HASIL DAN PEMBAHASAN Lampiran 2 Analisis Daya Adaptasi Tanaman Karakteristik Agronomi Hasil (HSL) Gambar 1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Lampiran 2 Analisis Daya Adaptasi Tanaman Karakteristik Agronomi Hasil (HSL) Gambar 1."

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik tanaman jagung yang dikaji dalam penelitian ini meliputi karakteristik agronomi seperti usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol dan hasil. Sebelum dilakukan analisis ragam, dilakukan pengujian asumsi kehomogenan ragam dan normalitas galat untuk masing-masing peubah. Untuk memenuhi asumsi kehomogenan ragam dan normalitas galat dilakukan tranformasi akar kuadrat sesuai dengan hasil analisis Box Cox Tranformation dengan nilai lamda optimal adalah 0.5. Pada Lampiran 2 disajikan hasil pengujian kehomogenan ragam dan normalitas galat dengan hasil secara umum asumsi terpenuhi. Khusus untuk usia masak fisiologis terlihat masih adanya penyimpangan. Namun untuk pelanggaran yang tidak terlalu ekstrim, uji F masih dapat digunakan karena sifat kekar (robust) sehingga anggapan kesamaan ragam dan kenormalan tidaklah dituntut secara ketat dipenuhi cukup secara kasar (Sembiring, 1995) Analisis Daya Adaptasi Tanaman Karakteristik Agronomi Hasil (HSL) Hasil merupakan salah satu karakteristik agronomi tanaman jagung yang diukur dari hasil kering jagung dengan kadar air maksimum 15%. Dari 12 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan, rata-rata hasil jagung kering relatif bervariasi antara genotipe. Genotipe D (BC 42521) memiliki rata-rata hasil yang paling berat dan genotipe J (BISI 2) memiliki rata-rata hasil paling ringan dibandingkan genotipe-genotipe yang lain. Hasi ini dapat dilihat pada Gambar 1. Faktor tempat tumbuh umumnya berpengaruh terhadap hasil panen jagung. Dari 16 lingkungan tanam, genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan 16 (Jambu Timur) dan lingkungan 1 (Ketaon) umumnya memiliki hasil panen yang paling ringan dibandingkan dengan genotipe yang di taman di lingkungan lain. Sedangkan genotipe-genotipe yang di tanam di lingkungan 15 (Pontang) dan lingkungan 12 (Kuta Tengah) memiliki rata-rata hasil panen yang paling berat.

2 Gambar 1 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Panen Menurut Genotipe Gambar 2 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Masing-Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam Rata-rata hasil panen kedua belas genotipe untuk setiap lingkungan ditunjukkan pada Gambar 2. Terlihat dengan jelas bahwa rata-rata hasil panen keduabelas genotipe pada lingkungan 16 (Jambu Timur) relatif paling sedikit dibandingkan dengan lingkungan yang lain. Genotipe-genotipe yang tumbuh di lingkungan 15 (Pontang) secara umum memiliki rata-rata hasil panen yang relatif tinggi.

3 Sedangkan pada lingkungan 2 (Kemiri) rata-rata hasil panen setiap genotipe relatif bervariasi. Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Hasil Panen Hasil deskripsi rataan hasil panen jagung dari 12 genotipe yang ditanam pada 16 lingkungan tanam menunjukkan adanya kecenderungan perbedaan respon hasil panen antar genotipe jagung dan lingkungan tanam. Dengan analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-rata hasil panen antar genotipe dan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 1. jika diuji pada taraf nyata 5% ada perbedaan rata-rata hasil panen antara genotipe dan rata-rata hasil panen untuk setiap lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5%. Hasil Ini menunjukkan bahwa jenis genotipe atau kondisi lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap hasil panen jagung. Tabel 1 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Hasil Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe Lingkungan Ulangan(Lingkungan) Interaksi KUI KUI KUI KUI KUI KUI Sisa Galat Total Terkoreksi

4 Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Ini berarti ada perbedaan rata-rata hasil panen tanaman jagung dari genotipe-genotipe yang ditaman pada lingkungan yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan lima akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5% yaitu 0.635, 0.364, 0.279, dan Kontribusi masing-masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 32.88%, 18.87%, 14.48%, 11.27% dan 8.20%. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Hasil Biplot antara rata-rata hasil dengan KUI 1 sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Biplot AMMI-1 ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini. Gambar 3 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Hasil (Ton/Ha), (+) Rata- Rata Umum

5 Hasil plot antara KUI 1 dengan rata-rata hasil pada Gambar 3 Memeperlihatkan bahwa Genotipe D (BC 42521) memiliki rata-rata hasil yang paling berat dan genotipe dengan rata-rata hasil yang paling ringan adalah J (BISI 2). Dari Gambar 3 juga terlihat bahwa genotipe B (BIO 1263), L (C-7), dan H (BC A) mempunyai rata-rata hasil yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe B (P 12) berinteraksi positif dengan lingkungan L13 (Sambirejo) sedangkan genotipe H (BC A) berinteraksi negatif dengan lingkungan L13 (Sambirejo) Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan untuk hasil dapat dilihat dari Biplot AMMI-2 pada Gambar 4 yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI 2. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi sebesar 51.8%. Persentase keragaman yang dijelaskan relatif besar lebih besar dari 50%. Gambar 4 Biplot AMMI 2 Untuk Karakteristik Agronomi Hasil (51.8%) Hasil Biplot AMMI-2, memperlihatkan bahwa ada dua genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan yaitu genotipe F (BC 41399) dan Genotipe A (BIO 9900). Genotipe yang mempunyai respon yang stabil adalah genotipe-genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik

6 pusat. Dapat diperhatikan pula untuk Genotipe K (P-12) dan genotipe E (BC 46283) walaupun berada di luar elips, tetapi jaraknya dari titik pusat tidak terlalu jauh dibandingkan dengan genotipe F (BC 41399) dan Genotipe A (BIO 9900). Ini juga dapat dilihat dari rangking stabilitas genotipe dengan menggunakan Indeks Stabilitas AMMI (ISA) yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-2 yang terjadi dalam Tabel 2. Tabel 2 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karkateristik Agronomi Hasil Kode Genotipe Karakteristik Hasil ISA Rank A BIO B BIO C BIO D BC E BC F BC G BC H BC A I BIO J BISI K P L C Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yang menunjukkan genotipegenotipe yang paling stabil dibandingkan dengan yang lain yaitu genotipe F (BC 41399) pada peringkat pertama, Genotipe A (BIO 9900) pada peringkat kedua, dan Genotipe K (P-12) pada posisi ketiga Sehingga dari hasil ini dapat dipertimbangkan ada empat genotipe yang stabil. Hasil biplot AMMI-2 ini juga memberikan informasi mengenai genotipegenotipe yang spesifik lingkungan berdasarkan karakteristik agronomi hasil panen. Genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan dapat diamati dari poisisi

7 genotipe tersebut terhadap lingkungan tanam. Jika genotipe-genotipe tersebut berdekatan dengan lingkungan tanam tertentu maka genotipe tersebut dinyatakan spesifik lingkungan menurut karakteristik agronomi yang diamati. Artinya bahwa karakteristik agronomi yang diamati dari genotipe yang bersangkutan berkorelasi positif dengan kondisi lingkungan tanam atau perubahan respon karakteristik agronomi yang diamati mengikuti perubahan kondisi lingkungan tanaman. Misal untuk genotipe B (BIO 1263) bersifat spesifik lingkungan L5 (Sido Waras), artinya bahwa untuk genotipe B (BIO 1263), perubahan hasilnya selaras dengan perubahan kondisi lingkungan pada L5 (Sido Waras). Dari Gambar 4 juga terlihat genotipe J (BISI-2) spesifik lingkungan pada lingkungan L3 (Moncongloe Bulu). Biplot AMMI-2 juga menunjukkan bahwa dipandang dari karakteristik agronomi hasil Genotipe I (BIO 9899), L(C -7) dan J (BISI-2) membentuk satu kelompok dan memilki hasil yang relatif baik pada lingkungan L16 (Jambu Timur) dan L3 (Moncongloe Bulu). Hasil Biplot AMMI-2 juga memperlihatkan bahwa genotipe D (BC 42521) berada pada posisi terluar. Ini artinya bahwa dilihat dari karakteristik hasil genotipe ini memiliki keragaman yang paling tinggi. Selain itu genotipe D (BC 42521) juga tercatat sebagai genotipe dengan rataan hasil terbesar. Gambar 5 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan

8 Stabilnya genotipe F (BC 41399), A (BIO 9900), K(P-12), BC juga dapat dilihat dari keselarasan nilai rata-rata hasil keempat genotipe tersebut pada setiap lingkungan dengan rata-rata keseluruhan genotipe. Pada Gambar 5 tampak bahwa keempat genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar ratarata seluruh genotipe yang diuji pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata hasil keempat genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan. Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen (BTK) Berat tongkol panen adalah rataan berat tongkol pada saat dipanen dalam satuan ton/ha. Rata-rata berat tongkol panen dari 12 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan terlihat tidak terlalu bervariasi antar genotipe seperti yang terilhat pada Gambar 6. Genotipe D (BC 42521) adalah genotipe yang memiliki rata-rata berat tongkol panen yang paling berat dan genotipe J (BISI 2) memiliki rata-rata berat tongkol paling ringan dibandingkan genotipe-genotipe yang lain. Gambar 6 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Menurut Genotipe Faktor tempat tumbuh selain berpengaruh terhadap hasil kemungkinan juga berpengaruh terhadap berat tongkol panen. Pada Gambar 7 ditunjukkan bahwa dari 16 lingkungan tanam, genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan

9 16 (Jambu Timur) dan lingkungan 1 (Ketaon) umumnya memiliki berat tongkol yang paling ringan dibandingkan dengan genotipe yang di taman di lingkungan lain. Sedangkan genotipe-genotipe yang di tanam di lingkungan 6 (Brodot) dan lingkungan 7 (Wringin Songo) memiliki rata-rata berat tongkol yang paling berat. Gambar 7 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Hasil deskripsi mengenai rata-rata berat tongkol panen 12 genotipe yang ditanam pada 16 lingkungan tanam menunjukkan bahwa ada kecenderungan perbedaan respon berat tongkol panen antara genotipe jagung dan lingkungan tanam. Dengan analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan ratarata berat tongkol panen antar genotipe dan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 3 jika diuji pada taraf nyata 5% ada perbedaan rata-rata berat tongkol panen antara genotipe dan lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis genotipe dan lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap berat tongkol panen.

10 Tabel 3 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe Lingkungan Ulangan(Lingkungan) Interaksi KUI KUI KUI KUI KUI Sisa Galat Total Terkoreksi Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang di tanam pada lingkungan tanam berbeda memberikan memiliki berat tongkol yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan empat akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5% yaitu 0.708, 0.354, 0.277, dan 0.233, Kontribusi masingmasing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 35.38%, 17.69%, 13.83%, dan 11.64%. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Biplot antara rata-rata berat tongkol panen dengan KUI 1 yang dinamakan sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan

11 jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Hasil biplot antara KUI 1 dengan rata-rata berat tongkol panen pada Gambar 8 memeperlihatkan bahwa Genotipe D (BC 42521) memiliki rata-rata berat tongkol panen yang paling berat dan genotipe J (BISI 2) adalah genotipe dengan rata-rata berat tongkol panen yang paling ringan. Melalui Biplot AMMI-1 terlihat bahwa genotipe K (P 12), E (BC 42683), H (BC A), L (C-7), dan B (BIO 1263) mempunyai rata-rata berat tongkol panen yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe K (P 12) berinteraksi positif dengan lingkungan L9 (Cempedak Lobang) sedangkan genotipe L (C-7), B (BIO 1263) berinteraksi negatif dengan lingkungan L9 (Cempedak Lobang). Gambar 8 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen (Kg/Plot), (+) Rata-Rata Umum Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat dilihat dari Biplot AMMI-2 yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI 2. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi genotipe lingkungan untuk karakteristik agronomi berat tongkol panen sebesar 56.7%. Keragaman interaksi yang dijelaskan oleh model AMMI-2 relatif besar karena nilainya lebih besar dari 50%.

12 Gambar 9 Biplot AMMI 2 Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen (56.7%) Hasil Biplot AMMI-2 memperlihatkan bahwa ada dua genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan tanam yaitu genotipe F (BC 41399) dan genotipe I (BIO 9899) seperti yang tersaji pada Gambar 9. Genotipe yang mempunyai respon yang relatif stabil adalah genotipe-genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Melalui Biplot AMMI-2, terlihat pula untuk genotipe E (BC 42683) walaupun berada di luar elips, namun jaraknya dari titik pusat tidak terlalu jauh dibandingkan dengan genotipe F (BC 41399) dan genotipe I (BIO 9899). Jarak dari genotipe-genotipe terhadap titik pusa dapat dilihat dari Indeks Stabilitas AMMI (ISA) yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-2. Indeks stabilitas AMMI dan rangking stabilitas genotipe dapat dilihat pada Tabel 4. Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yaitu genotipe F (BC 41399) pada peringkat pertama, genotipe I (BIO 9899) pada peringkat kedua dan genotipe E (BIO 9899) pada posisi ketiga. Ketiga genotipe ini dapat diidenfitikasi sebagai genotipe-genotipe paling stabil.

13 Tabel 4 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Karakteristik Berat Kode Genotipe Tongkol Panen ISA Rank A BIO B BIO C BIO D BC E BC F BC G BC H BC A I BIO J BISI K P L C Hasil Biplot AMMI-2 ini juga memberi informasi genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan. Genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan adalah yang berada di luar elips pusat dan posisinya berdekatan dengan lingkungan tertentu. Genotipe spesifik lingkungan juga dapat dilihat dari keberadaan genotipe-genotipe tersebut di dalam elips pada lingkungan terluar. Misal untuk genotipe B (BIO 1263) dilihat dari karakteristik berat tongkol panen relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L3 (Moncongloe Bulu). Ini artinya bahwa karakteristik agronomi berat tongkol panen genotipe B (BIO 1263) memiliki korelasi positif dengan lingkungan L3 (Moncongloe Bulu) atau pada lingkungan L3 (Moncongloe Bulu) genotipe B (BIO 1263) memiliki berat tongkol panen di atas rata-rata umum. Selain genotipe B (BIO 1263) masih banyak genotipe yang terlihat spesifik lingkugan diantaranya adalah genotipe J (BISI-2) yang spesifik lingkungan berdasarkan karakteritik berat tongkol panen pada lingkungan L5 (Sidowaras).

14 Biplot AMMI-2 juga memperlihatkan bahwa genotipe D (BC 42521) berada pada posisi terluar. Genotipe ini memiliki berat tongkol panen paling berat dibandingkan dengan genotipe-genotipe yang lain. Selain itu, genotipe A (BIO 9900), C (BIO 1169) dan K (P-12) dan D (BC 42521) posisinya relatif berdekatan dan memberikan berat tongkol panen yang relatif tinggi pada lingkungan L1 (Ketaon), L11 (Kalikotes), dan L14 (Yoso Mulyo). Jika diperhatikan ada kemiripan antara Biplot AMMI-2 antara karakteristik agronomi hasil dan berat tongkol panen. Ini dimungkinkan karena diduga berat tongkol panen merupakan indiaktor stabilitas utama dari hasil. Ini akan dibuktikan pada bagian penjelasan interaksi genotipe lingkungan menggunakan model persamaan struktural yang dikenal dengan MPS-AMMI. Gambar 10 Rata-Rata Karakteristik Berat Agronomi Tongkol Panen Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan Stabilnya genotipe F (BC 41399), I (BIO 9899) dan E(BIO 9899) juga dapat dilihat dari nilai rata-rata berat tongkol panen ketiga genotipe tersebut pada setiap lingkungan. Pada Gambar 10 tampak bahwa ketiga genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata-rata seluruh genotipe pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata berat tongkol panen kedua genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan.

15 Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (KAP) Kadar air panen merupakan kadar air dari hasil panen jagung dalam persentase yang diukur pada saat panen. Hasil rata-rata kadar air panen 12 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan cukup bervariasi antar genotipe. Genotipe G (BC 42521) memiliki rata-rata persentase kadar air panen yang paling tinggi. Sedangkan yang paling rendah adalah genotipe C (BIO 1169) seperti yang terlihat pada Gambar 11. Gambar 11 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (%) Menurut Genotipe Gambar 12 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (%) Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam

16 Faktor tempat tumbuh juga dinilai berpengaruh terhadap karakteristik agronomi kadar air panen. Rata-rata kadar air panen untuk setiap genotipe pada setiap lokasi menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan 10 (Pabuaran) umumnya memiliki persentase kadar air yang paling tinggi. Sedangkan genotipe-genotipe yang tumbuh pada lingkungan 8 (Kuta Tengah) memiliki persentase kadar air panen yang lebih rendah dibandingkan genotipe yang di taman di lingkungan lain. Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Hasil deskripsi persentase kadar air panen untuk setiap genotipe pada setiap lingkungan menunjukkan bahwa ada kecenderungan perbedaan respon kadar air panen antara genotipe jagung dan lingkungan tanam. Melalui analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-rata persentase kadar air panen antar genotipe dan lingkungan. Tabel 5 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe Lingkungan Ulangan(Lingkungan) Interaksi KUI KUI KUI KUI KUI KUI Sisa Galat Total Terkoreksi Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 5, jika diuji pada taraf nyata 5% dapat disimpulkan ada perbedaan rata-rata kadar air panen antara

17 genotipe dan lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis genotipe dan lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap kadar air panen jagung. Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Ini berarti ada perbedaan rata-rata kadar air panen tanaman jagung dari suatu genotipe yang ditaman pada lingkungan yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan lima akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5% yaitu 0.901, 0.494, 0.370, dan 0.161, Kontribusi masing-masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 36.64%, 20.11%, 16.26%, 7.93% dan 6.57%. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Biplot antara rata-rata persentase kadar air panen dengan KUI 1 sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Hasil plot antara KUI 1 dengan rata-rata kadar air panen pada Gambar 13 Memeperlihatkan bahwa Genotipe G (BC 42521) memiliki rata-rata persentase kadar air panen yang paling tinggi. Sedangkan yang paling rendah adalah genotipe C (BIO 1169). Terlihat bahwa Genotipe L (C 7), J (BISI 2) dan K (P 12) mempunyai rata-rata kadar air panen yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe L (L 7) berinteraksi positif dengan lingkungan L1 (Ketaon) sedangkan genotipe K (P-12), berinteraksi negatif dengan lingkungan L1 (Ketaon)

18 Gambar 13 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (Kg/Plot), (+) Rata-Rata Umum Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat dilihat dari Biplot AMMI-2 yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI 2. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi genotipe lingkungan untuk kadar air panen sebesar 53.1%. Gambar 14 Biplot AMMI-2 Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen (53.1%)

19 Hasil Biplot AMMI-2 memperlihatkan bahwa ada tiga genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan yaitu genotipe D (BC 42521), Genotipe H (BC A), dan F (BC 41399), seperti yang tersaji pada Gambar 14. Genotipe yang mempunyai respon yang stabil adalah genotipegenotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Genotipe-genotipe paling stabil juga dapat dilihat dari rangking stabilitas genotipe dengan menggunakan Indeks Stabilitas AMMI (ISA) yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-2. Tabel 6 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Karakteristik Kadar Kode Genotipe Air Panen ISA Rank A BIO B BIO C BIO D BC E BC F BC G BC H BC A I BIO J BISI K P L C Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yang menunjukkan genotipegenotipe yang paling stabil dibandingkan dengan yang lain yaitu genotipe D (BC 42521) pada peringkat pertama, genotipe H (BC A) pada peringkat kedua, dan F (BC 41399) pada posisi ketiga. Sehingga dari hasil ini dapat dipertimbangkan ada tiga genotipe yang stabil.

20 Hasil biplot AMMI-2 ini juga memberi informasi genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan. Misal untuk genotipe B (BIO 1263) dan K (P-12) relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L10 (Pabuaran) sedangkan genotipe G (BC 2630) relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L13 (Sambirejo). Ini artinya bahwa genotipe B (BIO 1263) dan K (P-12) memiliki kadar air penen yang relatif tinggi pada lingkungan L10 (Pabuaran) dengankan genotipe G (BC 2630) pada lingkungan L12 (Sambirejo) Stabilnya genotipe D (BC 42521), H (BC A) dan F (BC 41399) juga dapat dilihat dari nilai rata-rata persentase kadar air panen ketiga genotipe tersebut pada setiap lingkungan. Pada Gambar 15 Tampak bahwa ketiga genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata-rata seluruh genotipe pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata kadar air panen kedua genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan. Gambar 15 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis (UMF) Usia masak fisiologis diukur dari lamanya hari dimana jagung telah dinyatakan masak secara tampilan fisik. Hasil rata-rata usia masak fisiologis dari 12 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan relatif bervariasi. Genotipe J (BISI 2) memiliki rata-rata usia masak fisiologis yang paling lama dan genotipe

21 dengan rata-rata usia masak fisiologis yang paling cepat adalah genotipe G (BC 2630). Hasil ini dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Menurut Genotipe Gambar 17 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam Faktor tempat tumbuh umumnya juga berpengaruh terhadap usia masak fisiologis. Hasil rataan usia masak fisiologis dari 12 genotipe yang ditanam pada 16 lingkungan tanam menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan 15 (Desa Pontang) pada musim kemarau dan lingkungan 2 (Desa

22 Baru) umumnya memiliki usia masak fisiologis yang lebih lama dibandingkan jika di tanam di lingkungan lain. Sedangkan genotipe-genotipe yang di tanam di lingkungan 8 (Kuta Tengah) dan lingkungan 9 (Cempedak Lobang) memiliki rata-rata usia masak fisiologis yang lebih cepat. Hasil ini secara jelas dapat dilihat pada Gambar 17 Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Hasil deskripsi usia masak fisiologis genotipe jagung menunjukkan bahwa ada kecenderungan perbedaan respon usia masak fisiologis antara genotipe jagung dan lingkungan tanam. Dengan analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-rata usia masak fisiologis antar genotipe dan lingkungan. Tabel 7 Hasil Analisis Ragam AMMI untuk Karekteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe 11 1,75 0, ,11 0,000 Lingkungan 15 53,22 3, ,03 0,000 Ulangan(Lingkungan) 32 0,15 0,0046 2,90 0,000 Interaksi 165 5,17 0, ,75 0,000 KUI ,08 0, ,46 0,000 KUI ,74 0, ,69 0,000 KUI ,44 0, ,34 0,000 KUI ,39 0, ,80 0,000 KUI ,22 0,0130 8,19 0,000 KUI ,15 0,0100 6,30 0,000 KUI ,07 0,0056 3,52 0,000 KUI ,04 0,0033 2,06 0,022 KUI 9 9 0,03 0,0033 2,09 0,030 Sisa 12 0,01 0,0008 0,50 0,912 Galat 352 0,56 0,0016 Total Terkoreksi ,83 0,1058

23 Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 7, jika diuji pada taraf nyata 5% ada perbedaan rata-rata usia masak fisiologis antara genotipe dan lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai p yang kurang dari 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis genotipe atau lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap lamanya usia masak fisiologis. Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Ini berarti ada perbedaan rata-rata usia masak fisiologis tanaman jagung dari suatu genotipe yang ditaman pada lingkungan yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan sembilan akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5% yaitu 0.693, 0.580, 0.147, 0.130, 0.073, 0.050, 0.023, dan 0.010, Kontribusi masing-masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 40.25%, 36.66%, 8.60%, 7.47%, 4.27%, 1.41%, 0.70% dan 0.58%. Banyaknya akar ciri yang nyata pada taraf nyata 5% menujukkan bahwa struktur interaksi dari genotipe lingkungan untuk usia masak fisiolotis relatif kompleks. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Biplot antara rata-rata usia masak fisiologi dengan KUI 1 sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Hasil plot antara KUI 1 dengan rata-rata usia masak fisiologis menunjukkan bahwa Genotipe J (BISI-2) memiliki rata-rata usia masak fisiologis yang paling lama dan genotipe dengan rata-rata usia masak fisiologis yang paling cepat adalah genotipe G (BC 2630). Melalui Gambar 18 terlihat bahwa genotipe D (BC 42521), F (BC 41399), dan H (BC A) mempunyai rata-rata usia masak fisiologis yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe D (BC 42521) berinteraksi positif dengan L10 (Paburuan) sedangkan genotipe J (BISI 2) berinteraksi

24 Gambar 18 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis, (+) Rata-rata Umum Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat dilihat dari Biplot AMMI-2 yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI 2. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi sebesar 73.9%. Gambar 19 Biplot AMMI-2 Untuk Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis (73.9%)

25 Dari hasil Biplot AMMI-2, terlihat bahwa ada dua genotipe yang mempunyai respon yang stabil terhadap ke-16 lingkungan yaitu genotipe F (BC 41399) dan genotipe E(BC 42683). Genotipe yang mempunyai respon yang stabil adalah genotipe-genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Dapat diperhatikan pula untuk Genotipe I (BIO 9899) walaupun berada di luar elips, tetapi jaraknya dari titik pusat tidak terlalu jauh dibandingkan dengan genotipe F (BC 41399) dan Genotipe E (BC 42683). Ini juga dapat dilihat dari rangking stabilitas genotipe dengan menggunakan Indeks Stabilitas AMMI yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-2. Tabel 8 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis Karakteristik Usia Masak Kode Genotipe Fisiologis ISA Rank A BIO B BIO C BIO D BC E BC F BC G BC H BC A I BIO J BISI K P L C Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yang menunjukkan genotipegenotipe yang paling stabil dibandingkan dengan yang lain yaitu genotipe F (BC 41399) pada peringkat pertama, Genotipe E (BC 42683) pada peringkat dua dan I

26 (BIO 9899) pada posisi ketiga. Sehingga dari hasil ini dapat dipertimbangkan ada tiga genotipe yang stabil. Hasil biplot AMMI-2 ini juga memberi informasi genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan. Misal untuk genotipe J (BISI 2) relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L9 (Cempedak Lobang) dan di Lingkungan L8 (Kuta Tengah). Ini artinya bahwa genotipe J (BISI-2) memiliki usia masak fisiologis di atas ratarata pada kedua lingkungan tanam ini. Gambar 19 juga terlihat bahwa genotipe A ( BIO 9900), B (BIO 1263), K (P-12), dan G (BC 2630) membentuk satu kelompok. Keempat genotipe ini terlihat berdekatan dengan lingkungan tanam L4 (Yoso Mulyo), L5 (Sido Waras), dan L15 (Pontang) Gambar 20 Rata-Rata Berat Usia Masak Fisiologis Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan Stabilnya genotipe F (BC 41399), E(BIO 9899) dan I (BIO 9899) juga dapat dilihat dari nilai rata-rata rata-rata usia masak fisiologis ketiga genotipe tersebut pada setiap lingkungan. Pada Gambar 20 Tampak bahwa ketiga genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata-rata seluruh genotipe pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata berat tongkol

27 panen kedua genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan. Perbandingan Hasil Klasifikasi Genotipe antara Karakteristik Telah diurakan pada bagian sebelumnya hasil analisis daya adaptasi tanaman berdasarkan hasil, berat tongkol, kadar air panen, dan usia masak fisiologis. Tabel 9 Hasil Klasifikasi Genotipe Berdasarkan Keempat Karakteristik Respon Lingkungan HSL BTK KAP UMF Genotipe Spesifik Lingkungan L1 Ketaon D,K E,L L2 Kemiri D,C G C L3 Moncongloe Bulu I,L,J B L4 Yoso Mulyo-H D,C C,A I,J G,B,K L5 Sido waras B L,J G,B,K L6 Brodot A L7 Wringinsongo H,G A L8 Kuta Tengah-H H,G H,G I,J H, J L9 Cempedak Lobang H H, J L10 Pabuaran B,K D,C L11 Kalikotes C,D C,A L12 Kuta Tengah-K C,D G,C L L13 Sambirejo G,C L L14 Yoso Mulyo-K C,D C,A G,B,K L15 Pontang,D A, L L16 Jambu Timur I,L,J L,J L, E A, L Genotipe Stabil F,A,K,E F,I,E D, H,F F,E,I

28 Tabel 9 menunjukkan klasifikasi genotipe stabil dan genotipe spesifik lingkungan yang diperoleh dari kombinasi ISA dan Biplot AMMI. Telihat bahwa genotipe stabil untuk hasil adalah BC (F), BIO 9900 (A), P-12 (K) dan BC (E). Sedangkan untuk berat tongkol panen adalah BC (F), BIO 9899 (I) dan BC (E). Untuk karakteristik kadar air panen BC 42521(D), BC (H), dan BC (F), Selanjutnya untuk usia masak fisiologis BC (F), BC (E) dan BIO 9899 (I). Jika diperhatikan genotipe BC (F), BIO 9899 (I) dan BC (E) adalah genotipe yang relatif stabil dilihat dari komonen hasil dan hasil. Identifikasi genotipe stabil ini kurang baik jika hanya mempertimbangkan hasil semata. Namun sebelum memutuskan ketiga genotipe tersebut stabil harus ditunjukkan bahwa karakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen, dan berat tongkol tersebut secara nyata merupakan indikator stabilitas hasil dengan MPS-AMMI. Analisis Interaksi Genotipe u Lingkungan Menggunakan Model Persamaan Struktural (MPS-AMMI) Pada percobaan multilokasi, nyatanya pengaruh interaksi genotipe lingkungan hasil menyatakan bahwa genotipe-genotipe memberikan hasil yang berbeda untuk perubahan lingkungan tanam. Perbedaan respon genotipe-genotipe ini tidak terlepas dari tingginya keragaman lingkungan makro untuk lingkungan tanam. Hasil ini memberikan gambaran bahwa bahwa faktor lingkungan memberikan pengaruh besar terhadap nyatanya IGL hasil. Selain faktor lingkungan, nyatanya pengaruh interaksi genotipe lingkungan untuk hasil juga dimungkinkan dipengaruhi oleh nyatanya pengaruh interaksi genotipe lingkungan beberapa karakteristik agronomi karena hasil merupakan akumulasi respon dari beberapa karakteristik agronomi terhadap kondisi lingkungan (Tai dalam Dhungana, 2004). Untuk memberikan penjelasan secara komprehensif bagaimana IGL hasil dipengaruhi oleh beberapa IGL karakteristik agronomi dan kombinasi kovariat genotipik dengan lingkungan akan dijelaskan melalui penggabungan metode AMMI dengan model persamaan struktural yang disebut dengan MPS-AMMI.

29 Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa dalam analisis MPS dilibatkan peubah eksogen dan peubah endogen. Peubah eksogen dalam penelitian ini adalah kovariat genotipik lingkungan. Kovariat genotipik yang digunakan adalah rataan dari karakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen dan berat tongkol panen, sedangkan kovariat lingkungan adalah tinggi lokasi dan musim. Peubah endogennya adalah IGL karakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen dan berat tongkol panen dan IGL hasil. Skor laten endogen dalam MPS diperoleh dari dekomposisi singular matriks interaksi. Melalui dekomposisi ini diperoleh pola IGL yang sebenarnya dari karakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen dan hasil karena telah dipisahkan dari komponen galatnya (noise). Skor IGL untuk keempat karakteristik agronomi menggunakan lima komponen utama interkasi sesuai hasil pengujian postdictive success untuk hasil dan proporsi keragaman yang dijelaskan lebih dari 80%. Tabel 10 Proporsi Keragaman Interaksi Genotipe Lingkungan Karakteristik Agronomi Tanaman Jagung Kadar Air Berat Komponen Usia Masak Hasil DF Panen Tongkol AMMI Prop Kum Prop Kum Prop Kum Prop Kum KUI KUI KUI KUI KUI Keterangan : Prop. : Proporsi, Kum : Kumulatif Dari lima komponen utama yang diambil dapat menjelaskan 94.2%, 88.6%, 87.5% dan 85.7% keragaman pengaruh interaksi untuk masing-masing IGL usia masak fisiologis (UMF), kadar air panen (KAP), berat tongkol (BTK) dan hasil (HSL) seperti yang tersaji pada Tabel 10. Peubah eksogennya merupakan kombinasi kovariat lingkungan diperoleh dari perkalian silang nilai rataan kakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen dan berat tongkol dengan nilai faktor lingkungan kemudian disesuaikan terhadap pengaruh utama

30 seperti pada penyesuaian untuk mendapatkn skor IGL. Penggunaan kombinasi kovariat genotipik lingkungan dalam model bertujuan untuk mengetahui pada karakteristik agronomi dan kondisi lingkungan yang bagaimana genotipe memberikan hasil yang relatif tinggi.sehingga hasil penelitian ini dapat juga dimanfaatkan untuk kajian peningkatan hasil produksi tanaman. Setelah diperoleh skor-skor untuk peubah ekosogen dan laten endogen selanjutnya dilakukan pemodelan persamaan struktural. Sebelum dilakukan pendugaan parameter MPS, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi normalitas ganda sebagai salah satu asumsi terpenting dalam pendugaan parameter MPS. Jika asumsi normal ganda terpenuhi maka pendugaan parameter dalam MPS dapat menggunakan metode Maximum Likelihood. Jika tidak, pendugaan dapat menggunakan metode Weighted Least Square. Uji normalitas ganda dilakukan dengan QQ-plot dan uji Mardia yaitu menggunakan statistik kurtosis. Dari QQ-plot pada Gambar 21. terlihat bahwa plot antara nilai jarak kuadrat mahalanobis (d 2 i ) dengan nilai Chi-Square tidak menyebar mengikuti garis lurus yang mengindikasikan data tidak menyebar normal ganda. Sedangkan melalui uji Normalitas ganda menggunakan uji Mardia menghasilkan nilai critical ratio kurtosis (c.r) sebesar Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai normal baku pada taraf nyata 5% yaitu Hasil ini menunjukkan bahwa data tidak menyebar normal ganda. Karena data tidak menyebar normal ganda pendugaan parameter dilakukan dengan metode Weighted Least Square (WLS) dalam LISREL atau Asymptotially Free Distribution (ADF) dalam AMOS. Gambar 21 QQ-Plot Untuk Uji Normal Ganda

31 Hasil pendugaan parameter model MPS-AMMI ditunjukkan pada Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11 Koefisien Lintas MPS-AMMI Hubungan Antar Peubah Nilai Dugaan Kekeliruan Standar Nilai t hitung. Nilai P η 1 (UMF I ) <--- Kovariat UMF Musim η 1 (UMF I ) <--- Kovariat UMF Tinggi Lokasi η 2 (KAP I ) <--- η 1 (UMF I ) η 2 (KAP I ) <--- Kovariat KAP Tinggi Lokasi η 2 (KAP I ) <--- Kovariat KAP Musim η 3 (BTK I ) <--- η 2 (KAP) η 3 (BTK I ) <--- η 1 (UMF I ) η 3 (BTK I ) <--- Kovariat BTK Musim η 3 (BTK I ) <--- Kovariat BTK Tinggi Lokasi η 3 (BTK I ) <--- Kovariat KAP Tinggi Lokasi η 3 (BTK I ) <--- Kovariat UMF Tinggi Lokasi η 3 (BTK I ) <--- Kovariat KAP Musim η 4 (HSL) <--- η 2 (KAP) η 4 (HSL) <--- η 3 (BTK I ) η 4 (HSL) <--- η 1 (UMF I ) η 4 (HSL) <--- Kovariat UMF Musim η 4 (HSL) <--- Kovariat BTK Musim η 4 (HSL) <--- Kovariat UMF Tinggi Lokasi UMF I <--- η 1 (UMF I ) KAP I <--- η 2 (KAP I ) BTK I <--- η 3 (BTK I ) HSL I <--- η 4 (HSL I ) 0.857

32 Pemilihan peubah eksogen yaitu kombinasi kovariat genotipik lingkungan yang dimasukkan ke dalam model dilakukan melalui prosedur maju (forward selection procedure) yaitu memasukkan satu-persatu peubah eksogen ke dalam model kemudian dilakukan evaluasi taraf nyatanya dan uji kecocokan model. Jika dengan memasukkan peubah eksogen tertentu peubah tersebut memberikan pengaruh secara nyata dan model cocok, maka peubah tersebut dipertahankan dalam model jika tidak peubah tersebut dikeluarkan dari model. Hasil analisis MPS menunjukkan bahwa nyatanya pengaruh IGL hasil pada percobaan multilokasi dipengaruhi oleh IGL usia masak fisiologis, kadar air panen, dan berat tongkol panen dengan pengaruh langsung yang distandarkan masing-masing adalah 0,331, -0,204, 0,921 seperti yang terlihat pada Gambar 22. hd&yd <WyD ζ 1 hd& / ε d<yd η1 ε <W/ η2 η4,^> / ε ζ 2 ζ 4 hd&yd > η3 <Wyd > d< / ε ζ 3 d<yd > χ W s ZD^ Gambar 22 Diagram Lintas MPS-AMMI Keterangan : *) nyata pada taraf nyata 5%; **) nyata pada taraf nyata 1%; ***) nyata pada taraf nyata lebih kecil dari 1%. Diagram lintas di atas dapat diterjemahkan ke dalam model persamaan struktural sebagai berikut : Model Pengukuran y 1 =0,942η 1 +0,336ε 1 y 2 =0,886η 2 +0,464ε 2

33 y 3 =0,875η 3 +0,484ε 3 y 4 =0,857η 4 +0,515ε 4 Model Struktural η 1 = η 2 = 0,393X UMFxMusim + 0,741X UMFxTinggiLok + 0,338ζ 1-0,008η 1 + 0,359X KAPxMusim + 0,807X KAPxTinggiLok + 0,429ζ 2 η 3 = -0,101η 1-0,226η 2 + 0,080X KAPxMusim + 0,634X BTKxMusim + η 4 = 0,093X UMFxTinggiLok + 0,244X KAPxTinggiLok + 0,479X BTKxTinggiLok + 487ζ 3 0,331η 1 0,204η 2 +0,921η 3-0,283X UMFxMusim -0,103X BTKxMusim 0,262X UMFxTinggiLok + 0,528ζ 4 Melalui Tabel 11 dan Gambar 22 di atas terlihat untuk koefisien lintas dari peubah IGL usia masak fisiologis (UMF) terhadap IGL kadar air panen (KAP) tidak nyata pada taraf nyata 5%. Sedangkan untuk peubah yang lain semuanya nyata. Hasil ini mengindikasikan bahwa perubahan-perubahan dari respon genotipe untuk kadar air panen untuk lingkungan tanam yang berbeda tidak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan usia masak fisiologis genotipe-genotipe pada lingkungan tanam berbeda. Tabel 12 Nilai Kecocokan Model Absolute fit measure Nilai Kriteria Keterangan Degrees of Freedom 12 Minimum Fit Function Chi-Square P>0.05 Model Cocok (P = 0.110) Goodness of Fit Index (GFI) > 0.90 Model Cocok Root Mean Square Residual (RMR) <0.05 Model Cocok Root Mean Square Error of <0.05 Model Cocok Approximation (RMSEA) 90 Percent Confidence Interval for (0.00 ; 0.056) Model Cocok RMSEA Incremental Fit Measures Adjusted Goodness of Fit Index >0.90 Model Cocok (AGFI) Normed Fit Index (NFI) >0.90 Model Cocok Parsimonious Fit Measures Parsimony Normed Fit Index (PNFI) Model Cocok Parsimony Goodness of Fit Index Model Cocok (PGFI)

34 Tabel 12 di atas menunjukkan hasil pengujian kecocokan model baik dengan menggunakan Absolute fit measure, Incremental Fit Measure, dan Parsimonious Fit Measure. Melalui ketiga kriteria uji tersebut model dapat dinyatakan cocok dengan data (closed fit). Ini artinya bahwa model yang dibangun mampu menjelaskan keragaman data dengan baik sehingga kesimpulankesimpulan dari hasil analisis ini dapat diterima. Tabel 13 di bawah menunjukkan pengaruh langsung dan tak langsung dari peubah eksogen yaitu kovariat genotipik lingkungan, dan peubah endogen IGL usia masak fisiologis, IGL kadar air panen, dan IGL berat tongkol terhadap IGL hasil. Tabel 13 Pengaruh Langsung, Tidak Langsung, dan Total Terhadap IGL Hasil Peubah Pengaruh Tidak Pengaruh Langsung Langsung Total R 2 Peubah Latent η 1. terkait dengan UMF I Peubah Latent η 2. terkait dengan KAP I Peubah Latent η 3. terkait dengan BTK I Kovariat UMF Tinggi Lokasi Kovariat UMF Musim Kovariat KAP Tinggi Lokasi Kovariat KAP Musim Kovariat BTK Tinggi Lokasi Kovariat BTK Musim IGL Hasil Tabel di atas menjelaskan pengaruh langsung, tidak langsung dan pengaruh total dari IGL karakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen dan kombinasi kovariat genotipik lingkungan erhadap IGL Hasil. Pengaruh langsung merupakan pengaruh dari satu peubah

35 secara langsung tanpa melalui peubah lain. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah pengaruh dari satu peubah kepada peubah respon melalui peubah lain. Pengaruh langsung terbesar dari IGL karakteristik agronomi terhadap IGL hasil diberikan oleh IGL berat tongkol panen dan yang paling kecil dibarikan oleh IGL kadar air panen, namun tingginya pengaruh tidak langsung IGL kadar air panen terhadap IGL hasil menyebabkan pengaruh total dari IGL kadar air panen menjadi lebih besar dibandingkan dengan IGL usia masak fisiologis. Sedankan dari kombinasi kovariat genotipik lingkungan, pengaruh langsung terbesar dibarikan oleh Kovariat UMF Musim dan terendah oleh Kovariat BTK Musim. Dari model MPS ini juga dapat diketahui keragaman dari IGL usia masak fisiologis, IGL kadar air panen, dan IGL berat tongkol panen dan IGL hasil yang dapat dijelaskan oleh model secara berurutan adalah 0,886, 0,816, 0,763 dan 0,721 dengan keragaman total dihitung dari nilai Q 2 adalah sebesar 0,999. Besarnya nilai-nilai ini menunjukkan bahwa model yang dianalisis dapat menjelaskan keterkaitan antara IGL komponden hasil, pengaruhnya terhadap hasil dan mampu menjelaskan pengaruh kombinasi kovariat genotipik lingkungan terhadap IGL hasil. Jika dikaitkan dengan indikator stabilitas, karena pengaruh total terbesar diberikan oleh berat tongkol panen maka berat tongkol panen merupakan indikator stabilitas utama dari hasil panen. Hasil ini sesuai dengan kajian struktur interaksi yang telah dijelaskan sebelumnya. Terlihat bahwa struktur interaksi berat tongkol panen yang digambarkan dalam Biplot AMMI-2 memiki kemiripan dengan dengan struktur interaksi hasil. Selain berat tongkol panen, kadar air panen dan usia masak fisiologis juga merupakan indikator stabilitas hasil karena terbukti kadar air panen dan usia masak fisiologis memberikan pengaruh nyata dapat hasil. Tabel 14 Koefisien Korelasi Antar Kovariat Koefisein Korelasi Kovariat Nilai p Korelasi UMF Tinggi Lokasi KAP Tinggi Lokasi BTK Tinggi Lokasi HSL Tinggi Lokasi

36 Hasil analisis korelasi pearson di atas menujukkan adanya hubungan yang negatif antara kovariat tinggi lokasi dengan kovariat genotipik usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen dan hasil. Namun hanya kovariat genotipik berat tongkol panen dan hasil yang berhubungan nyata dengan tinggi lokasi pada taraf nyata 5 % yang ditunjukkan dari nilai P lebih kecil dari 0,05. Perhitungan korelasi antara kovaraite genotipik dengan tinggi lokasi bertujuan sebagai informasi awal dalam menginterpretasikan hasil MPS-AMMI. Pembahasan Model Persamaan Struktural AMMI Melalui pendugaan dengan metode WLS menggunakan softawe AMOS 7 diperoleh model fit ( closed fit) dengan data atau matriks peragam observasi fit dengan matriks peragam model yang ditunjukkan dari uji Chi-Square (χ 2 (12)=18.201, Nilai-p=0.110, RMSEA =0.030 ) yang tidak nyata dengan nilai Nilai-p lebih besar dari 0.05, dan juga nilai GFI=0.988, AGFI=0.945, NFI=0.988 lebih besar dari Pengujian koefisien lintas secara parsial menunjukkan bahwa hanya koefisien lintas dari IGL usia masak fisiologis terhadap IGL kadar air panen yang tlgdnq\dwdsdgdwdudiq\dwd 05. Pengaruh IGL Karakteristik Agronomi Terhadap IGL Hasil IGL Usia Masak Fisiologis (UMF) Hasil pendugaan parameter dengan model persamaan struktural yang diterjemahkan dalam Gambar 22, terlihat bahwa IGL usia masak fisiologis memberikan pengaruh langsung terhadap IGL hasil dengan besar pengaruh langsungnya adalah Hasil pengujian hipotesis dengan statistik uji t-student pada taraf nyata 5% dapat ditunjukkan bahwa pengaruh langsung ini nyata. Pengaruh langsung dari IGL usia masak fisiologis terhadap IGL hasil bertanda positif artinya bahwa melalui model aditif semakin lama usia masak fisiologis maka semakin tinggi hasil panen atau genotipe-genotipe dengan usia masak fisiologis di atas rata-rata akan memiliki hasil di atas rata-rata. Selain memberikan pengaruh secara langsung terhadap IGL hasil, IGL usia masak fisiologis juga memberikan pengaruh tidak langsung melalui IGL kadar air panen

37 dan IGL berat tongkol dengan total pengaruh tak langsungya adalah Pengaruh tak langsung ini negatif terjadi karena pengaruh langsung dari IGL usia masak fisiologis terhadap IGL kadar air panen dan IGL berat tongkol bertanda negatif, yang artinya jika usia masak fisiologis di atas rata-rata maka kadar air panen dan berat tongkol akan semakin rendah. Adanya pengaruh tak langsung dari IGL usia masak fisiologis terhadap IGL hasil berakibat pada pengaruh total yang diberikan oleh IGL usia masak fisiologis terhadap IGL hasil yang menjadi lebih kecil dibandingkan pengaruh langsungnya. Hasil ini memberikan informasi bahwa nyatanya pengaruh interaksi genotipe lingkungan untuk hasil salah satu faktor penyebabnya adalah interaksi genotipe lingkungan usia masak fisiologis. Atau melalui model aditif, hasil dipengaruhi oleh usia masak fisiologis. IGL Kadar Air Panen (KAP) Terlihat pada Gambar 22 IGL Kadar Air Panen memberikan pengaruh langsung yang negatif terhadap IGL hasil dengan besar pengaruh sebesar Pada taraf nyata 5% pengaruh dari IGL kadar air panen terhadap IGL hasil dinyatakan nyata. Sehingga dapat dinyatakan bahwa selain IGL usia masak fisiologis, IGL kadar air panen juga bertangung jawab terhadap nyatanya pengaruh interaksi genotipe lingkungan untuk hasil. Tanda negatif menunjukkan bahwa melalui model aditif semakin tinggi kadar air panen maka hasil akan semakin rendah atau gentoipe-genotipe dengan kadar air panen di atas rata-rata akan mamiliki hasil di bawah rata-rata. Hal ini dapat dijelaskan karena hasil merupakan hasil kering jagung pada kadar air dalam kisaran 15%. Sehingga jika kadar air panen terlalu tinggi akan mengurangi unsur-unsur lain dalam jagung dan selama proses pengeringan kadar air ini akan semakin berkurang dan tentunya berat keringnya lebih rendah dibandingkan jagung dengan kadar air rendah. Selain pengaruh langsung, IGL kadar air panen juga memberikan pengaruh tak langsung melalui IGL berat tongkol terhadpa IGL hasil dengan besar pengaruh tak lansungnya adalah Sehingga total pengaruh dari IGL kadar air panen terhadap IGL hasil sebesar

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE LINGKUNGAN MENGGUNAKAN PARTIAL LEAST SQUAREPATH MODELING. I Gede Nyoman Mindra Jaya 1

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE LINGKUNGAN MENGGUNAKAN PARTIAL LEAST SQUAREPATH MODELING. I Gede Nyoman Mindra Jaya 1 ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE LINGKUNGAN MENGGUNAKAN PARTIAL LEAST SQUAREPATH MODELING S-2 I Gede Nyoman Mindra Jaya 1 Staf Pengajar Jurusan Statistika FMIP UNPAD jay_komang@yahoo.com ABSTRAK Percobaan multilokasi

Lebih terperinci

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA SEKOLAH PASCASARJANA INTISTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRACT I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Spesifikasi Model Berbagai model dalam pemodelan persamaan struktural telah dikembangkan oleh banyak peneliti diantaranya Bollen

TINJAUAN PUSTAKA Spesifikasi Model Berbagai model dalam pemodelan persamaan struktural telah dikembangkan oleh banyak peneliti diantaranya Bollen 4 TINJAUAN PUSTAKA Spesifikasi Model Berbagai model dalam pemodelan persamaan struktural telah dikembangkan oleh banyak peneliti diantaranya Bollen (1989). Namun demikian sebagian besar penerapannya menggunakan

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI Definisi 1 (Prestasi Belajar) b. Faktor Eksternal Definisi 2 (Faktor-Faktor yang mempengaruhi prestasi) a.

II LANDASAN TEORI Definisi 1 (Prestasi Belajar) b. Faktor Eksternal Definisi 2 (Faktor-Faktor yang mempengaruhi prestasi) a. II LANDASAN TEORI Definisi 1 (Prestasi Belajar) Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.

Lebih terperinci

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA SEKOLAH PASCASARJANA INTISTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRACT I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Deskripsi data penelitian, mencakup uraian tentang gambaran umum dari setiap variabel penelitian yang terdiri dari: Kinerja Pegawai (Y), Budaya

Lebih terperinci

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA 41 4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian dan interpretasinya. Pembahasan dalam bab 4 ini meliputi gambaran umum yang menjadi subyek penelitian, analisis model SEM,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM) VII ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM) Strutural Equation Model (SEM) merupakan suatu teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel laten dengan variabel teramati sebagai

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS STRUCTUAL EQUATION MODEL (SEM)

VIII. ANALISIS STRUCTUAL EQUATION MODEL (SEM) Atribut yang ditetapkan pada variabel kepuasan merupakan atribut mengenai kepuasan konsumen secara keseluruhan (overall satisfaction). Berdasarkan sebaran pilihan responden, lebih dari setengah dari jumlah

Lebih terperinci

PENGARUH HARGA DISKON TERHADAP NIAT BELI MELALUI STORE IMAGE PADA MATAHARI DEPARTMENT STORE SURABAYA. I. Data Responden Usia :

PENGARUH HARGA DISKON TERHADAP NIAT BELI MELALUI STORE IMAGE PADA MATAHARI DEPARTMENT STORE SURABAYA. I. Data Responden Usia : PENGARUH HARGA DISKON TERHADAP NIAT BELI MELALUI STORE IMAGE PADA MATAHARI DEPARTMENT STORE SURABAYA Saya mohon kesediaan Anda untuk berkenan mengisi kuesioner berikut ini mengenai diskon harga, niat beli,

Lebih terperinci

Hasil Model Awal Model Persamaan Struktural untuk Pengaruh Sertifikasi terhadap Kinerja dan Kompetensi

Hasil Model Awal Model Persamaan Struktural untuk Pengaruh Sertifikasi terhadap Kinerja dan Kompetensi Lampiran 1: Hasil Model Awal Model Persamaan Struktural untuk Pengaruh Sertifikasi terhadap Kinerja dan Kompetensi Raw Data from file 'F:\pa_mughni\PRE.psf' Sample Size = 72 Latent Variables S KI KO Relationships

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data ini dikumpulkan dari berbagai sumber, antara lain data Survey Demografi dan

Lebih terperinci

ASUMSI MODEL SEM. d j

ASUMSI MODEL SEM. d j ASUMSI MODEL SEM Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis SEM di antaranya adalah data berdistribusi multivariat normal, untuk memeriksanya dapat dilakukan dengan menghitung nilai jarak kuadrat pada setiap

Lebih terperinci

ANALISIS INTERAKSI GENOTIP LINGKUNGAN MENGGUNAKAN STRUCTURAL EQUATION MODELING. Abstract

ANALISIS INTERAKSI GENOTIP LINGKUNGAN MENGGUNAKAN STRUCTURAL EQUATION MODELING. Abstract Analisis Interaksi Genotip Lingkungan... (I Gede Nyoman Mindra Jaya) ANALISIS INTERAKSI GENOTIP LINGKUNGAN MENGGUNAKAN STRUCTURAL EQUATION MODELING I Made Sumertajaya 1, Ahmad Ansori Matjjik 2, I Gede

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 No. Responden : KUESIONER

LAMPIRAN 1 No. Responden : KUESIONER LAMPIRAN 1 No. Responden : KUESIONER Kepada : Yth. Responden Dengan hormat, Terima kasih atas partisipasi anda menjadi salah satu responden dan secara sukarela mengisi kuesioner ini. Saya mahasiswi Universitas

Lebih terperinci

KUESIONER. 2. Berapa usia anda? a tahun c tahun b tahun d. > 26 tahun

KUESIONER. 2. Berapa usia anda? a tahun c tahun b tahun d. > 26 tahun 72 KUESIONER Berilah tanda (X) pada salah satu pilihan anda : I. Karakteristik Responden 1. Jenis kelamin anda? a. Laki-laki b. Perempuan Nama Responden: Tujuan Kuesioner Penelitian Kuesioner ini bertujuan

Lebih terperinci

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori (CFA) Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Terboboti (Weighted Least Square) Untuk Data Ordinal

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori (CFA) Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Terboboti (Weighted Least Square) Untuk Data Ordinal Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung 2013 Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori (CFA) Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Terboboti (Weighted Least Square) Untuk Data Ordinal

Lebih terperinci

Tutorial LISREL teorionline

Tutorial LISREL teorionline CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS BY HENDRY Phone : 0856-9752-3260 Email : openstatistik@yahoo.co,id Blog : http://teorionline.wordpress.com/ Seperti dijelaskan sebelumnya, CFA ditujukan untuk menguji validitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini terdiri dari tujauan pustaka, landasan teori dan kerangka pemikiran Tinjauan pustaka berisi penelitian-penelitian sebelumnya dan digunakan sebagai dasar dilaksanakannya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI) merupakan salah satu produsen motor yang memiliki pangsa pasar cukup luas. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses pengumpulan data, peneliti sering menemukan nilai pengamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses pengumpulan data, peneliti sering menemukan nilai pengamatan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencilan Dalam proses pengumpulan data, peneliti sering menemukan nilai pengamatan yang bervariasi (beragam). Keberagaman data ini, di satu sisi sangat dibutuhkan dalam

Lebih terperinci

With AMOS Application

With AMOS Application ASUMSI DAN PERSYARATAN PADA STRUCTURAL EQUATION MODELLING (SEM) With AMOS Application Eko Budi Setiawan, S.Kom., M.T. Asumsi dan persyaratan penting saat menggunakan SEM 1. Sample Size 2. Normalitas Data

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1: HASIL OLAHAN DATA EKONOMETRIKA

LAMPIRAN 1: HASIL OLAHAN DATA EKONOMETRIKA 196 LAMPIRAN 1: HASIL OLAHAN DATA EKONOMETRIKA Pengaruh Konversi Lahan, PDRB Sektor Pertanian dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kebercukupan Beras Kawasan I. Uji Asumsi Klasik a) Uji Normalitas One-Sample

Lebih terperinci

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS Faktor faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen dapat diidentifikasi dengan melihat faktor eksternal dan internak yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Pengumpulan Data Pada bagian ini dilakukan proses pengumpulan dan pengolahan data tahap awal serta pengumpulan data tahap akhir. Pengumpulan data pada penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner. Hormat saya, Selvia Indrawati. 1. Karakteristik responden. 1. Usia saya saat ini :

Lampiran 1 Kuesioner. Hormat saya, Selvia Indrawati. 1. Karakteristik responden. 1. Usia saya saat ini : 68 Lampiran 1 Kuesioner Kami mohon kesediaan bapak/ibu untuk berkenan mengisi kuesioner berikut ini dengan judul Pengaruh Brand Affect, Brand Quality, Brand Trust Terhadap Consumer s Brand extention Attitude

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan untuk inferensi statistika. Metode bootstrap mengesampingkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan untuk inferensi statistika. Metode bootstrap mengesampingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode bootstrap merupakan metode simulasi berbasiskan data yang dapat digunakan untuk inferensi statistika. Metode bootstrap mengesampingkan distribusi sampling dari

Lebih terperinci

MODEL AMMI PERCOBAAN LOKASI GANDA PEMUPUKAN N, P, K

MODEL AMMI PERCOBAAN LOKASI GANDA PEMUPUKAN N, P, K , April 2009 p : 11-15 ISSN : 0853-8115 Vol 14 No.1 MODEL AMMI PERCOBAAN LOKASI GANDA PEMUPUKAN N, P, K Mohammad Masjkur 1 dan Niken Dyah Septiastuti Departemen Statistika FMIPA-IPB E-mail : 1 masjkur@gmail.com

Lebih terperinci

VIII ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

VIII ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM) VIII ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM) Stuctural Equation Model merupakan suatu teknik statistik yang mampu menganalisis pola hubungan antara variabel laten dan indikatornya, variabel laten yang

Lebih terperinci

Lampiram 1. Hasil Pengujian Normalitas Data Test of Univariate Normality for Continuous Variables. Skewness Kurtosis Skewness and Kurtosis

Lampiram 1. Hasil Pengujian Normalitas Data Test of Univariate Normality for Continuous Variables. Skewness Kurtosis Skewness and Kurtosis Lampiram 1. Hasil Pengujian Normalitas Data Test of Univariate Normality for Continuous Variables Skewness Kurtosis Skewness and Kurtosis Variable Z-Score P-Value Z-Score P-Value Chi- Square P-Value X11-5.284

Lebih terperinci

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA

ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE u LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA SEKOLAH PASCASARJANA INTISTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 009 ABSTRACT I GEDE NYOMAN MINDRA JAYA. Genotype

Lebih terperinci

UJIAN FINAL MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL Dosen Pengampu : Prof. Dr. Badrun Kartowagiran

UJIAN FINAL MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL Dosen Pengampu : Prof. Dr. Badrun Kartowagiran UJIAN FINAL MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL Dosen Pengampu : Prof. Dr. Badrun Kartowagiran Nama : Andi Ulfa Tenri Pada Nim : 11701261007 1. Paradigma hubungan antara variabel : Penelitian ini menggunakan data

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN. Berilah tanda (X) pada satu pilihan yang sesuai dengan jawaban anda. 1. Jenis Kelamin: : a. Laki laki b.

KUESIONER PENELITIAN. Berilah tanda (X) pada satu pilihan yang sesuai dengan jawaban anda. 1. Jenis Kelamin: : a. Laki laki b. 96 A. Karakteristik Responden KUESIONER PENELITIAN Berilah tanda (X) pada satu pilihan yang sesuai dengan jawaban anda 1. Jenis Kelamin: : a. Laki laki b. Perempuan 2. Status : a. Menikah b. Belum Menikah

Lebih terperinci

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Maximum Likelihood Untuk Data Ordinal

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Maximum Likelihood Untuk Data Ordinal Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Maximum Likelihood Untuk Data Ordinal Wiwik Sudestri, Eri Setiawan dan Nusyirwan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pemecahan masalah dalam penelitian ini diawali dengan studi literatur yang mencakup kajian teori, penelitian empiris sebelumnya dan model yang relevan dengan masalah penelitian.

Lebih terperinci

PENGARUH KEPEMIMPINAN PENGETAHUAN DISELARASKAN DENGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PADA PROSES PEMBENTUKAN TIM PROYEK KONSTRUKSI

PENGARUH KEPEMIMPINAN PENGETAHUAN DISELARASKAN DENGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PADA PROSES PEMBENTUKAN TIM PROYEK KONSTRUKSI SIDANG THESIS PENGARUH KEPEMIMPINAN PENGETAHUAN DISELARASKAN DENGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PADA PROSES PEMBENTUKAN TIM PROYEK KONSTRUKSI (Studi kasus perusahaan konstruksi Sidoarjo-Surabaya) LUAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk BAB III METODE PENELITIAN Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga informasi yang diperoleh dari penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Statistik Deskriptif. terhadap pernyataan-pernyataan didalam kuesioner. Deskripsi Data bertujuan untuk

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Statistik Deskriptif. terhadap pernyataan-pernyataan didalam kuesioner. Deskripsi Data bertujuan untuk 50 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Deskripsi Data merupakan ringkasan jawaban yang diberikan responden terhadap pernyataan-pernyataan didalam kuesioner. Deskripsi Data bertujuan

Lebih terperinci

DATA DAN METODE. Data

DATA DAN METODE. Data DATA DAN METODE Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder hasil percobaan padi varietas IR 64 yang dilaksanakan tahun 2002 pada dua musim (kemarau dan hujan). Lokasi penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Kuesioner Faktor-Faktor Pendorong Konsumen Melakukan Impulsive Buying pada Toko-Toko Ritel Fashion di Indonesia.

LAMPIRAN 1 Kuesioner Faktor-Faktor Pendorong Konsumen Melakukan Impulsive Buying pada Toko-Toko Ritel Fashion di Indonesia. 99 LAMPIRAN 1 Kuesioner Faktor-Faktor Pendorong Konsumen Melakukan Impulsive Buying pada Toko-Toko Ritel Fashion di Indonesia Nomor : Tanggal : Responden Yth, Saya adalah Emir Zakiar, mahasiswa program

Lebih terperinci

Holland Bakery merupakan salah satu pelopor dalam usaha modern bakery yang. dikenal dengan Holland Bakery. Holland Bakery selalu berusaha untuk

Holland Bakery merupakan salah satu pelopor dalam usaha modern bakery yang. dikenal dengan Holland Bakery. Holland Bakery selalu berusaha untuk IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Singkat Perusahaan (Holland Bakery) Holland Bakery merupakan salah satu pelopor dalam usaha modern bakery yang dikenal dengan Holland Bakery. Holland Bakery selalu

Lebih terperinci

c) Usia: 1. Usia tahun 3. Usia tahun 2. Usia tahun

c) Usia: 1. Usia tahun 3. Usia tahun 2. Usia tahun Lampiran 1 Kuesioner Responden yang terhormat, Perkenankanlah saya, mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, mohon bantuan Anda untuk meluangkan waktu mengisi/menjawab

Lebih terperinci

LIMA Dinamika Fakta Empirik

LIMA Dinamika Fakta Empirik LIMA Dinamika Fakta Empirik Data yang diperoleh dirasakan melalui uji indikator variabel, yang dinilai berdasarkan nilai reratanya, serta uji model yang dikembangkan dalam penelitian ini. Uji indikator

Lebih terperinci

UJIAN MID-SEMESTER SEM PATH-ANALYSIS. nonton TV, dan nilai merupakan variabel endogen. Penerapan analisis jalur. X dan belajar X

UJIAN MID-SEMESTER SEM PATH-ANALYSIS. nonton TV, dan nilai merupakan variabel endogen. Penerapan analisis jalur. X dan belajar X UJIAN MID-SEMESTER SEM PATH-ANALYSIS 1. Paradigma hubungan antara variabel : Pada penelitian ini menggunakan data set yang berisi empat variabel yaitu Sadar Ujian Nasional () sebagai variabel eksogen,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian

LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian Dengan Hormat, Saya mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, bermaksud mengadakan penelitian guna memenuhi tugas akhir

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Deskriptif 1. Analisis secara deskriptif Bagian ini akan membahas hasil pengolahan data yang telah dikumpulkan dari lapangan berdasarkan karakteristik

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN PRODUK ORGANIK DI SUMATERA UTARA

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN PRODUK ORGANIK DI SUMATERA UTARA 230 Lampiran : 1 Kuesioner Kuesioner ANALISIS PERILAKU KONSUMEN PRODUK ORGANIK DI SUMATERA UTARA 231 Kepada Bapak/Ibu Responden Penyelidikan di Tempat Kuesioner Penelitian Assalamualaikum., Bersama ini

Lebih terperinci

No. Responden:... (diisi peneliti)

No. Responden:... (diisi peneliti) Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MUSIK DAN PENCAHAYAAN TERHADAP PERILAKU KONSUMEN YANG DIMODERASI EMOSI PADA CHARLES & KEITH GALAXY MALL SURABAYA No. Responden:... (diisi peneliti) Responden yang

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 63 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil pengujian hipotesis dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat dijelaskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Tak Terboboti (Unweighted Least Square) Untuk Data Ordinal

Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Tak Terboboti (Unweighted Least Square) Untuk Data Ordinal Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Ketakbiasan Dalam Model Analisis Faktor Konfirmatori Pada Metode Pendugaan Kuadrat Terkecil Tak Terboboti (Unweighted Least Square) Untuk Data Ordinal

Lebih terperinci

IDENTITAS RESPONDEN. 2. Umur < 30 Tahun Tahun Tahun > 50 Tahun. 3. Masa Kerja 3-8 Tahun Tahun 9-14 Tahun >20 Tahun

IDENTITAS RESPONDEN. 2. Umur < 30 Tahun Tahun Tahun > 50 Tahun. 3. Masa Kerja 3-8 Tahun Tahun 9-14 Tahun >20 Tahun 89 IDENTITAS RESPONDEN 1. Jenis Kelamin Pria Wanita 2. Umur < 30 Tahun 41-50 Tahun 21-40 Tahun > 50 Tahun 3. Masa Kerja 3-8 Tahun 15-20 Tahun 9-14 Tahun >20 Tahun Petunjuk Pengisian : 1. Bacalah setiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Purbalingga, Jawa

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Purbalingga, Jawa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Alasan memilih Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah karena untuk memudahkan penulis

Lebih terperinci

Kuisioner Strategi Bersaing dan Customer Relationship Management terhadap. Loyalitas Pelanggan

Kuisioner Strategi Bersaing dan Customer Relationship Management terhadap. Loyalitas Pelanggan L1 Kuisioner Strategi Bersaing dan Customer Relationship Management terhadap Loyalitas Pelanggan Petunjuk Pengisisan: 1. Isilah identitas dengan benar pada kolom yang disediakan 2. Isilah semua nomor dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) UNTUK ANALISIS KOMPETENSI ALUMNI

PENERAPAN STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) UNTUK ANALISIS KOMPETENSI ALUMNI Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6, No. 0 (017), hal 113 10. PENERAPAN STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) UNTUK ANALISIS KOMPETENSI ALUMNI Matius Robi, Dadan Kusnandar, Evy Sulistianingsih

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA. Structural Equation Modeling (SEM) adalah alat analisis statistik yang dipergunakan untuk menyelesaikan model bertingkat secara serempak yang tidak dapat diselesaikan oleh persamaan regresi linear. SEM

Lebih terperinci

KUESIONER. Profil Responden Nama Responden: Jenis Kelamin: ( ) Laki-laki ( ) Wanita. Usia: ( ) 20 tahun ( ) tahun ( ) tahun ( ) 50 tahun

KUESIONER. Profil Responden Nama Responden: Jenis Kelamin: ( ) Laki-laki ( ) Wanita. Usia: ( ) 20 tahun ( ) tahun ( ) tahun ( ) 50 tahun LAMPIRAN xiv KUESIONER Responden Yth, Saya adalah mahasiswa Magister Manajemen Binus Business School yang sedang menyelesaikan tugas akhir. Mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk meluangkan waktu guna

Lebih terperinci

A. Profil Responden Berilah tanda silang (x) pada pilihan jawaban yang Anda anggap paling sesuai dengan pendapat Anda.

A. Profil Responden Berilah tanda silang (x) pada pilihan jawaban yang Anda anggap paling sesuai dengan pendapat Anda. a LAMPIRAN 1 KUISIONER Responden terhormat, Dengan kuesioner ini, saya menerangkan data sebagai berikut: Nama : Ivan Nico Soesilo Jurusan : Manajemen Pemasaran Judul Skripsi : Analisa Pengaruh Citra Merek

Lebih terperinci

PENGANTAR. Yogyakarta, Penulis, Prof. Dr. H. Siswoyo Haryono, MM, MPd. NIDN : /NIRA :

PENGANTAR. Yogyakarta, Penulis, Prof. Dr. H. Siswoyo Haryono, MM, MPd. NIDN : /NIRA : PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah swt, bahwa akhirnya modul atau hand out yang sederhana ini dapat hadir di hadapan pembaca. Buku tersebut merupakan hasil kompilasi dari materi mengajar Metodologi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang ditinjau dari nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kebayoran, Jakarta Selatan selama penelitian. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang dipilih sebagai tempat penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Kebayoran, Jakarta Selatan selama penelitian. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang dipilih sebagai tempat penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Industri ini mengacu pada kegiatan operasional percetakan dan obyek penelitian ini ialah untuk mengetahui besarnya pengaruh Kepercayaan Pelanggan dan Kualitas

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 33 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Identifikasi Responden Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah pemilik usaha laundry di Surabaya, sebanyak 120 responden. Dengan Menggunaan metode

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Takalar dan Sidenreng Rappang Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purpossive),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis regresi linier berganda merupakan analisis yang digunakan untuk menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah respon Y yang

Lebih terperinci

Mohon berikan tanda ( ) pada jawaban yang anda pilih :

Mohon berikan tanda ( ) pada jawaban yang anda pilih : Lampiran 1 Kuesioner :(Lanjutan) PETUNJUK : Mohon berikan tanda ( ) pada jawaban yang anda pilih : Jenis Kelamin Umur : ( ) Pria ( ) 17-24 ( ) Wanita ( ) 25-34 ( ) 35-49 ( ) 50-64 ( ) 65 tahun keatas Pendidikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 010 Maret 011, kecuali lokasi Sukabumi pada bulan Maret Juni 011. Tempat Penelitian dilaksanakan di 7 lokasi yaitu Bogor,

Lebih terperinci

KUESIONER. Hormat Saya. Peneliti

KUESIONER. Hormat Saya. Peneliti KUESIONER Responden Yth, Saya adalah mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandala yang melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Trend Discovery, Socializing, Adventure, Status and Otority Terhadap Motivasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian 84 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian No. Responden :.. KUESIONER PENELITIAN Selamat pagi/siang/sore, sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas partisipasi saudara dalam membantu mengisi kuisioner ini dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuannya penelitian ini termasuk applied research atau

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuannya penelitian ini termasuk applied research atau BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan tujuannya penelitian ini termasuk applied research atau penelitian terapan yang mana didalamnya terdapat solusi atas suatu permasalahan

Lebih terperinci

2. Apa tingkat pendidikan tertinggi anda? A. Dibawah SMA B. Lulusan SMA C. Diatas SMA

2. Apa tingkat pendidikan tertinggi anda? A. Dibawah SMA B. Lulusan SMA C. Diatas SMA Kepada Yth : Bapak / Ibu / Saudara di tempat Saya Mahasiswa Fakultas Bisnis Jurusan Manajemen Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya bernama Febrian Goeyanto (3103008375) dalam rangka melakukan penelitian

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel 3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan pada 12 Februari 2016 hingga13 April 2016 di Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KERIPIK KENTANG (Studi Kasus pada Agronas Gizi Food, Kota Batu) ABSTRAK

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KERIPIK KENTANG (Studi Kasus pada Agronas Gizi Food, Kota Batu) ABSTRAK PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KERIPIK KENTANG (Studi Kasus pada Agronas Gizi Food, Kota Batu) Nur Amalia Ma rufah 1, Panji Deoranto 2, Rizky Luthfian Ramadhan Silalahi 2* 1 Alumni,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Gilang Pratama Fakultas Magister Managemen Universitas Esa Unggul Jakarta

LAMPIRAN. Gilang Pratama Fakultas Magister Managemen Universitas Esa Unggul Jakarta LAMPIRAN 1. KUESIONER Kepada YTh. Bapak / Ibu / Sdr Di tempat Dengan hormat, Sehubungan dengan penelitian tentang Pengaruh Viral marketing terhadap image B2B Exhibition di Indonesia yang sedang saya lakukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh guru PAUD di Salatiga, dengan menggunakan sampel guru PAUD di Salatiga yang diambil dari 3 kecamatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 VARIABEL LATEN DAN INDIKATOR EMPIRIS

LAMPIRAN 1 VARIABEL LATEN DAN INDIKATOR EMPIRIS LAMPIRAN 1 VARIABEL LATEN DAN INDIKATOR EMPIRIS No Variabel Laten Indikator 1 Prospek Pekerjaan (Job Prospects) (Turner dan Bowen, 1990; Tan dan Laswad, 2006) Bekerja sebagai praktisi akuntansi memberikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Uji Validitas Kepuasan dan Loyalitas Pengunjung Taman Rekreasi Kampoeng Wisata Cinangneng

Lampiran 1. Hasil Uji Validitas Kepuasan dan Loyalitas Pengunjung Taman Rekreasi Kampoeng Wisata Cinangneng LAMPIRAN 118 Lampiran 1. Hasil Uji Validitas Kepuasan dan Loyalitas Pengunjung Taman Rekreasi Kampoeng Wisata Cinangneng No Variabel Indikator Notasi Hasil Uji Validitas Ketarangan r hitung r tabel Valid

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. D.I.Yogyakarta. Sedangkan subjek penelitian adalah Wajib Pajak orang

BAB III METODE PENELITIAN. D.I.Yogyakarta. Sedangkan subjek penelitian adalah Wajib Pajak orang BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak di Provinsi D.I.Yogyakarta. Sedangkan subjek penelitian adalah Wajib Pajak orang pribadi, dimana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis TINJAUAN PUSTAKA Diagram Kotak Garis Metode diagram kotak garis atau boxplot merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran tentang lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran dan kemiringan pola

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini bertujuan untuk mengungkap hasil analisis data penelitian dan pembahasannya. Pembahasan diawali dengan dimulai hasil statistik deskriptif yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga informasi

BAB III METODE PENELITIAN. dalam menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga informasi BAB III METODE PENELITIAN Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel dalam menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga informasi yang dihasilkan dapat dipercaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembar kuesioner penilaian prestasi kerja dan promosi jabatan karyawan

Lampiran 1. Lembar kuesioner penilaian prestasi kerja dan promosi jabatan karyawan Lampiran 1. Lembar kuesioner penilaian prestasi kerja dan promosi jabatan karyawan KUESIONER PENELITIAN Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja terhadap Promosi Jabatan Karyawan PT X Bogor Terima kasih atas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik tanaman padi yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi komponen hasil (jumlah malai per m 2, persen gabah isi, dan produktivitas) dan serapan hara (serapan total

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel untuk BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel untuk menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga informasi yang diperoleh dari penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. teknik sampling, definisi operasional variabel dan teknik analisis yang digunakan. A. Desain Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. teknik sampling, definisi operasional variabel dan teknik analisis yang digunakan. A. Desain Penelitian digilib.uns.ac.id 23 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian berisi tentang desain penelitian, populasi, sampel dan teknik sampling, definisi operasional variabel dan teknik analisis yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Alasan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Alasan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Alasan memilih Kabupaten Ngawi, Jawa Timur karena untuk memudahkan penulis melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh persepsi atas suatu harga (price

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2016. Tempat pelaksanaan kegiatan penelitian berada di Kecamatan Getasan, Kabupaten

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER

LAMPIRAN 1 KUESIONER LAMPIRAN 1 KUESIONER Saya mohon kesediaan anda untuk mengisi kuesioner penelitian yang saya ajukan dengan judul Pengaruh price, service quality, dan product quality terhadap customer loyalty melalui customer

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jooyeon Ha dan Soo Cheong Jang (2009). Rancangan yang digunakan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jooyeon Ha dan Soo Cheong Jang (2009). Rancangan yang digunakan dalam BAB III METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jooyeon Ha dan Soo Cheong Jang (2009). Rancangan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian causal method yaitu

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian causal method yaitu 3.1 Jenis Penelitian BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian causal method yaitu merupakaan jenis penelitian untuk mendapatkan penjelasan hubungan antar variabel

Lebih terperinci

UJI BEDA DENGAN ANALISIS VARIANS (ANAVA) BERDASARKAN METODE TUKEY DAN BENFERRONI MENGGUNAKAN SPSS 16.0

UJI BEDA DENGAN ANALISIS VARIANS (ANAVA) BERDASARKAN METODE TUKEY DAN BENFERRONI MENGGUNAKAN SPSS 16.0 242 Lampiran 1 UJI BEDA DENGAN ANALISIS VARIANS (ANAVA) BERDASARKAN METODE TUKEY DAN BENFERRONI MENGGUNAKAN SPSS 16.0 KARATERISTIK INDIVIDU Dependent Variable (I) KECAMATAN Multiple Comparisons (J) KECAMATAN

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN SURVEI MODEL PENERIMAAN USER TERHADAP TEKNOLOGI WiFi/HOTSPOT PUBLIK PADA CIVITAS AKADEMIKA UNIVERSITAS XYZ

KUESIONER PENELITIAN SURVEI MODEL PENERIMAAN USER TERHADAP TEKNOLOGI WiFi/HOTSPOT PUBLIK PADA CIVITAS AKADEMIKA UNIVERSITAS XYZ L-1 Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN SURVEI MODEL PENERIMAAN USER TERHADAP TEKNOLOGI WiFi/HOTSPOT PUBLIK PADA CIVITAS AKADEMIKA UNIVERSITAS XYZ Dari hasil kuesioner ini, saya harapkan mendapat informasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Responden Pada bab IV ini akan menampilkan hasil penelitian yang berupa gambaran umum objek penelitian dan data deskriptif serta menyajikan hasil komputasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kemiskinan mempunyai indikator dan faktor penyebab. Mereka adalah sebagian warga miskin kota Depok. Pemerintah Depok menggolongkan mereka ke dalam kelompok

Lebih terperinci

Tutorial LISREL Teorionline

Tutorial LISREL Teorionline CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS TUTORIAL LISREL BY HENDRY Phone : 0856-9752-3260 Email : openstatistik@yahoo.co,id Blog : http://teorionline.wordpress.com/ Dibagian pertama kita sudah latihan CFA dengan konstruk

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

Kepada Yth, Bapak/Ibu Pegawai Panin Bank Cabang Utama Palmerah Di Jakarta

Kepada Yth, Bapak/Ibu Pegawai Panin Bank Cabang Utama Palmerah Di Jakarta Jakarta, Mei 2008 Kepada Yth, Bapak/Ibu Pegawai Panin Bank Cabang Utama Palmerah Di Jakarta Dengan hormat, Berikut ini saya sampaikan kuesioner yang terdiri atas 3 (tiga) bagian, yaitu kepemimpinan, motivasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dari data sembilan indikator

Lebih terperinci

Bab 3. Metode Penelitian

Bab 3. Metode Penelitian Bab 3 Metode Penelitian 3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian mengenai pengujian model Theory Planned Behavior dalam menentukan pengaruh sikap siswa, norma subjektif,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas deskripsi mengenai data sekunder dan data primer yang digunakan dalam penelitian. Data ini kemudian dianalisis menggunakan pemodelan persamaan struktural

Lebih terperinci