BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Retensi urin pada wanita paling mungkin terjadi pada periode post partum atau setelah pembedahan pelvis. Menurut Stanton, retensio urin adalah ketidak-mampuan berkemih selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana keadaan tidak dapat mengeluarkan urin ini lebih dari % kapasitas kandung kemih. 11 Ketika terjadi retensi urin, pertama kali diupayakan cara non invasif seperti upaya bladder training dengan menggunakan hidroterapi Sitz bath agar fungsi eliminasi berkemih dapat terjadi secara spontan. Apabila upaya ini tidak berhasil, maka diperlukan penangananan bladder training dengan kateterisasi dengan memasang kateter foley dalam kandung kemih selama jam untuk menjaga kandung kemih agar tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan tonus otot otot normalnya kembali agar tercapai proses berkemih spontan. 12,13 Diagnosis retensi urin pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan neurologis, jumlah urin yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan urinalisis dan kultur urin, serta pengukuran volume residu urin. Selain itu, fungsi berkemih diperiksa dengan alat uroflowmetry. 5 Saultz et al, menyatakan volume residu urin normal adalah kurang atau sama dengan 150 ml, sehingga jika volume residu urin lebih dari 150 ml dapat dikatakan abnormal dan biasa disebut retensi urin. Volume residu urin normal adalah maksimal 25 % dari total volume vesika urinaria. Kapasitas kandung kemih normal orang dewasa adalah ± 1000 ml. Namun keadaan over distensi dapat mencapai volume ml. Fungsi berkemih dikatakan masih normal bila volume urin minimal 0,5-1 ml / kgbb /jam. 2 Secara umum penanganan retensi urin diawali dengan kateterisasi. Namun, studi terakhir menyatakan bahwa penanganan awal secara non invasif berupa hidroterapi dapat diupayakan terlebih dahulu. Apabila residu urin lebih dari 150 ml, antibiotik profilaksis perlu diberikan untuk kateterisasi dalam jangka panjang atau berulang. 6

2 2.1. Definisi Fungsi Eliminasi Fungsi eliminasi yaitu proses fisiologis tubuh untuk mengeluarkan sisa-sisa zat yang tidak diperlukan oleh tubuh untuk mencapai keseimbangan (homeostasis). Hal yang berkaitan dengan fungsi eliminasi, antara lain: Hemostatis internal. 2. Keseimbangan asam basa tubuh. 3. Pengeluaran sisa metabolisme Cara-cara Fungsi Eliminasi Cara-cara fungsi eliminasi adalah sebagai berikut : Urin melalui uretra 2. Faeces melalui anus 3. Keringat melalui kulit 4. Gas CO 2 dan uap air melalui paru-paru 2.3. Organ Sistem Urinaria 1. Ginjal 2. Ureter 3. Trigonum 4. Hubungan ureter-vesika 5. Vesika urinaria (Bladder) 6. Uretra Vesika urinaria (bladder) Vesika urinaria (bladder) disebut juga kandung kemih terdiri atas 2 bagian, yaitu daerah fundus dan leher kandung kemih. Bagian leher kandung kemih disebut juga uretra posterior karena berhubungan dengan uretra. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh epitel transisional yang mengandung ujung-ujung saraf sensoris. Di bawahnya terdapat lapisan sub mukosa yang sebagian besar tersusun dari jaringan ikat dan jaringan elastin. Otot polos kandung kemih adalah otot detrusor yang terdiri dari lapisan otot longitudinal pada lapisan luar dan dalam sedangkan otot sirkuler pada bagian tengahnya. 11,15

3 Otot detrusor melanjutkan perjalanannya ke arah uretra membentuk suatu "pipa" yang disebut bladder neck. Kandung kemih berbentuk oblik untuk menghindari urin kembali keatas Uretra Gambar 1. Kandung kemih 22 Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urin keluar dari tubuh. Fungsi uretra pada pria dan wanita berbeda. Pada wanita, uretra berfungsi hanya untuk menyalurkan urin keluar dari tubuh dengan panjang + 4 cm. Sedangkan pada pria, uretra sebagai pengalihan urin dan sebagai organ reproduksi dengan penjang cm. Sementara itu, sfingter uretra dibentuk oleh serat-serat otot lurik. Peranannya adalah untuk menahan upaya berkemih sementara waktu atau segera menghentikan proses berkemih bila dikehendaki. 11, Fisiologis Fungsi Berkemih Secara fisiologis, kandung kemih dapat menimbulkan rangsangan pada saraf apabila volume urin pada kandung kemih berisi ml (dewasa) dan ml (anakanak). Secara normal, urin orang dewasa diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan ml/jam (1200 ml/hari) atau 25 % dari curah jantung. Volume urin normal minimal adalah 0,5-1 ml/kgbb/jam, dimana produksi urin dikatakan abnormal atau jumlah sedikit diproduksi oleh ginjal (oliguria) adalah sekitar ml/hari. 15 Fisiologi fungsi berkemih juga tergantung pada status dehidrasi individual. Untuk rata-rata individu dewasa dengan aktivitas ringan, National Research Council Amerika Serikat merekomendasikan kebutuhan air sebanyak 1 ml/kkal kebutuhan energi orang dewasa. Kebutuhan energi orang dewasa sekitar kkal, sehingga normalnya perlu intake 2000 ml air per hari. 15

4 Kandung kemih adalah organ penampung urin. Selain itu, berfungsi pula mengatur pengeluarannya. Proses berkemih dimulai dari tekanan intramural otot detrusor. Tekanan ini dahulu dianggap semata-mata akibat persarafan, akan tetapi pada penelitian terakhir menunjukkan bahwa tekanan intramural otot detrusor lebih ditentukan oleh keadaan fisik kandung kemih (berisi penuh atau tidak), dimana stimulasi ini diterima oleh stretch receptor pada kandung kemih. 2-7 Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmhg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera. Jika kandung kemih terisi cukup dan mengembang, sementara tekanan intravesika tetap, maka sesuai dengan hukum Laplace, tekanan intramural otot detrusor akan meningkat. 2-7 Peningkatan sampai titik tertentu akan merangsang stretch receptor, sehingga timbul impuls dari medulla spinalis sakralis yang akan diteruskan ke pusat refleks berkemih di korteks serebri lobus frontalis pada area detrusor piramidal. Penelitian terakhir menyatakan bahwa kontrol terpenting terutama berasal dari daerah yang disebut Pontine Micturition Centre. Sistem ini ditunjang oleh sistem refleks sakralis yang disebut Sacralis Micturition Centre. Jika jalur persarafan antara pusat berkemih pontin dan sakralis dalam keadaan baik, maka proses berkemih akan berjalan dengan baik juga. 14,15 Fungsi kandung kemih normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistem saraf otonom dan somatik. Jalur persarafan yang terdiri dari refleks fungsi detrusor dan refleks sfingter uretra meluas dari lobus frontalis samapi ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab dari gangguan fungsi berkemih neurogenik dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai tingkatan jalur persarafan. Proses berkemih menghasilkan serangkaian kejadian berupa relaksasi otot lurik uretra (rhabdosfingter), kontraksi otot detrusor kandung kemih dan pembukaan dari leher kandung kemih dan uretra. 14,15 Selain saraf otonom dan somatik, proses berkemih fisiologis juga dipengaruhi oleh rasa tenang dan rasa takut nyeri. Perasaan subyektif ini melibatkan emosi yang diatur oleh sistem limbik pada sistem saraf pusat. Tingkah laku merupakan fungsi sistem saraf pusat yang melibatkan emosi. Tingkah laku khusus yang berhubungan dengan emosi, dorongan motorik dan sensoris bawah sadar, serta perasaan intrinsik mengenai rasa nyeri dan rasa tenang diatur oleh sistem saraf pusat yang dilakukan oleh struktur sub kortikal yang terletak di daerah basal otak yang disebut sistem limbik. Struktur sentral serebri basal dikelilingi korteks serebri yang disebut korteks limbik. Korteks limbik berfungsi sebagai daerah asosiasi untuk pengendalian fungsi tingkah laku tubuh dan penyimpan informasi yang menyimpan informasi mengenai pengalaman seperti rasa tenang, rasa nyeri, nafsu makan, bau, dan sebagainya Persarafan sistem urinaria bagian bawah

5 Persarafan sensorik dan somatik Persarafan sensorik melibatkan saraf aferen yang berakhir pada pleksus sub-urogenital yang tidak mempunyai ujung saraf sensorik khusus. Ketiga pasang saraf perifer (simpatis thorakolumbal, parasimpatis sakral dan nervus pudendus) mengandung serabut saraf aferen. Serabut aferen yang berjalan di dalam pelvis membawa sensasi dari keadaan distensi kandung kemih yang terisi cukup dan merangsang stretch receptor. 14 Gambar 2. Anatomi genitalia eksterna wanita, persarafan dan pembuluh darah 21 Peran saraf aferen sensorik dari nervus hipogastrika kemungkinan menyampaikan beberapa sensasi dari distensi kandung kemih. Sedangkan peran saraf aferen somatik dari nervus pudendus menyalurkan impuls dari sensasi aliran urin, sensasi nyeri dan sensasi suhu dari uretra menuju ke medulla spinalis sakral sebagai penerima impuls saraf aferen dari kandung kemih. Hal ini menunjukkan bahwa daerah-daerah di medulla spinalis sakral berperan dalam proses integrasi saraf visero-somatik. 14 Penemuan ini berasal dari penelitian yang dilakukan pada pasien yang mengalami kordotomi anterolateral. Hasil menyimpulkan bahwa jalur persarafan asending dari uretra dan kandung kemih berjalan di dalam traktus spinothalamikus. Selain itu, serabut spinobulber pada kolumna dorsalis juga berperan pada transmisi dari informasi saraf aferen ini Persarafan kandung kemih dan ureter bagian bawah

6 Gambar 3. Persarafan kandung kemih dan ureter bagian bawah Persarafan pada kulit dari organ urogenitalia eksterna Fungsi persarafan pada kulit.21

7 1. Sensasi suhu 2. Sensasi taktil 3. Sensasi nyeri 4. Saraf vasokonstriktor 5. Saraf vasodilator 6. Saraf simpatis Perasarafan pada kulit yang berfungsi terhadap sensasi suhu Persarafan pada kulit dari organ urogenitalia eksterna berperan dalam menerima stimulus yang diterima oleh nerve ending (ujung persarafan) pada kulit. Dimana salah satunya berfungsi sebagai penerima sensasi suhu yang melibatkan sistem saraf otonom, somatik dan sistem saraf pusat. Sensasi suhu pada kulit terdistribusi secara merata pada kulit yang terbagi atas hot spot dan cold spot yang diatur oleh nerve ending untuk suhu panas (ruffini) dan suhu dingin (krause). 18, Nerve endings 21 Regio Korpuskulum meissneri (raba) Diskus merkel (taktil) Peririkius ending Korpuskulum vater paccini (tekanan) Nerve ending bebas (nyeri) Korpuskulum ruffini (panas) Korpuskulum Krause (dingin) Mons Pubis Labia Mayora Clitoris Labia minora Hymen Ring Vagina Gambar 4. Distribusi kuantitatif nerve endings pada regio tertentu pada genitalia wanita Retensi urin Retensi urin adalah kesulitan berkemih atau miksi karena kegagalan mengeluarkan urin dari kandung kemih atau akibat ketidak-mampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung

8 kemih sehingga menyebabkan distensi kandung kemih atau keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dimana dari beberapa literatur lama waktu dari ketidak-mampuan berkemih spontan serta volume residu urin berbeda-beda. Retensi urin dapat dibagi berdasarkan penyebab lokasi kerusakan saraf, yaitu : 14 1) Supravesikal Berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis S2 4 dan Th1- L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian atau seluruhnya, misalnya : retensi urin karena gangguan persarafan. 2) Vesikal Berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang, berhubungan dengan - masa kehamilan dan proses persalinan, misalnya : retensi urin akibat iatrogenik, cedera/inflamasi, psikis. 3) Infravesikal Berupa kekakuan leher vesika, striktur oleh batu kecil atau tumor pada leher vesika urinaria, misalnya : retensi urin akibat obstruksi Gejala klinis retensi urin - Mengedan bila miksi - Rasa tidak puas sehabis miksi - Frekuensi miksi bertambah - Nokturia atau pancaran kurang kuat - Ketidak nyamanan daerah pubis - Distensi vesika urinaria 2.8. Retensi urin post partum Retensi urin post partum dibagi atas dua yaitu : 9 1. Retensi urin covert (volume residu urin>150 ml pada hari pertama post partum tanpa gejala klinis) Retensi urin post partum yang tidak terdeteksi (covert) oleh pemeriksa. Bentuk yang retensi urin covert dapat diidentifikasikan sebagai peningkatkan residu setelah berkemih spontan yang dapat dinilai dengan bantuan USG atau drainase kandung kemih dengan kateterisasi. Wanita dengan volume residu setelah buang air kecil 150 ml dan tidak terdapat gejala klinis retensi urin, termasuk pada kategori ini. 2. Retensi urin overt (retensi urin akut post partum dengan gejala klinis).

9 Retensi urin post partum yang tampak secara klinis (overt) adalah ketidak-mampuan berkemih secara spontan setelah proses persalinan. Insidensi retensi urin postpartum tergantung dari terminologi yang digunakan. Penggunaan terminologi tidak dapat berkemih spontan dalam 6 jam setelah persalinan, telah dilakukan penelitian analisis retrospektif yang menunjukkan insidensi retensi urin jenis yang tampak (overt) secara klinis dibawah 0,14%. Sementara itu, untuk kedua jenis retensi urin, tercatat secara keseluruhan angka insidensinya mencapai 0,7%. Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya retensi urin post partum, yaitu : Trauma Intrapartum Trauma intrapartum merupakan penyebab utama terjadinya retensi urin, dimana terdapat trauma pada uretra dan kandung kemih. Hal ini terjadi karena adanya penekanan yang cukup berat dan berlangsung lama terhadap uretra dan kandung kemih oleh kepala janin yang memasuki rongga panggul, sehingga dapat terjadi perlukaan jaringan, edema mukosa kandung kemih se dan ekstravasasi darah di dalamnya. Trauma traktus genitalis dapat menimbulkan hematom yang luas dan meyebabkan retensi urin post partum. 2. Refleks kejang (cramp) sfingter uretra. Hal ini terjadi apabila pasien post partum tersebut merasa ketakutan akan timbul perih dan sakit jika urinnya mengenai luka episiotomi sewaktu berkemih. Gangguan ini bersifat sementara. 3. Hipotonia selama masa kehamilan dan nifas Tonus otot otot (otot detrusor) vesika urinaria sejak hamil dan post partum tejadi penurunan karena pengaruh hormonal ataupun pengaruh obat-obatan anestesia pada persalinan yang menggunakan anestesi epidural. 4. Posisi tidur telentang pada masa intrapartum membuat ibu sulit berkemih spontan Patofisiologi retensi urin post partum Proses berkemih melibatkan dua proses yang berbeda yaitu : 15 (1) pengisian dan penyimpanan urin, serta (2) pengosongan urin dari kandung kemih. Proses ini sering berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot detrusor kandung kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. 15

10 Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraksi otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan uretra proksimal. 14 Pengeluaran urin secara normal timbul akibat adanya kontraksi yang simultan dari otot detrusor dan relaksasi sfingter uretra. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkolin. Penyampaian impuls dari saraf aferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion medulla spinalis di segmen S2 - S4 dan selanjutnya sampai ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan, sehingga timbul kembali kontraksi otot detrusor. 14 Retensi urin post partum paling sering terjadi akibat dissinergis dari otot detrusor dan sfingter uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra yang tidak sempurna menyebabkan nyeri dan edema. Sehingga ibu post partum tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya dengan baik Penanganan retensi urin post partum Bladder training Bladder training adalah kegiatan melatih kandung kemih untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan menstimulasi pengeluaran urin. Dengan bladder training diharapkan fungsi eliminasi berkemih spontan pada ibu post partum spontan dapat terjadi dalam 2-6 jam post partum. 12,13 Ketika kandung kemih menjadi sangat mengembang diperlukan kateterisasi, kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama jam untuk menjaga kandung kemih tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus otot normal dan sensasi. Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu 2-6 jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa residu urin minimal. Bila kandung kemih mengandung lebih dari 150 ml residu urin, drainase kandung kemih dilanjutkan lagi. Residu urin setelah berkemih normalnya kurang atau sama dengan 50 ml. 2-7,11

11 Program latihan bladder training meliputi : penyuluhan, upaya berkemih terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Tujuan dari bladder training adalah melatih kandung kemih untuk meningkatkan kemampuan mengontrol, mengendalikan, dan meningkatkan kemampuan berkemih Secara umum, pertama kali diupayakan berbagai cara yang non invasif agar pasien tersebut dapat berkemih spontan. 2. Pasien post partum harus sedini mungkin berdiri dan jalan ke toilet untuk berkemih spontan 3. Terapi medikamentosa 4. Diberikan uterotonika agar terjadi involusio uteri yang baik. Kontraksi uterus diikuti dengan kontraksi kandung kemih. 5. Apabila semua upaya telah dikerjakan namun tidak berhasil untuk mengosongkan kandung kemih yang penuh, maka perlu dilakukan kateterisasi urin, jika perlu lakukan berulang Hidroterapi Hidroterapi merupakan terapi alternatif yang sudah lama dikenal dan dilakukan secara luas pada bidang naturopathy akhir-akhir ini. Sejumlah penelitian dilakukan untuk mengetahui manfaat dari hidroterapi. Dari beberapa literatur, diketahui manfaat dari hidroterapi adalah untuk memperbaiki sirkulasi darah sehingga dapat memperbaiki fungsi jaringan dan organ. Hidroterapi banyak digunakan sebagai terapi alternatif untuk pemulihan, salah satunya dapat mencegah terjadinya retensi urin pada masa post partum dengan pertimbangan non invasif, mudah dilakukan, murah, efek samping minimal dan dapat dikerjakan sendiri Rasionalisasi hidroterapi dengan air hangat Beberapa literatur mendukung hidroterapi dengan air hangat dengan suhu F (41-43 C). Batas suhu tersebut dianggap fisiologis untuk hidroterapi dan telah diuji melalui beberapa penelitian dengan risiko terjadinya heatstroke yang minimal. Terapi air hangat pada kulit, khususnya pada organ urogenitalia eksterna menimbulkan sensasi suhu pada nerve ending (ujung saraf) pada permukaan kulit. Sensasi ini mengaktivasi transmisi dopaminergik dalam jalur mesolimbik sistem saraf pusat. 20,26

12 Diketahui pada jalur persarafan, perangsangan oleh satu fungsi sensasi akan menghambat fungsi sensasi yang lain. Sebagai contoh, beberapa area di medulla spinalis menghantarkan sinyal yang diperoleh dari nosiseptor (reseptor rasa nyeri) dan reseptor taktil (reseptor sensasi suhu). Perangsangan reseptor taktil oleh suhu akan menghambat transmisi impuls nyeri dari nosiseptor, sebaliknya stimulasi nyeri dapat menekan transmisi siyal yang diterima dari reseptor taktil. Hal ini dikenal dengan teori pintu gerbang (gate teory). 20 Transmisi sinyal yang diperoleh dari reseptor saraf yang satu akan menghambat jalur transmisi untuk sensasi lain. Hal ini disebut blocking the gate atau dengan kata lain, sensasi suhu dari air hangat yang diterima reseptor taktil akan menghambat jalur transmisi rasa nyeri yang diterima oleh reseptor nosiseptor. Sehingga sensasi rasa nyeri dapat berkurang. 20 Terapi air hangat memberikan efek crowding process (proses pengacauan) pada sistem saraf karena mengakibatkan rasa nyeri terhambat oleh sensasi suhu yang diterima oleh nerve ending yang bertanggung jawab terhadap sensasi suhu (nerve endings Ruffini dan Krause). sehingga memberikan efek penekanan atau pengurangan rasa nyeri (analgesia). 20 Selain itu, manfaat paparan lokal air hangat dapat mengakibatkan peningkatan kadar beta endorphin dalam darah. Beta endorfin diketahui sebagai anti nyeri endogen yang dapat menimbulkan perasaan relaksasi. 19,20,21,26, Rasionalisasi hidroterapi dengan air dingin Seperti halnya hidroterapi dengan air hangat, rasionalisasi hidroterapi dengan air dingin juga mengakibatkan terjadinya proses blocking the gate (sensasi suhu dari air dingin yang diterima reseptor taktil akan menghambat jalur transmisi rasa nyeri yang diterima oleh reseptor nosiseptor.). Pada hidroterapi air dingin juga terjadi efek pengacauan crowding process. Sehingga air dingin juga dapat menekan sensasi rasa nyeri. 20 Selain itu, air dingin juga menghasilkan efek elektroshock ringan pada korteks serebri karena kuantitas yang banyak dari nerve ending yang bertanggung jawab terhadap reseptor dingin pada kulit. Hidroterapi dengan air dingin dapat mengirim sejumlah besar impuls dari ujung saraf perifer (nerve endings) ke otak, sehingga menghasilkan efek analgesia yang lebih besar. 20

13 Dari literatur disebutkan bahwa hidroterapi dengan air dingin pada suhu F (12-24 C) bermanfaat pada penyembuhan luka perineum. Hidroterapi dengan air dingin mengakibatkan penurunan metabolisme sel dan pengurangan penggunaan oksigen di sekitar jaringan yang tidak luka. Beberapa penelitian juga telah menunjukkan terapi air dingin menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan sirkulasi vena. Dengan terjadinya vasokonstriksi vena, maka membantu proses drainase pada jaringan edema oleh pembuluh limfe. Dengan terjadinya vasokonstriksi pada jaringan edema, cairan intersellular yang tertahan akan mengalir secara perlahan melalui jaringan ikat di antara serabut otot ke dalam saluran limfe. Selain itu, proses drainase ini juga difasilitasi oleh pompa yang terjadi akibat kontaksi dan relaksasi otot. 20,21,22 Karena itu, hidroterapi dengan air dingin pada ibu post partum spontan yang mengalami laserasi perineum dapat menjadi salah satu manajemen luka perineum untuk penanganan edema perineum selain penanganan higienis perineum dan kuratif dengan medisinal. Dari satu penelitian dilaporkan insidensi penyembuhan luka laserasi perineum dengan hidroterapi sebesar 84 % pada sepuluh hari periode post partum. Penyembuhan lambat sebesar 4,3 %, kejadian Infeksi perineum 1,2 % dan penyembuhan tidak sempurna sebesar 4,8 %. Sedangkan kejadian edema perineum ringan akan sembuh pada 3 4 hari post partum. 19, Jenis-jenis Hidroterapi 19,20,21,25,26,26 Hidroterapi Kontras Alternatif terapi menggunkan air hangat dan dingin merupakan salah satu jenis hidroterapi. Penggunaan air hangat adalah untuk membuat terjadinya vasodilatasi, sedangkan penggunaan air dingin untuk membuat terjadinya vasokonstriksi. Aplikasi dari terapi ini dapat dilakukan pada jaringan atau organ tubuh yang inflamasi dan kongesti. Berendam dan Mandi Berendam dan mandi dengan air hangat dan dingin, akhir-akhir ini diteliti mempunyai manfaat untuk kesehatan dan membantu proses penyembuhan karena dapat membantu relaksasi dan mengurangi stres. Mandi dengan air dingin dapat menstimulasi sistem imun dan memperbaiki sirkulasi darah. Hot Foot Bath 19,20,26 Terapi rendam kaki dengan air hangat direkomendasikan untuk kaki yang kram, nausea, demam, insomnia, kongesti pelvis. Heating Compress 19,20,26 Kompres dengan air hangat dianggap bermanfaat untuk memperbaiki sirkulasi darah, terutama pada engorgement payudara post partum.

14 Constitutional Hidroterapi 20,21 Ahli Naturopati sering menggunakan alternatif terapi air untuk kesehatan dan memperbaiki sistem imun. Metode ini menggunakan handuk yang direndam ke dalam air hangat dan dingin lalu di aplikasikan pada punggung dan dada yang nyeri. Sitz bath 19,20,21 Sitz bath digunakan secara luas dalam praktek medis, diantaranya pada hemoroid dan pada kasus retensi urin tanpa gangguan neurologis, nyeri haid dan nyeri di daerah pelvis Bladder Training dengan Sitz bath Dari berbagai literatur, Sitz bath terbukti bermanfaat untuk terapi pemulihan. Terapi ini menggunakan prinsip hidroterapi pada posisi duduk (Sitz bath). Aplikasi prinsip hidroterapi ini untuk menstimulasi sirkulasi daerah pelvis. Hidroterapi ini menggunakan alternatif air dingin dan hangat. 19 Kontraindikasi metode ini adalah pada pasien dengan penyakit tromboemboli vena seperti deep vein thrombosis (DVT), infeksi kandung kemih dan gangguan sensasi saraf perifer (penyakit serebrovaskular). 20 Petunjuk melakukan metode ini, diawali dengan pengisian air hangat pada kantung air alat Sitz bath sampai 1500 ml. Setelah pasien diposisikan duduk pada alat Sitz bath, kemudian klem pada selang dibuka sehingga terpancar aliran air mengenai organ urogenitalia eksterna dan mengisi alat Sitz bath sampai mencapai ukuran kedalam air 3-4 inchi dari dasar alat Sitz bath, sehingga air dapat merendam sebagian bokong dan organ urogenital eksterna pada air yang dialirkan pada selang ke dalam alat Sitz bath. Aplikasi ini menggunakan air hangat ( F, C), setelah itu diganti dengan menggunakan air dingin (55-75 F, C). Berdasarkan literatur, proses berendam diupayakan senyaman mungkin selama menit. Dimana alat terapi Sitz bath disesuaikan dengan bentuk dan ukuran pasien. 19,20

15 Gambar 5. Alat Sitz bath 20 Hidroterapi dengan suhu air hangat ( F, 41 0 C 43 0 C) merupakan suhu air dalam batas fisiologis yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan pasokan darah yang akan meningkatkan oksigenisasi ke jaringan. Selain itu, dapat menimbulkan sensasi suhu terhadap nerve endings kulit pada organ urogenitalia eksterna, menstimulus jalur persarafan, menghilangkan rasa nyeri dan membantu proses relaksasi dari sfingter uretra sehingga dapat tercapai fungsi eliminasi berkemih spontan dari ibu post partum spontan. Hidroterapi dengan air dingin bersuhu F, C juga dapat menimbulkan efek analgesia dan membantu mengurangi edema jaringan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada rasionalisasi hidroterapi dengan air hangat dan dingin Faktor Karakteristik Ibu terhadap kejadian Retensi Urin Post Partum Hasil penelitian sebelumnya di RSCM pada tahun 2008 menemukan kejadian retensi urin pada ibu post partum pada usia tahun sebanyak 63,6 %, dan sebanyak 18,2% berusia di atas 35 tahun. Semakin bertambahnya usia ibu hamil maka kemampuan dan fungsi otot sistem urinaria menurun karena proses degeneratif. 22 Pada saat persalinan terjadi trauma pada uretra dan kandung kemih akibat penekanan kepala janin. Dinding kandung kemih mengalami hiperemis dan edema, demikian pula uretra dan meatus eksterna. Trauma yang terjadi pada otot-otot perkemihan menyebabkan gangguan pada refleks dan keinginan berkemih. 22

16 Semakin besar berat badan bayi maka penekanan pada kandung kemih dan uretra pada saat penurunan kepala juga semakin besar. Ini menyebabkan trauma pada kandung kemih sehingga meningkatkan resiko pada kandung kemih. Tekanan kepala bayi yang berkepanjangan dan peregangan yang terlalu lama pada kandung kemih dapat menyebabkan pengurangan rangsangan kandung kemih karena saraf dan impuls motorik dapat terganggu. 22 Hal ini terjadi akibat edema leher kandung kemih serta ekstravasasi darah ke dalam dinding mukosa kandung kemih yang menyebabkan pengurangan rangsangan kandung kemih. 2,18 Selain itu, persalinan yang lama sering menyebabkan perlukaan pada uretra dan kandung kemih. Terjadinya perlukaan disebabkan penekanan yang lama oleh kepala bayi saat memasuki rongga panggul. Selain itu, episiotomi atau laserasi perineum menimbulkan rasa nyeri dan akhirnya menimbulkan rasa takut untuk berkemih. Hal ini menyebabkan efek inhibisi urinasi Kerangka Konsep Penelitian

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Authors : Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG Skripsi ARI WIJAYANTO NIM : 11.0758.S TAUFIK NIM : 11.0787. S PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

Referat Fisiologi Nifas

Referat Fisiologi Nifas Referat Fisiologi Nifas A P R I A D I Definisi Masa Nifas ialah masa 2 jam setelah plasenta lahir (akhir kala IV) sampai 42 hari/ 6 bulan setelah itu. Masa Nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi Eliminasi Urin Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI 1. Lanjut Usia (Lansia) Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN RETENSIO URINE PADA IBU NIFAS DI RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN RETENSIO URINE PADA IBU NIFAS DI RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN RETENSIO URINE PADA IBU NIFAS DI RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA Elfitri Rosita Febriyany INTISARI Tingginya angka kesakitan dan kematian ibu maternal salah satunya

Lebih terperinci

Neurogenic Bladder A. Pendahuluan

Neurogenic Bladder A. Pendahuluan Neurogenic Bladder A. Pendahuluan A.1. Latar Belakang Berkemih (mikturisi) merupakan sebuah proses pengosongan kadung kemih setelah terisi dengan urin. Proses ini membutuhkan kerjasama dari fungsi sistem

Lebih terperinci

Anita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang

Anita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang PERBEDAAN KEJADIAN INKONTINENSIA URIN PADA PASIEN POST KATETERISASI YANG DILAKUKAN BLADDER TRAINING SETIAP HARI DENGAN BLADDER TRAINING SEHARI SEBELUM KATETER DIBUKA DI BPK RSU TIDAR MAGELANG Anita Widiastuti

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebocoran urin merupakan keluhan terbanyak yang tercatat pada Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk mengatasinya. Pada tahun 2001 Asia Pacific

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasangan Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2. BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi

Lebih terperinci

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. a. Tekanan darah siastole

Lebih terperinci

PERSALINAN NORMAL ( KALA IV )

PERSALINAN NORMAL ( KALA IV ) PERSALINAN NORMAL ( KALA IV ) Pengertian Bagian kebidanan dan kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo masih mengenal kala IV, yaitu satu jam setelah placenta

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum. Niken Andalasari

Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum. Niken Andalasari Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Niken Andalasari Periode Post Partum Periode post partum adalah masa enam minggu sejak bayi baru lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum

Lebih terperinci

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut:

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut: ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut: a. Menentukan diagnosa kehamilan dan kunjungan ulang. b. Memonitori secara akurat dan cermat tentang kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan 2.1.1 Ginjal Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g, terletak pada posisi di sebelah

Lebih terperinci

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Asuhan Persalinan Normal Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika: Usia cukup bulan (37-42 minggu) Persalinan terjadi spontan

Lebih terperinci

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

PROSES PERSALINAN & KELAHIRAN. R. Nety

PROSES PERSALINAN & KELAHIRAN. R. Nety PROSES PERSALINAN & KELAHIRAN R. Nety Rustikayanti @2018 Tujuan Menjelaskan 5 faktor yang mempengaruhi proses persalinan Mendeskripsikan struktur anatomi tulang panggul Mengenali ukuran normal diameter

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

Struktur bagian dalam ginjal

Struktur bagian dalam ginjal Sitem perkemihan Sistem perkemihan Terdiri atas: dua ginjal, dua ureter, vesika urinaria dan uretra Fungsi ginjal pembentukan urine Yang lain berfungsi sebagai pembuangan urine Fungsi lain ginjal: Pengaturan

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI DAN FISIOLOGI ANATOMI DAN FISIOLOGI Yoedhi S Fakar ANATOMI Ilmu yang mempelajari Susunan dan Bentuk Tubuh FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari alat atau jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah WaterBirth 2.2 Pengertian WaterBirth

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah WaterBirth 2.2 Pengertian WaterBirth BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah WaterBirth Selama tahun 1960, peneliti Soviet Igor Charkovsky melakukan penelitian yang cukup besar ke keselamatan dan manfaat yang mungkin lahir air di Uni Soviet Pada akhir

Lebih terperinci

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD SISTEM PERKEMIHAN By: Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed Kelompok keilmuan DKKD TUJUAN PEMBELAJARAN Mhs memahami struktur makroskopik sistem perkemihan (Ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra) dan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Meningkatkan derajat kesehatan yang adil dan merata seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Meningkatkan derajat kesehatan yang adil dan merata seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatkan derajat kesehatan yang adil dan merata seperti ditingkatkan melalui sikap respontif dan efektif dalam melakukan suatu tindakan untuk memberi kenyamanan

Lebih terperinci

3. Khemoreseptor, berkaitan dgn rasa asam, basa & garam

3. Khemoreseptor, berkaitan dgn rasa asam, basa & garam BAB I DASAR TEORI Mekanisme sensoris yang dapat dirasakan dapat dibagi dalam dua golongan menurut pilogenesisnya, jalur saraf spinalnya dan daerah korteks serebri tempat mekanisme ini diintegrasikan. Golongan

Lebih terperinci

Bagian Keperawatan. Maternitas PSIK FK UNAIR

Bagian Keperawatan. Maternitas PSIK FK UNAIR Oleh : Ni Ketut Alit A. Bagian Keperawatan. Maternitas PSIK FK UNAIR SURABAYA Frekwensi pemeriksaan post partum sesuai protap : Satu jam pertama : tiap 15 menit Dua jam selanjutnya : tiap 30 menit 24 jam

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PNC. kelami

PENGKAJIAN PNC. kelami PENGKAJIAN PNC Tgl. Pengkajian : 15-02-2016 Puskesmas : Puskesmas Pattingalloang DATA UMUM Inisial klien : Ny. S (36 Tahun) Nama Suami : Tn. A (35 Tahun) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian Pendidikan

Lebih terperinci

ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH

ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH Jadwal kunjungan di rumah Manajemen ibu post partum Post partum group Jadwal Kunjungan Rumah Paling sedikit 4 kali kunjungan pada masa nifas, dilakukan untuk menilai keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. Indera Rasa Kulit

LAPORAN PRAKTIKUM. Indera Rasa Kulit LAPORAN PRAKTIKUM Indera Rasa Kulit OLEH : ANGGUN OCTAVIEARLY P. 121610101042 LABORATORIUM FISIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2012 BAB I DASAR TEORI INDERA RASA KULIT Pada kulit kita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri 1. Defenisi Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya.

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN

PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN FUNGSI PRIMER SALURAN PENCERNAAN Menyediakan suplay terus menerus pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi, tetapi sebelum zat-zat ini diperoleh, makanan

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses yang fisiologis pada umumnya dimulai dengan adanya kontraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan bagi seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup

Lebih terperinci

AKPER HKBP BALIGE. Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns

AKPER HKBP BALIGE. Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE Oleh: Kelompok : 1A SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN 2014 SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok bahasan : Mobilisasi

Lebih terperinci

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA Blok Urinary System Oleh: Kelompok 3 TRIGGER JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Ny Sophia, usia 34 tahun, datang ke klinik

Lebih terperinci

TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM

TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM Sistem Saraf manusia Tubuh manusia dapat dilihat sebagai suatu sistem saraf yang dapat berubah-ubah kinerjanya bergantung antara lain pada perubahan rangsangan dari

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistem Perkemihan 1.1. Defenisi Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang bersifat sangat individual dan tidak dapat dibagi dengan orang lain. Tamsuri (2007) mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar 1. Nyeri Persalinan a. Pengertian Rasa nyeri pada persalinan disebabkan oleh kombinasi peregangan segmen bawah rahim (selanjutnya serviks) dan iskemia (hipoksia)

Lebih terperinci

1.1 Konsep Dasar Nifas Masa nifas (puerperium) merupakan masa 2 jam setelah persalinan sampai 42 hari paska partum (6 minggu) (Manuaba, 2007).

1.1 Konsep Dasar Nifas Masa nifas (puerperium) merupakan masa 2 jam setelah persalinan sampai 42 hari paska partum (6 minggu) (Manuaba, 2007). 1.1 Konsep Dasar Nifas Masa nifas (puerperium) merupakan masa 2 jam setelah persalinan sampai 42 hari paska partum (6 minggu) (Manuaba, 2007). Menurut Bobak (2005) periode post partum merupakan jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop, 2006). Kateterisasi

Lebih terperinci

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C.

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C. Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C. Suhu kulit (shell temperature) Suhu kulit menggambarkan suhu kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan kateter merupakan tindakan keperawataan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur harapan hidup ini dapat

Lebih terperinci

Sistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti

Sistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf SSP SST Otak Medula spinalis Saraf somatik Saraf Otonom Batang otak Otak kecil Otak besar Diencephalon Mesencephalon Pons Varolii Medulla Oblongata Saraf

Lebih terperinci

KEPERAWATAN SELAMA PERSALINAN DAN MELAHIRKAN. ESTI YUNITASARI, S.Kp

KEPERAWATAN SELAMA PERSALINAN DAN MELAHIRKAN. ESTI YUNITASARI, S.Kp ASUHAN KEPERAWATAN SELAMA PERSALINAN DAN MELAHIRKAN. ESTI YUNITASARI, S.Kp TANDA PERSALINAN : KELUAR LENDIR BERCAMPUR DARAH (BLOODY SHOW) TERDAPAT HIS YANG ADEKUAT DAN TERATUR TERDAPAT PEMBUKAAN/DILATASI

Lebih terperinci

: LAUREN LITANI NIM : SEMESTER : 1

: LAUREN LITANI NIM : SEMESTER : 1 NAMA : LAUREN LITANI NIM : 09033 SEMESTER : 1 ANGKATAN : XII Setelah saya melihat dan mempelajari hasil yang dikerjakan oleh Triana Wahyuning Pratiwi dari kelompok 7 pada nomor 4, menurut saya pekerjaannya

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI )

SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI ) SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI ) Ekskresi merupakan proses pengelaaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, zat warna empedu dan asam urat. Beberapa istilah yang erat kaitannya dengan ekskresi :

Lebih terperinci

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1 TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training Oleh : Adelita Dwi Aprilia 135070201111005 Reguler 1 Kelompok 1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1. Definisi Bladder

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Perkemihan 1. Definisi Sistem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Proses Persalinan a. Pengertian Ibu dengan pasca melahirkan adalah suatu masa yang membutuhkan perhatian khusus dari keluarga dan lingkungannnya. Bagi ibu akan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) A. Masalah Keperawatan Gangguan kebutuhan suhu tubuh (Hipertermi) B. Pengertian Hipertermi adalah peningkatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak

Lebih terperinci

MASALAH ELIMINASI FECAL

MASALAH ELIMINASI FECAL e Obat-obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti

Lebih terperinci

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Definisi Inkontiensia Urine

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr.

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr. KARIADI SEMARANG Disusun oleh : Hadi Winarso 1.1.20360 POLITEKNIK KESEHATAN

Lebih terperinci

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 PENGERTIAN SISTEM SARAF Merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh Merupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi

BAB I PENDAHULUAN. tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan dalam tujuan ke-5 pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Nyeri pada inpartu a. Nyeri 1) Pengertian Nyeri Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI PERSALINAN. By : Basyariah Lubis, SST, MKes

MANAJEMEN NYERI PERSALINAN. By : Basyariah Lubis, SST, MKes MANAJEMEN NYERI PERSALINAN By : Basyariah Lubis, SST, MKes Pengertian Nyeri Suatu sensori yang tidak menyenangkan dari satu pengalaman emosional yang disertai kerusakan jaringan secara actual/potensial.

Lebih terperinci

Reseptor taktil terdapat di beberapa ujung saraf bebas yang dapat ditemukan di dalam kulit dan di dalam banyak jaringan lain serta dapat mendeteksi

Reseptor taktil terdapat di beberapa ujung saraf bebas yang dapat ditemukan di dalam kulit dan di dalam banyak jaringan lain serta dapat mendeteksi Pada kulit kita terdapat beberapa jenis reseptor rasa. Mekanisme sensoris pada reseptorreseptor tersebut dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan philogenesis, jalurjalur syaraf spinal, dan daerah cortex

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Periode paska persalinan atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Periode paska persalinan atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Paska Persalinan Periode paska persalinan atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah 6 minggu. Walaupun relatif tidak kompleks dibandingkan

Lebih terperinci

SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga

SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga Ekskresi merupakan proses pengelaaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, zat warna empedu dan asam urat. Beberapa istilah yang erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan

BAB I PENDAHULUAN. hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama

Lebih terperinci

A. SEL-SEL PADA SISTEM SARAF

A. SEL-SEL PADA SISTEM SARAF A. SEL-SEL PADA SISTEM SARAF 1. Neuron Neuron adalah unit fungsional sistem syaraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan sitoplasma, dengan komponen-komponennya antara lain: a. Badan sel Berfungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inkontinensia Urin 2.1.1 Definisi Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rupture Perineum 2.1.1 Pengertian Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci