP adalah nilai varians dari residual yang dapat menunjukkan keakuratan suatu model. RMSEP mempunyai nilai minimal 0, semakin kecil nilai RMSEP menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai dugaan hasil pemodelan dengan data aktualnya semakin kecil pula. Sehingga model yang terbaik adalah model dengan nilai RMSEP terkecil. Nilai RMSEP diperoleh dengan menggunakan rumus: = (18) Selain itu, kriteria kebaikan model lainnya yang juga dapat digunakan adalah nilai R 2 prediction atau disebut dengan koefisien determinasi. Koefisien determinasi menunjukkan proporsi keragaman total nilai-nilai variabel respon yang dapat diterangkan oleh variabel prediktor dalam model yang digunakan. Nilai R 2 prediction berkisar antara 0 sampai 1, atau 0% sampai 100%. Semakin besar R 2 prediction, maka semakin baik model yang didapatkan. Nilai R 2 prediction diperoleh dengan menggunakan rumus: dengan : = nilai variabel respon pada data validasi ke- i = nilai dugaan pada data validasi ke- i = nilai rata-rata variabel respon n 2 = banyaknya pengamatan out sample = (19) Statistical Downscaling (SD) Statistical downscaling (SD) adalah proses downscaling yang bersifat statik dimana data pada grid-grid berskala besar dalam periode dan jangka waktu tertentu digunakan sebagai dasar untuk menentukan data pada grid yang berskala kecil (Wigena, 2006). Pendekatan SD disusun berdasarkan adanya hubungan fungsional antara skala lokal (respon) dengan skala global GCM (General Circulation Model) sebagai variabel prediktor seperti pada model regresi. Model SD merupakan suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara sirkulasi atmosfer global dengan unsur-unsur iklim lokal. Secara umum bentuk model matematisnya adalah sebagai berikut: =+ε (20) dengan: y: variabel respon (variabel-variabel regional dan lokal) X: variabel prediktor (variabel iklim skala-besar ) ε: sisaan 4

5 Pemilihan variabel prediktor pada data GCM sebaiknya berdasarkan adanya korelasi yang kuat antara variabel tersebut dengan curah hujan. Model SD akan memberikan hasil yang baik apabila ketiga syarat berikut terpenuhi, yaitu (Busuioc et al., 2001 dalam Wigena, 2006): 1. Hubungan erat antara respon dengan prediktor yang menjelaskan keragaman iklim lokal dengan baik. 2. Variabel prediktor disimulasikan dengan baik oleh GCM 3. Hubungan antara respon dengan prediktor tidak berubah dengan perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim. Selain hal tersebut di atas, model SD sangat kompleks. Kompleksitas model ini terjadi karena berbagai kemungkinan, yaitu banyaknya variabel X, adanya kasus multikolinearitas dan autokorelasi, serta adanya pola nonlinear. Semakin banyak variabel y, variabel x, dan lapisan atmosfer dalam model, maka semakin kompleks model. Permasalahan lain dalam pemodelan SD yaitu pemilihan domain GCM yang seharusnya berhubungan kuat dengan variabel responnya. Domain GCM merupakan daerah asal yang akan digunakan sebagai objek penelitian. Penetuan domain mencakup grid-grid dengan lokasi dan luasan tertentu yang akan digunakan sebagai variabel prediktor dalam pemodelan SD. Grid atau petak wilayah dengan resolusi rendah (2,5 atau ± 300km) yang merepresentasikan keadaan iklim global. Data GCM dalam bentuk grid-grid menujukkan bahwa GCM merupakan salah satu contoh bentuk data spasial, yaitu data yang berkaitan dengan keruangan. Pada umumnya penentuan domain ditetapkan dengan grid-grid persegi atau bujur sangkar dengan ukuran lebih dari satu grid dengan posisi ditengah-tengah lokasi variabel respon. Namun, penentuan domain masih bersifat subyektif meskipun berdasarkan nilai korelasi antara grid-grid dan lokasi pendugaan, sehingga diperlukan suatu metode penentuan domain yang lebih objektif. General Circulation Model (GCM) General Circulation Model (GCM) adalah suatu model berbasis komputer yang terdiri dari berbagai persamaan numerik dan deterministik yang terpadu dan mengikuti kaidah-kaidah fisika. GCM merupakan alat prediksi utama iklim dan cuaca secara numerik dan sebagai sumber informasi primer untuk menilai pengaruh perubahan iklim (Wigena, 2006). GCM dianggap sebagai model penting dalam upaya memahami iklim di masa lampau, sekarang, dan yang akan datang. Kemampuan GCM adalah mensimulasikan iklim pada masa lampau, sekarang, dan memprediksi perubahanperubahan iklim di masa mendatang. Berdasarkan Wigena (2006), model GCM yang ada antara lain GISS (Goddard Institute for Space Studies) dari NASA, GFDL (Geophysical Fluid Dynamic Laboratory) dari NOAA, UKMO (United Kingdom Meteorological Office), CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization) dari Australia, dan NCEP (National Centers for Environmental Prediction). Perbedaan dalam setiap model GCM yaitu dalam bentuk resolusi spasial dan persamaan untuk membangkitkan parameter-parameter atmosfir. Di Indonesia GCM telah dikembangkan untuk simulasi, prediksi, dan pembuatan skenario iklim. GCM juga telah dimanfaatkan untuk mempelajari variabilitas iklim dan mengkaji dampak perubahan iklim. Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian pemodelan SD yang telah yang telah dikembangkan antara lain menggunakan regresi PC (PCR) dan regresi ROBPCA (Khotimah, 2009), regresi kontinum (Purnomoadi et.al., 2009), regresi Bayes PCA (Lembang et al., 2009), dan Hybrid Multivariate Adaptive Regression Splines dan Time Series (HTS-MARS) (Effendi, 2009). Penelitian pemodelan SD tersebut menggunakan data luaran GCM meliputi variabel precipitable water (prw), tekanan permukaan laut (slp), komponen angin meridional (va), komponen zonal (ua), ketinggian geopotensial (zg), dan kelembaban spesifik (hus). Penelitian Khotimah (2009) pada data curah hujan di Kabupaten Indramayu diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil validasi model SD menggunakan metode regresi PCA dan regresi ROBPCA, namun secara umum metode regresi PCA cenderung menghasilkan dugaan yang lebih baik dibanding dengan regresi ROBPCA. Hasil penelitian Purnomoadi et al. (2009) diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada kekonsistenan pada regresi kontinum, karena tidak ada perbedaan yang signifikan berdasarkan nilai RMSEP dan R 2 -nya diantara kedua stasiun yang diteliti yaitu stasiun hujan di Pontianak dan Ambon. Pemodelan SD 5

6 dengan metode regresi Bayes PCA pada data curah hujan di Stasiun Idramayu (Lembang et al., 2009) diperoleh kesimpulan bahwa pendekatan regresi Bayes PCA lebih baik dari pada metode PCR apabila dilihat dari nilai RMSEP, sedangkan untuk R 2 prediction kisarannya hampir sama. Penelitian Effendi (2009) dengan menggunakan metode Hybrid Multivariate Adaptive Regression Splines dan Time Series (HTS-MARS) pada data curah hujan di Stasiun Losarang diperoleh kesimpulan bahwa metode HTS-MARS mempunyai nilai R 2 yang lebih besar daripada PCR. Hasil ini memberikan gambaran bahwa metode HTS MARS berpotensi meningkatkan akurasi ramalan dalam pemodelan SD. Wigena (2006) menggunakan metode PPR untuk peramalan curah hujan di Kabupaten Indramayu dengan satu variabel GCM yaitu presipitasi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pendugaan curah hujan bulanan dengan model PPR lebih akurat dan pola nilai dugaannya lebih mendekati pola data aktualnya daripada model PCR. 3. Metodologi Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data luaran GCM model CSIRO-Mk3 dari Australia dengan periode tahun Domain yang digunakan berlokasi tepat ditengah-tengah Kabupaten Indramayu dengan ukuran yaitu, domain 3x3, 8x8, dan 12x12. Penelitian ini juga menggunakan data curah hujan di lima stasiun di Kabupaten Indramayu meliputi Sumurwatu, Kroya, Losarang, Juntinyuat, dan Indramayu selama periode tahun Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah data luaran GCM CSIRO- Mk3 yang merupakan variabel prediktor meliputi: precipitable water (prw), tekanan permukaan laut (slp), komponen angin meridional (va), komponen zonal (ua), ketinggian geopotensial (zg), dan kelembaban spesifik (hus) dengan ketinggian (level) yang berbeda-beda yaitu 850 hpa, 500 hpa, dan 200 hpa. Maka, keseluruhan total variabel GCM yang digunakan adalah 17 variabel. Variabel respon yang digunakan untuk memodelkan data luaran GCM CSIRO-Mk3 adalah data curah hujan bulanan meliputi stasiun: Sumurwatu, Kroya, Losarang, Juntinyuat, dan Indramayu. Tahapan analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mereduksi tiap variabel GCM dengan metode Principal Component Analysis (PCA). 2. Melakukan reduksi dimensi keseluruhan variabel GCM yang telah tereduksi pada tahap 1, kemudian menyusun model SD dengan metode Principal Component Regression (PCR). 3. Menyusun model SD dengan metode PPR dengan langkah awal menentukan nilai m (banyak fungsi) 4. Melakukan validasi model. Data yang digunakan validasi adalah data tahun Membandingkan model yang telah didapat dengan metode PCR dan PPR dengan kriteria RMSEP dan R 2 prediction untuk mendapatkan model terbaik. 4. Analisis dan Pembahasan Pada bagian ini akan dijelaskan analisis yang dilakukan, yaitu dengan metode PCR dan PPR untuk pemodelan Statistical Downscaling. Namun, sebelum dilakukan pemodelan, dilakukan terlebih dahulu reduksi dimensi data luaran GCM dengan metode PCA. Reduksi Dimensi dengan Principal Component Analysis (PCA) Reduksi dimensi merupakan langkah awal dalam pemodelan SD yang dilakukan untuk mengatasi masalah dimensi tinggi dan multikolinearitas pada data luaran GCM. PCA merupakan salah satu metode reduksi dimensi data yang dapat mengatasi masalah multikolinearitas. Metode PCA menghasilkan variabel baru independent yang disebut komponen utama (PC). Jumlah komponen utama yang terbentuk memiliki keragaman 85% (Khotimah, 2009 dan Suprapti, 2009). Reduksi dimensi dengan metode PCA dilakukan pada tiap level dan domain (grid) yang berbeda untuk semua variabel GCM. Dalam variabel luaran GCM setiap grid merupakan variabel prediktor, sehingga untuk domain 3x3, terdapat 9 variabel prediktor, untuk domain 8x8 terdapat 64 variabel prediktor, dan untuk domain 12x12 terdapat 144 variabel prediktor untuk setiap variabel luaran GCM. Tabel 4.1 menyajikan jumlah komponen utama (PC) dan keragaman yang dapat dijelaskan oleh PC yang terbentuk untuk setiap variabel GCM pada domain 3x3, 8x8, dan 12x12. 6

7 No. Tabel 1 Jumlah PC Optimal dan Keragaman Kumulatif Variabel GCM Domain 3x3 Domain 8x8 Domain 12x12 Variabel Kerg. Kerg. Kerg. Jml PC Kum. Jml PC Kum. Jml PC Kum. (*) (*) (*) 1 HUSS 3 0, , ,852 2 HUS , , ,909 3 HUS , , ,855 4 HUS , , ,88 5 PRW 1 0, , ,896 6 SLP 1 0, ,87 2 0,957 7 UAS 1 0, , ,876 8 UA , , ,974 9 UA , , , UA , , , VAS 1 0, , , VA , , , VA , , , VA , , , ZG , , , ZG , , , ZG , , ,898 *) Keragaman Kumulatif PC Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar jumlah komponen utama optimal yang terbentuk pada domain 3x3 adalah satu komponen utama, kecuali variabel HUSS dan VA850. Pada domain 8x8, komponen utama optimal yang terbentuk berkisar antara satu sampai dengan tiga komponen utama, kecuali variabel HUSS yang terbentuk dengan enam komponen utama. Pada domain 12x12, komponen utama optimal yang terbentuk berkisar antara satu sampai dengan lima komponen utama, kecuali variabel HUSS. Dapat diketahui pula bahwa jumlah komponen utama yang terbentuk untuk variabel HUSS terbanyak dibanding dengan variabel GCM lainnya. Secara umum, semakin besar luasan domain maka semakin banyak komponen utama yang terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa kedekatan antar grid semakin berkorelasi. Namun untuk variabel ZG200, ZG500, dan ZG850 semakin luas domain ternyata tidak mempengaruhi banyaknya komponen utama yang terbentuk. Pada Tabel 1 dapat diketahui pula bahwa variabel HUSS membutuhkan komponen utama terbanyak dibanding dengan variabel lainnya. Pemodelan SD dengan Principal Component Regression (PCR) Tahap awal dalam pemodelan SD dengan metode PCR adalah melakukan reduksi dimensi keseluruhan variabel GCM yang telah direduksi secara spasial. Reduksi dimensi keseluruhan variabel GCM dilakukan untuk mengatasi masalah multikolinearitas yang terjadi antar variabel GCM. Hasil keseluruhan reduksi spasial variabel GCM pada domain 3x3 adalah 20 variabel, pada domain 8x8 adalah 34 variabel, dan pada domain 12x12 adalah 48 variabel. Hasil reduksi dimensi keseluruhan variabel GCM pada domain 3x3, 8x8, dan 12x12 dengan jumlah komponen utama masing-masing secara berurut adalah 7, 12, dan 15 komponen. Maka variabel prediktor yang digunakan dalam pemodelan SD dengan metode PCR pada domain 3x3 adalah 7 variabel, pada domain 8x8 adalah 12 variabel, dan pada domain 12x12 adalah 15 variabel. Variabel respon yang digunakan yaitu data curah hujan meliputi stasiun Sumurwatu, Kroya, Losarang, Juntinyuat, dan Indramayu. Tabel 2 menyajikan model PCR pada domain 8x8. 7

8 Stasiun Sumurwatu Kroya Losarang Juntinyuat Indramayu Tabel 2 Model SD dengan Metode PCR pada Domain 8x8 Model = 134,46-21,12 PC1 + 17,38 PC2-6,93 PC3-3,41 PC4-5,55 PC5 + 8,63 PC6-2,66 PC7 + 5,03 PC8 + 7,75 PC9 + 8,12 PC10-7,78 PC11 + 0,42 PC12 = 123,92-18,03 PC1 + 20,67 PC2-12,09 PC3-2,52 PC4-7,66 PC5 + 10,67 PC6-7,60 PC7 + 2,83 PC8 + 4,57 PC9 + 1,73 PC10-1,19 PC11 + 1,73 PC12 = 121,67-20,85 PC1 + 14,05 PC2-8,63 PC3-4,36 PC4-11,45 PC5 + 14,54 PC6-0,21 PC7 + 4,48 PC8 + 7,96 PC9 + 11,25 PC10-8,14 PC11 + 0,59 PC12 = 125,92-20,32 PC1 + 10,36 PC2-10,09 PC3-9,86 PC4 + 0,07 PC5 + 2,09 PC6-0,47 PC7 + 11,78 PC8 + 10,03 PC9 + 7,99 PC10-10,24 PC11-8,76 PC12 = 145,21-26,79 PC1 + 9,05 PC2-9,13 PC3-10,59 PC4-14,10 PC5 + 15,44 PC6 + 1,93 PC7 + 7,45 PC8 + 16,48 PC9 + 15,37 PC10-9,18 PC11 + 5,81 PC12 Untuk validasi pemodelan SD digunakan data outsample pada tahun 2000 yang dilakukan dengan perbandingan nilai RMSEP dan R 2 prediction. Model terbaik merupakan model dengan nilai RMSEP terkecil dan R 2 prediction terbesar. Tabel 3 menyajikan nilai RMSEP dan R 2 prediction pada tiap domain dan stasiun. Tabel 3 Nilai RMSEP dan R 2 prediction dengan Metode PCR Stasiun Domain 3x3 Domain 8x8 Domain 12x12 RMSEP R 2 pred RMSEP R 2 pred RMSEP R 2 pred Sumurwatu 115,90 46,0% 102,96 62,4% 102,61 62,7% Kroya 96,37 55,3% 90,38 59,5% 89,60 54,4% Losarang 93,41 25,8% 83,09 41,2% 85,32 41,0% Juntinyuat 117,42 11,5% 109,89 18,7% 115,72 14,4% Indramayu 151,45 24,8% 143,04 33,2% 142,31 32,3% Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa tidak terdapat kekonsistenan antara nilai RMSEP dan R 2 prediction terhadap luasan domain. Semakin luas domain tidak diikuti dengan meningkatnya nilai RMSEP dan menurunnya R 2 prediction. Bahkan untuk stasiun Sumurwatu, nilai RMSEP semakin menurun dan R 2 prediction semakin tinggi dengan bertambahnya luas domain. Nilai RMSEP untuk stasiun Sumurwatu pada domain 3x3, 8x8, dan 12x12 masing-masing bernilai 115,90; 102,96; dan 102,61. Stasiun Kroya dan Indramayu memiliki nilai RMSEP terendah terdapat pada domain 12x12. Sedangkan untuk stasiun Losarang dan Juntinyuat nilai RMSEP terendah terdapat pada domain 8x8 yaitu masing-masing sebesar 83,09 dan 109,89. Secara keseluruhan, nilai RMSEP tertinggi terdapat pada stasiun Indramayu dengan domain 3x3 sebesar 151,45 dan nilai RMSEP terendah terdapat pada stasiun Losarang dengan domain 8x8 sebesar 83,09. Untuk perbandingan nilai R 2 prediction, terdapat beberapa stasiun dengan nilai R 2 prediction tertinggi pada domain 8x8 meliputi stasiun Kroya, Losarang, Juntiyuat, dan Indramayu dengan nilai masingmasing 59,5%; 41,2%; 18,7%; dan 33,2%. Sedangkan untuk stasiun Sumurwatu, nilai R 2 prediction tertinggi terdapat pada domain 12x12. Secara keseluruhan, nilai R 2 prediction tertinggi terdapat pada stasiun Sumurwatu dengan domain 12x12 sebesar 62,7 dan nilai R 2 prediction terendah terdapat pada stasiun Juntinyuat dengan domain 3x3 sebesar 11,5%. Pemodelan SD dengan Projection Pursuit Regression (PPR) Pemodelan SD dengan metode PPR dilakukan dengan meregresikan data GCM baru hasil reduksi PCA sebagai variabel prediktor dan data curah hujan sebagai variabel respon. Tahap awal dalam proses pembentukan model PPR adalah menentukan proyeksi atau banyak fungsi yang akan disertakan dalam model. Dalam menentukan proyeksi dilakukan optimalisasi melalui simulasi banyak fungsi yang akan digunakan dalam model (m). Jumlah seluruh variabel prediktor pada domain 3x3 yang digunakan dalam model adalah 20 variabel dan digunakan simulasi dengan m= 3, 4, dan 5. Variabel prediktor pada domain 8x8 adalah 34 variabel dan digunakan simulasi dengan m= 4, 5, dan 6. Variabel prediktor pada domain 12x12 adalah 48 variabel dan digunakan simulasi dengan m= 5, 6, dan 8

9 7. Setiap stasiun menghasilkan nilai RMSEP dan R 2 prediction optimal dengan nilai m yang berbeda-beda dengan stasiun lainnya. Tabel 4 menyajikan model PPR pada domain 8x8 dengan nilai RMSEP dan R 2 prediction optimal. Tabel 4 Model SD dengan Metode PPR pada Domain 8x8 Stasiun Model Sumurwatu = 134,07+145, ,06 +93, ,37 Kroya = 123,11+123,49 +49,30 +46,90 +55,85 Losarang = 121,94+183, , , ,84 Juntinyuat = 126,08+140,61 +94, , ,28 +93,97 Indramayu = 146,12+221, , , ,20 Nilai RMSEP dan R 2 prediction optimal dengan metode PPR pada tiap stasiun untuk domain 3x3,8x8, dan 12x12 disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Nilai RMSEP dan R 2 prediction dengan Metode PPR Stasiun Domain 3x3 Domain 8x8 Domain 12x12 RMSEP R 2 pred RMSEP R 2 pred RMSEP R 2 pred Sumurwatu 85,44 70,4% 90,65 74,1% 120,22 41,6% Kroya 81,13 63,4% 38,51 93,0% 132,94 20,9% Losarang 62,15 73,6% 80,20 60,2% 107,47 36,2% Juntinyuat 85,71 63,3% 60,52 77,4% 125,74 21,9% Indramayu 96,06 70,8% 137,85 37,8% 203,79 27,6% Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak terdapat kekonsistenan antara nilai RMSEP dan R 2 prediction terhadap luasan domain. Namun, nilai RMSEP untuk stasiun Losarang dan Indramyu semakin meningkat dengan semakin luasnya domain yang diikuti dengan menurunnya nilai R 2 prediction. Pada stasiun Sumurwatu, Kroya, dan Juntinyuat nilai RMSEP tertinggi dan R 2 prediction terendah terdapat pada domain 12x12. Hasil validasi model terbaik dengan nilai RMSEP terendah dan R 2 prediction tertinggi untuk stasiun Sumurwatu, Kroya, dan Juntinyuat terdapat pada domain 8x8. Sedangkan untuk stasiun Losarang dan Indramayu, hasil validasi model terbaik terdapat pada domain 3x3. Hasil validasi model terbaik dengan metode PPR secara keseluruhan terdapat pada stasiun Kroya untuk domain 8x8 dengan nilai RMSEP = 38,51 dan R 2 prediction= 93%. Secara umum, validasi model dengan metode PPR untuk domain 3x3 dan 8x8 menunjukkan hasil yang cukup baik dengan R 2 prediction > 60%, namun validasi model PPR pada domain 12x12 menunjukkan hasil yang kurang memuaskan dengan nilai R 2 prediction < 45%. 9

10 Perbandingan Metode Pemodelan SD Hasil validasi pemodelan SD menggunakan metode PCR dan PPR pada tiap stasiun dan domain berdasarkan nilai RMSEP dan R 2 prediction disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Perbandingan Nilai RMSEP dan R 2 prediction dengan Metode PCR dan PPR Stasiun PCR PPR RMSEP R 2 pred RMSEP R 2 pred Domain 3x3 Sumurwatu 115,90 46,0% 85,44 70,4% Kroya 96,37 55,3% 81,13 63,4% Losarang 93,41 25,8% 62,15 73,6% Juntinyuat 117,42 11,5% 85,71 63,3% Indramayu 151,45 24,8% 96,06 70,8% Rata-rata 114,91 32,7% 82,10 68,3% St. Deviasi 20,73 15,8% 11,12 4,2% Domain 8x8 Sumurwatu 102,96 62,4% 90,65 74,1% Kroya 90,38 59,5% 38,51 93,0% Losarang 83,09 41,2% 80,2 60,2% Juntinyuat 109,89 18,7% 60,52 77,4% Indramayu 143,04 33,2% 137,85 37,8% Rata-rata 105,87 43,0% 81,55 68,5% St. Deviasi 23,27 18,3% 33,31 18,6% Domain 12x12 Sumurwatu 102,61 62,7% 120,22 41,6% Kroya 89,60 54,4% 132,94 20,9% Losarang 85,32 41,0% 107,47 36,2% Juntinyuat 115,72 14,4% 125,74 21,9% Indramayu 142,31 32,3% 203,79 27,6% Rata-rata 107,11 41,0% 138,03 29,6% St. Deviasi 22,99 18,9% 37,92 9,0% Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa pemodelan SD dengan metode PPR lebih baik daripada metode PCR, kecuali untuk domain 12x12. Pada domain 12x12, hasil validasi model PCR lebih baik daripada PPR. Namun, untuk stasiun Juntiyuat, hasil validasi model PPR pada domain 12x12 masih lebih baik dibandingkan dengan model PCR. Domain 8x8 cenderung berpotensi menghasilkan dugaan yang baik dibanding domain 3x3 dan 12x12 baik untuk metode PPR atau PCR, kecuali metode PPR untuk stasiun Indramayu pada domain 8x8 yang hasilnya kurang baik apabila dibandingkan dengan stasiun lain pada domain yang sama. Secara keseluruhan, hasil validasi model terbaik terdapat pada Stasiun Kroya pada domain8x8 dengan metode PPR yang menghasilkan nilai RMSEP = 38,51 dan R 2 prediction = 93%. 6. Kesimpulan dan Saran Hasil validasi pemodelan SD dengan metode PCR dan PPR diketahui bahwa tidak terdapat kekonsistenan antara nilai RMSEP dan R 2 prediction terhadap luasan domain. Model terbaik pada keseluruhan domain bergantung pada lokasi stasiun. Domain 8x8 cenderung berpotensi menghasilkan dugaan yang lebih baik dibanding domain 3x3 dan 12x12 baik untuk metode PPR maupun PCR. Untuk perbandingan hasil validasi pemodelan SD, metode PPR lebih baik daripada metode PCR, kecuali pada domain 12x12. Validasi model SD dengan metode PPR pada domain 3x3 dan 8x8 menghasilkan nilai RMSEP yang rendah dan diikuti dengan tingginya nilai R 2 prediction dengan nilai rata-rata RMSEP = 82,1 dan R 2 prediction =68,3% untuk domain 3x3 dan rata-rata RMSEP = 81,5 dan R 2 prediction =68,5% untuk domain 8x8. Sedangkan pada domain 12x12, hasil validasi metode PCR lebih 10

11 baik daripada PPR. Secara umum metode PPR berpotensi menghasilkan dugaan yang lebih baik dibanding metode PCR terutama pada domain 3x3 dan 8x8. Metode PPR dapat mengatasi salah satu permasalahan dalam pemodelan SD yaitu data GCM yang bersifat nonlinear. Namun diperlukan kajian lebih lanjut untuk menentukan banyaknya proyeksi atau fungsi yang disertakan dalam model (m), sehingga menghasilkan nilai R 2 yang tinggi dan stabil untuk semua lokasi penelitian. 7. Daftar Pustaka Effendi, B., Sutikno, Otok, W.B Hybrid Mars Time Series Pada Pemodelan Statistical Downscalling, Studi Kasus Stasiun Losarang. Prosiding Seminar Nasional Statistika ke-9,7 November 2009 Jurusan Statistika FMIPA ITS Surabaya. Friedman, J.H., dan Stuetzle, W Projection Pursuit Regression. Journal of American Statististical Association, 376: Hardle, W Applied Nonparametric Regression. New York: Cambridge University Press. Johnson, R.A., dan Wichern, D. W Applied Multivariate Statistical Analysis 5th Ed. New Jersey: Prentice Hall. Khotimah, K Reduksi Dimensi Robust dengan Estimator MCD Untuk Pra-Pemrosesan Data Pemodelan Statistical Downscaling [Tugas Akhir]. Surabaya: Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Lembang F.K., Setiawan, Sutikno Pengembangan Model Ramalan Curah Hujan Untuk Pemodelan Statistical Downscalling dengan Pendekatan Regresi Bayes PCA, Studi Kasus di Stasiun Indramayu. Prosiding Seminar Nasional Statistika ke-9,7 November 2009 Jurusan Statistika FMIPA ITS Surabaya. Purnomoadi, H., Setiawan, Sutikno Pemodelan Statistical Downscaling dengan Pendekatan Regresi Kontinum-PCA, Studi Kasus Stasiun Pontianak dan Ambon. Prosiding Seminar Nasional Statistika ke-9, 7 November 2009 Jurusan Statistika FMIPA ITS Surabaya. Suprapti, A Pra-pemrosesan Data Luaran GCM CSIRO-MK3 dengan Metode Transformasi Wavelet Diskrit [Tugas Akhir]. Surabaya: Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sutikno Statistical Downscaling Luaran GCM dan Pemanfaatannya untuk Peramalan Produksi Padi [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wigena, A.H Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Projection Persuit untuk Peramalan Curah Hujan [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 11

Reduksi Data Luaran GCM Stasiun Amahai Dengan Menggunakan Analisis Komponen Utama

Reduksi Data Luaran GCM Stasiun Amahai Dengan Menggunakan Analisis Komponen Utama Reduksi Data Luaran GCM Stasiun Amahai Dengan Menggunakan Analisis Komponen Utama Ferry Kondo Lembang Jurusan Matematika FMIPA UNPATTI ferrykondolembang@yahoo.co.id Abstrak Reduksi dimensi adalah bagian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Metode Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Untuk Pra-Pemrosesan Data Luaran GCM CSIRO Mk-3

TUGAS AKHIR. Metode Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Untuk Pra-Pemrosesan Data Luaran GCM CSIRO Mk-3 TUGAS AKHIR Metode Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Untuk Pra-Pemrosesan Data Luaran GCM CSIRO Mk-3 Oleh: Alin Fitriani 1306 100 066 Pembimbing: Dr.Ir. Setiawan, M.S NIP 198701 1 001 JURUSAN STATISTIKA

Lebih terperinci

REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING

REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING Aji Hamim Wigena Departemen Statistika, FMIPA Institut Pertanian Bogor Jakarta, 23 Juni 2011 Pendahuluan GCM (General Circulation Model) model

Lebih terperinci

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN 5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN 5.1 Pendahuluan Dalam pemodelan statistical downscaling (SD), khususnya fungsi transfer diawali dengan mencari model hubungan

Lebih terperinci

Seminar Hasil. oleh: Ferry Kondo Lembang Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Setiawan, M.S Dr.Sutikno, S.Si, M.Si

Seminar Hasil. oleh: Ferry Kondo Lembang Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Setiawan, M.S Dr.Sutikno, S.Si, M.Si Seminar Hasil Pendekatan Regresi Bayes PCA untuk pemodelan Statistical Downscaling Luaran GCM (Studi kasus : Data Curah Hujan Bulanan Stasiun Ambon, Pontianak, dan Indramayu) oleh: Ferry Kondo Lembang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1  ( ) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi ramalan curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisipasi kemungkinan kejadian-kejadian ekstrim (kekeringan akibat El- Nino dan kebanjiran akibat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sampai saat ini, GCM (general circulation models) diakui banyak pihak sebagai alat penting dalam upaya memahami sistem iklim. GCM dipandang sebagai metode yang paling

Lebih terperinci

HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang

HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang 1 Bisyri Effendi, 2 Sutikno, dan 3 Bambang Widjanarko Otok 1 Mahasiswa S2 Jurusan Statistika FMIPA ITS 2,3

Lebih terperinci

3. PENENTUAN DOMAIN GCM DALAM PENYUSUNAN MODEL STATISTICAL DOWNSCALING

3. PENENTUAN DOMAIN GCM DALAM PENYUSUNAN MODEL STATISTICAL DOWNSCALING 3. PENENTUAN DOMAIN GCM DALAM PENYUSUNAN MODEL STATISTICAL DOWNSCALING 3.1. Pendahuluan Domain GCM berperan penting dalam pemodelan SD. Data pada domain ini dijadikan sebagai faktor yang menentukan pendugaan

Lebih terperinci

HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang ABSTRAK

HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang ABSTRAK Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 1 HYBRID MARS TIME SERIES PADA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALLING Studi Kasus: Stasiun Losarang 1 Bisyri Effendi, 2 Sutikno,

Lebih terperinci

3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN

3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN 3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN 15 Berbagai model ramalan produksi tanaman pangan (khususnya padi) telah dikembangkan di Indonesia. Model-model tersebut secara

Lebih terperinci

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Penentuan Domain

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Penentuan Domain 7. PEMBAHASAN UMUM Pembahasan ini merupakan rangkuman dari hasil bahasan dan kajian dalam Bab 2, 3, 4, 5, dan 6 sebelumnya. Secara umum pembahasan meliputi perkembangan metode-metode peramalan untuk SD

Lebih terperinci

5. UJI KONSISTENSI MODEL STATISTICAL DOWNSCALING BERBASIS PROJECTION PURSUIT DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN

5. UJI KONSISTENSI MODEL STATISTICAL DOWNSCALING BERBASIS PROJECTION PURSUIT DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN 5. UJI KONSISTENSI MODEL STATISTICAL DOWNSCALING BERBASIS PROJECTION PURSUIT DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN 5.1. Pendahuluan Model SD dengan metode PPR memberikan hasil pendugaan yang lebih akurat atau perbedaan

Lebih terperinci

6. PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM

6. PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM 6. PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM 6.1 Pendahuluan Model regresi SD dinyatakan y = f(x) ε dimana y adalah peubah respon (curah hujan observasi, beresolusi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada saat ini pengguna informasi cuaca jangka pendek menuntut untuk memperoleh informasi cuaca secara cepat dan tepat. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BKMG) telah

Lebih terperinci

S 10 Studi Simulasi Tentang Penerapan Grafik Pengendali Berdasarkan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

S 10 Studi Simulasi Tentang Penerapan Grafik Pengendali Berdasarkan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) PROSIDING ISBN : 978 979 6353 6 3 S 0 Studi Simulasi Tentang Penerapan Grafik Pengendali Berdasarkan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) Wirayanti ), Adi Setiawan ), Bambang Susanto

Lebih terperinci

PRA-PEMPROSESAN DATA LUARAN GCM CSIRO-Mk3 DENGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT

PRA-PEMPROSESAN DATA LUARAN GCM CSIRO-Mk3 DENGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT TUGAS AKHIR - ST 1325 PRA-PEMPROSESAN DATA LUARAN GCM CSIRO-Mk3 DENGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT ANGGREINI SUPRAPTI NRP 1305 100 005 Dosen Pembimbing Dr. Sutikno, S.Si, M.Si JURUSAN STATISTIKA

Lebih terperinci

Minggu XI ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Utami, H

Minggu XI ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Utami, H Minggu XI ANALISIS KOMPONEN UTAMA Utami, H Outline 1 Pendahuluan 2 Tujuan 3 Analisis Komponen Utama 4 Contoh Utami, H Minggu XIANALISIS KOMPONEN UTAMA 2 / 16 Outline 1 Pendahuluan 2 Tujuan 3 Analisis Komponen

Lebih terperinci

REDUKSI DIMENSI ROBUST DENGAN ESTIMATOR MCD UNTUK PRA-PEMROSESAN DATA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING

REDUKSI DIMENSI ROBUST DENGAN ESTIMATOR MCD UNTUK PRA-PEMROSESAN DATA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING TUGAS AKHIR - ST 1325 REDUKSI DIMENSI ROBUST DENGAN ESTIMATOR MCD UNTUK PRA-PEMROSESAN DATA PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING Khusnul Khotimah NRP 1305 100 069 Dosen Pembimbing Dr. Sutikno, S.Si, M.Si

Lebih terperinci

2. PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING

2. PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING 2. PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING 2.1 Model Sirkulasi Umum (General Circulation Models:GCM) GCM merupakan penggambaran matematis dari sejumlah besar interaksi fisika, kimia, dan dinamika atmosfer bumi.

Lebih terperinci

Teknik Reduksi Dimensi Menggunakan Komponen Utama Data Partisi Pada Pengklasifikasian Data Berdimensi Tinggi dengan Ukuran Sampel Kecil

Teknik Reduksi Dimensi Menggunakan Komponen Utama Data Partisi Pada Pengklasifikasian Data Berdimensi Tinggi dengan Ukuran Sampel Kecil Teknik Reduksi Dimensi Menggunakan Komponen Utama Data Partisi Pada Pengklasifikasian Data Berdimensi Tinggi dengan Ukuran Sampel Kecil Ronny Susetyoko, Elly Purwantini Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Lebih terperinci

2. PERKEMBANGAN TEKNIK STATISTICAL DOWNSCALING DAN PERMASALAHAN STATISTIK

2. PERKEMBANGAN TEKNIK STATISTICAL DOWNSCALING DAN PERMASALAHAN STATISTIK 2. PERKEMBANGAN TEKNIK STATISTICAL DOWNSCALING DAN PERMASALAHAN STATISTIK 2.1. Pendahuluan Luaran GCM hanya dapat memberikan informasi untuk skala besar dan belum dapat memberikan secara langsung informasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Regresi 2.2 Model Aditif Terampat ( Generalized additive models , GAM)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Regresi 2.2 Model Aditif Terampat ( Generalized additive models , GAM) II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode Regresi Analisis regresi merupakan bagian dalam analisis statistika yang digunakan untuk memodelkan hubungan antara peubah tidak bebas (respon) dengan satu atau beberapa peubah

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN SIMULASI TINGGI GENANGAN BANJIR DI KECAMATAN GUBENG KOTA SURABAYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMODELAN DAN SIMULASI TINGGI GENANGAN BANJIR DI KECAMATAN GUBENG KOTA SURABAYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMODELAN DAN SIMULASI TINGGI GENANGAN BANJIR DI KECAMATAN GUBENG KOTA SURABAYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Penyusun Tugas Akhir : Ratri Enggar Pawening/5107100613 Pembimbing I Dr. Ir. Joko

Lebih terperinci

ANALISIS KORELASI KANONIK ANTARA CURAH HUJAN GCM DAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU. Oleh : Heru Novriyadi G

ANALISIS KORELASI KANONIK ANTARA CURAH HUJAN GCM DAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU. Oleh : Heru Novriyadi G ANALISIS KORELASI KANONIK ANTARA CURAH HUJAN GCM DAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU Oleh : Heru Novriyadi G4004 PROGRAM STUDI STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

(α = 0.01). Jika D i > , maka x i atau pengamatan ke-i dianggap pencilan (i = 1, 2,..., 100). HASIL DAN PEMBAHASAN

(α = 0.01). Jika D i > , maka x i atau pengamatan ke-i dianggap pencilan (i = 1, 2,..., 100). HASIL DAN PEMBAHASAN 4 karena adanya perbedaan satuan pengukuran antar peubah. 1.. Memastikan tidak adanya pencilan pada data dengan mengidentifikasi adanya pencilan pada data. Pengidentifikasian pencilan dilakukan dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN ROBPCA DALAM MENGATASI MULTIKOLINEARITAS DAN PENCILAN PADA REGRESI LINEAR BERGANDA

PERBANDINGAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN ROBPCA DALAM MENGATASI MULTIKOLINEARITAS DAN PENCILAN PADA REGRESI LINEAR BERGANDA E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.4, Nopember 2013, 1-5 ISSN: 2303-1751 PERBANDINGAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN ROBPCA DALAM MENGATASI MULTIKOLINEARITAS DAN PENCILAN PADA REGRESI LINEAR BERGANDA NI WAYAN

Lebih terperinci

METODE PARTIAL LEAST SQUARES UNTUK MENGATASI MULTIKOLINEARITAS PADA MODEL REGRESI LINEAR BERGANDA

METODE PARTIAL LEAST SQUARES UNTUK MENGATASI MULTIKOLINEARITAS PADA MODEL REGRESI LINEAR BERGANDA Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 169 174. METODE PARTIAL LEAST SQUARES UNTUK MENGATASI MULTIKOLINEARITAS PADA MODEL REGRESI LINEAR BERGANDA Romika Indahwati,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak metode yang dapat digunakan untuk menganalisis data atau informasi pada suatu pengamatan. Salah satu metode statistik yang paling bermanfaat dan paling sering

Lebih terperinci

TEKNIK STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN PADA KONDISI EL NINO, LA NINA, DAN NORMAL 1 2 Woro Estiningtyas, Aji Hamim Wigena

Lebih terperinci

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

PEMBAHASAN ... (3) RMSE = 7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE REGRESI GULUD DAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN MULTIKOLINEARITAS PADA ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA

PENERAPAN METODE REGRESI GULUD DAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN MULTIKOLINEARITAS PADA ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA PENERAPAN METODE REGRESI GULUD DAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DALAM MENGATASI PENYIMPANGAN MULTIKOLINEARITAS PADA ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA Sri Siska Wirdaniyati 1), Edy Widodo ) 1) Mahasiswa Prodi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA BEBERAPA METODE KLASIFIKASI HASIL REDUKSI DATA BERDIMENSI TINGGI

PERBANDINGAN KINERJA BEBERAPA METODE KLASIFIKASI HASIL REDUKSI DATA BERDIMENSI TINGGI ISSN 1858-4667 JURNAL LINK Vol 16/No. 1/Februari 212 PERBANDINGAN KINERJA BEBERAPA METODE KLASIFIKASI HASIL REDUKSI DATA BERDIMENSI TINGGI Ronny Susetyoko 1, Elly Purwantini 2 1,2 Departemen Teknik Elektro,

Lebih terperinci

PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI PROJECTION PURSUIT UNTUK PERAMALAN CURAH HUJAN BULANAN Kasus Curah hujan bulanan di Indramayu

PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI PROJECTION PURSUIT UNTUK PERAMALAN CURAH HUJAN BULANAN Kasus Curah hujan bulanan di Indramayu PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI PROJECTION PURSUIT UNTUK PERAMALAN CURAH HUJAN BULANAN Kasus Curah hujan bulanan di Indramayu AJI HAMIM WIGENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya. 2.1 Matriks Sebuah matriks, biasanya dinotasikan dengan huruf kapital tebal seperti A,

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : 1 7 ISBN :

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : 1 7 ISBN : Hal : 1 7 ISBN : 978-62-8853-29-3 MODEL LINIER BERDASARKAN SEBARAN GAMMA DENGAN REGULARISASI PERSENTIL L1 DAN L2 UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN EKSTRIM (Linear Model based on Gamma Distribution with Percentile

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE LEAST MEDIAN SQUARE-MINIMUM COVARIANCE DETERMINANT (LMS-MCD) DALAM REGRESI KOMPONEN UTAMA

PENERAPAN METODE LEAST MEDIAN SQUARE-MINIMUM COVARIANCE DETERMINANT (LMS-MCD) DALAM REGRESI KOMPONEN UTAMA E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.4, Nopember 2013, 6-10 ISSN: 2303-1751 PENERAPAN METODE LEAST MEDIAN SQUARE-MINIMUM COVARIANCE DETERMINANT (LMS-MCD) DALAM REGRESI KOMPONEN UTAMA I PUTU EKA IRAWAN 1, I KOMANG

Lebih terperinci

Penggunaan Kernel PCA Gaussian dalam Penyelesaian Plot Multivariat Non Linier. The Use of Gaussian PCA Kernel in Solving Non Linier Multivariate Plot

Penggunaan Kernel PCA Gaussian dalam Penyelesaian Plot Multivariat Non Linier. The Use of Gaussian PCA Kernel in Solving Non Linier Multivariate Plot Penggunaan Kernel PCA Gaussian dalam Penyelesaian Plot Multivariat Non Linier Bernhard M. Wongkar 1, John S. Kekenusa 2, Hanny A.H. Komalig 3 1 Program Studi Matematika, FMIPA, UNSRAT Manado, bernhard.wongkar2011@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Metode klasifikasi merupakan salah satu metode statistika untuk mengelompok atau mengklasifikasi suatu data yang disusun secara sistematis ke dalam suatu kelompok sehingga

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III DATA DAN METODOLOGI 17 BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data Pada penelitian ini, ada dua jenis data yang akan digunakan. Jenis data pertama adalah data curah hujan bulanan dan yang kedua adalah data luaran GCM. 3.1.1 Data

Lebih terperinci

PRINCIPAL COVARIATE REGRESSION PADA DATA RUNTUN WAKTU

PRINCIPAL COVARIATE REGRESSION PADA DATA RUNTUN WAKTU PRINCIPAL COVARIATE REGRESSION PADA DATA RUNTUN WAKTU Nuruma Nurul Malik 1, Fevi Novkaniza 2 Departemen Matematika FMIPA UI, Depok Email korespondensi : fevi.novkaniza@sci.ui.ac.id Abstrak Pada suatu data

Lebih terperinci

PEMODELAN PADA PERCOBAAN MIXTURE DENGAN MELAKUKAN TRANSFORMASI CLARINGBOLD TERHADAP PROPORSI KOMPONEN- KOMPONENNYA. PT Jasa Marga ro) C

PEMODELAN PADA PERCOBAAN MIXTURE DENGAN MELAKUKAN TRANSFORMASI CLARINGBOLD TERHADAP PROPORSI KOMPONEN- KOMPONENNYA. PT Jasa Marga ro) C PEMODELAN PADA PERCOBAAN MIXTURE DENGAN MELAKUKAN TRANSFORMASI CLARINGBOLD TERHADAP PROPORSI KOMPONEN- KOMPONENNYA PT Jasa Marga ro) C abang Semarang TUGAS AKHIR Disusun Oleh : HETY BINTANG PUTRI J2E006014

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu peubah prediktor dengan satu peubah respon disebut analisis regresi linier

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu peubah prediktor dengan satu peubah respon disebut analisis regresi linier BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi pertama kali dikembangkan oleh Sir Francis Galton pada abad ke-19. Analisis regresi dengan satu peubah prediktor dan satu peubah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Regresi Analisis regresi adalah suatu metode analisis data yang menggambarkan hubungan fungsional antara variabel respon dengan satu atau beberapa variabel prediktor.

Lebih terperinci

5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS

5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS 5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS Pendahuluan Pada model VARX hubungan peubah penjelas dengan peubah respon bersifat parametrik. Stone (1985) mengemukakan pemodelan yang bersifat fleksibel

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Sebuah Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.

BAB II KAJIAN TEORI. Sebuah Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. BAB II KAJIAN TEORI A. Matriks 1. Definisi Matriks Sebuah Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks (Howard

Lebih terperinci

Model Regresi Multivariat untuk Menentukan Tingkat Kesejahteraan Kabupaten dan Kota di Jawa Timur

Model Regresi Multivariat untuk Menentukan Tingkat Kesejahteraan Kabupaten dan Kota di Jawa Timur JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Model Regresi Multivariat untuk Menentukan Tingkat Kesejahteraan Kabupaten dan Kota di Jawa Timur M.Fariz Fadillah Mardianto,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemenelemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom berbentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak diterapkan pada berbagai bidang sebagai dasar bagi pengambilan

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak diterapkan pada berbagai bidang sebagai dasar bagi pengambilan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, metode statistika telah banyak diterapkan pada berbagai bidang sebagai dasar bagi pengambilan keputusan / kebijakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberi penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberi penjelasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberi penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua peubah atau lebih (Draper dan Smith, 1992).

Lebih terperinci

PENERAPAN REGRESI LINIER MULTIVARIAT PADA DISTRIBUSI UJIAN NASIONAL 2014 (Pada Studi Kasus Nilai Ujian Nasional 2014 SMP Negeri 1 Sayung)

PENERAPAN REGRESI LINIER MULTIVARIAT PADA DISTRIBUSI UJIAN NASIONAL 2014 (Pada Studi Kasus Nilai Ujian Nasional 2014 SMP Negeri 1 Sayung) ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 4, Nomor 3, Tahun 2015, Halaman 697-704 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PENERAPAN REGRESI LINIER MULTIVARIAT PADA DISTRIBUSI UJIAN NASIONAL

Lebih terperinci

Forum Statistika dan Komputasi, Oktober 2009 p : ISSN :

Forum Statistika dan Komputasi, Oktober 2009 p : ISSN : , Oktober 2009 p : 26-34 ISSN : 0853-8115 Vol 14 No.2 METODE PENDUGAAN MATRIKS RAGAM-PERAGAM DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA (RKU) (Variance-Covariance Matrix Estimation Method for Principal Component

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal BAB III ANALISIS FAKTOR 3.1 Definisi Analisis faktor Analisis faktor adalah suatu teknik analisis statistika multivariat yang berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penggunaan ilmu statistika sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan semakin tidak terelakkan lagi, banyak bidang keilmuan yang tidak terpisahkan dari

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL MULTIVARIAT UNTUK VARIABILITAS BERDASARKAN MATRIKS KOVARIANSI DAN MATRIKS KORELASI. Abstrak

PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL MULTIVARIAT UNTUK VARIABILITAS BERDASARKAN MATRIKS KOVARIANSI DAN MATRIKS KORELASI. Abstrak PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL MULTIVARIAT UNTUK VARIABILITAS BERDASARKAN MATRIKS KOVARIANSI DAN MATRIKS KORELASI Dwi Yuli Rakhmawati, Muhammad Mashuri 2,2) Institut Teknologi Sepuluh Nopember dwiyuli_rakhmawati@yahoo.com,

Lebih terperinci

PENENTUAN PREDIKTOR PADA STATISTICAL. DECOMPOSITION (Studi Kasus di Stasiun Meteorologi Indramayu) IMAM SANJAYA

PENENTUAN PREDIKTOR PADA STATISTICAL. DECOMPOSITION (Studi Kasus di Stasiun Meteorologi Indramayu) IMAM SANJAYA PENENTUAN PREDIKTOR PADA STATISTICAL DOWNSCA ALING DENGAN SINGULAR VALUE DECOMPOSITION (Studi Kasus di Stasiun Meteorologi Indramayu) IMAM SANJAYA DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKAA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kalibrasi Ganda Regresi Kuadrat Terkecil Parsial ( Partial Least Squares/PLS) 1. Model PLS

TINJAUAN PUSTAKA Kalibrasi Ganda Regresi Kuadrat Terkecil Parsial ( Partial Least Squares/PLS) 1. Model PLS TINJAUAN PUSTAKA Kalibrasi Ganda Kalibrasi adalah suatu fungsi matematik dengan data empirik dan pengetahuan untuk menduga informasi pada Y yang tidak diketahui berdasarkan informasi pada X yang tersedia

Lebih terperinci

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) A. LANDASAN TEORI Misalkan χ merupakan matriks berukuran nxp, dengan baris-baris yang berisi observasi sebanyak n dari p-variat variabel acak X. Analisis

Lebih terperinci

(NWP). Penggunaan NWP telah memberikan hasil yang lebih

(NWP). Penggunaan NWP telah memberikan hasil yang lebih 1 Prediksi Suhu Maksimum, Suhu Minimum, dan Kelembapan Rata-Rata Relatif dalam Jangka Pendek dengan Multivariate Regression melalui Pra- Pemrosesan Principal Component Analysis (PCA) Rizky Kusumawardani

Lebih terperinci

Minggu II STATISTIKA MULTIVARIATE TERAPAN

Minggu II STATISTIKA MULTIVARIATE TERAPAN Minggu II STATISTIKA MULTIVARIATE TERAPAN (PENDAHULUAN) Herni U Universitas Gadjah Mada Outline 1 Analisis Statistika Multivariat 2 Contoh Kasus Multivariat 3 Organisasi Data Outline 1 Analisis Statistika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Tidak jarang dihadapkan dengan persoalaan yang melibatkan dua atau lebih peubah atau variabel yang ada atau diduga ada dalam suatu hubungan tertentu. Misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat dunia saat ini sedang dihadapkan dengan kemajuan teknologi sebagai salah satu penunjang dalam era informasi. Informasi yang menjadi komoditas utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Regresi logistik digunakan untuk memprediksi variabel respon yang biner dengan satu set variabel penjelas (prediktor). Estimasi parameter dapat menjadi tidak

Lebih terperinci

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE Agus Buono 1, M. Mukhlis 1, Akhmad Faqih 2, Rizaldi Boer 2 1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PERBANDINGAN LUARAN MODEL GCM, TRMM DAN OBSERVASI DALAM MENENTUKAN VARIABILITAS CURAH HUJAN DI ZONA PREDIKSI IKLIM JAWA BARAT

PERBANDINGAN LUARAN MODEL GCM, TRMM DAN OBSERVASI DALAM MENENTUKAN VARIABILITAS CURAH HUJAN DI ZONA PREDIKSI IKLIM JAWA BARAT Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer I 21, 16 Juni 21, Bandung PERBANDINGAN LUARAN MODEL GCM, TRMM DAN OBSERVASI DALAM MENENTUKAN VARIABILITAS CURAH HUJAN DI ZONA PREDIKSI IKLIM JAWA BARAT Sinta Berliana

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan hipotesis nolnya adalah antar peubah saling bebas. Statistik ujinya dihitung dengan persamaan berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan hipotesis nolnya adalah antar peubah saling bebas. Statistik ujinya dihitung dengan persamaan berikut: . Menyiapkan gugus data pencilan dengan membangkitkan peubah acak normal ganda dengan parameter µ yang diekstrimkan dari data contoh dan dengan matriks ragam-peragam yang sama dengan data contoh. Proses

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi data Tahap pertama dalam pembentukan model VAR adalah melakukan eksplorasi data untuk melihat perilaku data dari semua peubah yang akan dimasukkan dalam model. Eksplorasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI REGRESI NONPARAMETRIK SPLINE DAN REGRESI NONPARAMETRIK KERNEL PADA PERTUMBUHAN BALITA DI KOTA SURAKARTA

PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI REGRESI NONPARAMETRIK SPLINE DAN REGRESI NONPARAMETRIK KERNEL PADA PERTUMBUHAN BALITA DI KOTA SURAKARTA PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI REGRESI NONPARAMETRIK SPLINE DAN REGRESI NONPARAMETRIK KERNEL PADA PERTUMBUHAN BALITA DI KOTA SURAKARTA Febriani Astuti, Kartiko, Sri Sulistijowati Handajani Jurusan Matematika

Lebih terperinci

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1 Fast Fourier Transform (FFT) Dalam rangka meningkatkan blok yang lebih spesifik menggunakan frekuensi dominan, akan dikalikan FFT dari blok jarak, dimana jarak asal adalah: FFT = abs (F (u, v)) = F (u,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Belajar Menurut Dalyono (2007), ada beberapa definisi belajar dari para ahli, antara lain, yaitu: a) Witherington, dalam buku educational psychology mengemukakan:

Lebih terperinci

Menurut Ming-Hsuan, Kriegman dan Ahuja (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah sistem pengenalan wajah dapat digolongkan sebagai berikut:

Menurut Ming-Hsuan, Kriegman dan Ahuja (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah sistem pengenalan wajah dapat digolongkan sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini akan menjelaskan berbagai landasan teori yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini dan menguraikan hasil studi literatur yang telah dilakukan penulis. Bab ini terbagi

Lebih terperinci

REGRESI SEMIPARAMETRIK SPLINE TRUNCATED DENGAN SOFTWARE R. Abstract. Keywords: Spline Truncated, GCV, Software R.

REGRESI SEMIPARAMETRIK SPLINE TRUNCATED DENGAN SOFTWARE R. Abstract. Keywords: Spline Truncated, GCV, Software R. REGRESI SEMIPARAMETRIK SPLINE TRUNCATED DENGAN SOFTWARE R Tiani Wahyu Utami 1), Alan Prahutama 2) 1 Program studi Statistika, FMIPA, Universitas Mumammadiyah Semarang email: tianiutami@unimus.ac.id 2 Departemen

Lebih terperinci

KETEPATAN PENGKLASIFIKASIAN FUNGSI DISKRIMINAN LINIER ROBUST DUA KELOMPOK DENGAN METODE FAST MINIMUM COVARIATE DETERMINANT (FAST MCD)

KETEPATAN PENGKLASIFIKASIAN FUNGSI DISKRIMINAN LINIER ROBUST DUA KELOMPOK DENGAN METODE FAST MINIMUM COVARIATE DETERMINANT (FAST MCD) KETEPATAN PENGKLASIFIKASIAN FUNGSI DISKRIMINAN LINIER ROBUST DUA KELOMPOK DENGAN METODE FAST MINIMUM COVARIATE DETERMINANT (FAST MCD) Budyanra Jurusan Statistika, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta

Lebih terperinci

BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)

BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) 3.1 Data Spasial Data spasial memuat informasi tentang atribut dan informasi lokasi. Sedangkan data bukan spasial (aspatial data) hanya memuat informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis Regresi adalah analisis statistik yang mempelajari bagaimana memodelkan sebuah model fungsional dari data untuk dapat menjelaskan ataupun meramalkan suatu

Lebih terperinci

3 PENENTUAN DOMAIN SPASIAL NWP

3 PENENTUAN DOMAIN SPASIAL NWP 3 PENENTUAN DOMAIN SPASIAL NWP Pendahuluan Peubah-peubah yang dihasilkan dari NWP mempunyai dimensi yang besar yaitu, dimensi spasial (S), dimensi waktu (T), dimensi vertikal (V) dan dimensi parameter

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR TERHADAP DATA PENGGUNAAN WEB PERSONAL DOSEN ITS DAN PERBANDINGAN TERHADAP PENCAPAIAN IPK DAN LAMA STUDI MAHASISWA

ANALISIS FAKTOR TERHADAP DATA PENGGUNAAN WEB PERSONAL DOSEN ITS DAN PERBANDINGAN TERHADAP PENCAPAIAN IPK DAN LAMA STUDI MAHASISWA Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 ANALISIS FAKTOR TERHADAP DATA PENGGUNAAN WEB PERSONAL DOSEN ITS DAN PERBANDINGAN TERHADAP PENCAPAIAN IPK DAN LAMA STUDI

Lebih terperinci

MODEL REGRESI NONPARAMETRIK BERDASARKAN ESTIMATOR POLINOMIAL LOKAL KERNEL PADA KASUS PERTUMBUHAN BALITA

MODEL REGRESI NONPARAMETRIK BERDASARKAN ESTIMATOR POLINOMIAL LOKAL KERNEL PADA KASUS PERTUMBUHAN BALITA MODEL REGRESI NONPARAMETRIK BERDASARKAN ESTIMATOR POLINOMIAL LOKAL KERNEL PADA KASUS PERTUMBUHAN BALITA 1 Mifta Luthfin Alfiani, 2 Indah Manfaati Nur, 3 Tiani Wahyu Utami 1,2,3 Program Studi Statistika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Principal Component Analysis (PCA)merupakan salah satu teknik pereduksian dimensi data. Data yang direduksi saling berkorelasi satu sama lain.pca muncul sebagai solusi

Lebih terperinci

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan membentuk kombinasi linear

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya untuk mempelajari cara bagaimana variabel-variabel itu dapat

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya untuk mempelajari cara bagaimana variabel-variabel itu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita mempunyai data yang terdiri dari dua atau lebih variabel maka sewajarnya untuk mempelajari cara bagaimana variabel-variabel itu dapat berhubungan, hubungan

Lebih terperinci

Abstract. Abstrak. Keywords : Principal Component Analysis, Agriculture Production and Plantation

Abstract. Abstrak. Keywords : Principal Component Analysis, Agriculture Production and Plantation JdC, Vol. 3, No. 2, September, 2014 1 Penggunaan Analisis Komponen Utama Dalam Penggabungan Data Peubah Ganda pada Kasus Produksi Pertanian dan Perkebunan Di Wilayah Bolaang Mongondow Tahun 2008 1 Sunarsi

Lebih terperinci

PEMODELAN KURS RUPIAH TERHADAP MATA UANG EURO DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPLINE. Sulton Syafii Katijaya 1, Suparti 2, Sudarno 3.

PEMODELAN KURS RUPIAH TERHADAP MATA UANG EURO DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPLINE. Sulton Syafii Katijaya 1, Suparti 2, Sudarno 3. PEMODELAN KURS RUPIAH TERHADAP MATA UANG EURO DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPLINE Sulton Syafii Katijaya 1, Suparti 2, Sudarno 3 1 Mahasiswa Jurusan Statistika FSM UNDIP 2,3 Staff Pengajar Jurusan Statistika

Lebih terperinci

PREDIKSI INFLASI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI KERNEL

PREDIKSI INFLASI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI KERNEL PREDIKSI INFLASI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI KERNEL Firmanti Suryandari, Sri Subanti, Bowo Winarno Program Studi Matematika FMIPA UNS ABSTRAK. Inflasi merupakan proses meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuntungan atau coumpouding. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuntungan atau coumpouding. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Investasi Menurut Fahmi dan Hadi (2009) investasi merupakan suatu bentuk pengelolaan dana guna memberikan keuntungan dengan cara menempatkan dana tersebut pada alokasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE BOOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM MENAKSIR PARAMETER REGRESI UNTUK MENGATASI MULTIKOLINEARITAS

PERBANDINGAN METODE BOOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM MENAKSIR PARAMETER REGRESI UNTUK MENGATASI MULTIKOLINEARITAS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 2 (2013), hal 137 146. PERBANDINGAN METODE BOOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM MENAKSIR PARAMETER REGRESI UNTUK MENGATASI MULTIKOLINEARITAS

Lebih terperinci

VERIFIKASI MODEL ATMOSFER WILAYAH TERBATAS DALAM SIMULASI CURAH HUJAN

VERIFIKASI MODEL ATMOSFER WILAYAH TERBATAS DALAM SIMULASI CURAH HUJAN Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 VERIFIKASI MODEL ATMOSFER WILAYAH TERBATAS DALAM SIMULASI CURAH HUJAN Didi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Fuzzy Tidak semua himpunan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara jelas, misalnya himpunan orang miskin, himpunan orang pandai, himpunan orang tinggi,

Lebih terperinci

Pertemuan 8 STATISTIKA INDUSTRI 2 08/11/2013. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression

Pertemuan 8 STATISTIKA INDUSTRI 2 08/11/2013. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression Pertemuan 8 STATISTIKA INDUSTRI 2 TIN 4004 Outline: Regresi Linier Sederhana dan Korelasi (Simple Linier Regression and Correlation) Referensi: Montgomery, D.C., Runger, G.C., Applied Statistic and Probability

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan bentuk topografi yang sangat beragam, dilewati garis katulistiwa, diapit dua benua dan dua samudera. Posisi ini menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis hubungan fungsional antara variabel prediktor ( ) dan variabel

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis hubungan fungsional antara variabel prediktor ( ) dan variabel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan fungsional antara variabel prediktor ( ) dan variabel respon ( ), dimana

Lebih terperinci

STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PERAMALAN PRODUKSI PADI SUTIKNO

STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PERAMALAN PRODUKSI PADI SUTIKNO STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PERAMALAN PRODUKSI PADI SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

: Persentase Penduduk Dengan Sumber Air Minum Terlindungi PDAM : Pengeluaran Perkapita Penduduk Untuk Makan Sebulan

: Persentase Penduduk Dengan Sumber Air Minum Terlindungi PDAM : Pengeluaran Perkapita Penduduk Untuk Makan Sebulan 22 BAB III MULTIVARIATE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (MGWR) 3.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data derajat kesehatan tahun 2013 pada 27 kabupaten

Lebih terperinci

BAB II METODE ANALISIS DATA. memerlukan lebih dari satu variabel dalam membentuk suatu model regresi.

BAB II METODE ANALISIS DATA. memerlukan lebih dari satu variabel dalam membentuk suatu model regresi. 10 BAB II METODE ANALISIS DATA 2.1 Pengertian Regresi Berganda Banyak data pengamatan yang terjadi sebagai akibat lebih dari dua variabel, yaitu memerlukan lebih dari satu variabel dalam membentuk suatu

Lebih terperinci

PEMILIHAN PARAMETER PENGHALUS DALAM REGRESI SPLINE LINIER. Agustini Tripena Br.Sb.

PEMILIHAN PARAMETER PENGHALUS DALAM REGRESI SPLINE LINIER. Agustini Tripena Br.Sb. JMP : Volume 3 Nomor 1, Juni 2011 PEMILIHAN PARAMETER PENGHALUS DALAM REGRESI SPLINE LINIER Agustini Tripena Br.Sb. Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Indonesia ABSTRAK.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian pertama bab ini diberikan tinjauan pustaka yang berisi penelitian sebelumnya yang mendasari penelitian ini Pada bagian kedua bab ini diberikan teori penunjang yang berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Analisis regresi merupakan salah satu metode analisis dalam statistika yang sangat familiar bagi kalangan akademis dan pekerja. Analisis regresi dapat

Lebih terperinci

REGRESI SPLINE BIRESPON UNTUK MEMODELKAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS

REGRESI SPLINE BIRESPON UNTUK MEMODELKAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS REGRESI SPLINE BIRESPON UNTUK MEMODELKAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS Dhina Oktaviana P, I Nyoman Budiantara Mahasiswa Jurusan Statistika ITS Surabaya, Dosen Jurusan Statistika ITS Surabaya

Lebih terperinci