Seminar Cynthia Dessy Lestari Ambarwati
|
|
- Ida Setiabudi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Seminar Cynthia Dessy Lestari Ambarwati Chyntia Dessy L.A., Dyah Perwitasari dan Achmad Farajallah Variasi Alel Gen Agresivitas 5-HTT pada Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Seminar disampaikan tanggal 11 Agustus Departemen Biologi FMIPA IPB PENDAHULUAN Latar Belakang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) merupakan kera besar yang daerah persebarannya hanya di Asia. Kelompok kera besar dibedakan dari kelompok kera lainnya berdasarkan ciri seperti tidak berekor, tubuh dan massa otak yang lebih besar, serta memiliki karakteristik tubuh bagian bawah yang teradaptasi untuk melakukan lokomosi secara suspensi (Dolhinow & Fuentes 1999). Orangutan dikelompokkan ke dalam superfamili Hominoidea, famili Pongidae, dan genus Pongo (Dolhinow & Fuentes 1999). Brandon-Jones et al. (2004) menyatakan bahwa Pongo abelii (orangutan Sumatera) memiliki hubungan yang berbeda atau terpisah dengan Pongo pygmaeus (orangutan Kalimantan). Orangutan Sumatera memiliki beberapa perbedaan dengan orangutan Kalimantan. Orangutan Kalimantan dewasa memiliki rambut yang cenderung berwarna coklat kemerahan sedangkan rambut orangutan Sumatera biasanya berwarna lebih pucat. Rambut orangutan Sumatera biasanya lebih lembut dan lemas serta berwarna putih di sekitar wajahnya (Galdikas 1984). Orangutan hidup soliter dan lebih bersifat arboreal dibandingkan jenis kera besar lainnya (Galdikas 1984). page 1 / 43
2 Orangutan memiliki seksual dimorfisme dalam ukuran tubuh sehingga jantan dan betina dapat dibedakan dengan mudah. Hewan ini bersifat frugivor atau pemakan buah-buahan. Orangutan adalah mamalia yang arboreal dan terestrial, lokomosinya di pohon dinamakan suspensory climbing, yaitu bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada cabang-cabang pohon. Ketika bergerak di tanah, orangutan bergerak secara kuadrupedal (Fleagle 1988). Agresivitas adalah istilah umum yang dikaitkan dengan segala bentuk tingkah laku yang secara langsung maupun tidak langsung bertujuan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain dengan tujuan tertentu (Baron & Richardson 1994). Individu yang menempati hirarki tinggi biasanya lebih agresif dibanding dengan individu yang tingkatannya berada di bawahnya (Napier & Napier 1985) dan agresivitas pada jantan lebih tinggi daripada pada betina (Smuts et al. 1987). Gen 5-HTT (5-hydroxytitraminetransporter) merupakan penyandi transporter serotonin yang berpengaruh terhadap agresivitas (Barr et al. 2003), emosi, fungsi motorik, dan beberapa sifat kognitif pada primata dan manusia (Heils et al. 1996). Serotonin transporter adalah protein khusus untuk meregulasi fungsi serotonin di otak yang dilakukan dengan cara pengambilan kembali (reuptake) (Barr et al. 2003). Daerah pengatur pada serotonin transporter (5-HTT) memiliki daerah polimorfisme fungsional atau Variable Number Tandem Repeat (VNTR) yang mempengaruhi tingkat reuptake serotonin dan risiko pembentukan suasana hati yang negatif pada manusia (Caspi et al. 2003; Lesch et al. 1996). VNTR pada manusia merupakan suatu daerah polimorfisme sebesar unit terdapat pada intron 3 pada 5-HTT manusia (Inoue-Murayama et al. 2008). VNTR mempengaruhi aktivitas transkripsi gen. Struktur VNTR dapat berubah selama proses diferensiasi subspesies, oleh karena itu VNTR dapat dilihat untuk menentukan variasi antar spesies. VNTR pada daerah promotor juga mempengaruhi ekspresi 5-HTT. Kombinasi kedua daerah VNTR telah dijelaskan pada manusia (Inoue-Murayama et al. 2008). Homozigot memiliki alel yang panjang (genotip L/L) yang mengekspresikan serotonin dua kali lebih banyak daripada individu dengan alel pendek (S/S atau L/S). Alel S memiliki aktifitas transkripsi yang rendah dibandingkan alel L (Lesch et al. 1996). Tujuan Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keragaman alel gen 5-HTT serotonin transporter pada orangutan Sumatera (Pongo abelii). Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai Juli 2011 di Laboratorium page 2 / 43
3 Molekuler Bagian Sistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel DNA orangutan Sumatera (P. abelii) dalam TE (Tris-EDTA) 80% yang merupakan koleksi Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), LPPM IPB. Sebanyak 48 sampel yang digunakan dipilih dari satu populasi yang terdiri dari 28 jantan dan 20 betina. Metode Amplifikasi Gen 5-HTT Sampel DNA diuji kualitasnya dengan spektrofotometer GeneQuantpro (Amersham Pharmacia Biotech) pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Amplifikasi gen 5-HTT dilakukan secara in-vitro dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Amplifikasi menggunakan primer DPF 11 yang disusun berdasarkan fragmen DNA gen 5-HTT pada M. fascicularis (GenBank NC_000017) yaitu forward: 5 -TCTGGCGCTTCCCCTACATAT-3 dan reverse: 5 -TGTTCCTAGTCTTACGCCAGTG-3. (Inoue-Murayama et al. 2008). Panjang DNA hasil amplifikasi yang diharapkan yaitu antara pb. Komposisi 12,5 µl reaksi PCR untuk mengamplifikasi gen 5-HTT terdiri dari ng DNA (2 µl), masing-masing primer 25 nm (0,5 µl), serta Readymix Kappa yang terdiri dari dntp, Taq polymerase dan bufer. Kondisi reaksi PCR dalam mesin ESCO PCR dirancang dengan suhu pra-denaturasi 95º C selama 5 menit, denaturasi 95º C selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 58º C selama 1 menit, pemanjangan pada suhu 72º C selama 1 menit, akhir pemanjangan pada suhu 72º C selama 4 menit dan pendinginan pada suhu 4º C. Untuk perbanyakan, siklus diulang sebanyak 30 kali. Visualisasi Produk PCR page 3 / 43
4 Produk PCR dimigrasikan pada PAGE (Polyacrilamide gel electrophoresis) 6% dalam bufer 1x TBE (Tris-Borat EDTA) dengan voltase 200 V selama 50 menit. Gel diwarnai dengan pewarnaan perak (Byun et al. 2009). Penanda yang digunakan adalah Ready-Load 1 Kb DNA Ladder (Promega). Sekuensing DNA dan Analisis Bioinformatika Pengurutan DNA hasil amplifikasi dilakukan oleh perusahaan jasa sekuensing. Sekuen yang diperoleh kemudian disejajarkan dengan data pada GenBank menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool-Nucleotida (BLAST-N). Analisis data Frekuensi alel dan genotipe dihitung berdasarkan jumlah individu genotip homozigot (L/L dan S/S) dan heterozigot (L/S) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: XL = (2nLL + nls)/2n XLL = (nll/n) x 100% page 4 / 43
5 Keterangan: XL = frekuensi alel L XLL = frekuensi genotip LL page 5 / 43
6 nll = jumlah individu bergenotip LL nll = jumlah individu bergenotip LL nls = jumlah individu bergenotip LS N = total individu page 6 / 43
7 n = jumlah total individu (Nei 1987) page 7 / 43
8 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen 5-HTT serta Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotip pada P. abelii Gen 5-HTT pada P. abelii berhasil diamplifikasi dengan menggunakan teknik PCR. Primer yang digunakan untuk amplifikasi didisain berdasarkan Inoue-Murayama et al. (2008). Primer DPF 11 digunakan untuk mengamplifikasi daerah intron 3 dari gen serotonin transporter 5-HTT. Sampel yang berhasil diamplifikasi yaitu sebanyak 21 sampel dari 48 sampel yang tersedia. Amplikon yang terbentuk dari hasil PCR menghasilkan dua buah pita yang berukuran 212 dan 247 pasang basa (Gambar 1a). Sampel-sampel yang lain tidak berhasil diamplifikasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terdegradasinya DNA pada sampel tersebut. page 8 / 43
9 Gambar 1. Hasil amplifikasi gen 5-HTT menggunakan pasangan primer DPF 11 berdasarkan Inoue-Murayama et al. (2008). Keterangan gambar: M= penanda 100 pb, nomor 1 dan 2= S/S, nomor 3 dan 4= L/L, nomor 5 dan 6= L/S, nomor 7-12 = amplikon dari sampel M. nemestrina. Amplifikasi menggunakan primer DPF 11 (forward dan reverse) menghasilkan dua alel (L dan S) dan tiga macam genotip pada sampel yaitu L/L, L/S, dan S/S. Penentuan masing-masing genotip dilakukan berdasarkan banyak dan ukuran pita DNA hasil visualisasi pada PAGE 6%. Amplikon dengan ukuran 212 pb mewakili alel S dan amplikon dengan ukuran 247 pb mewakili alel L. Sebanyak 5 sampel dari 21 sampel bergenotip L/L, 10 sampel bergenotip L/S dan 6 sampel bergenotip S/S. Frekuensi untuk genotip L/L sebesar 23,81 %, L/S sebesar 47,62%, dan 28,57% untuk S/S. Frekuensi untuk alel L sebesar 47,62 % dan sebesar 52,38% untuk alel S. Berdasarkan Nei (1987), dapat disimpulkan bahwa lokus tempat gen serotonin transporter ini merupakan daerah polimorfik karena jumlah alel bersama dalam populasi lebih dari satu dengan frekuensi alel yang paling umum kurang dari atau sama dengan 0,99. Untuk membandingkan ukuran fragmen amplikon gen 5-HTT pada monyet dan kera besar, dilakukan pula amplifikasi dan visualisasi terhadap sampel Macaca nemestrina. Amplikon yang dihasilkan berukuran sebesar 230 pb (Gambar 1b). page 9 / 43
10 Identifikasi Molekuler Gen 5-HTT pada P. abelii Identifikasi molekuler dilakukan dengan menganalisis homologi hasil sekuensing gen 5-HTT pada dua sampel P. abelii dengan data di GenBank menggunakan program BLAST-N. Sampel nomor 127 (S/S) dan 131 (L/L) menunjukkan kemiripan sebesar 98% dengan gen transporter serotonin manusia yang terletak pada kromosom 17 dengan nomor aksesi NG_ Daerah VNTR yang berukuran besar ditemukan pada manusia dan kera, kecuali orangutan. Daerah VNTR pada orangutan hanya memiliki 4 atau 6 alel berulang, dan individu yang memiliki 4 alel berulang bersifat predominan. Insersi atau delesi dapat terjadi untuk dapat menghasilkan polimorfisme pada daerah VNTR. Alel pada orangutan tidak memiliki sekuen berulang yang unik dan bervariasi seperti yang ditemukan pada manusia, simpanse, gorilla, dan gibbon. Perubahan daerah polimorfisme gen 5-HTT diduga terjadi selama proses hominisasi. Hominisasi adalah proses evolusioner menuju sifat-sifat manusia yang membedakan hominid dengan primata lainnya (Malassé 1993). Variasi daerah VNTR yang berukuran panjang terjadi pada manusia dan kera terkecuali orangutan (Inoue-Murayama et al. 2008). Subspesies yang berlainan dapat saja memiliki jumlah alel berulang yang berbeda. Dua subspesies simpanse memiliki alel berulang yang spesifik dengan jumlah ulangan 18 dan 19 (Pan troglodytes verus) atau 23 dan 34 (Pan troglodytes scheinfurthii), yang mengindikasikan bahwa struktur VNTR dapat berubah selama proses diferensiasi subspesies. Gen 5-HTT bersifat unik pada manusia dan primata simian. Sekuen progenitor 5-HTT diduga merupakan DNA virus atau element loncat yang telah terintroduksi ke dalam genom manusia dan primata pada 40 juta tahun yang lalu, sehingga sekuen 5-HTT dapat digunakan sebagai informasi untuk membandingkan hubungan kekerabatan spesies dan filogeni antara monyet, kera besar, dan manusia (Inoue-Murayama et al. 2008). Struktur Sosial dan Sistem Hirarki page 10 / 43
11 Orangutan merupakan primata yang hidup di pepohonan dan menunjukkan struktur sosial yang relatif kecil yang terdiri dari hanya satu individu atau sedikit anggota keluarga apabila dibandingkan dengan simpanse dan gorilla. Perkembangan alel yang bervariasi dan peningkatan jumlah alel berulang yang lebih pendek selama proses hominisasi menunjukkan perubahan pada habitat dan struktur sosial (Inoue-Murayama et al. 2008). Orangutan memiliki keunikan di antara kera besar lainnya karena hewan ini tidak memiliki unit sosial. Orangutan yang telah sepenuhnya dewasa bersifat soliter dan memiliki organisasi sosial yang disebut noyau, dimana jantan dan betina tidak hidup bersama. Interaksi di antara orangutan jantan dewasa biasanya bersifat agresif; ketika jantan-jantan dewasa bertemu dapat mengakibatkan perkelahian tetapi lebih sering berupa saling bertukar suara (Fleagle 1988). Hirarki sosial terbentuk akibat terdapat perbedaan kualitas individu dalam kelompok. Individu yang mempunyai kualitas tertentu dan lebih unggul daripada individu lain disebut dominan (Ray 1999). Dominasi ini mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku berkompetisi, sehingga terdapat individu yang lebih dominan daripada individu lain. Perilaku sosial dipengaruhi oleh sistem hirarki. Jantan alfa menduduki hirarki tertinggi (Swindler 1998). Erniasari (2010) pada penelitiannya terhadap gen 5-HTT pada M. nemestrina berhasil menemukan satu individu bergenotipe S/S sehingga diduga kuat sebagai pejantan alfa dalam populasi tersebut. Pada penelitian ini ditemukan enam individu yang bergenotip S/S dari total populasi sebanyak 21 individu (28,57%). Individu dengan alel S memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam mentransportasikan kembali serotonin ke dalam sel. Individu yang memiliki sedikitnya satu alel S cenderung memiliki tingkat kecemasan dan ketakutan yang tinggi serta menunjukkan perilaku sosial yang rendah dibandingkan dengan individu bergenotip L/L (Barr et al. 2003). Hirarki sosial pada jantan lebih bersifat tetap. Hirarki sosial dapat berubah dalam rentang waktu yang cukup lama. Perubahan hirarki sosial yang terjadi disebabkan adanya jantan yang meninggalkan kelompok, masuknya jantan baru ke dalam kelompok, dan terjadinya perkelahian yang menimbulkan luka parah dan kematian. Hirarki sosial pada betina lebih dinamis karena dipengaruhi oleh siklus estrus dan kehadiran anak (Eimerl & DeVore 1978). Struktur sosial berupa hirarki tidak selalu merupakan hasil ekspresi satu gen saja. Faktor lingkungan dan efek pleiotropi dari gen-gen lain juga berpengaruh terhadap hirarki sosial dari seekor hewan (Miller-Butterworth et al. 2007). page 11 / 43
12 SIMPULAN Variasi gen 5-HTT (penyandi agresivitas) berhasil diidentifikasi pada satu kelompok P. abelii. Keragaman di daerah intron 3 gen ini diwakili oleh alel S dan alel L. Frekuensi untuk genotip L/L sebesar 23,81 %, L/S sebesar 47,62%, dan 28,57% untuk S/S. Frekuensi untuk alel L sebesar 47,62 % dan sebesar 52,38% untuk alel S. Sampel nomor 127 (S/S) dan 131 (L/L) menunjukkan homologi sebesar 98% dengan gen transporter serotonin manusia yang terletak pada kromosom 17 dengan nomor aksesi NG_ SARAN Analisis biokimia dan perilaku dibutuhkan untuk mempelajari polimorfisme gen 5-HTT secara lebih lanjut dan detail pada populasi primata. Kombinasi antar gen mungkin dapat dijadikan alternatif dalam penentuan sifat agresivitas pada jenis primata. DAFTAR PUSTAKA page 12 / 43
13 Baron RA, Richardson DR Human Aggression. 2nd edition. New York: Plenum. Barr CS et al The utility of nonhuman primate model for studying gene by environtment interactions in behavioral research. Genes Brain Behav 2: Brandon-Jones D et al Asian primate classification. Am. J. Primatology 25: Byun SO, Fang Q, ZhouH, Hickford JGH An effective method for silver-staining DNA in large numbers of polyacrylamide gels. Anal Biochem 385: Caspi A et al Influence of life stress on depression: moderation by a polymorphism in the 5-HTT gene. Science 301: Dolhinow P, Fuentes A The Non Human Primates. California: Mayfield Publishing. Eimerl S, devore I Primata. Timan Th S, penerjemah. Jakarta: Tira Pustaka. Terjemahan dari: The Primates. Erniasari I Variasi Alel Gen 5-HTT Penyandi Agresivitas pada Beruk (Macaca nemestrina) [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Fleagle JG Primate Adaptation and Evolution. San Diego: Academic Press. page 13 / 43
14 Galdikas BMF Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Heils A et al Allelic variation of human serotonin transporter gene expression. J Neurochem 6: Inoue-Murayama et al Interspecies and intraspecies variations in the serotonin transporter gene intron 3 VNTR in nonhuman primates. Primates 49: Lesch et al Association of anxiety-related traits with a polymorphism in the serotonin transporter gene regulatory region. Science 274: Malassé Anne D Continuity and discontinuity during hominization. Quaternary International 19: Miller-Butterworth CM et al The serotonin transporter: sequence variation in Macaca fascicularis and its relationship to dominance. Behav Genet 37: Napier JR, Napier PH The Natural History of Primates. Massachussets: The MIT Press. Nei M Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University. Ray E The Macaques. In: Dolhinow P, Fuentes A, editor. The Non Human Primates. California: Mayfield Publishing. Smuts BB et al Primate Societies. Chicago: The University of Chicago. page 14 / 43
15 Swindler DR Introduction to The Primate. Seatle: University of Washington Press. Chyntia Dessy L.A., Dyah Perwitasari dan Achmad Farajallah Variasi Alel Gen Agresivitas 5-HTT pada Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Seminar disampaikan tanggal 11 Agustus Departemen Biologi FMIPA IPB PENDAHULUAN Latar Belakang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) merupakan kera besar yang daerah persebarannya hanya di Asia. Kelompok kera besar dibedakan dari kelompok kera lainnya berdasarkan ciri seperti tidak berekor, tubuh dan massa otak yang lebih besar, serta memiliki karakteristik tubuh bagian bawah yang teradaptasi untuk melakukan lokomosi secara suspensi (Dolhinow & Fuentes 1999). Orangutan dikelompokkan ke dalam superfamili Hominoidea, famili Pongidae, dan genus Pongo (Dolhinow & Fuentes 1999). Brandon-Jones et al. (2004) menyatakan bahwa Pongo abelii (orangutan Sumatera) memiliki hubungan yang berbeda atau terpisah dengan Pongo pygmaeus (orangutan Kalimantan). Orangutan Sumatera memiliki beberapa perbedaan dengan orangutan Kalimantan. Orangutan Kalimantan dewasa memiliki rambut yang cenderung berwarna coklat kemerahan sedangkan rambut orangutan Sumatera biasanya berwarna lebih pucat. Rambut orangutan Sumatera biasanya lebih lembut dan lemas serta berwarna putih di sekitar wajahnya (Galdikas 1984). Orangutan hidup soliter dan lebih bersifat arboreal dibandingkan jenis kera besar lainnya (Galdikas 1984). page 15 / 43
16 Orangutan memiliki seksual dimorfisme dalam ukuran tubuh sehingga jantan dan betina dapat dibedakan dengan mudah. Hewan ini bersifat frugivor atau pemakan buah-buahan. Orangutan adalah mamalia yang arboreal dan terestrial, lokomosinya di pohon dinamakan suspensory climbing, yaitu bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada cabang-cabang pohon. Ketika bergerak di tanah, orangutan bergerak secara kuadrupedal (Fleagle 1988). Agresivitas adalah istilah umum yang dikaitkan dengan segala bentuk tingkah laku yang secara langsung maupun tidak langsung bertujuan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain dengan tujuan tertentu (Baron & Richardson 1994). Individu yang menempati hirarki tinggi biasanya lebih agresif dibanding dengan individu yang tingkatannya berada di bawahnya (Napier & Napier 1985) dan agresivitas pada jantan lebih tinggi daripada pada betina (Smuts et al. 1987). Gen 5-HTT (5-hydroxytitraminetransporter) merupakan penyandi transporter serotonin yang berpengaruh terhadap agresivitas (Barr et al. 2003), emosi, fungsi motorik, dan beberapa sifat kognitif pada primata dan manusia (Heils et al. 1996). Serotonin transporter adalah protein khusus untuk meregulasi fungsi serotonin di otak yang dilakukan dengan cara pengambilan kembali (reuptake) (Barr et al. 2003). Daerah pengatur pada serotonin transporter (5-HTT) memiliki daerah polimorfisme fungsional atau Variable Number Tandem Repeat (VNTR) yang mempengaruhi tingkat reuptake serotonin dan risiko pembentukan suasana hati yang negatif pada manusia (Caspi et al. 2003; Lesch et al. 1996). VNTR pada manusia merupakan suatu daerah polimorfisme sebesar unit terdapat pada intron 3 pada 5-HTT manusia (Inoue-Murayama et al. 2008). VNTR mempengaruhi aktivitas transkripsi gen. Struktur VNTR dapat berubah selama proses diferensiasi subspesies, oleh karena itu VNTR dapat dilihat untuk menentukan variasi antar spesies. VNTR pada daerah promotor juga mempengaruhi ekspresi 5-HTT. Kombinasi kedua daerah VNTR telah dijelaskan pada manusia (Inoue-Murayama et al. 2008). Homozigot memiliki alel yang panjang (genotip L/L) yang mengekspresikan serotonin dua kali lebih banyak daripada individu dengan alel pendek (S/S atau L/S). Alel S memiliki aktifitas transkripsi yang rendah dibandingkan alel L (Lesch et al. 1996). Tujuan Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keragaman alel gen 5-HTT serotonin transporter pada orangutan Sumatera (Pongo abelii). Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai Juli 2011 di Laboratorium page 16 / 43
17 Molekuler Bagian Sistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel DNA orangutan Sumatera (P. abelii) dalam TE (Tris-EDTA) 80% yang merupakan koleksi Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), LPPM IPB. Sebanyak 48 sampel yang digunakan dipilih dari satu populasi yang terdiri dari 28 jantan dan 20 betina. Metode Amplifikasi Gen 5-HTT Sampel DNA diuji kualitasnya dengan spektrofotometer GeneQuantpro (Amersham Pharmacia Biotech) pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Amplifikasi gen 5-HTT dilakukan secara in-vitro dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Amplifikasi menggunakan primer DPF 11 yang disusun berdasarkan fragmen DNA gen 5-HTT pada M. fascicularis (GenBank NC_000017) yaitu forward: 5 -TCTGGCGCTTCCCCTACATAT-3 dan reverse: 5 -TGTTCCTAGTCTTACGCCAGTG-3. (Inoue-Murayama et al. 2008). Panjang DNA hasil amplifikasi yang diharapkan yaitu antara pb. Komposisi 12,5 µl reaksi PCR untuk mengamplifikasi gen 5-HTT terdiri dari ng DNA (2 µl), masing-masing primer 25 nm (0,5 µl), serta Readymix Kappa yang terdiri dari dntp, Taq polymerase dan bufer. Kondisi reaksi PCR dalam mesin ESCO PCR dirancang dengan suhu pra-denaturasi 95º C selama 5 menit, denaturasi 95º C selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 58º C selama 1 menit, pemanjangan pada suhu 72º C selama 1 menit, akhir pemanjangan pada suhu 72º C selama 4 menit dan pendinginan pada suhu 4º C. Untuk perbanyakan, siklus diulang sebanyak 30 kali. Visualisasi Produk PCR page 17 / 43
18 Produk PCR dimigrasikan pada PAGE (Polyacrilamide gel electrophoresis) 6% dalam bufer 1x TBE (Tris-Borat EDTA) dengan voltase 200 V selama 50 menit. Gel diwarnai dengan pewarnaan perak (Byun et al. 2009). Penanda yang digunakan adalah Ready-Load 1 Kb DNA Ladder (Promega). Sekuensing DNA dan Analisis Bioinformatika Pengurutan DNA hasil amplifikasi dilakukan oleh perusahaan jasa sekuensing. Sekuen yang diperoleh kemudian disejajarkan dengan data pada GenBank menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool-Nucleotida (BLAST-N). Analisis data Frekuensi alel dan genotipe dihitung berdasarkan jumlah individu genotip homozigot (L/L dan S/S) dan heterozigot (L/S) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: XL = (2nLL + nls)/2n XLL = (nll/n) x 100% page 18 / 43
19 Keterangan: XL = frekuensi alel L XLL = frekuensi genotip LL page 19 / 43
20 nll = jumlah individu bergenotip LL nll = jumlah individu bergenotip LL nls = jumlah individu bergenotip LS N = total individu page 20 / 43
21 n = jumlah total individu (Nei 1987) page 21 / 43
22 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen 5-HTT serta Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotip pada P. abelii Gen 5-HTT pada P. abelii berhasil diamplifikasi dengan menggunakan teknik PCR. Primer yang digunakan untuk amplifikasi didisain berdasarkan Inoue-Murayama et al. (2008). Primer DPF 11 digunakan untuk mengamplifikasi daerah intron 3 dari gen serotonin transporter 5-HTT. Sampel yang berhasil diamplifikasi yaitu sebanyak 21 sampel dari 48 sampel yang tersedia. Amplikon yang terbentuk dari hasil PCR menghasilkan dua buah pita yang berukuran 212 dan 247 pasang basa (Gambar 1a). Sampel-sampel yang lain tidak berhasil diamplifikasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terdegradasinya DNA pada sampel tersebut. page 22 / 43
23 Gambar 1. Hasil amplifikasi gen 5-HTT menggunakan pasangan primer DPF 11 berdasarkan Inoue-Murayama et al. (2008). Keterangan gambar: M= penanda 100 pb, nomor 1 dan 2= S/S, nomor 3 dan 4= L/L, nomor 5 dan 6= L/S, nomor 7-12 = amplikon dari sampel M. nemestrina. Amplifikasi menggunakan primer DPF 11 (forward dan reverse) menghasilkan dua alel (L dan S) dan tiga macam genotip pada sampel yaitu L/L, L/S, dan S/S. Penentuan masing-masing genotip dilakukan berdasarkan banyak dan ukuran pita DNA hasil visualisasi pada PAGE 6%. Amplikon dengan ukuran 212 pb mewakili alel S dan amplikon dengan ukuran 247 pb mewakili alel L. Sebanyak 5 sampel dari 21 sampel bergenotip L/L, 10 sampel bergenotip L/S dan 6 sampel bergenotip S/S. Frekuensi untuk genotip L/L sebesar 23,81 %, L/S sebesar 47,62%, dan 28,57% untuk S/S. Frekuensi untuk alel L sebesar 47,62 % dan sebesar 52,38% untuk alel S. Berdasarkan Nei (1987), dapat disimpulkan bahwa lokus tempat gen serotonin transporter ini merupakan daerah polimorfik karena jumlah alel bersama dalam populasi lebih dari satu dengan frekuensi alel yang paling umum kurang dari atau sama dengan 0,99. Untuk membandingkan ukuran fragmen amplikon gen 5-HTT pada monyet dan kera besar, dilakukan pula amplifikasi dan visualisasi terhadap sampel Macaca nemestrina. Amplikon yang dihasilkan berukuran sebesar 230 pb (Gambar 1b). page 23 / 43
24 Identifikasi Molekuler Gen 5-HTT pada P. abelii Identifikasi molekuler dilakukan dengan menganalisis homologi hasil sekuensing gen 5-HTT pada dua sampel P. abelii dengan data di GenBank menggunakan program BLAST-N. Sampel nomor 127 (S/S) dan 131 (L/L) menunjukkan kemiripan sebesar 98% dengan gen transporter serotonin manusia yang terletak pada kromosom 17 dengan nomor aksesi NG_ Daerah VNTR yang berukuran besar ditemukan pada manusia dan kera, kecuali orangutan. Daerah VNTR pada orangutan hanya memiliki 4 atau 6 alel berulang, dan individu yang memiliki 4 alel berulang bersifat predominan. Insersi atau delesi dapat terjadi untuk dapat menghasilkan polimorfisme pada daerah VNTR. Alel pada orangutan tidak memiliki sekuen berulang yang unik dan bervariasi seperti yang ditemukan pada manusia, simpanse, gorilla, dan gibbon. Perubahan daerah polimorfisme gen 5-HTT diduga terjadi selama proses hominisasi. Hominisasi adalah proses evolusioner menuju sifat-sifat manusia yang membedakan hominid dengan primata lainnya (Malassé 1993). Variasi daerah VNTR yang berukuran panjang terjadi pada manusia dan kera terkecuali orangutan (Inoue-Murayama et al. 2008). Subspesies yang berlainan dapat saja memiliki jumlah alel berulang yang berbeda. Dua subspesies simpanse memiliki alel berulang yang spesifik dengan jumlah ulangan 18 dan 19 (Pan troglodytes verus) atau 23 dan 34 (Pan troglodytes scheinfurthii), yang mengindikasikan bahwa struktur VNTR dapat berubah selama proses diferensiasi subspesies. Gen 5-HTT bersifat unik pada manusia dan primata simian. Sekuen progenitor 5-HTT diduga merupakan DNA virus atau element loncat yang telah terintroduksi ke dalam genom manusia dan primata pada 40 juta tahun yang lalu, sehingga sekuen 5-HTT dapat digunakan sebagai informasi untuk membandingkan hubungan kekerabatan spesies dan filogeni antara monyet, kera besar, dan manusia (Inoue-Murayama et al. 2008). Struktur Sosial dan Sistem Hirarki page 24 / 43
25 Orangutan merupakan primata yang hidup di pepohonan dan menunjukkan struktur sosial yang relatif kecil yang terdiri dari hanya satu individu atau sedikit anggota keluarga apabila dibandingkan dengan simpanse dan gorilla. Perkembangan alel yang bervariasi dan peningkatan jumlah alel berulang yang lebih pendek selama proses hominisasi menunjukkan perubahan pada habitat dan struktur sosial (Inoue-Murayama et al. 2008). Orangutan memiliki keunikan di antara kera besar lainnya karena hewan ini tidak memiliki unit sosial. Orangutan yang telah sepenuhnya dewasa bersifat soliter dan memiliki organisasi sosial yang disebut noyau, dimana jantan dan betina tidak hidup bersama. Interaksi di antara orangutan jantan dewasa biasanya bersifat agresif; ketika jantan-jantan dewasa bertemu dapat mengakibatkan perkelahian tetapi lebih sering berupa saling bertukar suara (Fleagle 1988). Hirarki sosial terbentuk akibat terdapat perbedaan kualitas individu dalam kelompok. Individu yang mempunyai kualitas tertentu dan lebih unggul daripada individu lain disebut dominan (Ray 1999). Dominasi ini mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku berkompetisi, sehingga terdapat individu yang lebih dominan daripada individu lain. Perilaku sosial dipengaruhi oleh sistem hirarki. Jantan alfa menduduki hirarki tertinggi (Swindler 1998). Erniasari (2010) pada penelitiannya terhadap gen 5-HTT pada M. nemestrina berhasil menemukan satu individu bergenotipe S/S sehingga diduga kuat sebagai pejantan alfa dalam populasi tersebut. Pada penelitian ini ditemukan enam individu yang bergenotip S/S dari total populasi sebanyak 21 individu (28,57%). Individu dengan alel S memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam mentransportasikan kembali serotonin ke dalam sel. Individu yang memiliki sedikitnya satu alel S cenderung memiliki tingkat kecemasan dan ketakutan yang tinggi serta menunjukkan perilaku sosial yang rendah dibandingkan dengan individu bergenotip L/L (Barr et al. 2003). Hirarki sosial pada jantan lebih bersifat tetap. Hirarki sosial dapat berubah dalam rentang waktu yang cukup lama. Perubahan hirarki sosial yang terjadi disebabkan adanya jantan yang meninggalkan kelompok, masuknya jantan baru ke dalam kelompok, dan terjadinya perkelahian yang menimbulkan luka parah dan kematian. Hirarki sosial pada betina lebih dinamis karena dipengaruhi oleh siklus estrus dan kehadiran anak (Eimerl & DeVore 1978). Struktur sosial berupa hirarki tidak selalu merupakan hasil ekspresi satu gen saja. Faktor lingkungan dan efek pleiotropi dari gen-gen lain juga berpengaruh terhadap hirarki sosial dari seekor hewan (Miller-Butterworth et al. 2007). page 25 / 43
26 SIMPULAN Variasi gen 5-HTT (penyandi agresivitas) berhasil diidentifikasi pada satu kelompok P. abelii. Keragaman di daerah intron 3 gen ini diwakili oleh alel S dan alel L. Frekuensi untuk genotip L/L sebesar 23,81 %, L/S sebesar 47,62%, dan 28,57% untuk S/S. Frekuensi untuk alel L sebesar 47,62 % dan sebesar 52,38% untuk alel S. Sampel nomor 127 (S/S) dan 131 (L/L) menunjukkan homologi sebesar 98% dengan gen transporter serotonin manusia yang terletak pada kromosom 17 dengan nomor aksesi NG_ SARAN Analisis biokimia dan perilaku dibutuhkan untuk mempelajari polimorfisme gen 5-HTT secara lebih lanjut dan detail pada populasi primata. Kombinasi antar gen mungkin dapat dijadikan alternatif dalam penentuan sifat agresivitas pada jenis primata. DAFTAR PUSTAKA page 26 / 43
27 Baron RA, Richardson DR Human Aggression. 2nd edition. New York: Plenum. Barr CS et al The utility of nonhuman primate model for studying gene by environtment interactions in behavioral research. Genes Brain Behav 2: Brandon-Jones D et al Asian primate classification. Am. J. Primatology 25: Byun SO, Fang Q, ZhouH, Hickford JGH An effective method for silver-staining DNA in large numbers of polyacrylamide gels. Anal Biochem 385: Caspi A et al Influence of life stress on depression: moderation by a polymorphism in the 5-HTT gene. Science 301: Dolhinow P, Fuentes A The Non Human Primates. California: Mayfield Publishing. Eimerl S, devore I Primata. Timan Th S, penerjemah. Jakarta: Tira Pustaka. Terjemahan dari: The Primates. Erniasari I Variasi Alel Gen 5-HTT Penyandi Agresivitas pada Beruk (Macaca nemestrina) [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Fleagle JG Primate Adaptation and Evolution. San Diego: Academic Press. page 27 / 43
28 Galdikas BMF Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Heils A et al Allelic variation of human serotonin transporter gene expression. J Neurochem 6: Inoue-Murayama et al Interspecies and intraspecies variations in the serotonin transporter gene intron 3 VNTR in nonhuman primates. Primates 49: Lesch et al Association of anxiety-related traits with a polymorphism in the serotonin transporter gene regulatory region. Science 274: Malassé Anne D Continuity and discontinuity during hominization. Quaternary International 19: Miller-Butterworth CM et al The serotonin transporter: sequence variation in Macaca fascicularis and its relationship to dominance. Behav Genet 37: Napier JR, Napier PH The Natural History of Primates. Massachussets: The MIT Press. Nei M Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University. Ray E The Macaques. In: Dolhinow P, Fuentes A, editor. The Non Human Primates. California: Mayfield Publishing. Smuts BB et al Primate Societies. Chicago: The University of Chicago. page 28 / 43
29 Swindler DR Introduction to The Primate. Seatle: University of Washington Press. Chyntia Dessy L.A., Dyah Perwitasari dan Achmad Farajallah Variasi Alel Gen Agresivitas 5-HTT pada Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Seminar disampaikan tanggal 11 Agustus Departemen Biologi FMIPA IPB PENDAHULUAN Latar Belakang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) merupakan kera besar yang daerah persebarannya hanya di Asia. Kelompok kera besar dibedakan dari kelompok kera lainnya berdasarkan ciri seperti tidak berekor, tubuh dan massa otak yang lebih besar, serta memiliki karakteristik tubuh bagian bawah yang teradaptasi untuk melakukan lokomosi secara suspensi (Dolhinow & Fuentes 1999). Orangutan dikelompokkan ke dalam superfamili Hominoidea, famili Pongidae, dan genus Pongo (Dolhinow & Fuentes 1999). Brandon-Jones et al. (2004) menyatakan bahwa Pongo abelii (orangutan Sumatera) memiliki hubungan yang berbeda atau terpisah dengan Pongo pygmaeus (orangutan Kalimantan). Orangutan Sumatera memiliki beberapa perbedaan dengan orangutan Kalimantan. Orangutan Kalimantan dewasa memiliki rambut yang cenderung berwarna coklat kemerahan sedangkan rambut orangutan Sumatera biasanya berwarna lebih pucat. Rambut orangutan Sumatera biasanya lebih lembut dan lemas serta berwarna putih di sekitar wajahnya (Galdikas 1984). Orangutan hidup soliter dan lebih bersifat arboreal dibandingkan jenis kera besar lainnya (Galdikas 1984). page 29 / 43
30 Orangutan memiliki seksual dimorfisme dalam ukuran tubuh sehingga jantan dan betina dapat dibedakan dengan mudah. Hewan ini bersifat frugivor atau pemakan buah-buahan. Orangutan adalah mamalia yang arboreal dan terestrial, lokomosinya di pohon dinamakan suspensory climbing, yaitu bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada cabang-cabang pohon. Ketika bergerak di tanah, orangutan bergerak secara kuadrupedal (Fleagle 1988). Agresivitas adalah istilah umum yang dikaitkan dengan segala bentuk tingkah laku yang secara langsung maupun tidak langsung bertujuan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain dengan tujuan tertentu (Baron & Richardson 1994). Individu yang menempati hirarki tinggi biasanya lebih agresif dibanding dengan individu yang tingkatannya berada di bawahnya (Napier & Napier 1985) dan agresivitas pada jantan lebih tinggi daripada pada betina (Smuts et al. 1987). Gen 5-HTT (5-hydroxytitraminetransporter) merupakan penyandi transporter serotonin yang berpengaruh terhadap agresivitas (Barr et al. 2003), emosi, fungsi motorik, dan beberapa sifat kognitif pada primata dan manusia (Heils et al. 1996). Serotonin transporter adalah protein khusus untuk meregulasi fungsi serotonin di otak yang dilakukan dengan cara pengambilan kembali (reuptake) (Barr et al. 2003). Daerah pengatur pada serotonin transporter (5-HTT) memiliki daerah polimorfisme fungsional atau Variable Number Tandem Repeat (VNTR) yang mempengaruhi tingkat reuptake serotonin dan risiko pembentukan suasana hati yang negatif pada manusia (Caspi et al. 2003; Lesch et al. 1996). VNTR pada manusia merupakan suatu daerah polimorfisme sebesar unit terdapat pada intron 3 pada 5-HTT manusia (Inoue-Murayama et al. 2008). VNTR mempengaruhi aktivitas transkripsi gen. Struktur VNTR dapat berubah selama proses diferensiasi subspesies, oleh karena itu VNTR dapat dilihat untuk menentukan variasi antar spesies. VNTR pada daerah promotor juga mempengaruhi ekspresi 5-HTT. Kombinasi kedua daerah VNTR telah dijelaskan pada manusia (Inoue-Murayama et al. 2008). Homozigot memiliki alel yang panjang (genotip L/L) yang mengekspresikan serotonin dua kali lebih banyak daripada individu dengan alel pendek (S/S atau L/S). Alel S memiliki aktifitas transkripsi yang rendah dibandingkan alel L (Lesch et al. 1996). Tujuan Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keragaman alel gen 5-HTT serotonin transporter pada orangutan Sumatera (Pongo abelii). Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai Juli 2011 di Laboratorium page 30 / 43
31 Molekuler Bagian Sistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel DNA orangutan Sumatera (P. abelii) dalam TE (Tris-EDTA) 80% yang merupakan koleksi Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), LPPM IPB. Sebanyak 48 sampel yang digunakan dipilih dari satu populasi yang terdiri dari 28 jantan dan 20 betina. Metode Amplifikasi Gen 5-HTT Sampel DNA diuji kualitasnya dengan spektrofotometer GeneQuantpro (Amersham Pharmacia Biotech) pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Amplifikasi gen 5-HTT dilakukan secara in-vitro dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Amplifikasi menggunakan primer DPF 11 yang disusun berdasarkan fragmen DNA gen 5-HTT pada M. fascicularis (GenBank NC_000017) yaitu forward: 5 -TCTGGCGCTTCCCCTACATAT-3 dan reverse: 5 -TGTTCCTAGTCTTACGCCAGTG-3. (Inoue-Murayama et al. 2008). Panjang DNA hasil amplifikasi yang diharapkan yaitu antara pb. Komposisi 12,5 µl reaksi PCR untuk mengamplifikasi gen 5-HTT terdiri dari ng DNA (2 µl), masing-masing primer 25 nm (0,5 µl), serta Readymix Kappa yang terdiri dari dntp, Taq polymerase dan bufer. Kondisi reaksi PCR dalam mesin ESCO PCR dirancang dengan suhu pra-denaturasi 95º C selama 5 menit, denaturasi 95º C selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 58º C selama 1 menit, pemanjangan pada suhu 72º C selama 1 menit, akhir pemanjangan pada suhu 72º C selama 4 menit dan pendinginan pada suhu 4º C. Untuk perbanyakan, siklus diulang sebanyak 30 kali. Visualisasi Produk PCR page 31 / 43
32 Produk PCR dimigrasikan pada PAGE (Polyacrilamide gel electrophoresis) 6% dalam bufer 1x TBE (Tris-Borat EDTA) dengan voltase 200 V selama 50 menit. Gel diwarnai dengan pewarnaan perak (Byun et al. 2009). Penanda yang digunakan adalah Ready-Load 1 Kb DNA Ladder (Promega). Sekuensing DNA dan Analisis Bioinformatika Pengurutan DNA hasil amplifikasi dilakukan oleh perusahaan jasa sekuensing. Sekuen yang diperoleh kemudian disejajarkan dengan data pada GenBank menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool-Nucleotida (BLAST-N). Analisis data Frekuensi alel dan genotipe dihitung berdasarkan jumlah individu genotip homozigot (L/L dan S/S) dan heterozigot (L/S) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: XL = (2nLL + nls)/2n XLL = (nll/n) x 100% page 32 / 43
33 Keterangan: XL = frekuensi alel L XLL = frekuensi genotip LL page 33 / 43
34 nll = jumlah individu bergenotip LL nll = jumlah individu bergenotip LL nls = jumlah individu bergenotip LS N = total individu page 34 / 43
35 n = jumlah total individu (Nei 1987) page 35 / 43
36 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen 5-HTT serta Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotip pada P. abelii Gen 5-HTT pada P. abelii berhasil diamplifikasi dengan menggunakan teknik PCR. Primer yang digunakan untuk amplifikasi didisain berdasarkan Inoue-Murayama et al. (2008). Primer DPF 11 digunakan untuk mengamplifikasi daerah intron 3 dari gen serotonin transporter 5-HTT. Sampel yang berhasil diamplifikasi yaitu sebanyak 21 sampel dari 48 sampel yang tersedia. Amplikon yang terbentuk dari hasil PCR menghasilkan dua buah pita yang berukuran 212 dan 247 pasang basa (Gambar 1a). Sampel-sampel yang lain tidak berhasil diamplifikasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terdegradasinya DNA pada sampel tersebut. page 36 / 43
37 Gambar 1. Hasil amplifikasi gen 5-HTT menggunakan pasangan primer DPF 11 berdasarkan Inoue-Murayama et al. (2008). Keterangan gambar: M= penanda 100 pb, nomor 1 dan 2= S/S, nomor 3 dan 4= L/L, nomor 5 dan 6= L/S, nomor 7-12 = amplikon dari sampel M. nemestrina. Amplifikasi menggunakan primer DPF 11 (forward dan reverse) menghasilkan dua alel (L dan S) dan tiga macam genotip pada sampel yaitu L/L, L/S, dan S/S. Penentuan masing-masing genotip dilakukan berdasarkan banyak dan ukuran pita DNA hasil visualisasi pada PAGE 6%. Amplikon dengan ukuran 212 pb mewakili alel S dan amplikon dengan ukuran 247 pb mewakili alel L. Sebanyak 5 sampel dari 21 sampel bergenotip L/L, 10 sampel bergenotip L/S dan 6 sampel bergenotip S/S. Frekuensi untuk genotip L/L sebesar 23,81 %, L/S sebesar 47,62%, dan 28,57% untuk S/S. Frekuensi untuk alel L sebesar 47,62 % dan sebesar 52,38% untuk alel S. Berdasarkan Nei (1987), dapat disimpulkan bahwa lokus tempat gen serotonin transporter ini merupakan daerah polimorfik karena jumlah alel bersama dalam populasi lebih dari satu dengan frekuensi alel yang paling umum kurang dari atau sama dengan 0,99. Untuk membandingkan ukuran fragmen amplikon gen 5-HTT pada monyet dan kera besar, dilakukan pula amplifikasi dan visualisasi terhadap sampel Macaca nemestrina. Amplikon yang dihasilkan berukuran sebesar 230 pb (Gambar 1b). page 37 / 43
38 Identifikasi Molekuler Gen 5-HTT pada P. abelii Identifikasi molekuler dilakukan dengan menganalisis homologi hasil sekuensing gen 5-HTT pada dua sampel P. abelii dengan data di GenBank menggunakan program BLAST-N. Sampel nomor 127 (S/S) dan 131 (L/L) menunjukkan kemiripan sebesar 98% dengan gen transporter serotonin manusia yang terletak pada kromosom 17 dengan nomor aksesi NG_ Daerah VNTR yang berukuran besar ditemukan pada manusia dan kera, kecuali orangutan. Daerah VNTR pada orangutan hanya memiliki 4 atau 6 alel berulang, dan individu yang memiliki 4 alel berulang bersifat predominan. Insersi atau delesi dapat terjadi untuk dapat menghasilkan polimorfisme pada daerah VNTR. Alel pada orangutan tidak memiliki sekuen berulang yang unik dan bervariasi seperti yang ditemukan pada manusia, simpanse, gorilla, dan gibbon. Perubahan daerah polimorfisme gen 5-HTT diduga terjadi selama proses hominisasi. Hominisasi adalah proses evolusioner menuju sifat-sifat manusia yang membedakan hominid dengan primata lainnya (Malassé 1993). Variasi daerah VNTR yang berukuran panjang terjadi pada manusia dan kera terkecuali orangutan (Inoue-Murayama et al. 2008). Subspesies yang berlainan dapat saja memiliki jumlah alel berulang yang berbeda. Dua subspesies simpanse memiliki alel berulang yang spesifik dengan jumlah ulangan 18 dan 19 (Pan troglodytes verus) atau 23 dan 34 (Pan troglodytes scheinfurthii), yang mengindikasikan bahwa struktur VNTR dapat berubah selama proses diferensiasi subspesies. Gen 5-HTT bersifat unik pada manusia dan primata simian. Sekuen progenitor 5-HTT diduga merupakan DNA virus atau element loncat yang telah terintroduksi ke dalam genom manusia dan primata pada 40 juta tahun yang lalu, sehingga sekuen 5-HTT dapat digunakan sebagai informasi untuk membandingkan hubungan kekerabatan spesies dan filogeni antara monyet, kera besar, dan manusia (Inoue-Murayama et al. 2008). Struktur Sosial dan Sistem Hirarki page 38 / 43
39 Orangutan merupakan primata yang hidup di pepohonan dan menunjukkan struktur sosial yang relatif kecil yang terdiri dari hanya satu individu atau sedikit anggota keluarga apabila dibandingkan dengan simpanse dan gorilla. Perkembangan alel yang bervariasi dan peningkatan jumlah alel berulang yang lebih pendek selama proses hominisasi menunjukkan perubahan pada habitat dan struktur sosial (Inoue-Murayama et al. 2008). Orangutan memiliki keunikan di antara kera besar lainnya karena hewan ini tidak memiliki unit sosial. Orangutan yang telah sepenuhnya dewasa bersifat soliter dan memiliki organisasi sosial yang disebut noyau, dimana jantan dan betina tidak hidup bersama. Interaksi di antara orangutan jantan dewasa biasanya bersifat agresif; ketika jantan-jantan dewasa bertemu dapat mengakibatkan perkelahian tetapi lebih sering berupa saling bertukar suara (Fleagle 1988). Hirarki sosial terbentuk akibat terdapat perbedaan kualitas individu dalam kelompok. Individu yang mempunyai kualitas tertentu dan lebih unggul daripada individu lain disebut dominan (Ray 1999). Dominasi ini mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku berkompetisi, sehingga terdapat individu yang lebih dominan daripada individu lain. Perilaku sosial dipengaruhi oleh sistem hirarki. Jantan alfa menduduki hirarki tertinggi (Swindler 1998). Erniasari (2010) pada penelitiannya terhadap gen 5-HTT pada M. nemestrina berhasil menemukan satu individu bergenotipe S/S sehingga diduga kuat sebagai pejantan alfa dalam populasi tersebut. Pada penelitian ini ditemukan enam individu yang bergenotip S/S dari total populasi sebanyak 21 individu (28,57%). Individu dengan alel S memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam mentransportasikan kembali serotonin ke dalam sel. Individu yang memiliki sedikitnya satu alel S cenderung memiliki tingkat kecemasan dan ketakutan yang tinggi serta menunjukkan perilaku sosial yang rendah dibandingkan dengan individu bergenotip L/L (Barr et al. 2003). Hirarki sosial pada jantan lebih bersifat tetap. Hirarki sosial dapat berubah dalam rentang waktu yang cukup lama. Perubahan hirarki sosial yang terjadi disebabkan adanya jantan yang meninggalkan kelompok, masuknya jantan baru ke dalam kelompok, dan terjadinya perkelahian yang menimbulkan luka parah dan kematian. Hirarki sosial pada betina lebih dinamis karena dipengaruhi oleh siklus estrus dan kehadiran anak (Eimerl & DeVore 1978). Struktur sosial berupa hirarki tidak selalu merupakan hasil ekspresi satu gen saja. Faktor lingkungan dan efek pleiotropi dari gen-gen lain juga berpengaruh terhadap hirarki sosial dari seekor hewan (Miller-Butterworth et al. 2007). page 39 / 43
40 SIMPULAN Variasi gen 5-HTT (penyandi agresivitas) berhasil diidentifikasi pada satu kelompok P. abelii. Keragaman di daerah intron 3 gen ini diwakili oleh alel S dan alel L. Frekuensi untuk genotip L/L sebesar 23,81 %, L/S sebesar 47,62%, dan 28,57% untuk S/S. Frekuensi untuk alel L sebesar 47,62 % dan sebesar 52,38% untuk alel S. Sampel nomor 127 (S/S) dan 131 (L/L) menunjukkan homologi sebesar 98% dengan gen transporter serotonin manusia yang terletak pada kromosom 17 dengan nomor aksesi NG_ SARAN Analisis biokimia dan perilaku dibutuhkan untuk mempelajari polimorfisme gen 5-HTT secara lebih lanjut dan detail pada populasi primata. Kombinasi antar gen mungkin dapat dijadikan alternatif dalam penentuan sifat agresivitas pada jenis primata. DAFTAR PUSTAKA page 40 / 43
41 Baron RA, Richardson DR Human Aggression. 2nd edition. New York: Plenum. Barr CS et al The utility of nonhuman primate model for studying gene by environtment interactions in behavioral research. Genes Brain Behav 2: Brandon-Jones D et al Asian primate classification. Am. J. Primatology 25: Byun SO, Fang Q, ZhouH, Hickford JGH An effective method for silver-staining DNA in large numbers of polyacrylamide gels. Anal Biochem 385: Caspi A et al Influence of life stress on depression: moderation by a polymorphism in the 5-HTT gene. Science 301: Dolhinow P, Fuentes A The Non Human Primates. California: Mayfield Publishing. Eimerl S, devore I Primata. Timan Th S, penerjemah. Jakarta: Tira Pustaka. Terjemahan dari: The Primates. Erniasari I Variasi Alel Gen 5-HTT Penyandi Agresivitas pada Beruk (Macaca nemestrina) [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Fleagle JG Primate Adaptation and Evolution. San Diego: Academic Press. page 41 / 43
42 Galdikas BMF Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Heils A et al Allelic variation of human serotonin transporter gene expression. J Neurochem 6: Inoue-Murayama et al Interspecies and intraspecies variations in the serotonin transporter gene intron 3 VNTR in nonhuman primates. Primates 49: Lesch et al Association of anxiety-related traits with a polymorphism in the serotonin transporter gene regulatory region. Science 274: Malassé Anne D Continuity and discontinuity during hominization. Quaternary International 19: Miller-Butterworth CM et al The serotonin transporter: sequence variation in Macaca fascicularis and its relationship to dominance. Behav Genet 37: Napier JR, Napier PH The Natural History of Primates. Massachussets: The MIT Press. Nei M Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University. Ray E The Macaques. In: Dolhinow P, Fuentes A, editor. The Non Human Primates. California: Mayfield Publishing. Smuts BB et al Primate Societies. Chicago: The University of Chicago. page 42 / 43
43 Swindler DR Introduction to The Primate. Seatle: University of Washington Press. page 43 / 43
VARIASI ALEL GEN 5-HTT PENYANDI AGRESIVITAS PADA ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) CHYNTIA DESSY LESTARI AMBARWATI
VARIASI ALEL GEN 5-HTT PENYANDI AGRESIVITAS PADA ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) CHYNTIA DESSY LESTARI AMBARWATI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciVARIASI ALEL DARI GEN 5-HTT (PENYANDI AGRESIVITAS) PADA Macaca nemestrina IKKA ERNIASARI
i VARIASI ALEL DARI GEN 5-HTT (PENYANDI AGRESIVITAS) PADA Macaca nemestrina IKKA ERNIASARI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ii VARIASI
Lebih terperinciKolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria
Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian
12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini
Lebih terperinciPenelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3
Lebih terperinciKolokium Liliani Isna Devi G
Kolokium Liliani Isna Devi G34080057 Liliani Isna Devi, Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Identifikasi Larva Famili Gobiidae dari Sungai Kedurang, Bengkulu melalui DNA Barcode. Kolokium disampaikan
Lebih terperinciKolokium Liliani Isna Devi G
Kolokium Liliani Isna Devi G34080057 Liliani Isna Devi, Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Identifikasi Larva Famili Gobiidae dari Sungai Kedurang, Bengkulu melalui DNA Barcode. Kolokium disampaikan
Lebih terperinciANALISA KEKERABATAN 14 SPESIES PRIMATA DENGAN PROGRAM MEGA 4. Abdul Rahman Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB
ANALISA KEKERABATAN 14 SPESIES PRIMATA DENGAN PROGRAM MEGA 4 Abdul Rahman Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB Abstrak Primata adalah kelompok mamalia berplasenta, memiliki tiga jenis
Lebih terperinciPRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas
PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi
Lebih terperinciKarakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(3) : 244-251 ISSN : 2301-7848 Karakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi CHARACTERISTICS OF D10S1432
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth
III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH
62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung
Lebih terperinci3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;
BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN M
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat.
(Polyacrilamide Gel Elektroforesis) 5,5% pada tegangan 85 V selama 6 jam. Standar DNA yang digunakan adalah ladder (Promega) Gel polyacrilmide dibuat dengan menggunakan 30 ml aquades, 4 ml 10xTBE, 5,5
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap
BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya
Lebih terperinciBAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI
BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang
I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan
Lebih terperinciBAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel
16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi
Lebih terperinciEKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP
EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP (Exon 3 Growth Hormone Gene Exploration in Etawah Grade, Saanen and Pesa by PCR-SSCP Method)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA
6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,
Lebih terperinciII. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di
II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan
Lebih terperinciGambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar luas di Daratan Asia Tenggara, Lempeng Sunda, Kepulauan Filipina, dan daerah Wallacea Selatan. Monyet ekor panjang di Indonesia
Lebih terperinciANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and
23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba
Lebih terperinciBIO306. Prinsip Bioteknologi
BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:
BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai
Lebih terperinciIII. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb
III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii
DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Rumusan Masalah Penelitian...
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tahapan Analisis DNA S. incertulas
11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Koleksi sampel dilakukan pada beberapa lokasi di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sumber :
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,
Lebih terperinciElektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN
11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian
14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian
Lebih terperinciABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau
ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi kegiatan lapang dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengambilan data di Balai
Lebih terperinciDAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1
DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi
Lebih terperinciPERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH
PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinci4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK
26 4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) merupakan salah satu gen yang berkaitan
Lebih terperinciThe Origin of Madura Cattle
The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil
Lebih terperinciANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI
1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE
II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA
LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA
Lebih terperinciAbstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G
Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling
16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi
Lebih terperinciANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1 (The Genetic Variation Analysis of Some Populations of Mahseer (Tor soro) Using
Lebih terperinciI. PENGENALAN NATIONAL CENTRE FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION (NCBI)
I. PENGENALAN NATIONAL CENTRE FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION (NCBI) A. PENDAHULUAN NCBI (National Centre for Biotechnology Information) merupakan suatu institusi yang menyediakan sumber informasi terkait
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.
Lebih terperinciGENETIKA DAN HUKUM MENDEL
GENETIKA DAN HUKUM MENDEL Pengertian Gen Pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Hunt Morgan, ahli Genetika dan Embriologi Amerika Serikat (1911), yang mengatakan bahwa substansi hereditas yang dinamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari
Lebih terperinciIdentifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)
Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi bakteri pada saat ini masih dilakukan secara konvensional melalui studi morfologi dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. pb M 1 2. pb M 1 2. pb M 1 2. (a) (b) pb M 1 2. pb M pb M 1 2. pb M (d) (e) (c)
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi dan Visualisasi DNA Endo-β- 1,4- glukanase C. curvignathus Amplifikasi DNA ekson 1 dan 5 CcEG menggunakan pasangan primer eksternal (Tabel 2) dan masing-masing menunjukkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) insersi/ delesi (I/D) dilakukan pada 100 pasien hipertensi yang berobat di poli jantung rumah sakit dr.
Lebih terperinciKATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis
KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang
Lebih terperinciPOLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata
Lebih terperinci