FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA MEDAN"

Transkripsi

1 INSIDENSI PENDERITA OAB (OVERACTIVE BLADDER) PADA IBU- IBU PENGAJIAN DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 DENGAN MENGGUNAKAN OABSS (OVERACTIVE BLADDER SYMPTOMS SCORE) KARYA TULIS ILMIAH Oleh : ANNISA YUDISTIRANI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA MEDAN 2012 i

2 INSIDENSI PENDERITA OAB (OVERACTIVE BLADDER) PADA IBU- IBU PENGAJIAN DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 DENGAN MENGGUNAKAN OABSS (OVERACTIVE BLADDER SYMPTOMS SCORE) KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Oleh : ANNISA YUDISTIRANI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA MEDAN 2012 ii

3 ABSTRAK Overactive Bladder (OAB) adalah kelainan pada kandung kemih yang ditandai dengan frekuensi, nokturia, dapat disertai dengan atau tanpa adanya inkontinensia desakan. Penelitian yang dilakukan di Eropa & Amerika menunjukkan bahwa prevalensi OAB lebih kurang 17% populasi umum, sementara penelitian berbasis quisioner yang dilakukan pada wanita di Asia didapatkan prevalensi OAB sebesar 53,1%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidensi penderita OAB (Overactive Bladder) pada Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 dengan menggunakan OABSS (Overactive Bladder Symptoms Score). Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dari data primer dengan melakukan wawancara menggunakan OABSS. Jumlah sampel adalah sebanyak 100 orang dengan usia kurang dari 40 tahun sebanyak 25 orang, usia tahun sebanyak 42 orang, dan usia lebih dari 50 tahun sebanyak 33 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa insidensi penderita OAB pada Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 sebanyak 33 orang (33%). Berdasarkan usia, penderita OAB di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 yang berusia <40 tahun : 6 orang (6%), usia tahun : 15 orang (15%), dan usia >50 tahun : 12 orang (12%) dengan total sebanyak 33 orang (33%). Berdasarkan jenis OAB yaitu OAB basah dan OAB kering, didapati bahwa insidensi penderita OAB basah di Kecamatan Medan Sunggal pada tahun 2012 adalah 26 orang (26%), sedangkan yang menderita OAB kering adalah sebanyak 7 orang (7%). Kata kunci : Overactive Bladder (OAB), OAB basah, OAB kering. i

4 ABSTRACT Overactive Bladder (OAB) is an abnormality of the bladder which is characterized by frequency, nocturia, with or without the urge incontinence. studies in Europe and America showed that the OAB prevalence is more or less than 17 % of general population. While a studies based on questioner and implemented on women in Asia showed that the OAB prevalence is over than 53,1%. This studies aims to determine the incidence of the OAB patient (Overactive Bladder) on moeslem of gathering women in Kecamatan Medan Sunggal in 2012 by using OABSS (Overactive Bladder Symptoms Score). This studies used the descriptive research method of primary data with interviews by doing OABSS. Total sample are 100 people, the sample with aged less than 40 years are 25 people, the sample with aged years are 42 people and the sample with aged over than 50 years are 33 people. The results of this study showed that the incidence of OAB patients on moeslem of gathering women in Kecamatan Medan Sunggal in 2012 is the OAB patiens with aged <60 are 6 people (6%), the OAB patiens with aged are 15 people (15%), and the OAB patiens with aged > 50 years are 12 people (12%).the total of the OAB patiens are 33 people (33%). Based on the type of OAB, the wet OAB and dry OAB, in Kecamatan Medan Sunggal in 2012 described that the incidence of the wet OAB patients in Kecamatan Medan Sunggal in 2012 are 26 people (26%), while the incidence of the dry OAB patients are 7 people (7%). Keywords: Overactive Bladder (OAB), wet OAB, dry OAB. ii

5 KATA PENGANTAR Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan Karunia-Nya penulisan karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar karya tulis ilmiah saya yang berjudul INSIDENSI PENDERITA OVERACTIVE BLADDER (OAB) PADA IBU-IBU PENGAJIAN DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 DENGAN MENGGUNAKAN OABSS (OVERACTIVE BLADDER SYMPTOMS SCORE) ini menjadi lebih baik lagi. Dengan selesainya karya tulis ilmiah saya ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Bapak dr. H. Rahmat Nasution, MSc, DTM & H, M. Sc, Sp. ParK selaku Dekan FK UISU. 2. Bapak Prof. dr. H. Gusbakti Rusip, MSc, PKK, AIFM selaku Pembantu Dekan I 3. Bapak dr. Abd. Rachman Nasution, M. Hum selaku Pembantu Dekan II 4. Ibu dr. Hj. Sri Rahmawaty selaku Pembantu Dekan III 5. Bapak dr. Jensen Lautan M.Kes selaku Ketua Karya Tulis Ilmiah FK UISU. 6. Bapak dr. H. Sumiardi Karakata, Sp.U selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah FK UISU. 7. Orang Tua saya Aiptu. Solikhin dan Alm. Dra. Rehulinawati Br. Tarigan, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa kandungan sampai saat ini dan seluruh keluarga besar yang saya cintai yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu. iii

6 8. Teman-teman saya Nurul Lidya Ayu, Nurul Melinda Hasibuan, Fadhilla Mahlaini Lubis, Arfa I Laksamana, Anuari Idris Ritonga. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-nya kepada kita semua. Medan, 14 November 2012 Annisa Yudistirani iv

7 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Rumusan masalah Tujuan penelitian Manfaat penelitian... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi fisiologi vesika urinaria Vesika urinaria Sistem persarafan vesika urinaria Mekanisme berkemih Overactive Bladder Patofisiologi Overactive Bladder Gejala klinis Overactive Bladder Diagnosis Overactive Bladder Penatalaksanaan Terapi behavioural Farmakologis Pembedahan v

8 BAB 3 METODE PENELITIAN Kerangka konsep Definisi operasional Rancangan penelitian Waktu dan tempat penelitian Waktu penelitian Tempat penelitian Populasi dan sampel penelitian Populasi penelitian Besar sampel Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi Kriteria eksklusi Teknik pengumpulan data Analisis data BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian Pembahasan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN vi

9 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Overactive Bladder (OAB) adalah kelainan pada kandung kemih yang mengakibatkan penderitanya mengalami keinginan berkemih tidak tertahankan (urgensi), miksi yang sering dengan atau tanpa inkontinensia urin. Menurut The International Continence Society (ICS), buli-buli overaktif atau OAB (Overactive Bladder) didefinisikan sebagai keluhan urgensi yang disertai inkontinensia urgensi atau tanpa disertai dengan inkontinensia urgensi, yang biasanya diikuti dengan frekuensi pada siang hari dan nokturia, dan tanpa didapatkan infeksi atau patologi yang lain pada buli-buli. 1 2,3 Berbagai penelitian yang dilakukan di Eropa maupun di Amerika menunjukkan bahwa prelavensi OAB di kedua benua ini hampir sama, yakni lebih kurang 17% populasi umum menderita OAB. Penelitian yang dilakukan oleh National Overactive Bladder Evaluation (NOBLE) disebutkan bahwa 37% pasien OAB mengeluhkan adanya inkontinensia urin, atau dikenal dengan OAB basah (wet) dan 63% tidak disertai dengan inkontinensia urine atau OAB kering (dry). Prevalensi OAB basah akan meningkat dengan bertambahnya usia. Disebutkan bahwa OAB kering lebih sering dijumpai pada lelaki daripada perempuan (36% dibanding 7%) dan sebaliknya OAB basah lebih sering dijumpai pada perempuan (9,3% dibanding 2,4%) ,4 Gejala OAB antara lain adalah adanya urgensi, frekuensi, nokturia, dapat disertai dengan atau tanpa adanya urge inkontinensia. Untuk mengetahui derajat keparahan OAB, penderita dapat mengisi kuisioner (system scoring) OAB yang dirancang oleh Homma. Gejala-gejala tersebut menyebabkan penurunan kualitas hidup, diantaranya adalah terbatasnya aktivitas fisis, psikis, sosial, seksual, dan produktivitas kerja. 1 4,5,6 Terapi non farmakologis adalah pilihan pertama untuk pasien OAB. Yang terbaik adalah kombinasi dengan terapi farmakologis. Tindakan pembedahan hanya dilakukan jika terapi non farmakologis dan terapi farmakologis gagal. Dengan pengobatan tersebut diharapkan kualitas hidup penderita OAB dapat ditingkatkan. 1 4,5 Hanya ada sedikit data mengenai insidensi OAB, maka dari itu penulis ingin mengetahui insidensi terjadinya OAB di kalangan Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal. 3 1

11 1.2.Rumusan masalah Dengan latar belakang tersebut diatas penulis mengambil rumusan masalah dimana belum diketahuinya insidensi penderita OAB di kalangan Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal tahun Tujuan penelitian Tujuan umum penelitian Untuk mengetahui insidensi penderita OAB dikalangan Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal tahun Tujuan khusus penelitian Mengetahui usia terbanyak yang mengalami OAB di kalangan Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 dengan menggunakan OABSS (Overactive Bladder Symptomps Score) Manfaat penelitian 1. Menambah pengetahuan masyarakat tentang insidensi Overactive Bladder (OAB) sehingga masyarakat dapat mengetahui penyebab OAB, dengan pemahaman yang lebih baik akan membantu masyarakat untuk mengatasi terjadinya gangguan ini. 2. Bagi institusi pendidikan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar untuk penelitian OAB selanjutnya misalnya penelitian mengenai penatalaksanaan OAB atau mengenai kualitas hidup penderita OAB. 3. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam memperluas wawasan peneliti dalam mengetahui penyebab OAB dan cara mengidentifikasi pasien OAB secara tepat dengan Overactive Bladder Symptomps Score (OABSS). 2

12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi fisiologi vesika urinaria Vesika urinaria Vesika urinaria adalah suatu kantong yang dapat mengempis, terletak dibelakang simfisis pubis di dalam cavitas pelvis. Vesika urinaria yang kosong pada orang dewasa seluruhnya terletak dibelakang pelvis, bila vesika urinaria terisi, dinding atasnya terangkat sampai masuk ke region hypogastrikum. 1,7,8 Dinding vesika urinaria terdiri dari 4 lapis : tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Tunika muskularis terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman, yakni (1) terletak paling dalam adalah otot longitudinal, (2) ditengah merupakan otot sirkuler, dan (3) paling luar merupakan otot longitudinal. Lapisan otot ini akan menebal pada bagian leher untuk membentuk spinchter vesicae. 1,3,5,7,8,9,13,14,16 Mukosa vesika urinaria terdiri atas epitel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Mukosa ini sebagian besar berlipat-lipat pada vesika urinaria yang kosong dan lipatan-lipatan tersebut akan menghilang bila vesika urinaria terisi penuh. Pada dasar vesika urinaria, kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. 1,8,9 3

13 Gambar 2.1. Anatomi vesika urinaria /herbrandsonc/bio201_mckinley/f27-9a_urinary_bladder_c.jpg Fungsi vesika urinaria adalah menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih ). Normalnya vesika urinaria dapat menampung urin sebanyak ml. 1,10, Sistem persarafan vesika urinaria Sistem saraf involunter mencakup sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis mengatur pengisian vesika urinaria dengan menghambat kontraksi muskulus detrusor vesika dan merangsang penutupan muskulus spinchter vesicae, sehingga memberikan rasa penuh, rasa terbakar, atau rasa kejang dan perasaan urgency. Refleks detrusor memulai kontraksi involunter dari otot vesika urinaria karena peregangan pada dinding. Refleks ini terjadi melalui serabut aferen dan eferen sistem parasimpatis. Refleks detrusor menjadi aktif bila vesika urinaria terisi lebih dari cc urin. Sistem saraf parasimpatis menimbulkan keinginan untuk berkemih merangsang kontraksi muskulus detrusor vesika dan menghambat kerja muskulus spinchter vesicae. Sistem saraf somatik mengirim signal ke sfingter uretra eksterna untuk mencegah kebocoran urin atau untuk berelaksasi sehingga urin dapat keluar. 3,5,8,10,11,14,16 4

14 Gambar 2.2. Sistem persarafan vesika urinaria Abrams P, Artibani W. Understanding Stress urinary Incontinence Mekanisme berkemih Mekanisme berkemih terdiri dari 2 fase yaitu fase pengisian dan fase pengosongan kandung kemih. 3,5,8,10,13,16,21 1. Fase pengisian Kontraksi peristaltik yang timbul secara teratur satu sampai lima kali tiap menit akan mendorong urin dari pelvis renalis menuju vesika urinaria, dan akan masuk secara periodik sesuai dengan gelombang peristaltik. Ketika vesika urinaria terisi dan tekanan dinding vesika urinaria meningkat, kontraksi refleks involunter muskulus detrusor secara efektif dilawan oleh aktivasi spinchter internus. Pada saat yang bersamaan terjadi penutupan spinchter internus dan relaksasi muskulus detrusor. 5

15 2. Fase pengosongan kandung kemih (miksi) Stimulus yang terpenting untuk mikturisi adalah regangan dinding vesika urinaria. Urin yang memasuki vesika urinaria tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai vesika urinaria terisi penuh. Selain itu, seperti juga jenis otot polos lainnya, otot vesika urinaria memiliki sifat plastis; bila diregang, ketegangan yang mula-mula dimiliki tidak akan dipertahankan. Keinginan pertama untuk berkemih timbul bila volume vesika sekitar 150 ml, dan rasa penuh timbul pada pengisian sekitar 400 ml. Reseptor regangan didalam vesika urinaria terangsang dan impuls tersebut diteruskan ke sistem saraf pusat, dan timbullah kesadaran miksi. Selama proses berkemih, otot perineum dan spinchter uretra externa melemas; otot detrusor berkontraksi; dan urin akan mengalir melalui uretra. Ketika miksi berakhir secara volunter, dasar panggul berkontraksi untuk meninggikan leher vesika urinaria kearah simfisis pubis, leher vesika urinaria tertutup dan tekanan detrusor menurun. Gambar 2.3. Fase pengisian dan pengosongan vesika urinaria 6 1/ostergard.fig5.gif

16 2.3. Overactive Bladder Overactive Bladder adalah salah satu sindroma klinik yang merupakan salah satu bentuk dari kelainan overactive detrusor. Overactive detrusor adalah suatu keadaan dimana terjadi aktivitas atau kontraksi kandung kemih yang berlebihan Patofisiologi Overactive Bladder Vesika urinaria adalah organ yang dilapisi otot polos yang dalam proses miksi dikendalikan oleh sistem saraf pusat, oleh karena itu gangguan dari sistem saraf maupun kerusakan otot vesika urinaria sendiri dapat menyebabkan OAB. Penyebab neurogenik tersebut antara lain adalah penurunan inhibisi suprapontin terhadap refleks miksi, seperti yang terjadi pada pasien pasca stroke. Disamping itu, kerusakan jaras akson pada korda spinalis, meningkatnya input aferen pada Lower Urinary Tract (LUT), hilangnya inhibisi perifer, dan meningkatnya neurotransmisi pada jaras refleks miksi, yang kesemuanya bisa terjadi pada stroke, cedera korda spinalis, dan sklerosis multiple. 1,3,12,15,19,20 Teori miogenik, dapat terlihat pada pasien yang menderita obstruksi intravesika, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intravesika; yang berakibat terjadinya denervasi otot polos detrusor. Bangkitan potensial aksi pada otot polos menjadi terganggu dan tidak bisa disebarkan dari sel ke sel otot polos yang lain. Denervasi ini menyebabkan timbulnya gerakan mikro (micromotion), yang justru meningkatkan tekanan intravesika dan memberikan rangsangan pada reseptor aferen otot polos. Rangsangan ini akan memberikan umpan balik ke sistem saraf pusat sehingga timbul sensasi OAB. 1,3,19 Dalam teori lain dikemukakan bahwa asetilkolin (Ach) yang dikeluarkan dari urotelium pada saat distensi vesika urinaria jauh lebih banyak daripada normal, disamping itu reseptor sensoris pada urotelium lebih sensitif terhadap Ach yang dikeluarkannya. Kedua hal tersebut memberikan umpan balik pada susunan saraf pusat yang memberikan perasaan urgensi dari suatu OAB. Terdapat banyak 7

17 bukti bahwa urotelium juga berperan pada fungsi sensoris, termasuk di sini adalah pelepasan neurotransmitter sebagai respon dari stimulus. 1,3,19 Pada keadaan normal, selama proses pengisian vesika urinaria, tidak terjadi aktivitas saraf eferen postganglionik. Dalam hipotesis lain disebutkan bahwa pada pasien OAB, terdapat kebocoran Ach pada serabut eferen, menyebabkan gerakan mikro (micromotions) pada otot polos detrusor dan menstimulasi SSP, yang menyebabkan perasaan urgensi. 1,3,19 Gambar 2.4. Perbedaan terjadinya miksi yang normal dengan terjadinya miksi pada OAB Gejala Overactive Bladder Gejala klinis gangguan OAB meliputi : 1,3,4,19,20,21 1. Urgensi Keinginan yang sangat kuat untuk berkemih, yang sulit untuk ditunda 2. Inkontinensia urgensi 8

18 Keluarnya urin secara tidak diinginkan yang sebelumnya didahului oleh urgensi 3. Frekuensi Terlalu sering berkemih, dalam sehari > 8 kali 4. Nokturia Terbangun untuk berkemih pada malam hari > 1 kali Diagnosis Overactive Bladder Diagnosis OAB dapat dibuat berdasarkan : 1. Anamnesis riwayat penyakit Di dalam menggali riwayat penyakit harus diperhatikan berbagai hal, yakni : 1,4 - Berapa kali ia berkemih pada siang atau malam hari? - Setiap berapa lama (menit/jam) jarak antara berkemih? - Berapa lama ia dapat menunda berkemih setelah muncul keinginan berkemih (urge) datang? - Harus ditentukan kenapa ia seringkali harus berkemih, apakah karena timbulnya urgensi, atau hanya karena rasa tidak enak harus membuang urinnya, atau usaha untuk mencegah inkontinensia? - Jika terdapat inkontinensia, harus ditentukan jenisnya, apakah stress (terjadi pada saat batuk, bersin, merubah posisi dari duduk ke berdiri atau latihan), urge, atau campuran? - Apakah pasien menyadari celana dalamnya basah oleh urin? - Apakah memakai pempers (pembalut)? apakah pempernya selalu basah penuh urin? seberapa sering ia menggantinya? - Apakah ada kesulitan memulai berkemih? apakah perlu mengedan dulu? - Apakah pancaran urin lemah atau terputus-putus? pernahkah mengalami retensi urin? pada perempuan, pernahkah mengalami prolaps organ (vagina)? nyeri daerah sakral, atau kesulitan defekasi? 9

19 - Harus dicari kemungkinan adanya gejala neurologis (double vision, kelemahan otot, paralisis, gangguan koordinasi, tremor, rasa tebal) keadaan neurologis yang diketahui berefek pada vesica urinaria, antara lain cedera spinal, penyakit diskus lumbalis, mielodisplasia, diabetes, dan parkinson. - Riwayat operasi vagina, pernah operasi inkontinensia urin, operasi desobstruksi uretra, atau pernah radiasi. - Untuk mengetahui derajat keparahan OAB, pasien dapat mengisi kuesioner (sistem skoring) OAB yang dirancang oleh Homma. Tabel 2.1: Skor gejala OAB PERTANYAAN FREKUENSI SKOR Berapa kali rata-rata anda berkemih mulai saat bangun pagi sampai pergi tidur malam hari? Berapa kali rata-rata anda terbangun untuk berkemih pada saat tidur malam hingga bangun pagi hari? Berapa seringkah anda merasa tiba-tiba timbul perasaan ingin kencing ( kebelet ) yang tidak dapat ditunda? Berapa seringkah Anda tiba-tiba keluar urin (mengompol) karena ingin kencing < > >3 Tidak pernah <1/minggu 1/minggu ±1/hari 2-4/hari 5/hari Tidak pernah <1/minggu 1/minggu

20 yang tidak tertahankan? ±1/hari 2-4/hari 5/hari Total skor Pasien diminta untuk melingkari jawaban pada kolom nilai skor, sesuai dengan kondisi yang dialami selama seminggu terakhir, kemudian skor total adalah penjumlahan dari keempat skor tersebut. Skor <5 : ringan, 6-11 : sedang, >12 : berat. 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik difokuskan untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi maupun neurologi yang dapat menyebabkan timbulnya gejala itu. Pemeriksaan dimulai dari mengamati cara berjalan dan sikap pasien saat masuk keruang periksa. Perlu diperiksa daerah abdomen dan pinggang. Colok dubur untuk mengetahui kelainan prostat. Dermatom sacral dievaluasi dengan memeriksa tonus sfingter ani, dan refleks bulbokavernosus. 1 Beberapa ahli menyarankan pemeriksaan uroflometri (terutama pada pasien laki-laki), tetapi pemeriksaan urodinamika diindikasikan pada pasien yang gagal setelah terapi konservatif, atau bagi pasien yang memiliki sisa urin sangat banyak setelah miksi, kelainan uroflometri, atau pada kasus yang sulit dan tidak sederhana Terapi Overactive Bladder Terapi behavioural Terapi behavioral merupakan langkah pertama, tidak invasif, nontoksik, dan seringkali memberikan hasil yang cukup bagus. Terapi ini meliputi pemberian 11

21 edukasi pasien tentang traktus urinarius, proses pengisian dan pengeluaran urin. Pencatatan miksi dengan catatan harian berkemih sangat berguna karena dapat membantu pasien mengerti dan kemudian mengatur kebiasannya dalam berkemih. 1,4,15,20 Terapi perilaku mencakup pengaturan asupan cairan, pembatasan konsumsi makanan dan minuman yang mengandung kafein dan bladder training. Bladder training yang sering dianjurkan pada pasien inkontinensia, dapat mengajarkan cara untuk menghentikan miksi dan menunda perasaan ingin miksi yang tidak diinginkan. Biofeedback dapat ditambahkan pada pelatihan dasar panggul ini untuk meningkatkan efeknya. 1,4,15,19, Farmakologis Terapi farmakologis lebih efektif jika dibarengi dengan behavioural. Dibuktikan bahwa kombinasi kedua terapi tersebut jauh lebih efektif daripada terapi tunggal. Titik tangkap terapi ini adalah pada otot polos vesica urinaria, saraf eferen (motor), aferen (sensori), dan SSP. Pada umumnya obat yang saat ini diresepkan adalah penghambat adrenergik alfa dan antimuskarinik. 1,4 Obat antimuskarinik adalah antikolinergik yang bekerja terhadap reseptor motorik pada otot polos, dan mungkin juga pada reseptor sensoris, terbukti dapat menurunkan gejala OAB 70-80%. 1,4 Injeksi botox (BTX) intravesika diindikasikan pada pasien yang tidak mempan dengan pemberian antimuskarinik. Dipercayai bahwa BTX menghambat eksositosis sinaps vesikel, sehingga menghambat pelepasan Ach. Telah terbukti bahwa BTX mampu menurunkan atau menghilangkan inkontinensia hingga 6-9 bulan pada 67-73% pada pasien OAB neurogenik atau idiopatik. 1, Pembedahan Neuromodik adalah implantasi alat neuromodulator listrik yang berfungsi dalam merangsang saraf sakral, dan kemudian memodulasi vesica urinaria, sfingter, dan 12

22 otot dasar panggul. Cara ini diindikasikan jika dengan pengobatan secara konservatif tidak memberikan hasil. 1,4 Sistoplasti augmentasi diindikasikan pada inkontinensia urge yang derajat berat, dan refrakter dengan berbagai pengobatan. Volume vesica urinaria diperbesar dengan menambah dari segmen usus. 1, Kerangka konsep BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 13

23 3.2. Definisi operasional 1. OAB adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan adanya gejala berupa urgensi, frekuensi, nokturia, dengan atau tanpa urge inkontinensia dimana tidak ditemukan adanya kelainan patologis maupun infeksi saluran kemih. 2. Urgensi adalah keinginan yang sangat kuat untuk berkemih, yang sulit untuk ditunda. 3. Inkontinensia urgensi adalah keluarnya urin secara tidak diinginkan yang sebelumnya didahului oleh urgensi. 4. Frekuensi adalah terlalu sering berkemih, dimana dalam sehari > 8 kali. 5. Nokturia adalah terbangun untuk berkemih pada malam hari > 1 kali. 6. OABSS digunakan untuk mengetahui derajat keparahan OAB Rancangan penelitian Rancangan penelitian ini merupakan rancangan penelitian yang bersifat deskriptif untuk menilai penderita OAB di Kecamatan Medan Sunggal tahun

24 3.4. Waktu dan tempat penelitian Waktu penelitian 2012 Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2012 sampai Desember Tempat penelitian Sunggal. Tempat penelitian dilakukan di pengajian-pengajian di Kecamatan Medan 3.5. Populasi dan sampel penelitian Populasi penelitian Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal. Dimana terdiri dari 6 Kelurahan dan 88 Lingkungan, dengan jumlah pengajian sebanyak 46, dan total penduduk wanita jiwa Besar sampel sampling. Teknik pengambilan sampel ditentukan dengan teknik stratified random Untuk memperkirakan jumlah kasus penderita OAB di lingkungan Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012, besarnya sampel didapat dengan rumus : Dimana : n = N 1+N (d) 2 n = jumlah sampel yang digunakan d = derajat kemaknaan yang diinginkan (0,1) N = besar populasi 15

25 Maka jika dimasukkan dalam rumus : n = n = ( ).. (, ) n =., n = 99, 85 Untuk memudahkan, sampel dibulatkan menjadi 100 orang 3.6. Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi 1.Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal 2.Tidak menderita gangguan neurologi maupun diabetes 3.Tidak dalam keadaan hamil 4.Tidak dalam terapi OAB Kriteria eksklusi 1. Terdapat kelainan organ ginekologi 2. Ada riwayat operasi kandung kemih 3. Terdapat infeksi saluran kemih 4. Tidak bersedia mengikuti penelitian 3.7. Teknik pengumpulan data Pada penelitian ini data diperoleh dari data primer dari ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal. Untuk mengukur variabel penelitian, penulis menggunakan instrumen untuk mengumpulkan data. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner dengan metode wawancara, dimana pertanyaan 16

26 disiapkan sehingga responden tinggal menjawab pertanyaan yang mencakup variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Wawancara dilakukan dengan menggunakan metode wawancara terpimpin (structured interview) Analisis data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah setelah data dari kuisioner telah terkumpul, data akan dihitung dengan menggunakan rumusan sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel. 17

27 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil penelitian Penelitian ini dilakukan pada 100 orang responden atau subyek penelitian, yang memenuhi kriteria penerimaan, yang terdiri dari Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal. Tabel 4.1 Insidensi penderita OAB di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 Kasus Jumlah Persentase Yang menderita OAB % Yang tidak menderita OAB % Total % Pada tabel 4.1 didapati bahwa yang menderita OAB di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 adalah sebanyak 33 orang (33%), sedangkan yang tidak menderita OAB adalah 67 orang (67%). Tabel 4.2 Insidensi penderita OAB di Kecamatan Medan Sunggal menurut usia pada tahun 2012 <40 tahun tahun >50 tahun Persentase Yang menderita OAB Yang tidak menderita OAB % % Total % 18

28 Pada tabel 4.2 didapati bahwa penderita OAB di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 yang berusia <40 tahun : 6 orang (6%), usia tahun : 15 orang (15%), dan usia >50 tahun : 12 orang (12%) dengan total sebanyak 33 orang (33%). Tabel 4.3 Insidensi penderita OAB di Kecamatan Medan Sunggal menurut OAB basah dan OAB kering pada tahun 2012 Kasus Jumlah Persentase Yang menderita OAB basah % Yang menderita OAB kering 7 7 % Total % Pada tabel 4.3 didapati bahwa insidensi penderita OAB basah di Kecamatan Medan Sunggal pada tahun 2012 adalah 26 orang (26%), sedangkan yang menderita OAB kering adalah sebanyak 7 orang (7%) Pembahasan Dari hasil diatas sebanyak 33 orang (33%) mengalami OAB sedangkan 67 orang (67%) lainnya tidak mengalami OAB. Berbagai penelitian yang dilakukan di Eropa maupun di Amerika menunjukkan bahwa prevalensi OAB di kedua benua ini hampir sama, yakni lebih kurang 17% populasi umum menderita OAB. 1 The National Overactive Bladder Evaluation (NOBLE) melakukan survey melalui telepon di Amerika, dari orang yang dihubungi, setuju berpartisipasi. Prevalensi keseluruhan OAB pada wanita adalah sebesar 16,9%. 4 Jika dibandingkan dengan hasil penelitian saya, maka prevalensi di Eropa maupun di Amerika lebih rendah dibandingkan dengan insidensi pada ibu-ibu 19

29 pengajian di Kecamatan Medan Sunggal, hal ini dikarenakan kurang banyaknya sampel. Sebuah penelitian berbasis quisioner yang dilakukan pada 5502 wanita di 11 negara di Asia (India, Pakistan, Korea Utara, Taiwan, Philippina, Malaysia, Indonesia, Thailand, Hongkong, China dan Singapore) didapatkan bahwa prevalensi OAB pada wanita di Asia sebesar 53,1%. 25 Penelitian yang dilakukan pada wanita di Asia ini hasilnya tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian saya pada ibu-ibu di Kecamatan Medan Sunggal. Berdasarkan pembagian usia penderita OAB yang berusia <40 tahun sebanyak 6 orang (6%), yang berusia tahun sebanyak 15 orang (15%), dan yang berusia >50 tahun adalah sebanyak 12 orang (12%), dengan total 33 orang (33 %). Dalam penelitian The National Overactive Bladder Evaluation (NOBLE) prevalensi gejala OAB meningkat bersamaan dengan usia. NOBLE melakukan survey melalui telepon, dimana prevalensi OAB 9,6% pada wanita berusia 18 tahun, sedangkan pada usia tahun meningkat kurang lebih 5% dan pada usia diatas 65 tahun meningkat sebanyak 19%. 3,4 Berdasarkan survey berbasis populasi pada orang yang berusia di atas 40 tahun yang dilakukan Milsom et al. di 6 negara, melalui telepon ataupun wawancara langsung, prevalensi OAB pada wanita di Eropa diperkirakan 17,4 %. 4 Bila dibandingkan antara hasil penelitian saya dengan penelitian yang dilakukan NOBLE dan Milsom et al. dimana hasil penelitian saya penderita OAB yang berusia tahun sebanyak 15 orang (15%) sementara penderita OAB yang berusia >50 tahun sebanyak 12 orang (12%), hal ini bertentangan dengan hasil penelitian NOBLE dan Milsom et al. Ini dikarenakan pada penelitian saya sampel yang berusia >50 tahun lebih sedikit dibandingkan dengan yang berusia tahun. 20

30 Berdasarkan pembagian OAB basah dan OAB kering didapati bahwa prevalensi penderita OAB basah di Kecamatan Medan Sunggal pada tahun 2012 adalah 26 orang (26%), sedangkan yang menderita OAB kering adalah sebanyak 7 orang (7%). NOBLE melakukan survey melalui telepon di Amerika, dimana dari orang yang dihubungi dan berpartisipasi, sebanyak 16,9% wanita mengalami OAB, dimana 7,6% mengalami OAB kering dan 9,3% mengalami OAB basah. 4,2 Van der Vaart et al. melakukan penelitian kohort cross-sectional berbasis populasi pada wanita berusia tahun melaporkan bahwa prevalensi OAB kering pada wanita adalah sebesar 11,9%, sedangkan untuk OAB basah lebih besar yaitu 15,3%. 4 Hasil Penelitian yang dilakukan pada populasi wanita di Eropa, didapati bahwa yang menderita OAB basah sebanyak 9,3%, sedangkan yang menderita OAB kering sebanyak 7%. 1 Jika dibandingkan antara hasil penelitian saya dengan penelitian yang dilakukan oleh NOBLE, Van der Vaart et al, dan penelitian di Eropa, maka hasil penelitian saya sejalan, dimana penderita OAB basah 26% sementara penderita OAB kering sebanyak 7%, hal ini dikarenakan populasi yang diteliti adalah wanita dimana OAB basah ini lebih banyak didapati pada wanita. 21

31 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Insidensi penderita OAB pada Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 adalah 33 orang (33%). 2. Insidensi penderita OAB pada Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 berdasarkan usia yang paling banyak adalah usia tahun sebanyak 15 orang (15%), dan yang paling sedikit adalah usia <40 tahun yaitu sebanyak 6 orang (6%). 3. Insidensi penderita OAB basah di Kecamatan Medan Sunggal pada tahun 2012 adalah 26 orang (26%), sedangkan yang menderita OAB kering adalah sebanyak 7 orang (7%). SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penatalaksanaan OAB yang efektif serta bagaimana kualitas hidup penderita OAB. 2. Perlu dilakukan penyuluhan kesehatan pada masyarakat mengenai OAB agar masyarakat sadar apabila mengalami gejala OAB dapat langsung mendatangi sarana kesehatan terdekat. 22

32 DAFTAR PUSTAKA 1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi ed.3. Jakarta: Sagung seto, 2011; Sudoyo SW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus KS, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I ed.v. Jakarta: Internal publishing Abrams P, Cardozo L, Khoury S, Wein A. Incontinence volume 1 basic & evaluation Semijurnal Farmasi & Kedokteran Ethical Digest. Overactive Bladder 2009; 66: Permana RU. Prevalensi dan Faktor-faktor resiko Overactive Bladder Pada Paramedis Perempuan di RSUP H. Adam Malik Medan 2008; FK-USU: Agustina N. Prevalensi penderita Overactive Bladder pada pegawai perempuan di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 2008; FK-UI: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi volume 2. Jakarta: EGC Snell RS. Anatomi klinik ed.6. Jakarta : EGC. 2006; Junquiera LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks dan Atlas edisi 6. Jakarta: EGC Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed.22. Jakarta: EGC. 2008; Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed.2. Jakarta : EGC. 2001; Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC. 2009: Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS edisi 4. Jakarta: EGC Snell RS. Neuroanatomi Klinik. Jakarta: EGC. 2009; Martono H, Pranaka K. Geriatri ed.4. Jakarta: FK-UI; Wibowo DS, Paryana W. Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009;

33 17. Supartono, Setiati S, Soejono CH. Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin. Jakarta: FK-UI Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu bedah edisi. Jakarta: EGC Abrams P, Cardozo L, Khoury S, Wein A. Incontinence volume 2 Management Jonas U, Hannover, Germany. European Association of Urology. European Urology Supplements. OAB: What Matters to the Patients? Volume Abrams P, Artibani W. Understanding Stress urinary Incontinence Anonymous Anonymoushttp://img.medscape.com/fullsize/migrated/editorial/clinupdates/2 003/2421/ostergard.fig5.gif 24. Anonymous Lapitan MC, Chyeon PLH. International Urogynecology Journal. The Epidemiology of Overactive Bladder among Females in Asia: A Questionnaire Survey 2001; volume 12:

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta INKONTINENSIA URIN Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta Inkontinensia urin dapat terjadi pada segala usia Asia Pasific

Lebih terperinci

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Definisi Inkontiensia Urine

Lebih terperinci

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Overactive Bladder Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Overactive Bladder Definisi Overactive

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER Curriculum Vitae Name: Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Education: FKUI tahun 1980 Pasca Sarjana Spesialis Obstetri Ginekologi FKUI tahun 1987 Konsultan Uroginekologi tahun 2003 Working Experience: 1989

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebocoran urin merupakan keluhan terbanyak yang tercatat pada Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk mengatasinya. Pada tahun 2001 Asia Pacific

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI 1. Lanjut Usia (Lansia) Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak

Lebih terperinci

Neurogenic Bladder A. Pendahuluan

Neurogenic Bladder A. Pendahuluan Neurogenic Bladder A. Pendahuluan A.1. Latar Belakang Berkemih (mikturisi) merupakan sebuah proses pengosongan kadung kemih setelah terisi dengan urin. Proses ini membutuhkan kerjasama dari fungsi sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina ke dalam liang vagina atau sampai dengan keluar introitus vagina, yang diikuti oleh organ-organ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inkontinensia Urin 2.1.1 Definisi Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau

Lebih terperinci

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Authors : Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Perkemihan 1. Definisi Sistem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses penurunan secara bertahap kemampuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi normal tubuh dan memulihkannya kembali apabila terjadi kerusakan.

Lebih terperinci

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA Blok Urinary System Oleh: Kelompok 3 TRIGGER JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Ny Sophia, usia 34 tahun, datang ke klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama kehamilan produksi hormon progesteron dan hormon relaksin meningkat sehingga menimbulkan efek negatif terhadap integritas struktur jaringan lunak yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH merupakan kelainanan adenofibromatoushyperplasia paling sering pada pria walaupun tidak mengancam

Lebih terperinci

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2. BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi

Lebih terperinci

: ENDAH SRI WAHYUNI J

: ENDAH SRI WAHYUNI J PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN PELVIC FLOOR MUSCLE TREATMENT (PFMT) SECARA INDIVIDU DAN BERKELOMPOK TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI

Lebih terperinci

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1 TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training Oleh : Adelita Dwi Aprilia 135070201111005 Reguler 1 Kelompok 1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1. Definisi Bladder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

Anita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang

Anita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang PERBEDAAN KEJADIAN INKONTINENSIA URIN PADA PASIEN POST KATETERISASI YANG DILAKUKAN BLADDER TRAINING SETIAP HARI DENGAN BLADDER TRAINING SEHARI SEBELUM KATETER DIBUKA DI BPK RSU TIDAR MAGELANG Anita Widiastuti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasangan Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin pada usia lanjut merupakan salah satu keluhan utama dari demikian banyak masalah geriatrik yang sering dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan 2.1.1 Ginjal Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g, terletak pada posisi di sebelah

Lebih terperinci

Referat Fisiologi Nifas

Referat Fisiologi Nifas Referat Fisiologi Nifas A P R I A D I Definisi Masa Nifas ialah masa 2 jam setelah plasenta lahir (akhir kala IV) sampai 42 hari/ 6 bulan setelah itu. Masa Nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat jinak (BP H) merupakan penyakit jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan pembesaran prostat jinak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang dikenal pembesaran prostat jinak sering ditemukan pada pria dengan usia lanjut. BPH adalah kondisi dimana terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

INKONTINENSIA URIN PADA WANITA

INKONTINENSIA URIN PADA WANITA INKONTINENSIA URIN PADA WANITA 20 Maret 2008 dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG Skripsi ARI WIJAYANTO NIM : 11.0758.S TAUFIK NIM : 11.0787. S PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NURUL FADILAH G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NURUL FADILAH G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET HUBUNGAN ANTARA DERAJAT LOWER URINARY TRACT SYMPTOMS (LUTS) DENGAN DERAJAT DISFUNGSI EREKSI PADA PASIEN BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH) DI RSUD MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN KARAKTERISTIK PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) YANG MENJALANI TRANSURETHRAL RESECTION OF PROSTATE (TURP) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK PADA PERIODE JANUARI 2012 DESEMBER 2013 Oleh :

Lebih terperinci

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH.

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. 2 Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. BPH terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal oleh proses

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: APRILIA PRAFITA SARI ROITONA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Universitas Sumatera Utara

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: APRILIA PRAFITA SARI ROITONA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Universitas Sumatera Utara 1 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA USIA 20-50 TAHUN TENTANG SADARI SEBAGAI SALAH SATU DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DI KELURAHAN TANJUNG REJO MEDAN KARYA TULIS ILMIAH Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu berupa pembesaran prostat atau hiperplasia prostat. Kelainan kelenjar prostat dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostate Hyperplasia (BPH) 2.1.1. Pengertian BPH Menurut Anonim (2009) dalam Hamawi (2010), BPH secara umumnya dinyatakan sebagai Pembesaran Prostat Jinak. Maka jelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Proses Persalinan a. Pengertian Ibu dengan pasca melahirkan adalah suatu masa yang membutuhkan perhatian khusus dari keluarga dan lingkungannnya. Bagi ibu akan

Lebih terperinci

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak terkendali dan tanpa melihat frekuensi maupun jumlahnya yang mana keadaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang atau low back pain merupakan keluhan yang sering dijumpai. Hampir 80% penduduk di negara-negara industri

Lebih terperinci

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI 1 Didit Damayanti, 2 Linda Ishariani STIKES PARE KEDIRI Email: didit.damayanti@ymail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

PENGARUH BLADDER TRAINING

PENGARUH BLADDER TRAINING PENGARUH BLADDER TRAINING TERHADAP FUNGSI ELIMINASI BUANG AIR KECIL (BAK) PADA IBU POST PARTUM SPONTAN DI KLINIK NURSYAWALIAH DAN KLINIK SULASTRI MEDAN TAHUN 2014 REZEKI DWI YARSIH 135102016 KARYA TULIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih (Fadlol & Mochtar. 2005). Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa wanita biasanya mengalami rasa tidak nyaman sebelum menstruasi. Mereka sering merasakan satu bahkan lebih gejala yang disebut dengan kumpulan gejala sebelum

Lebih terperinci

Nama lengkap : Dr. MOHAMMAD HENDRO MUSTAQIM. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara. Nama lengkap : SYAH MIRSAH WARLI, SpU

Nama lengkap : Dr. MOHAMMAD HENDRO MUSTAQIM. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara. Nama lengkap : SYAH MIRSAH WARLI, SpU Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti Nama lengkap : Dr. MOHAMMAD HENDRO MUSTAQIM Pangkat/Gol/NIP : -/-/- Jabatan Fungsional : - Fakultas : Kedokteran Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Pembimbing

Lebih terperinci

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 BLADDER TRAINNING A. PENGERTIAN Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012). atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia

BAB I PENDAHULUAN. Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012). atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

- Cara persalinan sebelumnya*) : 1. Spontan pervaginam ( Normal )

- Cara persalinan sebelumnya*) : 1. Spontan pervaginam ( Normal ) LEMBARAN FORMULIR PENELITIAN Lampiran IDENTITAS PRIBADI No. Rekam Medis : Rumah Sakit : Nama : Umur : tahun Pekerjaan : Alamat : DATA DASAR Tinggi Badan : Cm Berat Badan : Kg IMT : Kg/m 2 (diisi oleh peneliti)

Lebih terperinci

PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA TERHADAP KANKER LEHER RAHIM (CERVICAL CANCER) DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN

PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA TERHADAP KANKER LEHER RAHIM (CERVICAL CANCER) DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN LAMPIRAN 1 PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA TERHADAP KANKER LEHER RAHIM (CERVICAL CANCER) DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN KARYA TULIS ILMIAH OLEH : HABIBAH NOVITASARI LUBIS 090100031

Lebih terperinci

Perubahan Kualitas Hidup Penderita Pembesaran Prostat Jinak Pasca-prostatektomi Terbuka

Perubahan Kualitas Hidup Penderita Pembesaran Prostat Jinak Pasca-prostatektomi Terbuka Perubahan Kualitas Hidup Penderita Pembesaran Prostat Jinak Pasca-prostatektomi Terbuka Usul M. Sinaga, Harry B., Aznan Lelo Abstrak: Pembesaran kelenjar prostat jinak pada laki-laki terbanyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua bukanlah

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kulia Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Dosen : Yuliasti Eka Purwaningrum SST, MPH Disusun oleh :

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat

*Fakultas Kesehatan Masyarakat FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN POLIKLINIK PENYAKIT DALAM DI RSU GMIM PANCARAN KASIH MANADO Saraginta P. Mosesa*, Angela F.C. Kalesaran*, Paul A. T. Kawatu*

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi Eliminasi Urin Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada

Lebih terperinci

AZIMA AMINA BINTI AYOB

AZIMA AMINA BINTI AYOB Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011-2012 AZIMA

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU HAMIL TERHADAP KEHAMILAN RISIKO TINGGI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU HAMIL TERHADAP KEHAMILAN RISIKO TINGGI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Tesis Magister PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU HAMIL TERHADAP KEHAMILAN RISIKO TINGGI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN OLEH : TIGOR P. HASUGIAN PEMBIMBING : 1. Dr. RUSLI P. BARUS, Sp.OG.K 2. Dr. YUSUF

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki tantangan dalam mempertahankan derajat kesehatan, oleh karena disertai pula dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KUESIONER GAMBARAN NILAI INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE

LEMBAR PENJELASAN KUESIONER GAMBARAN NILAI INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KUESIONER GAMBARAN NILAI INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE PADA PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DI POLIKLINIK UROLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN Saya Kamaleswaran Chandrasegaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ

Lebih terperinci

PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN

PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2007-2009 Oleh: ILAVARASE NADRAJA NIM: 070100313 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh: DONNY G PICAULY

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh: DONNY G PICAULY TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN Oleh: DONNY G PICAULY 070100065 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 TINGKAT PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT STROKE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT STROKE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT STROKE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2009-31 DESEMBER 2009 Muhammad Randy, 2010 Pembimbing I : Sri Nadya J. Saanin, dr., M.Kes. Pembimbing II : DR. Felix Kasim,

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Retensi urin pada wanita paling mungkin terjadi pada periode post partum atau setelah pembedahan pelvis. Menurut Stanton, retensio urin adalah ketidak-mampuan berkemih selama 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan bagi seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enuresis atau yang lebih kita kenal sehari-hari dengan istilah mengompol, sudah tidak terdengar asing bagi kita khususnya di kalangan orang tua yang sudah memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai dengan hilangnya sirkulasi darah ke otak secara tiba-tiba, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya

Lebih terperinci

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun 2008-2012 Oleh : MUHAMMAD NICO DARIYANTO 100100351 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di Indonesia setelah infeksi saluran kemih 1. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seksual yang sehat dan memuaskan merupakan aspek terintegrasi dari kualitas hidup yang baik. Banyak faktor yang terlibat pada fungsi seksual termasuk fisiologis,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD SISTEM PERKEMIHAN By: Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed Kelompok keilmuan DKKD TUJUAN PEMBELAJARAN Mhs memahami struktur makroskopik sistem perkemihan (Ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra) dan struktur

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 51 BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh terapi air terhadap proses defekasi pasien konstipasi di RSU Sembiring Delitua Deli Serdang yang dilaksanakan pada 4 April-31

Lebih terperinci

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat.

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat. BAB I PENDAHULUAN Istilah neurogenic bladder tidak mengacu pada suatu diagnosis spesifik ataupun menunjukkan etiologinya, melainkan lebih menunjukkan suatu gangguan fungsi urologi akibat kelainan neurologis.

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN NAMA MATA KULIAH : BIOLOGI DASAR DAN BIOLOGI PERKEMBANGAN KODE MATA KULIAH : BD. 201 BOBOT KREDIT : 4 SKS(T:2, P:2) SEMESTER PENEMPATAN : SEMESTER I KEDUDUKAN MATA KULIAH : MATA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari

Lebih terperinci