8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI"

Transkripsi

1 8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8.1 Pendahuluan Padi merupakan makanan utama sekaligus mempunyai nilai politis yang tinggi bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja untuk masyarakat pedesaan. Produksi padi mengalami peningkatan sejak 197, tapi hasil panennya rentan terhadap keragaman iklim terutama kejadian ekstrim: El-Nino dan La-Nina (Naylor et al. 21; Boer dan Las 23; Boer dan Faqih 25; Boer 2). Pada saat terjadi El-Nino produksi padi mengalami penurunan yang cukup dratis, seperti pada tahun 1991, 1994, dan Demikian juga pada tahun La-Nina (1995) juga mengalami penurunan produksi padi (Boer dan Las 23; Boer 2). Bila persediaan beras nasional tak mencukupi dan terjadi penurunan produksi, maka seringkali dilakukan kebijakan impor. Permasalahannya adalah kebutuhan ramalan ke depan akan terjadi penurunan produksi (terjadi kejadian iklim ekstrim), sehingga antisipasi dini dapat dilakukan. Untuk itu dibutuhkan model ramalan produksi padi yang akurat dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Peramalan produksi padi saat ini belum melibatkan faktor iklim, padahal fluktuasi produksi padi sangat dipengaruhi oleh faktor tersebut. Berbagai model produksi padi telah dikembangkan di Indonesia, seperti model dengan menggunakan peubah indikator ENSO (Boer 2; Naylor et al. 21, 22, 27; Falcon et al. 24)). Model ini menghasilkan tingkat ketepatan yang tinggi pada wilayah yang dipengaruhi oleh fenomena ENSO, khususnya wilayah dengan tipe hujan monsun. Untuk wilayah dengan tipe hujan ekuatorial pengaruh ENSO kecil dan tidak jelas untuk wilayah tipe hujan lokal (Boer 2). Disamping itu model dengan menggunakan indikator gabungan SOI dan DMI (Boer et al. 24), SST Nino 3.4 dan DMI (Surmaini 26; Arrigo dan Wilson 28). Sementara peramalan dan pendataan secara nasional setiap tahun dilakukan oleh BPS dan Departemen Pertanian. Metodologi ramalan produksi padi menurut BPS selengkapnya disajikan dalam Bab 3. Dalam penelitian ini dikaji peramalan produksi padi nasional dengan menggunakan indeks hujan terboboti (weighted rainfall index: WRI). Metode ini diperkirakan akan meningkatkan ketepatan hasil ramalan.

2 Bahan dan Metode Bahan Terdapat 7 peubah yang digunakan untuk memodelkan ramalan produksi padi, yaitu produksi padi, produktifitas, luas panen, luas tanam, luas baku, data SST Nino 3.4, dan data DMI (Tabel 8.1). Data yang dikumpulkan meliputi tiga kabupaten, yaitu Karawang, Subang, dan Indramayu. Panjang data antar peubah berbeda-beda, sebagian besar mempunyai periode yang pendek. Metode Analisis Penyusunan model produksi padi merupakan pengembangan dari model yang disusun oleh BPS dan modifikasi indeks hujan terboboti oleh Stephen et al Tahapan dalam pendugaan model produksi padi (Gambar 8.1): (1) Menghitung curah hujan bulanan terboboti luasan wilayah DPM/DPM revisi * pada daerah/kabupaten/kota ( R j,d ): Tabel 8.1 Periode data dan sumber data menurut peubah yang digunakan No. Peubah Periode Sumber data 1 Produksi padi per BPS periode (Ton) 2 Produktifitas padi per BPS periode (Kwt/Ha) 3 Luas panen per BPS periode (Ha) 4 Luas penanaman padi , BPS, Departeman Pertanian per bulan (Ha) Luas baku sawah (Ha) Departemen Pertanian 6 Data SST Nino analysis_monitoring/ensostuff/ensoyears.shtml 7 Data DMI iod/reynolds_monthly_dmi.txt m A * j Rt, D = R j m = banyaknya wilayah DPM; A j = luas wilayah DPM ke-j; A j= 1 A = m A j j = 1 j =1, 2, 3,..., m (2) Menghitung curah hujan terboboti (WRI t,d ): WRI R LT * t t, D = t, D, dimana LBaku LT t luas tanaman pada bulan ke-t, L Baku adalah luas baku untuk tanaman padi di kabupaten.

3 76 (3) Menyusun model regresi anomali luas panen per periode (LP p ) dengan menggunakan AnLP t sebagai peubah respon dan WRI t sebagai peubah penjelas. Mengingat masa penanaman padi hingga panen membutuhkan waktu 3-4 bulan dan luas panen baru dapat dihitung 1-3 bulan setelah Data CH per DPM/ DPM revisi (R j ) Menghitung CH terboboti pada Daerah/Kabupaten/Kota: m A * j Rt, D = R j m = banyaknya wilayah j= 1 A CH; A j = luas wilayah CH ke-j A = m A j j = 1 j =1, 2, 3...m D = Daerah/Kabupaten WRI t, D = R * t, D LT L t Baku Data luas tanam per bulan (LT t ) Data luas baku (L Baku ) Data produktifitas per periode Anomali Luas Panen (LP p ) per periode: AnLP p = f(wri t-i ) AnLP p = f(sst t- i, DMI t-i, LT/LB) i=,1,2,3 ; p=1,2,3 Periode I: Januari-April Periode II: Mei-Agustus Periode III: September-Desember Data SST Nino 3.4 dan DMI Produksi (P p ) per periode: Produksi (P) per tahun: P p = Pro p * LP p p = 1, 2, 3 P = 3 P p p= 1 Gambar 8.1. Diagram alir pengembangan model produksi padi dengan menggunakan modifikasi indeks hujan terboboti.

4 77 tanam, maka AnLP p : AnLP p = f (WRI t-i ), i =, 1, 2, 3; p = 1, 2, dan 3 periode ramalan 1: bulan Januari April, ramalan 2: Mei Agustus, dan ramalan 3: September Desember. (4) Menyusun model regresi anomali luas panen per periode (LP p ) dengan menggunakan peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI, dan rasio luas tanam dan luas baku (LT/LB): AnLP p = f(sst t- i, DMI t-i, LT/LB), i =, 1, 2, 3; p = 1, 2, dan 3. (5) Menduga produktifitas per periode dengan menggunakan rataan produktifitas (6) Menghitung produksi per periode: P p = Pro p * LP p p = 1, 2, 3. Produksi selama setahun adalah penjumlahan dari ketiga periode ramalan. 8.3 Hasil dan Pembahasan Deskripsi produksi padi Dalam dua dasawarsa terakhir ini, produksi padi (sawah dan ladang) Kabupaten Indramayu, Subang, dan Karawang mencapai 2.8 juta Ton per tahun atau 27% rata-rata per tahun produksi padi Jawa Barat (lihat Gambar 8.2). Sementara itu produksi padi (sawah dan ladang) di Jawa Barat mencapai 18% dari produksi padi Nasional (BPS 27). Keragaman produksi padi di Jawa Barat sangat didominasi dari ketiga kabupaten tersebut. Produksi padi (Ton (x 1)) Jawa Barat Kab. Indramayu, Subang, Karawang Gambar 8.2 Produksi padi (sawah dan ladang) per subround di Jawa Barat dan 3 kabupaten (Indramayu, Subang, dan Karawang).

5 78 Puncak produksi per tahun terjadi pada penanaman pada musim hujan, yaitu dalam kalender tahun periode pertama (Januari-April: periode 1). Pada periode ini, produksi padi di 3 kabupaten rata-rata mencapai 45 ribu Ton, dengan luas panen mencapai 83 ribu Ha. Diantara ketiga kabupaten tersebut, Kabupaten Indramayu mempunyai produksi yang tertinggi (Tabel 8.2). Luas panen pada periode 3 sangat beragam, demikian juga produksi padi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa luas panen dan produksi padi antar tahun berfluktuasi. Keputusan menanam padi sangat bergantung pada ketersediaan air pada saat itu, dimana padi membutuhkan 6-12 mm air selama 9-12 hari dari Tabel 8.2 Nilai rataan, simpangan baku, minimum dan maksimun produksi padi, produktifitas, dan luas panen per periode menurut kabupaten Kabupaten Periode Rataan Simpangan baku Minimum Maksimum Produksi (Ton) Karawang Subang Indramayu Produktifitas (Kw/Ha) Karawang 1 55,18 1,36 51,12 56, ,26 4,28 38,96 55, ,98 4,82 33,72 56,67 Subang 1 52,87 2,14 47,32 55, ,56 3,99 38,28 55, ,83 3,13 43,79 56,2 Indramayu 1 55,34 1,73 52,7 6, ,93 4,35 36,16 54,9 3 51,75 5,21 33,94 58, Luas panen (Ha) Karawang Subang Indramayu Sumber: Diolah dari BPS ( ).

6 79 penanaman hingga panen (Naylor et al. 21). Sementara pada periode 3 (September-Desember) merupakan musim transisi untuk memasuki musim hujan. Produksi padi di ketiga kabupaten (Indramayu, Subang, dan Karawang) dipengaruhi oleh fenomena ENSO (SST Nino 3.4) dan dipole mode index (DMI). SST Nino 3.4 merupakan suhu muka laut yang diukur di lautan pasifik (5 o LU- 5 o LS, 12 o BB-17 o BB). DMI merupakan anomali SST gradient bagian barat equatorial Lautan Hindia (5 o BT-7 o BT and 1 o LS - 1 o LU) dan bagian tenggara Produksi padi (x1 Ton) (rataan ) Anomali SSTNino DMI Gambar 8.3 Produksi padi per tahun Kabupaten Indramayu, Subang dan Karawang dan plot deret waktu anomali SST Nino 3.4, dan DMI (Keterangan: El-Nino (---), La-Nina ( ).

7 8 equatorial Lautan Hindia (9 o BT-11 o BT and 1 o LS- o ). Semakin besar nilai anomali SST Nino 3.4 maka peluang kejadian El-Nino semakin besar. Penurunan produksi padi pada saat El-Nino 1991 cukup dratis yaitu 11 ribu ton dari rata-rata produksi dari , sementara 1994 (tahun El-Nino) penurunannya 22 ribu ton. Pada tahun 1997 (tahun El-Nino) tidak mengalami penurunan produksi, bahkan terjadi kenaikan sebesar 58 ribu ton, meskipun pada tahun 1997 anomali SST Nino 3.4 positif dan diikuti nilai DMI juga positif (Gambar 8.3). Namun secara nasional produksi padi tahun El-Nino 1997 menunjukkan bahwa kumulatif lahan sawah mengalami kekeringan dari bulan Mei-Agustus > 4 ribu ha, sementara pada tahun normal dan La-Nina < 75 ribu ha (Boer dan Las 23). Tahun 1998, merupakan tahun La-Nina (SST Nino 3.4 negatif) dan diikuti nilai DMI juga negatif, terjadi penurunan produksi yang cukup tajam pada ketiga kabupaten. Banyak faktor yang menyebabkan penurunan produksi padi tahun Boer (2) menyatakan bahwa penurunan produksi padi 1998 lebih disebabkan karena terjadinya krisis multidimensi (krisis politik, keamanan, ekonomi dan lain-lain). Model hubungan anomali luas panen dan curah hujan terboboti (WRI) Berdasarkan identifikasi awal hubungan antara anomali luas panen dan curah hujan terboboti (WRI) menunjukkan bahwa periode kedua (Mei-Agustus) mempunyai hubungan yang cukup erat. Berbeda dengan periode pertama (Januari April) dan periode ketiga (September-Desember), menunjukkan hubungannya yang kurang jelas. Keeratan hubungan tersebut ditunjukkan dengan besarnya nilai korelasi dan diagram pencar (scatterplot) antara luas panen dan WRI (Gambar 8.4b). Ketidakjelasan hubungan anomali luas panen dan WRI pada periode pertama ditunjukkan dengan pola acak (Gambar 8.4a). Ketidakjelasan hubungan ini diduga karena pada periode ini merupakan musim hujan, sehingga ketersediaan air hujan cukup. Demikian juga pada periode ketiga diagram pencar antara anomali luas panen dan WRI mempunyai pola acak (Gambar 8.4c). Salah penyebabnya adalah areal sawah dan ladang yang ditanami padi merupakan lahan irigasi teknis, sehingga tidak begitu bergantung pada curah hujan. Artinya lahan

8 81 (a) WRIt13 WRIt12 WRIt11 WRIt1 1 Anomali luas panen (Ha) -1 (b) WRIt23 WRIt22 WRIt21 WRIt2 (c) WRIt33 WRIt32 WRIt31 WRIt (I) WRI 1 (a) WRIt13 WRIt12 WRIt11 WRIt1 Anomali luas panen (Ha) -1 (b) WRIt23 WRIt22 WRIt21 WRIt2 1-1 (c) WRIt33 WRIt32 WRIt31 WRIt3 (II) WRI 2 (a) WRIt13 WRIt12 WRIt11 WRIt1 Anomali luas panen (Ha) -2 (b) 4 (c) WRIt23 WRIt22 WRIt21 WRIt WRIt33 WRIt32 WRIt31 WRIt (III) WRI Gambar 8.4 Diagram pencar antara WRI dan anomali luas panen Kabupaten Indramayu (I), Subang (II), dan Karawang (III) menurut periode: pertama (a), kedua (b), dan ketiga (c).

9 82 pertanian yang tidak mempunyai irigasi teknis maka tidak ditanami padi. Hal ini ditunjukkan dengan luas areal panen pada periode tiga lebih sedikit daripada periode 1 dan 2 (Tabel 8.2). Tercatat hanya 21% luas panen dari total luas panen dalam setahun di Karawang dihasilkan pada periode 3.18% untuk Kabupaten Subang, dan 7% untuk Kabupaten Indramayu. Hubungan anomali luas panen dan WRI pada periode 2 cukup jelas menunjukkan pola tertentu, terutama pada lag (WRI t2 ), lag 2 (WRI t22 ), dan lag 3 (WRI t23 ) untuk Kabupaten Indramayu, lag 3 dan lag untuk Subang, dan lag untuk Karawang. Di samping itu nilai korelasi pada lag lag tersebut nyata pada α = 5% dan 1% (Tabel 8.3). Pada lag, nilai korelasi bertanda positif untuk semua kabupaten, ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai WRI semakin luas luas area panennya. Dengan kata lain bahwa semakin besar ketersediaan air dari curah hujan akan menghasilkan areal luas panen yang semakin luas. Model regresi dan deret waktu: WRI Model hubungan anomali luas panen dan WRI merupakan model gabungan antara model regresi dan model deret waktu. Model deret waktu digunakan untuk modelkan sisaan dari model regresi yang saling ber-autokorelasi. Sehingga modelnya terdiri atas komponen WRI dan komponen sisaan. Pendugaan parameter model regresi digunakan metode kuadrat terkecil. Tabel 8.4 memberikan gambaran bahwa tidak semua peubah penjelas nyata pada α=5% dan α=1%, namun peubah tersebut tetap dimasukkan dalam model, dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat ketepatan ramalan. Keragaman yang bisa dijelaskan oleh model (R 2 ) cukup beragam antar lokasi/kabupaten, terutama periode 1 dan 3, yaitu berkisar Beberapa kabupaten mempunyai nilai R 2 yang kecil, seperti Kabupaten Subang pada periode 1, Karawang pada periode 3. Kecilnya nilai R 2 ini, salah satu penyebabnya adalah ketidakjelasan hubungan antara luas panen dan WRI. Di samping itu terdapat beberapa pengamatan pencilan (outlier) yang cukup menganggu dalam proses pemodelan khususnya dalam metode kuadrat terkecil. Amatan pencilan ini tidak

10 83 Tabel 8.3 Nilai korelasi antara anomali luas panen dan WRI per periode menurut kabupaten Kabupaten WRI t13 WRI t12 WRI t11 WRI t1 WRI t23 WRI t22 WRI t21 WRI t2 WRI t33 WRI t32 WRI t31 WRI t Periode Periode Periode Indramayu Subang Karawang Yang dicetak miring adalah nilai p-value, dan yang dicetak bold nyata pada α=5% dan α=1%. 83

11 Tabel 8.4 Koefisien regresi dengan peubah penjelas WRI menggunakan metode kuadrat terkecil, nilai R 2, dan koefisien deret waktu model anomali luas panen Kabupaten Komponen WRI Komponen sisaan R Intersep WRI t13 WRI t12 WRI t11 WRI t1 Konst. Ф 1 θ Periode Indramayu 43.4 a a a a.6 Subang a.14 Karawang a Periode Intersep WRI t23 WRI t22 WRI t21 WRI t2 Konst. Ф 1 θ 1 Indramayu b a.58 Subang b Karawang b Periode Intersep WRI t33 WRI t32 WRI t31 WRI t3 Konst. Ф 1 θ 1 Indramayu b 8.89 a a -1.3 a.62 Subang a.93 a b Karawang b -.72 a.12 a nyata pada α=5%, b nyata pada α=1%, Ф 1 koefisien AR (1), θ 1 koefisien MA (1) 84 Tabel 8.5 Koefisien regresi dengan peubah penjelas WRI menggunakan metode robust, nilai R 2, dan koefisien deret waktu model anomali luas panen Kabupaten Komponen WRI Komponen sisaan Intersep WRI t13 WRI t12 WRI t11 WRI t1 Konst. Ф 1 θ R Periode Indramayu a -.16 a a a.89 a.75 Subang b a.75 Karawang a Periode Intersep WRI t23 WRI t22 WRI t21 WRI t2 Konst. Ф 1 θ 1 Indramayu a.33 a.56 a a.89 a.88 Subang b a a.78 Karawang a a 5.82 a -.82 a 1.35 a Periode Intersep WRI t33 WRI t32 WRI t31 WRI t3 Konst. Ф 1 θ 1 Indramayu a a 9.76 a Subang 4.99 b a 1.34 a.9 a -.16 a 2.3 a.89 a.77 Karawang a.2 a nyata pada α=5%, b nyata pada α=1%, Ф 1 koefisien AR (1), θ 1 koefisien MA (1)

12 85 bisa dihilangkan begitu saja, karena dalam kenyataannya memang terjadi dan seringkali tidak mengetahui penyebabnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, digunakan metode robust dalam pendugaan parameternya. Hasil pendugaan parameter regresinya selengkapnya disajikan pada Tabel 8.5. Hasil pendugaan model dengan metode robust dapat menaikan nilai R 2 dan mempunyai potensi untuk meningkatkan ketepatan dalam meramal. Jumlah amatan dalam pemodelan anomali luas panen terbatas (n kecil), sehingga dalam proses pemodelan deret waktu menjadi permasalahan, terutama tahap identifikasi model. Kaidah pemodelan Box-Jenkins sulit untuk diterapkan. Untuk mengatasi itu model diasumsikan bahwa model adalah lag 1, autoregresive: AR (1), moving average :MA(1), dan ARMA (1,1). Artinya besarnya amatan ke-t dipengaruhi oleh amatan ke- (t-1). Pendugaan parameter koefisien deret waktu selengkapnya disajikan pada Tabel 8.4 dan 8.5. Hasil pengujian koefisien model deret waktu menunjukkan sebagian besar nyata pada α=5%. Model hubungan antara anomali luas panen dan SST Nino 3.4, DMI, dan rasio luas tanam dan luas baku (LT/LB) Peubah penjelas lain yang digunakan dalam model anomali luas panen adalah suhu permukaan laut (sea surface temperature: SST) Nino 3.4, dipole mode index (DMI), dan rasio luas tanam dan luas baku. Karena ada kasus multikolinieritas antar peubah penjelas, khususnya SST dan DMI, maka dilakukan reduksi dengan menggunakan analisis komponen utama. Hasil reduksi peubah penjelas asal diperoleh 4 peubah penjelas baru (PC) dengan tingkat keragaman masing masing periode sebesar lebih dari 9% (Tabel 8.6). Untuk memudahkan penamaan PC dilakukan rotasi komponen utama dengan menggunakan varimax. Pada periode 1, PC1 mencirikan dari peubah SST lag lag 3, PC2 mencirikan peubah DMI lag dan lag 1 (Tabel 8.6a). Total keragaman yang bisa dijelaskan ke-4 PC adalah 96%. Pada periode 2, PC1 mencirikan peubah SST lag SST lag 2, PC2 merupakan gambaran dari peubah DMI lag dan lag 1. Sementara PC3 merupakan ciri dari peubah DMI lag 2 dan 3 (Tabel 8.6b). Pada periode 3, PC1 merupakan gambaran dari peubah SST lag

13 lag 3, PC2 merupakan ciri dari peubah DMI lag 3, PC3 memberikan ciri peubah DMI lag. Total keragaman yang bisa dijelaskan 4 PC sebesar 98% (Tabel 8.6c). 86 Tabel 8.6 Nilai loading komponen utama yang dirotasi periode 1 (A), periode 2 (B), dan periode 3 (C) Peubah PC1 PC2 PC3 PC (A) SSTt SSTt SSTt SSTt DMIt DMIt DMIt DMIt Proporsi keragaman Kumulatif keragaman (B) SSTt SSTt SSTt DMIt DMIt DMIt DMIt SSTt Proporsi keragaman Kumulatif keragaman (C) SSTt SSTt SSTt SSTt DMIt DMIt DMIt DMIt Proporsi keragaman Kumulatif keragaman.98 Angka yang dicetak bold menunjukkan nilai loading tertinggi pada masing-masing PC Model regresi dan deret waktu: SST, DMI, dan LT/LB Pendugaan parameter regresi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh nilai R 2 yang relatif kecil terutama pada periode 1 dan 3. Demikian juga dengan hasil pengujian terhadap parameternya, beberapa peubah

14 87 penjelas tidak nyata. Berbeda pada periode 2, nilai R 2 yang relatif lebih tinggi yaitu berkisar 6%-9% (Tabel 8.7). Model deret waktu sisaannya sebagian besar adalah MA (1) dan sebagian besar nyata pada α=5%. Seperti halnya model luas panen dengan prediktor WRI, pada peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI dan LT/LB terdapat amatan yang outlier. Sehingga digunakan metode robust untuk menduga parameternya. Terbatasnya panjang data sehingga tidak semua peubah penjelas PC yang digunakan. Karena metode robust mensyaratkan banyaknya amatan n>2p (Chen 22). Metode robust yang digunakan adalah least trimmed squares (LTS). Jumlah p=6 (termasuk β ), peubah penjelas LT/LB selalu masuk dalam model. Untuk menentukan penjelas PC yang masuk dalam model dilakukan pemilihan dengan menggunakan metode bestsubset. Dari hasil pemilihan peubah penjelas PC tersebut, kemudian dilakukan pendugaan dengan menggunakan regresi robust. Hasil pendugaan parameter dengan robust regresi dapat meningkatkan nilai R 2 (Tabel 8.8). Demikian juga peubah penjelas juga semakin banyak yang nyata. Validasi model anomali luas panen Untuk melihat keterandalan model luas panen dilakukan validasi model dengan menggunakan data bebas sebanyak 3 amatan (tahun). Gambar 8.5 memberikan gambaran bahwa model anomali luas panen dengan peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI, rasio LT/LB mempunyai nilai RMSEP sedikit lebih kecil daripada WRI. Namun hasil pengujian nilai tengah dengan t-student menunjukkan perbedaan nilai RMSEP tersebut tidak berbeda nyata (p-value >.8). Rataan kesalahan ramalan luas panen peubah WRI periode 1, 2, dan 3, masing-masing secara berurutan adalah 13%, 14%, dan 47%, sementara peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI, rasio LT/LB adalah 27%, 12%, dan 49% (lihat Gambar 8.6). Salah satu penyebab tidak ada perbedaan kinerja hasil ramalan luas panen antara SST Nino 3.4, DMI, rasio LT/LB dan WRI adalah lokasi penelitian yang merupakan wilayah dengan tipe hujan monsun. Pada wilayah ini keragaman curah hujannya dipengaruhi oleh fenomena ENSO dan DMI, sehingga hubungan antara keduannya sangat erat (berkorelasi tinggi). Kemungkinan akan berbeda

15 88 Tabel 8.7 Koefisien regresi komponen utama dengan metode kuadrat terkecil, nilai R 2, dan koefisien deret waktu model anomali luas panen Kabupaten Komponen PC Komponen sisaan Intersep PC1 PC2 PC3 PC4 LT/LB Konst. Ф1 θ Periode Indramayu b Subang Karawang a Periode Indramayu a a 2.53 a -2.6 a 2.51 a a -.13 a.95 a.98 Subang b b Karawang a Periode Indramayu a.3 Subang a.39 Karawang a.54 a nyata pada α=5%, b nyata pada α=1%, Ф 1 koefisien AR (1), θ 1 koefisien MA (1) R 2 Tabel 8.8 Koefisien regresi komponen utama, nilai R 2, dan koefisien deret waktu model anomali luas panen dengan metode robust Kabupaten Komponen PC Komponen sisaan Intersep PC1 PC2 PC3 PC4 LT/LB Konst. Ф1 θ1 R Periode Indramayu a a a.84 Subang b b a.89 a.47 Karawang Periode Indramayu 4.27 a a 2.5 a 3.64 a a a.95 Subang a a a a Karawang 7.82 a a a a Periode Indramayu a 3.78 a a a.75 Subang b a a.66 Karawang a a a 1.72 a 67.6 a a.74 a nyata pada α=5%, b nyata pada α=1%, Ф 1 koefisien AR (1), θ 1 koefisien MA (1) tingkat ketepatannya, jika lokasi penelitian di wilayah dengan tipe hujan lokal atau equatorial. Boer dan Las (23) menyatakan bahwa pengaruh El-Nino yang kuat hanya terjadi di beberapa sentra produksi, sehingga anomali iklim El-Nino

16 89 tidak selalu menyebabkan penurunan produksi padi. Artinya bahwa pada wilayah yang dipengaruhi ENSO, ketepatan model ramalan produksi padi (dengan peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI, rasio LT/LB) akan tinggi, dan sebaliknya untuk daerah-daerah yang tidak dipengaruhi oleh fenomena ENSO ketepatan modelnya akan menurun. Dengan demikian model ramalan produksi padi dengan peubah penjelas WRI diperkirakan akan lebih konsisten untuk semua wilayah sentra produksi padi. RMSEP Indramayu Subang Karawang WRI SST, DMI, LT/LB Gambar 8.5 Nilai RMSEP model anomali luas panen per periode menurut peubah penjelas WRI dan SST, DMI, LT/LB. Ramalan produksi padi Ramalan produksi padi per periode merupakan hasil kali antara luas panen dan produktifitas (produksi/luasan). Untuk menduga produktifitas digunakan nilai rataan selama kurun waktu Hasil ramalan produksi padi pada periode 2 lebih baik daripada periode 1 dan 3. Kisaran kesalahan dugaan periode 2 antara 9 ton sampai 1 ribu ton atau rata-rata 15% dari nilai aktualnya ( Gambar 8.6). Untuk periode 1 kisaran kesalahan mencapai 6 ribu ton sampai 18 ribu ton. Kesalahan dugaan tertinggi adalah pada periode 3, dengan kisaran antara 7 ribu- 2 ribu ton. Besarnya kisaran kesalahan dugaan pada periode 3, diduga karena lokasi penelitian tidak terlalu terpengaruh oleh air hujan (faktor iklim) dan tersedia air melalui irigasi teknis.

17 9 Secara umum hasil ramalan produksi padi per tahun mempunyai kisaran kesalahan 1%-11% dari nilai aktualnya (Tabel 8.9). Tidak ada perbedaan yang yang mencolok antara peubah penjelas WRI dan SST, DMI, LT/LB untuk model luas panen. Hasil ramalan ini merupakan angka ramalan pertama (ARAM 1). Hasil ramalan BPS mempunyai kisaran kesalahan 5%-1% (BPS 27). Namun hasil ini tidak bisa dibandingkan tingkat ketepatan ramalannya, karena cakupan wilayah BPS adalah propinsi, sementara model yang dibangun dalam penelitian ini adalah kabupaten. Luas Panen (Ha) (a) Indramayu Subang Karawang Produksi (Ton) Ramalan Luas Panen Realisasi Luas Panen Ramalan Produksi Realisasi Produksi Luas Panen (Ha) (b) Indramayu Subang Karawang Produksi (Ton) Ramalan Luas Panen Realisasi Luas Panen Ramalan Produksi Realisasi Produksi Gambar 8.6 Validasi model luas panen dan produksi per periode dengan WRI (a) dan SST, DMI, LT/LB (b).

18 91 Tabel 8.9 Nilai ramalan produksi padi dan aktual per tahun dengan menggunakan peubah penjelas WRI (A) dan SST, DMI, LT/LB (B) Kabupaten Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Aktual Ramalan Aktual Ramalan (Abs(Δ)/Akt.) x 1% Luas Panen Produksi (A) Indramayu %.54% % 9.2% Subang % 1.6% % 25.65% Karawang % 17.48% % 3.96% Rataan 1.52% 11.21% (B) Indramayu % 1.57% % 21.98% Subang % 6.9% % 7.96% Karawang % 4.87% % 8.66% Rataan 7.68% 1.2% Δ= Aktual - Ramalan 8.4 Simpulan Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara peubah penjelas WRI dan SST Nino 3.4, DMI dan LT/LB dalam memodelkan luas panen. Rataan kesalahan ramalan luas panen peubah WRI periode 1, 2, dan 3, masing-masing secara berurutan adalah 13%, 14%, dan 47%, sementara peubah penjelas SST Nino 3.4, DMI, rasio LT/LB adalah 27%, 12%, dan 49%. Hasil ramalan produksi padi periode 2 lebih baik daripada periode 1 dan 3, dengan kisaran kesalahan 15% dari nilai aktualnya. Kisaran kesalahan ramalan produksi padi per tahun mencapai 1%-11% dari nilai aktualnya, sehingga berpotensi menghasilkan ramalan yang akurat.

Model Ramalan Produksi Padi dengan Menggunakan Indeks Hujan Terboboti di Kabupaten Subang, Karawang, dan Indramayu

Model Ramalan Produksi Padi dengan Menggunakan Indeks Hujan Terboboti di Kabupaten Subang, Karawang, dan Indramayu Model Ramalan Produksi Padi dengan Menggunakan Indeks Hujan Terboboti di Kabupaten Subang, Karawang, dan Indramayu Forecasting Model of Rice Production Using Weighted Rainfall Index in Subang, Karawang,

Lebih terperinci

3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN

3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN 3. PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN 15 Berbagai model ramalan produksi tanaman pangan (khususnya padi) telah dikembangkan di Indonesia. Model-model tersebut secara

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM 5.1. Pendahuluan Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang mempunyai variabilitas dan fluktuasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan populasi ke-empat terbesar dan penghasil beras ke-tiga terbesar di dunia (World Bank, 2000). Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia umumnya dikelilingi oleh lautan yang berada antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Samudera ini menjadi sumber kelembaban utama uap air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI DENGAN PENDEKATAN BAGGING MARS

PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI DENGAN PENDEKATAN BAGGING MARS PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI DENGAN PENDEKATAN BAGGING MARS Alif Yuanita 1, Bambang Widjanarko Otok 2, dan Sutikno 3 1 Mahasiswa Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2,3 Dosen Statistika,

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan bentuk topografi yang sangat beragam, dilewati garis katulistiwa, diapit dua benua dan dua samudera. Posisi ini menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADAPTASI KALENDER TANAM PADI TERHADAP ENSO IOD BERBASIS KALENDER TANAM PADI TERHADAP ENSO SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR Mengetahui waktu dan pola tanam di daerah tertentu

Lebih terperinci

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0. 9 a : intersep (perubahan salinitas jika tidak hujan) b : slope (kemiringan garis regresi). Koefisien determinasi (r 2 ) masing-masing kelompok berdasarkan klaster, tahun, dan lahan peminihan (A dan B)

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Iidanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia maupun di

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Iidanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia maupun di V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. EEesimpulan Iidanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia maupun di Jawa Barat pada setiap tahun El-Nino menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1  ( ) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi ramalan curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisipasi kemungkinan kejadian-kejadian ekstrim (kekeringan akibat El- Nino dan kebanjiran akibat

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

PEMBAHASAN ... (3) RMSE = 7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA Hubungan antara Anomali Suhu Permukaan Laut.(Mulyana) 125 HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA Erwin Mulyana 1 Intisari Perubahan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik

Lebih terperinci

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI PANJANG MUSIM HUJAN BERDASAR SEA SURFACE TEMPERATURE Agus Buono 1, M. Mukhlis 1, Akhmad Faqih 2, Rizaldi Boer 2 1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013 PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Disampaikan Pada RAPIM A Kementerian Pertanian 10 September 2013 MATERI PRESENTASI A. Prediksi Kekeringan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX)

4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX) 4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX) Pendahuluan Beberapa penelitian curah hujan dengan satu lokasi curah hujan (tunggal) dengan model ARIMA telah dilakukan, di antaranya oleh Mauluddiyanto (2008)

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 046/11/12/Th.VI. 01 November 2012 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2012) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2012,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GLOBAL CIRCULATION MODEL (GCM) UNTUK PREDIKSI PRODUKSI PADI

PEMANFAATAN GLOBAL CIRCULATION MODEL (GCM) UNTUK PREDIKSI PRODUKSI PADI 82 Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 2 Juni 2009 : 82-94 PEMANFAATAN GLOBAL CIRCULATION MODEL (GCM) UNTUK PREDIKSI PRODUKSI PADI Sinta Berliana Sipayung * ), Sutikno **) (*) Peneliti Pusat Pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD 4.1. Pendahuluan Kondisi iklim dan ketersediaan air yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 kemudian akan digunakan untuk menduga sebaran keuntungan/kerugian kotor (gross margin) pada tiga kondisi (El Niño, dan ). Indikator ENSO yang digunakan dalam analisis ini adalah fase SOI. Keuntungan/kerugian

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS

5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS 5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS Pendahuluan Pada model VARX hubungan peubah penjelas dengan peubah respon bersifat parametrik. Stone (1985) mengemukakan pemodelan yang bersifat fleksibel

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 045/11/11/Th.V. 01 November 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN III TAHUN 2011) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2011,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyusunan fungsi produksi menurut umur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyusunan fungsi produksi menurut umur HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan fungsi produksi menurut umur Tanaman kelapa sawit akan menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang dapat dipanen pada saat tanaman berumur 3 atau 4 tahun. Produksi TBS yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan dan global governance pada abad ke 21, dampaknya terhadap pengelolaan sektor pertanian dan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN 5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN 5.1 Pendahuluan Dalam pemodelan statistical downscaling (SD), khususnya fungsi transfer diawali dengan mencari model hubungan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 125 VII. PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 7.1. Pendahuluan Salah satu informasi yang dirasakan sangat penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Yohana Fronika a, Muhammad Ishak Jumarang a*, Andi Ihwan a ajurusanfisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Intensitas Lemah?

Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Intensitas Lemah? Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Lemah? Oleh : Gatot Irianto Detail pertanyaan itu antara lain meliputi (1) bagaimana perkembangan indikator anomali iklim lebih lanjut dihubungkan dengan

Lebih terperinci

5. UJI KONSISTENSI MODEL STATISTICAL DOWNSCALING BERBASIS PROJECTION PURSUIT DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN

5. UJI KONSISTENSI MODEL STATISTICAL DOWNSCALING BERBASIS PROJECTION PURSUIT DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN 5. UJI KONSISTENSI MODEL STATISTICAL DOWNSCALING BERBASIS PROJECTION PURSUIT DALAM PREDIKSI CURAH HUJAN 5.1. Pendahuluan Model SD dengan metode PPR memberikan hasil pendugaan yang lebih akurat atau perbedaan

Lebih terperinci

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA RAMALAN II 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA RAMALAN II 2014) BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 62/11/73/Th. V, 3 November 2014 PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA RAMALAN II 2014) 30/06/73/Th. V, 2 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan ketergantungan variabel satu terhadap variabel lainnya. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. hubungan ketergantungan variabel satu terhadap variabel lainnya. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis regresi merupakan metode analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis data dan mengambil kesimpulan yang bermakna tentang hubungan ketergantungan variabel

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Studi tentang iklim mencakup kajian tentang fenomena fisik atmosfer sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

Lebih terperinci

BAGGING MARS PADA PERAMALAN PRODUKSI PADI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAGGING MARS PADA PERAMALAN PRODUKSI PADI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT BAGGING PADA PERAMALAN PRODUKSI PADI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Naily Kamaliah 1, Bambang Widjanarko Otok 2, Sutikno 3 1 Mahasiswa S2 Jurusan Statistika FMIPA ITS (138 21 12) 2,3 Dosen Jurusan Statistika

Lebih terperinci

BAGGING MARS PADA PEMODELAN ANOMALI LUAS PANEN PADI DI KABUPATEN NGAWI. Abstrak

BAGGING MARS PADA PEMODELAN ANOMALI LUAS PANEN PADI DI KABUPATEN NGAWI. Abstrak Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 BAGGING MARS PADA PEMODELAN ANOMALI LUAS PANEN PADI DI KABUPATEN NGAWI Naily Kamaliah (1), Bambang Widjanarko Otok (2),

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA TETAP 2013 DAN ANGKA RAMALAN I 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA TETAP 2013 DAN ANGKA RAMALAN I 2014) BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 37/07/73/Th. V, 1 Juli 2014 14 PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN (ANGKA TETAP 2013 DAN ANGKA RAMALAN I 2014) A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013,

Lebih terperinci

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Press Release PREDIKSI DAMPAK DINAMIKA IKLIM DAN EL-NINO 2014-2015 TERHADAP PRODUKSI PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN I. Prediksi Iklim hingga Akhir 2014/Awal 2015 1. Prediksi berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR TANGGAL 7 MARET 2018 DI LEMBANG TUMBANG DATU SANGALLA UTARA KABUPATEN TANA TORAJA

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR TANGGAL 7 MARET 2018 DI LEMBANG TUMBANG DATU SANGALLA UTARA KABUPATEN TANA TORAJA ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR TANGGAL 7 MARET 2018 DI LEMBANG TUMBANG DATU SANGALLA UTARA KABUPATEN TANA TORAJA I. INFORMASI KEJADIAN KEJADIAN Hujan Lebat dan Tanah Longsor LOKASI Lembang

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Pengaruh Fenomena El Niño Southern Oscillation dan Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Muhammad Elifant Yuggotomo 1,), Andi Ihwan ) 1) Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak ) Program Studi Fisika Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? * Parwati Sofan, Nur Febrianti, M. Rokhis Khomarudin Kejadian kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah pada pertengahan bulan September

Lebih terperinci

STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PERAMALAN PRODUKSI PADI SUTIKNO

STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PERAMALAN PRODUKSI PADI SUTIKNO STATISTICAL DOWNSCALING LUARAN GCM DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PERAMALAN PRODUKSI PADI SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

DATA DAN METODE. Peubah yang digunakan dalarn penelitian adalah rata - Sandkan ( ), dan Rembiga-Ampenan ( ),

DATA DAN METODE. Peubah yang digunakan dalarn penelitian adalah rata - Sandkan ( ), dan Rembiga-Ampenan ( ), DATA DAN METODE Peublah Respon dan Prediktor Peubah yang digunakan dalarn penelitian adalah rata - bular~an dari 3 (tiga) tipe hujan yaitu :(a) tipe monsoon meliputi TI Sandkan (1 958-1996), dan Rembiga-Ampenan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi data Tahap pertama dalam pembentukan model VAR adalah melakukan eksplorasi data untuk melihat perilaku data dari semua peubah yang akan dimasukkan dalam model. Eksplorasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 31/07/12/Th.VI. 02 Juli 2012 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA TETAP 2011 DAN RAMALAN I TAHUN 2012) Dari pembahasan Angka Tetap (ATAP) tahun 2011,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

Lebih terperinci

BAGGING MARS UNTUK PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN ANOMALI LUAS PANEN PADI DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAGGING MARS UNTUK PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN ANOMALI LUAS PANEN PADI DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, November 00 BAGGING MARS UNTUK PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN ANOMALI LUAS PANEN PADI DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Alif Yuanita, Bambang Widjanarko

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Data 5 korelasi diri, dan plot korelasi diri parsial serta uji Augmented Dickey- Fuller b. Identifikasi Model dengan metode Box-Jenkins c. Pemutihan deret input d. Pemutihan deret output berdasarkan hasil pemutihan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi lemak ikan (%) Kandungan zat aktif (absorban) HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian ini, akan dilakukan pengidentifikasian multikolinieritas.

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Kondisi Indian Oscillation Dipole (IOD), El Nino Southern Oscillation (ENSO), Curah Hujan di Indonesia, dan Pendugaan Kondisi Iklim 2016 (Update Desember 2015) Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Disarikan dari

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2017 Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018 1 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Hujan Tahun Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 28/07/11/Th.V. 01 Juli 2011 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA TETAP 2010 DAN RAMALAN II TAHUN 2011) Dari pembahasan Angka Tetap (ATAP) tahun 2010,

Lebih terperinci

EFISIENSI ESTIMASI SCALE (S) TERHADAP ESTIMASI LEAST TRIMMED SQUARES (LTS) PADA PRODUKSI PADI DI PROVINSI JAWA TENGAH

EFISIENSI ESTIMASI SCALE (S) TERHADAP ESTIMASI LEAST TRIMMED SQUARES (LTS) PADA PRODUKSI PADI DI PROVINSI JAWA TENGAH EFISIENSI ESTIMASI SCALE (S) TERHADAP ESTIMASI LEAST TRIMMED SQUARES (LTS) PADA PRODUKSI PADI DI PROVINSI JAWA TENGAH May Cristanti, Yuliana Susanti, dan Sugiyanto Program Studi Matematika FMIPA UNS ABSTRAK.

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI Maulani Septiadi 1, Munawar Ali 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan

Lebih terperinci

TEKNIK STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN PADA KONDISI EL NINO, LA NINA, DAN NORMAL 1 2 Woro Estiningtyas, Aji Hamim Wigena

Lebih terperinci

PEMBOBOTAN SUB DIMENSION INDICATOR INDEX UNTUK PENGGABUNGAN CURAH HUJAN (Studi Kasus : 15 Stasiun Penakar Curah Hujan di Kabupaten Indramayu)

PEMBOBOTAN SUB DIMENSION INDICATOR INDEX UNTUK PENGGABUNGAN CURAH HUJAN (Studi Kasus : 15 Stasiun Penakar Curah Hujan di Kabupaten Indramayu) Xplore, 2013, Vol. 1(1):e3(1-7) c 2013 Departemen Statistika FMIPA IPB PEMBOBOTAN SUB DIMENSION INDICATOR INDEX UNTUK PENGGABUNGAN CURAH HUJAN (Studi Kasus : 15 Stasiun Penakar Curah Hujan di Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian berjudul Pemodelan dan Peramalan Angka Curah Hujan Bulanan Menggunakan Analisis Runtun Waktu (Kasus Pada Daerah Sekitar Bandara Ngurah Rai), menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan datang. Peramalan adalah proses untuk memperkirakan kebutuhan di masa datang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci