BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Perkemihan 1. Definisi Sistem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (Purnomo,2008). 2. Organ Sistem Perkemihan Ginjal adalah organ yang berbentuk dua buncis yang terletak di bagian posterior abdomen, satu buah pada setiap sisi kolumna vertebralis, di belakang peritonium. Ginjal berada pada ketinggian vertebra torakal ke-12 sampai vertebra lumbal ketiga. Ginjal kanan biasanya lebih rendah dari ginjal kiri karena adanya hati. Setiap ginjal memiliki panjang sekitar 11 cm, lebar enam cm, dan tebal tiga cm dan terbenam dalam dasar lemak, yang disebut lemak perirenal (Purnomo, 2008). Fungsi ginjal menurut Purnomo, (2008) adalah pemegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh, mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil 15

2 16 akhir dari protein, ureum, kreatinin dan amoniak, sekresi hormon: renin, erithropoetin, dihidroksikolekalsiferol. Ureter merupakan dua saluran yang berfungsi membawa urine dari ginjal ke kandung kemih. Setiap ureter memiliki panjang sekitar cm, memiliki dinding yang tebal dan saluran yang sempit, yang berlanjut dengan pelvis ginjal dan terbuka ke dasar kandung kemih. Sebagian dari ureter ini terletak dalam rongga abdomen dan sebagian lagi terletak dalam rongga panggul (Purnomo, 2008). Kandung kemih adalah reservoir urin. Kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul dan dapat menahan lebih dari 500 ml urin, tetapi akan timbul nyeri. Terisinya kandung kemih ini oleh urin dengan jumlah ± 250 ml akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada kandung kemih sehingga akan menimbulkan keinginan untuk berkemih (Purnomo, 2008). Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal dari kandung kemih yang berfungsi menyalurkan urin keluar. Uretra membentang dari orifisium uretra internal dalam kandung kemih sampai ke orifisium uretra eksternal. Terdapat sfingter internal dan eksternal pada uretra. Sfingter internal bersifat involunter dan sfingter eksternal berada dibawah kontrol volunter. Pada pria, panjang uretranya cm dan berfungsi sebagai saluran untuk sistem reproduksi dan sistem perkemihan. Panjang uretra pada wanita ± 3-4 cm dan ia hanya berfungsi sebagai sistem perkemihan. Uretra pada wanita berpangkal dari orifisium uretra internal kandung kemih dan membentang ke arah bawah di belakang simfisis pubis,

3 17 tertanam di dalam dinding anterior vagina. Muara uretra terletak di sebelah atas vagina yaitu antara klitoris dan vagina. Kondisi ini menyebabkan wanita lebih sering terkena infeksi saluran kemih, bakteri akan lebih mudah masuk ke kandung kemih karena urethra lebih dekat ke sumber bakteri seperti daerah anus ataupun vagina (Potter dan Perry, 2000). B. Lanjut Usia 1. Definisi Lanjut Usia Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang. Perkembangan manusia berawal dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua, jadi manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap. Lanjut usia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Azizah, 2011). Menurut Maryam (2008) usia lanjut sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan adalah suatu tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat di hindari. Usia lanjut adalah sekelompok orang yang mengalami proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade.

4 18 2. Batasan Usia Lanjut Batasan-batasan lansia menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) dalam Maryam (2008) yaitu: a. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara tahun b. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara tahun c. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara tahun d. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas Sedangkan kategori lansia menurut Depkes (2003) yaitu: a. Pra lansia kelompok usia tahun b. Lansia antara lebih dari tahun c. Lansia beresiko kelompok usia > 70 tahun 3. Perubahan Sistem Renal Dan Urinaria Pada Lanjut Usia Penuaan adalah keadaan normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang akan terjadi pada seseorang pada saat mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley dan Beare, 2007). Pada lanjut usia terjadi kemunduran fisik pada semua sistem, termasuk sistem renal dan sistem urinaria. Proses penuaan mempengaruhi sistem renal dan system urinaria dalam berbagai cara. Proses penuaan secara tidak langsung menyebabkan masalah inkontinensia (Stanley dan Beare, 2007). Setiati, (2007) dan Smeltzer dan Bare (2006) juga menyatakan bahwa inkontinensia lebih sering dijumpai pada lanjut usia, khususnya perempuan. Faktor resiko yang menyebabkan kejadian inkontinensia

5 19 lebih sering dialami wanita adalah usia, jenis kelamin, dan persalinan pervaginam. Perubahan anatomi sistem berkemih pada lanjut usia berhubungan dengan inkontinensia urine pada lanjut usia dapat berkaitan dengan perubahan struktur anatomi pada sistem urinaria, yaitu : 1) Ginjal (Ren) merupakan unit fungsional dari ginjal adalah nefron. Pada masa dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang setengahnya dari jumlah nefron dewasa muda. Selain itu nefron yang tersisa memiliki lebih banyak ketidaknormalan (Stanley dan Beare, 2007). Menurut Maryam, (2008) pada lanjut usia ginjal mengalami pengecilan dan nefron menjadi atrofi. 2) Kandung kemih (Vesica Urinaria) terjadi perubahan yang pada umumnya menyertai penuaan, termasuk kapasitas kandung kemih yang lebih kecil (Stanleydan Beare, 2007). Frekuensi inkontinensia urine merupakan kekerapan pengeluaran urin oleh lansia dalam waktu 24 jam dengan kategori sebagai berikut : frekuensi sering bila berkemih / ngompol lebih dari 10 kali / 24 jam, frekuensi sedang bila berkemih / ngompol antara 6-10 kali / 24 jam, frekuensi ngompol jarang bila lansia mengalami ngompol kurang dari 5 kali / 24 jam (Johnson, 2002). Otot-otot kandung kemih melemah, sehingga kapasitasnya menurun hingga 200 ml yang menyebabkan frekuensi berkemih

6 20 meningkat (Maryam, 2008). Pola berkemih, frekuensi berkemih, dan volume berkemih pada setiap orang sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: diet dan intake, respon keinginan awal untuk berkemih, gaya hidup, stress psikologi, tingkat aktifitas, tingkat perkembangan, dan kondisi patologis. Frekuensi berkemih orang normal rata-rata sebanyak 5-6 kali atau 4 jam sekali dengan volume kurang lebih 300 ml setiap miksi atau sekitar 1500 ml per hari (Purnomo, 2011). Stanley dan Beare (2007) frekuensi berkemih normal adalah setiap 3 jam sekali atau tidak lebih dari 8 kali dalam sehari. Tidak normalnya berkemih pada seseorang lanjut usia adalah apabila frekuensi berkemih lanjut usia sebanyak 1 kali per 2 jam tanpa bisa ditahan atau bisa dikatakan berkemih sebanyak 12 kali dalam 24 jam (Meiner dan Lueckenotte, 2006). Observasi frekuensi berkemih dilakukan selama satu hari dan akan mendapatkan hasil yang maksimal jika observasi dilakukan selama 7 hari (Kincade, et al, 2005). C. Konsep Inkontinensia Urine pada Lanjut Usia 1. Definisi Inkontinensia Urine Inkontinensia urine didefinisikan oleh International Continence Society (ICS) sebagai keluhan atas kebocoran urin yang tidak disadari. Inkontinensia urine menyebabkan masalah sosial dan

7 21 higienis bagi penderitanya. Penting untuk mengetahui penyebab dari inkontinensia urine sehingga penatalaksanaanya dapat dilakukan dengan tepat. Empat penyebab pokok dari inkontinensia urine pada pasien usia lanjut, yaitu: gangguan urologik, gangguan neurologis, gangguan fungsional atau psikologis, dan gangguan lingkungan (Setiati, 2007). Penulis menyimpulkan bahwa inkontinensia adalah suatu kondisi pengeluaran atau kebocoran urin tanpa disadari, tidak terkendali, terjadi di luar keinginan, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering. 2. Etiologi Inkontinensia Urine Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain disebabkan melemahnya otot dasar panggul, kebiasaan mengejan yang salah ataupun karena penurunan esterogen. Kelemahan otot dasar panggul dapat terjadi karena kehamilan, setelah melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Semakin bertambahnya usia seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih (Widiastuti, 2011).

8 22 3. Dampak Inkontinensia Urine Inkontinensia urine juga memiliki efek terhadap kualitas hidup, bahkan pada kegiatan sehari-hari sederhana, seperti bekerja, berjalan, kegiatan interpersonal, aktifitas fisik, fungsi seksual, dan tidur. Pasien dengan inkontinensia urine juga memiliki kualitas hidup yang lebih rendah disetiap domain (fungsi fisik, peran, sosial, kesehatan mental, persepsi kesehatan dan nyeri) (Grimm, et. al, 2003). 4. Tipe Inkontinensia Ada beberapa tipe dari inkontinensia urine yaitu: inkontinensia dorongan, inkontinensia total, inkontinesia stress, inkontinensia refleks, inkontinensia fungsional (Hidayat, 2006). a. Inkontinensia Dorongan Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat setelah berkemih. Inkontinensia dorongan ditandai dengan seringnya terjadi miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali) dan spame kandung kemih (Hidayat, 2006). Pasien Inkontinensia dorongan mengeluh tidak dapat menahan kencing segera setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan otot detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas kandung kemih belum terpenuhi. Frekuensi miksi menjadi lebih sering dan disertai dengan urgensi. Inkontinensia tipe ini meliputi 22% dari semua inkontinensia pada wanita (Purnomo, 2008).

9 23 Beberapa penyebab terjadinya inkontinensia urine dorongan disebabkan oleh penurunan kapasitas kandung kemih, iritasi pada reseptor rengangan kandung kemih yang menyebabkan spasme (inspeksi saluaran kemih), minuman alkohol atau kafein, peningkatan konsentrasi urin, dan distensi kandung kemih yang berlebihan. (Hidayat, 2006). b. Inkontinensia Total Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab inkontinensia total antara lain: disfungsi neorologis, kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan, trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medulla spinalis, fistula, neuropati (Hidayat, 2006). c. Inkontinensia Stress Menurut Hidayat (2006) inkontinensia tipe ini ditandai dengan adanya urin menetes dengan peningkatan tekanan abdomen, adanya dorongan berkemih, dan sering miksi. Inkontinensia stress terjadi disebabkan otot spingter uretra tidak dapat menahan keluarnya urin yang disebabkan meningkatnya tekanan di abdomen secara tiba-tiba. Peningkatan tekanan abdomen dapat terjadi sewaktu batuk, bersin, mengangkat benda yang berat, tertawa.

10 24 Keluar urin dari uretra pada saat terjadi tekanan intra abdominal, merupakan jenis inkontinensia yang paling banyak prevalensinya 8-33%. Pada pria kelainan uretra yang menyebabkan inkontinensia biasanya adalah kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi. Inkontinensia stress jarang ditemukan pada laki-laki. Namun apabila hal ini ditemukan maka membutuhkan tindakan pembedahan untuk penanganannya (Purnomo, 2008). Inkontinensia stress ini paling sering ditemukan pada wanita dan dapat disebabkan oleh cidera obstetrik, lesi kolum vesika urinaria, kelainan ekstrinsik pelvis, fistula, disfungsi detrusor dan sejumlah keadaan lain (Smeltzer dan Bare, 2001). d. Inkontinensia Refleks Inkontinensia refleks merupakan keadaan di mana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu. Inkontinensia tipe ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis). Inkontinensia refleks ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, dan kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur (Hidayat, 2006). e. Inkontinensia Fungsional Inkontinensia fungsional merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa disadari dan tidak

11 25 dapat diperkirakan. Keadaan inkontinensia ini ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin (Hidayat,2006). Inkontinensia fungsional merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang menyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi (Smeltzer dan Bare, 2001). D. Bladder Training 1. Definisi Bladder Training Bladder training merupakan latihan kandung kemih sebagai salah satu upaya mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan (Lutfie, 2008). Orzeck dan Ouslander (Hariyati 2000) mengatakan bahwa bladder training merupakan upaya mengembalikan pola buang air kecil dengan menghambat atau merangsang keinginan buang airkecil. Bladder training merupakan tindakan yang bermanfaat dalam mengurangi frekuensi dari inkontinensia. Bladder training banyak digunakan untuk menangani inkontinensia urine di komunitas. Latihan ini sangat efektif dan

12 26 memiliki efek samping yang minimal dalam menangani masalah inkontinensia urine. Dengan bladder training diharapkan pola kebiasaan disfungsional, memperbaiki kemampuan untuk menekan urgensi dapat diubah dan secara bertahap akan meningkatkan kapasitas kandung kemih dan memperpanjang interval berkemih (Glen, 2003). Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises (latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul), delay urination (menunda berkemih), dan scheduled bathroom trips (jadwal berkemih) Suryahanto (2008). Latihan kegel (kegel exercises) merupakan aktivitas fisik yang tersusun dalam suatu program yang dilakukan secara berulang-ulang guna meningkatkan kebugaran tubuh. 2. Tujuan Bladder Training Tujuan dari bladder training (melatih kembali kandung kemih) adalah mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Potter dan Perry, 2000). Bladder training bertujuan untuk mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal. Latihan ini dilakukan pada pasien setelah kateter terpasang dalam jangka waktu yang lama (Suharyanto, 2008). Tujuan dilakukan bladder training adalah: 1. Membantu klien mendapat pola berkemih rutin. 2. Mengembangkan tonus otot kandung kemih sehingga dapat mencegah inkontinensia. 3. Memperpanjang interval waktu berkemih.

13 27 4. Meningkatkan kapasitas kandung kemih. 5. Melatih kandung kemih untuk mengeluarkan urin secara periodic 6. Mengontrol faktor-faktor yang mungkin meningkatakan jumlah episode inkontinensia. 3. Metode Bladder Training a) Pengertian Otot Dasar Panggul (Kegel Exercise) Bagian dasar panggul terdiri dari lapisan-lapisan otot dan jaringan lainnya. Lapisan-lapisan ini merentang sperti tempat tidur gantung dari tulang ekor dibelakang, sampai ke tulang kemaluan di depan. Saluran air seni dan saluran buang air besar keduanya melewati otot-otot dasar panggul. Otot-otot dasar panggul menolong untuk mengendalikan kandung kemih dan usus. Otototot tersebut juga membantu fungsi seksual. Penting sekali mempertahankan otot-otot dasar panggul agar tetap kuat. (An. Australian Government Initiative, 2013) b) Pengertian Kegel Exercise/ Latihan Otot Dasar Panggul Kegel exercise adalah serangkaian latihan otot panggul yang dirancang untuk memperkuat otot-otot dasar panggul. Kegel exercise adalah latihan-latihan pada otot-otot pelvis dengan cara mengerutkan (kontraksi) dan mengendurkan (relaksasi) yang dilakukan secara kontinyu atau berulang-ulang. (Puspasari, 2011). Kegel exercise merupakan salah satu cara paling efektif untuk mengontrol inkontinensia tanpa obat-obatan maupun pembedahan.

14 28 Kegel exercise merupakan latihan yang mudah untuk membantu meningkatkan control bowel dan kandung kemih. Apabila dilakukan dengan baik dan teratur, latihan ini dapat membangun dan menguatkan otot dasar panggul untuk membantu menahan urin dan feses. Selain itu juga dapat meningkatkan kepuasan selama melakukan hubungan seksual. Latihan otot dasar panggul dapat menguatkan otot yang menyokong kandung kemih dan uretra pada laki-laki (An Australian Government Initiative, 2013). c) Masalah Yang Dapat Diatasi Dengan Kegel Exercise Masalah yang dapat diatasi dengan kegel exercise yaitu Inkontinensia urine, ada rembesan urin ketika duduk, berdiri, batuk atau bersin (Stres Incontinence), tiba-tiba ingin buang air kecil dengan segera (urgency) dan kadang-kadang merembes sebelum sampai di toilet (urge incontinence), ingin buang air kecil lebih sering dari biasanya (frequency) termasuk saat malam hari (nocturia), ada urin yang menetes setelah selesai buang air kecil (after dribble) (Prostat Cancer UK, 2014). d) Manfaat Kegel Exercise Dasar latihan adalah kontraksi otot dengan hasil akhir otot dasar panggul menjadi kuat serta memberikan manfaat : (1) Membantu meningkatkan control kandung kemih dan mengurangi kebocoran kandung kemih (2) Mengurangi frekuensi miksi

15 29 (3) Mengurangi frekuensi inkontinensia urine (4) Mengurangi volume urin pada inkontinensia urine (5) Menguatkan otot yang menyokong kandung kemih (6) Meningkatkan kekuatan dan ketahanan kontraksi otot dasar panggul (7) Meningkatkan sensasi seksual. e) Cara Menentukan Otot Dasar Panggul Hal pertama yang perlu dilakukan ketika melakukan Kegel exercise adalah menemukan otot mana yang perlu dilatih : (1) Duduk atau berbaringlah dengan mengendurkan otot paha dan pantat. Menggunakan cermin genggam mungkin akan menolong dalam mengamati otot-otot dasar panggul saat menegang. (2) Kencangkan lingkaran otot disekitar saluran buang air besar seolah-olah responden sedang berusaha untuk menahan kentut. Sekarang kendurkan otot ini. Kencangkan dan kendurkan beberapa kali sampai responden yakin sudah menemukan otot yang tepat, jangan mengencangkan pantat. (3) Ketika responden kekamar mandi untuk mengosongkan kandung kemih, coba hentikan aliran air kencing, kemudian lepaskan lagi. Lakukan ini untuk mempelajari otot-otot mana yang tepat untuk digunakan, tapi hanya sekali seminggu. Kandung kemih mungkin tidak kosong sebagaimana mestinya

16 30 jika responden menghentikan dan melepaskan aliran kencing lebih dari sering dari itu. E. Kerangka Teori Kriteria inklusi : Perubahan sistem renal dan urinaria pada lanjut usia 1. Ginjal 2. Kandung kemih (Stanley dan Beare, 2007) -Wanita lanjut usiadengan keluhan inkontinensia urine -Tidak mengalami kelemahan tubuh Inkontinensia Urine Mengembalikan fungsi berkemih -Dapat efektif berkomunikasi Bladder Training (kegel exercise) -Dapat membaca atau menulis Tidak terjadi gangguan pada system perkemihan Gambar 2.1: Kerangka Teori Sumber: (Stanley dan Beare, 2007) dan (Smeltzer dan bare,2001)

17 31 F. Kerangka Konsep Wanita Lanjut usia yang termasuk dalam kriteria inklusi Inkontinensia urine Kegel Exercise Gambar 2.2: Kerangka Konsep Keterangan gambar : Kegel Exercise : yang akan di uji G. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas dapat dirumuskan suatu Hipotesis penelitian ini yaitu: Ha :Terdapat efektivitas bladder training kegel exercise terhadap inkontinensia urine pada wanita lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja Banyumas Jawa Tangah Ho :Tidak terdapat efektivitas bladder training kegel exercise terhadap inkontinensia urine pada wanita lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Sokaraja Banyumas Jawa Tangah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasangan Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2. BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistem Perkemihan 1.1. Defenisi Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan

Lebih terperinci

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1 TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training Oleh : Adelita Dwi Aprilia 135070201111005 Reguler 1 Kelompok 1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1. Definisi Bladder

Lebih terperinci

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI 1. Lanjut Usia (Lansia) Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses penurunan secara bertahap kemampuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi normal tubuh dan memulihkannya kembali apabila terjadi kerusakan.

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan 2.1.1 Ginjal Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g, terletak pada posisi di sebelah

Lebih terperinci

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta INKONTINENSIA URIN Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta Inkontinensia urin dapat terjadi pada segala usia Asia Pasific

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 BLADDER TRAINNING A. PENGERTIAN Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012). atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia

BAB I PENDAHULUAN. Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012). atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA Blok Urinary System Oleh: Kelompok 3 TRIGGER JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Ny Sophia, usia 34 tahun, datang ke klinik

Lebih terperinci

: ENDAH SRI WAHYUNI J

: ENDAH SRI WAHYUNI J PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN PELVIC FLOOR MUSCLE TREATMENT (PFMT) SECARA INDIVIDU DAN BERKELOMPOK TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI

Lebih terperinci

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama kehamilan produksi hormon progesteron dan hormon relaksin meningkat sehingga menimbulkan efek negatif terhadap integritas struktur jaringan lunak yang menyebabkan

Lebih terperinci

Referat Fisiologi Nifas

Referat Fisiologi Nifas Referat Fisiologi Nifas A P R I A D I Definisi Masa Nifas ialah masa 2 jam setelah plasenta lahir (akhir kala IV) sampai 42 hari/ 6 bulan setelah itu. Masa Nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebocoran urin merupakan keluhan terbanyak yang tercatat pada Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk mengatasinya. Pada tahun 2001 Asia Pacific

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar tubuh (Padila, 2013). Menjadi tua merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar tubuh (Padila, 2013). Menjadi tua merupakan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua

Lebih terperinci

Anita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang

Anita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang PERBEDAAN KEJADIAN INKONTINENSIA URIN PADA PASIEN POST KATETERISASI YANG DILAKUKAN BLADDER TRAINING SETIAP HARI DENGAN BLADDER TRAINING SEHARI SEBELUM KATETER DIBUKA DI BPK RSU TIDAR MAGELANG Anita Widiastuti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inkontinensia Urin 2.1.1 Definisi Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau

Lebih terperinci

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI 1 Didit Damayanti, 2 Linda Ishariani STIKES PARE KEDIRI Email: didit.damayanti@ymail.com

Lebih terperinci

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH.

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. 2 Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. BPH terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal oleh proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin pada usia lanjut merupakan salah satu keluhan utama dari demikian banyak masalah geriatrik yang sering dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan bagi seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar kandung kemih melalui kateter urin secara terus menerus. kemih yang disebut dengan bladder training.

BAB I PENDAHULUAN. keluar kandung kemih melalui kateter urin secara terus menerus. kemih yang disebut dengan bladder training. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat memiliki peranan penting dalam melakukan perawatan pasien yang terpasang kateter. Selama kateter urin terpasang, otot detrusor kandung kemih tidak secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH Disusun Oleh : NILA NOPRIDA S. Kp NIM : 2014-35-020 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2015 Booklet Edukasi

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesica urinaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra

Lebih terperinci

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak terkendali dan tanpa melihat frekuensi maupun jumlahnya yang mana keadaan ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian. Tabel 5.1

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian. Tabel 5.1 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian Berikut ini disajikan deskripsi sampel berdasarkan umur dan indeks massa tubuh pada Tabel 5.1:

Lebih terperinci

SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga

SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga Ekskresi merupakan proses pengelaaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, zat warna empedu dan asam urat. Beberapa istilah yang erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata

Lebih terperinci

SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI )

SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI ) SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI ) Ekskresi merupakan proses pengelaaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, zat warna empedu dan asam urat. Beberapa istilah yang erat kaitannya dengan ekskresi :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat akan peningkatan derajat kesehatan mereka juga meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat akan peningkatan derajat kesehatan mereka juga meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, maka tuntutan masyarakat akan peningkatan derajat kesehatan mereka juga meningkat. Pembangunan nasional

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM KEGEL TERHADAP FREKUENSI BAK PADA LANSIA DENGAN INKONTINENSIA URINE

PENGARUH SENAM KEGEL TERHADAP FREKUENSI BAK PADA LANSIA DENGAN INKONTINENSIA URINE PENGARUH SENAM KEGEL TERHADAP FREKUENSI BAK PADA LANSIA DENGAN INKONTINENSIA URINE Milya Novera 1), 1 Stikes Alifah Padang email: milya_novera87@yahoo.co.id Submission: 12-11-2016, Reviewed: 02-12-2016,

Lebih terperinci

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD SISTEM PERKEMIHAN By: Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed Kelompok keilmuan DKKD TUJUAN PEMBELAJARAN Mhs memahami struktur makroskopik sistem perkemihan (Ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra) dan struktur

Lebih terperinci

(Informed Consent) yang berjudul Pengaruh Bladder Training Terhadap Pola Berkemih Pada Pasien Post

(Informed Consent) yang berjudul Pengaruh Bladder Training Terhadap Pola Berkemih Pada Pasien Post LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (Informed Consent) Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Umur : Alamat : Pekerjaan : Setelah mendapat keterangan secukupnya tentang manfaat dan resiko dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu berupa pembesaran prostat atau hiperplasia prostat. Kelainan kelenjar prostat dapat

Lebih terperinci

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Definisi Inkontiensia Urine

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 51 BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh terapi air terhadap proses defekasi pasien konstipasi di RSU Sembiring Delitua Deli Serdang yang dilaksanakan pada 4 April-31

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina ke dalam liang vagina atau sampai dengan keluar introitus vagina, yang diikuti oleh organ-organ

Lebih terperinci

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si darma_erick77@yahoo.com LOGO Proses Pengeluaran Berdasarkan zat yang dibuang, proses pengeluaran pada manusia dibedakan menjadi: Defekasi: pengeluaran zat sisa hasil ( feses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya tinja yang keras sehingga buang air besar menjadi jarang, sulit dan nyeri. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop, 2006). Kateterisasi

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER Curriculum Vitae Name: Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Education: FKUI tahun 1980 Pasca Sarjana Spesialis Obstetri Ginekologi FKUI tahun 1987 Konsultan Uroginekologi tahun 2003 Working Experience: 1989

Lebih terperinci

Etri Yanti, Meria Kontesa 1, Devi Syarief 2 STIKes Syedza Saintika Padang STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang ABSTRACT

Etri Yanti, Meria Kontesa 1, Devi Syarief 2 STIKes Syedza Saintika Padang STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang ABSTRACT E A T Volume7, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Kesehatan Medika Saintika Vol 7 (1) Jurnal Kesehatan Medika Saintika http://jurnal.syedzasaintika.ac.id HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIANINKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eliminasi Urin 1. Defenisi Eliminasi Urin Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Proses Persalinan a. Pengertian Ibu dengan pasca melahirkan adalah suatu masa yang membutuhkan perhatian khusus dari keluarga dan lingkungannnya. Bagi ibu akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksimal dari latihan kegel akan diperoleh jika frekuensi latihan berkisar

BAB I PENDAHULUAN. maksimal dari latihan kegel akan diperoleh jika frekuensi latihan berkisar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegel exercise dikembangkan oleh Dr. Arnold Kegel pada tahun 1940 untuk mengatasi masalah pada kekuatan otot dasar panggul (Rahajeng, 2010 : 121), dengan kata lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enuresis atau yang lebih kita kenal sehari-hari dengan istilah mengompol, sudah tidak terdengar asing bagi kita khususnya di kalangan orang tua yang sudah memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi sewaktu sfingter uretra interna dan eksterna didasar kandung kemih berelaksasi. Derajat regang yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Overactive Bladder Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Overactive Bladder Definisi Overactive

Lebih terperinci

Bab IV Memahami Tubuh Kita

Bab IV Memahami Tubuh Kita Bab IV Memahami Tubuh Kita Pubertas Usia reproduktif Menopause Setiap perempuan pasti berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan perubahan dari dewasa menjadi dewasa yang lebih tua Sistem Reproduksi Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Perawat 1. Pengertian Peran Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir

Lebih terperinci

PENGARUH BLADDER TRAINING TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA LANJUT USIA DI POSYANDU LANSIA DESA SUMBERDEM KECAMATAN WONOSARI MALANG ABSTRAK

PENGARUH BLADDER TRAINING TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA LANJUT USIA DI POSYANDU LANSIA DESA SUMBERDEM KECAMATAN WONOSARI MALANG ABSTRAK PENGARUH BLADDER TRAINING TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA LANJUT USIA DI POSYANDU LANSIA DESA SUMBERDEM KECAMATAN WONOSARI MALANG Hilarius Mariyanto Moa 1), Susi Milwati 2), Sulasmini 3) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO menetapkan bahwa tekanan darah seseorang adalah tinggi bila tekanan sistolik (sewaktu bilik jantung mengerut) melewati batas lebih

Lebih terperinci

11/28/2011 SISTEM URINARIA. By. Paryono

11/28/2011 SISTEM URINARIA. By. Paryono SISTEM URINARIA By. Paryono 1 KOMPONEN SISTEM URINARIA GINJAL Bentuk seperti kacang Terletak retroperitoneal cavum abdomen (antara dinding dorsal badan dan peritoneum parietal) pada daerah lumbal superior.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut definisi WHO tahun 2005, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejalagejala yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mempertahankan volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh merupakan fungsi esensial untuk kesejahteraan, yang berarti keselamatan dari seluruh makhluk hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit adalah suatu keadaan abnormal tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Ada beberapa

Lebih terperinci

PENDAMPING : Dr. Imelda Meilina Dr. Khaeriyah. PENYUSUN : Dr. Gita Aryanti

PENDAMPING : Dr. Imelda Meilina Dr. Khaeriyah. PENYUSUN : Dr. Gita Aryanti LAPORAN KASUS MEDIKOLEGAL PENOLAKAN PEMASANGAN KATETERISASI URIN PADA PASIEN DENGAN BPH DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT DOKTER INTERNSHIP DI RS DINAS KESEHATAN TENTARA DI BANDAR LAMPUNG PENDAMPING : Dr.

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan semakin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Disfungsi dasar panggul memiliki prevalensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Periode ini merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB XXIII. Masalah pada Saluran Kencing. Infeksi saluran kencing. Darah pada urin/air kencing. Keharusan sering kencing. Perembesan urin/air kencing

BAB XXIII. Masalah pada Saluran Kencing. Infeksi saluran kencing. Darah pada urin/air kencing. Keharusan sering kencing. Perembesan urin/air kencing BAB XXIII Masalah pada Saluran Kencing Infeksi saluran kencing Darah pada urin/air kencing Keharusan sering kencing Perembesan urin/air kencing Ketika Anda mengalami kesulitan kencing atau berak 473 Bab

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KEGEL EXERCISE TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA KENANGA DAN KANTHIL DI DESA DELANGGU

PENGARUH PEMBERIAN KEGEL EXERCISE TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA KENANGA DAN KANTHIL DI DESA DELANGGU PENGARUH PEMBERIAN KEGEL EXERCISE TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA KENANGA DAN KANTHIL DI DESA DELANGGU Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL DAN SEKSUALITAS PADA LANSIA

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL DAN SEKSUALITAS PADA LANSIA PERUBAHAN PSIKOSOSIAL DAN SEKSUALITAS PADA LANSIA Pengertian Lansia Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci