BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Dan Analisis Data Pada penelitian ini parameter yang digunakan adalah kadar C-organik dan nilai Total Suspended Solid (TSS). Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi, lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dan kombinasi keduanya terhadap proses degradasi tinja sapi oleh bakteri selulolitik pada pencernaan rayap pembangun musamus ditunjukkan dari penurunan parameter tersebut Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi terhadap kadar C- organik dan nilai TSS dapat diketahui dari hasil uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa kadar C-organik berdistribusi normal (α = 0,307) (Lampiran 4) dan tidak homogen (α = 0,001) (Lampiran 5) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji Brown Forsythe. Hasil uji Brown Forsythe menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kadar C-organik (α = 0,000) sehingga H 0 ditolak dan H 1 diterima serta dapat dilanjutkan dengan uji lanjutan yakni uji Games Howell. Hasil uji Games Howell menunjukkan bahwa pada setiap perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi memiliki beda signifikan yang nyata (Tabel 4.1). Sementara itu, nilai TSS juga berdistribusi normal (α = 0,106) (Lampiran 4) dan homogen (α = 0,064) (Lampiran 5) sehingga dapat dilanjutkan 36

2 37 dengan uji ANOVA dua arah. Hasil uji ANOVA dua arah menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi berpengaruh terhadap nilai TSS (α = 0,000) sehingga H 0 ditolak dan H 1 diterima serta dapat dilanjutkan dengan uji lanjutan yakni uji Duncan (Tabel 4.2). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pada perbandingan konsentrasi substrat 1:0* (kontrol tanpa perlakuan) dan 1:0 (tanpa penambahan air) tidak memiliki beda nyata sedangkan pada perbandingan konsentrasi substrat 1:2 (pengenceran paling tinggi) memiliki perbedaan yang signifikan terhadap perbandingan konsentrasi substrat lainnya dengan nilai TSS yang paling rendah. Setelah itu dilanjutkan dengan uji korelasi dan diperoleh α = 0,000 dengan angka koefesien korelasi untuk kadar C-organik sebesar 0,851 dan untuk nilai TSS juga sebesar 0,851 (Lampiran 13). Kedua parameter tersebut saling berkorelasi dan menunjukkan hasil yang representatif sehingga dapat digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan pengaruh perbandingan konsentrasi susbtrat tinja sapi, lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dan kombinasi keduanya terhadap proses degradasi tinja sapi. Hasil perhitungan rata-rata kadar C-organik pada tiap perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Rata-rata kadar C-organik pada tiap perbandingan konsentrasi substrat No Perbandingan Konsentrasi Substrat (g/ml) Rata-Rata Kadar C-organik (%) 1 1:0* 9,48a ± 0,44 2 1:0 8,49b ± 0,66 3 1:1 5,77c ± 0,86 4 1:2 4,60d ± 1,05 Keterangan: angka disertai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikansi pada uji Games Howell (Lampiran 6)

3 38 Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat pada proses degradasi tinja sapi dapat diketahui dari penurunan kadar C-organik. Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Diagram pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi terhadap kadar C-organik Pada Gambar 13. dapat diketahui bahwa pada perbandingan konsentrasi substrat 1:2 memiliki kadar C-organik terendah dengan nilai rata-rata 4,6%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penurunan kadar C-organik terdapat pada substrat dengan tingkat pengenceran tertinggi yaitu pada perbandingan konsentrasi substrat 1:2 yang berisikan 133 g tinja sapi dalam 367 ml air. Hasil perhitungan rata-rata untuk nilai TSS pada masing-masing perbandingan konsentrasi substrat dapat dilihat pada Tabel 4.2.

4 39 Tabel 4.2. Rata-rata nilai Total Suspended Solid (TSS) pada tiap perbandingan konsentrasi substrat No Perbandingan Konsentrasi Substrat (g/ml) Rata-Rata Nilai TSS (mg/l) 1 1:0* 624,17 c ± 97,62 2 1:0 603,07 c ± 67,39 3 1:1 248,65 b ± 63,52 4 1:2 126,47 a ± 80,58 Keterangan: angka disertai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikansi pada uji Duncan (Lampiran 9). Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat terhadap proses degradasi tinja sapi dapat diketahui dari penurunan nilai TSS pada masing-masing perbandingan konsentrasi substrat. Penurunan tersebut dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Diagram pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi terhadap nilai TSS Pada Gambar 14. dapat diketahui perbandingan konsentrasi substrat yang memiliki nilai TSS terendah adalah 1:2 dengan nilai rata-rata 126,47 mg/l. Hasil TSS pada perbandingan konsentrasi substrat 1:1 dan 1:2 mengalami penurunan

5 40 yang drastis dibandingkan pada perbandingan konsentrasi substrat 1:0 dan pada kontrol 1:0* Pengaruh lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi Pengaruh lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi terhadap kadar C-organik dan nilai TSS dapat diketahui dari hasil uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa data kadar C-organik berdistribusi normal (α = 0,307) (Lampiran 4) dan tidak homogen (α = 0,001) (Lampiran 5) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji Brown Forsythe. Hasil uji Brown Forsythe menunjukkan bahwa lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi tidak berpengaruh terhadap kadar C-organik (α = 0,938) sehingga H 1 ditolak dan H 0 diterima (Lampiran7). Sementara itu, nilai TSS juga berdistribusi normal (α = 0,106) (Lampiran 4) dan homogen (α = 0,064) (Lampiran 5) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA dua arah (Lampiran 8). Hasil uji ANOVA dua arah menunjukkan bahwa lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi berpengaruh terhadap nilai TSS (α = 0,000) sehingga tolak H 0 dan terima H 1 serta dapat dilanjutkan dengan uji lanjutan yakni uji Duncan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pada minggu pertama, kedua, dan ketiga memiliki beda signifikan yang nyata (Lampiran 10). Setelah itu dilanjutkan dengan uji korelasi dan diperoleh α = 0,000 dengan angka koefesien korelasi untuk kadar C-organik sebesar 0,851 dan untuk nilai TSS juga sebesar 0,851 (Lampiran 13). Hasil perhitungan rata-rata kadar C-organik dari masing-masing lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

6 41 Tabel 4.3. Rata-rata kadar C-organik pada tiap lama waktu inkubasi No Lama Waktu Inkubasi (minggu) Rata-Rata Kadar C-organik (%) 1 1 6,93 ± 2, ,25 ± 2, ,31 ± 2, ,84 ± 1,77 Pengaruh lama waktu inkubasi terhadap kadar C-organik pada proses degradasi tinja sapi dapat dilihat dari diagram pada Gambar 15. Pada gambar di bawah kadar C-organik terendah terdapat pada waktu inkubasi ke-4 dengan nilai rata-rata 6,84%. Gambar 15. Diagram pengaruh lama waktu inkubasi terhadap kadar C-organik Hasil perhitungan nilai rata-rata TSS selama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dapat dilihat pada Tabel 4.4.

7 42 Tabel 4.4. Rata-rata nilai Total Suspended Solid (TSS) pada tiap lama waktu inkubasi No Lama Waktu Inkubasi (minggu) Rata-Rata Nilai TSS (mg/l) ,37 c ± 212, ,24 b ± 249, ,33 a ± 202, ,42 bc ± 266,43 Keterangan: huruf yang terletak di belakang angka menunjukkan beda nyata pada tabel Duncan (Lampiran 10). Pengaruh lama waktu inkubasi terhadap nilai TSS pada proses degradasi tinja tsapi dapat dilihat dari diagram pada Gambar 16. Pada gambar di bawah nilai TSS terendah terdapat pada waktu inkubasi minggu ke-3 dengan nilai rata-rata 320,33 mg/l. Gambar 16. Diagram pengaruh lama waktu inkubasi terhadap nilai TSS Berikut ini adalah tabel nilai rata-rata jumlah koloni bakteri selulolitik yang diinkubasi dalam substrat tinja sapi selama 4 minggu.

8 43 Tabel 4.5. Rata-rata jumlah koloni bakteri pada setiap konsentrasi substrat dan lama waktu inkubasi Waktu inkubasi (minggu) Perbandingan Konsentrasi substrat (g/ml) S 0 S 1 S 2 S 3 M 1 7,26 ± 0,12 7,49 ± 0,30 7,86 ± 0,35 7,71 ± 0,35 M 2 8,48 ± 0,12 8,42 ± 0,33 8,35 ± 0,26 8,11 ± 0,23 M 3 9,67 ± 0,08 9, 83 ± 0,10 9,89 ± 0,37 9,65 ± 0,03 M 4 10,58 ± 0,34 10,57 ± 0,23 10,70 ± 0,12 10,15 ± 0,48 Keterangan: M1 (Minggu ke-1), M2 (Minggu ke-2), M3 (Minggu ke-3), M4 (Minggu ke-4). Sedangkan, S0 (Konsentrasi substrat 1:0*), S1 (Konsentrasi substrat 1:0), S2 (Konsentrasi substrat 1:1), S3 (Konsentrasi substrat 1:2). Gambar 17. Grafik Total Plate Count (TPC) jumlah sel bakteri (CFU/mL) Pada Tabel 4.5 dan Gambar 17, tampak bahwa pertumbuhan bakteri pada tiap perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi selama 4 minggu waktu inkubasi memiliki nilai rata-rata log yang tidak jauh berbeda antar konsentrasi substrat. Nilai rata-rata TPC bakteri selulolitik terendah dari semua perlakuan terdapat pada perbandingan konsentrasi substrat 1:0* dengan lama waktu inkubasi 1 minggu,

9 44 yaitu sebesar 7,2589 CFU/mL. Sedangkan, nilai rata-rata TPC bakteri selulolitik tertinggi dari semua perlakuan terdapat pada perbandingan konsentrasi substrat 1:1 dengan lama waktu inkubasi 4 minggu, yaitu sebesar 10,7033 CFU/mL Pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi Selain perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses degradasi tinja sapi, kombinasi keduanya juga merupakan faktor yang penting untuk diketahui pengaruhnya terhadap proses degradasi tinja sapi tersebut. Pengaruh kombinasi keduanya terhadap kadar C-organik dan nilai TSS dapat diketahui dari hasil uji normalitas dan homogenitas. Dari hasil uji normalitas dan homogenitas dapat diketahui bahwa data kadar C-organik berdistribusi normal (α = 0,307) (Lampiran 4) dan tidak homogen (α = 0,001) (Lampiran 5) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji Brown Forsythe. Hasil uji Brown Forsythe menunjukkan bahwa kadar C-organik terdapat beda nyata untuk kombinasi keduanya (α = 0,000) sehingga H 0 ditolak dan H 1 diterima serta dapat dilanjutkan dengan uji lanjutan yakni uji Games Howell. Hasil uji Games Howell diperoleh bahwa kombinasi M 1 S 3 memiliki beda nyata terhadap kombinasi lainnya (Tabel 4.6). Sementara itu, nilai TSS juga berdistribusi normal (α = 0,106) dan homogen (α = 0,064) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA dua arah. Hasil uji ANOVA dua arah menunjukkan bahwa kombinasi antara konsentrasi dan lama waktu inkubasi tidak berpengaruh terhadap nilai TSS (α =

10 45 0,077) sehingga H 1 ditolak dan H 0 diterima (Lampiran 8). Setelah itu dilanjutkan dengan uji korelasi dan diperoleh α = 0,000 dengan angka koefesien korelasi untuk kadar C-organik sebesar 0,851 dan untuk nilai TSS juga sebesar 0,851 (Lampiran 13). Data hasil perhitungan rata-rata kadar C-organik terhadap pengaruhnya kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Rata-rata kadar C-organik pada tiap kombinasi No Kombinasi Rata-Rata Kadar C-organik (%) 1 M 1 S 0 9,5814 a ± 0,32 2 M 2 S 0 9,5394 bd ± 0,22 3 M 3 S 0 9,8811 b ± 0,27 4 M 4 S 0 8,9123 bc ± 0,34 5 M 1 S 1 8,8827 bc ± 0,71 6 M 2 S 1 8,6616 bde ± 0,79 7 M 3 S 1 8,4387 be ± 0,76 8 M 4 S 1 7,9888 ce ± 0,26 9 M 1 S 2 4,9067 cdef ± 0,82 10 M 2 S 2 6,2430 cef ± 0,24 11 M 3 S 2 6,3342 ef ± 0,97 12 M 4 S 2 5,5837 cef ± 0,61 13 M 1 S 3 4,3511 f ± 0,66 14 M 2 S 3 4,5665 f ± 2,00 15 M 3 S 3 4,6042 f ± 1,12 16 M 4 S 3 4,8832 cef ± 0,37 Keterangan: angka disertai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikansi pada uji Games Howell (Lampiran 12). Pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat dan lama waktu inkubasi terhadap kadar C-organik pada proses degradasi tinja sapi dapat dilihat pada Gambar 18.

11 46 Gambar 18. Diagram pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi terhadap kadar C- organik Pada Gambar 18. di atas kadar C-organik terendah terdapat pada kombinasi M 1 S 3 yaitu pada minggu pertama dan perbandingan konsentrasi substrat 1:2 dengan nilai rata-rata 4,3511%. Kadar C-organik tertinggi terdapat pada kombinasi M 3 S 0 minggu ketiga perbandingan konsentrasi substrat 1:0* dengan nilai rata-rata %. Dari gambar di atas dapat dilihat pada perbandingan konsentrasi substrat 1:0 terdapat penurunan setiap minggunya, sedangkan konsentrasi substrat lainnya mengalami fluktuasi yang beragam. Data hasil perhitungan rata-rata nilai TSS terhadap pengaruhnya kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dapat dilihat pada Tabel 4.7.

12 47 Tabel 4.7. Rata-rata nilai Total Suspended Solid (TSS) pada tiap kombinasi No Kombinasi Rata-Rata Nilai TSS (mg/l) 1 M 1 S 0 670,87 ± 74,86 2 M 1 S 1 649,03 ± 27,30 3 M 1 S 2 285,53 ± 5,16 4 M 1 S 3 240,07 ± 52,47 5 M 2 S 0 628,67 ± 31, 20 6 M 2 S 1 617,30 ± 39,75 7 M 2 S 2 219,90 ± 94,97 8 M 2 S 3 107,10 ± 59,75 9 M 3 S 0 490,80 ± 64,48 10 M 3 S 1 513,97 ± 58,98 11 M 3 S 2 213,67 ± 27,25 12 M 3 S 3 62,87 ± 29,28 13 M 4 S 0 706,33 ± 39,62 14 M 4 S 1 631,97 ± 50,37 15 M 4 S 2 275,50 ± 78,79 16 M 4 S 3 95,87 ± 33,80 Pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi terhadap nilai TSS dapat dilihat pada Gambar 19. Pada gambar di bawah terlihat kombinasi M 3 S 3 minggu ke-3 dan perbandingan konsentrasi substrat 1:2 memiliki nilai TSS terendah dengan nilai rata-rata 62,87 mg/l. Nilai TSS tertinggi terdapat pada kombinasi M 4 S 0 minggu ke-4 dan perbandingan konsentrasi substrat 1:0* dengan nilai rata-rata 706,33 mg/l. Pada semua data hasil TSS pada kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi memiliki nilai fluktuasi yang beragam.

13 48 Gambar 19. Diagram pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi terhadap nilai TSS 4.2. Pembahasan Selama penelitian ini faktor-faktor utama yang diukur dalam proses degradasi tinja sapi, antara lain pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi, lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dan kombinasi keduanya. Adanya pengaruh dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari penurunan kadar C- organik dan nilai Total Suspended Solid (TSS) sebagai indikator. Selain faktorfaktor utama tersebut, adapula faktor lain yang juga diukur yaitu, jumlah pertumbuhan bakteri (Lampiran 1). Pada penelitian ini menggunakan konsentrasi konsorsium bakteri 10% dengan beragam perlakuan, yaitu perbandingan konsentrasi substrat 400 g tinja tanpa air dan bakteri (1:0*), substrat 400 g tinja tanpa air (1:0), substrat 400 g tinja dalam 400 ml air (1:1), dan substrat 133 g tinja dalam 267 ml air (1:2), serta lama waktu inkubasi (1, 2, 3 dan 4 minggu).

14 Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi Berdasarkan analisis statistik, perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi terhadap kadar C-organik memiliki beda nyata pada setiap perbandingan konsentrasi substratnya. Pada Gambar 13. dapat dilihat pola diagram batang yang menunjukkan penurunan kadar C-organik dimulai dari perbandingan konsentrasi substrat 1:0 (S 1 ) hingga perbandingan konsentrasi substrat 1:2 (S 3 ), hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan bakteri selulolitik berpengaruh terhadap degradasi tinja sapi dibandingkan dengan perbandingan konsentrasi substrat kontrol tanpa bakteri 1:0*(S 0 ). Menurut Alexander (1977), bakteri selulolitik merombak selulosa menjadi sejumlah substansi (zat) dan CO 2 yang kemudian energi dan karbon yang terbentuk digunakan untuk pertumbuhannya. Menurut data dari Tabel 4.1 rata-rata kadar C-organik terendah yaitu didapat dari perbandingan konsentrasi substrat 1:2 (S 3 ) sebesar 4,6%. Perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi tersebut merupakan substrat dengan tingkat pengenceran tertinggi (133 g tinja dalam 267 ml air). Menurut Isroi (2008), proses degradasi bergantung pada karakteristik bahan yang akan didegradasi. Menurut Yustanti (2009) menyebutkan bahwa kadar air yang tinggi akan mempercepat pertumbuhan mikroba sehingga nutrisi dalam substrat akan cepat habis untuk digunakan dalam proses metabolismenya. Setiap mikroorganisme memerlukan nutrien dasar sebagai sumber karbon, nitrogen, energi dan faktor esensial pertumbuhan (mineral dan vitamin) untuk menopang pertumbuhannya (Judoamidjojo, dkk., 1989).

15 50 Sementara itu, nilai Total Suspended Solid (TSS) setelah diuji statistik menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi susbtrat tinja sapi memiliki beda nyata yang signifikan terhadap nilai TSS. Pada Gambar 14. dapat dilihat pola diagram batang yang menunjukkan penurunan nilai TSS, namun pada konsentrasi substrat 1:0* (S 0 ) dan 1:0 (S 1 ) tidak terdapat beda nyata yang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian bakteri selulolitik tidak akan memberikan dampak tanpa adanya penambahan air (pengenceran). Seperti yang dijelaskan oleh Yustanti (2009), bahwa air merupakan bahan penting protoplasma sel yang berfungsi sebagai pelarut. Adanya komposisi air membantu bakteri selulolitik dalam mendegradasi tinja sapi yang mengandung selulosa untuk diubah menjadi unsur yang lebih sederhana (tahap hidrolisis). Hasil rata-rata nilai TSS yang terendah terdapat pada perbandingan konsentrasi substrat 1:2 (S 3 ) sebesar 126,47 mg/l (Tabel 4.2). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengenceran yang dilakukan sangat berpengaruh terhadap proses degradasi. Oleh sebab itu, pada substrat dengan tingkat pengenceran tinggi 1:2 (S 3 ) memiliki kadar karbon yang rendah. Jumlah padatan pada perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi tersebut yang lebih sedikit juga membuat proses degradasi lebih cepat terurai sehingga nilai TSS atau residu menurun. Penurunan nilai TSS tersebut lebih optimum dibandingkan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Setiawati (2011) yang memperoleh nilai TSS sebesar mg/l dengan menggunakan konsorsium bakteri selulolitik yang berasal dari isolasi ulat grayak. Nilai TSS tersebut lebih besar dibanding nilai TSS

16 51 pada penelitian ini yang menggunakan konsorsium bakteri selulolitik pada rayap pembangun musamus Pengaruh lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi Berdasarkan analisis statistik, lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi tidak berpengaruh terhadap kadar C-organik. Pada Gambar 15. terlihat pola diagram batang yang meningkat seiring dengan penambahan lama waktu inkubasi. Hal tersebut dikarenakan oleh pertumbuhan bakteri yang masih aktif yang membuat grafik pertumbuhan bakteri meningkat (Gambar 17.) yang menyebabkan biomassa sel bakteri dalam substrat juga ikut meningkat sehingga mengakibatkan kadar C-organik masih tinggi. Kadar C-organik terendah (6,842%) diperoleh pada minggu keempat. Pada Gambar17., terlihat bakteri masih aktif membelah dan masih dalam fase eksponensial. Fase eksponensial atau fase logaritma adalah dimana pembiakan bakteri berlangsung paling cepat (Irianto, 2006). Pada fase tersebut menunjukkan bahwa substrat masih kaya akan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan bakteri. Sementara itu, dari hasil analisis statistik lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi berpengaruh terhadap nilai TSS. Pada Gambar 16. dapat dilihat adanya pola diagram batang yang menurun dari gambar tersebut diketahui bahwa pada minggu pertama, kedua dan ketiga memiliki beda nyata yang signifikan namun pada minggu keempat tidak berbeda nyata terhadap minggu pertama dan kedua. Pola penurunan TSS tersebut dikarenakan pertumbuhan bakteri yang masih meningkat dan masih aktif membelah karena nutrisi dalam

17 52 substrat masih memenuhi bakteri untuk tumbuh (Gambar 17.), sehingga menyebabkan nilai TSS atau residu menurun oleh proses degradasi bakteri selulolitik tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Judoamidjojo, dkk., (1989), bahwa tersedianya nutrien merupakan faktor tumbuh yang perlu diperhatikan sebagai sumber karbon, nitrogen, energi dan faktor pertumbuhan (vitamin dan mineral) untuk menopang pertumbuhan bakteri. Nilai TSS terendah (320,3275 mg/l) diperoleh pada minggu ketiga. Setiawati (2011) melaporkan bahwa nilai TSS terendah yang diperoleh dari proses degradasi tinja sapi oleh bakteri selulolitik dari ulat grayak, yaitu pada minggu ketiga sebesar mg/l. Nilai TSS tersebut jauh lebih besar dibandingkan nilai yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 320,33 mg/l Pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi Berdasarkan analisis statistik, kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi berpengaruh terhadap kadar C-organik. Pada Gambar 18. diketahui bahwa kadar C-organik terendah (4,3511%) diperoleh pada kombinasi (M 1 S 3 ) minggu pertama dan perbandingan konsentrasi substrat 1:2. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan kadar C-organik sudah terjadi sejak minggu pertama dengan perbandingan konsentrasi substrat 1:2 (pengenceran tertinggi). Terlihat jelas bahwa faktor pengenceran berperan penting dalam membantu proses degradasi substrat tinja sapi tersebut, selain penambahan aktivator berupa bakteri selulolitik.

18 53 Sementara itu, setelah dianalisis statistik menunjukkan bahwa kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi tidak berpengaruh terhadap nilai TSS. Akan tetapi, dari uji statistik sebelumnya diketahui bahwa perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi berpengaruh terhadap nilai TSS begitu halnya lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi juga berpengaruh terhadap nilai TSS. Pada Gambar 19. diketahui bahwa nilai TSS terendah (62,87 mg/l) diperoleh pada kombinasi (M 3 S 3 ) minggu ketiga dan perbandingan konsentrasi substrat 1:2. Substrat yang memiliki tingkat pengenceran tinggi (perbandingan konsentrasi substrat 1:2) merupakan substrat yang memiliki lama waktu degradasi paling cepat, dikarenakan pengaruh kadar air dalam pengenceran berperan penting dalam proses hidrolisis yang dilakukan oleh bakteri selulolitik tersebut. Seperti yang telah diungkapkan oleh Isroi (2008) bahwa lama waktu yang digunakan untuk proses degradasi tergantung pada karakteristik bahan atau substrat yang didegradasi. Kadar air yang tinggi akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan menyebabkan nutrisi dalam substrat akan cepat habis sehingga menyebabkan nilai TSS menurun (Yustanti, 2009). Jika nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri dalam perbandingan konsentrasi susbtrat 1:2 (S 3 ) habis maka pertumbuhan bakteri akan menuju fase stasioner, dimana jumlah pertumbuhan bakteri sama dengan jumlah bakteri yang mati (Gambar 17 pada minggu ke-4). Dalam upaya pengembangan skala produksi bio-toilet yang lebih besar (scale up), hasil penurunan nilai TSS sebagai salah satu parameter dalam proses degradasi tinja sapi oleh bakteri selulolitik pencernaan rayap pembangun

19 54 musamus dalam penelitian ini menunjukkan potensi yang besar untuk dikembangkan. Dibandingkan dengan penurunan nilai TSS oleh bakteri selulolitik pencernaan ulat grayak yang memiliki nilai TSS yang masih tinggi, yaitu sebesar mg/l dengan lama waktu inkubasi 3 minggu (Setiawati, 2011), maka penurunan nilai TSS oleh bakteri selulolitik pencernaan rayap pada penelitian ini lebih tinggi dengan nilai TSS yang lebih rendah, yakni sebesar 62,87 mg/l dengan lama waktu inkubasi yang sama yakni 3 minggu.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Jumlah total bakteri pada berbagai perlakuan variasi konsorsium bakteri dan waktu inkubasi. 2. Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini berupa jumlah sel (CFU/ml) Bacillus megaterium dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini berupa jumlah sel (CFU/ml) Bacillus megaterium dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini berupa jumlah sel (CFU/ml) Bacillus megaterium dengan kombinasi variasi molase dan waktu inkubasi. Variasi konsentrasi molase terdiri atas 1%, 2% dan 3%

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pengolahan tinja rumah tangga setempat (on site system) yang

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pengolahan tinja rumah tangga setempat (on site system) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Meningkatnya populasi manusia di Indonesia dan padatnya penduduk membuat limbah-limbah sulit untuk ditangani sehingga seringkali mencemari lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan jamur tiram putih yang diamati adalah jumlah dan lebar tudung serta waktu panen. Yang dimaksud dengan jumlah tudung ialah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri selulolitik adalah bakteri yang memiliki kemampuan menguraikan selulosa menjadi monomer glukosa dan menjadikannya sebagai sumber karbon dan sumber energi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

STUDI VIABILITAS DAN POLA PERTUMBUHAN Bacillus megaterium PADA KONSENTRASI MOLASE DAN WAKTU INKUBASI YANG BERBEDA

STUDI VIABILITAS DAN POLA PERTUMBUHAN Bacillus megaterium PADA KONSENTRASI MOLASE DAN WAKTU INKUBASI YANG BERBEDA STUDI VIABILITAS DAN POLA PERTUMBUHAN Bacillus megaterium PADA KONSENTRASI MOLASE DAN WAKTU INKUBASI YANG BERBEDA Agus Supriyanto, Anita Noer Heryani, Ni matuzahroh Program Studi S-1, Biologi, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu Berdasarkan analisis ANAVA (α=0.05) terhadap Hubungan antara kualitas fisik dan kimia

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT BIOINDUSTRI: Kinetika Pertumbuhan Mikroba Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

organik, namun berpengaruh menurunkan nilai TSS. Kombinasi keduanya

organik, namun berpengaruh menurunkan nilai TSS. Kombinasi keduanya UJI POTENSIAL BAKTERI SELULOLITIK DARI KUMBANG TINJA (Dung beetles) SEBAGAI BIO- TOILET Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum, Tri Nurhariyati, dan Drs. Salamun, Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Jamur Tiram Pertumbuhan jamur tiram ditentukan oleh jenis dan komposisi media yang digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan miselium,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, biodegradasi logam berat dilakukan dengan beberapa uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Nisbah C/N Campuran Feses Sapi Perah dan Jerami Padi terhadap Kandungan N Pupuk Organik Cair (POC) Kandungan unsur N pada pupuk organik cair hasil pengomposan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Ampas Aren Analisis kompos merupakan salah satu metode yang perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan hasil pengomposan ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pada penelitian ini diperoleh data pertumbuhan dan produktivitas jamur tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan berat basah jamur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga LAMPIRAN 1 RINGKASAN UJI POTENSIAL BAKTERI SELULOLITIK DARI KUMBANG TINJA (Dung beetles) SEBAGAI BIO-TOILET Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum, Tri Nurhariyati, dan Drs. Salamun, Prodi S-1 Biologi, Departemen

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

I. PERTUMBUHAN MIKROBA

I. PERTUMBUHAN MIKROBA I. PERTUMBUHAN MIKROBA Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel suatu jasad. Pembelahan sel adalah hasil dari pembelahan sel. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karekteristik bahan baku merupakan salah satu informasi yang sangat diperlukan pada awal suatu proses pengolahan, termasuk pembuatan pupuk. Bahan

Lebih terperinci

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) Diperoleh penurunan kadar COD optimum pada variasi tumbuhan Tapak Kuda + Kompos 1 g/l. Nilai COD lebih cepat diuraikan dengan melibatkan sistem tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB III METODE PENELITIAN III.1. Tahapan Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian III.1.1. Studi Literatur Tahapan ini merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian. Pada tahap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri A. Pertumbuhan Sel Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum melakukan pengamatan terhadap bakteri dan jamur di laboratorium, telebih dahulu kita harus menumbuhkan atau membiakan bakteri/jamur tersebut. Mikroorganisme

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces.

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces. 43 Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian Limbah Udang Pengecilan Ukuran Sterilisasi suhu 121 c, tekanan 1 atm Dianalisis kadar air dan bahan keringnya Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Berdasarkan hasil penelitian kandunganmakronutrien N dan P maka pupuk organik cair kombinasi jerami padi, daun kelor, dan penambahan kotoran burung puyuh sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Variasi Kadar Urea terhadap ph Setelah Fermentasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Variasi Kadar Urea terhadap ph Setelah Fermentasi 42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Variasi Kadar Urea terhadap ph Setelah Fermentasi Berdasarkan hasil uji anava dengan taraf alpha 5% (Lampiran 2.), diketahui bahwa lama fermentasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

penelitian ini reaktor yang digunakan adalah reaktor kedua dan ketiga. Adapun

penelitian ini reaktor yang digunakan adalah reaktor kedua dan ketiga. Adapun BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Aerobik Horizontal Roughing Filter dengan menggunakan krikil yang berukuran 10-5 mm untuk menumnkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buangan sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan (Fahruddin, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. buangan sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan (Fahruddin, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak bumi merupakan energi utama yang sulit tergantikan sampai saat ini. Dalam produksi minyak bumi dan penggunaannya, dapat menghasilkan buangan sebagai limbah yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral Biomineral cairan rumen adalah suplemen mineral organik yang berasal dari limbah RPH. Biomineral dapat dihasilkan melalui proses pemanenan produk inkorporasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol.

HASIL DAN PEMBAHASAN. pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol. 8 pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol. Optimasi Konsentrasi Substrat (Xilosa) Prosedur dilakukan menurut metode Eken dan Cavusoglu (1998). Sebanyak 1% Sel C.tropicalis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB 091358) BIOAUGMENTASI BAKTERI PELARUT FOSFAT GENUS Bacillus PADA MODIFIKASI MEDIA TANAM PASIR DAN KOMPOS (1:1) UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI (Brassica sinensis) Oleh : Resky Surya Ningsih

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KULTUR UJI 4.1.1 Kemurnian kultur Kemurnian kultur uji merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi metode analisis karena dapat mempengaruhi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PERTUMBUHAN MIKROORGANISME Pertumbuhan Pertumbuhan pada organisme yang makro merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau massa zat suatu organisme, Misal : bertambah tinggi, bertambah besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat fisik 1. Suhu kompos Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai bahan organik.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Bahan Baku Media merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada proses fermentasi Bacillus thuringiensis. Di alam banyak tersedia bahan-bahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan komposisi bahan baku pupuk organik yang berkualitas dari sampah kota dan limbah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Perkembangan Koloni Bakteri Aktivator pada NA dengan Penambahan Asam Humat Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa pada bagian tanaman tomat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian konsorsium mikroba dalam biofertilizer terhadap pertumbuhan kacang tanah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian konsorsium mikroba dalam biofertilizer terhadap pertumbuhan kacang tanah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pengaruh pemberian konsorsium mikroba dalam biofertilizer terhadap pertumbuhan kacang tanah Pada penelitian ini ada 6 perlakuan yaitu P 1 (tanpa perlakuan),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph Salah satu karakteristik limbah cair tapioka diantaranya adalah memiliki nilai ph yang kecil atau rendah. ph limbah tapioka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber daya alam berupa minyak bumi yang tersebar di sekitar daratan dan lautan. Luasnya pengolahan serta pemakaian bahan bakar minyak menyebabkan

Lebih terperinci

PEMBUATAN MEDIA AGAR MIRING

PEMBUATAN MEDIA AGAR MIRING PEMBUATAN MEDIA AGAR MIRING Tujuan 1. Untuk mengetahui pertumbuhan mikroba pada medium agar miring. 2. Mengetahui cara membuat media pertumbuhan mikrorganisme 3. Mengetahui cara mensterilkan media. Teori

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA. Karakteristik pertumbuhan mikroba Pertumbuhan mikroba merupakan pertambahan jumlah sel mikroba Pertumbuhan mikroba berlangsung selama nutrisi masih cukup tersedia Pertumbuhan

Lebih terperinci

Media Faktor Jumlah Volvmie Total Plate Kode pengenceran koloni sampel Count Isolat. Nutrien agar 10' 26 0,1 26xlO'CFU/ml S Selektif 10' 4 0,1 - S-p

Media Faktor Jumlah Volvmie Total Plate Kode pengenceran koloni sampel Count Isolat. Nutrien agar 10' 26 0,1 26xlO'CFU/ml S Selektif 10' 4 0,1 - S-p BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Isolasi bakteri seluiolitik Isolasi bakteri dari sampel air sungai siak di daerah Tandun dilakukan dengan metoda Total Plate Count menggunakan medium nutrien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci