HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik"

Transkripsi

1 Data hasil isolasi dan seleksi bakteri proteolitik, data aktivitas enzim protease, kerapatan optis dan uji derajat hidrolisis pakan dianalisis secara deskriptif. Data hasil uji pertumbuhan dan kecernaan pakan dianalisis secara statistika dengan Anova dan uji Duncan dengan selang kepercayaan 95%. Isolasi Bakteri Proteolitik HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Ikan lele yang digunakan untuk isolasi bakteri berasal dari petani lele di daerah Cibalagung Bogor, sebanyak 4 ekor. Saluran pencernaan yang didapatkan dari masing-masing ikan digerus menjadi satu sebelum dilakukan kegiatan isolasi. Isolasi juga dilakukan terhadap sampel air kolam pemeliharaan lele dari tempat yang sama sebagai pembanding. Kegiatan isolasi bakteri dari saluran pencernaan ikan lele dan kolam pemeliharaan ikan berturut-turut mendapatkan 7 dan 3 isolat yang dipilih berdasarkan perbedaan morfologi koloninya. Koloni-koloni bakteri yang didapatkan memiliki karakter morfologis antara lain bulat kecil, bulat sedang, bulat besar, dan warna yang didapatkan adalah putih kusam, putih susu, krem, kuning, dan bening. Seleksi Bakteri Proteolitik Aktivitas Proteolitik Hasil uji aktivitas proteolitik bakteri hasil isolasi disajikan pada Gambar 1. Aktivitas proteolitik positif ditandai dengan adanya zona bening di sekeliling koloni isolat, yang merupakan luas areal hidrolisis substrat kasein oleh isolat bakteri. Gambar 1. Zona hidrolisis kasein oleh bakteri proteolitik (A1, L1, L3, L4, L7), dan bakteri non proteolitik (C) dan TSB. xlvii

2 Hasil pengukuran luas diameter hasil aktivitas proteolitik disajikan pada Lampiran 8. Empat bakteri dengan diameter hidrolisis kasein tertinggi adalah A1, L1, L4 dan L3 yang menghasilkan zona bening dengan diameter berturut-turut sebesar 30, 28, 28 dan 25 mm. Enam isolat lainnya tidak terpilih untuk mengikuti pengujian patogenisitas karena zona hidrolisis kaseinnya terlalu sempit (11, 10, 8, 8, 6 dan 5 mm). Keempat bakteri tersebut selanjutnya mengikuti pengujian patogenisitas. Luas zona hidrolisis kasein dijadikan sebagai dasar acuan pertama dalam seleksi bakteri proteolitik, yang mengindikasikan kemampuannya dalam memanfaatkan protein untuk kelangsungan hidupnya, dengan terlebih dahulu merombak protein menjadi asam-asam amino. Meskipun menurut Suhartono (1989b), dalam beberapa kasus, luas zona hidrolisis kasein tidak secara otomatis langsung berkorelasi dengan produktivitasnya dalam menghasilkan enzim protease, namun metode ini masih cukup efektif untuk seleksi awal. Gupta dan Khare (2006) dan Tang (2008) juga melakukan metode zona bening ini untuk menyeleksi bakteri proteolitik, dan pada tahap terakhirnya memperoleh Pseudomonas aeruginosa yang mampu memproduksi protease dalam jumlah besar. Uji Patogenisitas Uji patogenisitas bertujuan untuk mengetahui apakah isolat yang didapatkan bersifat patogen terhadap ikan uji atau tidak. Meskipun isolat tidak diberikan secara langsung dalam keadaan hidup pada pakan uji (hanya ekstrak enzimnya saja), namun dikhawatirkan ekstrak protease dari bakteri patogen dapat berefek negatif terhadap ikan uji. Pengujian dilakukan terhadap 4 bakteri yang memiliki zona hidrolisis kasein tertinggi (A1, L1, L3 dan L4) dan larutan fisiologis sebagai kontrol menggunakan ikan nila sebagai ikan uji. Hasil uji patogenisitas yang dilakukan selama dua minggu di akuarium disajikan pada Lampiran 9. Tingkat kelulusan hidup ikan nila yang diinjeksi isolat A1 dan L1 sebesar 100% hingga akhir masa pengamatan, sama dengan kontrol, yang mengindikasikan bahwa isolat A1 dan L1 tidak bersifat patogen terhadap ikan nila. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila pada perlakuan injeksi isolat L3 dan L4 hanya 40 dan 20% di akhir pengamatan. xlviii

3 Berdasarkan analisis secara deskriptif, isolat A1 dan L1 terpilih sebagai bakteri penghasil enzim protease pada percobaan selanjutnya. Pertimbangannya adalah berdasarkan peringkatnya yang tertinggi pada uji zona hidrolisis kasein, dan terbukti tidak bersifat patogen pada ikan nila. Optimasi Potensi Bakteri Terpilih sebagai Sumber Enzim Protease Kerapatan Optis Bakteri A1 dan L1 Nilai kerapatan optis mencerminkan kepadatan populasi bakteri di dalam cairan kultur. Meskipun nilai kerapatan optis ini tidak bisa membedakan antara populasi bakteri yang hidup dengan yang mati, namun metode ini cukup efektif menggambarkan dinamika pertumbuhan bakteri. Hasil pengamatan nilai kerapatan optis bakteri A1 dan L1 setiap 4 jam selama empat hari tersaji di Gambar 2 dan Lampiran 10. Kurva pertumbuhan pada Gambar 2 memperlihatkan bahwa kedua bakteri mengalami fase-fase pertumbuhannya pada waktu yang hampir bersamaan. Gambar 2. Kerapatan optis cairan kultur bakteri A1 ( ) dan L1 ( ) dalam pengamatan selama 4 hari pada waktu kulturnya. Fase pertumbuhan awal (lag phase) dan fase eksponensial bakteri A1 dan L1 dimulai dari awal kultur hingga jam ke-44 (mendekati 2 hari). Fase stasioner bakteri A1 terjadi antara jam ke-44 sampai jam ke-52, sedangkan bakteri L1 antara jam ke-44 sampai jam ke-68. Fase kematian terjadi setelah stasioner, di mana populasi bakteri cenderung terus mengalami penurunan. Menurut Pelczar dan Chan (1986), fase pertumbuhan bakteri terdiri dari periode awal yaitu fase lamban atau lag phase, diikuti oleh suatu periode xlix

4 pertumbuhan yang cepat (fase logaritma atau eksponensial), kemudian mendatar (fase statis atau stasioner) dan akhirnya fase penurunan populasi sel-sel hidup (fase kematian atau penurunan). Penentuan fase pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui kapan waktu panen sel yang tepat untuk memproduksi suatu produk atau senyawa metabolit, antara lain enzim (Suhartono 1989b). Pemantauan Aktivitas Enzim Protease Bakteri A1 dan L1 Kegiatan ekstraksi enzim yang dilanjutkan dengan pengujian aktivitas enzim protease bakteri A1 dan L1, dilakukan selama 4 hari setiap 4 jam sekali pada waktu kulturnya, sebanyak 25 titik pengamatan (Gambar 3 dan Lampiran 11). Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya fluktuasi produksi enzim protease oleh kedua bakteri, karena daya sintesis enzim oleh bakteri dari satu fase ke fase lain tidak sama. Gambar 3. Aktivitas enzim protease (µg/menit.ml) bakteri A1 ( ) dan L1 ( ) dalam pengamatan selama 4 hari pada waktu kulturnya. Dari Gambar 3 terlihat bahwa aktivitas enzim protease bakteri A1 mulai mengalami peningkatan pada titik waktu ke-11 (atau jam ke-40) dan semakin meningkat pada titik waktu berikutnya, sedangkan pada bakteri L1, peningkatan yang signifikan dimulai pada titik waktu ke-14 (atau jam ke-52). Bakteri A1 mulai meningkatkan sekresi enzim proteasenya menjelang memasuki fase stasioner, sedangkan bakteri L1 di dalam fase stasioner. Enzim dari kedua bakteri menunjukkan tingkat aktivitas enzim tertinggi pada periode yang hampir l

5 bersamaan, yaitu pada titik waktu ke-18 hingga ke-24 (atau jam ke-68 hingga ke- 92). Tingkat produksi tertinggi ini justru dihasilkan ketika kedua bakteri berada di dalam fase penurunan. Menurut Suhartono (1989a), sintesis enzim ekstraselular oleh bakteri dalam jumlah terbesar secara normal terjadi pada saat sebelum sporulasi, yaitu pada akhir fase eksponensial dan awal stasioner. Keadaan ini membawa pada suatu dugaan bahwa kemungkinan ada hubungan sebab akibat antara eksoenzim dan sporulasi. Bacilus sp misalnya, memproduksi protease serin pada tahap akhir pertumbuhan, yaitu saat sel memasuki fase sporulasi, dan Bacillus subtilis meningkatkan produksi protease jenis subtilisin pada saat menjalani proses sporulasi. Berdasarkan hasil pengamatan pada tahap ini, maka diputuskan bahwa pemanenan enzim protease untuk bakteri A1 dan L1 dilakukan pada umur kultur 3 hari (72 jam), yaitu pada posisi aman di dalam rentangan masa produksi enzim protease yang tertinggi. Hasil ini serupa dengan Wang et al. (2008), yang melaporkan bahwa kondisi produksi protease yang optimal oleh bakteri Chryseobacterium taeanense TKU001 adalah dengan inkubasi kultur bakteri tersebut pada suhu 37 o C selama 3 hari. Tang (2008) yang mengisolasi bakteri penghasil protease dan mengoptimasi produksi protease oleh Pseudomonas aeruginosa juga melaporkan hal yang sama. Mabrouk et al. (1999) yang mengoptimasi produksi protease Bacillus licheniformis melaporkan hal yang berbeda, bahwa waktu inkubasi selama 5 hari pada suhu 37 o C menghasilkan protease dengan aktivitas yang maksimal. Penentuan Dosis Enzim Protease Bakteri Setelah mendapatkan waktu kultur bakteri yang optimal untuk memanen enzim protease, tahap selanjutnya adalah menentukan dosis enzim protease yang tepat untuk menghidrolisis protein pakan percobaan. Hasil uji derajat hidrolisis protein pakan formulasi yang diberi ekstrak enzim protease bakteri A1 dan L1 pada beberapa level dosis disajikan pada Gambar 4 dan Lampiran 12. li

6 Gambar 4. Nilai derajat hidrolisis protein pakan (%) pada beberapa level dosis enzim protease bakteri A1 ( ) dan L1 ( ). Dari Gambar 4 terlihat bahwa derajat hidrolisis protein pakan percobaan meningkat bersamaan dengan meningkatnya dosis enzim protease yang diberikan. Pada dosis 1000 ml enzim / kg pakan, derajat hidrolisis protein mencapai rataan 91.99% (±0.65). Ini mengandung pengertian bahwa dari 100 gram protein yang terkandung di dalam pakan, sebanyak gram telah diubah menjadi bentuk protein terlarut, dan sisanya (8.01 gram) masih berupa protein tidak larut. Dosis 1000 ml ekstrak enzim protease / kg pakan terpilih untuk diaplikasikan dalam percobaan selanjutnya. Dosis 1000 ml enzim protease perkilogram pakan dalam penelitian ini setara dengan memberikan enzim protease dengan total aktivitas 8 x 10 5 µg perkilogram pakan. Hou et al. (2010) memberikan kombinasi enzim-enzim protease untuk menghidrolisis tulang rangka limbah ikan Pollock sebanyak 1.2 g/kg substrat dengan aktivitas 1.2 x 10 5 µg/g atau setara dengan 1.44 x 10 5 µg/kg substrat, dan berhasil memecahkan ikatan peptida pada substrat sebanyak 25%. Beal et al. (1998c) menghidrolisis tepung bungkil kedelai (TBK) dengan enzim protease sebanyak 2.5 g/ kg TBK dengan aktivitas 4 x 10 5 µg/g atau setara dengan 10 x 10 5 µg/kg TBK, dan melaporkan adanya penurunan jumlah dan densitas ikatan protein yang mengindikasikan adanya hidrolisis protein TBK. Tingginya derajat hidrolisis protein pada pakan percobaan yang disuplementasi dengan enzim protease bakteri A1 dan L1 disebabkan oleh adanya lii

7 kontribusi beberapa bahan baku pakannya. Protein yang terdapat di dalam pakan formulasi sebesar % bobot kering pakan berasal dari sumbangan TBK sebesar 10.52%, tepung ikan 6.56%, polar 5.84%, tepung darah 5.67% dan dedak 2.52%. Prosentase sumbangan protein dari masing-masing bahan baku dibandingkan dengan total protein pakan ditampilkan pada Gambar 5. Gambar 5. Prosentase sumbangan protein masing-masing bahan baku terhadap total protein pakan formulasi (%). TBK, tepung ikan dan tepung darah sebagai tiga komponen terbesar penyumbang protein dalam pakan formulasi akan mengalami perombakan protein yang signifikan bila dihidrolisis oleh enzim protease. Hou et al. (2010) yang menggunakan kompleks enzim protease untuk menghidrolisis limbah ikan Pollock Alaska yang terdiri dari daging dan tulang buangan melaporkan adanya penurunan signifikan jumlah ikatan peptida. Beal et al. (1998a) menggunakan teknik in vitro untuk mengevaluasi kemampuan beberapa jenis enzim protease dalam meningkatkan kecernaan nitrogen TBK, dan menemukan peningkatan sebesar 12% daripada kontrolnya. Rooke et al. (1998) melaporkan adanya peningkatan konsentrasi asam amino TBK setelah ditreatment dengan enzim protease. TBK dalam pakan percobaan yang merupakan penyumbang terbesar dalam komposisi protein pakan akan secara signifikan menambah jumlah protein yang terhidrolisis. Uji Kecernaan dan Pertumbuhan pada Ikan Nila liii

8 Hasil uji kecernaan total dan protein pakan untuk ikan nila disajikan di Tabel 7, sedangkan perhitungan nilai kecernaan pakan oleh ikan nila, analisis ragam dan uji Duncannya berturut-turut tersaji di Lampiran 13, 18 dan 19. Pakan formulasi yang ditambah enzim A1 (pakan B) dan L1 (pakan C) meningkat nilai kecernaan protein dan totalnya secara signifikan dibandingkan kontrolnya (pakan A), dengan nilai kecernaan total 48, 72 dan 76%, dan kecernaan protein pakan 75, 84 dan 90%, berturut-turut untuk pakan A, B dan C. Pakan B dan C telah mengalami proses pencernaan awal dengan cukup baik, sehingga jumlah nutrien terhidrolisisnya lebih banyak dibandingkan pakan A, dan kecernaannya meningkat. Tabel 7. Laju pertumbuhan spesifik (LPS), jumlah konsumsi pakan (JKP), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), kecernaan protein pakan (KP), kecernaan total pakan (KT) dan kelangsungan hidup (SR) ikan nila. Parameter PERLAKUAN Pakan Formulasi (28% P) Pakan komersial (31%P) Pakan Kontrol Enzim A1 Enzim L1 Kontrol Enzim A1 Enzim L1 Komersial (28% P) A B C D E F G KT (%) 48 ± 1.6 a 72 ± 1.8 d 76 ± 0.8 e 70 ± 0.5 c 69 ± 0.3 c 87 ± 0.3 f 61 ± 0.9 b KP (%) 75 ± 1.0 a 84 ± 0.1 d 90 ± 0.3 e 82 ± 1.4 c 81 ± 0.8 b 93 ± 0.3 f 75 ± 0.5 a LPS(%) 2.3±0.2 a 2.8±0.2 bc 2.7±0.1 abc 3.0 ± 0.3 c 2.9 ± 0.2 c 3.0±0.2 c 2.5±0.1 ab JKP (g) 162 ±25 a 209±32 abc 203±11 abc 245±58 c 242±37 bc 257±20 c 184±17 abc EP (%) 76 ± 3.4 a 83 ± 2.7 bc 80 ± 2.5 ab 86 ± 3.2 c 83 ± 2.0 bc 81 ± 4.4 abc 76 ± 3.3 a RP (%) 44 ± 2.0 a 50 ± 1.9 c 49 ± 1.4 bc 45 ± 2.1 a 44 ± 1.1 a 43 ± 2.0 a 45 ± 2.0 ab SR (%) 97 ± 5.8 a 97 ± 5.8 a 100 ± 0 a 100 ± 0 a 97 ± 5.8 a 97 ± 5.8 a 100 ± 0.0 a Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT) Kecernaan protein dan total pakan komersial mengalami peningkatan signifikan dibandingkan kontrolnya (pakan D), untuk treatment dengan enzim L1 (pakan F), namun tidak untuk enzim A1 (pakan E). Pakan D, E dan F berturutturut memiliki nilai kecernaan total 70, 69 dan 87% dan kecernaan protein 82, 81 dan 93%. Tidak diketahui dengan pasti alasan timbulnya perbedaan respon di antara kedua enzim ini, namun diduga penyebabnya adalah bahwa enzim A1 tidak sebaik enzim L1 dalam menghidrolisis bahan pakan komersial. Dimungkinkan ada sejenis ikatan protein atau senyawa kompleks lain di dalam pakan komersial yang tidak dapat dipecahkan oleh enzim A1, tetapi enzim L1 berhasil melakukannya, sehingga kecernaannya berbeda. liv

9 Di antara tiga jenis pakan yang tidak dihidrolisis dengan enzim, pakan formulasi (A) memiliki kecernaan total yang paling rendah (48%) dibandingkan pakan komersial 31% (D; 70% ) dan pakan komersial 28% (G; 61% ) dengan selisih di antara ketiganya yang signifikan, dan juga kecernaan protein A paling rendah (75%) dibandingkan G (75%) dan D (82%), dengan selisih antara A dan D yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas bahan pakan A secara umum paling rendah dari dua pakan lainnya, dan kualitas bahan sumber protein pakan A sama dengan pakan G, tetapi lebih buruk dari pakan D. Tidak mengherankan apabila treatmentnya dengan enzim protease mampu meningkatkan kecernaan total dan protein pakan formulasi secara signifikan, karena kondisi bahan dasarnya masih memungkinkan untuk ditingkatkan kualitasnya. Peningkatan nilai kecernaan pada pakan formulasi tidak terlepas dari kontribusi bahan-bahan sumber protein pakan yang mengalami hidrolisis dengan bantuan enzim protease bakteri. Menurut Laining et al. (2003), tepung darah akan mengalami peningkatan kecernaan total dari 48.1% menjadi 67.9% dan 61.7%, dan peningkatan kecernaan protein dari 55.2% menjadi 87.5% dan 84.2% setelah difermentasi dengan asam format dan propionat pada uji kecernaan dengan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ini membuktikan bahwa nilai kecernaan total dan protein tepung darah dapat ditingkatkan dengan beberapa treatment, termasuk dengan hidrolisis oleh enzim protease bakteri A1 dan L1. Ghazi et al (2002, 2003) dan Marsman et al. (1997) melaporkan adanya peningkatan kecernaan protein pakan yang berbasis TBK setelah ditreatment dengan enzim protease, untuk ayam broiler. Swift et al. (1996) juga melaporkan adanya peningkatan kecernaan nitrogen dan energi secara signifikan pada pakan berbasis TBK untuk ayam broiler, setelah ditreatment dengan Vegpro (enzim protease komersial). Sedangkan tepung ikan, menurut Smith et al. (1994), nilai kecernaan proteinnya masih cukup bervariasi ( %, tergantung jenis ikan yang digunakan), sehingga masih dapat ditingkatkan kecernaannya dengan enzim protease. Lebih jauh, Rosmawati (2005) juga melaporkan adanya peningkatan kecernaan total dan protein yang signifikan pada pakan percobaannya yang dihidrolisis dengan enzim pankreatin dan pepsin. lv

10 Nilai kecernaan pakan menggambarkan kinerja pencernaan dan penyerapan pakan yang terjadi di saluran pencernaan ikan. Kecernaan pakan dipengaruhi oleh kemampuan ikan mencerna pakan dan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ikan, yang ditentukan oleh karakter bahan baku penyusunnya. Bahan berserat tinggi tidak dapat dicerna oleh ikan non-herbivora karena ketiadaan enzim yang dapat memecah dinding sel yang kompleks yang terdapat padanya. Sumber protein nabati diketahui memiliki nilai kecernaan protein yang bervariasi karena adanya struktur sekunder dan tersier pada ikatan protein dan perbedaan komposisi asam aminonya. Selain itu, pakan yang karakternya diketahui dapat melintas cepat di saluran pencernaan ikan akan dicerna secara kurang sempurna, karena singkatnya waktu pemaparan oleh enzim pencernaan (Millamena et al. 2002). Perhitungan laju pertumbuhan spesifik (LPS), jumlah konsumsi pakan, efisiensi pakan dan retensi protein pakan tersaji di Lampiran 14 dan 15 serta Tabel 7. Terlihat dari Tabel 7, pemberian enzim A1 pada pakan formulasi berpengaruh nyata meningkatkan LPS ikan nila. LPS rata-rata pada pakan B dan pakan C adalah 2.8 dan 2.7%, sedangkan pakan A hanya 2.3%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 16 dan Tabel 7), meskipun hanya pakan B yang secara signifikan meningkat dibandingkan pakan A, namun LPS pada pakan B dan C yang berkadar protein 28% tidak berbeda nyata dengan pakan komersial kontrol dan terhidrolisisnya (pakan D, E dan F) yang berkadar protein 31% (3.0; 2.9; 3.0%). LPS pakan A secara statistika jauh lebih kecil daripada pakan D, E dan F. Peningkatan LPS ini berkaitan dengan adanya peningkatan yang sangat signifikan untuk parameter kecernaan total dan protein pada pakan formulasi yang dihidrolisis oleh enzim A1 dan L1. Meningkatnya kecernaan total dan protein menyebabkan meningkat pula asupan nutrisi yang terserap dan dimanfaatkan oleh tubuh ikan dalam proses metabolisme. Penyerapan protein yang lebih baik akan menyebabkan meningkatnya ketersediaan asam amino yang diperlukan untuk pertumbuhan. Meningkatnya tingkat penyerapan nutrisi pakan secara total akan meningkatkan ketersediaan energi, yang selanjutnya akan meningkatkan efek penghematan protein, sehingga asam amino akan lebih termanfaatkan secara efisien sebagai komponen pembangun tubuh dan bukan sebagai sumber energi. lvi

11 Jumlah pakan yang dikonsumsi ikan nila dari ketujuh perlakuan juga mengalami perbedaan (Lampiran 17 Tabel 7). Meskipun selisihnya belum signifikan, konsumsi pakan B dan C (209 dan 203 gram) mengalami peningkatan dibandingkan pakan A (162 gram), sehingga nilainya secara statistika menyamai konsumsi pakan D, E dan F (245; 242 dan 257 gram). Hal ini menunjukkan bahwa enzim protease dari bakteri A1 dan L1 juga mampu meningkatkan palatabilitas pakan formulasi. Inkubasi pakan formulasi dengan enzim bakteri A1 dan L1 menghasilkan aroma yang kuat seperti aroma terasi, yang menjadi atraktan tambahan bagi ikan yang mengkonsumsinya. Dilihat dari parameter efisiensi pakan, pakan formulasi kontrol (A) berada di posisi terendah (76%), sedangkan pakan komersial kontrol (D) di posisi tertinggi (86%) dengan jarak bentangan (multiple range test) yang berbeda sangat nyata (Lampiran 20 dan Tabel 7). Perlakuan hidrolisis pakan formulasi dengan enzim A1 (pakan B) mampu meningkatkan efisiensi pakan menjadi 83%. Nilai efisiensi pakan B secara statistik mampu menyamai pakan D, E dan F (86; 83 dan 81%). Ini mengindikasikan bahwa peningkatan jumlah konsumsi pakan pada pakan formulasi yang dihidrolisis oleh enzim A1 dan L1 diikuti juga dengan peningkatan deposisi bobot tubuh yang lebih efisien, sehingga nilai efisiensi pakannya meningkat. Dari Tabel 7 dan Lampiran 21 terlihat bahwa pakan B dan C memberikan nilai retensi protein yang tertinggi (50 dan 49%), meningkat signifikan dibandingkan pakan A (44.40%), dan berbeda nyata dengan pakan D, E dan F (44; 44 dan 43%). Tingginya nilai retensi protein pada pakan B dan C disebabkan karena meskipun kadar proteinnya lebih rendah (28.00; 28.10% bobot basah) dibandingkan pakan D, E dan F (31.00; 31.10; 31.10% bobot basah), namun deposisi protein tubuhnya yang tercermin dari laju pertumbuhannya tidak berbeda nyata. Pemberian enzim A1 dan L1 mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan protein pakan dan pembentukan jaringan tubuh. Pada pakan komersial dengan kadar protein 31% (bobot basah), pemberian enzim A1 dan L1 ternyata tidak meningkatkan laju pertumbuhan ikan nila (Tabel 7). LPS pakan komersial yang diberi enzim A1, L1 dan kontrolnya (pakan E, F dan D) adalah sebesar 2.9, 3.0 dan 3.0%. Meskipun ada peningkatan signifikan lvii

12 pada parameter kecernaan protein dan total pakan dengan pemberian enzim L1, namun hal ini ternyata tidak diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhannya. Hal yang serupa juga terjadi pada parameter retensi protein, efisiensi dan jumlah konsumsi pakan. Perbedaan efek ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan kualitas bahan baku penyusun di antara pakan formulasi dengan komersial. Nilai kecernaan total dan protein pakan formulasi hanya 48 dan 75%, sedangkan pakan komersial cukup tinggi yaitu 70 dan 82%. Kualitas pakan komersial yang sudah cukup baik menyebabkan perlakuan hidrolisis enzim tidak memberikan peningkatan yang berarti. Rosmawati (2005) yang memberikan enzim pepsin dan pankreatin komersial pada pakan buatan untuk benih gurami juga melaporkan hal serupa. Pemberian enzim pepsin meningkatkan kecernaan protein, tetapi tidak meningkatkan laju pertumbuhan benih gurami. Tidak ada perbedaan nyata untuk parameter kelangsungan hidup, yang mengindikasikan bahwa enzim A1 dan L1 tidak berpengaruh terhadap parameter ini (Tabel 7 dan Lampiran 22). Dari 10 individu ikan yang dipelihara di setiap unit percobaan, kematian yang terjadi maksimal hanya 1 individu saja. Nilai rata-rata SR terendah adalah 97% untuk perlakuan A, B, E dan F, sedangkan perlakuan C, D dan G mencapai 100%. Tingkat kelulusan hidup yang tinggi juga didukung oleh terjaganya kualitas air media hidup ikan nila (Lampiran 23). Sistem resirkulasi, penyiponan feses dan pembersihan bak filter resirkulasi yang rutin dilakukan dan pencahayaan dengan lampu TL telah mampu menjaga kualitas air media tetap stabil dan sesuai untuk mendukung kehidupan ikan nila yang optimal. lviii

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Kegiatan isolasi dan seleksi bakteri proteolitik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor, kegiatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens 9 3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, serta di kolam percobaan

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur uji zona hidrolisis kasein

Lampiran 1. Prosedur uji zona hidrolisis kasein Lampiran 1. Prosedur uji zona hidrolisis kasein Media kultur agar yang mengandung kasein 2% disiapkan di dalam cawan petri. Wilayah agar dibagi menjadi 4 bagian (kuadran) yang sama, dan empat buah kertas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hubungan antara aktivitas enzim kasar kitinase dengan waktu disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa aktivitas enzim kasar kitinase terbaik dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Gambar 1 menunjukkan adanya penambahan bobot rata-rata pada ikan uji. Penambahan bobot akhir rata-rata dari bobot awal rata-rata pada perlakuan pakan RUSNAS sebesar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Batasan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 2 menunjukkan adanya penambahan biomass dari masing-masing ikan uji. Biomass rata-rata awal ikan uji perlakuan A (0 ml/kg) adalah sebesar 46,9 g sedangkan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Bahan Kering Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi bahan kering ransum ayam kampung yang diberi Azolla microphyla fermentasi (AMF) dapat di lihat pada Tabel 8.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi ketiga dari negara-negara penghasil nanas olahan dan segar setelah negara Thailand dan Philippines.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi untuk dikembangkan (Ghufran, 2010). ikan Patin banyak dikonsumsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan bobot rata-rata individu ikan (g) Perubahan bobot rata-rata individu ikan (g) 16 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil penelitian terhadap empat jenis pakan uji dengan kadar protein berbeda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya burung puyuh (Coturnix coturnix) betina dengan tujuan utama menghasilkan telur konsumsi dan atau pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Dan Analisis Data Pada penelitian ini parameter yang digunakan adalah kadar C-organik dan nilai Total Suspended Solid (TSS). Pengaruh perbandingan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan jamur tiram putih yang diamati adalah jumlah dan lebar tudung serta waktu panen. Yang dimaksud dengan jumlah tudung ialah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP),

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vi ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 6 1.3 Batasan

Lebih terperinci

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Riswandi 1), Sofia Sandi 1) dan Fitra Yosi 1) 1) Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa 17 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji Tahap 2 adalah mengevaluasi

Lebih terperinci

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Sektor perikanan budidaya ikan air tawar di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Komoditas budidaya ikan air tawar seperti ikan lele, selain

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT. (Cromileptes altivelis)

UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT. (Cromileptes altivelis) BIOAVAILABILITY Fe-TEPUNG DARAH UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT DAYA TAHAN TUBUH IKAN KERAPU (Cromileptes altivelis) Peneliti: 1. Mia Setiawati, MSi 2. Sri Nuryati, MSi 3. Prof. Ing Mokoginta (tahun ke-3)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap persiapan bahan baku, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan data. 2.1.1. Persiapan Bahan Baku

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki potensi keuntungan yang menjanjikan. Seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Onggok Aren terhadap Pertumbuhan Cacing Eisenia foetida Salah satu indikator untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor Asal Cipanas dan Lembang Daerah perakaran tanaman tomat sehat diduga lebih banyak dikolonisasi oleh bakteri yang bermanfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kinerja Pertumbuhan Data hasil pengamatan penggunaan pakan uji terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan teknologi pengolahan pakan di bidang peternakan sudah banyak dilakukan sekarang. Teknologi pengolahan pakan menjadi penting karena memiliki beberapa keuntungan,

Lebih terperinci

IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG TEPUNG BULU AYAM HASIL FERMENTASI DENGAN Bacillus spp. DAN Lactobacillus spp.

IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG TEPUNG BULU AYAM HASIL FERMENTASI DENGAN Bacillus spp. DAN Lactobacillus spp. IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG TEPUNG BULU AYAM HASIL FERMENTASI DENGAN Bacillus spp. DAN Lactobacillus spp. SKRIPSI LUQMAN HAKIM E10013041 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein hati broiler yang diberi probiotik selama pemeliharaan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Seleksi Bakteri Probiotik Karakterisasi morfologi dan fisiologis kandidat probiotik

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Seleksi Bakteri Probiotik Karakterisasi morfologi dan fisiologis kandidat probiotik II. BAHAN DAN METODE 2.1 Seleksi Bakteri Probiotik 2.1.1 Karakterisasi morfologi dan fisiologis kandidat probiotik Sebanyak 16 jenis bakteri hasil isolasi Ardiani (2011) ditumbuhkan pada media agar Sea

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah banyaknya hutan tropis yang membentang dari sabang sampai merauke. Hutan tropis merupakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci