4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hubungan antara aktivitas enzim kasar kitinase dengan waktu disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa aktivitas enzim kasar kitinase terbaik dari bakteri Serratia marcescens adalah setelah kultur selama 60 jam. Setelah kultur bakteri selama 60 jam di media TSB, diperoleh nilai aktivitas sebesar 0,5652 U/mg protein yang memiliki arti dalam 1 ml enzim kasar kitinase, mengandung aktivitas enzim kitinase sebesar 0,5652 U. Setelah 60 jam, aktivitas enzim ini kemudian mengalami penurunan dan pada jam ke 72 nilai aktivitas mencapai 0,0436 U. Aktivitas spesifik (unit/mg protein) 0,6 0,4 0, waktu (jam) Gambar 1. Pola hubungan antara aktivitas enzim kitinase dengan lama kultur Kurva pertumbuhan bakteri Serratia marcescens disajikan pada Gambar 2. Terlihat bahwa fase lag dari pertumbuhan bakteri terjadi hingga 10 jam kultur, fase log pada waktu kultur jam dan fase statis terjadi pada kultur selama jam. nilai OD pada 600nm 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0, waktu (jam) Gambar 2. Kurva pertumbuhan bakteri Serratia marcescens Hasil pengamatan terhadap kandungan kitin dari tepung cangkang udang diperlihatkan pada Tabel 8. Kandungan kitin ditepung cangkang udang pada waktu inkubasi 12 jam lebih kecil dibandingkan kandungan kitin yang terkandung pada waktu inkubasi 24 jam. Sedangkan untuk dosis enzim kasar kitinase yang menghasilkan kandungan kitin yang terendah diperoleh pada dosis 4 U/100gr tepung yakni sebesar 15,29%.

2 17 Tabel 8. Rata rata kandungan kitin TCU setelah dihidrolisis oleh enzim kasar kitinase dalam berbagai dosis dan lama inkubasi yang berbeda Dosis (U/100gr tepung) Lama inkubasi (jam) Kandungan Kitin (%) , , , , , , , ,12 Keterangan: Kandungan kitin Tepung Cangkang Udang (TCU) dan tepung Cangkang Udang yang dihidrolisis (TCUh) dianalisis pada Laboratorium biokimia dan mikrobiologi PAU IPB Hasil proximat dari TCU dan TCUh disajikan dalam Tabel 9. Terlihat bahwa kandungan protein TCUh lebih tinggi (32,05%) dibanding kandungan protein TCU (30,86%). Sedangkan untuk kadar abu dan serat kasar yang dimiliki TCUh (23,57% dan 16,55%) lebih rendah dibanding yang dimiliki TCU (25,06% dan 20,74%). Tabel 9. Hasil proximat dari tepung cangkang udang (TCU) dan tepung cangkang udang yang terhidrolisis oleh enzim (TCUh) Proximat TCU TCUh Δ Kadar Air (%) 11,78 16,37 4,59 Protein kasar (%) 30,86 32,05 1,19 Lemak (%) 3,78 3,97 0,19 Kadar Abu (%) 25,06 23,57-1,49 Serat Kasar (%) 20,74 16,55-4,19 BETN (%) 7,78 7,49-0,29 Keterangan: Kandungan nutrisi TCU dan TCUh dianalisis pada Laboratorium Nutrisi Ikan FPIK IPB Asam amino yang terkandung didalam TCUh memiliki peningkatan dibandingkan asam amino yang terkandung didalam TCU. Hal ini terlihat dari Tabel 10, dimana semua asam amino TCUh memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan asam amino pada TCU, kecuali asam glutamat yang pada TCU memiliki nilai 2,183% dan di TCUh 2,232%.

3 18 Tabel 10. Asam Amino yang terkandung dalam TCU dan TCUh (%protein) Asam Amino TCU TCUh Δ Asam Amino Esensial Methionin 0,184 0,224 0,040 Prolin 0,836 0,968 0,132 Tirosin 0,596 0,828 0,232 Arginin 0,727 0,853 0,126 Histidin 0,271 0,367 0,096 Valin 0,782 0,791 0,009 Isoleusin 0,545 0,560 0,015 Leusin 0,758 0,791 0,033 Phenilalanin 0,650 0,893 0,243 Lisin 0,640 0,661 0,021 Asam Amino non esensial Asam aspartat 1,303 1,333 0,030 Asam glutamat 2,232 2,183-0,049 Serin 0,551 0,674 0,123 Glisin 0,871 0,980 0,109 Threonin 0,617 0,759 0,142 Alanin 0,797 0,945 0,148 Keterangan: Asam Amino tepung cangkang udang dianalisis pada Laboratorium Penguji The First Indonesian Molecular Biotechnology Company, Saraswati Indo Genetech, Bogor Tepung cangkang udang yang dihidrolisis (TCUh) memiliki nilai kecernaan total yang lebih tinggi dibanding TCU yaitu sebesar 32,03%. Hal ini disajikan dalam Tabel 11. Demikian juga dengan kecernaan protein dan kecernaan energi pada TCUh paling tinggi dibanding TCU (Lampiran 12). Tabel 11. Kecernaan total, kecernaan protein, kecernaan energi pakan referensi, TCUh dan TCU Pakan Parameter Kecernaan Total Kecernaan protein Kecernaan Energi Pakan referensi 31,71 27,96 32,99 Pakan dengan TCUh 32,03 36,21 35,04 Pakan dengan TCU 27,15 20,00 31,04 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan kelangsungan hidup ikan selama masa pemeliharaan disajikan pada Tabel 12 dibawah ini. Data di Tabel 12 menunjukkan bahwa konsumsi pakan menurun sejalan dengan bertambahnya prosentase subtitusi tepung cangkang udang yang dihidrolisis terhadap tepung ikan (Lampiran 13 dan 14).

4 19 Tabel 12. Rata rata konsumsi pakan (KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi pakan (EP), Retensi Protein (RP), Retensi lemak (RL), dan Kelangsungan hidup (KL) Parameter A (100% TI) B (15% TCUh:85% TI) C (30% TCUh:70% TI) D (45% TCUh:55% TI) KP (g) 254,73±4,79 a 258,33±18,33 a 244,90±7,84 a 243,01±8,86 a LPH (%) 5,10±0,26 a 4,66±0,13 b 4,63±0,13 b 4,54±0,24 b EP (%) 93,92±2,34 ab 83,04±4,17 b 86,47±3,15 ab 92,10±4,78 a RP (%) 37,97±1,65 a 35,22±1,88 ab 31,48±1,86 b 37,85±3,79 a RL (%) 91,05±2,52 a 73,75±4,69 b 62,26±3,36 c 75,17±7,13 b KL (%) 98,89±99,63 a 100,00±0,00 a 98,89±99,63 a 100,00±0,00 a Keterangan: 1) data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10, 11 dan 12 2) angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata (p>0,05) pada uji Duncan Konsumsi pakan dan laju pertumbuhan harian menurun dengan bertambahnya dosis tepung cangkang udang yang digunakan untuk mensubtitusi tepung ikan. Berdasarkan Tabel 12, retensi protein tertinggi diperoleh pada pakan yang tidak mengandung tepung cangkang udang yang dihidrolisis (pakan kontrol), begitu pula dengan retensi lemak. Adanya subtitusi tepung cangkang udang yang dihidrolisis tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan patin. Pembahasan Bakteri Serratia marcescens merupakan bakteri yang bersifat non pathogen pada organisme akuatik saprofitik. Selain itu, bakteri ini merupakan bakteri yang mampu memproduksi berbagai produk enzim ekstraseluler seperti kitinase, protease, nuclease dan lipase (Hejazi dan Falkiner 1997). Terdapat dua jenis tipe bakteri dalam memproduksi enzim, yakni tipe A (reaksi enzim dan substrat berjalan seiring dengan pertumbuhan) dan tipe B (reaksi enzim dan substrat tidak berjalan seiring dengan pertumbuhan) (Hinshelwood 1944). Produksi kitinase dari bakteri Serratia marcescens berkaitan erat dengan pertumbuhan (Natarajan dan Murty 2010). Hal ini terlihat dari kurva pertumbuhan pada Gambar 2 dan kurva aktivitas enzim kitinase pada Gambar 1, dimana pertumbuhan bakteri mulai melambat pada jam ke 36 dan aktivitas enzimatik yang tertinggi ada di jam ke 60 yakni sebesar 0,5652 U/mg protein. Karakteristik aktivitas enzim kitinase dari bakteri yang setelah mencapai titik optimumnya akan menurun sesuai dengan beberapa penelitian terdahulu. Narayana dan Vijayalakshmi (2009) menyatakan bahwa aktivitas kitinase dari Streptomyces maksimum terjadi pada 60 jam kultur dan kemudian menurun. Nawani et al (2002) melaporkan bahwa aktivitas kitinase dari Microbispora sp tertinggi terjadi setelah 48 jam kultur. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Joo (2005), aktivitas kitinase dari Streptomyces halstedii tertinggi pada 72 jam inkubasi dan kemudian menurun. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, yakni ph, konsentrasi substrat dan enzim, suhu, adanya aktivator atau inhibitor (Lehniger 1998). Kitin merupakan polimer yang paling banyak terdapat dialam selain selulosa. Enzim kitinase yang diproduksi oleh bakteri Serratia marcescens memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah mampu mengubah biomassa yang mengandung kitin menjadi komponen depolimer yang berguna (Brurberget al.

5 ). Kitin merupakan jenis polisakarida kedua yang paling banyak terdapat di alam dan umumnya terkandung didalam eksoskeleton dari krustasea, serangga, ulat, jamur, dan kapang. Tepung cangkang udang terdiri dari protein (40%), mineral (35%), dan kitin (14 30%) dan sangat kaya akan pigmen karotenoid terutama astaxantin (Kandra et al.,2012). Menurut Synowiecki dan Al-khateeb (2003) dalam Kandra et al. (2012), tepung cangkang udang mengandung sekitar 14 30% kitin (bobot kering). Terdapat beberapa metode yang telah digunakan untuk meningkatkan kualitas TCU, yakni pemasakan, pengeringan dengan matahari, pembuatan silage. Akan tetapi proses proses ini memiliki kelemahan kelemahan. Pemasakan membutuhkan kayu bakar atau bahan bakar lain yang sangat banyak selain itu metode ini dapat mendegradasi lemak, vitamin dan pigmen pigmen yang terkandung dalam bahan. Dikeringkan dengan matahari dapat mengakibatkan kondisi yang tidak higienis sehingga bahan menjadi banyak mikroba mikroba yang tidak diinginkan. Dengan menggunakan asam formiat mampu meningkatkan kualitas nutrisi TCU akan tetapi harga asam formiat yang tinggi serta silage yang dihasilkan harus dinetralkan terlebih dahulu membuat metode ini tidak efisien (Nwanna 2003). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 5, terlihat bahwa lama aktivitas enzim yang paling optimal dalam mendegradasi kitin TCU adalah 12 jam. Hal ini terlihat dari hasil kandungan kitin yang terkandung didalam tepung cangkang udang pada lama inkubasi 12 jam lebih sedikit dibandingkan kandungan kitin pada lama inkubasi 24 jam. Enzim kitinase mengubah bentuk polimer dari kitim menjadi bentuk oligomer yang lebih sederhana dan mudah untuk dicerna. Pada proses hidrolisis, ikatan hidrogen dari bentuk polimer kitin akan terlepas. Ikatan ini tidak stabil sehingga apabila dibiarkan lebih lama, ikatan interaksi antar hidrogen akan saling mengikat lagi untuk meningkatkan energi interaksi antar ikatan (Aronson et al 2003). Enzim kitinase yang digunakan dalam pelitian ini tidak melalui proses purifikasi sehingga enzim kitinase yang diperoleh dalam penelitian ini berupa enzim kasar (Crude enzyme). Dosis enzim yang optimal terdapat pada dosis 4 U/100gr tepung. Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mahata (2006) yang menunjukkan bahwa dosis terbaik untuk melisis kandungan kitin pada tepung cangkang udang adalah 4U/100gr tepung. TCU mengandung protein yang tinggi dan mengandung asam amino yang serupa dengan kandungan AA pada tepung ikan, akan tetapi pemanfaatan TCU kedalam pakan ikan terbatas karena adanya kandungan kitin dan kadar abu (Nwanna, 2003) yang mengakibatkan TCU sulit untuk dicerna. Berdasarkan hasil, terlihat bahwa asam amino esensial yang terkandung didalam TCUh mengalami peningkatan dibanding asam amino esensial yang terkandung didalam TCU. Hal ini diharapkan menjadi indikasi adanya perbaikan kandungan nutrient dalam tepung serta adanya perbaikan dalam kecernaan tepung cangkang udang. Berdasarkan hasil analisa proximat, terlihat bahwa protein, lemak dan serat kasar dari TCUh mengalami perubahan. Protein TCU adalah sebesar 30,86% dan setelah diberi enzim kitinase sebesar 4U selama 12 jam, protein yang terkandung didalam tepung meningkat 1,19% menjadi 32,05%. Peningkatan protein kasar limbah udang berkaitan dengan terdegradasinya kitin oleh enzim kasar kitinase. Kitin sebagai salah satu komponen penyusun kulit udang dirombak oleh kitinase menjadi monomernya sehingga protein akan terbebaskan dari senyawa komplek kitin-protein-caco3. Lemak juga mengalami peningkatan sebesar 0,19% menjadi

6 21 3,97%. Peningkatan lemak ini dapat disebabkan oleh terlarutnya carotenoid yang terdapat pada limbah udang pasca hidrolisis. Terurainya senyawa kitin dan terbebasnya protein dari senyawa komplek kitin-protein-caco3 juga meningkatkan carotenoid yang dapat dianalisis, dan di dalam analisis proksimat senyawa carotenoid dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K) terhitung sebagai lemak. Sedangkan untuk serat TCUh mengalami penurunan sebesar 4,19% dari 20,74% menjadi 16,55%. Penurunan serat kasar ini menunjukkan bahwa pemberian enzim kitinase terbukti menurunkan serat kasar yang terkandung didalam tepung cangkang udang dengan cara memecah polimer kitin yang terkandung didalam tepung. Hal ini serupa dengan hasil yang diperoleh oleh Yulianingsih dan Teken (2008). Dengan menurunnya serat kasar dan kadar abu pada tepung cangkang udang yang diberi enzim, diharapkan mempunyai nilai kecernaan yang lebih besar dibanding tepung cangkang udang yang tidak terhidrolisis. Penelitian yang dilakukan oleh Nwanna (2003) tentang kecernaan tepung udang pada ikan African catfish menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar abu dan serat kasar dalam pakan, akan menghasilkan nilai keceraan protein dan nilai kecernaan energi yang semakin rendah. Hal ini dikarenakan karena apabila nilai kandungan asam amino dalam suatu bahan rendah, maka pemanfaatan dan nilai kecernaan protein juga akan rendah. Nilai kecernaan menyatakan banyaknya komposisi nutrisi suatu bahan maupun energi yang dapat diserap dan digunakan oleh ikan (NRC 1993). Berdasarkan nilai kecernaan total yang dihasilkan dari uji kecernaan, terlihat bahwa nilai kecernaan tepung cangkang udang yang terhidrolisis lebih besar dibanding tepung cangkang udang yang tidak terhidrolisis yakni sebesar 32,03%. Sedangkan nilai energi kecernaan dari tepung cangkang udang yang terhidrolisis memiliki nilai tertinggi yakni 35,04%. Rendahnya nilai kecernaan tepung cangkang udang yang tidak terhidrolisis dikarenakan masih tingginya kandungan kitin pada tepung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yamin et al (2011) dimana nilai kecernaan tepung udang tanpa fermentasi pada ikan kerapu memiliki nilai yang lebih rendah (38,86%) dibanding nilai kecernaan tepung udang yang difermentasikan (45,77%). Nilai kecernaan yang rendah dari ketiga perlakuan dapat dikarenakan rendahnya kualitas bahan baku pakan yang mengakibatkan rendahnya nilai kecernaan protein dan kecernaan energi pakan. Hal ini terlihat dari rendahnya nilai kecernaan protein dan kecernaan energi pakan kontrol yang tidak mengandung TCU atau TCUh yakni 27,96% dan 32,99%. Selain itu, salah satu faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah umur dan ukuran ikan. Robinson et al (2001) menyatakan bahwa protein hewani yang berasal dari tepung ikan sangat penting keberadaannya dalam pakan ikan catfish ukuran benih dan fingerling. Tepung ikan ini dapat digantikan dengan protein hewani lainnya seperti tepung MBM atau tepung darah pada ikan berukuran 6 7 inci. Hal ini yang diduga mempengaruhi kecilnya nilai kecernaan yang diperoleh. Ikan yang digunakan untuk uji kecernaan ini memiliki bobot rata rata sebesar 0,82 gram dengan panjang ± 4cm. Setelah pemeliharaan selama 30 hari, terlihat adanya penambahan biomasa individu pada tiap perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh ikan uji mengalami pertumbuhan selama pemeliharaan. Semakin banyak tepung cangkang udang yang digunakan untuk mensubtitusi tepung ikan dalam pakan, maka semakin menurun pertumbuhan dan efisiensi pakan, laju pertumbuhan pada pakan

7 22 kontrol memiliki nilai yang lebih tinggi yakni 5,10% dan laju pertumbuhan yang paling rendah diperoleh pada pakan dengan subtitusi tepung cangkang udang sebesar 45% yakni 4,54%. Hal ini berhubungan dengan nilai kecernaan bahan baku tepung cangkang udang yang dihidrolisis. Kecilnya nilai kecernaan tepung cangkang udang mengakibatkan ikan sulit untuk dapat memanfaatkan kandungan nutrisis yang terkandung didalam bahan baku sehingga nutrient yang diserap oleh tubuh akan sedikit pula. Tepung ikan merupakan bahan yang penting bagi ikan catfish yang berukuran kurang dari 6 7 inchi karena protein hewani memiliki kualitas protein (asam amino) yang lebih baik dibandingkan protein nabati, terutama kandungan asam amino esensial yang terkandung didalamnya (Robinson et al 2001). Oleh sebab itu, pertumbuhan dengan pakan kontrol memiliki nilai laju pertumbuhan harian yang paling tinggi. Nilai efisiensi pakan antar perlakuan tidak berbeda nyata meskipun pakan tanpa subtitusi tepung cangkang udang mempunyai nilai efisiensi pakan yang lebih tinggi dari pada perlakuan B, C dan D yakni 93,92%. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Nwanna (2003) dimana nilai efisiensi pakan yang diperoleh tidak berbeda nyata antar perlakuan. Konsumsi pakan antar perlakuan tidak berbeda nyata. Retensi protein merupakan kemampuan ikan untuk menyimpan dan memanfatkan protein dalam pakan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, retensi protein pada perlakuan A mempunyai nilai yang tertinggi (37,97%) dan kemudian seiring dengan bertambahnya dosis tepung cangkang udang yang dihidrolisis retensi protein yang terkandung dalam tubuh ikan mengalami penurunan yakni 35,22%, 31,48%, dan 37,85%. Nilai retensi protein ini memberikan dampak pada pertumbuhan dimana pertumbuhan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan A (kontrol). Ini mengindikasikan bahwa energi dan protein yang terkandung didalam pakan tidak mencukupi kebutuhan ikan patin sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang semakin menurun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardini dan Djunaidi (2010) mengenai subtitusi tepung udang terhadap kualitas daging ayam broiler juga serupa dengan hasil penelitian yang diperoleh dimana semakin besar jumlah subtitusi tepung udang yang dihidrolisasi, semakin rendah nilai retensi protein yang terkandung didalam tubuh ayam broiler. Selain itu, nilai retensi lemak yang diperoleh juga mengalami penurunan yakni sebesar 91,05% (kontrol), 73,75% (pakan B), 62,26% (pakan C), dan 75,17% (pakan D). Nilai retensi lemak mengindikasikan kandungan lemak yang disimpan oleh tubuh. Penurunan nilai retensi lemak yang terjadi mungkin berhubungan dengan stress yang diakibatkan karena adanya kandungan kitin yang terkandung didalam pakan. Ikan patin merupakan salah satu ikan yang dapat dijual dalam bentuk filet. Semakin tinggi kandungan lemak yang terkandung didalam daging dapat mengakibatkan daging tersebut mudah untuk teroksidasi. Nilai retensi lemak yang menurun ini juga serupa dengan hasil yang diperoleh oleh Hardini dan Djunaidi (2010). Cangkang udang mengandung banyak kitin, yang merupakan bentuk protein kompleks sehingga sulit untuk dicerna. Rendahnya nilai kecernaan ini membuat enzim enzim yang mencerna lemak dan protein dari pakan sulit untuk dapat mencerna bahan baku TCUh sehingga mempengaruhi pemanfaatan dari nutrient nutrient ini dan membuat nilai retensi lemak dan nilai retensi protein pada ikan perlakuan lebih sedikit dibanding ikan kontrol (Fall et al. 2012).

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens 9 3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, serta di kolam percobaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG UDANG YANG DIHIDROLISIS ENZIM KASAR KITINASE DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (PANGASIONODON HYPOPTHALMUS) FITRISKA HAPSARI

PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG UDANG YANG DIHIDROLISIS ENZIM KASAR KITINASE DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (PANGASIONODON HYPOPTHALMUS) FITRISKA HAPSARI PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG UDANG YANG DIHIDROLISIS ENZIM KASAR KITINASE DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (PANGASIONODON HYPOPTHALMUS) FITRISKA HAPSARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 2 menunjukkan adanya penambahan biomass dari masing-masing ikan uji. Biomass rata-rata awal ikan uji perlakuan A (0 ml/kg) adalah sebesar 46,9 g sedangkan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah populasi dan produksi unggas perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang selalu ada di dalam ransum

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan teknologi pengolahan pakan di bidang peternakan sudah banyak dilakukan sekarang. Teknologi pengolahan pakan menjadi penting karena memiliki beberapa keuntungan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan bobot rata-rata individu ikan (g) Perubahan bobot rata-rata individu ikan (g) 16 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil penelitian terhadap empat jenis pakan uji dengan kadar protein berbeda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kinerja Pertumbuhan Data hasil pengamatan penggunaan pakan uji terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data kinerja

Lebih terperinci

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Data hasil isolasi dan seleksi bakteri proteolitik, data aktivitas enzim protease, kerapatan optis dan uji derajat hidrolisis pakan dianalisis secara deskriptif. Data hasil uji pertumbuhan dan kecernaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi untuk dikembangkan (Ghufran, 2010). ikan Patin banyak dikonsumsi

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap persiapan bahan baku, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan data. 2.1.1. Persiapan Bahan Baku

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pakan, bibit, perkandangan dan manajemen. Pakan merupakan faktor penting

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) menurut Lukito (2002), adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila BEST Ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

Asam amino merupakan komponen utama penyusun ANALISIS ASAM AMINO DALAM TEPUNG IKAN DAN BUNGKIL KEDELAI Saulina Sitompul Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Permen jelly memiliki tekstur lunak yang diproses dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan salah satu jenis ternak unggas yang diciptakan Allah SWT untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat dimanfaatkan baik dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kulit udang. Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara 30%-40% dari

TINJAUAN PUSTAKA. kulit udang. Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara 30%-40% dari TINJAUAN PUSTAKA Hasil Samping Udang Salah satu pilihan sumber protein adalah hasil samping udang yang merupakan hasil samping industri pengolahan udang yang terdiri dari kepala dan kulit udang. Proporsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, sub ordo Phasianoide, famili Phasianidae, sub famili Phasianinae, genus Coturnix,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia pangan terdapat banyak sekali bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu BTP yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah bumbu penyedap rasa berbentuk blok.

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) merupakan ikan air tawar yang memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting. Ikan gurame juga banyak digemari oleh masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa 17 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji Tahap 2 adalah mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada tahun 2012 menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang umumnya terjadi pada usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan utama yang dialami oleh peternak. Hal tersebut dikarenakan harga pakan yang cukup mahal yang disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air (X 1 + A) A

Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air (X 1 + A) A Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air Panaskan cawan pada suhu 105-110 O C selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang (X 1 ) Timbang bahan 2-3

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan berbagai perlakuan, terhadap perubahan kandungan protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya harga pakan untuk unggas merupakan masalah yang sering dihadapi peternak saat ini. Tidak sedikit peternak yang gulung tikar dikarenakan tidak mampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekspor komoditi hasil perikanan dari Indonesia yang terbesar sampai saat ini adalah udang. Realisasi ekspor udang pada tahun 2007 mencapai 160.797 ton dengan nilai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Kegiatan isolasi dan seleksi bakteri proteolitik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor, kegiatan

Lebih terperinci